23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Letak Administratif dan Geografis Taman Nasional Karimunjawa terletak di utara pulau Jawa yang secara geografis Taman Nasional Karimunjawa terletak pada koordinat 5°40’39” - 5°55’00” LS dan 110°05’ 57” - 110°31’ 15” BT. Secara administratif kawasan ini termasuk Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Taman Nasional ini memiliki luas 111.625 ha yang meliputi 110.117,30 ha kawasan perairan dan 1.507,70 ha kawasan darat. Taman Nasional Karimunjawa merupakan satu-satunya kawasan pelestarian alam perairan di wilayah Propinsi Jawa Tengah yang merepresentasikan keutuhan dan keunikan pantai utara Jawa Tengah (Nababan 2012). 2.1.1 Kondisi Iklim dan fisika Taman Nasional Laut Karimunjawa merupakan wilayah Kepulauan Karimunjawa yang beriklim tropis, terbagi dalam dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan yang diselingi dengan musim pancaroba. Musim kemarau relatif pendek yaitu pada bulan Juni-Agustus atau lebih dikenal dengan musim timur. Saat musim timur seringkali bertiup angin barat yang menimbulkan hujan lokal. Setelah musim timur berakhir, diikuti dengan musim pancaroba I pada bulan September–Oktober sebagai peralihan musim kemarau yang tidak menentu. Musim penghujan atau dikenal dengan musim barat pada bulan November-Maret bertiup angin kencang yang mengakibatkan gelombang besar. Curah hujan cukup tinggi rata- rata 40 mm/hari. Selama musim ini bertiup angin barat yang basah dengan kecepatan tinggi, sehingga menimbulkan gelombang laut yang besar dan berbahaya bagi pelayaran (Nababan 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Letak Administratif dan …media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090027_2_9367.pdf · 2.1.1 Kondisi Iklim dan fisika ... Ekosistem terumbu karang

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Letak Administratif dan Geografis

Taman Nasional Karimunjawa terletak di utara pulau Jawa yang secara

geografis Taman Nasional Karimunjawa terletak pada koordinat 5°40’39” - 5°55’00”

LS dan 110°05’ 57” - 110°31’ 15” BT. Secara administratif kawasan ini termasuk

Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Taman Nasional

ini memiliki luas 111.625 ha yang meliputi 110.117,30 ha kawasan perairan dan

1.507,70 ha kawasan darat. Taman Nasional Karimunjawa merupakan satu-satunya

kawasan pelestarian alam perairan di wilayah Propinsi Jawa Tengah yang

merepresentasikan keutuhan dan keunikan pantai utara Jawa Tengah (Nababan 2012).

2.1.1 Kondisi Iklim dan fisika

Taman Nasional Laut Karimunjawa merupakan wilayah Kepulauan

Karimunjawa yang beriklim tropis, terbagi dalam dua musim yaitu musim kemarau

dan musim penghujan yang diselingi dengan musim pancaroba. Musim kemarau

relatif pendek yaitu pada bulan Juni-Agustus atau lebih dikenal dengan musim timur.

Saat musim timur seringkali bertiup angin barat yang menimbulkan hujan lokal.

Setelah musim timur berakhir, diikuti dengan musim pancaroba I pada bulan

September–Oktober sebagai peralihan musim kemarau yang tidak menentu. Musim

penghujan atau dikenal dengan musim barat pada bulan November-Maret bertiup

angin kencang yang mengakibatkan gelombang besar. Curah hujan cukup tinggi rata-

rata 40 mm/hari. Selama musim ini bertiup angin barat yang basah dengan kecepatan

tinggi, sehingga menimbulkan gelombang laut yang besar dan berbahaya bagi

pelayaran (Nababan 2012).

2.1.2 Aksesibilitas

1. Transportasi Laut

Perjalanan menuju Pulau Karimunjawa dapat dilakukan menggunakan

KM.Muria dan Kapal Motor Cepat Kartini I.

a. KM Muria berangkat dari Pelabuhan Kartini Jepara dilayani oleh 2 kali seminggu

dengan jadwal :

- Jepara ke Karimunjawa : setiap hari Rabu dan Sabtu dengan lama perjalanan

± 6 jam dan dikenakan biaya transportasi sebesar Rp. 32.000 hingga Rp.

80.000 perorang.

- Karimunjawa ke Jepara : setiap hari Senin dan Kamis.

b. Pada bulan April 2004 diluncurkan KMC. KARTINI I yang melayani rute

perjalanan Semarang-Jepara-Karimunjawa, dengan waktu tempuh yang lebih singkat

yaitu sekitar 4 jam dari Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang dengan biaya

transportasi sebesar Rp. 80.000 hingga Rp. 200.000 perorang.

- Semarang ke Karimunjawa : setiap hari Senin dan Sabtu.

- Karimunjawa ke Semarang : setiap hari Minggu dan Selasa.

c. Sampai saat ini belum ada kapal yang melayani transportasi antar pulau. Saat ini

transportasi antar pulau masih dilayani oleh kapal nelayan milik penduduk.

2. Transportasi Udara

Transportasi udara dapat ditempuh dari Bandara Ahmad Yani Semarang

menuju Bandara Dewadaru di Pulau Kemujan. Saat ini penerbangan dikelola oleh

tour operator yang ada yaitu Kura-Kura Aviation (Nababan 2012).

3. Transportasi Darat

Transportasi darat di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan dapat dilakukan

dengan menyewa kendaraan roda dua atau roda empat milik masyarakat. Ada pula

kendaraan becak yang melayani rute pelabuhan menuju kota kecamatan, namun

umumnya hanya beroperasi pada waktu keberangkatan dan kedatangan kapal Muria

saja (Nababan 2012).

2.2 Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang berada di laut

dengan keanekaragaman jenis yang tinggi. Di dalam ekosistem ini banyak sekali

dijumpai biota laut baik tumbuhan maupun hewan yang tumbuh dan berkembang

serta saling berinteraksi satu sama lain, sehingga apabila terjadi kerusakan terumbu

karang akan berpengaruh terhadap biota dan rantai ekosistem yang ada di dalamnya.

Ekosistem terumbu karang ditandai dengan perairan yang selalu hangat dan jernih,

produktif dan kaya kapur CaCO3 (Randall dan Elredge 1983).

Terumbu karang merupakan ekosistem kompleks dengan keanekaragaman

hayati tinggi yang ditemukan di perairan dangkal di seluruh wilayah tropis. Terumbu

karang mendukung perikanan produktif sebagai pemasok sumber protein utama.

Dibalik kompleksitas dan tingginya keanekaragaman hayati ekosistem ini, terumbu

karang kurang stabil, bahkan sangat sensitif terhadap setiap gangguan yang

beranekaragam (Fitriani 2007), adapun beberapa faktor persyaratan hidup terumbu

karang adalah sebagai berikut :

1. Salinitas

Terumbu karang dapat bertahan hidup pada salinitas laut normal, yaitu

salinitas 32 - 35 0/00. Batas toleransi terumbu karang terhadap salinitas berkisar antara

27 - 42 0/00. Kisaran salinitas tersebut merupakan salinitas optimal untuk kehidupan

terumbu karang, sehingga kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat

dan membentuk terumbu akan meningkat (Guntur 2011).

2. Cahaya

Cahaya matahari sangat diperlukan untuk proses fotosintesis zooxanthella.

Intensitas penetrasi cahaya matahari mempengaruhi pertumbuhan karang, kedua

faktor ini saling terkait karena keberhasilan proses fotosintesis dan pertumbuhannya

bergantung pada zooxanthella dan polip karang sebagai pembentuk terumbu

(Nybakken 1992). Biasanya pada kedalaman 40 meter, polip karang sudah tidak bisa

hidup karena zooxanthella dalam jaringannya sudah tidak dapat melakukan proses

fotosintesis karena intensitas cahaya yang masuk sudah sangat kecil (Nontji 1993

dalam Sinuhaji 2003).

3. Suhu

Suhu ekstrim dapat memberikan dampak negatif bagi karang, dapat memicu

terjadinya pengapuran. Menurut Nybakken (1992), suhu merupakan pembatas utama

sebaran secara geografik. Suhu perairan yang optimum untuk kehidupan karang

berkisar antara 25oC sampai 28oC.

4. Kejernihan air

Karang memerlukan air laut yang bersih, karena partikel–partikel yang

terdapat di dalam air dapat menghalangi masuknya cahaya matahari yang diperlukan

zooxanthella. Endapan pasir atau lumpur yang terbawa air mempunyai dampak

negatif dan dapat mengakibatkan kematian karang. Akibatnya pertumbuhan karang

akan menjadi lambat bahkan keberadaannya terancam hilang akibat ancaman dari

endapan dan sedimentasi yang berlebihan (Nontji 1993 dalam Sinuhaji 2003).

5. Pergerakan air (arus air)

Pada umumnya karang berkembang di daerah yang mempunyai gelombang

besar. Pergerakan air atau arus serta gelombang besar diperlukan untuk mensuplai

makanan dan oksigen serta menghindarkan karang dari timbunan endapan. Masuknya

oksigen dalam air laut disebabkan oleh adanya peristiwa up-welling telah

menyebabkan air laut menjadi teraduk mengakibatkan nutrisi dasar laut terangkat ke

permukaan (Nybakken 1992).

6. Substrat

Subtrat adalah tempat melekat koloni karang. Substrat yang keras dan bersih

dari lumpur diperlukan untuk pelekatan plannula (stadium larva pada karang) yang

akan membentuk koloni baru (Nontji 1993 dalam Sinuhaji 2003). Substrat keras

dapat berupa apa saja yang terdapat di dasar laut, potongan kayu atau logam yang

terbenam dapat ditumbuhi koloni baru, bahkan bangkai kapal tenggelam setelah

beberapa lama akan ditumbuhi koloni karang baru (IPB Press 2009).

2.2.1 Formasi Pembentukan Terumbu Karang

Menurut Nybakken (1992), karang terdiri dari dua kelompok yaitu karang

hermatipik dan karang ahermatipik. Karang hermatipik dapat menghasilkan terumbu

sedangkan karang ahermatipik tidak dapat menghasilkan terumbu. Karang

ahermatipik tersebar di seluruh dunia, tetapi karang hermatipik hanya ditemukan di

wilayah tropik. Perbedaan yang mencolok antara kedua karang ini adalah bahwa di

dalam jaringan karang hermatipik terdapat sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis (hidup

bersama) yang dinamakan zooxanthela, sedangkan pada karang ahermatipik tidak

terdapat zooxanthela didalam jaringan karangnya.

Nybakken (1992), mengelompokkan terumbu karang menjadi tiga tipe umum

yaitu :

a. Terumbu karang tepi (Fringing reef/Shore reef ),

Terumbu karang ini berkembang di sepanjang pantai dan mencapai kedalaman

tidak lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh keatas atau kearah laut.

Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat dibagian yang cukup arus. Diantara pantai dan

tepi luar terumbu, karang batu cenderung mempunyai pertumbuhaan yang kurang

baik bahkan banyak yang mati karena sering mengalami kekeringan dan banyak

endapan yang datang dari darat.

b. Terumbu karang penghalang (Barrier reef),

Terumbu karang ini terletak jauh dari pantai dan dipisahkan dari pantai

tersebut oleh dasar laut yang dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 m).

Umumnya memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar-putar seakan-akan

merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. Contohnya adalah The

Great Barier reef yang berderet disebelah timur laut Australia dengan panjang 1.350

mil.

c. Terumbu karang cincin (Atol)

Terumbu karang ini melingkari suatu goba (lagoon). Kedalaman goba di

dalam Atol sekitar 45 m jarang sampai 100 m seperti terumbu karang penghalang.

Contohnya adalah atol di Pulau Taka Bone Rate di Sulawesi Selatan.

Gambar 1. Tiga Tipe Terumbu KarangSumber : Nybakken 1992

2.2.2 Interaksi Dalam Ekosistem Terumbu Karang

Interaksi yang terjadi dalam ekosistem terumbu karang menurut Nybakken

(1992), dapat dikelompokkan dalam tiga jenis yaitu :

1. Persaingan

Satu keistimewaan pada ekosistem terumbu karang adalah bahwa pada

ekosistem ini tidak terdapat tempat yang terluang karena seluruh ruangan telah

ditutupi oleh karang. Persaingan untuk memperoleh cahaya yang cukup dapat terjadi

antara jenis karang yang bercabang dan karang yang membentuk hamparan atau

masive. Biasanya karang yang bercabang tumbuh lebih cepat daripada karang yang

membentuk hamparan atau masif dan sering memperluas koloninya ke bagian atas

dan lebih tinggi dari pada hamparan, menutupi karang massive dari cahaya. Untuk

mencegah terjadinya penguasaan tempat dan memelihara keanekaragaman pada

terumbu karang, karang yang berbentuk massive dapat mencegah pertumbuhan yang

cepat dari karang bercabang dengan memakan jaringan hidup koloni karang yang

menutupinya (Nybakken 1992). Hal ini disebut sebagai suatu susunan kekuasaan

yang bersifat menyerang artinya setiap spesies mampu menyerang dan membunuh

spesies yang ada di bawahnya dan sebaliknya dapat diserang oleh spesies yang ada

dibawahnya, akibat adanya persaingan yang kuat pada ekosistem untuk menggunakan

tempat yang sama dalam satu ekosistem (Nybakken 1992).

2. Pemangsaan

Secara visual terlihat bahwa ekosistem terumbu karang didominasi oleh

karang dan ikan-ikan karang. Hal ini terjadi karena hewan-hewan lain seperti

invertebrata tersembunyi dari penglihatan disebabkan besarnya tekanan pemangsaan

pada terumbu karang. Predator yang mampu merusak koloni karang dan

memodifikasi struktur terumbu adalah bintang seribu (Acanthaster plancii) dan

beberapa jenis ikan (Nybakken 1992). Pemangsaan koloni karang oleh ikan pada

kondisi yang cukup parah dapat mematikan koloni terumbu (Motoda 1940 dalam

Nybakken 1992).

3. Grazing

Grazing adalah kegiatan yang dilakukan oleh ikan herbivora pemakan alga.

Grazing yang teratur terhadap alga koralin dilakukan oleh ikan-ikan Famili

Siganidae, Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae serta bulu babi seperti

Diadema. Pengaruh grazing oleh ikan-ikan Pomacentridae mengakibatkan

pertumbuhan alga koralin menjadi lambat dan terkendali karena kegiatan grazing

oleh ikan-ikan tersebut (Nybakken 1992).

2.3 Transplantasi Karang

Transplantasi karang adalah pencakokan atau pemotongan karang hidup untuk

dicangkok ditempat lain atau ditempat yang karangnya telah mengalami kerusakan.

Tujuannya untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami dan

mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. Kegunaan transplantasi

karang yang cukup penting adalah menambah karang dewasa ke dalam suatu populasi

sehingga dapat meningkatkan produksi larva di ekosistem terumbu karang yang rusak

(Fitriani 2007).

Karang dapat dipindahkan dari sebuah terumbu karang dan di transplantasikan

pada substrat alam pada terumbu yang telah rusak atau pada substrat buatan seperti

blok beton. Sumber untuk transplantasi harus dipilih secara hati-hati guna

menghindari kerusakan bagi terumbu karang lainnya. Sumber yang paling baik

mungkin terumbu-terumbu karang yang sudah pasti akan rusak parah dimasa

mendatang akibat pengerukan pasir, reklamasi pantai, pembuangan cairan limbah

(Westmaccot et al. 2000).

Menurut Sukarno (1993) transplantasi karang dapat dilakukan untuk berbagai

tujuan yaitu: pemulihan kembali terumbu karang yang telah rusak; pemanfaatan

terumbu karang secara lestari (perdagangan kerang hias); perluasan terumbu karang;

pariwisata; meningkatkan kepedulian pariwisata akan status terumbu karang;

perikanan; terumbu buatan dan penelitian. Adapun manfaat transplantasi terumbu

karang adalah:

Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. Hal ini berarti upaya

untuk menghidupkan atau menanamkan kembali karang dengan benih-benih baru

baik yang berasal dari tempat sekitarnya atau juga dapat bersal dari tempat lain.

Rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak. Aplikasi dari kegiatan rehabilitasi

ini adalah bagian-bagian yang nantinya dapat dilaksanakan untuk kegiatan

konservasi.

Menciptakan komunitas baru dengan memasukan spesies baru kedalam ekosistem

terumbu karang di daerah tertentu.

Konservasi plasma nutfah, disebut juga konservasi dari sumber keanekaragaman

hayati. Semua hal penting yang menyangkut sumberdaya plasma nutfah sangat

terkait atau terikat dengan biodiversity convention yang telah disepakati dan sudah

diratifikasi. Indonesia pun sudah meratifikasi Biodiversity Convention.

Keperluan perdagangan. Sebagai hiasan akuarium, karang merupakan spesies yang

menarik untuk dipindahkan dari lapangan atau dari habitat aslinya.

2.3.1 Metode Transplantasi Terumbu Karang

Menurut Putra (2011), metode transplantasi karang terbagi dalam lima jenis,

yaitu:

1. Metode Patok

a) Bahan dan Cara Kerja

Patok kayu tahan air atau besi yang dicat anti karat ditancapkan di perairan.

b) Keunggulan

Biaya yang dibutuhkan sangat sedikit, pemasangan relatif mudah, gangguan

sampah hampir tidak ada, cocok untuk karang lunak dan waktu/lama pekerjaan

relatif singkat.

c) Kelemahan

Tata letak metode patok didasar perairan tidak teratur, karena sangat

tergantung dari kondisi dasar perairan. Karang besi dapat menyebkan

pencemaran.

2. Metode jaring

a) Bahan dan Cara Kerja

Jaring atau waring bekas dan tali ris dengan ukuran disesuaikan dengan

kebutuhan.

b) Keunggulan

Bahan mudah didapatkan, dapat menggunakan bahan bekas, biaya lebih

murah, cocok untuk karang massive (bukan bercabang).

c) Kelemahan

Sulit untuk dibersihkan, sukar dalam pengukuran terutama untuk mengukur

tinggi, pertumbuhan karang tidak rata, kedudukan media di dasar media kurang

stabil.

3. Metode jaring dan substrat

a) Bahan dan Cara Kerja

Jaring yang dilengkapi dengan substrat yang terbuat dari semen, keramik atau

gerabah dengan ukuran 10 x 10 cm.

b) Keunggulan

Pengukuran relatif lebih murah, lebih rapih dan teratur, baik untuk karang

yang bercabang.

c) Kelemahan

Biaya lebih mahal, proses pemasangan lebih rumit, membutuhkan tenaga

yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama.

4. Metode jaring dan rangka

a) Bahan dan Cara Kerja

Rangka besi yang dicat anti karat dan diatasnya ditutupi dengan jaring yang

diikat secara kuat dan rapih. Rangka yang ideal berukuran 100 x 80 cm berbentuk

bujur sangkar dan pada bagian ujung-ujung bujur sangkar, terdapat kaki-kaki tegak

lurus masing-masing sepanjang 10 cm, di bagian bujur sangkarnya ditutupi dengan

jaring tempat mengikat bibit bibit transplantasi.

b) Keunggulan

Konstruksinya lebih kokoh daripada metode 1,2 dan 3 dapat ditata sesuai

dengan keinginan, monitoring dan evaluasi lebih mudah, baik bagi karang massive

bercabang, memiliki nilai estetika.

c) Kelemahan

Berbagai karang yang berbentuk bercabang tidak dapat tumbuh dengan tegak,

biaya sedikit lebih mahal. Rangka besi dapat menyebabkan pencemaran.

5.Metode jaring, rangka dan subsrat

a) Bahan dan Cara Kerja

Metode ini merupakan perpaduan antara metode 3 dan 4. Ukuran diameter

substrat 10 cm dengan tebal 2 cm, panjang patok 5-10 cm, bahan patok terbuat dari

peralatan kecil yang diisi semen dan diberi cat agar tidak mengakibatkan

pencemaran, rangka sebaiknya berbentuk siku berukuran 100 x 80 cm dan diberi cat

agar tidak mengakibatkan pencemaran.

b) Keunggulan

Lebih kokoh dan kuat, cocok untuk objek penelitian, cocok untuk karang

lunak dan karang bercabang, memiliki nilai estetika, bernilai ekonomis.

c) Kelemahan

Biaya yang dibutuhkan relatif mahal, rangka besi dapat menyebabkan

pencemaran.

2.3.2 Perkembangan Transplantasi Terumbu Karang

Transplantasi merupakan suatu teknik penanaman dan pertumbuhan koloni

karang baru dengan metode fragmentasi, dimana benih karang diambil dari suatu

induk koloni tertentu. Transplantasi karang bertujuan untuk mempercepat regenerasi

terumbu karang yang telah mengalami kerusakan atau untuk memperbaiki daerah

terumbu karang yang rusak, terutama untuk meningkatkan keragaman dan persen

penutupan (Harriot dan Fisk 1988).

Australia yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kelangsungan hidup

terumbu karang, telah menerapkan teknologi transplantasi karang untuk tujuan

pengembangan wisata bahari guna merehabilitasi ekosistem terumbu karang. Jepang

merupakan negara yang secara intensif melakukan kegiatan transplantasi karang

bercabang. Di Teluk Kanehoe Hawai, transplantasi bertujuan untuk merehabilitasi

kembali ekosistem terumbu karang yang telah rusak akibat Acanthaster plancii

(Harriot dan Fisk 1988).

a Tranplantasi Di Alam

Penelitian pendahuluan yang mengarah pada transplantasi karang dilakukan

oleh Boli (1994) dengan melakukan penanaman beberapa jenis karang bercabang

Acropora di Pulau Lancang dan sebelah utara Pulau Pari. Penelitian ini

mengungkapkan kecepatan pertumbuhan pada dua daerah tersebut rata-rata

mendekati 1 cm/bulan. Penelitian lain dilakukan oleh Muchlis (1996) di Nusa

Tenggara Barat dengan fokus penelitian terhadap pertumbuhan jenis karang

bercabang (blanching) dengan tingkat pertumbuhan rata-rata mendekati 1 cm/bulan.

b Transplantasi di Ruang Terkontrol

Penelitian transplantasi dimulai dengan penelitian pendahuluan oleh PPLH-

LPPM IPB TAHUN (2002) yang bertujuan memberikan alternatif untuk

pengembangan transplantasi, karena di lapangan terdapat beberapa kendala misalnya

keamanan dan pengontrolan sistem yang ada di perairan. Dengan melakukan

transplantasi di ruang terkontrol diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang lebih

baik. Penelitian yang bertujuan untuk rekayasa teknologi fragmentasi buatan pada

karang masif jenis langka (Cynaria, Catalaphyllia dan Blastomussa) selama

pengamatan 80 hari karang Crustacea setelah fragmentasi, penambahan panjangnya

sekitar 4,53-6,34 mm (2,38 mm/bulan). Pertumbuhan karang Lobophyllia sp. yang

difragmentasikan termasuk lambat, pertumbuhan panjang mutlaknya berkisar 1,53-

6,83 mm selama pengamatan 80 hari (Soedarharma 2005).

2.3.3 Kondisi Terumbu Karang di Pulau Menjangan Kecil

Pulau Menjangan Kecil merupakan salah satu pulau yang termasuk dalam

gugusan Kepulauan Karimunjawa. Terumbu karang Pulau Menjangan Kecil

merupakan terumbu karang tepi (fringing reef). Hampir di setiap lokasi didominasi

oleh karang baru dari jenis Acropora sp. Rataan terumbu didominasi oleh

pertumbuhan karang seperti daun (foliose) dari jenis Montipora foliosa. Kearah

lereng terumbu juga masih didominasi oleh karang batu dari jenis Acropora sp., juga

Lobophyllia sp., Diploastra heliopora dan Pavites abdita (Hermanlimianto 1989).

Di rataan terumbu karang bagian barat Pulau Menjangan Kecil, nilai indeks

keanekaragaman termasuk tinggi yaitu 2,667. Tingkat dominasi terumbu karang

bagian barat pulau ini adalah Porites sp. sebesar 19,9%, Acropora sp. 12,3%,

Montipora sp. 11,9%, Favia sp. 7,6% dan Psammocora sp. 6%. Di rataan terumbu

karang sebelah timur pun nilai indeks keanekaragamannya tinggi yaitu 2,629. Porites

sp. menempati rataan terumbu karang ini dengan tingkat dominasi sebesar 24,5%,

sedangkan Acropora sp. 13,5%, Favis sp. 9,5%, Millepora sp. 10,5% dan Favites sp.

5,9%. Nilai keanekaragaman bagian utara pulau ini cukup tinggi, yaitu 2,103 yang

didominasi oleh Acropora sp. 25,40%, Poriters sp. 24,4%, Montipora sp. 17,4%,

Pavona sp. 8,4% dan Millepora sp. 6,1%. Rataan terumbu karang di bagian selatan

pulau ini keanekaragamannya cukup rendah yaitu 0,23 yang didominasi oleh

Montipora sp. sebesar 93,9%. (Hermanlimianto 1989).

2.4 Struktur Komunitas

Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada suatu daerah tertentu

atau habitat fisik tertentu yang saling berinteraksi atau mempunyai hubungan timbal

balik dan secara bersama membentuk tingkat trofik (Odum 1993). Kreb (1972)

menyatakan bahwa karakteristik suatu komunitas meliputi beberapa komponen

pendukung, yaitu keanekaragaman, dominansi, kelimpahan relatif, bentuk dan

struktur pertumbuhan, serta struktur trofik. Struktur komunitas adalah pola

kelimpahan suatu spesies dan pola keterkaitan antar spesies dalam sebuah komunitas.

Odum (1997) dan Mintane (1999) dalam Arief (2001) menyatakan bahwa

komunitas dapat diklasifikasi menurut:

Bentuk dan sifat struktur utama.

Habitat fisik komunitas.

Sifat atau tanda fungsional seperti tipe metabolisme komunitas.

Struktur komunitas adalah pola kelimpahan suatu populasi dari suatu spesies

dan pola hubungan antar spesies dalam sebuah komunitas.

2.5 Ikan Karang

2.5.1 Kelimpahan Ikan Karang

Salah satu organisme yang berperan penting di ekosistem terumbu karang

adalah ikan karang, baik dalam hal keanekaragaman maupun morfologinya (Syms

1998). Organisme ini dapat ditemukan di terumbu karang sampai pada kedalaman

100 m, walaupun mungkin juga terdapat di dalam habitat yang lainnya (Lieske dan

Myers 1994). Beberapa jenis ikan non-karang juga ditemukan, akan tetapi memiliki

distribusi yang luas, berasosiasi dengan substrat yang kasar, dan beberapa ikan karang

terutama berasosiasi dangan habitat tepian, seperti gosong, laguna, dan mangrove.

Diantara 4000 jenis ikan di perairan Indo-Pasifik, 18% hidup di ekosistem terumbu

karang (Veron 1993).

Ikan karang mempunyai sifat territorial yaitu menempati wilayah kekuasaan

sehingga jika mereka diusik oleh penyelam, beberapa saat kemudian akan datang

kembali ke wilayah teritorial tersebut. Ikan karang yang bersifat migratory atau

sering berpindah antara lain adalah ikan hiu. Berdasarkan waktu makannya ikan

karang juga ada yang bersifat diurnal (muncul pada siang hari) (COREMAP 2006).

Keberadaan ikan karang pada terumbu karang membuat ekosistem ini

merupakan ekosistem paling kaya di lautan. Pada daerah terumbu karang, ikan sangat

terlihat mencolok karena jumlahnya yang banyak. Dengan jumlah yang banyak dan

mengisi daerah terumbu karang, maka merupakan ponyokong hubungan yang ada

dalam ekosistem terumbu karang (Nykbakken 1992).

Menurut Hobson (1991) dalam Sinuhaji (2003) sebagian besar distribusi ikan

di ekosistem terumbu karang adalah ikan diurnal (aktivitas siang hari). Ikan ini

mencari makan dan tinggal di terumbu karang pada siang hari, sedangkan sebagian

kecil lainnya adalah ikan nokturnal (aktivitas malam hari). Ikan nokturnal pada siang

hari menetap pada gua-gua dan celah karang.

2.5.2 Pengelompokan Ikan Karang Berdasarkan Periode Mencari Makan:

Menurut Terangi (2004), pengelompokan ikan karang berdasarkan periode

mencari makan dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Ikan Nokturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku

Holocentridae (Swanggi), Suku Apogoninade (Beseng), Suku Hamulidae.

Priacanthidae (Bigeys), Muraenidae (Eels), Seranidae (Jewfish) dan beberapa dari

suku dari Mullidae (goatfishes).

2. Ikan Diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku

Labridae (Wrasses), Chaetodontidae (Butterflyfishes) Pamocentridae (Damselfishes),

Scaridae (Parrotfishes), Acanthuridae (Surgeonfishes), Bleniidae (Blennies),

Balistidae (Tiggerfishes), Pomaccanthidae (Angelfishes), Monacanthidae,

Ostracionthidae (Boxfishes), Etraodontidae, Canthigasteridae dan beberapa dari

Mullidae (Goatfishes).

3. Ikan Crepuscular (aktif diantara) contohnya pada ikan-ikan dari suku

Sphyraenidae (Baracudas), Serranidae (Groupers), Carangidae (Jacks), Scorpaenidae

(Lionfishes), Synodontidae (Lizardfishes), Carcharhinidae, Lamnidar, Spyrnidae

(Sharks) dan beberapa dari Muraenidae (Eels).

2.5.3 Pengelompokan Ikan Karang Berdasarkan Peranannya

Ikan karang merupakan sumberdaya yang penting pada daerah terumbu

karang (Sale 1991). Peranan ikan karang baik secara ekologis maupun sebagai

sumber daya yang bernilai ekonomis tinggi juga dapat dibedakan berdasarkan

peranannya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Rachmawati (2001) bahwa

komunitas ikan karang mempunyai beberapa kepentingan terhadap tingkat

kelangsungan hidup terumbu karang di perairan serta mempunyai fungsi masing-

masing terhadap tingkat kehidupan karang. Berdasarkan peranannya ikan karang

dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :

a. Ikan Target

Kelompok ikan target merupakan komunitas ikan yang dapat menggambarkan

bahwa di daerah tersebut terdapat ikan-ikan konsumsi ekonomis tinggi yang menjadi

sasaran penangkapan ikan oleh nelayan. Ikan-ikan terget ini antara lain Seranidae,

Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae, Siganidae, Labridae

(Cheillinus sp., Hemigymnus sp., Choerodon sp.) dan Haemulidae (TERANGI

2004).

1. SERANIDAE (Grouper, Rock cods, coral trout, kerapu, sunu, lodi )

Klasifikasi dari famili ini mempunyai banyak subfamili seperti Anthiinae

(anthias), Epinephelinae grammistinae (soapfish) dan Famili Pseudogrammitinae

(podges) (Allen 1997).

• Soliter (Jarang ditemukan berpasangan ).

• Biasanya bersembunyi digua-gua atau bawah karang.

• Ukuran sampai 2 m dan berat sampai 200 kg.

• Tergolong karnivora memakan ikan, udang dan krustasea.

2. LUTJANIDAE (Snappers, Seabass, Kakap, Jenahan, Jambihan)

• Ditemukan di perairan dangkal sampai laut dalam.

• Bentuk memanjang, agak pipih, badan tinggi dan mempunyai gigi taring.

• Warna ada yang merah, putih kuning, kecoklatan dan perak.

• Sebagian ada yang bergerombol.

• Merupakan predator ikan, krustasea dan plankton feeders.

• Bentuk berbeda antara dewasa dengan yang kecil.

Lutjanus kasmira Lutjanus biguttatus Lutjanus sebae

3. ACANTHURIDAE (Surgeons, Botana, Maum,Marukut, Kuli pasir)

• Duri berbisa terdapat pada pangkal ekor yang berjumlah 1 dan 2, sangat

tajam seperti pisau operasi.

• Kulit tebal dengan sisik halus.

• Termasuk golongan herbivora.

• Hidup bergerombol di daerah karang yang dangkal.

Zebrasoma scopes Naso vlamingii

4. MULIDAE (Goatfishes, Biji nangka, Kambing )

• Warna umumnya merah, kuning dan silver.

• Mempunyai jenggot (barbell).

• Mencari makan pada dasar perairan atau pasir.

Parupeneus bifasciatus Upeneus tragula

b.Ikan Indikator

Kelompok ikan yang dapat memberikan suatu gambaran tentang kondisi

perairan sebagai media tempat hidup terumbu karang di alam. Kelompok ini erat

hubungannya dengan kesuburan karang. Ikan-ikan ini diwakili oleh famili

Chaetodontidae (Ikan Kepe-Kepe).

1. CHAETODONTIDAE (Butterfly, Daun-daun, Kepe-kepe)

• Umumnya berpasangan, ada sebagian yang bergerombol.

• Ukuran kurang dari 6 inci.

• Tubuh bulat dan pipih

• Gerakan lamban atau lemah gemulai.

• Cara makan diatas karang seperti seperti kupu-kupu.

• Warna umumnya cemerlang dari kuning, putih.

dengan tompel hitam dan pola bergaris pada mata.

• Makanan polip karang, algae, cacing dan invebterata lain.

• Aktif di siang hari (diurnal).

Chaetodon speculum Chelmon rostratus Heniochus auminatus

c.Ikan Mayor

Semua ikan yang tidak termasuk di kedua kelompok tersebut, yang pada

umumnya berupa ikan-ikan kecil (5-25 cm) yang dimanfaatkan sebagai ikan hias air

laut. Ikan-ikan ini diwakili oleh family Pomacentridae, Caesionidae, Scaridae,

Pomacanthidae, Labridae, dan Apogonidae (TERANGI 2004).

1. POMACHENRIDAE (Damselfish, Betoklaut, Dakocan)

• Mempunyai banyak genus.

• Badan pipih dan nampak dari samping bulat.

• Ikan kecil yang terbanyak di terumbu karang (kelimpahan individu).

• Makanan plankton, invetebrata, alga.

• Sebagian ada yang bersimbiosis dengan anemon.

Chromis viridis Amphirion ocellaris Abudefduf vaigiensis

2. POMACANTHIDAE (Anggel, Injel, Betmen, Napoleon, Anular)

• Ukuran dewasa 30-39 cm.

• Warna dan bentuk tubuh berubah selama pertumbuhan.

• Hidup soliter (sendiri) dan berpasangan.

• Hampir mirip dengan kepe-kepe tapi lebih tebal dan dibawah tutup insang berduri.

• Makanan alga dan spong.

Genus Centropyge Genus Pomachantus

3.APOGONIDAE (Cardinal, Beseng, Belalang, Seriding, Capungan)

• Banyak ditemukan pada ranting karang, bulu babi.

• Ukuran kecil (5-15 cm), agak buntet, sirip-sirip transparan.

• Warna kuning, merah, coklat, putih transparan sebagian berbintik dan bergaris.

Apogon cyanosoma Cheilodipterus artus

Interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang sebagai habitatnya

dibedakan menjadi tiga bentuk (Choat dan Bellwood 1991) yaitu :

1. Interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari pemangsa terutama ikan-ikan

muda,

2. Interaksi dalam mencari makan meliputi hubungan antara ikan-ikan karang

dengan biota yang hidup pada karang termasuk algae, dan

3. Interaksi tidak langsung sebagai akibat struktur dan kondisi hidrologis pada

sedimen.

Pada umumnya ikan karang mempunyai batas wilayah tersendiri dan sangat

spesifik, yaitu menempati ruang dan jarang kelompok ikan keluar dari daerahnya

untuk mencari makan dan daerah perlindungan.

2.5.3 Ekologi Ikan Karang

Ikan karang merupakan ikan yang berasosiasi dengan habitat terumbu karang

yang mempunyai karakteristik dalam struktur dan morfologisnya. Hal yang menonjol

pada ikan karang adalah keragamannya (Sale 1991). Secara umum kehidupan ikan

karang dapat dibagi dalam tiga fase biologis yaitu : 1) Fase Larva Pelagis, 2) Fase

Juvenile, dan 3) Fase Dewasa. Pada fase larva pelagis, telur atau ikan melayang di

kolom air dan merupakan bagian dari plankton di laut (Hallacher 2003). Sebagian

besar ikan karang mempunyai fase pelagis terutama pada fase larva. Secara

morfologis larva ikan belum mengalami perubahan dan perkembangan bentuk

menjadi lebih sempurna (metamorfosis).

Pada fase pelagis, larva ikan karang menyebar di kolom air sampai beribu ribu

kilometer. Setelah akhir dari fase pelagis ikan karang mengalami transisi menuju

habitat terakhir (terumbu karang) disebut settlement (Sale 1991). Keadaan ikan dalam

fase juvenile dimulai ketika ikan muda berdiam pada salah satu bagian terumbu dan

disebut juga proses recruitment, secara morfologis juvenile ikan sangat berbeda

dengan fase dewasanya. Fase dewasa ditandai dengan perubahan warna dan bentuk

dari juvenile serta kematangan sel kelamin. Pada fase inilah pengamatan terhadap

ikan karang sering dilakukan (Hallacher 2003).

Menurut kebiasaan cara makannya, kelompok ikan karang dikelompokan

menjadi beberapa jenis (Sale 1991) yaitu:

a. Karnivora

Karnivora adalah kelompok yang paling banyak terdapat di terumbu karang,

mencapai 50-70% dari spesies ikan. Kebanyakan dari karnivora ini tidak

mengkhususkan makanannya pada satu sumber makanan tertentu, tetapi bersifat

oportunistik, mengambil apa saja yang berguna bagi mereka. Termasuk jenis ikan ini

adalah ikan dari Serranidae, Labridae, Haemulidae, Lethridae, Lutjanidae,

Apologonidae dan Pseudochronidae (Goldman dan Talbot 1976 dalam Nybakken

1992).

b. Herbivora

Herbivora merupakan kelompok ikan terbesar kedua setelah karnivora (15%

dari spesies). Empat famili ikan karang herbivora yang banyak muncul antara lain

famili Acanthuridae sekitar 76 spesies, Siganidae sekitar 25 spesies, Scaridae sekitar

79 spesies dan Pomacentridae sekitar 159 spesies (Choat 1991 dalam Sale 1991).

c. Planktivora

Mayoritas ikan laut mengkonsumsi plankton selama fase juvenil, walaupun

setelah dewasa memakan makanan lain (Leis 1991 dalam Sale 1991). Ikan karang

planktivora dewasa aktif selama siang dan malam hari, walaupun setiap periode

mempunyai kumpulan spesiesnya sendiri-sendiri. Beberapa famili mempunyai

banyak spesies yang beradaptasi sebagai planktivora diantaranya Serranidae,

Chaetodontidae, Pomacentridae, dan Balistidae. Famili nokturnal planktivora

diantaranya Holocentridae, Priacanthidae dan Apogoniodae (Hobson 1991 dalam

Hallacer 2003).

2.6 Pola Interaksi Antar Spesies

Pola interaksi diantara organisme terhadap terumbu karang secara ekologis

memenuhi beberapa bentuk interaksi. Interaksi-interaksi ini antara lain adalah

interaksi mutualisme, interaksi komensalisme, interaksi parasitisme, interaksi

predatorisme atau pemangsaan, dan juga adaptasi kamuflase dalam memangsa

(COREMAP 2006).

Menurut COREMAP (2006), interaksi parasitisme juga ditemui pada jenis

cacing tabung (Spirobanchus) yang menyusup dengan cara mengikis padatan

beberapa jenis karang massif Porites, sehingga karang mengalami luka. Pola

predatorisme juga lebih bervariasi. Ada yang menggunakan model penyamaran

dengan substrat sehingga tidak terlihat oleh mangsanya. Jenis ikan lempu tembaga

yang warna bagian punggung terlihat putih seperti pecahan karang, sangat kontras

dengan warna pada bagian sisi dan perutnya yang cerah. Predatorisme yang lain

adalah invasi jenis bintang laut seribu yang memakan polip-polip karang dengan cara

mengisapnya. Bentuk predatorisme demikian lebih aktif dibandingkan ikan lepu

tembaga yang bersifat pasif menunggu mangsa lewat (COREMAP 2006).