31
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intellectual Capital 2.1.1 Definisi Intellectual Capital Definisi mengenai intellectual capital di Indonesia, secara tidak langsung telah di singgung pada PSAK No. 19 revisi 2000 (Ikatan Akuntan Indonesia, 2012) mengenai intangible assets. Dimana, intangible assets atau aktiva tidak berwujud di definisikan sebagai berikut : Intangible asset atau aktiva tidak berwujud adalah aktiva non moneter yang dapat di identifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik.” Modal intelektual atau intellectual capital merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Stewart dalam Ulum (2013:189) mendefinisikan intellectual capital dalam artikelnya : “Modal intelektual adalah materi intelektual pengetahuan, informasi, hak pemilikan intelektual, pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan.” Kartika dan Hartane (2013:17) menyimpulkan bahwa : Intellectual capital adalah merupakan aset utama suatu perusahaan disamping aset fisik dan finansial. Maka dalam mengelola aset fisik dan finansial dibutuhkan kemampuan yang handal dari intellectual capital itu sendiri, disamping dalam menghasilkan suatu produk yang bernilai diperlukan kemampuan dan daya pikir dari karyawan, sekaligus bagaimana mengelola organisasi dan menjalin hubungan dengan pihak eksternal.” Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari intellectual capital atau modal intelektual adalah suatu asset tidak berwujud yang tidak secara langsung disebutkan di dalam laporan keuangan yang dapat berupa sumber daya informasi serta pengetahuan yang dapat berfungsi untuk meningkatkan kemampuan bersaing serta dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intellectual Capital 2.1.1 Definisi

  • Upload
    buidiep

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Intellectual Capital

2.1.1 Definisi Intellectual Capital

Definisi mengenai intellectual capital di Indonesia, secara tidak langsung

telah di singgung pada PSAK No. 19 revisi 2000 (Ikatan Akuntan Indonesia, 2012)

mengenai intangible assets. Dimana, intangible assets atau aktiva tidak berwujud di

definisikan sebagai berikut :

“Intangible asset atau aktiva tidak berwujud adalah aktiva non moneter

yang dapat di identifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik.”

Modal intelektual atau intellectual capital merupakan salah satu sumber

daya yang dimiliki oleh perusahaan. Stewart dalam Ulum (2013:189)

mendefinisikan intellectual capital dalam artikelnya :

“Modal intelektual adalah materi intelektual pengetahuan, informasi, hak

pemilikan intelektual, pengalaman yang dapat digunakan untuk

menciptakan kekayaan.”

Kartika dan Hartane (2013:17) menyimpulkan bahwa :

“Intellectual capital adalah merupakan aset utama suatu perusahaan

disamping aset fisik dan finansial. Maka dalam mengelola aset fisik dan

finansial dibutuhkan kemampuan yang handal dari intellectual capital itu

sendiri, disamping dalam menghasilkan suatu produk yang bernilai

diperlukan kemampuan dan daya pikir dari karyawan, sekaligus bagaimana

mengelola organisasi dan menjalin hubungan dengan pihak eksternal.”

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari

intellectual capital atau modal intelektual adalah suatu asset tidak berwujud yang

tidak secara langsung disebutkan di dalam laporan keuangan yang dapat berupa

sumber daya informasi serta pengetahuan yang dapat berfungsi untuk meningkatkan

kemampuan bersaing serta dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

12

2.1.2 Komponen Intellectual Capital

Definisi-definisi tentang intellectual capital tersebut di atas kemudian telah

mengarahkan beberapa peneliti untuk mengembangkan komponen spesifik atas

intellectual capital. Pulic mengklasifikasikan intellectual capital dalam nilai tambah

(value added) yang didapatkan dari selisih pendapatan (input) perusahaan dengan

seluruh biaya (output). Lebih lanjut lagi, nilai tambah intellectual capital dibagi

menjadi capital employed (VACA), human capital (VAHU), dan structural capital

(STVA). Ketiga kategori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Human Capital

Human Capital merupakan kombinasi dari knowledge, skill, innovativeness,

dan kemampuan individu dalam sebuah perusahaan. Menurut Baroroh

(2013:174) human capital yang tinggi akan dapat mendorong peningkatan

kinerja keuangan. Human capital merupakan kombinasi dari pengetahuan,

keterampilan, inovasi, dan kemampuan seseorang untuk menjalankan

tugasnya sehingga dapat menciptakan suatu nilai. Human capital dapat

meningkat jika perusahaan dapat memanfaatkan dan mengembangkan

pengetahuan, kompetensi, dan keterampilan karyawan secara efisien.

Dengan memiliki karyawan yang memiliki keterampilan dan keahlian maka

dapat meningkatkan kinerja suatu perusahaan.

2. Structural Capital / Organizational Capital

Menurut Menurut Baroroh (2013:174) structural capital merupakan

kemampuan organisasi meliputi infrastruktur, sistem informasi, rutinitas,

prosedur dan budaya organisasi yang mendukung usaha karyawan untuk

menghasilkan intelektual yang optimal. Suatu organisasi yang memiliki

prosedur yang baik maka intellectual capital akan mencapai kinerja secara

optimal. Structural capital menjadi infrastruktur perusahaan yang

membantu meningkatkan produktivitas karyawan. Termasuk dalam hal ini

adalah database, organizational charts, process manuals, strategies

routines, dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar dari

materialnya.

13

3. Relational Capital / Capital Employeed

Relational Capital merupakan hubungan yang harmonis/association

network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang

berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari

pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang

bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah

maupun dengan masyarakat sekitar (Arifah dan Medyawati, 2012). Pulic

(1998) dalam Ulum (2013:191) menyebut modal intelektual ini sebagai

capital employed. Dimana modal intelektual ini menggambarkan modal

yang dimiliki perusahaan berupa hubungan yang harmonis kepada para

mitranya serta pengelolaan physical capital guna membantu penciptaan

nilai tambah (value added) bagi perusahaan.

IFAC (1998) mengklasifikasikan intellectual capital dalam tiga kategori,

yaitu : (1) Organizational Capital, (2) Relational Capital, dan (3) Human Capital.

Organizational Capital meliputi a) intellectual property dan b) infrastructure assets.

Tabel 2.1 menyajikan pengklasifikasian tersebut beserta komponen-komponennya.

14

Tabel 2.1

Klasifikasi Intellectual Capital

Organizational Capital Relational Capital Human Capital

Intellectual Property :

∑ Patents

∑ Copyrights

∑ Design rights

∑ Trade secret

∑ Trademarks

∑ Service marks

Infrastructure Assets :

∑ Management

philosophy

∑ Corporate culture

∑ Management

Process

∑ Information

systems

∑ Networking

systems

∑ Financial

relations

∑ Brands

∑ Customers

∑ Customer loyalty

∑ Backlog orders

∑ Company names

∑ Distribution

channels

∑ Business

collaborations

∑ Licensing

agreements

∑ Favourable

contracts

∑ Franchising

agreements

∑ Know-how

∑ Education

∑ Vocational

qualification

∑ Work-related

knowledge

∑ Work-related

competencies

∑ Entrepreneurial

spirit,

innovativeness,

proactive and

reactive abilities,

changeablity

∑ Psychometric

valuation

Sumber : IFAC, 1998 (Ulum, 2013:191)

2.1.3 Pengukuran Intellectual Capital

Intellectual capital hingga saat ini belum disebutkan di laporan keuangan.

Dikarenakan pengukuran terhadap intellectual capital belum ditemukan yang tepat

dan objektif. Oleh karena itu Pulic (2000) dalam Ulum (2013:192) memperkenalkan

pengukuran yang secara tidak langsung mengukur intellectual capital melalui nilai

yang dimiliki. Metode value added intellectual coefficient (VAICTM) dikembangkan

15

oleh Pulic pada tahun 1997 yang didesain untuk menyajikan informasi tentang value

creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud

(intangible asset) yang dimiliki perusahaan. VAICTM merupakan instrument untuk

mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. Pendekatan ini relative mudah dan

sangat mungkin untuk dilakukan, karena dikonstruksi dari akun-akun dalam laporan

keuangan perusahaan (neraca, laba rugi) (Ulum, 2013:192). Metode ini untuk

mengukur seberapa dan bagaimana efisiensi intellectual capital dan capital

employed dalam menciptakan nilai berdasarkan pada hubungan tiga komponen

utama, yaitu (1) Human capital, (2) Capital employed, (3) Structural capital.

Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan

value added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai

keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam pentiptaan nilai

(value creation). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input. Output (OUT)

merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di

pasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam

memperoleh revenue. Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan

(labour expense) tidak termasuk dalam IN. Karena peran aktifnya dalam proses value

creation, intellectual potential (yang direpresentasikan dengan labour expense) tidak

dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak masuk dalam komponen IN. Karena itu,

aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas

penciptaan nilai (value creating entity) (Ulum, 2013:192). Metode ini memiliki 3

komponen utama yaitu sebagai berikut :

1. Value Added Capital Employed (VACA)

Value added capital employeed adalah indicator untuk VA yang diciptakan

oleh satu unit dari physical capital. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang

dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value added organisasi (Ulum,

2013:193). VACA atau value added menggambarkan berapa banyak nilai

tambah yang dihasilkan dari modal perusahaan yang digunakan.

16

2. Value Added Human Capital (VAHU)

Rasio ini menunjukkan hubungan antara VA dan HC (Human Capital).

Value Added Human Capital (VAHU) menunjukkan berapa banyak VA

dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja.

Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan dari HC untuk

menciptakan nilai di dalam perusahaan. Konsisten dengan pandangan

penulis IC lainnya, Pulic berargumen bahwa total salary and wages cost

adalah indikator dari HC perusahaan (Ulum 2013:193). Dalam penelitian

ini dimaksud dengan HC adalah jumlah seluruh beban yang dikeluarkan

perusahaan untuk tenaga kerja.

3. Structural Capital Value Added (STVA)

Structural capital coefficient (STVA) menunjukkan kontribusi structural

capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang

dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi

bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. SC bukanlah ukuran

yang independen sebagaimana HC, ia independen terhadap value creation.

Artinya, semakin besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan

semakin kecil kontribusi SC dalam hal tersebut (Ulum, 2013:193).

Berikut ini adalah formulasi dan tahapan perhitungan VAICTM :

a. Tahap Pertama : Menghitung Value Added (VA)

VA dihitung sebagai selisih antara Output dan Input (Kumalasari

dan Astika, 2013:283).

VA = OUTPUT – INPUT

Dimana :

∑ Output : total penjualan dan pendapatan lain.

∑ Input : beban penjualan dan biaya-biaya lain (selain beban

karyawan).

17

b. Tahap kedua : Menghitung Value Added Capital Employeed (VACA).

VACA adalah indicator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari

physical capital. rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh

setiap unit dari CE terhadap value added organisasi.

VACA = ?? ???

Dimana :

∑ VACA : Value Added Capital Employed (rasio dari VA

terhadap CE).

∑ VA : Value Added

∑ CE : Capital Employed : dana yang tersedia (ekuitas, laba

bersih)

c. Tahap ketiga : Menghitung Value Added Human Capital (VAHU)

VAHU menunjukkan berapa banyak VA yang dapat dihasilkan

dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Rasio ini

menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang

diinvestasikan dalam HC terhadap value added organisasi.

VAHU = ?? ???Dimana :

∑ VAHU : Value Added Human Capital (rasio dari VA

terhadap HC).

∑ VA : Value Added

∑ HC : Human Capital (beban karyawan). Beban

karyawan dalam penelitian ini menggunakan jumlah beban

gaji dan karyawan yang tercantum dalam laporan keuangan.

18

d. Tahap keempat : Menghitung Structural capital Value Added

(STVA).

Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan

1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC

dalam penciptaan nilai.

STVA = ?? ???Dimana :

∑ STVA : Structural Capital Value Added

∑ SC : Structural Capital (VA – HC)

∑ VA : Value Added

e. Tahap Kelima : Menghitung Value Added Intellectual Coefficient

(VAICTM)

VAIC menunjukkan kemampuan intellectual capital organisasi yang

dapat juga dianggap sebagai BPI (Business Performance Indicator).

VAIC merupakan penjumlahan ketiga komponen sebelumnya.

VAICTM = VACA + VAHU + STVA

2.2 Teori yang Melandasi Intellectual Capital

Dalam penelitian ini, terdapat dua teori yang umumnya sangat erat terkait

dengan intellectual capital. Kedua teori ini merupakan teori yang paling tepat untuk

mendasari kajian di bidang intellectual capital dan menjelaskan alasan

pengungkapan suatu informasi oleh perusahaan dalam laporan keuangan. Kedua teori

tersebut juga dapat dijadikan dasar dalam menjelaskan hubungan antara kinerja

intellectual capital dengan kinerja keuangan perusahaan. Berikut adalah kedua teori

yang berkaitan erat dengan intellectual capital:

2.2.1 Stakeholder Theory

Meek dan Fray (1988) dalam Baroroh (2013:174) menyatakan bahwa

konsensus yang berkembang dalam konteks teori stakeholder adalah bahwa

laba akuntansi hanyalah merupakan ukuran yang lebih akurat yang diciptakan

19

oleh stakeholders dan kemudian didistribusikan kepada stakeholders yang

sama. Menurut Zuliyati dan Arya (2011:114) teori stakeholder lebih

mempertimbangkan posisi para stakeholder yang dianggap powerfull.

Kelompok stakeholder inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi

perusahaan dalam mengungkapkan dan/atau tidak mengungkapkan suatu

informasi di dalam laporan keuangan. Konsensus yang berkembang dalam

konteks teori stakeholders adalah bahwa laba akuntansi hanyalah merupakan

ukuran return bagi pemegang saham (shareholder), sementara value added

adalah ukuran yang lebih akurat yang diciptakan oleh stakeholders dan

kemudian didistribusikan kepada stakeholder yang sama. Hal ini dapat

meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan atau disebut juga

dengan VAICTM yang kemudian akan mendorong kinerja keuangan

perusahaan. sedangkan bidang manajerial menjelaskan bahwa para stakeholder

harus mengendalikan sumber daya organisasi jika ingin meningkatkan

kesejahteraan mereka. Kesejahteraan ini diwujudkan dengan meningkatnya

return yang dihasilkan perusahaan.

2.2.2 Legitimacy Theory

Menurut Degan (2004) dalam Baroroh (2013:174) bahwa organisasi secara

berkelanjutan mencari cara untuk menjamin operasi mereka berada dalam batas dan

norma yang berlaku di masyarakat. Teori legitimasi berhubungan erat dengan teori

stakeholder. Dalam perspektif teori legitimasi, suatu perusahaan akan secara sukarela

melaporkan aktifitasnya jika manajemen menganggap bahwa hal ini adalah yang

diharapkan komunitas. Teori legitimasi ini berhubungan sangat erat dengan

pelaporan IC dan juga hubungannya dengan penggunaan metode content analysis

sebagai ukuran dari pelaporan tersebut. Perusahaan sepertinya lebih cenderung untuk

melaporkan IC mereka jika mereka memiliki kebutuhan khusus untuk

melakukannya. Hal ini mungkin terjadi ketika perusahaan menemukan bahwa

perusahaan tersebut tidak mampu meligitimasi statusnya berdasarkan tangible assets

yang umumnya dikenal sebagai symbol kesuksesan perusahaan.

20

Menurut pandangan teori legitimacy, perusahaan akan terdorong untuk

menunjukkan kapasitas IC-nya dalam laporan keuangan untuk memperoleh

legitimasi dari publik atas kekayaan intelektual yang dimilikinya. Pengakuan

legitimasi publik ini menjadi penting bagi perusahaan untuk mempertahankan

eksistensinya dalam lingkungan sosial perusahaan.

2.3 Kinerja Keuangan

2.3.1 Pengertian Kinerja Keuangan

Untuk mengetahui sejauh mana perusahaan telah mencapai kinerjanya

maka dilakukanlah pengukuran kinerja perusahaan. Pengukuran kinerja perusahaan

umumnya yang digunakan adalah ukuran kinerja keuangan.

Menurut Fahmi (2012:2) bahwa :

“Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat

sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan

aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.”

Sedangkan menurut Izati dan Margaretha (2014:21) bahwa :

“Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan

suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan,

sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu

perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu.”

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan

adalah analisis yang dilakukan perusahaan untuk melihat suatu gambaran tentang

kondisi suatu perusahaan dengan aturan-aturan keuangan secara baik dan benar

sehingga dapat mencerminkan prestasi kerja perusahaan dalam periode tertentu.

Kinerja keuangan yang baik sangat penting bagi perusahaan untuk menjaga

eksistensinya dalam dunia usaha yang saat ini memiliki perkembangan serta

kemampuan dalam bersaing. Untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan,

maka dalam hal ini perusahaan perlu memiliki nilai tambah. Nilai tambah tersebut

dapat diciptakan dengan menerapkan intellectual capital perusahaan. Intellectual

capital terdiri dari tiga komponen indikator efisiensi yang harus dimiliki oleh

21

perusahaan yaitu capital employee efficiency (VACA), human capital efficiency

(VAHU), dan structural capital efficiency (STVA) yang diukut dengan

menggunakan metode pengukuran intellectual capital yaitu Value Added Intellectual

Capital (VAIC).

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja perusahaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Izati dan Margaretha (2014:24-29) menunjukkan

bahwa kinerja keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sejumlah faktor-faktor yang

harus diingat saat membuat keputusan keuangan untuk meningkatkan kinerja

perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Leverage

Secara umum, semakin banyak utang perusahaan yang digunakan terkait

total aset, semakin besar leverage keuangan perusahaan. Financial leverage

adalah peningkatan risiko dan tingkat pengembalian melalui penggunaan

pembiayaan tetap, seperti utang.

2. Pertumbuhan

Pertumbuhan aktiva menunjukkan besarnya dana yang dialokasikan oleh

perusahaan ke dalam aktivanya. Pengukuran tingkat pertumbuhan dapat

dilihat dari pertumbuhan total aset perusahaan.

3. Ukuran

Ukuran dapat memiliki efek positif pada kinerja perusahaan, karena

perusahaan-perusahaan besar dapat memanfaatkan ukuran perusahaan

untuk mendapatkan kesepakatan yang lebih baik di bidang keuangan.

4. Likuiditas

Semakin tinggi current ratio suatu perusahaan maka semakin baik posisi

kreditor, karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang

perusahaan akan dapat dibayar pada waktunya.

5. Non Debt Tax Shield (Depresiasi)

Makin besar depresiasi berarti makin besar sumber intern dari dana yang

dihasilkan didalam perusahaan yang bersangkutan. Depresiasi dan

22

amortisasi juga digunakan sebagai pendorong bagi perusahaan untuk

mengurangi hutang, karena depresiasi dan amortisasi merupakan cash flow

sebagai sumber modal dari dalam perusahaan sehingga dapat mengurangi

pendanaan dari hutang.

2.3.3 Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya

dan untuk merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan melalui

umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat

intrinsik maupun ekstrinsik. Menurut Riva’I dan Basri dalam Ayun (2011:75-76)

manfaat penilaian kinerja adalah:

1. Performance Improvement

Performance improvement berbicara mengenai umpan balik atas kinerja

yang bermanfaat bagi karyawan, manajer, supervisor, dan spesialis SDM

dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja pada waktu

yang akan datang.

2. Compensation Adjustment

Penilaian kinerja membantu dalam pengambilan keputusan siapa yang

seharusnya menerima kenaikan pembayaran dalam bentuk upah, bonus

ataupun bentuk lainnya yang didasarkan pada suatu system tertentu.

3. Placement Decision

Kegiatan promosi atau demosi jabatan dapat didasarkan pada kinerja masa

lalu dan bersifat antisipatif, seperti dalam bentuk penghargaan terhadap

karyawan yang memiliki kinerja baik pada tugas-tugas sebelumnya.

4. Training and Development

Kinerja yang buruk mengindikasikan sebuah kebutuhan untuk melakukan

pelatihan kembali sehingga setiap karyawan hendaknya selalu memiliki

kemampuan untuk mengembangkan diri agar sesuai dengan tuntutan

jabatan saat ini.

23

5. Career Planning and Development

Umpan balik kinerja sangat membantu dalam proses pengambilan

keputusan utamanya tentang karir spesifik dari karyawan.

6. Staffing Process Deficiencies

Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan

dalam prosedur penempatan di departemen SDM.

7. Informational Inaccuracies

Kinerja yang buruk dapat mengindikasikan adanya kesalahan dalam

indoemasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM, atau hal lain dari system

manajemen SDM.

8. Job Design Error

Kinerja yang buruk mungkin sebagai suatu gejala dari rancangan pekerjaan

yang salah atau kurang tepat. Melalui penilaian kinerja dapat didiagnosis

kesalahan-kesalahan tersebut.

9. Feedback to Human Resourches

Kinerja yang baik dan buruk di seluruh perusahaan mengindikasikan

bagaimana baiknya fungsi department SDM yang diterapkan.

2.3.4 Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja keuangan perusahaan dapat diperoleh informasinya dari

laporan keuangan perusahaan. laporan keuangan tersebut dapat memberikan

informasi yang akurat mengenai kinerja perusahaan di masa lalu maupun masa yang

akan datang. Menurut Werther dan Davis dalam Suwatno (2011:197) tujuan

melakukan penilaian kinerja keuangan, yaitu :

1. Memungkinkan karyawan dan manajer untuk mengambil tindakan yang

berhubungan dengan peningkatan kerja.

2. Membantu para pengambil keputusan untuk menentukan siapa saja yang

berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.

3. Menentukan promosi, demotion, dan transfer.

4. Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi karyawan agar

kinerja mereka lebih optimal.

24

5. Memandu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat

dicapai.

6. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam

manajemen sumber daya manusia terutama dibidang informasi job analysis,

job-design dan system informasi manajemen sumber daya manusia.

7. Mempengaruhi prosedur perekrutan karyawan.

8. Memberikan umpan balik bagi urusan kekaryawanan maupun bagi

karyawan itu sendiri.

2.3.5 Pengukuran Kinerja Keuangan

Pengukuran kinerja keuangan perusahaan sangat diperlukan untuk

menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan. Analisis rasio

keuangan dapat digunakan untuk mengukur dan menilai kinerja perusahaan. Menurut

Sutrisno (2012:215) ada lima jenis rasio keuangan yang sering digunakan :

1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios)

Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan

dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya.

2. Rasio Leverage (Leverage Ratios)

Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva

perusahaan dibiayai dengan hutang.

3. Rasio Aktivitas (Activity Ratios)

Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam

memanfaatkan sumber dananya.

4. Rasio Keuntungan (Profitability Ratios)

Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan

dalam mendapatkan keuntungan.

5. Rasio Penilaian (Valuation Ratios)

Rasio-rasio untuk mengatur kemampuan manajemen untuk menciptakan

nilai pasar agar melebihi biaya modalnya.

25

2.4 Rasio Profitabilitas

2.4.1 Pengertian Rasio Profitabilitas

Seperti yang telah dijelaskan di atas, terdapat lima rasio keuangan yang

sering digunakan dalam menilai kinerja perusahaan. Rasio keuangan yang digunakan

untuk menilai kinerja keuangan perusahaan pada penelitian ini adalah rasio

profitabilitas. Hanafi (2012:35) berpendapat bahwa seorang investor yang ingin

membeli saham perusahaan dengan orientasi jangka panjang, barangkali akan

melihat kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan, prospek masa

mendatang, dan risiko investasi pada saham perusahaan tersebut (profitabilitas dan

risiko perusahaan).

Sutrisno (2012:222) mengemukakan bahwa :

“Rasio keuntungan merupakan hasil dari kebijaksanaan yang diambil oleh

manajemen. Rasio keuntungan untuk mengukur seberapa besar tingkat

keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar tingkat

keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola

perusahaan.”

Sedangkan menurut Fahmi (2012:135) bahwa :

“Rasio profitabilitas adalah rasio yang mengukur efektivitas manajemen

secara keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan

yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi.”

Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa rasio profitabilitas adalah

rasio yang mengukur kemampuan seberapa besar perusahaan dapat menghasilkan

keuntungannya. Semakin besar tingkat keuntungan yang dihasilkan perusahaan

menunjukkan semakin baiknya manajemen dalam mengelola perusahaannya.

2.4.2 Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas merupakan hasil akhir dari kebijaksanaan dan keputusan

dalam manajemen. Rasio ini akan memberikan gambaran akhir dari keefektifan

perusahaan dan juga memberikan gambaran seberapa efektif perusahaan dalam

menjalankan bisnisnya.

26

Menurut Sutrisno (2012:222-2223) rasio profitabilitas dapat diukur dengan

beberapa indikator yakni :

1. Profit margin, yaitu merupakan kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai.

2. Return On Asset (ROA), juga sering disebut sebagai rentabilitas ekonomis

merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba

dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba

yang dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT.

3. Return On Equity (ROE), sering disebut dengan rate of return on Net Worth

yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan

modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE ini ada yang menyebut sebagai

rentabilitas modal sendiri. Laba yang diperhitungkan adalah laba bersih

setelah dipotong pajak atau EAT.

4. Return On Investment (ROI), merupakan kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi

yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio adalah laba

bersih setelah pajak atau EAT.

5. Earning Per Share, atau sering disebut laba per lembar saham merupakan

ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar

saham pemilik. Laba yang digunakan sebagai ukuran adalah laba bagi

pemilik atau EAT.

Dari beberapa jenis rasio profitabilitas yang telah dijelaskan di atas, rasio

profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Assets (ROA).

2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas

Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan

keuntungan. Informasi dari rasio keuntungan ini sangat penting bagi investor dan

kreditor. Semakin tinggi rasio keuntungan ini akan menarik para calon investor

pendatang baru ataupun apabila rasio keuntungan ini cenderung turun makan akan

menyebabkan tidak menarik para investor baru dan bahkan ditinggalkan oleh

investor lama.

27

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barus dan Leliani (2013:111-

112), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat profitabilitas atau tingkat

keuntungan yang optimal, diantaranya :

1. Current Ratio, biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Semakin rendahnya nilai dari

CR, maka akan mengindikasikan ketidakmampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya, sehingga hal ini dapat

mempengaruhi tingkat profitabilitas, dimana perusahaan yang tidak mampu

memenuhi kewajibannya akan dikenaik beban tambahan atas kewajibannya.

2. Total Asset Turnover, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

efektivitas penggunaan aset dalam menghasilkan pendapatan dari

penjualan. Semakin efisiennya suatu perusahaan dalam menggunakan

asetnya untuk memperoleh penadapatan, maka akan menunjukkan semakin

baiknya profit yang akan diterima, dan sebaliknya, ketidakefisienan

perusahaan dalam menggunakan aset yang dimiliki hanya akan menambah

beban perusahaan berupa investasi yang tidak mendatangkan keuntungan.

3. Debt Ratio, merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat

penggunaan hutang terhadap total aset yang dimiliki. Semakin tingginya

jumlah hutang yang digunakan untuk membeli aset akan menyebabkan

semakin tinggi bunga pinjaman yang akan ditanggung oleh perusahaan.

sehingga akan menjadi permasalahan pada semakin rendahnya jumlah laba

yang mampu diperoleh.

4. Debt To Equity Ratio, merupakan rasio perbandingan hutang terhadap

ekuitas perusahaan atau kondisi yang menunjukkan kemampuan perusahaan

memenuhi kegiatan operasionalnya dengan menggunakan modal sendiri.

Artinya, semakin banyak modal yang digunakan untuk memenuhi kegiatan

operasional perusahaan akan memperkecil kemungkinan dilakukannya

pinjaman, sehingga dapat meminimalkan kewajiban dalam pembayaran

beban bunga bagi perusahaan.

5. Tingkat pertumbuhan penjualan, semakin tinggi tingginya penjualan

bersih yang dilakukan oleh perusahaan dapat mendorong semakin tingginya

28

laba kotor yang mampu diperoleh, sehingga dapat mendorong semakin

tingginya profitabilitas perusahaan.

6. Ukuran perusahaan, semakin besarnya ukuran perusahaan, maka akan

mencerminkan semakin besarnya sumber daya yang tersedia untuk

memenuhi permintaan produk. Di samping itu, dengan semakin besarnya

ukuran dari sebuah perusahaan, maka perusahaan memiliki kesempatan

untuk menhangkau pangsa pasar yang lebih luas untuk melakukan

pemasaran produknya, sehingga membuka peluang diperolehnya laba yang

semakin tinggi.

Jika faktor-faktor yang mempengaruhi secara dominan dapat dikelola dan

diperhatikan dengan baik, maka diharapkan keuntungan perusahaan dapat

meningkat.

2.5 Return On Asset (ROA)

2.5.1 Pengertian Return On Asset (ROA)

Rasio Return On Asset (ROA) dinilai terpenting di antara rasio profitabilitas

yang ada, karena rasio Return On Asset (ROA) dapat melihat kemampuan

perusahaan menghasilkan laba nya dengan aset yang dimiliki, semakin baik

pengembalian atas aset maka semakin baik pula kinerja perusahaan.

Return On Asset (ROA) menurut Sutrisno (2012:222), bahwa:

“Return on Asset sering juga disebut sebagai rentabilitas ekonomis

merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan

semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba yang

dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT.”

Sedangkan menurut Hanafi (2012:42), mengemukakan bahwa :

“Return On Asset (ROA) mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan

laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu.”

29

Dari dua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Return On Asset (ROA)

adalah salah satu rasio profitabilitas keuangan yang dapat mengukur kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang dimiliki perusahaan.

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return On Asset (ROA)

Return On Asset (ROA) termasuk salah satu rasio profitabilitas, menurut

Brigham dan Houston (2010:89), rasio profitabilitas (profitability ratio)

menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang

terhadap hasil operasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi Return On Asset (ROA)

yaitu :

1. Rasio Likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya,

yang dihitung dengan membandingkan aktiva lancar perusahaan dengan

kewajiban lancar.

2. Rasio Manajemen Aktiva merupakan rasio yang mengukur seberapa efektif

perusahaan mengelola aktivanya.

3. Rasio Manajemen Utang merupakan rasio yang digunakan untuk

mengetahui sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban

jangka panjang (utang) perusahaan yang digunakan untuk membiayai

seluruh aktivitas perusahaan.

Berdasarkan penjelasan di atas, faktor utama yang mempengaruhi Return

On Asset (ROA) adalah rasio-rasio yang ada pada aktiva dan dapat mengukur nilai

aktiva perusahaan, faktor tersebut adalah faktor yang mempengaruhi profitabilitas,

maka dari itu ROA juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.

2.5.3 Pengukuran Return On Asset (ROA)

Karena rasio Return On Asset merupakan tingkat pengembalian laba dari

aktiva yang dimiliki perusahaan, maka adapun pengukuran ROA menurut Brigham

dan Houston (2010:148) adalah sebagai berikut:

?????? ?? ?????= Laba BersihTotal Aset ?100%

30

Mega Sari (2013:37) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Return On

Asset (ROA) merupakan salah satu dari rasio profitabilitas. Rasio ini paling disoroti

karena mampu menunjukkan keberhasilan suatu perusahaan menghasilkan

keuntungan. Asset atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan,

yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang telah diubah

perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang digunakan untuk kelangsungan

hidup perusahaan.

2.6 Penelitian terdahulu

Berikut ini adalah tabel ringkasan dari Jurnal atau penelitian terdahulu yang

menjadi acuan untuk penelitian ini :

Tabel 2.2

Penelitian-Penelitian Empiris tentang Hubungan Intellectual Capital

dan Kinerja Perusahaan

Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian

Kartika dan Hartane (2013)

Pengaruh Intellectual Capital pada Profitabilitas Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Tahun 2007-2011

(Journal Business Accounting Review, Vol 1. No.2, 2013)

VAIC, Regresi linier berganda

VAHU tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, STVA dan VACA berpengaruh signifikan dan memiliki arah yang positif terhadap profitabilitas. Hasil pengukuran secara bersama-sama ketiga komponen dari IC menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas.

31

Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian

Rachmawati (2012) Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Return On Asset (ROA) Perbankan

(Jurnal Nominal, Vol 1. No. 1, 2012)

VAIC, regresi linier berganda

Intellectual capitalmemiliki pengaruh yang positif terhadap return on asset

Hamidah dan Sari (2014) Pengaruh Intellectual Capital Kinerja

Keuangan pada Bank Go Public yang Terdaftar

Di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Tahun 2009-

2012

(Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia, Vol. 5.

No. 2, 2014)

VAIC, Regresi linier berganda

Modal intelektual yang diproksikan dengan VACA, VAHU, dan STVA mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap ROA pada bank go public yang terdaftar di BEI tahun 2009-2012.

Muhammad dan Amin Ismail (2009)

Intellectual Capital Efficiency and Firm’s Performance:Study on Malaysian Financial Sectors(International Journal of Economics and Finance, Vol 1. No. 2, August2009)

VAIC, Analisis regresi berganda

Intellectual Capital( VAIC ) telah menunjukkan hubungan positif dan signifikan dengan ROA dan Profitabilitas perusahaan.Human Capital dan Structure capital tidak signifikan dan menunjukkan hubungan yang negative dengan profitabilitas dan ROA. Namun, capital employed efficiency menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan dengan profitabilitas dan ROA perusahaan

32

Peneliti Judul Metode Hasil PenelitianMalik dan Aslam (2012) Intellectual Capital

Efficiency and Corporate Performance in Developing Countries: a Comparison Between Islamic and Conventional Banks in Pakistan

(Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, Vol 4. No.1, May 2012)

VAIC, Korelasi dan Analisis regresi berganda

Terdapat hubungan yang positif antara intellectual capital efficiency, human capital efficiency, capital employed efficiencydengan return on equity, return on assets, return on investment, earning per share ( indikator kinerja keuangan ). Sedangkan structural capital efficiency memiliki hubungan negative dengan semua variable kinerja keuangan.

Al-Musali dan Ku Ismail (2014)

Intellectual capital and its effect on financial performance of banks:Evidence from Saudi Arabia

(International Conference on Accounting Studies2014, ICAS 2014, 18-19 August 2014, KualaLumpur, Malaysia)

VAIC, Regresi linier Terdapat hubungan yang positif signifikan antara VAIC dengan kedua indikator kinerja keuangan (ROA dan ROE).

Sumber : Penulis

2.7 Pengaruh Intellectual Capital (VAICTM) terhadap Return On Asset

(ROA)

Intellectual capital mencakup semua pengetahuan karyawan, organisasi,

dan kemampuan mereka untuk menciptakan suatu nilai tambah (value added) bagi

perusahaannya dan menyebabkan perusahaan dapat memiliki keunggulan dalam

bersaing.

Stewart dalam Ulum (2013:189) mendefinisikan Intellectual capital

sebagai berikut :

“Modal intelektual adalah materi intelektual pengetahuan, informasi, hak

pemilikan intelektual, pengalaman yang dapat digunakan untuk

menciptakan kekayaan.”

33

Intellectual capital diyakini dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan.

intellectual capital merupakan sumber daya yang berperan dalam peningkatan

competitive advantages sebuah perusahaan, dengan competitive advantages yang

besar maka perusahaan memiliki nilai yang lebih dibandingkan dengan perusahaan

lain sehingga hal ini dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan atau

profitabilitas (Chen, Cheng, dan Hwang, 2005:160).

Untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, maka dalam hal ini

perusahaan perlu memiliki nilai tambah (value added). Nilai tambah tersebut dapat

diciptakan dengan mengembangkan intellectual capital perusahaan. Intellectual

capital terdiri dari tiga komponen indikator efisiensi yang harus dimiliki oleh

perusahaan, yaitu capital employee efficiency (VACA), human capital efficiency

(VAHU), dan structural capital efficiency (STVA) yang diukur dengan

menggunakan metode pengukuran intellectual capital yaitu Value Added Intellectual

Coefficient (VAIC)

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, yang telah dilakukan oleh

Kumalasari dan Astika (2013:288) menunjukkan bahwa, modal intelektual atau

Intellectual capital yang diukur menggunakan metode value added intellectual

coefficient (VAIC) berpengaruh positif terhadap return on asset (ROA) perusahaan.

Gambaran ini menunjukkan bahwa tiga komponen yang merupakan sumber daya

unik perusahaan, yaitu human capital (HC), structural capital (SC), dan capital

employeed (CE), dapat menciptakan kinerja yang baik untuk perusahaan. Dalam

penelitian ini juga disebutkan bahwa metode VAIC lebih baik digunakan untuk

mengukur modal intelektual karena koefisien determinasi dari VAIC lebih besar

daripada MBV.

Hubungan antara intellectual capital dengan kinerja keuangan perusahaan

telah dibuktikan oleh beberapa peneliti di Indonesia maupun di luar negeri.

Penelitian di luar negeri antara lain dilakukan oleh Firer dan William (2003) dalam

Ulum (2009:100-101) di Afrika Selatan pada 65 perusahaan publik untuk menguji

pengaruh intellectual capital pada profitabilitas, produktifitas dan market valuation

diperoleh hasil bahwa VAIC™ memiliki kontribusi untuk memprediksi profitabilitas

dan produktivitas perusahaan, namun tidak dapat untuk memprediksi penilaian pasar.

34

Pada penelitiannnya Intellectual capital memiliki pengaruh signifikan pada

profitabilitas perusahaan (signifikan positif), dan produktivitas ( signifikan negatif)

namun tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada penilaian pasar. Penelitian

yang sama pernah dilakukan oleh Chen et al. (2005:169) di Taiwan yang

menghasilkan temuan bahwa intellectual capital berpengaruh secara positif terhadap

nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan di Indonesia, penelitian

mengenai hal tersebut dilakukan oleh Rachmawati (2012:39-40) pada perusahaan

Perbankan diperoleh hasil bahwa adanya pengaruh positif antara intellectual capital

terhadap Return On Asset (ROA). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi nilai

intellectual capital sebuah perusahaan perbankan maka semakin Return On Asset

(ROA) perusahaan keuangan tersebut semakin meningkat.

2.7.1 Pengaruh Value Added Capital Employeed (VACA) terhadap Return On

Asset (ROA)

Relational capital merupakan hubungan yang harmonis/association

network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari

para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan

merasa puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan

perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar (Arrifah dan

Medyawati, 2012)

Pulic (2000) dalam Ulum (2007:4) menyebut modal Intelektual ini sebagai

Capital Employeed. Dimana modal Intelektual ini menggambarkan modal yang

dimiliki perusahaan berupa hubungan yang harmonis kepada para mitranya serta

pengelolaan physical capital guna membantu penciptaan nilai tambah (value added)

bagi perusahaan.

Kusumo (2012) dalam jurnal penelitian Kartika dan Hatane (2013:18-19)

menyebutkan bahwa Capital Employeed (CE) menggambarkan kemampuan

perusahaan dalam mengelola sumber daya berupa capital asset yang apabila dikelola

dengan baik akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Value Added Capital

Employeed (VACA) merupakan bentuk dari kemampuan perusahaan dalam

mengelola sumber dayanya yang berupa capital asset. Dengan pengelolaan dan

35

pemanfaatan capital asset yang baik, maka perusahaan dapat meningkatkan kinerja

keuangan, pertumbuhan perusahaan, dan nilai pasar.

Pemanfaatan efisiensi Capital Employeed (CE) yang digunakan dapat

meningkatkan ROA, karena modal yang digunakan merupakan nilai aset yang

berkontribusi pada kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan.

Semakin baik perusahaan mengelola ketiga komponen Intellectual capital,

menunjukkan semakin baik perusahaan mengelola aset. Value Added Capital

Employeed merupakan suatu ukuran perusahaan dalam mengelola physical capital-

nya dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh

Kartika dan Hatane (2013:23-24) VACA atau Value Added Capital Employeed

berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas yang diukur dengan Return On Asset

(ROA). Adanya kemungkinan bahwa perusahaan cenderung menggunakan physical

capital, sehingga dapat dikatakan capital employeed yang dimiliki perusahaan dapat

memiliki pengaruh terhadap profitabilitas.

2.7.2 Pengaruh Value Added Human Capital (VAHU) terhadap Return On

Asset (ROA)

Human capital dapat meningkat jika perusahaan dapat memanfaatkan dan

mengembangkan pengetahuan, kompetensi, dan keterampilan karyawan secara

efisien. Dengan memiliki karyawan yang memiliki keterampilan dan keahlian maka

dapat meningkatkan kinerja suatu perusahaan.

Menurut Baroroh (2013:174) human capital yang tinggi akan dapat

mendorong peningkatan kinerja keuangan. Human capital merupakan kombinasi dari

pengetahuan, keterampilan, inovasi, dan kemampuan seseorang untuk menjalankan

tugasnya sehingga dapat menciptakan suatu nilai.

Dapat digambarkan bahwa human capital (HC) adalah sumber daya

manusia dengan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang unggul, maka

dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan sehingga mencapai keunggulan

kompetitif. Indikasi gaji dan tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada

karyawan, mampu meningkatkan karyawan dalam mendukung kinerja perusahaan

36

sehingga HC dapat menciptakan value added serta meningkatkan pendapatan dan

profit perusahaan (Kartika dan Hatane, 2013:18). Menurut Ulum (20013:193)

Value Added Human Capital (VAHU) menunjukkan berapa banyak VA dapat

dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA

dan HC mengindikasikan kamampuan dari HC untuk menciptakan nilai di dalam

perusahaan.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh

Soetedjo dan Mursida (2014:22) bahwa Human Capital Efficiency (HCE) atau

VAHU memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan

yang dihitung melalui ROA (Profitabilitas). Semakin tinggi nilai HCE menunjukkan

semakin tinggi nilai tambah yang mampu diperoleh perusahaan dibandingkan total

pengeluaran untuk membayar beban gaji dan upah karyawan.

2.7.3 Pengaruh Structural Capital Value Added (STVA) terhadap Return On

Asset (ROA)

Menurut Menurut Baroroh (2013:174) structural capital merupakan

kemampuan organisasi meliputi infrastruktur, sistem informasi, rutinitas, prosedur

dan budaya organisasi yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan

intelektual yang optimal. Suatu organisasi yang memiliki prosedur yang baik maka

intellectual capital akan mencapai kinerja secara optimal. Structural capital menjadi

infrastruktur perusahaan yang membantu meningkatkan produktivitas karyawan.

Termasuk dalam hal ini adalah database, organizational charts, process manuals,

strategies routines, dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar dari

materialnya.

Modal struktural atau structural capital mengemas modal manusia atau

human capital dan memungkinkannya untuk digunakan secara berulang dalam

menciptakan nilai tambah. Apabila manajemen yang mampu mengelola structural

capital dengan baik maka hal ini akan membantu meningkatkan kinerja perusahaan

sehingga dapat meningkatkan return on asset pada perusahaan. yang harus dilakukan

perusahaan adalah menyimpan dan mempertahankan pengetahuan sehingga

37

pengetahuan tersebut menjadi properti perusahaan. Itulah modal struktural (Stewart,

1998:116).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Arifah

dan Medyawati (2012) bahwa Value Added Structural Capital atau STVA

berpengaruh signifikan terhadap Return On Asset (ROA). Jika penjualan perusahaan

naik, maka value added yang diperoleh perusahaan akan tinggi. Dengan VA yang

tinggi dan beban karyawan yang tinggi, maka nilai SC rendah sehingga STVA akan

turun. Hal yang berbeda terjadi pada ROA, dengan meningkatnya penjualan maka

laba perusahaan akan meningkat yang berdampak meningkatnya ROA. Dengan

demikian nilai STVA yang rendah akan meningkatkan ROA.

Dari uraian beberapa hubungan antar variabel di atas, maka gambar

ringkasan paradigma dalam penelitian ini adalah :

Gambar 2.1

Paradigma Penelitian

2.8 Kerangka Pemikiran

Pengelolaan intellectual capital beberapa tahun ini telah menjadi sorotan

bagi perusahaan. Hal ini disebabkan karena adanya kesadaran bagi perusahaan dalam

pengelolaan intellectual capital yang tergolong penting dan dapat dijadikan landasan

Intellectual CapitalVAIC

(X)

VACA (X1)

VAHU (X2)

STVA (X3)

Kinerja Keuangan

Return On Assets(ROA)

(Y)

38

untuk perusahaan dalam memiliki keunggulan yang kompetitif dengan perusahaan

lain. Dengan adanya intellectual capital sendiri dapat memberikan nilai tambah

(value added) bagi perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain.

Stewart dalam Ulum (2013:189) mendefinisikan intellectual capital dalam

artikelnya :

“Modal intelektual adalah materi intelektual pengetahuan, informasi, hak

pemilikan intelektual, pengalaman yang dapat digunakan untuk

menciptakan kekayaan.”

Kartika dan Hartane (2013:17) menyimpulkan bahwa :

“Intellectual capital adalah merupakan aset utama suatu perusahaan

disamping aset fisik dan finansial. Maka dalam mengelola aset fisik dan

finansial dibutuhkan kemampuan yang handal dari intellectual capital itu

sendiri, disamping dalam menghasilkan suatu produk yang bernilai

diperlukan kemampuan dan daya pikir dari karyawan, sekaligus bagaimana

mengelola organisasi dan menjalin hubungan dengan pihak eksternal.”

Intellectual capital dapat mencakup semua pengetahuan karyawan,

organisasi, dan kemampuan mereka untuk menciptakan suatu nilai tambah (value

added) bagi perusahaannya dan menyebabkan perusahaan dapat memiliki

keunggulan dalam bersaing. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan

mengembangkan intellectual capital perusahaan. intellectual capital terdiri dari tiga

komponen indikator efisiensi yang harus dimiliki oleh perusahaan, yaitu capital

employee efficiency (VACA), human capital efficiency (VAHU), dan structural

capital efficiency (STVA) yang diukur dengan menggunakan metode pengukuran

intellectual capital yaitu Value Added Intellectual Capital (VAIC).

Terdapat dua teori yang sangat erat kaitannya dengan penelitian ini, yaitu

stakeholder theory dan legitimacy theory. Teori stakeholder lebih

mempertimbangkan posisi dari pihak yang dianggap memiliki kepentingan dalam

perusahaan, baik memiliki hak dalam diperlakukan secara maksimal oleh organisasi

untuk menciptakan nilai tambah perusahaan dan juga perannya dalam mengendalikan

sumber daya organisasi jika ingin meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.

39

Teori legitimasi berhubungan erat dengan teori stakeholder. Dalam

perspektifnya teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi secara berkelanjutan

mencari cara untuk menjamin keberlangsungan usaha mereka dalam batas dan

norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pandangan teori legitimasi menyatakan

bahwa dalam menjalankan operasinya, organisasi harus sejalan dengan nilai-nilai

masyarakat.

Jika intellectual capital merupakan sumber daya yang dapat diukur dan

digunakan maka akan memberikan suatu perusahaan sumber daya yang baru untuk

dapat memberikan nilai tambah (value added) bagi perusahaan untuk keunggulan

kompetitifnya, maka intellectual capital akan memberikan kontribusi dalam

meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Biasanya investor akan menilai dari

kinerja keuangan perusahaan untuk menentukan investasinya, karena perusahaan

yang kinerja keuangannya tergolong baik akan disebut layak untuk investasi. Maka

dari itu kinerja keuangan yang baik sangat penting bagi perusahaan agar dapat

menjaga eksistensi nya di dunia bisnis maupun investasi.

Pengukuran kinerja keuangan perusahaan sangat diperlukan untuk

menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan. Analisis rasio

keuangan dapat digunakan untuk mengukur dan menilai kinerja perusahaan. Salah

satu rasio perusahaan yang dapat menentukan kinerja keuangan perusahaan adalah

rasio profitabilitas. Dalam penelitian ini rasio profitabilitas yang digunakan adalah

Return On Asset (ROA).

Dimana definisi Return On Asset (ROA) menurut Hanafi (2012:42) adalah:

“Return On Asset (ROA) mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan

laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu.

Menurut Mega Sari (2013:37) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa

Return On Asset (ROA) merupakan salah satu dari rasio profitabilitas. Rasio ini

paling disoroti karena mampu menunjukkan keberhasilan suatu perusahaan

menghasilkan keuntungan. Asset atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan

harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang

telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang digunakan untuk

kelangsungan hidup perusahaan.

40

Berdasarkan uraian di atas, dapat disusun bagan kerangka pemikiran untuk

penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 2.2

Hubungan Antar Variabel yang Berpengaruh

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

Intellectual Capital (VAIC)Menghitung IC menggunakan model VAICTM dengan cara menganalisis dan

menjumlahkan koefisien-koefisien IC pada laporan keuanganVAICTM = VACA + VAHU + STVA

Capital employed (VACA)VACA = VA / CEVA : Value AddedCE : Total Ekuitas

Human capital (VAHU)VAHU = VA / HCVA : Value AddedHC : Beban Gaji

Structural capital (STVA)STVA = SC / VA

SC : Structural Capital(VA-HC)

VA : Value Added

Laba BersihTotal Asset

Kinerja keuangan perusahaan

Return On Asset (ROA) =

Teori yang mendukung :

-Stakeholder Theory-Legitimacy Theory

41

Atas dasar kerangka pemikiran pada gambar 2.2 di atas, penulis

merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

H1 : Elemen-elemen intellectual capital yang terdiri dari value added capital

employed (VACA), value added human capital (VAHU) dan value added

structural capital (STVA) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Return

On Asset (ROA) pada perusahaan BUMN yang listing di BEI periode 2012-

2014.

H2 : Elemen-elemen intellectual capital yang terdiri dari value added capital

employed (VACA), value added human capital (VAHU) dan value added

structural capital (STVA) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan Return On Asset

(ROA) pada perusahaan BUMN yang listing di BEI periode 2012-2014.