26
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Tahapan Kegiatan di Laboratorium Aspek pengendalian dalam penjaminan mutu hasil pemeriksaan laboratorium yang baik, benar, akurat, dan dapat dipercaya perlu dilakukan pemantapan mutu baik internal maupun eksternal, yang terdiri dari tahap pra- analitik, analitik, dan pasca-analitik. 2.1.1.1 Tahap Pra-analitik Kegiatan tahap pra-analitik adalah serangkaian kegiatan laboratorium sebelum pemeriksaan sampel, yang meliputi: 1. Persiapan pasien Hasil pemeriksaan laboratorium sangat ditentukan oleh persiapan pasien, karena itu petugas laboratorium harus menjelaskan kepada pasien tentang hal-hal yang harus dilakukan pasien sebelum pengambilan spesimen. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. 2. Pemberian identitas spesimen Pada surat pengantar permintaan pemeriksaan laboratorium sebaiknya memuat secara lengkap tanggal permintaan, tanggal dan jaminan pengambilan, identitas pasien (nama, alamat, nomor telepon),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

2.1.1 Tahapan Kegiatan di Laboratorium

Aspek pengendalian dalam penjaminan mutu hasil pemeriksaan

laboratorium yang baik, benar, akurat, dan dapat dipercaya perlu dilakukan

pemantapan mutu baik internal maupun eksternal, yang terdiri dari tahap pra-

analitik, analitik, dan pasca-analitik.

2.1.1.1 Tahap Pra-analitik

Kegiatan tahap pra-analitik adalah serangkaian kegiatan laboratorium

sebelum pemeriksaan sampel, yang meliputi:

1. Persiapan pasien

Hasil pemeriksaan laboratorium sangat ditentukan oleh persiapan

pasien, karena itu petugas laboratorium harus menjelaskan kepada

pasien tentang hal-hal yang harus dilakukan pasien sebelum

pengambilan spesimen. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil

pemeriksaan.

2. Pemberian identitas spesimen

Pada surat pengantar permintaan pemeriksaan laboratorium

sebaiknya memuat secara lengkap tanggal permintaan, tanggal dan

jaminan pengambilan, identitas pasien (nama, alamat, nomor telepon),

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

6

diagnosis/ keterangan klinis, obat yang telah diberikan, dan lama

pemberian.

3. Penerimaan spesimen

Bagian penerimaan spesimen harus memeriksa kesesuaian antara

spesimen yang diterima dengan permintaan formulir pemeriksaan dan

mencatat kondisi spesimen tersebut pada saat diterima. Hal- hal yang

perlu dicatat yaitu volume, warna, kekeruhan, bau, konsistensi dan lain-

lain.

4. Pengambilan spesimen

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen yaitu

waktu pengambilan, volume spesimen, cara pengambilan spesimen,

lokasi pengambilan spesimen, dan perlatan untuk pengambilan

spesimen.

5. Wadah spesimen

Wadah spesimen harus memenuhi syarat yaitu terbuat dari gelas

atau plastik, tidak bocor, ditutup rapat dengan tutup berulir, bersih, dan

kering.

6. Pengawet spesimen

Kesalahan dalam pemberian bahan tambahan tersebut dapat

mempengaruhi hasil pemeriksaan. Bahan tambahan yang dipakai harus

memenuhi persyaratan yaitu tidak mengganggu atau mengubah zat

yang akan diperiksa.

7. Pengiriman spesimen

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

7

8. Penyimpanan spesimen

Beberapa cara penyimpanan spesimen yaitu, disimpan pada suhu

kamar, disimpan dalam lemari es dengan suhu 2 – 8°C, diberikan bahan

pengawet, penyimpanan darah sebaiknya dalam bentuk serum atau lisat.

9. Pengolahan dan penyiapan spesimen

Waktu antara pengambilan spesimen dengan pemisahan serum/

plasma sampai analitik tidak boleh terlalu lama, biasanya 1 – 2 jam.

Sebaliknya pemisahan serum yang terlalu cepat dapat menyebabkan

terjadinya benang fibrin. Serum dapat dipisahkan setelah darah

dibiarkan membeku terlebih dahulu pada suhu kamar selama 20 – 30

menit, kemudian dicentrifuge 5 – 15 menit pada kecepatan 3000 rpm.

Pemisahan serum dilakukan paling lambat dalam waktu 2 jam setelah

pengambilan spesimen

Tujuan pengendalian tahap pra-analitik yaitu untuk menjamin bahwa

spesimen-spesimen yang diterima benar dan dari pasien yang benar pula

serta memenuhi syarat yang telah ditentukan. Kesalahan yang terjadi pada

tahap pra-analitik adalah yang terbesar, yaitu dapat mencapai 60% − 70%.

Hal ini dapat disebabkan dari spesimen yang diterima laboratorium tidak

memenuhi syarat yang ditentukan. Spesimen yang tidak memenuhi syarat

sebaiknya ditolak, dan dilakukan pengulangan pengambilan spesimen agar

tidak merugikan laboratorium (Modul Kendali Mutu Laboratorium, 2015;

Siregar, et al., 2018).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

8

2.1.1.2 Tahap Analitik

Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap analitik meliputi:

1. Pemeriksaan spesimen

2. Pemeliharaan dan kalibrasi alat

3. Uji kualitas reagen

4. Uji ketelitian - ketepatan

Tujuan pengendalian tahap analitik yaitu untuk menjamin bahwa hasil

pemeriksaan spesimen dari pasien dapat dipercaya atau valid, sehingga

klinisi dapat menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut untuk

menegakkan diagnosis terhadap pasiennya.

Walaupun tingkat kesalahan tahap analitik (sekitar 10% − 15%) tidak

sebesar tahap pra-analitik, laboratorium tetap harus memperhatikan kegiatan

pada tahap ini. Petugas laboratorium lebih mudah mengendalikan faktor

analitik yang umumnya sangat dipengaruhi oleh alat, reagen, dan

manusianya sendiri. Program pemantapan mutu berperan dengan baik di sini

untuk meminimalkan kesalahan-kesalahan yang ada (Siregar, et al., 2018;

Pertiwi, D., 2010).

Laboratorium wajib melakukan pemeliharaan dan kalibrasi alat baik

secara berkala atau sesuai kebutuhan, agar dalam melaksanakan

pemeriksaan spesimen pasien tidak mengalami kendala atau gangguan yang

berasal dari alat laboratorium. Kerusakan alat dapat menghambat aktivitas

laboratorium, sehingga dapat mengganggu performa atau penampilan

laboratorium yang pada akhirnya akan merugikan laboratorium itu sendiri.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

9

Untuk mendapatkan mutu yang dipersyaratkan, laboratorium harus

melakukan uji ketelitian – ketepatan. Uji ketelitian disebut juga pemantapan

presisi, dan dapat dijadikan indikator adanya penyimpangan akibat

kesalahan acak (random error). Uji ketepatan disebut juga pemantapan

akurasi, dan dapat digunakan untuk mengenali adanya kesalahan sistemik

(systemic error). Pelaksanaan uji ketelitian – ketepatan yaitu dengan

menguji bahan kontrol yang telah diketahui nilainya (assayed control sera).

Bila hasil pemeriksaan bahan kontrol terletak dalam rentang nilai kontrol,

maka hasil pemeriksaan terhadap spesimen pasien dianggap layak

dilaporkan (Siregar, et al., 2018).

2.1.1.3 Tahap Pasca-analitik

Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap pasca-analitik yaitu

sebelum hasil pemeriksaan diserahkan ke pasien, meliputi:

1. Penulisan hasil

2. Interpretasi hasil

3. Pelaporan hasil

Seperti pada tahap analitik, tingkat kesalahan tahap pasca-analitik

hanya sekitar 15% − 20%. Walaupun tingkat kesalahan ini lebih kecil jika

dibandingkan kesalahan pada tahap pra-analitik, tetapi tetap memegang

peranan yang penting. Kesalahan penulisan hasil pemeriksaan pasien dapat

membuat klinisi salah memberikan diagnosis terhadap pasiennya. Kesalahan

dalam menginterpretasikan dan melaporkan hasil pemeriksaan juga dapat

berbahaya bagi pasien. Adanya otomatisasi dan komputerisasi, maupun

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

10

sistem informasi dapat mengurangi kesalahan pasca-analitik (Pertiwi, D.,

2010).

2.1.2 Bahan Pemeriksaan

2.1.2.1 Darah dan Komponen Penyusunnya

Darah adalah jaringan penghubung yang memungkinkan adanya

komunikasi antar sel dalam tubuh dan dengan lingkungan seperti membawa

oksigen, zat-zat gizi, sekresi hormon, dan lain-lain. Darah adalah jaringan

cair pada tubuh manusia yang terdiri atas dua bagian, yaitu plasma darah

(bagian cair darah) sebesar 55% dan korpuskuler atau sel darah (bagian

padat darah) sebesar 45%. Sel darah terdiri dari tiga jenis, yaitu eritrosit,

leukosit, dan trombosit. Volume total darah orang dewasa diperkirakan

sekitar 5 – 6 liter atau 7% – 8% dari berat tubuh seseorang (Maharani &

Noviar, 2018).

Gambar 2.1. Komposisi Darah (Maharani & Noviar, 2018)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

11

2.1.2.2 Serum

1. Pengertian Serum

Serum adalah bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel darah

dan faktor-faktor pembekuan darah. Serum didapat dari spesimen darah

yang tidak ditambahkan antikoagulan, sehingga darah akan membeku

dalam waktu kurang lebih 15 menit. Darah yang membeku dilakukan

sentrifugasi, sehingga terjadi pemisahan antara cairan dan sel-sel darah,

cairan berwarna kuning hasil sentrifugasi disebut sebagai serum darah

(Nugraha, G., 2015).

2. Macam-macam Serum yang Tidak Normal

Ada beberapa alasan yang dapat menyebabkan sampel menjadi tidak

layak untuk diperiksa. Serum yang tidak normal merupakan alasan yang

paling sering menyebabkan ditolaknya sampel pemeriksaan, seperti serum

lipemik, ikterik, dan hemolisis (Ghaedi & Joe, 2016).

1) Serum Lipemik

Serum lipemik adalah serum yang keruh, berwarna putih atau

seperti susu karena akumulasi partikel lipoprotein. Lipoprotein

merupakan molekul yang mengandung kolesterol dalam bentuk bebas

maupun ester, trigliserida, fosfolipid, yang berikatan dengan protein

yang disebut apoprotein. Dalam molekul lipoprotein inilah lipid dapat

larut dalam sirkulasi darah, sehingga bisa diangkut dari tempat sintesis

menuju tempat penggunaannya, serta dapat didistribusikan ke jaringan

tubuh. Pada whole blood, lipemik akan terlihat jika konsentrasi

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

12

trigliserida di atas 1000 mg/dL dan pada serum, lipemik akan terlihat

secara visual apabila konsentrasi trigliserida di atas 300 mg/dL (Ghaedi

& Joe, 2016; Piyophirapong, et al., 2010).

Serum lipemik umumnya ditemukan dalam pemeriksaan

laboratorium klinis rutin. Lipemik biasanya disebabkan oleh asupan

makanan dengan kadar lemak tinggi. Setelah konsumsi lemak,

kilomikron terdeteksi dalam plasma setelah sekitar 6 – 12 jam. Lipemik

juga dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan metabolisme lipoprotein

atau nutrisi parenteral total, diet, konsumsi alkohol, diabetes melitus,

gagal ginjal kronis, hipotiroidisme, pankreatitis, multiple myeloma,

sirosis bilier primer, lupus eritematosus, obat-obatan seperti protease

inhibitor (infeksi HIV), estrogen, kontransepsi oral, dan lain-lain

(Bishop, et al., 2013). Lipemik tidak hanya dapat mempengaruhi

pengukuran asam urat, glukosa, fosfor, total bilirubin, dan protein total,

tetapi juga menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total dan

kolesterol HDL (Calmarza, P., & Cordero, J., 2011). Pengukuran

tingkat kelipemikan berdasarkan kadar trigliserida ditunjukkan pada

Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Tingkat Kekeruhan Serum Lipemik Berdasarkan Kadar

Trigliserida (Pambudi, et al., 2017)

Warna dan Kekeruhan Kadar Trigliserida

(mg/dL) Tingkat Lipemik

Putih susu 300 – 499 Ringan

Putih susu dan keruh 500 – 799 Sedang

Putih susu dan sangat

keruh 800 – 1800 Berat

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

13

Simulasi serum lipemik dapat dibuat dengan menggunakan

Intralipid, yang terdiri dari 20% minyak kedelai, 1,2% fosfolipid kuning

telur, 2,25% gliserin dan air. Kuning telur dapat digunakan sebagai

alternatif untuk menetapkan indeks lipemik berdasarkan absorbansi.

Kuning telur mengandung sekitar 28% total lipid, 66% sebagai

trigliserida, dan 5% sebagai kolesterol (Dewi, R., 2019).

2) Serum Ikterik

Serum ikterik adalah serum yang berwarna kuning kecoklatan yang

disebabkan karena peningkatan konsentrasi bilirubin. Serum ikterik

juga dapat mengganggu beberapa hasil pemeriksaan kimia klinik.

Tingkat ikterik yang dapat mengganggu pemeriksaan kimia adalah saat

kadar bilirubin dalam serum ≥ 6 mg/dL (Eclinpath, 2013).

3) Serum Hemolisis

Serum hemolisis adalah serum yang berwarna kemerahan yang

disebabkan karena lepasnya hemoglobin dari eritrosit yang rusak atau

pecahnya membran eritrosit selama proses pengambilan spesimen atau

selama pemrosesan. Hemolisis dapat mengganggu banyak metode

pemeriksaan dan dapat meningkatkan kadar analit tertentu dalam

plasma (misalnya kalium atau zat besi) yang normalnya tidak dalam

konsentrasi tinggi. Tingkat hemolisis dibagi menjadi 3, yaitu hemolisis

ringan, sedang, dan berat. Hemolisis dapat diketahui dari konsentrasi

hemoglobin. Hemolisis ringan memiliki konsentrasi hemoglobin 20 –

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

14

100 mg/dL, hemolisis sedang memiliki konsentrasi hemoglobin 100 –

300 mg/dL, hemolisis berat memiliki konsentrasi hemoglobin lebih dari

300 mg/dL (Adiga, U., & S., Yogish, 2016).

Gambar 2.2. Macam-macam Keadaan yang Mempengaruhi Kualitas

Spesimen (Serum) (Giri, D., 2019)

2.1.3 Pemeriksaan Kimia Darah

2.1.3.1 Trigliserida

Trigliserida terbentuk dari kombinasi satu molekul gliserol dengan tiga

asam lemak. Pasien yang menjalani diet tinggi karbohidrat mungkin

memiliki kadar trigliserida yang tinggi. Sebagian besar lemak dalam tubuh

kita terdiri dari trigliserida. Ketika seseorang mendapatkan lebih banyak

kalori daripada yang dibutuhkan energi, kelebihan kalori diubah menjadi

trigliserida dan disimpan dalam lemak untuk digunakan sebagai sumber

energi. Mereka yang menderita diabetes, hipertensi, atau mengonsumsi

alkohol secara berlebihan sangat rentan memiliki kadar trigliserida yang

tinggi (Higgins, C., 2013).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

15

Gambar 2.3. Struktur Trigliserida (Higgins, C., 2013)

Trigliserida diangkut oleh Very Low Density Lipoproteins (VLDLs) dan

Low Density Lipoproteins (LDLs). Trigliserida bertindak sebagai sumber

penyimpanan energi. Trigliserida adalah bagian dari profil lipid yang juga

mengevaluasi kolesterol dan lipoprotein. Pemeriksaan profil lipid dilakukan

untuk menilai risiko penyakit pembuluh darah dan koroner (Veronika,

2014).

Hiperlipidemia adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan

kadar lipid yang tinggi (kolesterol dan trigliserida) dalam plasma. Plasma

atau serumnya mungkin akan terlihat “seperti susu” dikarenakan semua

molekul lemak yang terdapat di dalamnya. Kehadiran molekul lemak yang

terlarut di dalam darah disebut lipemik. Metode yang digunakan untuk

pemeriksaan trigliserida adalah metode enzimatik. Syarat utama

pemeriksaan trigliserida adalah pasien harus dalam kondisi puasa karena

kadar trigliserida akan meningkat setelah mencerna makanan, biasanya

pasien diminta untuk berpuasa selama 8 sampai 12 jam. Apabila pasien

tidak puasa, hal ini harus dilaporkan dan diberi catatan pada formulir

pemeriksaan (Veronika, 2014).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

16

2.1.3.2 Glukosa

1. Pengertian Glukosa

Gula darah atau glukosa merupakan salah satu karbohidrat

(monosakarida) terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama

dalam tubuh. Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua

karbohidrat lain di dalam tubuh seperti glikogen, ribosa, dan deoksiribosa

dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid,

glikoprotein, dan proteoglikan. Semua jenis sel manusia menggunakan

glukosa untuk memperoleh energi. Kadar gula darah adalah istilah yang

mengacu kepada tingkat gula darah di dalam darah. Konsentrasi gula

darah atau tingkat glukosa serum diatur dengan ketat di dalam tubuh.

Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen.

Faktor endogen yaitu humoral factor, seperti hormon insulin, glukagon,

kortisol, serta sistem reseptor di otot dan sel hati. Faktor eksogen antara

lain jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi, serta aktivitas fisik yang

dilakukan (Putra, et al., 2015).

(a) (b)

Gambar 2.4. (a) Struktur Fischer Glukosa, (b) Struktur Haworth Glukosa

(Chemistry Libretexts, 2019)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

17

Glukosa darah dikatakan abnormal apabila kurang atau melebihi

nilai rujukan. Kadar glukosa kurang dari normal dinamakan

hipoglikemia. Kadar gula darah yang terlalu tinggi dinamakan

hiperglikemia. Penurunan kadar glukosa darah terjadi akibat asupan

makanan yang tidak adekuat atau darah terlalu banyak mengandung

insulin (Kee, J.L., 2008). Peningkatan kadar glukosa darah yang

disebabkan karena pankreas tidak dapat atau kurang mampu

memproduksi insulin disebut diabetes tipe 1 atau Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (IDDM), sedangkan peningkatan kadar glukosa darah

yang disebabkan karena pankreas mampu memproduksi insulin tetapi

kualitas insulin yang dihasilkan buruk disebut diabetes tipe 2 Non Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (Tandra, 2016).

2. Metabolisme Glukosa

Metabolisme merupakan segala proses reaksi kimia yang terjadi di

dalam makhluk hidup. Proses yang lengkap dan komplit sangat

terkoordinatif melibatkan banyak enzim di dalamnya, sehingga terjadi

pertukaran bahan dan energi. Adapun metabolisme yang terjadi di dalam

tubuh yang mempengaruhi kadar glukosa darah, yaitu:

1) Metabolisme Karbohidrat

Karbohidrat bertanggung jawab atas sebagian besar intake

makanan sehari-sehari, dan sebagian besar karbohidrat akan diubah

menjadi lemak. Fungsi dari karbohidrat dalam metabolisme adalah

sebagai bahan bakar untuk oksidasi dan menyediakan energi untuk

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

18

proses-proses metabolisme lainnya. Karbohidrat dalam makanan

terutama adalah polimer-polimer hexosa, dan yang paling penting

adalah glukosa, laktosa, fruktosa, dan isomer. Hasil yang utama dari

metabolisme karbohidrat yang terdapat dalam darah adalah glukosa.

Glukosa yang dihasilkan begitu masuk ke dalam sel akan mengalami

fosforilasi membentuk glukosa-6-fosfat, yang dibantu oleh enzim

heksokinase, sebagai katalisator. Glukosa-6-fosfat dapat berpoli-

merisasi membentuk glikogen, sebagai bentuk glukosa yang dapat

disimpan, terdapat hampir semua jaringan tubuh, tetapi terutama di

dalam hati dan otot rangka (Modul Kimia Klinik, 2017).

2) Metabolisme Glukosa Darah

Glukosa darah setelah diserap oleh dinding usus akan masuk

dalam aliran darah, masuk ke hati, dan disintesis menghasilkan

glikogen kemudian dioksidasi menjadi CO2 dan H2O atau dilepaskan

untuk dibawa oleh aliran darah ke dalam sel tubuh yang

memerlukannya. Kadar glukosa dalam tubuh dikendalikan oleh suatu

hormon, yaitu hormon insulin. Jika hormon insulin yang tersedia

kurang dari kebutuhan, maka gula darah akan menumpuk dalam

sirkulasi darah sehingga glukosa darah meningkat. Bila kadar

glukosa ini meninggi hingga melebihi ambang ginjal, maka glukosa

darah akan keluar bersama urin (Modul Kimia Klinik, 2017).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

19

3. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Pemeriksaan glukosa darah dapat menggunakan sampel darah kapiler

atau darah vena (serum atau plasma). Sampel serum harus segera

dipisahkan dari sel darahnya karena akan mempengaruhi hasil.

Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk menentukan diagnosis DM

seringkali dilakukan dengan metode enzimatik (glukosa oksidase atau

heksokinase). Pemeriksaan dengan metode enzimatik ini dapat dilakukan

dengan menggunakan alat fotometer atau glukometer. Fotometer

menggunakan bahan pemeriksaan darah vena, sedangkan glukometer

menggunakan bahan pemeriksaan darah kapiler. Fotometer umum

digunakan di laboratorium klinik karena dianggap sebagai alat yang

paling tepat untuk menggambarkan kadar glukosa darah karena

menggunakan serum atau plasma sehingga tidak dipengaruhi sel-sel

darah (Tonyushkina & Nichols, 2009). Metode referen (gold standard)

dari pemeriksaan glukosa darah adalah metode Heksokinase, sedangkan

metode glukosa oksidase (GOD-PAP) adalah metode yang digunakan

sebagai alternatif untuk pemeriksaan glukosa darah karena hasilnya

masih sebanding dengan metode referen (V., Agustiana, 2014).

Dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa urine, pemeriksaan kadar

glukosa darah tentunya lebih akurat karena bersifat langsung.

Pemeriksaan kadar glukosa darah dapat mendeteksi keadaan

hiperglikemia dan hipoglikemia, sedangkan pemeriksaan glukosa urine

hanya dapat mendeteksi keadaan hiperglikemia. Beberapa kondisi yang

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

20

dapat mempengaruhi hasil pengukuran kadar glukosa antara lain

perubahan hematokrit, suhu lingkungan, hipotensi, hipoksia, dan kadar

trigliserida yang tinggi (Soewondo, P., 2009).

Tabel 2.2. Kisaran Nilai Rujukan untuk Pemeriksaan Glukosa (Bilous & Donelly, 2014)

Sampel Darah

Plasma Kapiler Whole

Blood

Glukosa Darah Puasa (mg/dL)

Normal

Gangguan Glikemia Puasa

Diabetes

Glukosa Darah 2 Jam (mg/dL)

Normal

Gangguan Toleransi Glukosa

Diabetes

<110

110 – 124

≥126

<140

140 – 198

≥200

<101

101 – 108

≥110

<140

140 – 198

≥200

<101

101 – 108

≥110

<121

121 – 178

≥180

4. Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Pemeriksaan glukosa darah dapat dilakukan dengan berbagai metode

di antarannya adalah sebagai berikut:

1) Metode Fotometrik

Metode ini merupakan jenis metode pemeriksaan glukosa darah

yang memberikan hasil yang spesifik karena hanya glukosa darah

saja yang benar-benar terukur. Pengukuran kadar glukosa dilakukan

dengan menggunakan alat spektrofotometer atau fotometer dan

berdasarkan prinsip enzimatik, metode yang digunakan yaitu metode

GOD-PAP dan metode Heksokinase (Fartex Medical Partner, 2012).

1)) Metode GOD-PAP

Pemeriksaan glukosa darah metode GOD-PAP lebih banyak

dilakukan di laboratorium karena dianggap ketelitiannya lebih

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

21

tinggi, sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat. Prinsip dari

metode ini adalah enzim glukosa oksidase mengkatalisis reaksi

oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan hydrogen

peroksida. Hydrogen peroksida yang terbentuk akan bereaksi

dengan 4-amino phenazone dengan bantuan enzim peroksidase

menghasilkan qunoneimine yang berwarna merah muda dan

dapat diukur dengan fotometer pada panjang gelombang 500

(460-560) nm. Intensitas yang terbentuk akan menunjukkan atau

setara dengan kadar glukosa pada sampel (Fartex Medical

Partner, 2012).

2)) Metode Heksokinase

Metode heksokinase adalah sebuah metode yang sangat

spesifik untuk menentukan konsentrasi glukosa dalam serum

atau plasma dengan fotometer mengukur NADP yang terbentuk

dari transformasi heksokinase-katalis glukosa dan berbagai

intermediet. Prinsip dari metode ini adalah dengan cara

mengukur glukosa dalam serum atau plasma, dimana

heksokinase ditambah ATP mengubah glukosa menjadi glukosa

6-fosfat ditambah ADP, glukosa 6-fosfat kemudian direaksikan

dengan NADP dan glukosa dehydrogenase 6-fosfat untuk

membentuk NADP yang diukur menggunakan fotometer dengan

panjang gelombang 340 nm (Ariesta, D.G., 2018).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

22

2) Metode Strip (POCT)

Metode strip adalah metode sederhana menggunakan strip

katalisator yang spesifik untuk mengukur kadar glukosa darah

dengan darah kapiler. Pengukuran kadar glukosa dilakukan dengan

menggunakan alat glukometer. Prinsip dari metode ini adalah strip

tes diletakkan pada alat, ketika darah diteteskan pada zona reaksi tes

strip maka katalisator glukosa akan mereduksi glukosa dalam darah.

Identitas dari elektron yang terbentuk dalam alat strip setara dengan

konsentrasi glukosa darah (Ariesta, D.G., 2018).

5. Kelebihan dan Kekurangan Masing-masing Metode Pemeriksaan

Kadar Glukosa Darah

Tabel 2.3. Kelebihan dan Kekurangan Masing-masing Metode Pemeriksaan

Glukosa (Endiyasa, et al., 2018; Herviyani, D.W., 2017)

Metode Pemeriksaan

Glukosa Kelebihan Kekurangan

GOD-PAP 1. Akurasi tinggi

2. Presisi tinggi

3. Spesifik

4. Menggunakan

serum atau plasma

sehingga tidak

dipengaruhi oleh

sel-sel darah

1. Memiliki

ketergantungan

pada reagen

2. Pemeliharaan alat

dan reagen

memerlukan

tempat yang

khusus

3. Membutuhkan

biaya yang cukup

mahal

Heksokinase 1. Akurasi sangat

baik

2. Presisi sangat baik

3. Menggunakan

serum atau plasma

sehingga tidak

dipengaruhi sel-sel

darah

4. Merupakan metode

1. Membutuhkan

biaya yang cukup

mahal

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

23

referen (Gold

Standard) karena

enzim yang

digunakan spesifik

untuk glukosa

POCT 1. Hasil yang relatif

singkat

2. Hanya

membutuhkan

sedikit sampel

(darah kapiler)

3. Tidak

membutuhkan

reagen khusus

4. Mudah digunakan,

dapat dilakukan

oleh perawat,

pasien, dan

keluarga untuk

monitoring pasien

5. Alat lebih kecil

sehingga tidak

memerlukan ruang

khusus dan bisa

dibawa (praktis)

1. Kemampuan

pengukuran

terbatas

2. Hasil dipengaruhi

oleh kada

hematokrit,

intervensi zat lain

(vitamin C,

bilirubin, dan

hemoglobin)

3. Akurasi belum

diketahui

4. Pra-analitik sulit

dikontrol bila yang

melakukan bukan

orang yang

kompeten

5. Metode strip

bukan untuk

menegakkan

diagnosa klinis,

melainkan hanya

untuk pemantauan

kadar glukosa

2.1.4 Fotometer

Fotometrik adalah adalah salah satu metode analisis kuantitatif yang paling

berguna di berbagai bidang seperti kimia, fisika, biokimia, kimia aplikasi teknik

dan klinik. Fotometer adalah alat yang berfungsi untuk mengukur intensitas atau

kekuatan cahaya suatu larutan (Sastrohamidjojo, H., 2007).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

24

Gambar 2.5. Prinsip Kerja Fotometer (Suprayogi, 2017)

Prinsip kerja fotometer berdasarkan hukum Lambert-Beer: bila cahaya

monokromatik (I0), melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya

tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan

(It). Transmitans adalah perbandingan intensitas cahaya yang di transmisikan

ketika melewati sampel (It) dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum

melewati sampel (Io) (Suprayogi, 2017).

Persyaratan hukum Lambert-Beer antara lain:

1. Radiasi yang digunakan harus monokromatik.

2. Energi radiasi yang di absorpsi oleh sampel tidak menimbulkan reaksi

kimia.

3. Sampel (larutan) yang mengabsorpsi harus homogen.

4. Tidak terjadi flouresensi atau phosphoresensi (harus jernih).

5. Indeks refraksi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi.

6. Konsentrasi analit rendah. Karena apabila konsentrasi tinggi akan

menggangu lineritas grafik absorbansi versus konsentrasi (Suprayogi,

2017).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

25

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa besarnya serapan (A)

proporsional dengan besarnya konsentrasi (c) dari zat uji. Secara matematis

Hukum Lambert-Beer dinyatakan dengan persamaan:

A = εbc

Dimana:

ε = Epsilon atau Absorptivitas Molar (M-1cm-1)

b = Tebal kuvet (cm)

c = Konsentrasi (M)

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa serapan (A) tidak memiliki

satuan dan biasanya dinyatakan dengan unit absorbansi. Absorptivitas Molar

pada persamaan di atas adalah karakteristik suatu zat yang menginformasikan

berapa banyak cahaya yang diserap oleh molekul zat tersebut pada panjang

gelombang tertentu. Semakin besar nilai Absorptivitas Molar suatu zat maka

semakin banyak cahaya yang diabsorbsi olehnya, atau dengan kata lain nilai

serapan (A) akan semakin besar (Hardesty & Attili, 2010).

2.1.5 Interferensi Sampel Lipemik

Sampel lipemik dapat menginterferensi berbagai pemeriksaan laboratorium

melalui tiga cara, yaitu pengurangan persentase fraksi aqueous pada sampel,

efek partisi antara fase polar dan non polar, dan gangguan pada transmisi

cahaya. Mengenai analisis kimia klinik rutin, efek partisi adalah masalah yang

paling jarang dari tiga mekanisme potensial untuk gangguan. Hasil pemeriksaan

laboratorium dengan interferensi sampel lipemik memerlukan interpretasi secara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

26

kritis dan tepat sehingga dapat menunjang diagnosis dan penanganan pasien

yang tepat pula (Muhiddin, et al., 2019).

Pengurangan persentase fraksi aqueous pada sampel akan mempengaruhi

semua metode yang tidak mengukur aktivitas analit dan menyebabkan kesalahan

perpindahan volume, dengan mengurangi air yang tersedia dalam volume

sampel. Ini penting karena analit lebih banyak dilarutkan dalam fase serum/

plasma berair (Calmarza, P., & Cordero, J., 2011).

Gangguan lipemik juga disebabkan oleh meningkatnya penyebaran cahaya

dan penyerapan cahaya oleh lipid (terutama kilomikron dan VLDL) dalam

metode fotometrik. Fenomena ini menyebabkan penurunan intensitas cahaya

yang mencapai solusi, yang akan diserap, sehingga kekeruhan yang paling

mungkin mempengaruhi metode fotometrik daripada metode non-fotometrik.

Partikel lipoprotein, VLDL, dan kilomikron menyebabkan hamburan cahaya

karena kekeruhan yang disebabkannya, efek dari lipoprotein ini mempersulit

analisis karena diameternya berkisar antara 50 – 1000 nm (Calmarza, P., &

Cordero, J., 2011; Kroll, M.H., 2004).

Uji kimia klinis telah dilakukan dengan menyebabkan pewarna membentuk

konsentrasi yang berbanding lurus dengan konsentrasi analit yang diukur.

Pewarna tersebut kemudian dideteksi secara fotometri antara 340 nm di wilayah

ultraviolet dan 600 nm di wilayah merah spektrum. Lipemik memiliki

absorbansi yang cukup besar di wilayah spektrum ini dan pada absorbansi

tersebut dapat disalahartikan sebagai pewarna yang diukur (Glick, et al., 2015).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

27

Gambar 2.6. Interferensi Lipemik Terhadap Absorbansi Fotometer (Glick, et al., 2015)

Jumlah cahaya yang diserap oleh suspensi partikel tergantung pada

konsentrasi spesimen dan ukuran partikel, sehingga apabila terdapat lipemik,

maka akan mempengaruhi konsentrasi analit dalam sampel dan dapat

mengganggu pemeriksaan. Beberapa pemeriksaan yang terganggu oleh lipemik

antara lain: glukosa, fosfor, bilirubin, asam urat, protein total. Pada pemeriksaan

glukosa darah, apabila serum lipemik, maka kadar glukosa darah akan

meningkat palsu (Izzati, A., 2017).

Gambar 2.7. Interferensi Lipemik Pada Fotometer (Glick, et al., 2015)

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

28

2.1.6 Metode Penanganan Terhadap Sampel Lipemik

Metode yang dapat dilakukan dalam menangani sampel lipemik, yaitu

dengan penggunaan ultrasentrifus untuk memisahkan lipoprotein berdasarkan

densitasnya, ekstraksi menggunakan larutan polar, dan pengenceran sampel

menggunakan larutan salin (Nikolac, N., 2014).

1. Sentrifugasi

Gold Standard yang direkomendasikan oleh WHO untuk mengatasi

sampel lipemik adalah menggunakan ultrasentrifugasi. Namun karena

harganya yang tinggi, peralatan ini tidak tersedia di banyak laboratorium.

Selain metode ultrasentrifugasi, terdapat teknik lain yang mampu mengatasi

serum lipemik sebaik ultrasentrifugasi yaitu dengan High Speed

Sentrifugasi. Sampel yang dibutuhkan sebanyak 1 mL dengan kecepatan

10.000 x g selama 10 menit (Castro, et al., 2018). Dimeski dan Jones telah

membuktikan bahwa sentrifugasi kecepatan tinggi dengan kekuatan 10.000

x g atau jika dikonversikan ke rpm adalah sebesar 15.000 rpm, dapat secara

efektif menghilangkan lipemik dalam dalam serum (Dimeski & Jones,

2011).

2. Ekstraksi

Lemak dapat dihilangkan dengan cara diekstraksi menggunakan pelarut

polar, seperti eter dan kloroform untuk menghilangkan lipid pada serum

manusia. Ekstraksi menggunakan fluorine chlorinated hydrocarbons sudah

tidak direkomendasikan lagi karena bersifat karsinogenik yang

membahayakan teknisi laboratorium dan lingkungan (Latifah, E.R., 2019).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

29

Berdasarkan laporan literatur, produk Lipoclear (StatSpin®, Norwood,

MA, USA) banyak digunakan. Pereaksi tersebut mengandung polimer non-

toksik yang tidak beracun yang mengikat lipid. Meskipun ini adalah cara

yang sangat cepat dan efisien untuk menghilangkan lipid karena tidak

memerlukan peralatan khusus, namun berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Vermeer et al., menemukan beberapa parameter pemeriksaan

memiliki nilai rerata recovery kurang dari 85% dan karenanya tidak dapat

diukur dalam sampel setelah penanganan dengan reagen Lipoclear. Nilai

rerata recovery kurang dari 85% ini juga dikonfirmasi untuk parameter yang

sama dalam artikel yang diterbitkan oleh Saracevic et al., yang

menunjukkan bahwa Lipoclear tidak dapat digunakan untuk menghilangkan

lipid (Nikolac, N., 2014).

3. Pengenceran

Untuk analit yang tersebar dalam lapisan lipid, metode yang

menghilangkan fraksi lipid tidak dapat diterima. Dalam kasus seperti itu,

pengukuran dapat dilakukan pada sampel pasien yang diencerkan.

Pengenceran sampel hanya cukup untuk menghilangkan gangguan

kekeruhan, tetapi tidak dapat memastikan konsentrasi analit tetap dalam

batas analitik dari metode yang diuji. Ini mungkin merupakan pendekatan

terbaik untuk pengukuran obat terapeutik dalam sampel lipemik (Nikolac,

N., 2014).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

30

2.2 Kerangka Konsep

Gambar 2.8. Kerangka Konsep

Serum lipemik

Kadar Glukosa

Darah