Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Tahapan Kegiatan di Laboratorium
Aspek pengendalian dalam penjaminan mutu hasil pemeriksaan
laboratorium yang baik, benar, akurat, dan dapat dipercaya perlu dilakukan
pemantapan mutu baik internal maupun eksternal, yang terdiri dari tahap pra-
analitik, analitik, dan pasca-analitik.
2.1.1.1 Tahap Pra-analitik
Kegiatan tahap pra-analitik adalah serangkaian kegiatan laboratorium
sebelum pemeriksaan sampel, yang meliputi:
1. Persiapan pasien
Hasil pemeriksaan laboratorium sangat ditentukan oleh persiapan
pasien, karena itu petugas laboratorium harus menjelaskan kepada
pasien tentang hal-hal yang harus dilakukan pasien sebelum
pengambilan spesimen. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan.
2. Pemberian identitas spesimen
Pada surat pengantar permintaan pemeriksaan laboratorium
sebaiknya memuat secara lengkap tanggal permintaan, tanggal dan
jaminan pengambilan, identitas pasien (nama, alamat, nomor telepon),
6
diagnosis/ keterangan klinis, obat yang telah diberikan, dan lama
pemberian.
3. Penerimaan spesimen
Bagian penerimaan spesimen harus memeriksa kesesuaian antara
spesimen yang diterima dengan permintaan formulir pemeriksaan dan
mencatat kondisi spesimen tersebut pada saat diterima. Hal- hal yang
perlu dicatat yaitu volume, warna, kekeruhan, bau, konsistensi dan lain-
lain.
4. Pengambilan spesimen
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen yaitu
waktu pengambilan, volume spesimen, cara pengambilan spesimen,
lokasi pengambilan spesimen, dan perlatan untuk pengambilan
spesimen.
5. Wadah spesimen
Wadah spesimen harus memenuhi syarat yaitu terbuat dari gelas
atau plastik, tidak bocor, ditutup rapat dengan tutup berulir, bersih, dan
kering.
6. Pengawet spesimen
Kesalahan dalam pemberian bahan tambahan tersebut dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Bahan tambahan yang dipakai harus
memenuhi persyaratan yaitu tidak mengganggu atau mengubah zat
yang akan diperiksa.
7. Pengiriman spesimen
7
8. Penyimpanan spesimen
Beberapa cara penyimpanan spesimen yaitu, disimpan pada suhu
kamar, disimpan dalam lemari es dengan suhu 2 – 8°C, diberikan bahan
pengawet, penyimpanan darah sebaiknya dalam bentuk serum atau lisat.
9. Pengolahan dan penyiapan spesimen
Waktu antara pengambilan spesimen dengan pemisahan serum/
plasma sampai analitik tidak boleh terlalu lama, biasanya 1 – 2 jam.
Sebaliknya pemisahan serum yang terlalu cepat dapat menyebabkan
terjadinya benang fibrin. Serum dapat dipisahkan setelah darah
dibiarkan membeku terlebih dahulu pada suhu kamar selama 20 – 30
menit, kemudian dicentrifuge 5 – 15 menit pada kecepatan 3000 rpm.
Pemisahan serum dilakukan paling lambat dalam waktu 2 jam setelah
pengambilan spesimen
Tujuan pengendalian tahap pra-analitik yaitu untuk menjamin bahwa
spesimen-spesimen yang diterima benar dan dari pasien yang benar pula
serta memenuhi syarat yang telah ditentukan. Kesalahan yang terjadi pada
tahap pra-analitik adalah yang terbesar, yaitu dapat mencapai 60% − 70%.
Hal ini dapat disebabkan dari spesimen yang diterima laboratorium tidak
memenuhi syarat yang ditentukan. Spesimen yang tidak memenuhi syarat
sebaiknya ditolak, dan dilakukan pengulangan pengambilan spesimen agar
tidak merugikan laboratorium (Modul Kendali Mutu Laboratorium, 2015;
Siregar, et al., 2018).
8
2.1.1.2 Tahap Analitik
Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap analitik meliputi:
1. Pemeriksaan spesimen
2. Pemeliharaan dan kalibrasi alat
3. Uji kualitas reagen
4. Uji ketelitian - ketepatan
Tujuan pengendalian tahap analitik yaitu untuk menjamin bahwa hasil
pemeriksaan spesimen dari pasien dapat dipercaya atau valid, sehingga
klinisi dapat menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut untuk
menegakkan diagnosis terhadap pasiennya.
Walaupun tingkat kesalahan tahap analitik (sekitar 10% − 15%) tidak
sebesar tahap pra-analitik, laboratorium tetap harus memperhatikan kegiatan
pada tahap ini. Petugas laboratorium lebih mudah mengendalikan faktor
analitik yang umumnya sangat dipengaruhi oleh alat, reagen, dan
manusianya sendiri. Program pemantapan mutu berperan dengan baik di sini
untuk meminimalkan kesalahan-kesalahan yang ada (Siregar, et al., 2018;
Pertiwi, D., 2010).
Laboratorium wajib melakukan pemeliharaan dan kalibrasi alat baik
secara berkala atau sesuai kebutuhan, agar dalam melaksanakan
pemeriksaan spesimen pasien tidak mengalami kendala atau gangguan yang
berasal dari alat laboratorium. Kerusakan alat dapat menghambat aktivitas
laboratorium, sehingga dapat mengganggu performa atau penampilan
laboratorium yang pada akhirnya akan merugikan laboratorium itu sendiri.
9
Untuk mendapatkan mutu yang dipersyaratkan, laboratorium harus
melakukan uji ketelitian – ketepatan. Uji ketelitian disebut juga pemantapan
presisi, dan dapat dijadikan indikator adanya penyimpangan akibat
kesalahan acak (random error). Uji ketepatan disebut juga pemantapan
akurasi, dan dapat digunakan untuk mengenali adanya kesalahan sistemik
(systemic error). Pelaksanaan uji ketelitian – ketepatan yaitu dengan
menguji bahan kontrol yang telah diketahui nilainya (assayed control sera).
Bila hasil pemeriksaan bahan kontrol terletak dalam rentang nilai kontrol,
maka hasil pemeriksaan terhadap spesimen pasien dianggap layak
dilaporkan (Siregar, et al., 2018).
2.1.1.3 Tahap Pasca-analitik
Kegiatan laboratorium yang dilakukan pada tahap pasca-analitik yaitu
sebelum hasil pemeriksaan diserahkan ke pasien, meliputi:
1. Penulisan hasil
2. Interpretasi hasil
3. Pelaporan hasil
Seperti pada tahap analitik, tingkat kesalahan tahap pasca-analitik
hanya sekitar 15% − 20%. Walaupun tingkat kesalahan ini lebih kecil jika
dibandingkan kesalahan pada tahap pra-analitik, tetapi tetap memegang
peranan yang penting. Kesalahan penulisan hasil pemeriksaan pasien dapat
membuat klinisi salah memberikan diagnosis terhadap pasiennya. Kesalahan
dalam menginterpretasikan dan melaporkan hasil pemeriksaan juga dapat
berbahaya bagi pasien. Adanya otomatisasi dan komputerisasi, maupun
10
sistem informasi dapat mengurangi kesalahan pasca-analitik (Pertiwi, D.,
2010).
2.1.2 Bahan Pemeriksaan
2.1.2.1 Darah dan Komponen Penyusunnya
Darah adalah jaringan penghubung yang memungkinkan adanya
komunikasi antar sel dalam tubuh dan dengan lingkungan seperti membawa
oksigen, zat-zat gizi, sekresi hormon, dan lain-lain. Darah adalah jaringan
cair pada tubuh manusia yang terdiri atas dua bagian, yaitu plasma darah
(bagian cair darah) sebesar 55% dan korpuskuler atau sel darah (bagian
padat darah) sebesar 45%. Sel darah terdiri dari tiga jenis, yaitu eritrosit,
leukosit, dan trombosit. Volume total darah orang dewasa diperkirakan
sekitar 5 – 6 liter atau 7% – 8% dari berat tubuh seseorang (Maharani &
Noviar, 2018).
Gambar 2.1. Komposisi Darah (Maharani & Noviar, 2018)
11
2.1.2.2 Serum
1. Pengertian Serum
Serum adalah bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel darah
dan faktor-faktor pembekuan darah. Serum didapat dari spesimen darah
yang tidak ditambahkan antikoagulan, sehingga darah akan membeku
dalam waktu kurang lebih 15 menit. Darah yang membeku dilakukan
sentrifugasi, sehingga terjadi pemisahan antara cairan dan sel-sel darah,
cairan berwarna kuning hasil sentrifugasi disebut sebagai serum darah
(Nugraha, G., 2015).
2. Macam-macam Serum yang Tidak Normal
Ada beberapa alasan yang dapat menyebabkan sampel menjadi tidak
layak untuk diperiksa. Serum yang tidak normal merupakan alasan yang
paling sering menyebabkan ditolaknya sampel pemeriksaan, seperti serum
lipemik, ikterik, dan hemolisis (Ghaedi & Joe, 2016).
1) Serum Lipemik
Serum lipemik adalah serum yang keruh, berwarna putih atau
seperti susu karena akumulasi partikel lipoprotein. Lipoprotein
merupakan molekul yang mengandung kolesterol dalam bentuk bebas
maupun ester, trigliserida, fosfolipid, yang berikatan dengan protein
yang disebut apoprotein. Dalam molekul lipoprotein inilah lipid dapat
larut dalam sirkulasi darah, sehingga bisa diangkut dari tempat sintesis
menuju tempat penggunaannya, serta dapat didistribusikan ke jaringan
tubuh. Pada whole blood, lipemik akan terlihat jika konsentrasi
12
trigliserida di atas 1000 mg/dL dan pada serum, lipemik akan terlihat
secara visual apabila konsentrasi trigliserida di atas 300 mg/dL (Ghaedi
& Joe, 2016; Piyophirapong, et al., 2010).
Serum lipemik umumnya ditemukan dalam pemeriksaan
laboratorium klinis rutin. Lipemik biasanya disebabkan oleh asupan
makanan dengan kadar lemak tinggi. Setelah konsumsi lemak,
kilomikron terdeteksi dalam plasma setelah sekitar 6 – 12 jam. Lipemik
juga dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan metabolisme lipoprotein
atau nutrisi parenteral total, diet, konsumsi alkohol, diabetes melitus,
gagal ginjal kronis, hipotiroidisme, pankreatitis, multiple myeloma,
sirosis bilier primer, lupus eritematosus, obat-obatan seperti protease
inhibitor (infeksi HIV), estrogen, kontransepsi oral, dan lain-lain
(Bishop, et al., 2013). Lipemik tidak hanya dapat mempengaruhi
pengukuran asam urat, glukosa, fosfor, total bilirubin, dan protein total,
tetapi juga menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total dan
kolesterol HDL (Calmarza, P., & Cordero, J., 2011). Pengukuran
tingkat kelipemikan berdasarkan kadar trigliserida ditunjukkan pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tingkat Kekeruhan Serum Lipemik Berdasarkan Kadar
Trigliserida (Pambudi, et al., 2017)
Warna dan Kekeruhan Kadar Trigliserida
(mg/dL) Tingkat Lipemik
Putih susu 300 – 499 Ringan
Putih susu dan keruh 500 – 799 Sedang
Putih susu dan sangat
keruh 800 – 1800 Berat
13
Simulasi serum lipemik dapat dibuat dengan menggunakan
Intralipid, yang terdiri dari 20% minyak kedelai, 1,2% fosfolipid kuning
telur, 2,25% gliserin dan air. Kuning telur dapat digunakan sebagai
alternatif untuk menetapkan indeks lipemik berdasarkan absorbansi.
Kuning telur mengandung sekitar 28% total lipid, 66% sebagai
trigliserida, dan 5% sebagai kolesterol (Dewi, R., 2019).
2) Serum Ikterik
Serum ikterik adalah serum yang berwarna kuning kecoklatan yang
disebabkan karena peningkatan konsentrasi bilirubin. Serum ikterik
juga dapat mengganggu beberapa hasil pemeriksaan kimia klinik.
Tingkat ikterik yang dapat mengganggu pemeriksaan kimia adalah saat
kadar bilirubin dalam serum ≥ 6 mg/dL (Eclinpath, 2013).
3) Serum Hemolisis
Serum hemolisis adalah serum yang berwarna kemerahan yang
disebabkan karena lepasnya hemoglobin dari eritrosit yang rusak atau
pecahnya membran eritrosit selama proses pengambilan spesimen atau
selama pemrosesan. Hemolisis dapat mengganggu banyak metode
pemeriksaan dan dapat meningkatkan kadar analit tertentu dalam
plasma (misalnya kalium atau zat besi) yang normalnya tidak dalam
konsentrasi tinggi. Tingkat hemolisis dibagi menjadi 3, yaitu hemolisis
ringan, sedang, dan berat. Hemolisis dapat diketahui dari konsentrasi
hemoglobin. Hemolisis ringan memiliki konsentrasi hemoglobin 20 –
14
100 mg/dL, hemolisis sedang memiliki konsentrasi hemoglobin 100 –
300 mg/dL, hemolisis berat memiliki konsentrasi hemoglobin lebih dari
300 mg/dL (Adiga, U., & S., Yogish, 2016).
Gambar 2.2. Macam-macam Keadaan yang Mempengaruhi Kualitas
Spesimen (Serum) (Giri, D., 2019)
2.1.3 Pemeriksaan Kimia Darah
2.1.3.1 Trigliserida
Trigliserida terbentuk dari kombinasi satu molekul gliserol dengan tiga
asam lemak. Pasien yang menjalani diet tinggi karbohidrat mungkin
memiliki kadar trigliserida yang tinggi. Sebagian besar lemak dalam tubuh
kita terdiri dari trigliserida. Ketika seseorang mendapatkan lebih banyak
kalori daripada yang dibutuhkan energi, kelebihan kalori diubah menjadi
trigliserida dan disimpan dalam lemak untuk digunakan sebagai sumber
energi. Mereka yang menderita diabetes, hipertensi, atau mengonsumsi
alkohol secara berlebihan sangat rentan memiliki kadar trigliserida yang
tinggi (Higgins, C., 2013).
15
Gambar 2.3. Struktur Trigliserida (Higgins, C., 2013)
Trigliserida diangkut oleh Very Low Density Lipoproteins (VLDLs) dan
Low Density Lipoproteins (LDLs). Trigliserida bertindak sebagai sumber
penyimpanan energi. Trigliserida adalah bagian dari profil lipid yang juga
mengevaluasi kolesterol dan lipoprotein. Pemeriksaan profil lipid dilakukan
untuk menilai risiko penyakit pembuluh darah dan koroner (Veronika,
2014).
Hiperlipidemia adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan
kadar lipid yang tinggi (kolesterol dan trigliserida) dalam plasma. Plasma
atau serumnya mungkin akan terlihat “seperti susu” dikarenakan semua
molekul lemak yang terdapat di dalamnya. Kehadiran molekul lemak yang
terlarut di dalam darah disebut lipemik. Metode yang digunakan untuk
pemeriksaan trigliserida adalah metode enzimatik. Syarat utama
pemeriksaan trigliserida adalah pasien harus dalam kondisi puasa karena
kadar trigliserida akan meningkat setelah mencerna makanan, biasanya
pasien diminta untuk berpuasa selama 8 sampai 12 jam. Apabila pasien
tidak puasa, hal ini harus dilaporkan dan diberi catatan pada formulir
pemeriksaan (Veronika, 2014).
16
2.1.3.2 Glukosa
1. Pengertian Glukosa
Gula darah atau glukosa merupakan salah satu karbohidrat
(monosakarida) terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga utama
dalam tubuh. Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua
karbohidrat lain di dalam tubuh seperti glikogen, ribosa, dan deoksiribosa
dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid,
glikoprotein, dan proteoglikan. Semua jenis sel manusia menggunakan
glukosa untuk memperoleh energi. Kadar gula darah adalah istilah yang
mengacu kepada tingkat gula darah di dalam darah. Konsentrasi gula
darah atau tingkat glukosa serum diatur dengan ketat di dalam tubuh.
Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen.
Faktor endogen yaitu humoral factor, seperti hormon insulin, glukagon,
kortisol, serta sistem reseptor di otot dan sel hati. Faktor eksogen antara
lain jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi, serta aktivitas fisik yang
dilakukan (Putra, et al., 2015).
(a) (b)
Gambar 2.4. (a) Struktur Fischer Glukosa, (b) Struktur Haworth Glukosa
(Chemistry Libretexts, 2019)
17
Glukosa darah dikatakan abnormal apabila kurang atau melebihi
nilai rujukan. Kadar glukosa kurang dari normal dinamakan
hipoglikemia. Kadar gula darah yang terlalu tinggi dinamakan
hiperglikemia. Penurunan kadar glukosa darah terjadi akibat asupan
makanan yang tidak adekuat atau darah terlalu banyak mengandung
insulin (Kee, J.L., 2008). Peningkatan kadar glukosa darah yang
disebabkan karena pankreas tidak dapat atau kurang mampu
memproduksi insulin disebut diabetes tipe 1 atau Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), sedangkan peningkatan kadar glukosa darah
yang disebabkan karena pankreas mampu memproduksi insulin tetapi
kualitas insulin yang dihasilkan buruk disebut diabetes tipe 2 Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (Tandra, 2016).
2. Metabolisme Glukosa
Metabolisme merupakan segala proses reaksi kimia yang terjadi di
dalam makhluk hidup. Proses yang lengkap dan komplit sangat
terkoordinatif melibatkan banyak enzim di dalamnya, sehingga terjadi
pertukaran bahan dan energi. Adapun metabolisme yang terjadi di dalam
tubuh yang mempengaruhi kadar glukosa darah, yaitu:
1) Metabolisme Karbohidrat
Karbohidrat bertanggung jawab atas sebagian besar intake
makanan sehari-sehari, dan sebagian besar karbohidrat akan diubah
menjadi lemak. Fungsi dari karbohidrat dalam metabolisme adalah
sebagai bahan bakar untuk oksidasi dan menyediakan energi untuk
18
proses-proses metabolisme lainnya. Karbohidrat dalam makanan
terutama adalah polimer-polimer hexosa, dan yang paling penting
adalah glukosa, laktosa, fruktosa, dan isomer. Hasil yang utama dari
metabolisme karbohidrat yang terdapat dalam darah adalah glukosa.
Glukosa yang dihasilkan begitu masuk ke dalam sel akan mengalami
fosforilasi membentuk glukosa-6-fosfat, yang dibantu oleh enzim
heksokinase, sebagai katalisator. Glukosa-6-fosfat dapat berpoli-
merisasi membentuk glikogen, sebagai bentuk glukosa yang dapat
disimpan, terdapat hampir semua jaringan tubuh, tetapi terutama di
dalam hati dan otot rangka (Modul Kimia Klinik, 2017).
2) Metabolisme Glukosa Darah
Glukosa darah setelah diserap oleh dinding usus akan masuk
dalam aliran darah, masuk ke hati, dan disintesis menghasilkan
glikogen kemudian dioksidasi menjadi CO2 dan H2O atau dilepaskan
untuk dibawa oleh aliran darah ke dalam sel tubuh yang
memerlukannya. Kadar glukosa dalam tubuh dikendalikan oleh suatu
hormon, yaitu hormon insulin. Jika hormon insulin yang tersedia
kurang dari kebutuhan, maka gula darah akan menumpuk dalam
sirkulasi darah sehingga glukosa darah meningkat. Bila kadar
glukosa ini meninggi hingga melebihi ambang ginjal, maka glukosa
darah akan keluar bersama urin (Modul Kimia Klinik, 2017).
19
3. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Pemeriksaan glukosa darah dapat menggunakan sampel darah kapiler
atau darah vena (serum atau plasma). Sampel serum harus segera
dipisahkan dari sel darahnya karena akan mempengaruhi hasil.
Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk menentukan diagnosis DM
seringkali dilakukan dengan metode enzimatik (glukosa oksidase atau
heksokinase). Pemeriksaan dengan metode enzimatik ini dapat dilakukan
dengan menggunakan alat fotometer atau glukometer. Fotometer
menggunakan bahan pemeriksaan darah vena, sedangkan glukometer
menggunakan bahan pemeriksaan darah kapiler. Fotometer umum
digunakan di laboratorium klinik karena dianggap sebagai alat yang
paling tepat untuk menggambarkan kadar glukosa darah karena
menggunakan serum atau plasma sehingga tidak dipengaruhi sel-sel
darah (Tonyushkina & Nichols, 2009). Metode referen (gold standard)
dari pemeriksaan glukosa darah adalah metode Heksokinase, sedangkan
metode glukosa oksidase (GOD-PAP) adalah metode yang digunakan
sebagai alternatif untuk pemeriksaan glukosa darah karena hasilnya
masih sebanding dengan metode referen (V., Agustiana, 2014).
Dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa urine, pemeriksaan kadar
glukosa darah tentunya lebih akurat karena bersifat langsung.
Pemeriksaan kadar glukosa darah dapat mendeteksi keadaan
hiperglikemia dan hipoglikemia, sedangkan pemeriksaan glukosa urine
hanya dapat mendeteksi keadaan hiperglikemia. Beberapa kondisi yang
20
dapat mempengaruhi hasil pengukuran kadar glukosa antara lain
perubahan hematokrit, suhu lingkungan, hipotensi, hipoksia, dan kadar
trigliserida yang tinggi (Soewondo, P., 2009).
Tabel 2.2. Kisaran Nilai Rujukan untuk Pemeriksaan Glukosa (Bilous & Donelly, 2014)
Sampel Darah
Plasma Kapiler Whole
Blood
Glukosa Darah Puasa (mg/dL)
Normal
Gangguan Glikemia Puasa
Diabetes
Glukosa Darah 2 Jam (mg/dL)
Normal
Gangguan Toleransi Glukosa
Diabetes
<110
110 – 124
≥126
<140
140 – 198
≥200
<101
101 – 108
≥110
<140
140 – 198
≥200
<101
101 – 108
≥110
<121
121 – 178
≥180
4. Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Pemeriksaan glukosa darah dapat dilakukan dengan berbagai metode
di antarannya adalah sebagai berikut:
1) Metode Fotometrik
Metode ini merupakan jenis metode pemeriksaan glukosa darah
yang memberikan hasil yang spesifik karena hanya glukosa darah
saja yang benar-benar terukur. Pengukuran kadar glukosa dilakukan
dengan menggunakan alat spektrofotometer atau fotometer dan
berdasarkan prinsip enzimatik, metode yang digunakan yaitu metode
GOD-PAP dan metode Heksokinase (Fartex Medical Partner, 2012).
1)) Metode GOD-PAP
Pemeriksaan glukosa darah metode GOD-PAP lebih banyak
dilakukan di laboratorium karena dianggap ketelitiannya lebih
21
tinggi, sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat. Prinsip dari
metode ini adalah enzim glukosa oksidase mengkatalisis reaksi
oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan hydrogen
peroksida. Hydrogen peroksida yang terbentuk akan bereaksi
dengan 4-amino phenazone dengan bantuan enzim peroksidase
menghasilkan qunoneimine yang berwarna merah muda dan
dapat diukur dengan fotometer pada panjang gelombang 500
(460-560) nm. Intensitas yang terbentuk akan menunjukkan atau
setara dengan kadar glukosa pada sampel (Fartex Medical
Partner, 2012).
2)) Metode Heksokinase
Metode heksokinase adalah sebuah metode yang sangat
spesifik untuk menentukan konsentrasi glukosa dalam serum
atau plasma dengan fotometer mengukur NADP yang terbentuk
dari transformasi heksokinase-katalis glukosa dan berbagai
intermediet. Prinsip dari metode ini adalah dengan cara
mengukur glukosa dalam serum atau plasma, dimana
heksokinase ditambah ATP mengubah glukosa menjadi glukosa
6-fosfat ditambah ADP, glukosa 6-fosfat kemudian direaksikan
dengan NADP dan glukosa dehydrogenase 6-fosfat untuk
membentuk NADP yang diukur menggunakan fotometer dengan
panjang gelombang 340 nm (Ariesta, D.G., 2018).
22
2) Metode Strip (POCT)
Metode strip adalah metode sederhana menggunakan strip
katalisator yang spesifik untuk mengukur kadar glukosa darah
dengan darah kapiler. Pengukuran kadar glukosa dilakukan dengan
menggunakan alat glukometer. Prinsip dari metode ini adalah strip
tes diletakkan pada alat, ketika darah diteteskan pada zona reaksi tes
strip maka katalisator glukosa akan mereduksi glukosa dalam darah.
Identitas dari elektron yang terbentuk dalam alat strip setara dengan
konsentrasi glukosa darah (Ariesta, D.G., 2018).
5. Kelebihan dan Kekurangan Masing-masing Metode Pemeriksaan
Kadar Glukosa Darah
Tabel 2.3. Kelebihan dan Kekurangan Masing-masing Metode Pemeriksaan
Glukosa (Endiyasa, et al., 2018; Herviyani, D.W., 2017)
Metode Pemeriksaan
Glukosa Kelebihan Kekurangan
GOD-PAP 1. Akurasi tinggi
2. Presisi tinggi
3. Spesifik
4. Menggunakan
serum atau plasma
sehingga tidak
dipengaruhi oleh
sel-sel darah
1. Memiliki
ketergantungan
pada reagen
2. Pemeliharaan alat
dan reagen
memerlukan
tempat yang
khusus
3. Membutuhkan
biaya yang cukup
mahal
Heksokinase 1. Akurasi sangat
baik
2. Presisi sangat baik
3. Menggunakan
serum atau plasma
sehingga tidak
dipengaruhi sel-sel
darah
4. Merupakan metode
1. Membutuhkan
biaya yang cukup
mahal
23
referen (Gold
Standard) karena
enzim yang
digunakan spesifik
untuk glukosa
POCT 1. Hasil yang relatif
singkat
2. Hanya
membutuhkan
sedikit sampel
(darah kapiler)
3. Tidak
membutuhkan
reagen khusus
4. Mudah digunakan,
dapat dilakukan
oleh perawat,
pasien, dan
keluarga untuk
monitoring pasien
5. Alat lebih kecil
sehingga tidak
memerlukan ruang
khusus dan bisa
dibawa (praktis)
1. Kemampuan
pengukuran
terbatas
2. Hasil dipengaruhi
oleh kada
hematokrit,
intervensi zat lain
(vitamin C,
bilirubin, dan
hemoglobin)
3. Akurasi belum
diketahui
4. Pra-analitik sulit
dikontrol bila yang
melakukan bukan
orang yang
kompeten
5. Metode strip
bukan untuk
menegakkan
diagnosa klinis,
melainkan hanya
untuk pemantauan
kadar glukosa
2.1.4 Fotometer
Fotometrik adalah adalah salah satu metode analisis kuantitatif yang paling
berguna di berbagai bidang seperti kimia, fisika, biokimia, kimia aplikasi teknik
dan klinik. Fotometer adalah alat yang berfungsi untuk mengukur intensitas atau
kekuatan cahaya suatu larutan (Sastrohamidjojo, H., 2007).
24
Gambar 2.5. Prinsip Kerja Fotometer (Suprayogi, 2017)
Prinsip kerja fotometer berdasarkan hukum Lambert-Beer: bila cahaya
monokromatik (I0), melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya
tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan
(It). Transmitans adalah perbandingan intensitas cahaya yang di transmisikan
ketika melewati sampel (It) dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum
melewati sampel (Io) (Suprayogi, 2017).
Persyaratan hukum Lambert-Beer antara lain:
1. Radiasi yang digunakan harus monokromatik.
2. Energi radiasi yang di absorpsi oleh sampel tidak menimbulkan reaksi
kimia.
3. Sampel (larutan) yang mengabsorpsi harus homogen.
4. Tidak terjadi flouresensi atau phosphoresensi (harus jernih).
5. Indeks refraksi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi.
6. Konsentrasi analit rendah. Karena apabila konsentrasi tinggi akan
menggangu lineritas grafik absorbansi versus konsentrasi (Suprayogi,
2017).
25
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa besarnya serapan (A)
proporsional dengan besarnya konsentrasi (c) dari zat uji. Secara matematis
Hukum Lambert-Beer dinyatakan dengan persamaan:
A = εbc
Dimana:
ε = Epsilon atau Absorptivitas Molar (M-1cm-1)
b = Tebal kuvet (cm)
c = Konsentrasi (M)
Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa serapan (A) tidak memiliki
satuan dan biasanya dinyatakan dengan unit absorbansi. Absorptivitas Molar
pada persamaan di atas adalah karakteristik suatu zat yang menginformasikan
berapa banyak cahaya yang diserap oleh molekul zat tersebut pada panjang
gelombang tertentu. Semakin besar nilai Absorptivitas Molar suatu zat maka
semakin banyak cahaya yang diabsorbsi olehnya, atau dengan kata lain nilai
serapan (A) akan semakin besar (Hardesty & Attili, 2010).
2.1.5 Interferensi Sampel Lipemik
Sampel lipemik dapat menginterferensi berbagai pemeriksaan laboratorium
melalui tiga cara, yaitu pengurangan persentase fraksi aqueous pada sampel,
efek partisi antara fase polar dan non polar, dan gangguan pada transmisi
cahaya. Mengenai analisis kimia klinik rutin, efek partisi adalah masalah yang
paling jarang dari tiga mekanisme potensial untuk gangguan. Hasil pemeriksaan
laboratorium dengan interferensi sampel lipemik memerlukan interpretasi secara
26
kritis dan tepat sehingga dapat menunjang diagnosis dan penanganan pasien
yang tepat pula (Muhiddin, et al., 2019).
Pengurangan persentase fraksi aqueous pada sampel akan mempengaruhi
semua metode yang tidak mengukur aktivitas analit dan menyebabkan kesalahan
perpindahan volume, dengan mengurangi air yang tersedia dalam volume
sampel. Ini penting karena analit lebih banyak dilarutkan dalam fase serum/
plasma berair (Calmarza, P., & Cordero, J., 2011).
Gangguan lipemik juga disebabkan oleh meningkatnya penyebaran cahaya
dan penyerapan cahaya oleh lipid (terutama kilomikron dan VLDL) dalam
metode fotometrik. Fenomena ini menyebabkan penurunan intensitas cahaya
yang mencapai solusi, yang akan diserap, sehingga kekeruhan yang paling
mungkin mempengaruhi metode fotometrik daripada metode non-fotometrik.
Partikel lipoprotein, VLDL, dan kilomikron menyebabkan hamburan cahaya
karena kekeruhan yang disebabkannya, efek dari lipoprotein ini mempersulit
analisis karena diameternya berkisar antara 50 – 1000 nm (Calmarza, P., &
Cordero, J., 2011; Kroll, M.H., 2004).
Uji kimia klinis telah dilakukan dengan menyebabkan pewarna membentuk
konsentrasi yang berbanding lurus dengan konsentrasi analit yang diukur.
Pewarna tersebut kemudian dideteksi secara fotometri antara 340 nm di wilayah
ultraviolet dan 600 nm di wilayah merah spektrum. Lipemik memiliki
absorbansi yang cukup besar di wilayah spektrum ini dan pada absorbansi
tersebut dapat disalahartikan sebagai pewarna yang diukur (Glick, et al., 2015).
27
Gambar 2.6. Interferensi Lipemik Terhadap Absorbansi Fotometer (Glick, et al., 2015)
Jumlah cahaya yang diserap oleh suspensi partikel tergantung pada
konsentrasi spesimen dan ukuran partikel, sehingga apabila terdapat lipemik,
maka akan mempengaruhi konsentrasi analit dalam sampel dan dapat
mengganggu pemeriksaan. Beberapa pemeriksaan yang terganggu oleh lipemik
antara lain: glukosa, fosfor, bilirubin, asam urat, protein total. Pada pemeriksaan
glukosa darah, apabila serum lipemik, maka kadar glukosa darah akan
meningkat palsu (Izzati, A., 2017).
Gambar 2.7. Interferensi Lipemik Pada Fotometer (Glick, et al., 2015)
28
2.1.6 Metode Penanganan Terhadap Sampel Lipemik
Metode yang dapat dilakukan dalam menangani sampel lipemik, yaitu
dengan penggunaan ultrasentrifus untuk memisahkan lipoprotein berdasarkan
densitasnya, ekstraksi menggunakan larutan polar, dan pengenceran sampel
menggunakan larutan salin (Nikolac, N., 2014).
1. Sentrifugasi
Gold Standard yang direkomendasikan oleh WHO untuk mengatasi
sampel lipemik adalah menggunakan ultrasentrifugasi. Namun karena
harganya yang tinggi, peralatan ini tidak tersedia di banyak laboratorium.
Selain metode ultrasentrifugasi, terdapat teknik lain yang mampu mengatasi
serum lipemik sebaik ultrasentrifugasi yaitu dengan High Speed
Sentrifugasi. Sampel yang dibutuhkan sebanyak 1 mL dengan kecepatan
10.000 x g selama 10 menit (Castro, et al., 2018). Dimeski dan Jones telah
membuktikan bahwa sentrifugasi kecepatan tinggi dengan kekuatan 10.000
x g atau jika dikonversikan ke rpm adalah sebesar 15.000 rpm, dapat secara
efektif menghilangkan lipemik dalam dalam serum (Dimeski & Jones,
2011).
2. Ekstraksi
Lemak dapat dihilangkan dengan cara diekstraksi menggunakan pelarut
polar, seperti eter dan kloroform untuk menghilangkan lipid pada serum
manusia. Ekstraksi menggunakan fluorine chlorinated hydrocarbons sudah
tidak direkomendasikan lagi karena bersifat karsinogenik yang
membahayakan teknisi laboratorium dan lingkungan (Latifah, E.R., 2019).
29
Berdasarkan laporan literatur, produk Lipoclear (StatSpin®, Norwood,
MA, USA) banyak digunakan. Pereaksi tersebut mengandung polimer non-
toksik yang tidak beracun yang mengikat lipid. Meskipun ini adalah cara
yang sangat cepat dan efisien untuk menghilangkan lipid karena tidak
memerlukan peralatan khusus, namun berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Vermeer et al., menemukan beberapa parameter pemeriksaan
memiliki nilai rerata recovery kurang dari 85% dan karenanya tidak dapat
diukur dalam sampel setelah penanganan dengan reagen Lipoclear. Nilai
rerata recovery kurang dari 85% ini juga dikonfirmasi untuk parameter yang
sama dalam artikel yang diterbitkan oleh Saracevic et al., yang
menunjukkan bahwa Lipoclear tidak dapat digunakan untuk menghilangkan
lipid (Nikolac, N., 2014).
3. Pengenceran
Untuk analit yang tersebar dalam lapisan lipid, metode yang
menghilangkan fraksi lipid tidak dapat diterima. Dalam kasus seperti itu,
pengukuran dapat dilakukan pada sampel pasien yang diencerkan.
Pengenceran sampel hanya cukup untuk menghilangkan gangguan
kekeruhan, tetapi tidak dapat memastikan konsentrasi analit tetap dalam
batas analitik dari metode yang diuji. Ini mungkin merupakan pendekatan
terbaik untuk pengukuran obat terapeutik dalam sampel lipemik (Nikolac,
N., 2014).
30
2.2 Kerangka Konsep
Gambar 2.8. Kerangka Konsep
Serum lipemik
Kadar Glukosa
Darah