Click here to load reader
View
236
Download
0
Embed Size (px)
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem
struktur hendaknya memiliki kriteria yang lazim untuk digunakan dan seperti yang
telah kita ketahui struktur harus mampu menahan beban-beban yang bekerja baik
beban vertikal dan gravitasi maupun beban lateral. Filososfi perancangan bangunan
tahan gempa diadopsi hampir seluruh negara di dunia mengikuti ketentuan berikut
ini, pada:
a. Gempa kecil bangunan tidak boleh mengalami kerusakan,
b. Gempa menengah komponen struktural tidak boleh rusak, namun komponen
non-struktural diijinkan mengalami kerusakan,
c. Gempa kuat komponen struktural boleh mengalami kerusakan, namun
bangunan tidak boleh mengalami keruntuhan.
(Daniel Rumbi Teruna, 2007)
Revisi peraturan baru bangunan tahan gempa di Indonesia dalam perancangan suatu
gedung beton setidaknya harus mengacu pada peraturan SNI 2847-2013, yaitu Tata
cara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung, dan SNI 03-1726-2012,
yaitu Tata cara perencanaan ketahana gempa untuk bangunan gedung dan non
gedung, sedangkan untuk bagian-bagian yang tidak ada dalam peraturan SNI 2847-
2013 dan SNI 03-1726-2012, selama belum terbit peraturan baru dapat
menggunakan referensi yang lain.
Bangunan hotel 10 lantai yang ada di daerah Semarang, akan dievaluasi kembali
dengan menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) yang
berada pada wilayah resiko gempa tinggi.
10
Sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK) adalah desain struktur beton
bertulang dengan pendetailan yang menghasilkan struktur yang fleksibel (memiliki
daktilitas tinggi). Dengan pendetailan mengikuti ketentuan SRPMK, maka faktor
reduksi gaya gempa R dapat diambil sebesar 8, yang artinya bahwa gaya gempa
rencana hanya 1/8 dari gaya untuk elastis desain (pengambilan nila R>1) artinya
mempertimbangakan post-elastic desain, yaitu struktur mengalami kelelehan tanpa
kegagalan fungsi). Ketentuan SRPMK dijelaskan dalam SNI 03-2847-2002 Bab
23.3 yang sama dengan ketentuan ACI 318-02.
Desain struktur beton bertulang dengan SRPMK sudah dimulai sejak tahun 1960
(Blume et al, 1961) dan pertama kali diwajibkan penggunaanya untuk wilayah yang
memiliki resiko gempa tinggi dalam Uniform Building Code (ICBO 1973). Saat ini,
SRPMK wajib digunakan untuk wilayah yang memiliki resiko gempa tinggi
(Kategori desain seismik D,E dan F dalam SNI 1726-2012 atau ASCE-7). SRPMK
dapat digunakan juga dalam kategori desain seismik A, B dan C, namun perlu
diperhatikan jika tidak ekonomis.
Berdasarkan pengalaman para praktisi, untuk desain yang ekonomis dengan
SRPMK, bentang balok yang proporisional adalah 6 sampai 9 m. Untuk jarak antar
lantai yang tinggi, perlu diperhatikan kemungkinan soft story.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, dalam SNI 1726-2012 dan ASCE-7 faktor
reduksi gaya gempa dapat diambil sebesar 8. Disebabkan karena struktur SRPMK
memiliki sifat fleksibel dengan daktilitas yang tinggi, sehingga bisa direncanakan
dengan gaya gempa rencana yang minimum. Kekuatan dan kekakuan dari struktur
juga harus diperhatikan untuk mampu menahan beban rencana, baik beban gravitasi
maupun angin dan gempa, dan juga struktur harus menghasilkan story drift yang
sesuai dengan batasan peraturan.
Drift dari struktur dihitung dengan beban terfaktor yang diamplifikasi dengan faktor
cd (SNI 1726-2012 tabel 9).
11
Analisa kekakuan efektif dari frame juga harus empertimbangkan efek dari
keretakan beton (Post elastic desain).
Struktur SPRMK diharapkan memiliki tingkat daktilitas yang tinggi, yaitu mampu
menerima mengalami siklus respon inelasitis pada saat menerima beban gempa
rencana. Pendetailan dalam ketentuan SRPMK adalah untuk memastikan bahwa
respon inelastis dari strukur bersifat daktail. Prinsip ini terdiri dari tiga:
a. Strong-Column/weak-beam yang bekerja menyebar di sebagian besar lantai.
b. Tidak terjadi kegagalan geser pada balok, kolom dan joint.
c. Menyediakan detail yang memungkinkan perilaku daktail.
Metode desain kapsitas pada dasarnya diaplikasikan pada perancangan struktur
tahan gempa dengan tujuan agar bentuk-bentuk keruntuhan yang sifatnya getas
tidak muncul dalam mekanisme disipasi energi yang dihasilkan oleh struktur. Agar
tujuan ini dapat dicapai maka perlu dirancang suatu hierarki keruntuhan sedemikian
hingga hanya bentuk-bentuk keruntuhan yang daktail yang muncul.
Pendetailan dalam SRPMK bertujuan untuk mendapatkan struktur yang bersifat
daktail. Beberapa ketentuan SRPMK:
a. Tulangan sengkang dipasang dengan rapat terutama pada bagian struktur yang
mengalami kelelehan seperti hubungan balok-kolom untuk mencegah
keruntuhan geser
b. Pada analisa kekuatan geser pada balok atau kolom, kekuatan geser dari beton
(Vc) diabaikan terutama pada balok yang mengalami gaya aksial kecil,
sehingga hanya tulangan saja yang menahan gaya geser.
c. Lokasi dan pendetailan splice untuk mencegah keruntuhan akibat splice
Mekanisme keruntuhan pada struktur beton bertulang dapat terjadi melalui
mekanisme lentur tarik, lentur tekan, geser, tarik diagonal, kegagalan angkur,
kegagalan lekatan tulangan, kegagalan tekan dan lain-lain. Diantara berbagai
mekanisme tersebut, mekanisme lentur tarik tarik yang merupakan mekanisme
yang dapat yang dapat menghasilkan perilaku yang paling daktail. sedangkan
12
keruntuhan geser pada umunya bersifat getas. Mencegah terjadinya keruntuhan
geser suatu elemen struktur pendisipasi energi biasanya dirancang dengan kekuatan
geser yang lebih tinggi dari pada gaya geser maksimum yang mungkin timbul pada
saat elemen struktur mengembangakan kapasitas lenturmya.
Mekanisme sendi plastis terbentuk di ujung-ujung balok dan di dasar kolom bawah,
menghasilkan perilaku histeresis yang stabil, pembentukan sendi plastis haruslah di
dominasi oleh perilaku lentur. Hal ini hanya dapat dicapai melalui penerpan
persyaratan-persyaratan detailing penulangan yang terencana dengan baik.
Beberapa persyaratan detailing SRPMK (SNI 2847:2013 Pasal 21.5) pada dasarnya
diformulasikan dengan menerapkan konsep desain kapasitas. Sendi plastis dapat
terjadi pada suatu struktur portal berderajat kebebasan banyak MDOF (Multi
Degree of Freedom).
Gedung saat dilanda gempa yang cukup besar, akan timbul momen-momen pada
balok atau kolomnya, apabila besar dari momen-momen tersebut melampaui besar
momen kapasitas balok atau kolom portal, maka terjadi sendi plastis pada balok
atau kolom ditandai dengan melelehnya tulangan baja pada beton bertulang
(Gambar 2.1). Sendi plastis terjadi secara bertahap sampai bangunan gedung
tersebut runtuh. (Ulfah ,2011). Pada saat struktur mengalami gaya lateral gempa,
distribusi kerusakan sepanjang ketinggian bangunan bergantung pada distribusi
lateral story drift (simpangan antar lantai). Jika struktur memiliki kolom yang
lemah, simpangan antar lantai akan cenderung terpusat pada satu lantai (a).
Sebaliknya jika kolom sangat kuat, maka drift akan tersebar merata, dan keruntuhan
lokal di satu lantai dapat diminimalkan (c dan b). Sebagai contoh dapat dilihat pada
perencanaan Strong-Column/Weak-Beam (Gambar 2.2).
13
Gambar 2.1 Kemungkinan pola terbentuknya sendi plastis ,Widodo (2007) dalam
Ulfah (2011).
Gambar 2.2 Desain SPRMK mencegah terjadinya mekanisme soft story (a)
dengan membuat kolom kuat sehingga drfit tersebar merata sepanjang lantai (c)
atau sebagian besar lantai (b)
Untuk Balok : 2
ln
ln
21 uprpr
e
WMMV
Gambar 2.3 Perencanaan geser untuk Balok SRPMK
(c) Beam mechanism (b) Intermediate mechanism (a) Story mechanism
14
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Persyaratan Material Konstruksi
2.2.1.1. Spesifikasi Material Beton
Beton merupakan percampuran dari bahan-bahan agregat halus dan agregat kasar yaitu
pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainya, kemudian ditambah semen dan
air. Nilai kuat tekan beton lebih tinggi daripada kuat tarikny, karena beton termasuk
bahan bersifat getas maka dalam penggunaanya pada komponen struktural
bangunan beton diperkuat dengan baja tulangan untuk membantu kelemahan beton
yang lemah terhadap gaya tarik, demikian sehingga terjadi pembagian tugas,
dimana baja tulangan yang menahan gaya tarik, sedangkan beton menahan gaya
tekan.
Salah satu parameter material beton yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah
nilai kuat tekan. Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.1.4.2, kuat tekan fc untuk
material beton yang digunakan pada struktur bangunan tahan gempa sebaiknya
tidak kurang dari 20 Mpa, selain itu, Pasal 21.1.4.3 lebih jauh membatasi
penggunaan mutu beton tidak melebihi 35 MPa apabila digunakan beton ringan.
Batasan ini didasarkan atas fakta bahawa tidak cukup banyak bukti eksperimental
dan data langsung lapangan yang memperlihatkan perilaku elemen struktur beton
yang dikonstruksi dengan menggu