53
9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem struktur hendaknya memiliki kriteria yang lazim untuk digunakan dan seperti yang telah kita ketahui struktur harus mampu menahan beban-beban yang bekerja baik beban vertikal dan gravitasi maupun beban lateral. Filososfi perancangan bangunan tahan gempa diadopsi hampir seluruh negara di dunia mengikuti ketentuan berikut ini, pada: a. Gempa kecil bangunan tidak boleh mengalami kerusakan, b. Gempa menengah komponen struktural tidak boleh rusak, namun komponen non-struktural diijinkan mengalami kerusakan, c. Gempa kuat komponen struktural boleh mengalami kerusakan, namun bangunan tidak boleh mengalami keruntuhan. (Daniel Rumbi Teruna, 2007) Revisi peraturan baru bangunan tahan gempa di Indonesia dalam perancangan suatu gedung beton setidaknya harus mengacu pada peraturan SNI 2847-2013, yaitu Tata cara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung, dan SNI 03-1726-2012, yaitu Tata cara perencanaan ketahana gempa untuk bangunan gedung dan non gedung, sedangkan untuk bagian-bagian yang tidak ada dalam peraturan SNI 2847- 2013 dan SNI 03-1726-2012, selama belum terbit peraturan baru dapat menggunakan referensi yang lain. Bangunan hotel 10 lantai yang ada di daerah Semarang, akan dievaluasi kembali dengan menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) yang berada pada wilayah resiko gempa tinggi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

struktur hendaknya memiliki kriteria yang lazim untuk digunakan dan seperti yang

telah kita ketahui struktur harus mampu menahan beban-beban yang bekerja baik

beban vertikal dan gravitasi maupun beban lateral. Filososfi perancangan bangunan

tahan gempa diadopsi hampir seluruh negara di dunia mengikuti ketentuan berikut

ini, pada:

a. Gempa kecil bangunan tidak boleh mengalami kerusakan,

b. Gempa menengah komponen struktural tidak boleh rusak, namun komponen

non-struktural diijinkan mengalami kerusakan,

c. Gempa kuat komponen struktural boleh mengalami kerusakan, namun

bangunan tidak boleh mengalami keruntuhan.

(Daniel Rumbi Teruna, 2007)

Revisi peraturan baru bangunan tahan gempa di Indonesia dalam perancangan suatu

gedung beton setidaknya harus mengacu pada peraturan SNI 2847-2013, yaitu Tata

cara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung, dan SNI 03-1726-2012,

yaitu Tata cara perencanaan ketahana gempa untuk bangunan gedung dan non

gedung, sedangkan untuk bagian-bagian yang tidak ada dalam peraturan SNI 2847-

2013 dan SNI 03-1726-2012, selama belum terbit peraturan baru dapat

menggunakan referensi yang lain.

Bangunan hotel 10 lantai yang ada di daerah Semarang, akan dievaluasi kembali

dengan menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) yang

berada pada wilayah resiko gempa tinggi.

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

10

Sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK) adalah desain struktur beton

bertulang dengan pendetailan yang menghasilkan struktur yang fleksibel (memiliki

daktilitas tinggi). Dengan pendetailan mengikuti ketentuan SRPMK, maka faktor

reduksi gaya gempa R dapat diambil sebesar 8, yang artinya bahwa gaya gempa

rencana hanya 1/8 dari gaya untuk elastis desain (pengambilan nila R>1) artinya

mempertimbangakan post-elastic desain, yaitu struktur mengalami kelelehan tanpa

kegagalan fungsi). Ketentuan SRPMK dijelaskan dalam SNI 03-2847-2002 Bab

23.3 yang sama dengan ketentuan ACI 318-02.

Desain struktur beton bertulang dengan SRPMK sudah dimulai sejak tahun 1960

(Blume et al, 1961) dan pertama kali diwajibkan penggunaanya untuk wilayah yang

memiliki resiko gempa tinggi dalam Uniform Building Code (ICBO 1973). Saat ini,

SRPMK wajib digunakan untuk wilayah yang memiliki resiko gempa tinggi

(Kategori desain seismik D,E dan F dalam SNI 1726-2012 atau ASCE-7). SRPMK

dapat digunakan juga dalam kategori desain seismik A, B dan C, namun perlu

diperhatikan jika tidak ekonomis.

Berdasarkan pengalaman para praktisi, untuk desain yang ekonomis dengan

SRPMK, bentang balok yang proporisional adalah 6 sampai 9 m. Untuk jarak antar

lantai yang tinggi, perlu diperhatikan kemungkinan soft story.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, dalam SNI 1726-2012 dan ASCE-7 faktor

reduksi gaya gempa dapat diambil sebesar 8. Disebabkan karena struktur SRPMK

memiliki sifat fleksibel dengan daktilitas yang tinggi, sehingga bisa direncanakan

dengan gaya gempa rencana yang minimum. Kekuatan dan kekakuan dari struktur

juga harus diperhatikan untuk mampu menahan beban rencana, baik beban gravitasi

maupun angin dan gempa, dan juga struktur harus menghasilkan story drift yang

sesuai dengan batasan peraturan.

Drift dari struktur dihitung dengan beban terfaktor yang diamplifikasi dengan faktor

cd (SNI 1726-2012 tabel 9).

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

11

Analisa kekakuan efektif dari frame juga harus empertimbangkan efek dari

keretakan beton (Post elastic desain).

Struktur SPRMK diharapkan memiliki tingkat daktilitas yang tinggi, yaitu mampu

menerima mengalami siklus respon inelasitis pada saat menerima beban gempa

rencana. Pendetailan dalam ketentuan SRPMK adalah untuk memastikan bahwa

respon inelastis dari strukur bersifat daktail. Prinsip ini terdiri dari tiga:

a. Strong-Column/weak-beam yang bekerja menyebar di sebagian besar lantai.

b. Tidak terjadi kegagalan geser pada balok, kolom dan joint.

c. Menyediakan detail yang memungkinkan perilaku daktail.

Metode desain kapsitas pada dasarnya diaplikasikan pada perancangan struktur

tahan gempa dengan tujuan agar bentuk-bentuk keruntuhan yang sifatnya getas

tidak muncul dalam mekanisme disipasi energi yang dihasilkan oleh struktur. Agar

tujuan ini dapat dicapai maka perlu dirancang suatu hierarki keruntuhan sedemikian

hingga hanya bentuk-bentuk keruntuhan yang daktail yang muncul.

Pendetailan dalam SRPMK bertujuan untuk mendapatkan struktur yang bersifat

daktail. Beberapa ketentuan SRPMK:

a. Tulangan sengkang dipasang dengan rapat terutama pada bagian struktur yang

mengalami kelelehan seperti hubungan balok-kolom untuk mencegah

keruntuhan geser

b. Pada analisa kekuatan geser pada balok atau kolom, kekuatan geser dari beton

(Vc) diabaikan terutama pada balok yang mengalami gaya aksial kecil,

sehingga hanya tulangan saja yang menahan gaya geser.

c. Lokasi dan pendetailan splice untuk mencegah keruntuhan akibat splice

Mekanisme keruntuhan pada struktur beton bertulang dapat terjadi melalui

mekanisme lentur tarik, lentur tekan, geser, tarik diagonal, kegagalan angkur,

kegagalan lekatan tulangan, kegagalan tekan dan lain-lain. Diantara berbagai

mekanisme tersebut, mekanisme lentur tarik tarik yang merupakan mekanisme

yang dapat yang dapat menghasilkan perilaku yang paling daktail. sedangkan

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

12

keruntuhan geser pada umunya bersifat getas. Mencegah terjadinya keruntuhan

geser suatu elemen struktur pendisipasi energi biasanya dirancang dengan kekuatan

geser yang lebih tinggi dari pada gaya geser maksimum yang mungkin timbul pada

saat elemen struktur mengembangakan kapasitas lenturmya.

Mekanisme sendi plastis terbentuk di ujung-ujung balok dan di dasar kolom bawah,

menghasilkan perilaku histeresis yang stabil, pembentukan sendi plastis haruslah di

dominasi oleh perilaku lentur. Hal ini hanya dapat dicapai melalui penerpan

persyaratan-persyaratan detailing penulangan yang terencana dengan baik.

Beberapa persyaratan detailing SRPMK (SNI 2847:2013 Pasal 21.5) pada dasarnya

diformulasikan dengan menerapkan konsep desain kapasitas. Sendi plastis dapat

terjadi pada suatu struktur portal berderajat kebebasan banyak MDOF (Multi

Degree of Freedom).

Gedung saat dilanda gempa yang cukup besar, akan timbul momen-momen pada

balok atau kolomnya, apabila besar dari momen-momen tersebut melampaui besar

momen kapasitas balok atau kolom portal, maka terjadi sendi plastis pada balok

atau kolom ditandai dengan melelehnya tulangan baja pada beton bertulang

(Gambar 2.1). Sendi plastis terjadi secara bertahap sampai bangunan gedung

tersebut runtuh. (Ulfah ,2011). Pada saat struktur mengalami gaya lateral gempa,

distribusi kerusakan sepanjang ketinggian bangunan bergantung pada distribusi

lateral story drift (simpangan antar lantai). Jika struktur memiliki kolom yang

lemah, simpangan antar lantai akan cenderung terpusat pada satu lantai (a).

Sebaliknya jika kolom sangat kuat, maka drift akan tersebar merata, dan keruntuhan

lokal di satu lantai dapat diminimalkan (c dan b). Sebagai contoh dapat dilihat pada

perencanaan Strong-Column/Weak-Beam (Gambar 2.2).

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

13

Gambar 2.1 Kemungkinan pola terbentuknya sendi plastis ,Widodo (2007) dalam

Ulfah (2011).

Gambar 2.2 Desain SPRMK mencegah terjadinya mekanisme soft story (a)

dengan membuat kolom kuat sehingga drfit tersebar merata sepanjang lantai (c)

atau sebagian besar lantai (b)

Untuk Balok : 2

ln

ln

21 uprpr

e

WMMV

Gambar 2.3 Perencanaan geser untuk Balok SRPMK

(c) Beam mechanism (b) Intermediate mechanism (a) Story mechanism

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

14

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Persyaratan Material Konstruksi

2.2.1.1. Spesifikasi Material Beton

Beton merupakan percampuran dari bahan-bahan agregat halus dan agregat kasar yaitu

pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainya, kemudian ditambah semen dan

air. Nilai kuat tekan beton lebih tinggi daripada kuat tarikny, karena beton termasuk

bahan bersifat getas maka dalam penggunaanya pada komponen struktural

bangunan beton diperkuat dengan baja tulangan untuk membantu kelemahan beton

yang lemah terhadap gaya tarik, demikian sehingga terjadi pembagian tugas,

dimana baja tulangan yang menahan gaya tarik, sedangkan beton menahan gaya

tekan.

Salah satu parameter material beton yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah

nilai kuat tekan. Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.1.4.2, kuat tekan f’c untuk

material beton yang digunakan pada struktur bangunan tahan gempa sebaiknya

tidak kurang dari 20 Mpa, selain itu, Pasal 21.1.4.3 lebih jauh membatasi

penggunaan mutu beton tidak melebihi 35 MPa apabila digunakan beton ringan.

Batasan ini didasarkan atas fakta bahawa tidak cukup banyak bukti eksperimental

dan data langsung lapangan yang memperlihatkan perilaku elemen struktur beton

yang dikonstruksi dengan menggunakan beton ringan, terutama dalam hal

perpindahan akibat pembebanan siklik dalam rentang nonlinier.

Berdasrkan data yang didapat dari Rencana kerja dan syarat-syarat, mutu beton

yang digunakan pada elemen-elemen struktur bangunan pada proyek hotel 10 lantai

yang berada di Semarang adalah sebagai berikut”

a. Kolom : f’c = 30 MPa

b. Balok, pelat dan sloof, pile cap : f’c = 25 MPa

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

15

2.2.1.2. Spesifikasi Material Tulangan

Baja tulangan salah satu parameter yang paling berpengaruh terhadap perilaku

plastifikasi yang dihasilkan pada elemen struktur tahan gempa adalah kondisi

permukaan baja tulangan yang digunakan. Berdasarkan kondisi permukaanya, baja

tulangan dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu baja tulangan polos dan baja tulangan

ulir. Penggunaan tulangan polos sebagai baja tulangan elemen struktur dapt

memberikan dampak yang negatif terhadap kinerja plasifikasi yang dihasilkan.

Kuat lekatan baja tulangan polos pada beton, yang pada dasarnya hanya terdiri atas

mekanisme adhesi dan friksi, diketahui hanyalah sekitar 10% kuat lekatan tulangan

ulir.

SNI 2847:2013 membatasi nilai kuat leleh disyaratkan untuk bahan baja tulangan

sebesar 400 MPa. Penggunaan baja tulangan dengan spesifikasi mutu yang lebih

tinggi pada dasarnya dilarang. Pembatasan ini disebabkan poleh penggunaan bahan

baja tulangan yang mutunya tinggi dapat menyebabkan timbulnya geser dan

tegangan lekatan yang tinggi antara baja tulangan dan beton, yang dapat

menyebabkan kegagalan brittle pada saat elemen mengembangkan kemampuan

lentur maksimumnya. hal ini dapat terjadi khususnya pada saat elemen struktur

mengalami beban gempa yang sifatnya bolak-balik atau (siklik).

Berdasarkan Pasal 21.1 SNI 2847:2013 untuk beton bertulang, untuk desain elemen

struktur yang diharapkan memikul beban gempa, baja tulangan yang digunakan

harus memenuhi ketentuan-ketentuan khusus baja tulangan dengan mutu

maksimum 400 MPa (BJTD 40), sesuai ASTM A 706M-1993 (Tabel 2.1). Baja

tulangan dengan spesifikasi ASTM A 615M-1993 mutu 280 dan 400 (Tabel 2.2)

dapat digunakan apabila :

a. Kuat leleh aktual berdasarkan uji laboratorium tidak melebihi kuat leleh

spesifikasi dengan selisih kuat 125 MPa

b. Rasio antara kuat tarik aktual terhadap kuat leleh aktual tidak kuramg dari

1,25MPa.

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

16

Berdasarkan persyaratan ASTM A 706M, nilai kuat leleh aktual maksimum untuk

baja tulangan ulir BJTD40 dibatasi 540 MPa. Kuat leleh aktual yang terlalu tinggi

pada dasrnya sangat berbahaya bagi rancangan srtruktur bangunan tahan gempa.

Spesifikasi produksi baja tulangan pada umumnya mencatumkan nilai batas atas

kuat leleh yang diijinkan

Tabel 2.1 Spesifikasi Baja Tulangan Paduan Rendah (ASTM A 706 M, 1993)

Kuat tarik minimum, MPa 550A

Kuat leleh minimum, MPa 400

Kuat leleh maksimum, MPa 540

Perpanjangan minimal dalam 200 mm, %

Ukuran daiameter tulangan:

a. 10,15 dan 20 14

b. 25,30 dan 35 12

c. 45 dan 55 10

A Kuat tarik tidak boleh kurang dari 1,25 kali kuat leleh aktual

Nilai kuat lebih maksimum batang individu = 1,35

Tabel 2.2 Persyaratan Baja Tulangan Karbon (ASTM A 615, 1993)

Spesifikasi Mutu

300

Mutu

400

Mutu

500

Kuat tarik minimum,MPa 500 600 700

Kuat leleh minimum,MPa 300 400 500

Perpanjangan minimal dalam 200 mm, %

Ukuran daiameter tulangan:

a. 10 11 9 ...

b. 15, 20 12 9 ...

c. 25 ... 8 ...

d. 30 ... 7 ...

e. 35,45,55 ... 7 6

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

17

Berdasarkan Pasal 7.7 dan Pasal 7.7.1 SNI 2847:2013 tentang tata cara

perlindungan beton untuk tulangan Beton cor setempat (non-prategang), selimut

yang disyaratkan untuk tulangan tidak boleh kurang dari berikut:

a. Beton yang dicor di atas dan selalu berhubungan dengan tanah ............75 mm

b. Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca :

c. Batang tulangan D-19 hingga D-57 ....................................................... 50 mm

Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos,

dan yang lebih kecil ............................................................................... 40 mm

d. Beton yang tidak berhubungan dengan cuaca atau berhubungan dengan tanah:

Slab, dinding, balok usuk:

Batang tulangan D-44 dan D-57 ........................................................... 40 mm

Batang tulangan D-36 dan yang lebih kecil ........................................... 20 mm

Balok, kolom:

Tulangan utama, pengikat, sengkang, spiral .......................................... 40 mm

Komponen struktur cangkang, pelat lipat:

Batang tulangan D-19 dan yang lebih besar ......................................... 20 mm

Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos dan lebih kecil....... 13 mm

2.2.2. Ketentuan Perencanaan Pembebanan

Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG, 1983, hal 7),

Perencanaan struktur bangunan harus memperhitungkan beban-beban yang bekerja

pada struktur tersebut. Beban-beban tersebut antara lain adalah beban mati, beban

hidup dan beban gempa.

2.2.2.1. Beban Mati

beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap,

termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta

peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

18

Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini merupakan

berat sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi structural menahan

beban. Sesuai PPIUG 1983, berat sendiri elemen-elemen tersebut diantaranya

sebagai berikut:

Tabel 2.3 Beban dari Berat Sendiri Bahan Bangunan Gedung

No. Nama Material Berat Jenis Sat.

1 Baja 7850 kg/m3

2 Batu alam 2600 kg/m3

3 Batu belah, batu bulat, batu gunung (tumpuk) 1500 kg/m3

4 Batu karang 700 kg/m3

5 Batu pecah 1450 kg/m3

6 Besi tuang 7250 kg/m3

7 Beton 2200 kg/m3

8 Beton bertulang 2400 kg/m3

9 Kayu 1000 kg/m3

10 Kerikil, koral 1650 kg/m3

11 Pasangan bata merah 1700 kg/m3

12 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2200 kg/m3

13 Pasangan batu cetak 2200 kg/m3

14 Pasangan batu karang 1450 kg/m3

15 Pasir 1600 kg/m3

16 Pasir jenuh air 1800 kg/m3

17 Pasir kerikil, koral 1850 kg/m3

18 Tanah, lempung kering 1700 kg/m3

19 Tanah, lempung basah 2000 kg/m3

20 Timah hitam 11400 kg/m3

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

19

Tabel 2.4 Beban dari Berat Sendiri Komponen Bangunan Gedung

No. Nama Material Berat Jenis Sat.

1 Adukan, per cm tebal 21 kg/m2

2 Aspal, termasuk bahan penambah 14 kg/m2

3 Dinding satu bata 450 kg/m2

4 Dinding setengah bata 250 kg/m2

5 Dinding batako berlubang

Tebal 20 cm 200 kg/m2

Tebal 10 cm 120 kg/m2

6 Dinding batako tanpa lubang

Tebal 15 cm 300 kg/m2

Tebal 10 cm 200 kg/m2

7 Langit-langit asbes termasuk rangka 11 kg/m2

8 Lantai kayu untuk bentang 5 m dan beban hidup

200 kg/m2 40 kg/m2

9 Rangka plafon kayu 7 kg/m2

10 Atap gentang dengan reng dan usuk 50 kg/m2

11 Atap sirap dengan reng dan usuk 40 kg/m2

12 Atap seng gelombang 10 kg/m2

13 Penutup lantai per cm tebal 24 kg/m2

Beban tersebut harus disesuikan dengan volume elemen struktur yang akan

digunakan, karena analisis dilakukan dengan program etabs, maka berat sendiri

akan dihitung secara langsung.

2.2.2.2. Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan

suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari

barang-barang yang dapat berpindah sehingga mengakibatkan perubahan dalam

pembebanan lantai dan atap tersebut. Beban hidup yang diperhitungkan adalah

beban hidup selama masa layan. Beban hidup selama masa konstruksi tidak

diperhitungkan karena diperkirakan beban hidup masa layan lebih besar daripada

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

20

beban hidup pada masa konstruksi. Beban hidup yang direncakan adalah sebagai

berikut:

a) Beban Hidup pada Lantai Gedung sesuai

Tabel 2.5 Sesuai PPIUG 1983, Beban Hidup pada Lantai dibagi atas :

No. Nama Material Berat Jenis Sat

1 Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang

disebut dalam b.

200 kg/m2

2 Lantai dan tangga rumah sederhana dan gudang-

gudang tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik

atau bengkel.

125 kg/m2

3 Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba,

restoran, hotel, asrama dan rumah sakit.

250 kg/m2

4 Lantai ruang olah raga 400 kg/m2

5 Lantai ruang dansa 500 kg/m2

6 Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk

pertemuan yang lain dari pada yang disebut dalam a

s/d e, seperti masjid, gereja, ruang pagelaran, ruang

rapat, bioskop dan panggung penonton

400 kg/m2

7 Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap

atau untuk penonton yang berdiri.

500 kg/m2

8 Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut

dalam c

300 kg/m2

9 Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut

dalam d, e, f dan g.

500 kg/m2

10 Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d,

e, f dan g.

250 kg/m2

11 Lantai untuk: pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan,

ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan

ruang mesin, harus direncanakan terhadap beban

hidup yang ditentukan tersendiri, dengan minimum

400 kg/m2

12 Lantai gedung parkir bertingkat:

- untuk lantai bawah 800 kg/m2

- untuk lantai tingkat lainnya 400 kg/m2

13 Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus

direncanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang

yang berbatasan, dengan minimum

300 kg/m2

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

21

b) Beban Hidup pada Atap Gedung

Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan yang

ada, yaitu sebesar 100 kg/m2.

2.2.2.3. Beban Gempa

Berdasarkan SNI 1726:2012, penghitungan pengaruh beban gempa pada struktur

dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode analisis, diantaranya yaitu:

a. Analisis beban gempa statik ekuivalen

b. Analisis ragam spektrum respons

c. Analisis respons dinamik riwayat waktu.

Struktur-struktur bangunan yang di evaluasi adalah struktur gedung beraturan yang

terdiri atas 10 lantai menggunakan sistem rangka pemikul momen khusus

(SRPMK), karena sifat struktur gedung yang beraturan, maka penghitungan

pengaruh gempa dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis beban

gempa statik ekuivalen, dimana pengaruh dinamis gempa hanya ditentukan oleh

respons sstruktur ragam pertama.

Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur bangunan gedung

dan non gedung (SNI 1726:2012). Penentuan beban gempa terdiri dari :

1. Kategori Resiko Bangunan Gedung

Berbagai kategori resiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai tabel 2.6

pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor

keutamaan Ie menurut Tabel 2.7. Khusus untuk struktur bangunan dengan kategori

resiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk untuk operaional dari struktur bangunan

yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus

didesain sesuai kategori resiko IV.

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

22

Tabel 2.6 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung Beban Gempa

Jenis pemanfaatan Kategori

risiko

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa

manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk,

antara lain:

1. Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan

2. Fasilitas sementara

3. Gudang penyimpanan

4. Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori

risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

1. Perumahan

2. Rumah toko dan rumah kantor

3. Pasar

4. Gedung perkantoran

5. Gedung apartemen/ rumah susun

6. Pusat perbelanjaan/ mall

7. Bangunan industri

8. Fasilitas manufaktur

9. Pabrik

II

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa

manusia pada saat

terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

1. Bioskop

2. Gedung pertemuan

3. Stadion

4. Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit

gawat darurat

5. Fasilitas penitipan anak

6. Penjara

7. Bangunan untuk orang jompo.

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang

memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar

dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila

terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

1. Pusat pembangkit listrik biasa

2. Fasilitas penanganan air

3. Fasilitas penanganan limbah

4. Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV,

(termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses,

penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan

bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan

yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di

mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan

oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi

masyarakat jika terjadi kebocoran

III

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

23

Lanjutan Tabel 2.6 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung Beban

Gempa

Jenis pemanfaatan Kategori

risiko

Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting,

termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

1. Bangunan-bangunan monumental

2. Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

3. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki

fasilitas bedah dan unit gawat darurat

4. Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta

garasi kendaraan darurat

5. Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan

tempat

perlindungan darurat lainnya

6. Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan

fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

7. Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang

dibutuhkan pada saat keadaan darurat

8. Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki

penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun

listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau

struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam

kebakaran ) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat

keadaan darurat

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi

struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV

IV

Sumber : SNI 1726:2012 Tabel 1

Tabel 2.7 Faktor Keutamaan Gempa

Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

Sumber : SNI 1726:2012 Tabel 2

2. Parameter Percepatan Tanah Ss dan S1

Parameter-parameter dasar pegerakan tanah dalam SNI 1726:2012 adalah Ss dan

S1 adalah parameter percepatan batuan dasar pada periode pendek (0,2 detik)

dengan redaman 5% berdasarkan gempa maksimum yang dipertimbangkan resiko

tersesuaikan (MCER =Risk Target Maksimum Earthqueke) dengan kemungkinan

2% terlampui dalam 50 tahun. S1 adalah percepatan batuan dasar pada periode 1

detik dengan redaman 5% berdasarkan gempa maksimum tertimbang Resiko-

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

24

tersesuaikan dengan kmungkinan 2% terlampui dalam 50 tahun. Penggunaan

penting kedua parameter ini adalah dalam menentukan parameter percepatan

spektra desain SDs dan SD1 (SNI 1726:2012 pasal 6.2). Percapatan batuan dasar

MCER di lokasi pembangunan gedung pada periode pendek (0,2 detik) dan 1 detik

seperti terlihat pada gambar 2.4 dan 2.5 atau berdasarkan peta pada (Gambar 9 &

Gambar 10 dalam SNI 1726:2012 gempa).

Gambar 2.4 Parameter Ss MCER untuk lokasi situs berdasarkan Gambar 9

SNI 1726:2012

Gambar 2.5 Parameter S1 MCER untuk lokasi situs berdasarkan Gambar 10

SNI 1726:2012

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

25

3. Klasifikasi Situs

Analisis klasifikasi Situs menurut SNI 1726:2012 Pasal 5, seperti terlihat pada

Tabel 2.8 (atau Tabel 3 SNI 1726:2012 Gempa), mengklasifikasikan situs tanah ke

dalam 6 kelompok.

Tabel 2.8 Klasifikasi Situs (Tabel 3 SNI 1726:2012)

Kelas situs vs (m/detik) N atau N ch su (kPa)

SA (batuan keras) >1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (tanah keras,

sangat padat dan

batuan lunak)

350 sampai 750 >50 >100

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15sampai 50 50 sampai 100

SE (tanah lunak) < 175 <15 < 50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah

dengan

karateristik sebagai berikut :

1. Indeks plastisitas, PI > 20,

2. Kadar air, w > 40%,

3. Kuat geser niralir su < 25 kPa

SF (tanah khusus,

yang membutuhkan

investigasi

geoteknik spesifik

dan analisis respons

spesifik-situs yang

mengikuti 6.10.1)

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih

dari karakteristik berikut:

1. Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban

gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif,

tanah tersementasi lemah

2. Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3

m)

3. Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m

dengan

Indeks Plasitisitas PI > 75 )

Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H >

35 m dengan su < 50 kPa

4. Parameter Respons Spektra Pereceatan SMS dan SM1

Kedua parameter dasar Ss dan S1 tidak dapat digunakan langsung untuk setiap situs

tanah. Masih diperlukan faktor amplifikasi seismik pada periode 0,2 detik dan 1

detik yang terdiri dari:

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

26

a. Faktor amplifikasi getaran untuk percepatan pada getaran periode pendek,

Fa dan

b. Faktor amplifikasi getaran untuk percepatan yang mewakilli getaran periode

1 detik , FV .

Kedua faktor ini disebut sebagai faktor kelas situs.

Produk dari kombinasi parameter dasar pergerakan tanah dan faktor amplifikasi

adalah SMs dan SM1, yang masing–masing adalah parameter respons spektra

percepatan untuk gempa ketimbang maksimum pada periode pendek (0,2 detik) dan

periode 1 detik telah disesuaikan dengan pengaruh kelas situs. Parameter-parameter

ini ditentukan menurut persamaan berikut (SNI 1726:2012 Pasal 6.2) :

SMs = Fa .Ss .........................................................................................................(2-1)

SMs = FV .S1 ........................................................................................................(2-2)

Keterangan

Ss = parameter respons spektra percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode

pendek.

S1 = parameter respons spektra percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode

1,0 detik.

koefisian Fa dan FV mengikuti (Tabel 4 dan Tabel 5 SNI 1726:2012) atau Tabel

2.9 dan 2.10 seperti terlihat berikut.

Tabel 2.9 Koefesien Situs, Fa (Tabel 4 SNI 1726:2012)

Kelas Situs Parameter respon spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan

pada periode pendek

Ss < 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss > 1,25

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF SSb

CATATAN

(a) Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier

SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik, lihat

6.10.1

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

27

Tabel 2.10 Koefesien Situs, FV (Tabel 5 SNI 1726:2012)

Kelas Situs Parameter respon spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan

pada periode 1 detik S1

S1 < 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 > 0,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5

SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4

SF SSb

CATATAN

(a) Untuk nilai-nilai antara S1 dapat dilakukan interpolasi linier

(b) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik,

lihat 6.10.1

5. Nilai Parameter Percepatan Spektral desain

Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek, SDS pada periode 1

detik, SD1, harus ditentukan melalui persamaan berikut :

MSDS SS3

2 .......................................................................................................(2-3)

13

2MDS SS .......................................................................................................(2-4)

6. Gamabar Respon Spektra Desain

Desain seperti pada terlihat pada gambar 2.6 (Gambar 1 Sni 1726:2012). Spektrum

ini mempunyai 3 segmen. untuk:

a. Periode lebih kecil dai T0, Spektrum respons percepatan desain, Sa, harus

diambil dari persamaan :

o

DSaT

TSS 6,04,0 ...............................................................................(2-5)

b. Periode lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama

dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa,, sama dengan SDS.

c. Periode lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, diambil

berdesarkan persamaan:

T

SS D

a1 ....................................................................................................(2-6)

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

28

Gambar 2.6 Spektrum Respons Desain

Setelah itu katagori desain seismik (KDS) masing–masing bangunan akan

dievaluasi berdasarkan Tabel 2.11 dan Tabel 2.12 atau (Tabel 6 dan 7 SNI

1726:2012).

Tabel 2.11 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon

Percepatam pada Periode Pendek (Tabel 6 SNI 1726 : 2012).

Nilai SDS Kategori risiko

I atau II atau III IV

SDS < 0,167 A A

0,167 < SDS < 0,33 B C

0,33 < SDS < 0,50 C D

0,50 < SDS D D

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

29

Tabel 2.12 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons

Percepatan pada Periode 1 Detik (Tabel 7 SNI 1726 : 2012).

Nilai SD1 Kategori risiko

I atau II atau III IV

SD1 < 0,067 A A

0,067 < SD1 < 0,133 B C

0,133 < SD1 < 0,20 C D

0,20 < SD1 D D

Setelah Kategori desain seimik (KDS) ditentukan kemuadian ditentukan resiko

kegempaannya menggunakan Tabel 2.13

Tabel 2.13 Tingkat Resiko Kegempaan

7. Hitungan Berat Struktur Per lantai

Hitungan berat struktur per lantai harus meliputi berat akibat sendiri elemen-elemen

struktur dan berat akibat beban hidup total yang membebani struktrur. Berdasarkan

UBC (1997) dan ASCE & (2010), beban hidup yang harus ditinjau pada

penghitungan pengaruh beban gempa adalah porsi beban hidup yang dianggap tetap.

Porsi beban ini pada dasarnya sangat bergantung pada fungsi bangunan. Untuk

bangunan gedung umum, porsi beban hidup yang bersifat tetap dapat diambil

sebesar 30% beban hidup total.

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

30

8. Periode Natural (Waktu Getar Alami) Struktur

Waktu getar alami struktur dapat dihitung dengan mengacu pada ketentuan SNI

1726:2012 Pasal 7.8.2 Gempa. Periode fundamental T (berdasarkan hasil analisis

struktur) tidak boleh melebihi hasil kali Ta dengan koefesien untuk batas atas pada

periode yang dihitung, Cw dapat dilhat pada tabel 2.14 atau (tabel 14 SNI 1726

:2012) gempa. dari Periode fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, harus

ditentukan persamaan berikut :

x

nta hCT ...................................................................................................... (2-7)

Keterangan:

nh adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas dasar sampai tingkat tertinggi

struktur, dan koefesien tc dan x ditentukan pada tabel 2.15 atau (Tabel 15 SNI

1726:2012).

Tabel 2.14 Koefesien untuk Batas Atas pada Periode yang Dihitung (Tabel 14

SNI 1726:2012).

Parameter percepatan respon spectral desain

Pada 1 detik, SD1

Koefesien Cu

> 0,4 1,4

0,3 1,4

0,2 1,5

0,15 1,6

< 0,1 1,7

Tabel 2.15 Nilai Parameter Periode Ct dan x (Tabel 15 SNI 1726:2012).

Tipe Struktur Ct x

Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul 100

persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau

dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan

mencegah rangka dan defleksi jika dikenai gempa.

Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8

Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9

Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731a 0,75

Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731a 0,75

Semua system struktur lainnya 0,0488a 0,75

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

31

9. Hitungan Koefesien Respon Seismik

Berdasarkan SNI 1726:2012 Pasal 7.8.1.1, koefesien respons seismik dihitung

berdasarkan persamaan :

Untuk T < Ts

e

DS

s

I

R

SC .................................................................................................... (2-8)

Untuk T > Ts

e

Ds

I

RT

SC 1

................................................................................................. (2-9)

Keterangan

SDS = parameter percepatan spektrum respons desain rentang periode pendek

SD1 = parameter percepatan spektrum respons desain rentang periode sebesar

1,0 detik.

R = faktor modifikasi respons dalam tabel 9 SNI 1726:2012

Ie = faktor keutamaan gempa

T =Periode undamental struktur (detik)

S1 = parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan

CS tidak boleh kurang dari :

CS-min 1= 0,044 SDS . Ie > 0,01

10. Gaya geser dasar nominal (statik lateral ekuivalen)

Gaya geser dasar seismik dapat dihitung menurut (Persamaan 27 SNI 1726:2012)

gempa. Geser dasar seismik, V, dalam arah yang ditinjau menggunakan persamaan:

V=Cs W ............................................................................................................(2-10)

Keterangan:

CS = koefesien respon seismik

W = berat seismik efektif

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

32

11. Hitungan Gaya Lateral ekuivalen

Beban gempa nominal statik ekuivalen yang bekerja pada saat massa lantai di

tingkat “ i “ dengan menggunakan persamaan :

vwiz

zwF

k

i

n

i

k

ii

i

1 ...............................................................................................(2-11)

Keterangan

Fi = beban gempa horizontal lantai

Wi = berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai;

Zi = ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral;

n = nomor lantai tingkat paling atas

v = gaya lateral desain total atau geser di dasa struktur, dinyatakan dalam (KN)

k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut

untuk struktur dengan T =0,5 detik atau kering k =1

untuk struktur dengan T=2,5 detik atau lebih, k = 2

untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus

sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2

2.2.2.4. Kombinasi Pembebanan

Struktur bangunan harus memenuhi syarat kekuatan terhadap bermacam-macam

kombinasi beban. Struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga

memenuhi ketentuan kuat perlu dan kuat rencana. Struktur bangunan gedung dan

non gedung harus dirancang menggunakan kombinasi pembebanan berdasarkan

Pasal 4.2.2 atau Pasal 4.2.3 SNI 1726:2012. Kombinasi pembebanan itu meliputi

:

a) Kombinasi beban terfaktor

Struktur, komponen-elemen struktur dan elemen-elemen fondasi harus dirancang

sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh beban–beban

terfaktor dengan kombinasi-kombinasi sebagai berikut :

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

33

1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R)

3. 1,2D + 1,6(Lr atau R) + (L atau 0,5 W)

4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lr atau R)

5. 1,2D + 1,0E + L

6. 0,9D + 1,0W

7. 0,9D + 1,0E

b) Kimbinasi beban layan

Beban–beban di bawah ini harus ditinjau dengan kombinasi-kombinasi berikut untuk

perencanaan struktur, komponen-elemen striktur dan elemen-elemen fondasi

berdasarkan tegangan ijin:

1. D

2. D + L

3. D + (Lr atau R)

4. D + 0,75 L + 0,75(Lr atau R)

5. D + (0,6W + atau 0,7E)

6. D + 0,75(0,6W atau 0,7E) + 0,75 L + 0,75(Lr atau R)

7. 0,6D + 0,6W

8. 0,6D + 0,7E

Keterangan

D = Pengaruh beban mati

L = pengaruh Beban hidup

W= Pengaruh beban angin

E = Pengaruh beban gempa

2.2.3. Gaya Dalam Akibat Beban Kombinasi

Penghitungan desain dan detailing penulangan balok untuk komponen-komponen

struktur pada bangunan yang akan dievaluasi mempunyai bentuk tipikal dan

struktur merupakan sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK). Balok

mempunyai dimensi sebesar b dan tinggi penampang sebesar h. Kuat tekan sebesar

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

34

f’c MPa dan kuat leleh sebesar fy MPa. Sketsa dimensi balok dapat dilihat pada

gambar 2.7

Gambar 2.7 Sketsa Dimensi Balok

Menentukan tebal minimum balok dengan 2 tumpuan apabila lendutan tidak

diperhitungkan digunakan Tabel 2.16 atau (Tabel 9.5a pada SNI 2847:2013 pasal

9.5.2.2)

Tabel 2.16 Tebal Minimum Balok Non-Prategang atau Pelat Satu Arah Bila

Lendutan Tidak Dihitung

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

35

Langkah penghitungan desain evaluasi komponen struktur Lentur SRPMK adalah

sebagai berikut :

1. Menghitung beban statis persatuan panjang

Beban yang bekerja pada balok dapat dianggap sebagai beban statis yang bekerja

pada daerah seluas Tributary area I dan II. Balok dengan nilai ∝𝒇𝟏 𝓵𝟏/𝓵𝟐 sama

dengan atau lebih besar dari 1,0 harus diproporsikan untuk menahan geser yang

diakibatkan oleh beban terfaktor pada daerah tributary yang dibatasi oleh garis 45

derajat yang ditarik dari sudut-sudut panel dan garis garis pusat panel-panel

bersebelahan yang sejajar dengan sisi panjangnya. Daerah tributari untuk geser

pada balok interior dapat dilihat pada Gambar 2.8 atau (Gambar S13.6.8 SNI

2847:2013).

Gambar 2.8 Daerah tributariy untuk geser pada balok interior

Pembebanan yang dimasukkan dalam desain evaluasi komponen struktur Lentur

SRPMK adalah :

a. Beban hidup tidak terfaktor persatuan panjang (cara pendekatan):

L = beban hidup x luas tributary area (KN/m)

b. Beban Mati tidak terfaktor (persatuan panjang)

Berat sendiri balok, bW = b x h x berat jenis beton (kN/m)

Berat sendiri pelat, slabW = tebal pelat x berat jenis beton (kN/m2)

Beban mati tambahan dsuferimose ;

1. Plesteran keramik, covW = tebal keramik xberat jenis covW (kN/m2)

I I II 𝓵𝟐

𝓵𝟏

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

36

2. Plafon, plafonW = berat jenis plafon (kN/m2)

3. Mechanical & Electrical, mW &e = Berat jenis M & E (kN/m2)

Beban mati tambahan (+berat pelat) = covW + slabW + plafonW + W m &e

Beban mati total untuk persatuan panjang (cara pendekatan):

2

bplafon W).WD

area ributarysWW e&mslab Lua cov(W

2. Menghitung Kombinasi beban terfaktor berdasarkan SNI 1726:2012

Seperti yang dibahas di sub bab sebelumnya, SNI 2847:2013 Pasal 9.2 terdapat 7

jenis kombinasi pembebanan yang harus diperhatikan dalam perencanaan elemen

suatu struktur bangunan. Dua diantaranya dua diantaranya merupakan kombinasi

khusus pembebanan akibat gempa. Dalam penerapanya, hanya kombinasi beban

yang relevan saja yang perlu ditinjau.

Kombinasi pembebanan Non-Gempa:

1. 1,4 D

2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R)

3. 1,2 D + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5 W)

4. 1,2 D + 1,0 W + L + 0,5 (Lr atau R)

5. 0,9 D + 1,0 W

Kombinasi pembebanan Gempa (akibat komponen gempa vertikal):

6. 1,2 D + 1,0 E + L

7. 0,9 D + 1,0 E

Sesuai Pasal 7.44 SNI 1726 :2012 dalam struktur yang dirancang untuk kategori

desain seismik D,E atau F , elemen struktur kantilever horizontal harus didesain

untuk gaya ke atas bersih minimum sebesar 0,2 kali beban mati sebagai tambahan

untuk kombinasi beban yang sesuai dari Pasal 7.4. Jadi kombinasi pembebanan

gempa akibat komponen gempa vertikal menjadi (Ev):

6. 1,2D + (0,2.SDS . D) + L

7. 0,9D + 0,2.SDS . D)

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

37

Keterangan:

D = pengaruh beban mati

L = pengaruh beban hidup

W = pengaruh beban angin

E = pengaruh beban gempa

EV = pengaruh beban gempa vertikal

SDS = parameter percepatan spektrum respons desain pada periode pendek.

3. Cek apakah balok memenuhi definisi komponen sruktur lentur

Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.5.1 mensyaratkan bahwa komponen struktur

lentur SRPMK harus memenuhi hal-hal berikut :

i. Gaya aksial tekan terfaktor pada komponen struktur lentur dibatasi

maksimum

0,1 Ag. f’c.............................................................................................(2-12)

ii. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari 4 kali tinggi

efektifnya

de = d = h-(P-øsengkang-1/2 ø tul.utama) .........................................(2-13)

Ln/d < 4.d.............................................................................................(2-14)

iii. Perbandingan lebar terhadap tinggi tidak boleh kurang dari 0,3

b/h < 0,3............................................................................................ (2-15)

iv. Lebar komponen tidak boleh :

a) Kurang dari 250 mm

b) Melebihi lebar komponen struktur pendukung (dikukur pada bidang

tegak lurus terhadap sumbu longitudinal komponen struktur lentur)

ditambah jarak ¾ tinggi komponen struktur lentur.

Lebar balok, b < lebar kolom........................................................... (2-16)

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

38

3,0;4ln

h

b

d dan 250 mm

hcb

3

22

Gambar 2.9 Ketentuan dimensi penampang balok

4. Menghitung momen desain

Penghitungan momen akibat pembebanan garvitasi dan komponen vertikal gaya

gempa terutama dilakukan di penampang-penampang kritis elemen, yaitu ditengah

bentang (momen positif) dan di muka-muka tumpuan (momen negatif).

Penghitungan momen akibat beban grafitasi pada balok dapat dilakukan dengan

menggunakan software analisis struktur (seperti SAP, ETABS, dan lain-lain) atau

metode koefesien momen SNI 2847:2013, yaitu untuk struktur balok yang

menumpu secara monolit kolom.

Gambar 2.10 Koefesien momen dan geser SNI 2847:2013

0 1/11 -1/10 -1/11 1/16 -1/11 -1/11

1,0 1,15 1,0 1,0 1,0

Cm

Cv

koefesien momen untuk struktur dengan perletakan ujung bebas

-1/24 1/14 -1/10 -1/11 1/16 -1/11 -1/11

1,0 1,15 1,0 1,0 1,0

Cm

Cv

koefesien momen untuk struktur dengan perletakan

ujung menumpu pada balok tepi spandrel beam

-1/16 1/14 -1/10 -1/11 1/16 -1/11 -1/11

1,0 1,15 1,0 1,0 1,0

Cm

Cv

koefesien momen untuk struktur dengan perletakan

ujung monolit dengan kolom

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

39

Berdasarkan gambar 2.10, untuk bentang tengah :

Momen negatif dimuka perletakkan interior kiri :

Mu-

interior – ki = 11

2

nuw ..................................................................................... (2-17)

Momen positif di tengah bentang :

Mu+

midspan = 16

2

nuw ...................................................................................... (2-18)

Momen negatif dimuka perletakkan interior kanan :

Mu-

interior – ka= 11

2

nuw ..................................................................................... (2-19)

Gambar 2.11 memperlihatkan diagram momen pada balok akibat pembebanan

grafitasi yang diperoleh dari penghitungan koefesien momen diatas dan akibat

beban gempa horizontal, yang dihitung dengan menggunakan software ETABS

analisis struktur.

Gambar 2.11 Kombinasi Lentur dan Persyaratan Minimum Kuat Lentur

(a) balok bergerak ke kiri (b) momen akibat beban gravitasi

(c) momen akibat beban lateral

(beban gempa)(d) momen envelope

tumpuan

interior kiri

tumpuan

interior kanan

tumpuan

interior kiri

tumpuan

interior kanan

tumpuan

interior kanan

tumpuan

interior kiri

kapasitas momen positif minimum pada

join balok-kolom (SNI.5.2.2)0,5 Mneg

0,25 Mneg

0,25 Mneg

Mnegkapasitas momen positif minimum pada

setiap penampang (SNI.5.2.2)

(e) kebutuhan minimum kuat lentur

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

40

2.2.4. Lentur Pada Balok Persegi

2.2.4.1. Teori Dasar

Hampir semua elemen struktur bangunan seperti balok,kolom, dan pelat mengalami

aksi lentur akibat beban luar yang bekerja padanya. Elemen struktur yang

mengalami lentur, berlaku hukum Bernoulli dimana distribusi regangan di

sepanjang tinggi penampang dapat diasumsikan linier.

𝜎 =𝑀𝑦

𝐼..........................................................................................................(2-16)

Dimana M = momen yang bekerja pada penampang

y = jarak dari sumbu netral

I = momen inersia penampang

Jika tidak ada gaya yang bekerja pada penampang, maka pada penampang seperti

pada Gambar 2.12 berlaku:

M = C Jd atau M = T Jd.....................................................................................(2-17)

Dan

𝐶 − 𝑇 = 0 → 𝐶 = 𝑇 ......................................................................................(2.18)

Dimana C = gaya resultan tekan pada penampang

T = gaya resultan tarik pada penampang

jd = lengan momen

Teori balok σ = My/I diatas tidak sepenuhnya dapat digunakan dalam desain balok

beton bertulang karena:

1. Hubungan tegangan-regangan tekan beton pada dasarnya bersifat nonlinier,

2. Kuat tarik beton yang rendah,

3. Adanya tulangan baja pada penampang yang berfungsi untuk mentransfer

gaya tarik pada saat terjadi retak pada penampang beton.

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

41

Asumsi dasar pada teori lentur penampang beton (berdasarkan SNI Beton):

1. Penampang tegak lurus sumbu terntur yang berupa bidang datar sebelum

lentur akan tetap berupa bidang datar setelah lentur (Pasal 10.2.2).

2. Tidak terjadi slip antara beton dan tulangan baja (pada level yang sama,

regangan pada beton adalah sama dengan regangan pada baja) ( Pasal

10.2.2).

3. Tegangan pada beton dan tulangan dapat dihitung dari regangan dengan

menggunakan hubungan tegangan-regangan beton dan baja (Pasal 10.2.4).

4. Penghitungan kekuatan lentur penampang, kuat tarik beton diabaikan

(Pasal 10.2.5)

5. Beton diasumsikan runtuk pada saat regangan tekannya mencapai regangan

batas tekan 𝜀𝑐 = 𝜀𝑐𝑢 = 0,003 (Pasal 10.2.3).

6. Hubungan tegangan-regangan beton dapat diasumsikan persegi, trapezium

atau parabola atau lainnya (Pasal 10.2.6).

Gambar 2.12 Bentuk keruntuhan pada Balok

Berdasarkan SNI Beton Pasal 10.2.3, regangan batas tekan pada beton dapat

diambil sebesar 0,003. Asumsi (6) juga ditegaskan pada SNI Beton Pasal 10.2.6

yang memperbolehknan penggunaan berbagai bentuk hubungan tegangan-regangan

beton selama prediksi kekuatan yang dihasilkan sesuai dengan hasil pengujian.

Retak diagonal

Balok runtuh dalam mekanismegeser

Balok runtuh dalam mekanisme

lentur

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

42

2.2.4.2. Dasar Penghitungan Kuat Lentur Nominal Balok

Perilaku tegangan-regangan beton bertulang memperlihatkan sifat nonlinier untuk

tegangan ≥ 0,3𝑓𝑐′ . Distribusi tegangan tekan pada balok beton yang telah mencapai

kuat nominalnya adalah seperti tergambar di bawah ini (Gambar 2.13).

Gambar 2.16, d= tinggi efektif penampang yang diukur dari serat tekan terluar ke

centroid tulangan. Kuat lentur nominal penampang diasumsikan tercapai pada saat

hal ini tercapai, regangan tarik pada baja tulangan A, dapat mencapai nilai yang

lebih besar atau lebih kecil dari 𝜀𝑦; tergantung pada proporsi tulangan terhadap luas

penampang beton.

Terlihat pada Gambar 2.14, bentuk blok tegangan pada kondisi ultimit dapat

dinyatakan melalui 3 konstanta, yaitu:

𝑘1 = rasio tegangan tekan rata-rata terhadap tegangan maksimum (rasio luas

tegangan yang diarsir pada Gambar 2.13c terhadap luas segiempat

𝑐 𝑘1 𝑓𝑐′),

𝑘2 = rasio jarak antara serat tekan ekstrim ke resultan gaya tekan terhadap

tinggi daerah tekan, c,

𝑘3 = rasio tegangan maksimum 𝑓𝑐" pada zona tekan, terhadap kuat silinder

beton, 𝑓𝑐′ → 𝑘3 =

𝑓𝑐"

𝑓𝑐′ .

Gambar 2.13 Distribusi Regangan dan Tegangan Beton pada Kondisi Ultimit

b

? s

? c = reg batas

h

d

(b)

Distribusi regangan

pada kondisi ultimit

As

k3 fc'

c

T=As.fy

C = k1k3 f c' bc

(a)

Penampang balok

bertulangan tunggal

k2c

(untuk ? s >? y)

(c)

Kondisi tegangam aktual

pada kondisi regangan ultimit

sumbu netral

sisi tekan

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

43

Gambar 2.14 Blok Tegangan Persegi Ekivalen

Distribusi blok tegangan diatas, 𝑘1= 0,84 dan 𝑘2= 0,425.

SNI Beton Pasal 10.2.7 mengizinkan penggunaan distribusi tegangan tekan persegi

ekivalen untuk penghitungan kuat ultimit penampang

Blok tegangan tekan persegi ekivalen tersebut didefinisikan sebagai berikut.

(a) Tegangan tekan merata sebesar 𝛼1𝑓𝑐′ (dimana 𝛼1= 0,85) diasumsikan bekerja

di sepanjang zona tekan ekivalen yang berjarak 𝛼 = 𝛽1𝑐 dari serat tekan terluar

(ekstrem).

(b) Jarak c ditentukan dari posisi serat tekan terluar ke sumbu netral, diukur tegak

lurus terhadap sumbu netral tersebut.

(c) Nilai 𝛽1diambil sebagai berikut,

1) Untuk 𝑓𝑐′ ≤ 28 MPa, 𝛽1 = 0,85;

2) Untuk 28 < 𝑓𝑐′ ≤ 55 MPa, 𝛽1 = 0,85 − 0,05(𝑓𝑐

′ − 30);

3) Untuk 𝑓𝑐′ > 55 MPa, 𝛽1 = 0,65.

Digunakan dua parameter, yaitu d dan 𝛽1 untuk dapat menggambarkan blok

tegangan tekan persegi ekivalen. Berdasarkan distribusi tegangan tersebut,

kekuatan lentur dihitung sebagai berikut.

C = 0,85 𝑓𝑐′𝑎𝑏..................................................................................................(2.19)

T = 𝐴𝑠𝑓𝑐′...........................................................................................................(2.20)

(b)

Distribusi regangan

pada kondisi ultimit

(a)

Penampang balok

bertulangan tunggal

(c)

Kondisi tegangam aktual

pada kondisi regangan ultimit

b

? s

? c = reg batas

h

d

As

k3 fc'

c

T=As.fy

C = k1k3 f c' bc

k2c

(untuk ? s >? y)

sumbu netral

0,85 fc'

a=ß1.c

a/2

(d-a/2)

T

C

(d)

Blok tegangan tekan

persegi ekuivalen

sisi tekan

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

44

(tulangan diasumsikan sudah leleh sebelum beton mencapai regangan batas

tekanannya)

Syarat keseimbangan → C=T sehingga

𝒶 =𝐴𝑠 𝑓𝑦

0,85 𝑓𝑐′𝑏

.......................................................................................................(2.21)

sehingga,

𝑀𝑛 = 𝐴𝑠𝑓𝑦(𝑑 − 𝒶

2) = 𝐴𝑠𝑓𝑦 (𝑑 − 0,59

𝐴𝑠𝑓𝑦

𝑓𝑐′𝑏) ......................................................(2.22)

2.2.4.3. Analisis Versus Desain

Ada 2 jenis penghitungan yang biasa dilakukan dalam evaluasi penampang beton

bertulang yaitu;

1. Analisis

Pada penghitungan analisis, resistance/tahanan atau kapasitas penampang

ditentukan berdasarkan data penampang , kuat tekan beton, tegangan leleh baja,

ukuran dan jumlah tulangan, serta lokasi tuangan.

2. Desain/Perencanaan

Pada penghitungan desain, dilakuukan pemilihan penampang yang cocok

(termasuk disisini permilihan dimensi, 𝑓𝑐′, 𝑓𝑦 tulangan, dan lain-lain) untuk

menahan pengaruh beban terfaktor ( seperti Mu).

Kuat Perlu dan Kuat Rencana

Perencanaan terhadap lentur, harus selalau dipenuhi

𝜙𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢........................................................................................................(2.23)

dengan 𝜙𝑀𝑛 = kuat lentur rencana

𝑀𝑢 = momen ultimit atau kuat lentur perlu

𝑀𝑛 = kuat lentur nominal

𝜙 = faktor reduksi kuat lentur

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

45

2.2.4.4. Jenis-jenis Keruntuhan Lentur

Tergantung pada sifat-sifat penampang balok, bentuk-bentuk keruntuhan lentur

yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:

1. Keruntuhan tarik, bersifat Ductile (Penampang terkontrol tarik).

Pada keruntuhan jenis ini, tulangan leleh sebelum beton hancur (yaitu mencapai

regangan batas tekannya). Keruntuhan jenis ini terjadi pada penampang dengan

rasio tulangan yang kecil. Balok yang mengalami keruntuhan ini disebut under-

reindorced (Gambar 2.19b).

2. Keruntuhan tekan, bersifat Brittle (Getas) (Penampang terkontrol tekan).

Di sini, beton hancur sebelum tulangan leleh. Keruntuhan seperti ini terjadi pada

penampang dengan rasio tulangan yang besar. Balok yang mengalami

keruntuhan ini disebut “over-reinforced”

3. Keruntuhan seimbang (Balance), bersifat Brittle.

Pada keruntuhan jenis ini, kondisi beton hancur dan tulangan leleh terjadi secara

bersamaan. Balok seperti ini mempunyai tulangan yang balanced (seimbang)

2.2.4.5. Analisis Balok Persegi dengan Tulangan Tarik Saja

Persamaan-persamaan 𝑴𝒏 : untuk Kondisi Tulangan Tarik Leleh

Gambar 2.15, gaya tekan, C, pada beton:

C = 0,85 𝑓𝑐′𝑎𝑏

Gaya tarik T pada baja tulangan:

T = 𝐴𝑠𝑓𝑠

Jika baja tulangan diasumsikan leleh, maka T = 𝐴𝑠𝑓𝑦

Keseimbangan gaya horizontal pada penampang mensyaratkan:

C = 𝑇

0,85 𝑓𝑐′𝑎𝑏 = 𝐴𝑠𝑓𝑠

𝒶 =𝐴𝑠 𝑓𝑦

0,85 𝑓𝑐′𝑏

= 𝜔𝑑

0,85 ⇒ dengan, 𝜔 = 𝜌

𝑓𝑦

𝑓𝑐′

𝜌 = 𝐴𝑠 /(𝑏𝑑)

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

46

𝑀𝑛 dapat dihitung sebagai berikut:

a) 𝑀𝑛 = 𝑇 𝑗𝑑

𝑀𝑛 = 𝐴𝑠𝑓𝑦 (𝑑 −𝒶

2) → 𝜙𝑀𝑛 = 𝜙 [𝐴𝑠𝑓𝑦 (𝑑 −

𝒶

2)]

b) 𝑀𝑛 = 𝑇 𝑗𝑑

𝑀𝑛 = 0,85 𝑓𝑐′𝑎𝑏 (𝑑 −

𝒶

2) → 𝜙𝑀𝑛 = 𝜙 [0,85 𝑓𝑐

′𝑎𝑏 (𝑑 −𝒶

2)]

Persamaan diatas dalam bentul lain dapat ditulis:

𝜙𝑀𝑛 = 𝜙[𝑓𝑐′𝑏𝑑2𝜔(1 − 0,59𝜔)].....................................................................(2.24)

Gambar 2.15 Distribusi Tegangan Persegi Ekivalen

Pemeriksaan Apakah fs = fy

Penurunan persamaan Mn yang disampingkan sebelumnya, diasumsikan bahwa

tulangan tarik telah mengalami leleh (fs = fy) saat beton mencapai regangan tegang

batas 𝜀𝑐𝑢. Asumsi ini harus dicheck kebenarannya. Pemeriksaan ini perlu dihitung

tinggi tekanan (= c) pada kondisi balanced.

Berdasarkan perbandingan segitiga sebangun (Gambar 2.16):

𝑐𝑏

𝑑=

𝜀𝑐𝑢

𝜀𝑐𝑢 + 𝜀𝑦=

0,003

0,003 + 𝑓

𝑦

200.000

𝑐𝑏

𝑑=

600

600+ 𝑓𝑦........................................................................................................(2.25)

Jika 𝑎𝑏= 𝛽1 𝐶𝑏, maka

𝑎𝑏

𝑑= 𝛽

1[

600

600+𝑓𝑦] , (𝑓

𝑦dalam MPa) ....................................................................(2.26)

b

h

d

As

c

fs

(a)Penampang

(untuk ? s >? y)

(b)

Distribusi tegangan aktual

sumbu netral

0,85 fc'

a=ß1.c

a/2

jd=(d-a/2)

fs

C

(c)

Distribusi tegangan

persegi ekuivalen

M

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

47

Untuk memeriksa apakah 𝑓𝑥=𝑓

𝑦1 (𝑎𝑏/d) harus dibandingkan dengan (a/d), sebagai

berikut;

a. Jika (𝑎

𝑏) ≤ (

𝑎𝑏

𝑑) maka 𝑓

𝑠= 𝑓

𝑦

b. Jika (𝑎

𝑏) > (

𝑎𝑏

𝑑) maka 𝑓

𝑠< 𝑓

𝑦

Jenis keruntuhan pada balok beton bertulang bergantung pada rasio tulangan yang

dimiliki penampang. Rrasio tulangan di mana keruntuhan yang akan terjadi bersifat

balanced (seimbang). Pada kondisi balanced:

Gambar 2.16 Diagram Balok Regangan pada Kondisi Balanced

𝑎𝑏 =𝐴𝑥 𝑓𝑦

0,85 𝑓𝑐 1𝑏

=𝜌

𝑏

0,85 𝑓𝑐1 di mana 𝜌

𝑏=

𝐴𝑥

𝑏𝑑

Karena 𝑎𝑏 = 𝛽1𝑐𝑏, maka:

𝑐𝑏

𝑑=

𝜌𝑏𝑓

𝑦

0,85 𝛽1

𝑓𝑐1

Jika nilai ini disubstitusikan pada persamaan cb/d sebelumnya, maka:

𝜌𝑏

=0,85 𝛽1𝑓𝑐

1

𝑓𝑦[

600

600+𝑓𝑦]........................................................................................(2.27)

Berdasarkan persamaan ini, dapat juga ditentukan apakah 𝑓𝑥

= 𝑓𝑦:

a. Jika 𝜌 < 𝜌𝑏 kondisi under-reinforced (𝑓𝑠 = 𝑓𝑦).

b. Jika 𝜌 > 𝜌𝑏 kondisi over-reinforced(𝑓𝑠 < 𝑓𝑦).

b ? cu =0,003

h

d

(b) Distribusi regangan pada kondisi balanced

As

(a) Penampang

sumbu netral

? s = ? y

Cb = tinggi daerah tekan

pada kondisi balancedcb

Page 40: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

48

Menghindari terjadinya keruntuhan brittle (getas) pada elemen lentur, SNI Beton

Lampiran B.10.3 membatasi rasio tulangan 𝜌 ≤ 0,75𝜌𝑏. Berdasarkan pengalaman

lebih baik untuk membatasi rasio tulangan 𝜌𝑚𝑎𝑥

sebesar 0,4 − 0,5𝜌𝑏 dibatasi 𝜌𝑚𝑎𝑥

di antara 0,5 − 0,75𝜌𝑏 maka rasio a/d penampang juga dibatasi berkisar antara

0,5𝑎𝑏/𝑑 − 0,75𝑎𝑏/𝑑.

2.2.4.6. Analisis Balok Tulangan Tekan

Pengaruh tulangan tekan pada beton bertulang dapat digambarkan sebagaimana

diperlihatkan pada Gambar 2.17. pada balok tanpa tulangan tekan, semua gaya

tekan yang terjadi akan ditahan oleh beton. Struktur balok menggunakan tulangan

tekan , gaya tekan C ditahan baik oleh beton (= Cc) maupun tulangan tekan (=Cs).

Karena sebagian gaya tekan ditahan oleh tulangan tekan, maka cc < c, sehingga a2

< a1 nilai lengan momen j2d tidak jauh beda dengan j1d. sehingga kapasitas momen

nominal penampang dengan tulangan tekan pada kenyataannya tidaklah jauh

berbeda dengan kapasitas momen nominal penampang tanpa tulangan tekan.

Alasan-alasan digunakannya tulangan tekan:

1. Mengurangi defleksi, seperti defleksi akibat rangkak pada beton di daerah

tekan, dan defleksi jangka panjang akibat beban tetap (sustained load).

2. Mengurangi tegangan tekan pada beton.

3. Meningkatkan daktilitas penampang.

Pengurangan tinggi blok tekan akan meningkatkan regangan pada baja,

sehingga penampang dapat mencapai kurvatur yang lebih besar

4. Mengubah jenis keruntuhan tekan menjadi keruntuhan titik.

ρ > ρbal, penambahan As pada daerah tekan memungkinkan tulangan tarik leleh

sebelum beton hancur. Rasio tulangan efektif dalam hal ini didefinisikan

sebagai (ρ - ρ’).

5. Mempermudah pelaksanaan.

Adanya tulangan sudut di keempat sisi balok, sengkang (stirrups) dapat mudah

dipasang.

Page 41: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

49

2.2.4.7. Analisis Balok Tulangan Tekan dan Tarik

Balok dengan tulangan tekan dan tarik biasanya dianalisis dengan cara yang sama

dengan cara yang digunakan untuk analisis balok “T”, dalam analisis, balok

bertulangan rangkap (tarik dan tekan) dibagi menjadi:

1. Balok I, terdiri atas sekuruh tulangan tekan serta sejumlah tulangan tarik dengan

luasan secukupnya sehingga Tl = Cs (tanpa beton).

2. Balok II, terdiri atas daerah tekan beton dan sisa tulangan tarik

(As2 = As – As1).

Berdasarkan Gambar 2.23, dapat dibuktikan:

𝜀𝑠′ = (

𝑐−𝑑′

𝑐) 0,003 ......................................................................................(2.28)

Jika fc’ = fy, Substitusi 𝑐 =𝑎

𝛽1 pada persamaan di atas:

Gambar 2.17 Efektifitas Tulangan tekan dalam Mengurangi Defleksi Jangka

Panjang akibat Beban Tetap (Sustained Load) (Macgregor and Wight, 2006)

𝜀𝑠′ = (1 −

𝛽1𝑑′

𝑎) 0,003................................................................................(2.29)

𝜀𝑦 =𝑓𝑦

𝐸𝑠=

𝑓𝑦

200.000, maka nilai (

𝑑′

𝑎) batas di mana tulangan tekan akan leleh

adalah:

(𝑑′

𝑎)

𝑙𝑖𝑚=

1

𝛽1(1 −

𝑓𝑦

600).........................................................................(2.30)

Defleksi akibat beban hidup

Defleksi elastik awalDis

trib

usi

di

ten

gah

ben

tan

g(

cm )

15

10

5

0 120 hari 240 hari 2 tahunwaktu

Page 42: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

50

a. Jika nilai (d’/a) > (𝑑′

𝑎)

𝑙𝑖𝑚, maka tulangan tekan tidak leleh.

b. Jika nilai (d’/a) ≤ (𝑑′

𝑎)

𝑙𝑖𝑚, maka tulangan tekan leleh.

Jika tulangan tekan leleh, penghitungan analisis kapasitas momen penampang

akan lebih mudah dibandingkan dengan jika tulangan tekan tidak leleh.

Kondisi 1: Tulangan Tekan Leleh.

3. Balok I:

Luas tulangan tarik yang dibutuhkan pada balok I dihitung berdasarkan

kondisi keseimbangan Cs = Tl, sehingga:

As’ fy = As1 fy, atau As1 = As’

Kapasitas momen balok I dapat dihitung sebagai berikut.

Mn1 = As’ fy (d - d’) .............................................................................(2.31)

4. Balok II:

5. Luas tulangan sisa = As2 = As – As1

Jika tulangan tarik leleh maka:

T2 = (As – As1) fy = (As – As’)fy

Gaya tekan pada beton:

Cc = 0,85 fc’ ab

Berdasarkan keseimbangan gaya Cc = T2, maka

𝑎 =(𝐴𝑠 − 𝐴𝑠

′ )𝑓𝑦

0,85𝑓𝑐′𝑏

Kapasitas momen nominal untuk balok II adalah :

Mn2 = 𝑇2 (𝑑 −𝑎

2) = (𝐴𝑠 − 𝐴𝑠

′ )𝑓𝑦(𝑑 −𝑎

2) ..................................................(2.32)

Momen nominal total penampang beton bertulangan ganda:

Mn = Mn1 + Mn2

Mn = As’ fy (d-d’) + (As – As’) fy (𝑑 −𝑎

2) ..................................................(2.33)

Untuk membuktikan bahwa fs’ = fy, maka perlu diperiksa apakah

Page 43: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

51

(𝑑′

𝑎) ≤ (

𝑑′

𝑎)

𝑙𝑖𝑚

Membuktikan apakah fs = fy persamaan berikut perlu dicek, yaitu:

(𝑎

𝑑) ≤ (

𝑎𝑏

𝑑)

Kondisi 2: Tulangan Tekan Tidak Leleh.

Jika tulangan tarik diasumsikan leleh, gaya dalam pada balok:

T = As fy

Cc = 0,85 fc’ ab

Cs = (Es ԑs’) As’

Di mana 𝜀𝑠′ = (1 −

𝛽1𝑑′

𝑎) 0,003

Persamaan keseimbangan gaya aksial pada penampang

Cc + Cs = T

Atau 0,85𝑓𝑐′𝑏𝑎 + 𝐸𝑠𝐴𝑠

′ (1 −𝛽1𝑑′

𝑎) 0,003 = 𝐴𝑠𝑓𝑦

Persamaan ini menghasilkan persamaan kuadratik dalam a, yaitu:

(0,85𝑓𝑐′𝑏)𝑎2 + (0,003𝐸𝑠𝐴𝑠 − 𝐴𝑠𝑓𝑦)𝑎 − (0,003𝐸𝑠𝐴𝑠

′ 𝛽1𝑑′) = 0

Persamaan nilai variabel a dapat ditentukan, sehingga kapasitas momen

penampang dapat dihitung, yaitu:

𝑀𝑛 = 𝐶𝑐 (𝑑 −𝑎

2) + 𝐶𝑠(𝑑 − 𝑑′) .................................................................(2.34)

Perlu dicatat bahwa persamaan kuadratis di atas hanya berlaku jika fs’ ≤ fy.

Untuk membuktikan kebenaran asumsi fs = fy, perlu dicek:

(𝑎

𝑑) ≤ (

𝑎𝑏

𝑑)

Rasio Tulangan Tarik Maksimum untuk Balok dengan Tulangan Tekan

SNI Beton memberikan batasan maksimum tulangan tarik:

1. fs’ = fy:

𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,75 (𝜌 − 𝜌′)𝑏.......................................................................(2.35)

dengan

(𝜌 − 𝜌")𝑏 =0,85𝛽1𝑓𝑐

𝑓𝑦(

600

600 + 𝑓𝑦)

Page 44: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

52

2. fs’ < fy:

𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,75 (𝜌 −𝜌′𝑓𝑠

𝑓𝑦)

𝑏

....................................................................(2.36)

dengan

(𝜌 −𝜌′𝑓𝑠

𝑓𝑦)

𝑏

=0,85𝛽1𝑓𝑐

𝑓𝑦(

600

600 + 𝑓𝑦)

SNI Beton memberikan batasan minimum tulangan tarik:

𝐴𝑠_𝑚𝑖𝑛 =√𝑓𝑐

4𝑓𝑦𝑏𝑤𝑑 ≥

1,4

𝑓𝑦𝑏𝑤𝑑

2.2.4.8. Persyaratan Detailing Komponen Struktur Lentur SRPMK

1. Persyaratan Gaya dan Geometri

Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.5.1 mensyaratkan bahwa komponen struktur

lentur SRPMK harus memenuhi hal-hal berikut :

i. Gaya aksial tekan terfaktor pada komponen struktur lentur dibatasi

maksimum

0,1 Ag. f’c.............................................................................................(2-37)

ii. Bentang bersih komponen struktur tidak boleh kurang dari 4 kali tinggi

efektifnya

de = d = h-(P-øsengkang-1/2 ø tul.utama) .........................................(2-38)

Ln/d < 4.d.............................................................................................(2-39)

iii. Perbandingan lebar terhadap tinggi tidak boleh kurang darim0,3

b/h < 0,3..............................................................................................(2-40)

iv. Lebar komponen tidak boleh :

a) Kurang dari 250 mm

b) Melebihi lebar komponen struktur pendukung (dikukur pada bidang

tegak lurus terhadap sumbu longitudinal komponen struktur lentur)

ditambah jarak ¾ tinggi komponen struktur lentur.

Lebar balok, b < lebar kolom........................................................(2-41)

Page 45: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

53

𝑙𝑛

𝑑≥ 4;

𝑏

ℎ≥ 0,3 dan 250 mm < b ≤ 𝑐 + 2 (

3

4ℎ)

Gambar 2.18 Ketentuan Dimensi Penampang Balok

2. Persyaratan Tulangaan Lentur

Ada beberapapersyaratan tulangan lentur yang perlu diperhatikan pada perencanaan

komponen lentur SRPMK, diantaranya adalah:

a. Masing-masing luas tulangan atas dan bawah harus lebih besar dari luas

tulangan minimal yang di persyaratkan, yaitu (0,25bwd√fc)/fy

atau(1,4bwd√fc)/fy(dengan bw dan d masing-masing adalah lebar dan tinggi

efektif penampang komponen lentur). Rasio tulangan lentur maksimum juga

dibatasi 0,025. Selain itu, pada penampang terpasang secara menerus minimum

dua batang tulangan atas dan dua batang tulangan bawah.

b. Kuat lentur positif balok pada muka kolom harus lebih besar atau sama dengan

setengah kuat lentur negatifnya. Kuat lentur negatif dan positif pada setiap

penampang di sepanjang bentang tidak boleh kurang dari seperempat kuat

lentur terbesar pada bentang tersebut (Perhatikan sketsa pada Gambar 2.19).

Gambar 2.19 Persyaratan Tulangan Lentur

d

b

h

ln=

Page 46: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

54

c. sengkang di sepanjang sambungan tersebut (Gambar 2.20). Pemasangan

tulangan spiral atau sengkang tertutup ini penting untuk mengekang beton di

daerah sambungan dan mengatisipasi terkelupasnya selimut beton pada saat

penampang mengalami deforasi inelastik yang signifikan.

d. Sambungan lewatan tidak boleh di gunakan pada:

a) Daerah hubungan balok-kolom,

b) Daerah hingga jarak dua kali tinggi balok h dari muka kolom

c) Lokasi-lokasi yang berdasarkan hasil analisis, memperlihatkan

kemungkinan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral inelastis

struktur portal bangunan.

Sambungan lewatan untuk penyambungan tulangan lentur harus diberi

tulangan spiral atau sengkang tertutup disepanjang sambungan tersebut

(gambar 2.21). pemasangan tulangan spiral atau sengkang tertutup ini penting

untuk mengekang beton di daerah sambungan dan mengantisipasi

terkelupasnya selimut beton pada saat penampang mengalami deformasi

inelastik yang signifikan.

Sambungan lewatan tidak boleh digunakan pada :

a) Daerah hubungan balok-kolom

b) Daerah hingga jarak dua kali tinggi balok h dari muka kolom, dan

c) Lokasi-lokasi yang berdasarkan hasil analisis, memperlihatkan

kemungkinan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral inelastis

struktur portal bangunan.

Batasan-batasan ini perlu diperhatikan, dalam perencanaan komponen struktur

SRPMK, karena sambungan lewatan tidak dapat diandalkan bila menerima

beban siklik yang dapat memaksa penampang berdeformasi dalam rentang

inlastiknya. Persyaratan sambungan lewatan dapat dilihat pada Gambar 2.20.

Page 47: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

55

Gambar 2.20 Persyaratan Sambungan Lewatan

2.2.5. Geser Pada Balok Persegi

1. Hitungan Prbable Moment Capacities (Mpr) 1

SNI 2847:2013 Pasal 21.5.4.1 mngisyaratkan bahwa :

Geser rencana akibat gempa pada balok dihitung dengan mengasumsikan sendi

plastis terbentuk di ujung-ujung balok dengan tegangan lentur balok mencapai

1,25 fy dan faktor reduksi kuat lentur ø = 1.

a. Kapasitas momen ujung-ujung balok bila struktur bergoyang ke kanan.

Kondisi 1 (Gambar 2.21):

Apr-1 = 1,25 𝐴𝑔𝑓𝑦

0,85𝑓′𝑐 𝑏

𝑎

𝑑𝑡 <

𝑎𝑡𝑐𝑙

𝑑𝑡= 0,375 𝛽...........................................................(2-42)

Mpr-1= 1,25 Agfy(𝑑𝑎𝑝𝑟−1

2)........................................................................(2-43)

Searah jarum jam di muka kolom interior kanan

Kondisi 3 (Gambar 2.21):

Apr-3 = 1,25 𝐴𝑔𝑓𝑦

0,85𝑓′𝑐 𝑏

𝑎

𝑑𝑡 <

𝑎𝑡𝑐𝑙

𝑑𝑡= 0,375 𝛽...........................................................(2-44)

Mpr-3= 1,25 Agfy(𝑑𝑎𝑝𝑟−1

2)........................................................................(2-45)

Searah jarum jam di muka kolom interior kiri

Page 48: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

56

Gambar 2.21 Sketsa Kuat Lentur Mungkin Maksimum (Mpr-1 dan Mpr-3)

Balok Akibat Goyangan ke Kanan

b. Karena detailing penampang kedua ujung balok adalah identik, kapasitas

momen probabel ujung-ujung balok ketika struktur bergoyang ke kiri akan

sama dengan pada saat struktur bergoyang ke kanan, hanya arahnya saja yang

berbeda

Kondisi 2 (Gambar 2.20):

Apr-2 = 1,25 𝐴𝑔𝑓𝑦

0,85𝑓′𝑐 𝑏

𝑎

𝑑𝑡 <

𝑎𝑡𝑐𝑙

𝑑𝑡= 0,375 𝛽...........................................................(2-46)

Mpr-2= 1,25 Agfy(𝑑𝑎𝑝𝑟−1

2).............................................................,,,,,......(2-47)

Berlawanan jarum jam di muka kolom interior kiri

Kondisi 4 (Gambar 2.20):

Apr-4 = 1,25 𝐴𝑔𝑓𝑦

0,85𝑓′𝑐 𝑏

𝑎

𝑑𝑡 <

𝑎𝑡𝑐𝑙

𝑑𝑡= 0,375 𝛽...........................................................(2-48)

Mpr-4= 1,25 Agfy(𝑑𝑎𝑝𝑟−1

2)........................................................................(2-49)

Berlawanan jarum jam di muka kolom interior kanan

Menentukan momen ultimate dan konfigurasi baja tulangan perlu untuk

menahan momen yang bekerja, momen nominal penampang, dan juga

probable moment capacities (kuat lentur mungkin maksimum) untuk setiap

penampang kritis balok.

Page 49: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

57

2. Diagaram gaya geser

Reaksi geser di ujung kanan dan kiri balok akibat gaya gravitasi yang bekerja pada

struktur.

Misal, kombinasi Wu =1,2 D+1,0 L adalah kombinasi beban yang menerima

geser yang paling besar.

Vg =𝒲𝑢𝑙𝑛

2........................................................................................................(2-50)

Kombinasi geser akibat gravitasi gempa dapat dilihat pada Gambar 2.22.

Gambar 2.22 Kombinasi Geser Akibat Gravitasi dan Gempa

a) Struktur bergoyang ke kanan

Vsway-ka =𝑀𝑝𝑟−1+𝑀𝑝𝑟−3

𝑙𝑛.................................................................................(2-51)

Total reaksi geser di ujung kiri balok :

Vg – Vsway-ka................................................................................................(2-52)

Total reaksi geser di ujung kanan balok :

Vg +Vsway-ka.................................................................................................(2-53)

Penghitungan total reaksi geser baik di ujung kiri atau kanan balok,

Jika hasilnya (–) berarti arah geser ke bawah.

Jika hasilnya (+) berarti arah geser ke atas.

(a) balok bergerak ke kiri

Vu Vu

Mpr2Mpr1

Vsway

(b) gaya geser akibat beban gravitasi

(c) gaya geser akibat gempa

(diturunkan dari Mpr)(d) diagram geser akibat beban gravitasi

dan komponen vertikal gempa

VuW u ln

= 2

Gaya geser akibat goyangan

ke kiri

(e) Gaya geser akibat beban lateral (f) design shear force envelope

Ve

Ve

Page 50: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

58

b) Struktur bergoyang ke kiri

Vsway-ka =𝑀𝑝𝑟−2+𝑀𝑝𝑟−4

𝑙𝑛.................................................................................(2-54)

Total reaksi geser di ujung kiri balok :

Vg +Vsway-ka.................................................................................................(2-55)

Total reaksi geser di ujung kanan balok :

Vg -Vsway-ka..................................................................................................(2-56)

Penghitungan total reaksi geser baik di ujung kiri atau kanan balok,

Jika hasilnya (–) berarti arah geser ke bawah

Jika hasilnya (+) berarti arah geser ke atas

3. Sengkang untuk gaya geser

SNI 2847:2013 Pasal 21.5.4.2 : kontribusi beton dalam menahan geser, yaitu Vc

harus diambil = 0 pada perencanaan geser di daerah sendi plastis apabila :

Gambar 2.23 Beban, Momen Ujung dan Daiagram Gaya Geser Balok

a. Gaya geser Vsway akibat sendi plastis di ujung-ujung balok melebihi ½ (atau

lebih) kuat geser perlu maksimum , Vu di sepanjang bentang,

b. Gaya tekan aksial terfaktor, termasuk akibat pembebanan gempa, kurang dari

Agf’c / 20.

Jika salah satu dari kedua hal di atas tidak dipenuhi, maka penghitungan Vc

mengikuti aturan desain non-grmpa. Reaksi di ujung-ujung balok akibat

pembebanan gravitasi arahnya contragravity, untuk arah manapun goyangan

gempa.

1 2 3 4 5 6 7

50

100

200

1234567

50

100

200

Goyangan ke kanan Goyangan ke kiri

Page 51: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

59

Kondisi Vsway > ½ Vu baik di muka kolom interior kiri pada saat struktur bergoyang

ke kiri maupun di muka kolom interior kanan pada saat struktur bergoysng ke

kanan dan jika gaya aksial tekan terfaktor akibat gempa dan gravitasi > Ag f’c/20,

maka perencanaan tulangan geser dilakukan dengan tidak ikut memperhitungkan

kontribusi beton Vc, disepanjang zona sendi plastis di masing-masing muka kolom.

a. Muka kolom interior kiri

tentukan gaya geser maksimum, Vu

Vc =1

6√𝑓′𝑐𝑏𝑤𝑑...........................................................................................(2-57)

Dengan demikian,

Vs = 𝑉𝑢

∅ - Vc.................................................................................................(2-58)

Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 11.4.7.9,

Maksimum Vs =Vs-max = 2√𝑓′𝑐

3 𝑏𝑤𝑑............................................................(2-59)

spasi tulangan diatur melalui persamaan

𝐴𝑣

𝑠=

𝑉𝑠

𝑓𝑦𝑑.....................................................................................................(2-60)

Coba ø tulangan sengkang yang akan digunakan, kemudian hitung spasi

dengan persamaaan:

s = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑

𝑉𝑠....................................................................................................(2-61)

Vs = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑

𝑆..................................................................................................(2-62)

b. Muka kolom interior kanan

tentukan gaya geser maksimum, Vu

Vc =1

6√𝑓′𝑐𝑏𝑤𝑑...........................................................................................(2-57)

Dengan demikian,

Vs = 𝑉𝑢

∅ - Vc.................................................................................................(2-58)

Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 11.4.7.9,

Maksimum Vs =Vs-max = 2√𝑓′𝑐

3 𝑏𝑤𝑑............................................................(2-59)

Page 52: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

60

spasi tulangan diatur melalui persamaan

𝐴𝑣

𝑠=

𝑉𝑠

𝑓𝑦𝑑.....................................................................................................(2-60)

s = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑

𝑉𝑠....................................................................................................(2-61)

Vs = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑

𝑆..................................................................................................(2-62)

c. Ujung zona plastis

Gaya geser maks, Vu di ujung zona sendi plastis yaitu 2h dari muka kolom.

Vu –(2h x Wu ) ..........................................................................................(2-63)

di Zona ini, kontribusi Vc dapat diperhitungkan, yaitu :

Vc = √𝑓′𝑐

6 𝑏𝑤𝑑............................................................................................(2-57)

Maka:

Vs =𝑉𝑢−2ℎ−𝑊𝑢

0,75............................................................................................(2-64)

Coba ø tulangan sengkang yang akan digunakan, kemudian hitung spasi

dengan persamaaan:

s = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑

𝑉𝑠...................................................................................................(2-61)

Vs = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑

𝑆..................................................................................................(2-62)

Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.5.3.1 : diperlukan Hoops (sengkang

tertutup) di sepanjang jarak 2h dari sisi (muka) kolom terdekat. SNI 2847:2013

Pasal 21.3.3.2: Hoop pertama dipasang pada jarak 50 mm dari muka kolom

terdekat, dan berikutnya dipasang dengan spasi terkecil di antara:

1. d/4

2. 6 x ø tulangan longitudinal terkecil

3. 150 mm, Tapi tidak perlu kurang dari 100 m.

Selain itu, pada SNI 2847:2013 Pasal 21.5.3.4 : spasi maksimum tulangan geser

disepanjang balok SRPMK adalah d/2

Smax = 𝑑

2..........................................................................................................(2-65)

Page 53: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI · TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sistem struktur dalam perancangan gedung juga menjadi pertimbangan, sistem

61

Gambar 2.24 Persyaratan Tulangan Transversal

Tulangan sengkang tertutup dapat dipasang sebagai tulangan tunggal atau

bertumpuk. Pada Gambar 2.25 diperlihatkan beberapa contoh penggunaan

sengkang tertutup yang dipasang bertumpuk, dengan memanfaatkan tulangan

pengikat silang (crosstie).

Tulangan sengkang tertutup dan pengikat silang (crosstie) harus diberi kait gempa

ujung-ujungnya (Gambar 2.26). pengikat silang didefinisikan sebagai kait gempa

dan kait 90º, sedangkan kait gempa didefinisikan sebagai kait pada sengkang yang

mempunyai bengkokan tidak kurang dari 135º (untuk sengkang cincin dapat

diambil ≥90º + perpanjangan 6d (Gambar 2.26).

Gambar 2.25 Contoh Sengkang Tertutup yang Dipasang Bertumpuk

Gambar 2.26 Persyaratan untuk Sengkang Tertutup (Closed Hoop) dan

Pengkikat Silang (Crosstie).