20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit {Crude Palm Oil/ CPO) menjadi salah satu primadona tanaman perkebvman yang menjadi sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk meningkatkan perluasan areal perkebunan kelapa sawit. Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia berjalan sangat pesat. Pada tahun 1968, luas areal 120.000 ha menjadi 5,16 juta ha pada tahim 2005 dan pada tahun 2006 diproyeksikan mencapai 6,046 juta ha (anonimous, 2007a). Setiap satuan massa tandan buah segar mempunyai kandungan minyak sawit sekitar 21%-massa, tandan kosong sawit (TKS) 21%-massa, cangkang 6%- massa, sabut sawit 11%-massa dan Palm kernel cake 3%-massa. Indonesia dalam menghadapi tahun 2008 memproyeksikan produksi minyak sawit mentah (CPO) sebesar 15 juta ton. Setiap ton minyak sawit yang dihasilkan akan mengeluarkan limbah padat sebesar 0,81 ton, berarti untuk mencapai produksi minyak sawit sebesar 15 juta ton akan didapat 12,5 juta ton limbah padatnya (cangkang dan sabut). Data ini menunjukkan betapa besar limbah padat industri minyak sawit yang dibuang kelingkungan dan ini akan meningkat setiap tahuimya sesuai dengan perkembangan industri minyak sawit (Santoso, 2006). Pada proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO, dari 1 ton TBS yang diolah dapat diperoleh CPO sebanyak 140-220 kg. Proses ini membutuhkan energi sebanyak 20-25 kWh/t dan 0.73 ton steam (uap panas). Proses pengolahan ini akan menghasiUcan limbah padat, limbah cair dan gas. Limbah cair yang dihasilkan sebanyak 600-700 kg POME (Pahn Oil Mill Effluent). Limbah padat yang dihasilkan adalah serat dan cangkang sebanyak 190 kg dan 230 kg TKKS segar (kadar air 65%). Selain itu juga dihasilkan limbah emisi gas dari boiler dan incenerator (Goenadi et al., 2008). Cangkang dan serat (fibre) dimanfaatkan sebagian besar sebagai bahan bakar boiler PKS. Dari pembakaran dihasilkan ± 5% abu. Abu boiler PKS 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

BAB I I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit {Crude Palm Oil/

CPO) menjadi salah satu primadona tanaman perkebvman yang menjadi sumber

penghasil devisa non-migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak

kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong

pemerintah Indonesia untuk meningkatkan perluasan areal perkebunan kelapa

sawit. Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia berjalan sangat pesat.

Pada tahun 1968, luas areal 120.000 ha menjadi 5,16 juta ha pada tahim 2005 dan

pada tahun 2006 diproyeksikan mencapai 6,046 juta ha (anonimous, 2007a).

Setiap satuan massa tandan buah segar mempunyai kandungan minyak

sawit sekitar 21%-massa, tandan kosong sawit (TKS) 21%-massa, cangkang 6%-

massa, sabut sawit 11%-massa dan Palm kernel cake 3%-massa. Indonesia dalam

menghadapi tahun 2008 memproyeksikan produksi minyak sawit mentah (CPO)

sebesar 15 juta ton. Setiap ton minyak sawit yang dihasilkan akan mengeluarkan

limbah padat sebesar 0,81 ton, berarti untuk mencapai produksi minyak sawit

sebesar 15 juta ton akan didapat 12,5 juta ton limbah padatnya (cangkang dan

sabut). Data ini menunjukkan betapa besar limbah padat industri minyak sawit

yang dibuang kelingkungan dan ini akan meningkat setiap tahuimya sesuai dengan

perkembangan industri minyak sawit (Santoso, 2006).

Pada proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO, dari 1 ton TBS yang

diolah dapat diperoleh CPO sebanyak 140-220 kg. Proses ini membutuhkan

energi sebanyak 20-25 kWh/t dan 0.73 ton steam (uap panas). Proses pengolahan

ini akan menghasiUcan limbah padat, limbah cair dan gas. Limbah cair yang

dihasilkan sebanyak 600-700 kg POME (Pahn Oil M i l l Effluent). Limbah padat

yang dihasilkan adalah serat dan cangkang sebanyak 190 kg dan 230 kg TKKS

segar (kadar air 65%). Selain itu juga dihasilkan limbah emisi gas dari boiler dan

incenerator (Goenadi et al., 2008).

Cangkang dan serat (fibre) dimanfaatkan sebagian besar sebagai bahan

bakar boiler PKS. Dari pembakaran dihasilkan ± 5% abu. Abu boiler PKS

4

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

merupakan hasil pembakaran cangkang dan serat sawit dalam ketel dengan

temperatur 800-900*^C. Karena abu serat cangkang tidak mengandung nutrisi yang

cukup untuk digunakan sebagai pupuk, maka dibuang di alam terbuka didekat

pabrik. Dengan ukuran kecil dan ringan, abu ini dengan mudah dibawa oleh angin

hingga menyebabkan kabut, yang dapat mengurangi kemampuan pandang dan

menyebabkan kecelakaan lalu lintas, abu ini juga menyebabkan gangguan

kesehatan (Yoescha, 2007).

Abu dari cangkang dan sabut banyak mengandung silika. Selain itu, abu

sawit tersebut juga mengandung kation anorganik seperti kalium dan natriimi

(Graille dkk, 1985). Spesifikasi dari abu sawit adalah berbentuk halus, seperti

serbuk (powder). Ukuran abu sawit PKS <3mm. Abu sawit berwama abu-abu

hingga hitam (anonimous, 2007b).

Gambar 1 . Abu Boiler PKS

Tabel berikut menyajikan komposisi kimia abu boiler PKS :

Tabel 1. Komposisi Kimia Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit (%)

Komposisi:

Chemical analysis

Persentase

%

S i 0 2 58,02

AI2O3 8,70

FezOa 2,60

CaO 12,65

MgO 4,23

NaiO 0,41

K 2 O 0,72

H2O 1,97

Sumber: Yoescha, 2007

5

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 1, abu boiler PKS

mengandung 3 komponen utama S i 0 2 sebanyak 58,02 %, CaO sebanyak 12,65 %

dan AI2O3 sebanyak 8,70 %. Abu boiler PKS merupakan bahan material yang

bersifat pozzoIan,karena abu boiler PKS yang dihasilkan disisa pembakaran ini

mempunyai kandungan silika yang cukup tinggi. Proses pembakaran serat

cangkang menjadi abu juga membantu menghilangkan kandungan kimia organik.

Perlakuan panas terhadap silika dalam serat cangkang berakibat pada perubahan

struktur yang berpengaruh terhadap aktivitas pozzolan abu dan kehalusan butiran

Abu boiler PKS mempunyai berat jenis 2,270 (Edison, 2003).

Berdasarkan pengamatan secara visual, abu boiler PKS memiliki

karakteristik sebagai berikut:

a. Bentuk partikel

Bentuk partikel abu boiler PKS tidak beraturan, ada yang memiliki bentuk

butiran bulat panjang, bulat dan persegi.

b. Kehalusan

Ukuran butiran abu boiler PKS berkisar antara 0-0,23 mm.

c. Wama

Abu boiler PKS memiliki wama abu-abu kehitaman.

Dalam aplikasinya abu boiler PKS dimanfaatkan dalam berbagai bidang

antara lain (Pratomo, 2001):

1. Sebagai bahan tambahan pengganti semen dalam desain beton mutu tinggi.

2. Sebagai bahan pengisi/fiUer dalam lapisan perkerasan jalan raya.

3. Sebagai bahan stabilisator pada campuran tanah lempung dan tanah dasar pada

lapisan jalan raya.

4. Sebagai bahan tambahan pengganti semen dalam campuran mortar.

5. Meningkatkan pH tanah.

2.2. Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses penyerapan atau penggumpalan suatu zat pada

bidang batas (interface) diantara dua fasa. Fasa-fasa ini dapat berupa kombinasi

6

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

antara cairan-cairan, cairan-padatan, gas-cairan dan gas-padatan. Proses adsorpsi

yang umum dilakukan adalah fasa gas-padat dan fasa cair-padat. Komponen-

komponen yang terdapat dalam proses adsorpsi adalah adsorbat dan adsorben

(Noll, 1992).

Proses adsorpsi dapat teqadi pada batas permukaan dua fasa, sebagai

contoh (Sukardjo, 1989):

1. Fasa cair dan fasa padat, misalnya adsorpsi zat wama dalam fasa cair dengan

karbon aktif sebagai adsorben.

2. Fasa cair dan fasa gas, misalnya adsorpsi pada campuran gas klor dalam air.

3. Fasa cair dan fasa cair, misalnya adsorpsi deterjen pada permukaan emulsi.

4. Fasa gas dan fasa padat, misalnya adsorpsi gas C O 2 oleh zeolit alam atau

sintetis.

Fasa yang mengadsorpsi dinamakan adsorben, dan material yang

terakiunulasi pada permukaan adsorben dinamakan adsorbat. Adsorben dapat

berasal dari alam (natural) maupim sintesis (buatan). Adsorben yang banyak

digunakan adalah adsorben padat karena lebih mudah untuk pemiszdiaannya.

Adsorben padat mempunyai struktur kristal yang berbeda-beda antara lain: amorf,

microcrystallin (Heltina, 2007).

Proses absorpsi berbeda dengan adsorpsi. Pada absorpsi terjadi transfer

material dari satu fasa dengan melakukan penetrasi ke fasa sekunder untuk

membentuk larutan. Gabxmgan kedua proses tersebut dinamakan sorpsi. Menumt

kuat lemahnya interaksi antar adsorben dan adsorbat, maka adsorpsi dibagi atas

fisisorpsi dan kemisorpsi (Slejko, 1985).

Perbedaan fisisorpsi dan kemisorpsi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Perbedaan Adsorpsi Fisik dan Adsorpsi Kimia

Adsorpsi fisika Adsorpsi kimia

Ikatan Van der waals Kimia

Panas adsorpsi 5-10 kcal/mol 10-100 kcal/mol

Waktu adsorpsi Cepat Agak lama

Regenerasi Mudah Sukar

Kesetimbangan Cepat tercapai Lebih lama

Temperatur Rendah Lebih

7

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Adsorpsi senyawa larutan pertama kali diteliti oleh scientist Rusia T.

Lowitz tahun 1781. Ditinjau dari material adsorben maka bentuk interaksi

adsorbat dan adsorben dipengaruhi oleh ukuran pori. Untuk itu bila porositasnya

memiliki diameter kecil, maka adsorpsi dipengaruhi gaya kapilaritas (kondensasi

kapiler) (Amri, 2007).

Peristiwa adsorpsi pada prinsipnya adalah netralisasi gaya tank yang

keluar dari suatu permukaan. Gaya tarik antar molekul pada permukaan dan

dengan yang berada pada bagian dalam suatu material adalah tidak sama. Molekul

pada permukaan cendrung menarik molekul disekitamya, maka molekul pada

permukaan akan terikat lebih kuat satu sama lain, dan dapat menekan molekul

dibawah permukaan, sehingga munculah pengertian tegangan permukaan. Gaya-

gaya yang terlibat pada proses adsorpsi antara lain gaya tarik Van der Walls yang

non polar, pembentukan ion negatif, gaya penukar ion dan pembentukan ikatan

kovalen.

Untuk proses adsorpsi dalam lamtan jumlah zat yang teradsorpsi

tergantung pada beberapa faktor yaitu:

1. Jenis adsorben

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pemilihan adsorben adalah

permukaan halus, mempunyai pori-pori, aktif dan mumi serta tidak bereaksi

dengan adsorbat.

2. Jenis adsorbat

Syarat-syaratnya antara lain:

a. Ukuran partikel

Molekul yang terserap haruslah mempunyai ukuran partikel yang kecil

dari diameter rongga adsorben.

b. Jenis kepolaran adsorbat

Umimmya adsorben bersifat ionik dengan polaritas yang tinggi. Jika

diametemya sebanding maka molekul-molekul polar lebih kuat terjerap dari

pada molekul non-polar.

8

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

c. Jenis ikatan

Senyawa tidak jenuh lebih mudah terjerap dari pada senyawa jenuh.

d. Berat molekul

Senyawa dengan berat molekul yang lebih besar lebih mudah dijerap dari

pada senyawa yang memiliki berat molekul rendah.

3. Temperatur

Pada adsorpsi fisika kenaikan temperatur menyebabkan adsorpsi menurun. Hal

ini disebabkan mobilitas atom-atom suatu zat yang diadsorpsi bertambah

dengan naiknya temperatur. Oleh karena itu zat yang diserap cendrung

meninggalkan zat penyerap. Sedangkan pada adsorpsi kimia, adsorpsi akan

semakin bertambah dengan naiknya temperatur. Kenaikan temperatur juga

dapat menyebabkan pori-pori adsorben akan lebih terbuka karena unsur-unsur

pengotor pada permukaan akan teroksidasi.

4. pH

Adsorpsi antara fasa padat- cair sangat dipengaruhi oleh pH larutan. Adsorpsi

yang dilakukan pada pH sangat tinggi cendrung memberikan hasil yang

kurang sempuma karena pada kondisi basa terbentuknya senyawa oksida dari

unsur-unsur pengotor lebih besar, sehingga akan menutup permukaan

adsorben dan menghalangi proses penyerapan partikel-partikel terlarut oleh

adsorben. Sedangkan pada pH rendah, seringkali terbentuk garam-garam

anorganik yang menyebabkan penyerapan kurang sempuma (Mentel, 1975).

2.2.1. Adsorpsi isoterm

Kurva hubungan jumlah zat yang diadsorpsi dengan tekanan atau

konsentrasi kesetimbangan pada suatu temperatur yang tetap disebut dengan

isoterm adsorpsi. Beberapa persamaan yang digunakan untuk menguraikan

isotherm adsorpsi adalah:

1. Persamaan Freundlich

2. Persamaan Langmuir

3. Persamaan BET (Brunaver, Emmet, dan Teller) (Sukardjo, 1989).

9

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

2.2.2. Adsorpsi zat terlarut oleh iM padat

Bila ditinjau dari jenis antara fasa yang terlibat pada adsorpsi dapat

berlangsung antara fasa cair - gas, cair - cair, cair - padat dan gas - padat.

Sebagian besar adsorpsi yang terjadi antara fasa cair - padat karena keselektifan

dan adsorpsi jenis ini cukup besar. Adsorpsi yang terjadi pada zat padat

disebabkan adanya gaya tarik menarik atom molekul pada permukaan zat padat.

Adsorpsi zat terlarut dari larutan air, dari 2at padat dapat digambarkan

dengan persamaan empiris dari Freundlich. Bentuk persamaannya yaitu:

X / M = k.Cf*'" (1)

log ( C o - C f ) - log M = log k + 1/n log C f (2)

dimana:

X = C o — C f

Co = konsentrasi awal

Cr = konsentrasi setalah adsorpsi

M == berat adsorben

K dan n = konstanta Freudlich

Persamaan ini merupakan persamaan linear, dengan memplotkan log X / M

dan log Cf, dimana k adalah intersept, dan 1/n merupakan slope. Harga k

merupakan indikasi untuk menyatakan kapasitas adsorpsi, sedangkan 1/n

menunjukkan pengaruh kapasitas adsorpsi.

Ada dua bentuk adsorpsi yaitu :

1. Adsorpsi positif, yaitu penyerapan substrat yang tidak diinginkan sehingga

bahan negatif tidak mengandung substrat tertentu.

2. Adsorpsi negatif, yaitu proses penyerapan pelarut dari substrat yang tidak

diinginkan. Dalam hal ini pelarutnya dipisahkan dari substrat yang tidak

diinginkan cara ini jarang dilakukan karena dianggap tidak efektif.

2.3. Logam Berat

Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan mumi, organik,

dan anorganik. Logam mula-mula diambil dari pertambangan dibawah tanah

(kerak bxmii), yang kemudian dicairkan dan dimumikan dalam pabrik menjadi

logam-logam mumi. Dalam proses pemumian logam, sebagian darinya terbuang

10

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

kedalam lingkungan. Secara alami siklus perputaran logam adalah, dari kerak

bumi kemudian kelapisan tanah, kemudian ke makhluk hidup (tanaman, hewan

dan manusia), kedalam air, mengendap dan akhimya kembali ke kerak bumi.

Logam dalam kerak bumi dibagi menjadi logam makro dan logam mikro, dimana

logam makro ditemukan lebih dari 1000 mg/kg dan logam mikro jumlahnya

kurang dari 500 mg/kg (Darmono, 2001).

Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang

sama dengan logam-logam lain. Perbedaarmya terletak dari pengaruh yang

dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan masuk kedalam tubuh orgamsme

hidup. Istilah logam berat ini sebenamya telah dipergunakan secara luas, terutama

dalam perpustakaan ilmiah, sebagai suatu istilah yang menggambarkan bentuk

dari logam tertentu (Palar, 2004).

Logam berat merupakan unsur kimia yang sangat berpotensi menimbulkan

masalah pencemaran lingkimgan terutama yang berkaitan erat terhadap dampak

kesehatan manusia. Dari 109 unsur kimia yang telah teridentifikasi di muka bumi

terdapat 80 jenis termasuk ke dalam jenis logam berat. Dengan demikian sifat

kimiawi logam berat dapat dikatakan mewakili sebagian besar golongan kimia

anorganik. Logam berat biasanya didefinisikan berdasarkan sifat-sifat fisiknya

dalam keadaan padat dengan menggunakan metoda teknologi yang telah maju.

Sifat-sifat fisika logam berat antara (Darmono, 2001):

1) Memiliki kemampuan pantul cahaya yang tinggi.

2) Memiliki kemampuan hantar listrik yang tinggi.

3) Memiliki kemampuan hantar panas yang baik.

4) Memiliki kekuatan dan ketahanan.

Logam berat dalam keadaan padat juga dapat dibedakan berdasarkan:

struktur kristalnya, sifat pengikat kimianya, serta sifat-sifat magnitnya. Kelarutan

logam berat dalam air dan lemak merupakan suatu proses toksikologi yang amat

penting, karena proses ini adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi

adanya proses biologi dan penyerapan logam berat itu sendiri.

11

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat terbagi ke dalam dua

jenis yaitu:

1. logam berat esensial dimana keberadaanya dalam jimilah tertentu sangat

dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, seperti antara lain, seng (Zn),

tembaga (Cu), besi (Fe), kobalt (Co), mangaan (Mn) dan Iain-lain.

2. logam berat tidak esensial atau beracun, dimana keberadaan dalam

tubuh organisme hidup hingga saat ini masih belum diketahui

manfaatnya bahkan justru dapat bersifat racun, seperti misalnya;

merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), kromium (Cr) dan Iain-lain.

Logam berat esensial biasanya tebentuk sebagai enzim ko-faktor. Walupim

logam berat esensial dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, namun dalam

jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun (Anonimous, 2005a).

Karakteristik dari kelompok logam berat adalah sebagai berikut (Palar,

2004):

1. Memiliki berat jenis (specific gravity) yang besar dari 5 (lima) gr/cm^.

2. mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur lantanida dan

aktinida.

3. Mempunyai respon biokimia yang khas (spesifik) pada organisme

hidup.

4. Berbeda dengan logam biasa, logam berat menimbulkan efek-efek

khusus pada makhluk hidup.

Tabel 3. Toksisitas Beberapa Logam Berat.

Logam berat Kandungan maksimum dalam air ( ppb )

Arsen /As 10-1000

Timah hitam/Pb 140

Seng/Zn 2010

Tembaga/Cu 280

Kadmium/Cd 120

Nikel/Ni 30

Cobalt/Co 48

Sumber: Casarett and Doull's, 1980

12

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Unsur-unsur logam berat dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui

makanan, minuman, pemapasan dan kulit. Logam berat masuk kedalam tubuh

makhluk hidup tidak dapat mengalami biodegradasi dan bertahan lama di dalam

tubuh. Bila makanan tercemar logam berat maka tubuh akan mengeluarkannya

sebagian. Sisanya akan terakvmiulasi pada bagian tubuh tertentu separti ginjal,

hati, kuku, jaringan lemak dan rambut, tetapi yang utama adalah timbulnya

kemsakan sistem jaringan tubuh seperti sistem ekskresi (hati dan ginjal). Ginjal

adalah organ sasaran utama bagi keracunan logam berat. Kemungkinan

mekanisme keracunan logam berat dalam gmjal disebabkan oleh ukuran partikel

logam berat yang relatif besar. Pada beberapa kasus keracunan akut, logam-logam

berat seperti As, Bi , Cd, Pb, dan Hg menyebabkan kegagalan fungsi ginjal.

Beberapa logam memiliki sifat karsinogenik (pembentuk kanker), maupun

teratogenik (salah bentuk organ). Beberapa logam berat dapat menyerang syaraf

sehingga dapat menyebabkan kelainan tingkah laku (Darmono,2001).

2.3.1. Logam timbal (Pb)

Timbal (Pb) mempakan imsur logam berat dengan nomor atom 82.

Lambangnya diambil dari bahasa Latin Plumbum (Vogel,1985) dengan

konfigurasi elektron [Xe] A^* 5d'° 6s 6p^. Logam ini berwama abu-abu kebiruan.

Sifat-sifat fisik dari timbal adalah logam ini berbentuk padat, Massa jenis (sekitar

suhu kamar) 11,34 g/cm', Massa jenis cair pada titik lebur 10,66 g/cm', Titik lebiir

600,61 K, Titik didih 2022 K, Kalor peleburan 4,77 kJ/mol, Kalor penguapan

179,5 kJ/mol, Kapasitas kalor (25 °C) 26,650 J/(mol-K) (Anonimous, 2005).

Timbal banyak digunakan untuk berbagai keperluan temtama batrai

kendaraan dan berbagai bahan aditif pada bensin. Hal tersebut dikarenakan, timbal

mempunyai sifat-sifat antara lain (Connel, 1995) :

a. Mempakan logam yang limak sehingga mudah diubah menjadi berbagai

bentuk.

b. Mempunyai titik cair yang rendah sehingga bila digunakan dalam bentuk

cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana.

c. Membentuk alloy dengan logam lainnya sehingga dapat menghasilkan

sifat logam yang berbeda.

13

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

d. Mempunyai densitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan logam

lainnya, kecuali merkuri dan emas.

e. Mempunyai sifat kimia yang menyebabkan timbal dapat berfimgsi sebagai

lapisan pelindimg, jika kontak dengan udara lembab.

f. Senyawa etil timbal dipakai sebagai senyawa aditif pada bensin sebagai

zat anti ketuk.

Timbal merupakan logam yang amat beracim yang pada dasamya tidak

dapat dimusnahkan serta tidak terurai menjadi zat lain dan bila terakumulasi

dalam tanah relatif lama. Oleh karena itu, apabila timbal lepas ke lingkimgan

maka akan menjadi ancaman bagi makhluk hidup.

Biasanya tingkat Pb dalam tanah berkisar antara 5 sampai 25 mg/kg,

dalam air tanah dari 1 sampai 60 ng/L dan agak lebih rendah dalam air permukaan

di alam. Kadar di udara dibawah l^ig/m^, tetapi dapat jauh lebih tinggi di tempat

kerja tertentu dan didaerah yang lalu lintasnya padat.

Timbal dalam keseharian biasa dikenal dengan nama Timah Hitam. Dalam

timbal terdiri dari 4 (empat) macam :

1. Timbal 204 diperkirakan beijxmilah sebesar 1,48 % dari seluruh isotop

timbal

2. Timbjil 206 ditemukan dalam jumlah 23,06 %

3. Timbal 207 sebanyak 22,60 % dari semua isotop timbal yang terdapat di

alam

4. Timbal 208 adalah hasil akhir dari peluruhan radioaktif thorium (Th)

Keracunan yang ditimbulkan oleh logam Pb dapat terjadi karena masuknya

persenyawaan logam tersebut kedalam tubuh yang dapat melalui makanan,

mimmian, udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit.

Sebagian Pb yang terhirup akan masuk ke dalam pembuluh darah paru-paru.

Tingkat penyerapan itu sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel senyawa Pb yang

ada dan volume udara yang mampu dihirup pada saat bemapas. Makin kecil

ukuran partikel debu dan semakin besamya volume udara yang dihirup akan

semakin besar pula konsentrasi Pb yang diserap tubuh. Logam Pb yang masuk ke

paru-paru melalui proses pemapasan akan terserap dan berikatan dengan darah di

14

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

paru-paru kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Lebih dari

90 % logam Pb yang terserap oleh darah berikatan dengan sel-sel darah merah.

Keracunan yang disebabkan oleh logam Pb dalam tubvih dapat

mempengaruhi organ-organ tubuh antara lain sistem saraf, ginjal, sistem

reproduksi, sistem endokrin dan jantung. Logam Pb dapat menyebabkan

gangguan pada otak, sehingga anak mengalami gangguan kecerdasan dan mental

(Anonimous, 2005b)

Gejala keraciman akut Pb pada anak dimulai dengan hilangnya nafsu

makan (anoreksia), kemudian diikuti dengan rasa sakit perut dan muntah, tidak

berkeinginan untuk bermain, beijalan sempoyongan, sulit berkata-kata,

ensefalopati dan akhimya koma. Pada waktu 1-6 minggu setelah 6 minggu timbul

gejala seperti tersebut diatas (Darmono, 2001).

Daya racun Pb didalam tubuh diantaranya disebabkan oleh penghambatan

enzim oleh ion-ion Pb. Enzim yang diduga dihambat adalah enzim yang

diperlukan untuk pembentukkan hemoglobin. Penghambatan tersebut disebabkan

terbentuknya ikatan yang kuat (ikatan kovalen) antara Pb dengan gmp sulfur yang

terdapat didalam asam-asam amino dari enzim tersebut.

Pb yang tertinggal di dalam tubuh, baik dari udara maupun melalui

makanan/minuman, akan mengumpul temtama didalam skeleton (kerangka)

sebanyak 90-95 %. Tulang berfungsi sebagai tempat penggumpalan Pb karena

sifat-sifat ion Pb yang hampir sama dengan Ca. Pb yang mengvmipul didalam

skeleton kemingkinan dapat diremobilisasi kebagian-bagian tubuh lainnya lama

setelah absorbsi awal. Hal ini dapat terjadi selama pengobatan dengan kortison

pada saat demam, atau karena umur yang sudah tua. Umur Pb secara biologi

didalam tulang manusia diperkirakan sekitar 2-3 tahun.

Karena analisis Pb didalam tulang cukup sulit, maka kandimgan Pb

didalam tubuh ditetapkan dengan menganalisis konsentrasi Pb didalam darah atau

urine. Jumlah minimal Pb didalam darah yang dapat mengakibatkan timbulnya

gejala keracunan biasanya berkisar antara 60 sampai 100 mikrogram per 100 ml

darah untuk orang dewasa. Tabel 4 menunjukkan bahwa konsentrasi Pb didalam

darah dapat dibedakan atas empat kategori, yaitu kategori normal, dapat diterima,

berlebihan dan berbahaya.

15

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Tabel 4. Kategori Pencemaran Pb Didalam Darah Orang Dewasa

Kategori Konsentrasi Pb didalam

darah (^g/100ml)

Keterangan

A (normal) <40 Populasi normal tanpa

pencemaran Pb pada

konsentrasi abnormal

B (dapat diterima) 40-80 Absorpsi meningkat karena

meningkat karena populasi Pb

pada tingkat abnormal, tetapi

masih belum berbahaya

C (berlebihan) 80-120 Absorpsi meningkat karena

polusi Pb yang berlebihan,

sering disertai gejala ringan,

kadang-kadang gejala berat.

D (berbahaya) > 120 Absorpsi pada tingkat

berbahaya dengan gejala

ringan dan berat, serta efek

samping yang lama.

2.4. X-Ray Fiuoresence

XRF (X-ray Fiuoresence) merupakan suatu metoda yang secara luas

digxmakan untuk mengukur komposisi suatu material. XRF juga merupakan emisi

pancaran sinar-X dari suatu material yang tereksitasi karena ditembakkan energi

yang tinggi dari sinar-X atau sinar gamma. Metoda ini kerjanya sangat cepat dan

tidak merusak sampel yang akan dianalisa. Dengan XRF dapat dianalisa unsur-

unsur apa saja yang membangun suatu material, walaupim imtuk imsur ringan

yang tidak dapat diamati. Kelemahan dari metoda XRF adalah tidak dapat

mengetahui senyawa apa yang dibentuk oleh vmsur-imsur yang terkandung dalam

material yang akan diteliti. Dan tidak dapat menentukan struktur dari atom yang

membentuk material itu.

16

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Metoda XRF digunakan secara luas untuk analisa bahan dan analisa kimia,

terutama sekali pada penentuan logam, glass, keramik, abu dan material

pembangun, dan untuk penelitian pada bidang geokimia, ilmu forensik dan

arkeologi. Dalam produksi industri, XRF digimakan sebagai pengontrol bahan.

Sampel yang dapat dianalisa dengan XRF dalam bentuk powder, larutan,

batangan, lembaran dan partikulat (Christian and O'Reilly, 1978).

2.4.1. Prinsip kerja X R F

Pada XRF apabila siaatu material ditembak oleh sinar-X atau sinar y pada

panjang gelombang yang pendek maka terjadi ionisasi sehingga atom akan

berpindah. Ionisasi akan menyebabkan pelepasan 1 atau lebih elektron dari suatu

atom, dan atom akan berpindah apabila terjadi radiasi oleh energi yang lebih besar

dibandingkan potensial ionisasi. Sinar-X dan sinar y memiliki energi yang cukup

untuk mengusir elektron dari kulit terdalam suatu atom, elektron yang keluar ini

disebut auger elektron. Perpindahan elektron ini menyebabkan struktur

elektroniknya tidak stabil dan elektron pada orbital yang paling tinggi mengisi

kekosongan orbital yang rendah, energi dibebaskan dalam bentuk photon. Energi

ini sama dengan selisih energi dari 2 orbital yang terlibat. Jadi, material yang

beradiasi memiliki energi dengan adanya atom. Flouresensi merupakan suatu

fenomena absorpsi energi radiasi yang tinggi menghasilkan emisi energi radiasi

yang rendah.

Karakteristik sinar-X dilambangkan dengan K, L , M , N yang ditunjukkan

berdasarkan kulit asal. Nama lainnya a, P dan y untuk menandai transisi elektron

dari kulit terluar. Ka merupakan transisi elektron dari kulit L ke kulit K, dan Kp

merupakan transisi elektron dari kulit M ke kulit K, dan sebagainya. Didalam kulit

terdapat banyak orbital yaitu elektron berenergi rendah dan elektron berenergi

tinggi yang dilambangkan dengan a l , a2 atau p i , P2 dan sebagainya, untuk

menunjukkan transisi elektron pada orbital pada kulit yang lebih rendah.

17

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Proses analisa X-ray Fiuoresence dapat dilihat pada gambar dibawah ini

(anonimous, 2007c):

1. Elektron pada kulit K akan keluar

dari atom karena tereksitasi oleh

p t ^ ^ ^ r sinar-X yang ditembakkan.

Incoming radialion from x-ray tubs or radioisotope.

The K Lines

The L Lines H--

2. Elektron pada kulit L atau M

dkan masuk kedalam untuk mengisi

kekosongan. Proses ini akan

memancarkan sinar dan

menghasilkan kekosongan pada

kulit L atau M.

3. Penembakkan oleh sinar-X akan

menyebabkan terjadinya

kekosongan pada kulit L karena

terjadinya eksitasi elektron.

Elektron pada kulit M atau N akan

masuk kedalam unutk mengisi

kekosongan. Proses ini

memancarkan sinar pada elemen.

18

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

2.5. Spektroskopi Serapan Atom

Spektoskopi serapan atom adalah suatu teknik atau analisa kimia bagi

penentuan kadar imsur-imsur logam atau semi logam yang terdapat didalam suatu

larutan baik yang terdapat sebagai penyusun utama maupun pada tingkat kelumit

(Trace Level). Cara analisa dengan metoda ini memberikan kadar unsur logam

dan cuplikan. Analisa dengan menggunakan AAS sangat penting untuk analisa

renik logam karena dapat terdeteksi dengan kepekaan hingga kurang dari 1 ppm,

serta dapat dilakukan dalam campuran dengan unsur-unsur lain tanpa dilakukan

pemisahan (Ismono, 1978).

2.5.1. Prinsip dasar

Metoda AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom pada panjang

gelombang tertentu, tergantung pada sifat vinsumya. Sinar pada panjang

gelombang ini mempimyai cukup energi vmtuk mengubah tingkat energi suatu

atom. Transisi energi suatu unsur bersifat spesifik. Dengan mengabsorbsi energi,

berarti memperoleh lebih banyak energi sehingga atom pada keadaan dasar

(ground state) naik ke tingkat eksitasi (excited state), proses ini dikenal dengan

proses serapan atom (Khopkar, 2002). Elektron yang tereksitasi ini berada dalam

keadaan tidak stabil dan akan kembali kebentuk asalnya dengan melepaskan

energi eksitasinya dalam bentuk radiasi, yang dikenal juga dengan proses emisi.

Perubahan energi elektron tersebut harus ada persesuaian dengan radiasi

yang diserap yaitu sesuai dengan rumus :

E = h.v = h.cfk

Keterangan:

E = Energi (joule atau erg)

h = Tetapan Plank (6,6256 • lO" '* J detik atau 6,6256 • lO'^'' erg detik)

V = Frekuensi ( Hz )

c = Kecepatan cahaya (3 10^ m/s)

Kepekaan analisis AAS cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk

larutan dengan konsentrasi yang sangat kecil. Pelaksanaan analisisnya sederhana

dan analisis suatu logam tertentu dapat dilakukan dalam campuran dengan unsur-

unsur logam lain tanpa perlu pemisahaan.

19

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu sesuai

dengan energi yang dibutuhkan untuk eksitasi elektron ke tingkat yang lebih

tinggi. Penyerapan cahaya ini mengurangi intensitas cahaya yang sebanding

dengan jumlah atom yang berada pada tingkat energi dasar.

Berdasarkan hukum Lambert-Beer maka konsentrasi dari cuplikan dapat

ditentukan dimana nyala api dianggap sebagai medium absorpsi sebagaimana

hahiya pada analisi spektrofotometer yang menggunakan kuvet. Bila sel

mempunyai ketebalan b, dan mengandung atom dengan konsentrasi c, maka

besamya transmitan adalah sebagai berikut:

T = -logI/Io = e-'*"=

Dengan menggunakan bilangan berpangkat sepuluh maka persamaan menjadi:

Log 1/T = abc

-log T = -log lo/I = A = abc

Keterangan:

A = absorbans

T = transmitans

a = absorptivitas

b = panjang jalan sinar

c = konsentrasi atom (g/L)

lo = intensitas radiasi awal

I = intensitas radiasi setelah melewati sampel

(Day dan Underwood, 1989)

20

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

2.5.2. Komposisi peralatan spektroskopi serapan atom

photomultiplier

i Gambar 2. Skema Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom

1. Sumber Cahaya.

Sumber cahaya harus dapat memberikan spektum pancaran yang terdiri

dari puncak-puncak yang sempit dan spektrum resonansi yang tajam dari

unsur yang akan dianalisis. Dalam hal ini digunakan lampu katoda berongga

( hollow cathode lamp ). Untuk analisis masing-masing unsur, diperlukan

lampu tertentu sehingga adanya campuran atom dalam cuplikan tidak menjadi

masalah dan tidak perlu dipisahkan, karena masing-masing atom akan

menyerap pada panjang gelombang tertentu. Lampu ini memiliki dua

elektroda dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis

(Khopkar,2002).

2. Sistem serapan dan atomisasi

Proses atomisasi dapat terjadi dengan menggunakan berbagai sumber

nyala atau tanpa nyala. Atomisasi tanpa nyala biasanya menggunakan tungku

grafit, suatu perangkat pemanas listrik. Untuk proses atomisasi dengan nyala

biasanya disertai dengan pemasukan suatu larutan cuplikan berbentuk aerosol

dalam nyala bersamaan dengan bahan bakar dan gas pengoksidasi kedalam

kamar pencampur atau nebulizer kemudian dilewatkan menuju burner atau

pembakaran dimana nyala dihasilkan. Untuk memperoleh suhu nyala ini

diperoleh kombinasi gas-gas pengoksidasi, yaitu hidrogen, udara, N2O, dan

asetilen.

21

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Dari berbagai kemungkinan kombinasi gas pengoksidasi yang umimi

digunakan untuk kepentingan proses atomisasi adalah sebagai berikut:

> Kombinasi udara-asetilen, menghasilkan suhu sekitar 2100-2400 ^C,

paling banyak digunakan dan dapat menganalisis hampir 30 unsur.

> Kombinasi udara-hidrogen, menghasilkan suhu sekitar 2000-2100 ^C,

nyala ini mengalami gangguan "noise" walaupun sangat rendah.

> Kombinasi N20-asetilen, menghasilkan suhu sekitar 2600-2800 °C, nyala

ini paling efektif untuk menentukan unsur-unsur yang sulit diuraikan atau

diatomkan.

3. Monokromator

Untuk menghilangkan gangguan sinar kontinyu digunakan monokromator

yang ditempatkan diantara nyala dan detektor. Monokromator dalam AAS

terdiri dari kisi difiraksi atau prisma, yang berfimgsi imtuk memisahkan garis

resonansi dan garis spektra yang berdekatan yang berasal dari sumber sinar.

Ukuran kemampuan monokromator memisahkan garis-garis spektra hingga

0,5 A dianggap cukup baik. Fungsi lain dari monokromator adalah

mengisolasi garis resonansi yang diukur terhadap garis emisi molekul dan

garis latar belakang lain yang berasal dari nyala. Ada dua jenis sistem

monokromator, yaitu prisma dan grating. Sistem grating lebih menguntungkan

karena jangkauan panjang gelombangnya lebih besar, intensitas cahaya lebih

besar dan dispersi cahaya lurus sesuai dengan panjang gelombang yang

diinginkan.

4. Detektor.

Dalam AAS, detektor yang paling banyak digimakan adalah

photomultiplier tube (tabung penggandaan), karena mempimyai kepekaan

yang tinggi terhadap sinyal yang lemah. Selain itu garis spektrum dari unsur

yang dianalisis umumnya terletak didaerah UV. Detektor mengubah energi

cahaya menjadi energi listrik. Sinyal listrik yang keluar dari detektor sangat

kecil, sehingga diperlukan amplifier yang dapat memperbesar isyarat yang

keluar dari detektor (Day & Underwood, 1989).

22

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit

Amplifier dan Sistem Pembacaan

Amplifier akan memperkuat isyarat beberapa kali agar dapat dibaca oleh

perekam. Melalui beberapa kali proses rangkaian elektronik tertentu akan

menghzisilkan suatu isyarat output yang beberapa kali lebih besar dari isyarat

input. Peralatan AAS dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan

pembacaan digital dan dihasilkan dalam bentuk rekorder atau chart.

23