27
6 BAB II TINJAUAN KONSEP DAN TEORI A. Pengertian Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang didefinisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008). Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa. Selanjutnya gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau diatas tempat tidur sering kali pada inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran (potter & perry, 2005). Dekubitus adalah kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena adanya penekanan jaringan lunak diatas tulang yang menonjol (Bony Prominence) akibat adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu lama yang menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan Sehingga terjadi terjadi insufisiensi aliran darah, anoksia, isckemic jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Sari, 2007). Pressure Ulcers (diketahui sebagai luka tekan, luka ranjang atau luka dekubitus) adalah kerusakan jaringan yang terlokasi karena tekanan yang berlebihan yang terjadi pada area tertentu yang tidak mengalami reposisi (Moore & Cowman, 2009). Luka tekan telah lama dikenal di kalangan perawatan kesehatan dan ini merupakan masalah cukup sulit diatasi bagi para praktisi perawatan karena memang banyak faktor yang terkait dengan upaya penyembuhan luka tekan (Fatmawati, 2007). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Dekubitus adalah kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena adanya penekanan jaringan lunak

BAB II TINJAUAN KONSEP DAN TEORI A. Pengertiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/168/jtptunimus-gdl-sutrisnoni... · mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua

  • Upload
    dothien

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

TINJAUAN KONSEP DAN TEORI

A. Pengertian

Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang

didefinisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka

waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008). Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis

dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan

penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa. Selanjutnya

gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas kursi atau diatas tempat tidur

sering kali pada inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu yang mengalami kesulitan

makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran (potter & perry, 2005).

Dekubitus adalah kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena adanya

penekanan jaringan lunak diatas tulang yang menonjol (Bony Prominence) akibat adanya

tekanan dari luar dalam jangka waktu lama yang menyebabkan gangguan pada suplai

darah pada daerah yang tertekan Sehingga terjadi terjadi insufisiensi aliran darah,

anoksia, isckemic jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Sari, 2007).

Pressure Ulcers (diketahui sebagai luka tekan, luka ranjang atau luka dekubitus) adalah

kerusakan jaringan yang terlokasi karena tekanan yang berlebihan yang terjadi pada area

tertentu yang tidak mengalami reposisi (Moore & Cowman, 2009).

Luka tekan telah lama dikenal di kalangan perawatan kesehatan dan ini

merupakan masalah cukup sulit diatasi bagi para praktisi perawatan karena memang

banyak faktor yang terkait dengan upaya penyembuhan luka tekan (Fatmawati, 2007).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Dekubitus adalah

kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena adanya penekanan jaringan lunak

7

diatas tulang yang menonjol (Bony Prominence) akibat adanya tekanan dari luar dalam

jangka waktu lama. Perawatan kulit yang dengan minyak zaitun dapat mengurangi

tingkat kejadian dekubitus di rumah sakit. Minyak zaitun yang dioleskan dapat

mempercepat penyembuhan kulit yang luka atau iritasi. Orang-orang Yunani kuno

bahkan menggunakan daun zaitun untuk membasuh luka. Daun zaitun mengandung

antimikroba dan sangat efektif memerangi sejumlah jamur, virus, dan bakteri

(Surtiningsih, 2005). Perawatan kulit dengan Minyak membantu memelihara kelembapan,

kelenturan, serta kehalusan kulit karena minyak zaitun mengandung asam lemak

( Khadijah, 2008).

8

9

kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin,

ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009). Kulit mempunyai

berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan

fungsi pergetahan (Setiabudi, 2008). Warna kulit berbeda beda, dari kulit yang berwarna

terang, pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta

warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa (Djuanda, 2003). Demikian pula

kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya kulit yang elastis dan longgar

terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di

telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut

kasar terdapat pada kepala (Djuanda, 2003).

a. Struktur kulit menurut (Tortora, Derrickson, 2009) terdiri dari :

1) Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum,

stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum

adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel

gepeng yang mati dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat

tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum,

merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah

menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di

telapak tangan dan kaki (Djuanda, 2003). Stratum granulosum merupakan 2

atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti

di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Stratum spinosum

terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya

berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena

10

banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini

makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya.

Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar

sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar

jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus

Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel

stratum spinosum mengandung banyak glikogen (Djuanda, 2003). Stratum

germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertical pada

perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan ini

merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengalami

mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu

sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong

dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel

pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda,

dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen

(melanosomes) (Djuanda, 2003).

2) Lapisan Dermis

Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis

yang jauh lebih tebal dari pada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan

elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.

Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian

yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah,

dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kearah subkutan,

bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen,

elastin dan retikulin. Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam

11

hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast,

membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin.

Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut

sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda Serabut elastin biasanya

bergelombang, berbentuk amorf dan mudahmengembang serta lebih elastis

(Djuanda, 2003).

3) Lapisan Subkutis

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan

ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel

bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang

bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan

yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus

adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-

ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan

lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai

ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan

lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2003).Vaskularisasi di kulit

diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis

(pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus

yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus

yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di

bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan

pembuluh darah terdapat

saluran getah bening (Djuanda, 2003).

12

1. Fisiologi kulit

Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya yang membungkus

seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya

bahan kimia.cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap

mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit

merupakan indikator untuk memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan yang

terjadi pada kulit. Misalnya, menjadi pucat, kekuning-kuningan, kemerah-merahan

atau suhu kulit meningkat memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh

atau gangguan kulit karena penyakit tertentu.

a. Fungsi Kulit

Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin

kelangsungan hidup secara umum yaitu :

1) Proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau

mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat

menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya

radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan

jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut–

serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan

fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari

dengan mengadakan tanning (pengobatan dengan asam asetil).

2) Proteksi rangsangan kimia

Dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap

berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit

yang melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit

13

terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman

kulit antara pH 5-6,5. Ini merupakan perlindungan terhadap infeksi jamur dan

sel–sel kulit yang telah mati melepaskan diri secara teratur.

3) Absorbsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,

tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut

dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air

memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.

Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan dan

metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di antara sel,

menembus sel–sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih

banyak melalui sel–sel epidermis.

4) Pengatur Panas

Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan.

Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat

pengatur panas, medulla oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu

visceral 36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian

persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi

(kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke

kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh)

dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin,

hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak dikeluarkan).

5) Ekskresi

Kelenjar - kelenjar kulit mengeluarkan zat–zat yang tidak berguna lagi

atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan

14

amonia.Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit

karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan

air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar

lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit.

6) Persepsi

Kulit mengandung ujung–ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.

Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis,

terhadap dingin diperankan oleh dermis, peradaban diperankan oleh papila

dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis.

Serabut saraf sensorik lebihbanyak jumlahnya di daerah yang erotik.

7) Pembentukan Pigmen Sel

Pembentukan pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini

berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum

dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap

sinar matahari memengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis

melalui tangan–tangan dendrit sedangkan lapisan di bawahnya dibawa oleh

melanofag. Warna kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh pigmen kulit

melainkan juga oleh tebal-tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.

8) Keratinisasi

Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel

basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel

spinosum. Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel

granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini menjadi sel

tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup.

Keratinosit melalui proses sintasis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk

15

yang berlangsung kira–kira 14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit

terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

9) Pembentukan Vitamin D

Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar

matahari.Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses

tersebut. Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan (Syaifuddin,

2008

B. Etiologi

Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk

menggambarkan faktor - faktor resiko untuk terjadinya luka tekan. Ada dua hal utama

yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi

jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang

menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi. Sedangkan

faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor

ekstrinsik dan faktor intrinsik.

1. Faktor intrinsik:

Penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti

DM, status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, anemia,

hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak

pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan tubuh.

2. Faktor Ekstrinsik:

Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan

medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, duduk yang

buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan posisi yang kurang. Di bawah ini adalah

penjelasan dari masing masing faktor diatas :

16

a. Mobilitas dan aktivitas

Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi

tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang

berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi

beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling

signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di

salah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan

faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan.

b. Penurunan sensori persepsi

Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan

untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila

ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan.

c. Kelembaban

Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan

terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan

mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah

terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi

lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan dari pada inkontinensia urin

karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.

d. Tenaga yang merobek ( shear )

Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan,

pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan

tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini

adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30

derajad. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan

17

tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat

mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian

dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan

kulit.

e. Pergesekan ( friction)

Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang

berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan

epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien yang

tidak berhati-hati.

f. Nutrisi

Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya

diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut

penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua

berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake

makanan yang tidak mencukupi.

g. Usia

Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka

tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan

mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan

respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara

epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain

akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan,

pergesekan, dan tenaga yang merobek.

18

h. Tekanan arteriolar yang rendah

Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap

tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu

mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan oleh Nancy

Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang

rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan.

i. Stress emosional

Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga

merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan.

j. Merokok

Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan

memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil

penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan

perkembangan terhadap luka tekan.

k. Temperatur kulit

Menurut hasil penelitian Sugama (2000) peningkatan temperatur

merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan. Menurut

hasil penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh terhadap risiko

terjadinya luka tekan adalah tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan

antar muka adalah kekuatan perunit area antara tubuh dengan permukaan matras.

Apabila tekanan antar muka lebih besar dari pada tekanan kapiler rata-rata, maka

pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah

untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32

mmHg. Menurut penelitian Suriadi (2003) tekanan antar muka yang tinggi

merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. Tekanan antar

19

muka diukur dengan menempatkan alat pengukur tekanan antar muka ( pressure

pad evaluator) diantara area yang tertekan dengan matras.

C. Patofisiologi

Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:

1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler.

2. Durasi dan besarnya tekanan.

3. Toleransi jaringan.

Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan (Potter &

Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya,maka semakin besar pula

insidensinya terbentuknya luka (Potter & Perry, 2005). Kulit dan jaringan subkutan dapat

mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan

dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan

sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini

lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia,

maka pembuluh darah kolaps dan trombosis (Potter & Perry, 2005). Jika tekanan

dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui

mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih

besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan

iskemi otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis

(Potter & Perry, 2005). Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya

gaya gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan

tumit merupakan area yang paling rentan (Potter & Perry, 2005). Efek tekanan juga dapat

di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak merata.

Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan tempatnya

berada karena adanya gravitasi (Potter & Perry, 2005). Jika tekanan tidak terdistribusi

20

secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan

meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan.

D. Komplikasi

Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat terjadi

pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi yang dap-at terjadi

antara lain:

1. Infeksi Sering bersifat multibakterial, baik yang aerobic maupun anaerobic.

2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi, seperti : periostitis, osteitis, osteomielitis.

3. Septicemia

4. Anemia

5. Hipoalbumin

6. Hiperalbumin

7. Kematian

E. Manifestasi Klinik

Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel

sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari

riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka,

riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi,

konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem

termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan,

bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcers Advisory

Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium ,yaitu :

21

1. Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.

Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya

reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.

2. Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa

terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian

dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10-

15 hari.

3. Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai

terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril.

Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya

sembuh dalam 3-8 minggu.

4. Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat

sembuh dalam 3-6 bulan.

Tanda dan Gejala dari masing-masing stadium :

1. Stadium 1 :

a. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan

dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut:

perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat)

b. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)

c. Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)

d. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang

menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna

merah yang menetap, biru atau ungu.

2. Stadium 2 :

a. Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya.

22

Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang

yang dangkal.

3. Stadium 3 :

a. Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari

jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat

seperti lubang yang dalam.

4. Stadium 4 :

a. Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis

jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam

serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.

F. Penatalaksanaa

Penatalaksanaan dekubitus Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan

pendekatan holistik yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa

disiplin ilmu kesehatan. Selain perawat, keahlian pelaksana termasuk dokter, ahli

fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi. Beberapa aspek dalam

penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan luka secara lokal dan tindakan

pendukung seperti gizi yang adekuat dan cara penghilang tekanan (Potter & Perry, 2005).

Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji untuk lokasi, tahap, ukuran,

traktusinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat, jaringang nekrotik, dan keberadaan

atau tidak adanya jaringan granulasi maupun epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang

minimal 1 kali per hari. Pada perawatan rumah banyak pengkajian dimodifikasi karena

pengkajian mingguan tidak mungkin dilakukan oleh pemberi perawatan. Dekubitus yang

bersih harus menunjukkan proses penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter

& Perry, 2005).

23

Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dekubitus

adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan memberikan

perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Perawatan kulit yang tidak terencana dan

konsisten dapat mengakibatkan gangguan integritas kulit (Potter & Perry, 2005). Salah

satu intervensi dalam menjaga integritas kulit adalah dengan cara memberikan olesan

minyak zaitun karena integritas kulit yang normal dapat dipertahankan dengan

memberikan minyak zaitun. Minyak zaitun mengaandung asam lemak yang dapat

memelihara kelembapan, kelenturan, serta kehalusan kulit (Khadijah, 2008). Minyak

zaitun dengan kandungan asam oleat hingga 80% dapat mengenyalkan kulit dan

melindungi elastis kulit dari kerusakan karena minyak zaitun yang dioleskan dapat

mempercepat penyembuhan kulit yang luka atau iritasi (Surtiningsih, 2005).

G. Data Penunjang

1. Darah lengkap

Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan

dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi

nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka

dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena

respon stres.

2. Biopsi luka

Untuk mengetahui jumlah bakteri.

3. Kultur swab

Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.

4. Pembuatan foto klinis

24

Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan

dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.

(Subandar, 2008).

H. Pengkajian

1. Identitas

Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses

penyembuhan luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji

karena kulit yang tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak

abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda, 2001).

Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak

duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang

menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan

dan sampah hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel mati, kulit pecah dan

terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan.

2. Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari

pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa

nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya

pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha

yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi

keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau

memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya

25

yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan

gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan

neuropati ( Carpenito , L.J , 1998 )

4. Riwayat Personal dan Keluarga

a. Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat

dipengauhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi,

Hipertensi ( CVA ).

b. Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini

untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi

dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM

5. Riwayat Pengobatan

Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat

yaitu:

a. Kapan pengobatan dimulai.

b. Dosis dan frekuensi.

c. Waktu berakhirnya minum obat.

6. Riwayat Diet

Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan

yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah

terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.

7. Status Sosial Ekonomi

Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat

mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat

menyebabkan penyakit kulit.

26

8. Riwayat Kesehatan, seperti:

a. Bed-rest yang lama

b. Immobilisasi

c. Inkontinensia

d. Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat

9. Pengkajian Psikososial

Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:

a. Perasaan depresi

b. Frustasi

c. Ansietas/kecemasan

d. Keputusasaan

e. Gangguan Konsep Diri

f. Nyeri

10. Aktivitas Sehari- Hari

Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus

pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak

banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan

peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi

paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah),

penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit

sensori pada daerah yang paraplegi.

11. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat

adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.

27

b. Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.

c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher

1) Kepala Dan Rambut

Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut

serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut,

menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.

2) Mata

Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan

gangguan penglihatan.

3) Hidung

Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan

cuping hidung, tidak ada sekret.

4) Mulut

Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.

5) Telinga

Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan

serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka,

kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.

6) Leher

Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena

jugularis dan kelenjar linfe.

d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax

28

Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal

premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan,

perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.

e. Abdomen

Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena

inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika

dispensi abdomen atau tegang.

f. Urogenital

Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan

paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.

g. Muskuloskeletal

Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama,

sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.

h. Pemeriksaan Neurologi

Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi

nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan

kaku kuduk.

12. Pengkajian Fisik Kulit

Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa, kulit

kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu,

kelembaban,kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.

Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :

a. Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi

pigmen.

b. Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu :

29

1) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen

kulit

2) Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.Gambaran

lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan

kofigurasinya.

c. Edema

Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah

edema.

d. Kelembaban

Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu

lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti

lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat,

proses menua.

e. Integritas

Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada

drainase atau infeksi.

f. Kebersihan kulit

g. Vaskularisasi

Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.

h. Palpasi kulit

Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau

elastisitas, turgor kulit.

I. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka.

30

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan

sekunder akibat tekanan dan gesekan.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri atau tak nyaman, penurunan

kekuatan dan tahanan.

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit, kecacatan, nyeri.

(NANDA, 2010).

J. Perencanaan

1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, di harapkan

nyeri pasien berkurang.

Kriteria Hasil :

a. Nyeri berkurang

b. Pasien menunjukan wajah rileks

c. Pasien menunjukan tubuh rilesk

Intervensi :

a. Tutup luka segera mungkin

Rasional : Suhu berubah dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada

pemajanan ujung kulit.

b. Tinggikan ekstremitas yang terdapat luka secara periodik.

Rasional : Untuk menurunkan pembentukan edema, menurunkan

ketidaknyamanan.

c. Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya.

Rasional : Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri.

31

d. Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas(skala 0-10).

Rasional : Perubahan lokasi/intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya

komplikasi.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan

sekunder akibat tekanan dan gesekan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan

integritas kulit pasien teratasi .

Kriteria Hasil :

a. Menunjukkan regenerasi jaringan.

b. Menunjukkan penyembuhan decubitus

Intervensi :

a. Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar

luka.

Rasional : Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka.

b. Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.

Rasional : Demam mengidentifikasikan adanya infeksi.

c. Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus).

Rasional : Mengetahui tingkat keparahan pada luka.

d. Oleskan minyak zaitun pada luka pagi dan sore hari.

Rasional : Untuk menjaga kelembaban luka dan sebagai antiseptik.

3. Kerusakan mobilitas fisik bergubungan dengan nyeri atau tak nyaman, penurunan

kekuatan dan tahanan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan

kerusakan mobilitas fisik pasien teratasi.

Kriteria Hasil :

32

a. Klien mampu beraktivitas, miring kiri dengan dibantu oleh keluarga.

b. Keadaan luka membaik.

Intervensi :

a. Anjurkan keluarga membantu klien mobilisasi.

Rasional : Menghilangkan tekanan pada daerah yang terdapat ulkus.

b. Atur posisi klien tiap 2 jam.

Rasional : Penghilangan tekanan intermiten memungkinkan darah masuk kembali ke

kapiler yang tertekan.

c. Bantu klien untuk latihan rentang gerak secara konsisten yang diawalai dengan

pasif kemudian aktif.

Rasional : Mencegah secara progresif untuk mengencangkan jaringan parut dan

meningkatka pemeliharaan fungsi otot atau sendi.

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit, kecacatan, nyeri.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan

gangguan citra tubuh pasien teratasi.

Kriteria Hasil :

a. Menyatakan penerimaan situasi diri.

b. Memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif.

Intervensi :

a. Kaji perubahan pada pasien.

Rasional : Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba.

b. berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan keyakinan

yang salah.

Rasional : Meningkatkan perilaku positif individu.

(Doengoes, Marylynn E. Dkk. 2000).