Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bekisting
Menurut Stephens (1985), bekisting adalah cetakan sementara yang
digunakan untuk menahan beban selama beton dituang dan dibentuk sesuai
dengan bentuk yang diinginkan. Dikarenakan berfungsi sebagai cetakan
sementara, bekisting akan dilepas atau dibongkar apabila beton yang dituang telah
mencapai kekuatan yang cukup.
Menurut Heinz Frick, Moediartianto (1977), menurut fungsinya dapat
dibedakan antara bekisting untuk beton dan beton bertulang yang menampung dan
membentuk beton ditempatnya, dan perancah yang manumpu bekisting dengan
beton basah sampai dengan beton kering dan kuat.
Menurut Trijeti (2011) bahan bekisting dapat dikatakan baik apabila
memenuhi beberapa persyaratan, antara lain tidak bocor dan tidak menghisap air
dalam campuran beton, harus mempunyai tekstur seperti yang ingin dihasilkan,
kekuatan bekisting harus diperhatikan, dimensi sesuai dengan perencanaan.
Ketelitian (presisi) ukuran (siku, lurus, dimensi tepat), kebersihan dalam bekisting
diperiksa sebelum penuangan beton, mudah untuk penyetelan dan pembongkaran.
Bekisting dibagi berdasarkan 3 jenis yaitu bekisting tradisional, bekisting
setengah sistem dan bekisting sistem.
2.1.1 Bekisting Tradisional (Sederhana)
Bekisting tradisional adalah bekisting yang menggunakan kayu ini dalam
proses pengerjaannya dipasang dan dibongkar pada bagian struktur yang akan
dikerjakan. Pembongkaran bekisting dilakukan dengan melepas bagian-bagian
bekisting satu per satu setelah beton mencapai kekuatan yang cukup. Jadi
bekisting tradisional ini pada umumnya hanya dipakai untuk satu kali pekerjaan,
namun jika material kayu masih memungkinan untuk dipakai maka dapat
digunakan kembali untuk bekisting pada elemen struktur yang lain. Digunakan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
6
hanya beberapa kali saja, untuk bentuk-bentuk yang rumit harus banyak diadakan
penggergajian.
2.1.2 Bekisting Setengah Sistem (Semi Sistem)
Bekisting semi sistem yang terbuat dari plat baja atau besi hollow mulai
direncanakan karena kekurangan yang terdapat pada bekisting sistem
konvensional. Untuk satu unit bekisting semi sistem ini material yang digunakan
jauh lebih awet dan tahan lama dari bekisting konvensional, sehingga dapat
digunakan seterusnya sampai pekerjaan selesai, jadi jika ditotal sampai selesai
pelaksanaan, bekisting semi sistem ini menjadi jauh lebih murah. Keunggulan
bekisting semi sistem adalah tahan lama dan lebih murah. Kekurangan bekisting
semi sistem adalah memerlukan area untuk pabrikasi bekisting.
2.1.3 Bekisting Sistem
Bekisting sistem adalah bekisting yang mengalami perkembangan lebih
lanjut kesebuah bekisting universal yang dengan segala kemungkinanya dapat di
gunakan pada berbagai macam bangunan dan elemen bekisting yang dibuat di
pabrik, pelaksanaan bekisting sistem lebih cepat dibandingkan dengan bekisting
konvesional dan semi sistem karena komponen-komponen sudah ada ukuran.
Bekisting sistem dimaksudkan untuk penggunaan berulang kali. Tipe bekisting ini
dapat digunakan untuk sejumlah pekerjaan. Bekisting sistem dapat pula disewa
dari penyalur alat-alat bekisting.
2.2 Bekisting Konvensional
Bekisting konvensional adalah bekisting yang setiap kali setelah dilepas
dan dibongkar menjadi bagian-bagian dasar, dapat disusun kembali menjadi
sebuah bentuk lain. Pada umumnya bekisting konvensional terdiri dari kayu papan
atau material balok, sedangkan konstruksi penopang disusun dari kayu balok
(pada lantai). Bekisting konvensional ini memungkinkan pemberian setiap bentuk
yang diinginkan pada kerja beton.
Keunggulan bekisting konvensional adalah:
1. Materialnya mudah dicari.
2. Biaya untuk pengadaan terbilang murah,urah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
7
3. Dapat digunakan untuk berbagai bentuk struktur bangunan
4. Desain fleksibel, pada saat pelaksanaan di lapangan desain bekisting kayu
dapat dirubah
Kekurangan bekisting konvensional adalah:
1. Banyak menghasilkan sampah kayu dan paku.
2. Sering terjadi kesalahan pada sambungan kepala kolom
3. Durabilitas rendah, hanya dapat digunakan berulang sebanyak 2-3 kali
4. Kecepatan bongkar pasang rendah, pemasangan hingga pembongkaran
bekisting kayu memerlukan waktu yang lama
5. Non-repairable, bekisting kayu yang rusak tidak dapat direparasi dengan
sempurna
6. Non-Recycleable, bekisting kayu tidak dapat dialih fungsikan ketika sudah
tidak berguna
2.2.1 Material Penyusun
Bekisting Konvensional terdiri dari beberapa material penyusun,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kayu
Menurut Clark (1983), tidak ada jenis material yang lebih luas
penggunaannya dibandingkan dengan kayu dalam pembuatan bekisting dan
perkuatannya. Kayu memiliki sifat tidak mahal, kuat, fleksibel, serba guna, tahan
lama, ringan, dan mudah pengerjaannya.
Penggunaan kayu sebagai material bekisting diatur ketentuan dan
persyaratannya dalam Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI). Dalam PKKI
ini jenis kayu diklasifikasikan berdasarkan berat jenis, kekuatan lentur serta
kekuatan tekan mutlaknya menjadi 5 (lima) kelas (PKKI, 1961). Klasifikasi kayu
di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Kayu di Indonesia (PKKI, 1961)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
8
No. Kelas
Kuat
Berat jenis
kering udara
(gr/cm3)
Kuat lentur
mutlak
(kg/cm2)
Kuat tekan
mutlak
(kg/cm2)
1 I >0,9 >1100 >650
2 II 0,90 – 0,60 1100 – 725 650 – 425
3 III 0,60 – 0,40 725 – 500 425 – 300
4 IV 0,40 – 0,30 500 – 360 300 – 215
5 V <0,30 <360 <215
2. Multiplek
Menurut Wigbout (1987), tripleks terdiri sejumlah lapisan kayu finer yang
direkatkan bersilang satu di atas yang lain. Pada umumnya lapisan-lapisan finer
dikupas dari sebatang kayu bulat; finer yang ditusuk akan memperlihatkan
retakan-retakan kecil di permukaannya.
Ketebalan satu lapisan finer berkisar antara 1,5 – 2,5 hingga 3 mm. Jenis
lem yang digunakan untuk merekatkan lapisan finer-finer tersebut harus tahan
terhadap iklim luar selama suatu jangka waktu yang terbatas dan terhadap
pencemaran oleh organisme mikro.
2.2.2 Material Penopang (Perancah) dan Pemikul
Menurut Wigbout (1987), tuntutan-tuntutan terpenting yang diharapkan
dari suatu penopang dalam suatu konstruksi bekisting adalah:
1. Dengan bobot yang ringan harus dapat dan mampu untuk memindahkan
beban-beban yang relatif berat.
2. Tahan terhadap bantingan.
3. Pemasangan dan penyetelan dengan cara yang sederhana.
4. Sesedikit mungkin komponen-komponen lepas.
5. Mudah dikontrol.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
9
6. Dapat dipakai berulang-ulang.
Kayu sudah digunakan sejak dahulu sebagai alat penopang pada bekisting.
Tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini penggunaannya semakin berkurang. Karena
muncul berbagai material yang tidak memerlukan terlampau banyak penanganan
namun dengan kemungkinan penyetelan yang sangat luas.
2.3 Bekisting Kumkang Alumunium
Produk alform kumkang ini berasal dari Korea Selatan yang material
utamanya menggunakan aluminium dalam bentuk puzzle yang disusun
membentuk suatu kesatuan struktur bekisting. Panel aluminium ini dirancang
sebelumnya sesuai dengan perencanaan arsitektur agar tampak dari gedung
langsung jadi dengan beton yang dibentuk menjadi satu kesatuan dari kolom,
balok, tangga, penutup jendela, fasad, bagian melengkung, dan fitur dekoratif
rumit lainnya. Tidak seperti sistem lain yang ada, alform Kumkang ini ringan dan
cocok untuk semua jenis bangunan tanpa harus bergantung pada akat berat.
Biasanya satu set peralatan bekisting dengan sistem ini akan terdiri dari beberapa
ribu bagian potongan aluminium yang akan dihubungkan bersama-sama dan
mengahasilkan cetakan untuk beton.
Bekisting ini memiliki beberapa panel standar yang biasanya digunakan
dalam pelaksanaan konstruksi gedung. Berikut penjabaran beberapa jenis panel
standar yang digunakan pada konstruksi bekisting aluminium.
2.3.1 Kelebihan Bekisting Alumunium
1. Durable, bekisting aluminium dapat digunakan 150 kali. Meskipun
bekisting kumkang aluminium ini harganya mahal tetapi Karena
pemakaiannya yang dapat digunakan berulang, dapat menjadi investasi
untuk proyek proyek selanjutnya yang akan dijalani.
2. Speed, Bekisting aluminium memiliki waktu pemasangan yang cepat.
Dapat dilihat dari floor to floor yang telah dicapai yaitu lima hari.
3. Green Concept, bekisting kayu dapat di daur ulang menjadi bekisting baru
atau pun hal bermanfaat lainnya. Dan juga ramah lingkungan karena tidak
banyak pohon yang ditebang untuk penggunaan bekisting sehingga
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
10
mendukung penghijauan di bumi. Selain pemakaian kayu yang semakin
berkurang dalam proyek, keunggulan lainnya adalah sampah kayu yang
dihasilkanpun ikut berkurang
4. Quality, Kualitas beton yang dihasilakan juga sangat baik dapat dilihat
pada gambar gambar berikut.
2.3.2 Kekurangan Bekisting Alumunium
1. Fixed, Desain bekisting harus fix dan tidak dapat diganti selama proses
pengerjaan
2. Expensive, Bekisting aluminium relatif mahal
3. Import, Bekisting aluminium harus dipesan jauh hari, karena dikirim
langsung dari korea
4. Noisy, Bekisting alumunium menimbulkan suara yang bising saat dilakukan pemasangan.
2.3.3 Peralatan dan Material Pekerjaan Bekisting Metode Alform
Peralatan dan material yang digunakan pada pelaksanaan pekerjaan acuan
dan perancah mencakup tahap pabrikasi dan pemasangan. Peralatan dan material
tersebut adalah seperti pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Peralatan dan Bahan Pekerjaan Acuan dan Perancah kumkang
No Nama Gambar Keterangan
2 Flat Ties
Flat tie digunakan untuk
menghubungkan panel
dinding ke sisi yang
berlawanan dari panel dinding
4 Aluminium
Bracket
pemasangan bracket
aluminium pada dinding
formwork sebagai dudukan
hollow (square pipe)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
11
5 Square Pipe
(hollow)
hollow (square pipe)
berfungsi untuk menopang
dorongan beton pada
bekisting pada saat
pengecoran
6 Prop
(shoring)
Digunakan untuk penahan
bekisting baik secara vertical
maupun dijadikan sebagai
bracing untuk menahan
tekanan beton saat dilakukan
pengecoran
7 Wall Panel
8 Slab Panel
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
12
9 Beam Bottom
Slab Panel
10 Slab Corner
Merupakan bagian
pertemukan antara panel
horizontal dan panel vertical
dengan ukuran 15 cm.
11 Slab Incorner
Adalah bagian pertemuan
antara pelat dan dinging
bagian dalam yang ukurannya
variatif berdasarkan sedain
kuno setiap proyek.
12 Slab
outcorner
Adalah bagian pertemuan
antara pelat dan dinging
bagian luar yang ukurannya
variatif berdasarkan sedain
kuno setiap proyek.
13 Prop Head
(PH)
Daerah kepala shoring dan
bekisting ini dengan bantuian
pipe support yang memiliki
tinggi maksimum 4 meter,
prophead sediri mempunyai
ukuran 15x30 cm.
14 Middle Beam
(MB)
Sambungan antara prophead
yang digunakan sebagai
tumpuan pelat dengan lebar
maksimum sama dengan
prophead yaitu 15 cm.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
13
15 End Beam
(EB)
Sambungan antara prophead
yang digunakan sebagai
tumpuan pelat dengan lebar
maksimum sama dengan
prophead yaitu 15 cm.
16 Join Bar
Penyambung antara prophead
dengan middle beam atau end
beam.
17 Special Prop
Head
Jenis prophead yang
digunakan untuk kasus kasus
yang segkaligus bias langsung
menyambungkan antara
middle beam atau end beam.
18 AL-(A/G)
Realease
Bagian yang berfungsi untuk
menyambungkan antar panel
didaerah sudut dengan ukuran
6.35x6.35 cm.
19
Wedge &
Round pin or
long pin
Merupakan aksesoris
sambungan antara dua panel
dinding atau pelat sedangkan
longpin adalah aksesoris antar
prophead dan middle beam
atau end beam.
20 PVC Sleeve
Sebagai kekangan lateral
pada bekisiting sebagai
pengganti support horizontal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
14
21 Pipe Support
2.4 Siklus Pekerjaan Bekisting
Pelaksanaan bekisting merupakan bagian dari suatu konstruksi dan
beberapa terminology dalam pekerjaan beton dan bekisting. Proses penyediaan
bekisting dan beton merupakan hal yang sangat dibutuhkan.
Siklus dari bekisting dimulai pada pemilihan metode bekisting. Aktivitas
siklus bekisting dapat digambarkan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1).
Fabrikasi bekisting, (2). Pemasangan, (3) Pembongkaran. Sedangkan pada fungsi
dan siklus pekerjaan beton untuk menyediakan kebutuhan kekuatan, durabilitas
dan bentuk permukaan maka di tampilkan gambar integrasi antara siklus
pekerjaan bekisting dan pekerjaan beton.
Fabrikasi
Bekisting
Pemilihan
Sistem
Bekisting
Pasang
Bekisting
Cor
Bahan
Tambah
Beton
Pemasangan
Reshoring
Pembongkaran
Reshoring
Perbaikan &
pemasangan
kembali
Pemasangan
Tulangan
Penempatan
Beton
Cure Beton
Finishing Beton
Pengerasan
Beton
Gambar 2. 1 Integrasi antara Siklus Pekerjaan Bekisting dengan Pekerjaan beton
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
15
2.4.1 Pemilihan Metode Bekisting
Pemilihan metode/sistem bekisting yang akan digunakan merupakan hal
yang penting dalam tahap perencanaan. Hal ini dikarenakan pekerjaan bekisting
hanya sebuah kontruksi sementara. Penggunaan berulang material bekisting
ditujukan untuk memperoleh biaya yang ekonomis. Pemilihan motode ini sangat
memperhatian detail pengerjaan dilapangan seperti ketersedian komponen untuk
sistem bekisting tersebut juga ketersediaan alat untuk mendistribusikannya.
Pemilihan sistem juga termasuk pemilihan aksesori, dan bracing. Ada beberapa
bentuk sistem yang dipakai dalam konstruksi struktur beton bertulang. Sebagai
contoh, sistem bekisting konvensional, semi sistem, dan juga sistem/modern
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Sistem konvensional masih merupakan
sistem yang biasa digunakan pada pekerjaan konstruksi. Karena sistem ini dapat
disesuaikan dengan segala bentuk dan ukuran struktur. Walaupun sistem
konvensional ini menghasilkan biaya yang tinggi akan material dan tenaga
kerjanya.
2.4.2 Fabrikasi Bekisting
Langkah kedua dari siklus bekisting adalah fabrikasi bekisting. Fabrikasi
bekisting ini di fungsikan untuk mendesain, merangkai atau menyusun komponen-
komponen yang ada pada bekisting sehingga bisa sesuai dengan keadaan di
lapangan. Kegiatan ini termasuk penerimaan material bekisting, pemotongan dan
penempatan material menurut tipe dan ukuran, pemasangan bagian-bagian sesuai
bentuk dan ukuran yang diminta, penempatan bekisting dekat dengan alat angkat.
Pihak kontraktor pelaksana juga harus memilih area fabrikasi pada lokasi kerja
guna dapat memenuhi kebutuhan akan mobilisasi alat dan material bekisting pada
pelaksanan pekerjaan. Proses fabrikasi bekisting alumunium atau (kumkang)
dimulai dari pendatangan material alumunium dari tempat proses peleburan atau
dari tempat penghasil bahan mentah alumunium (raw material warheousing).
Selanjutnya proses fabrikasi seperti Gambar 2.2.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
16
Gambar 2.2 Proses fabrikasi kumkang aluminium formwork
2.4.3 Pemasangan Bekisting dan Pengecoran
Pemasangan bekisting meliputi, yang pertama adalah pekerjaan persiapan.
Pada pekerjaan persiapan terdiri dari persiapan dan adimistrasi, marking, minyak
bekisting. Selanjutanya adalah pemasangan besi vertical, besi vertikal (kolom dan
dinding) dipasang terlebih dahulu. Lalu pemasangan bekisting, pemasangan
bekisting dimulai dari pemasangan bekisting vertikal (kolom dan dinding),
Opening dan pemasangan prop unruk shoring, pengecekan Verticality , dan yang
terakhir adalah pemasangan Bracket dan Hollow.
Selanjutnya pemasangan bekisting balok dan slab dan pemasangan
tulangannya. Dilanjutkan dengan pengecoran dan yang terakhir pembongkaran
bekisting. Pemasangan bekisting juga meliputi metode distribusi bekistng dengan
menggunakan alat, contohnya pada metode konvensional biasanya digunakan
tower crane/mini crane, tetapi pada metode kumkang aluminium ini tidak
menggunakan alat melainkan didistribusikan langsung melalui lubang shaf dari
lantai bawah ke lantai selanjutnya.
2.4.4. Penambahan Perkuatan Bekisting
Bekisting haruslah cukup kuat menahan tegangan awal atau lendutan
akibat berat sendiri serta akibat beban tambahan lainnya. Selama pekerjaan
pengecoran, perkuatan bekisting harus tetap dipertahankan dengan melakukan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
17
penambahan-penambahan elemennya selama proses tersebut. Pembongkaran pada
bekisting beton hanya boleh dilakukan apabila beton telah mencapai 70%
kekuatan rencananya.
2.4.4.1 Reshoring
Reshoring adalah proses penyediaan penyangga vertikal sementara untuk
penambahan elemen struktur yang belum mencapai kekuatan penuh
rancangannya. Juga menambahkan perkuatan pada elemen struktur setelah
penyangga awalnya dipindahkan atau dibongkar. Dalam konstruksi bangunan
beton khususnya gedung yang bertingkat, beton segar ditempatkan pada bekisting
yang sementara disupport dengan sistem shoring dan re-shoring sampai beton
memiliki kemampuan untuk menahan beban sendiri. Beban konstruksi, yang
ditopang oleh sistem shoring dan re-shoring ini, mungkin lebih besar dari beban
desain. Selain itu, beton belum cukup memiliki kekuatan sebelum beban
konstruksi diterapkan. Untuk mengurangi dan mendistribusikan beban konstruksi
besar di lantai tepat di bawah, ke beberapa lantai yang lebih rendah, penting untuk
menambahkan reshores pada tingkat yang lebih rendah. Karena itu, harus
dilakukan sebelum operasi shoring/reshoring dimulai. Kegagalan dan kegagalan
bekisting disebabkan oleh pembentukan atau dukungan yang tidak benar dari
penahan lateral yang tidak memadai, berdampak kepada konstruksi beton yang
dihasilkan. Pengangkatan awal shoring dan re-shoring dapat berkontribusi pada
kegagalan konstruksi atau cacat seperti defleksi permanen (kendur) atau retak
pada struktur yang telah selesai
2.4.5 Perbaikan dan Penggunaan Kembali Bekisting
Setelah pembongkaran bekisting, biasanya harus ada langkah perbaikan
akibat pemasangan pembongkaran sebelumnya. Langkah ini dilakukan agar
bekisting dapat dipakai kembali untuk pekerjaan selanjutnya. Namun meskipun
dilakukan langkah berbaikan pada bekisting yang telah dipakai, tetap ada
pengurangan kekuatan pada bekiting tersebut sehingga bekisting memiliki batas
pengulangan penggunaan. Bekisting konvensional biasanya digunakan dengan
pengulangan 2-3 kali pemakaian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
18
2.5 Siklus Konstruksi Tipikal
Dalam siklus konstruksi khas untuk bangunan beton bertingkat multistruktur di
mana shoring/reshore digunakan, ada empat fase konstruksi:
Tahap 1 — Pemasangan shoring dan bekisting diikuti dengan pengecoran
pelat lantai;
Tahap 2 — Pengangkatan shoring dan bekisting memungkinkan pelat
untuk deflect dan membawa beratnya sendiri;
Fase 3 — Pelepasan shoring reshor pada tingkat interkoneksi terendah;
dan
Fase 4 - Penempatan reshoring.Reshoring ditempatkan pas tanpa awalnya
membawa beban apapun.
Jika hanya shoring yang digunakan, maka fase ketiga dan keempat dihilangkan.
Contoh berikut dari satu tingkat shoring dan dua tingkat reshores dalam struktur
three-bay sederhana bertingkat menggambarkan empat fase di atas.
Gambar 2.3 (a) menunjukkan Tahap 1, ketika lantai (n + 4) sedang dicetak. Bobot
beton segar dan bekisting bersama dengan beban hidup konstruksi 50 lb / ft 2 (2,4
kPa) atau 75 lb / ft (3,6 kPa) didistribusikan di antara lempengan yang saling
terhubung (n + 1), (n + 2), dan (n + 3) melalui sistem shoring / reshoring.
Gambar 2.3 (b) menunjukkan Tahap 2 ketika pelat telah mengeras dan beban
hidup konstruksi hilang. Shoring dipindahkan dari lantai (n + 3) dan sisa beban di
Shoring ini didistribusikan ke lempengan di atas.
Gambar 2.3 (c) menunjukkan penghilangan reshores dari (n + 1) floor, Phase 3.
Setiap beban dalam reshores dihilangkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
19
Gambar 2. 3 Shoring/reshoring of concerete multistory building
dari slab terendah (n + 1) di mana beban ini didukung dan didistribusikan ke
lempengan di atas.
Gambar 2.3 (d) menunjukkan instalasi dari reshores pada (n + 3) floor, Phase 4.
Selama Tahap 3 dan 4, tidak ada gangguan struktural ke lantai di atas karena
reshores diasumsikan menjadi relatif bebas-beban saat pemasangan. Sedangkan
contoh ini menggunakan dua level reshoring, masing-masing struktur dan situasi
khusus pekerjaan harus dievaluasi secara individual. Bergantung pada kekhususan
kapasitas struktur dan urutan konstruksi yang direncanakan, mungkin lebih
banyak atau lebih sedikit tingkat reshoring.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
20
2.6 Depresiasi
Pada setiap barang mempunyai umur pemakaian yang nilainya semakin
berkurang setelah beberapa kali pemakaian. Nilai barang ini semakin berkurang
akibat pemakaian sehingga terjadi penyusutan dari nilai awal barang tersebut.
Penyusutan ini disebut depresiasi yang besarnya diambil dari jumlah pemakaian
dari waktu ke waktu.
Untuk menghitung biaya penyusutan per periode, diperlukan data sebagai berikut:
1. Nilai/harga awal barang tersebut
2. Umur ekonomis atau jumlah pemakaian barang tersebut
3. Nilai residu (nilai sisa), yaitu estimasi nilai sekarang yang dihitung dari
nilai harga awal dikurangi nilai depresiasi. Contoh nilai awal panel W 400
x 2900 dengan nilai awal sebesar Rp 15.144.960,00. Pemakaian barang tersebut
adalah 28 kali pakai sehingga didapatkan nilai depresiasi setelah 28 kali
pemakaian sebesar Rp 2.827.059,20, dimana dalam satu kali pemakaian nilai
depresiasi sebesar Rp 100.966,04. Nilai sisa dari barang panel W 400 x 2900
adalah Rp 15.144.960,00 - Rp 2.827.059,20 = Rp 12.317.900,80
2.7 Produktivitas
Definisi produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran
pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut (L.
Greenberg).
2.7.1 Faktor Produktivitas
Menurut muchdarsyah (1992), definisi produktivitas adalah interaksi
antara tiga faktor mendasar, yaitu: investasi, manajemen, dan tenaga kerja.
1. Investasi
Komponen pokok dari investasi ialah modal, karena modal merupakan
landasan gerak suatu usaha, namun modal saja tidaklah cukup, untuk itu harus
ditambahkan dengan komponen teknologi. Untuk berkembang menjadi bangsa
yang maju kita harus dapat menguasai teknologi yang memberi dukungan kepada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
21
kemajuan pembangunan nasional, ditingkat mikro tentunya teknologi yang
mampu mendukung kemajuan usaha atau perusahaan.
2. Manajemen
Kelompok manajemen dalam organisasi bertugas pokok menggerakkan
orang-orang lain untuk bekerja sedemikian rupa sehingga tujuan tercapai dengan
baik. Hal-hal yang kita hadapi dalam manajemen, terutama dalam organisasi
modern, ialah semakin cepatnya cara kerja sebagai pengaruh langsung dari
kemajuan-kemajuan yang diperoleh dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mempengaruhi seluruh aspek organisasi seperti proses produksi,
distribusi, pemasaran, dan lain-lain. Kemajuan teknologi yang berjalan cepat
harus diimbangi dengan proses yang terus-menerus melalui pengembangan
sumber data manusia, yakni melalui pendidikan dan pengembangan. Dari
pendidikan, latihan dan pengembangan tersebut maka antara lain akan
menghasilkan tenaga skill yang menguasai aspek-aspek teknis dan aspek-aspek
manajerial.
3. Tenaga Kerja
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan faktor-faktor tenaga
kerja ialah:
a. Motivasi pengabdian, disiplin, etos kerja produktivitas dan masa
depannya.
b. Hubungan industrial yang serasi dan harmonis dalam suasana keterbukaan.
2.7.2 Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 28/PRT/M/2016, produktivitas dapat diartikan sebagai perbandingan
antara output (hasil produksi) terhadap input (komponen produksi: tenaga kerja,
bahan, peralatan, dan waktu). Jadi dalam analisis produktivitas dapat dinyatakan
sebagai rasio antara output terhadap input dan waktu (jam atau hari). Bila input
dan waktu kecil maka output semakin besar sehingga produktivitas semakin
tinggi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
22
Penggunaan tenaga kerja untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja dalam
satuan jam orang per satuan pengukuran (m1,m2,m3, ton, dan lain-lain). Berikut ini
rumus yang umum digunakan untuk menentukan koefisien tenaga kerja.
Produksi / hari, Qt = Tk x Q1; m3
Koefisien tenaga/m3:
Pekerja = (Tk x P) / Qt; Jam
Tukang Kayu = (Tk x Tb) / Qt; Jam
Mandor = (Tk x M) / Qt; Jam
Keterangan:
Q1 : besar kapasitas produksi alat yang menentukan tenaga kerja; m3/jam,
P : jumlah pekerja yang diperlukan; orang,
Tb : jumlah tukang kayu yang diperlukan; orang,
Tk : jumlah jam kerja per hari (7 jam); jam,
M : jumlah mandor yang diperlukan; orang.
2.7.3 Produktivitas Tenaga Kerja Bekisting Konvensional
Berdasarkan Ir. Soedradjat dalam Fitriana Rahmawati “Perhitungan
Rencana Anggaran Biaya dan Waktu Pelaksanaan Struktur Beton pada
Pembangunan Gedung Fave Hotel – Bojonegoro”, didapatkan perhitungan
koefisien tenaga kerja untuk pekerjaan bekisting konvensional pada pekerjaan
pelat lantai dalam 4 grup yang terdapat 1 mandor, 8 tukang bekisting, 7 buruh
lapangan terlatih adalah sebagai berikut :
Koefisien =
= 1,15 OH (tukang bekisting)
Maka untuk 1 m² dibutuhkan waktu pengerjaan bekisting sebagai berikut:
Durasi Pekerjaan =
= 0,869 hari/orang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
23
2.8 Analisa Harga Satuan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 28/PRT/M/2016, analisis ini digunakan sebagai suatu dasar untuk
menyusun perhitungan harga perkiraan sendiri (HPS) atau owmer’s estimate (OE)
dan harga perkiraan perencana (HPP) atau engineering’s estimate (EE) yang
dituangkan sebagai kumpulan harga satuan pekerjaan seluruh mata pembayaran.
Analisis harga satuan dapat diproses secara manual atau menggunakan perangkat
lunak.
Analisis harga satuan ini menetapkan suatu perhitungan harga satuan upah,
tenaga kerja, dan bahan, serta pekerjaan yang secara teknis dirinci secara detail
berdasarkan suatu metode kerja dan asumsi-asumsi yang sesuai dengan yang
diuraikan dalam suatu spesifikasi teknik, gambar desain dan komponen harga
satuan, baik untuk kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan, maupun peningkatan
infrastruktur ke-PU-an.
Harga satuan pekerjaan terdiri atas biaya langsung dan tidak langsung.
Komponen biaya langsung terdiri atas upah tenaga kerja, bahan, dan alat,
sedangkan komponen biaya tidak langsung terdiri atas biaya umum atau overhead
dan keuntungan.
Dalam Gambar 2.4 ditunjukan struktur analisis harga satuan pekerjaan (HSP)
Gambar 2.4 Struktur Analisa Harga Satuan Pekerjaan
(PerMenPUPR Nomor 28/PRT/M/2016)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
24
Kuantitas bahan-bahan yang diperlukan dalam analisis adalah untuk
mendapatkan koefisien bahan dalam satuan pengukuran (m, m², m³, ton, kg, liter,
dan lain-lain). Koefisien alat adalah waktu yang diperlukan (dalam satan jam)
oleh suatu alat untuk menyelesaikan atau menghasilkan produksi sebesar satu
satuan volume jenis pekerjaan.
2.9 Jenis Rencana Anggaran Biaya
J.A. Mukomoko dalam bukunya Dasar Penyusunan Anggaran Biaya
Bangunan, 1987 Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek adalah perkiraan nilai
uang dari suatu kegiatan (proyek) yang telah memperhitungkan gambar-gambar
bestek serta rencana kerja, daftar upah, daftar harga bahan, buku analisis, daftar
susunan rencana biaya, serta daftar jumlah tiap jenis pekerjaan.
Tanpa adanya RAB, sangat mungkin terjadi pembengkakan biaya di
karenakan pembelian dari bahan bangunan yang tidak sesuai dengan volume
pekerjaan, dari berbagai dampak negatif lainnya. Peran dari rencana anggaran
biaya (RAB) sangatlah penting meliputi sebagai alat koordinasi pada saat
melaksanakan kegiatan yg memperlihatkan berbagai fungsi dan bagian yang ada
dalam perusahaan termasuk untuk pedoman perencanaan sebagai contoh
digunakan untuk penyusunan program kegiatan perusahaan. Berikut adalah
komponen Pembentuk anggaran biaya terdiri atas:
1. Biaya, Material dan Bahan
Material adalah seluruh bahan yang digunakan dalam proyek yang
merupakan suatu bagian dari akhir proyek. Biaya material dapat diperoleh
berdasarkan harga satuan yang di keluarkan oleh lembaga lembaga seperti
kementrian PUPR atau yang lainnya, dikalikan dengan besarnya volume
pekerjaan. Bila data kuantitas diperoleh dari gambar, maka data kualitas
diperoleh dari spesifikasi. Umumnya harga tersebut berasal dari produsen
maupun distributor.
2. Biaya Upah
Biaya upah buruh terdiri dari upah langsung dan upah tidak
langsung. Upah langsung merupakan upah yang dibayarkan kepada buruh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
25
pada tiap periode tertentu. Upah tidak langsung meliputi asuransi dan
berbagai macam tunjangan. Untuk menentukan upah buruh dapat dihitung
dengan menentukan banyak pekerja berdasarkan volume pekerjaan dan
produktivitas buruh. Upah buruh dapat ditentukan berdasarkan
pengalaman/proyek terdahulu dengan berbagai penyesuaian, sehingga bisa
dihitung total biaya upah.
3. Biaya Peralatan
Penentuan jumlah dan jenis yang disesuakan dengan volume
pekerjaan serta kondisi pada lapangan. Biaya juga dapat berupa
kepemilikan, biaya perawatan dan biaya bahan bakar.
Kemudian adalah jenis rencana anggaran biaya detail kontraktor ini yang
dibuat oleh kontraktor setelah melihat desain konsultan perencana seperti gambar
bestek dan rencana kerja dan syarat (RKS), dalam pengerjaan pembuatannya lebih
terperinci, teliti dan menyeluruh karena sudah memperhitungkan segala
kemungkinan seperti melihat medan pekerjaan di lapangan dan
mempertimbangkan metode - metode pelaksanaan. Rencana Anggaran Biaya ini
kemudian dijabarkan dalam bentuk penawaran oleh kontraktor pada waktu
pelelangan, dan menjadi harga yang pasti (fixed price) bagi pemilik setelah salah
satu rekanan ditunjuk sebagi pemenang dan Surat Perjanjian Kerja (SPK) telah
ditanda tangani, ada juga jenis rencana anggaran biaya taksiran dari pihak owner
yang mana rencana Anggaran Biaya dibutuhkan oleh pemilik untuk memutuskan
akan melaksanakan ide / gagasan untuk membangunan proyek atau tidak biasanya
masih dibantu dengan Studi Kelayakan Proyek. Rencana Anggaran Biaya kasar
ini juga dipakai sebagai pedoman terhadap anggaran biaya yang dihitung secara
teliti.
Kemudian dari pihak konsultan perencana bisa disebut juga sebagai
rencanan anggaran biaya pendahuluan, perhitungan anggaran Biaya ini dilakukan
setelah gambar rencana (desain) selesai dibuat oleh konsultan Perencana.
Perhitungan anggaran biaya ini lebih teliti dan cermat sesuai ketentuan dan syarat-
syarat penyusunan anggaran biaya. Penyusunan anggaran biaya ini didasarkan
pada:
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
26
Harga satuan pekerjaan
Dihitung dari harga satuan barang dan upah berdasarkan perhitungan
analisa BOW
Gambar bestek
Digunakan untuk menentkan/menghitung besarnya volume masing-masing
pekerjaan
Bestek atau rencana kerja dan syarat syarat (RKS)
Digunakan untuk menentukan spesifikasi bahan dan syarat-syarat teknis
Kemudian anggaran biaya sesungguhnya atau disebut dengan real cost,
Bagi pemilik fixed price yang tercantum dalam kontrak adalah yang terakhir,
kecuali dalam pelaksanaan terjadi tambah dan kurang (meer & minder werk). Bagi
kontraktor nilai tersebut adalah penerimaan yang fixed, sedangkan pengeluaran
yang sesungguhnya (Real cost) yaitu segala yang kontraktor keluarkan untuk
menyelesaikan proyek tersebut. Besarnya real cost tersebut hanya diketahui oleh
kontraktor sendiri. Penerimaan di atas dikurangi Real Cost adalah laba diperoleh
oleh kontraktor.
2.10 Inflasi
Secara umum, inflasi adalah suatu keadaan perekonomian dimana harga-
harga secara umum mengalami kenaikan secara terus menerus dalam waktu yang
panjang. Umumnya, inflasi menjadi penyebab menurunnya nilai mata uang secara
kontinu. Dikatakan tingkat harga secara umum sebagai syarat inflasi dikarenakan
ada banyak sekali jenis barang di pasaran. Naiknya harga satu atau dua barang
saja tidak bisa disebut inflasi, disebut inflasi jika sebagian besar barang-barang
mengalami kenaikan. Inflasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain,
konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang
memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidaklancaran distribusi barang.