30
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Agar hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka sebelum melaksanakan penelitian di lapangan, teori-teori yang berkaitan dengan penelitian perlu dianalisis. Teori tersebut meliputi kesejahteraan karyawan, kinerja karyawan, hubungan antara kesejahteraan karyawan dengan kinerja karyawan, serta hasil penelitian-penelitian yang lalu mengenai topik ini. 2.1. Kesejahteraan Karyawan Walaupun berbagai pernyataan tentang manfaat dan pentingnya kesejahteraan karyawan telah banyak dikemukakan, masih banyak perdebatan seputar definisi, pengaruh, dan konsep dasar kesejahteraan karyawan (employee well-being) (Kopperud, 2012 ; McCarthy, 2011 ; Orsila et al, 2011). Sebagaimana yang dipaparkan Daniels (2000) dalam Weyman (2012: 1), sampai saat ini, kejelasan, atau bahkan kesepahaman akan elemen dasar kesejahteraan karyawan masih sangat kurang. Orsila et al (2011: 341) menyebutkan hal ini dapat disebabkan karena reaksi terhadap kesejahteraan karyawan dalam lingkungan yang berbeda menimbulkan reaksi yang berbeda pula. Sebagai contoh, dalam bidang ekonomi, kesejahteraan karyawan disamakan dengan kepuasan kerja, sementara dalam bidang kesehatan, kepuasan kerja bukan satu-satunya dimensi kesejahteraan karyawan. Namun banyak peneliti yang sepakat bahwa kesejahteraan karyawan lebih dari sekedar mencegah karyawan dari sakit secara fisik (McCarthy, 2011 ; Tehrani et al, 2007). Lebih luas lagi, kesejahteraan menyangkut kesehatan karyawan secara fisik, mental, dan juga sosial. Karyawan yang sejahtera adalah karyawan yang berada dalam kondisi baik secara fisik dan mental, bersedia berkontribusi, serta memiliki loyalitas pada perusahaan. Oleh karena itu Tehrani et al (2007: 5) menjelaskan bahwa kesejahteraan karyawan adalah sebuah keadaan dimana karyawan merasa puas dengan pekerjaan mereka, serta diperbolehkan tumbuh dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Agar hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka

sebelum melaksanakan penelitian di lapangan, teori-teori yang berkaitan dengan

penelitian perlu dianalisis. Teori tersebut meliputi kesejahteraan karyawan, kinerja

karyawan, hubungan antara kesejahteraan karyawan dengan kinerja karyawan,

serta hasil penelitian-penelitian yang lalu mengenai topik ini.

2.1. Kesejahteraan Karyawan

Walaupun berbagai pernyataan tentang manfaat dan pentingnya

kesejahteraan karyawan telah banyak dikemukakan, masih banyak perdebatan

seputar definisi, pengaruh, dan konsep dasar kesejahteraan karyawan (employee

well-being) (Kopperud, 2012 ; McCarthy, 2011 ; Orsila et al, 2011).

Sebagaimana yang dipaparkan Daniels (2000) dalam Weyman (2012: 1), sampai

saat ini, kejelasan, atau bahkan kesepahaman akan elemen dasar kesejahteraan

karyawan masih sangat kurang. Orsila et al (2011: 341) menyebutkan hal ini

dapat disebabkan karena reaksi terhadap kesejahteraan karyawan dalam

lingkungan yang berbeda menimbulkan reaksi yang berbeda pula. Sebagai contoh,

dalam bidang ekonomi, kesejahteraan karyawan disamakan dengan kepuasan

kerja, sementara dalam bidang kesehatan, kepuasan kerja bukan satu-satunya

dimensi kesejahteraan karyawan.

Namun banyak peneliti yang sepakat bahwa kesejahteraan karyawan lebih

dari sekedar mencegah karyawan dari sakit secara fisik (McCarthy, 2011 ; Tehrani

et al, 2007). Lebih luas lagi, kesejahteraan menyangkut kesehatan karyawan

secara fisik, mental, dan juga sosial. Karyawan yang sejahtera adalah karyawan

yang berada dalam kondisi baik secara fisik dan mental, bersedia berkontribusi,

serta memiliki loyalitas pada perusahaan. Oleh karena itu Tehrani et al (2007: 5)

menjelaskan bahwa kesejahteraan karyawan adalah sebuah keadaan dimana

karyawan merasa puas dengan pekerjaan mereka, serta diperbolehkan tumbuh dan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

11

mengembangkan potensi mereka secara penuh, untuk keuntungan diri mereka

sendiri dan juga organisasi.

Senada dengan itu, menurut Harter et al (2002: 220) kesejahteraan di

lingkungan kerja merupakan kewajiban organisasi untuk membantu karyawannya

dalam memperoleh apa yang menjadi hak mereka dengan memberikan mereka

kebebasan untuk meraihnya sehingga timbul emosi positif dalam diri karyawan.

Lebih lengkap lagi Pruyne (2011: 4) menggambarkan kesejahteraan

karyawan sebagai sebuah keadaan dimana karyawan merasa positif, mampu

mencapai atau mendekati tingkat optimal, baik didefinisikan dan diukur dari segi

fisik, mental, emosional, maupun sosial, sehingga memiliki implikasi yang positif

untuk diri sendiri, keluarga, komunitas, organisasi, serta masyarakat pada

umumnya.

Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan

karyawan adalah suatu keadaaan positif dari karyawan baik diukur dari segi fisik,

mental, emosional, maupun sosial, yang ditentukan oleh pengalaman dan fungsi

kerja karyawan serta dipengaruhi oleh tempat kerja.

2.1.1. Jenis Kesejahteraan Karyawan

Sebagian besar ahli meyakini ada tiga jenis kesejahteraan yang secara

umum diterima oleh ahli filosofi, psikologi, kesehatan, dan sosiologi, yaitu

kesejahteraan psikologi (psychological well-being), kesejahteraan fisik (physical

well-being), dan kesejahteraan sosial (social well-being) (Grant et al, 2007 ;

Fairhurst dan O’Connor, 2010).

Kesejahteraan psikologi terdiri dari dua pendekatan utama yaitu hedonic

dan eudamonic. Menurut Grant et al (2007: 53), dalam lingkup perusahan,

kepuasan kerja dapat mewakili pendekatan hedonic. Sementara itu para ahli lain

yang tidak setuju dengan pendekatan hedonic memilih pendekatan eudamonic,

yang lebih memperhatikan realisasi potensi karyawan. Sebagai gambaran,

kesejahteraan psikologi ini dapat berupa pencegahan stress, kepuasan intrinsik,

pencapaian tujuan, kepercayaan diri, pembagian tugas dan rasa aman (Fairhurst

dan O’Connor, 2010).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

12

Kesejahteraan fisik merupakan pemenuhan kebutuhan kesehatan

karyawan. Danna dan Griffin (1999), Karasek dan Theorell (1990) serta Adler et

al (1993) dalam Grant et al (2007: 53) menerangkan bahwa kesejahteraan ini

paling tidak dapat dilakukan dengan tiga cara, yang pertama, pencegahan dari

cedera, kedua, pencegahan stress kerja, dan ketiga, asuransi kesehatan.

Sementara itu kesejahteraan sosial mengacu pada kualitas hubungan

karyawan dengan orang lain atau dengan komunitasnya serta keseimbangan antara

hidup dan pekerjaan. Hal ini dapat ditunjukan dengan adanya kepercayaan,

dukungan sosial, pergantian pimpinan-anggota, kerja sama dan integrasi diantara

para karyawan (Grant et al, 2007: 53).

Berbeda dengan itu Page dan Vella-Brodrick (2009) dalam Anwarsyah

dkk (2012: 32) menyebutkan terdapat tiga komponen dari employee well-being,

yaitu subjective well-being (kepuasan atas kehidupan), workplace well-being

(kepuasan kerja dan hal-hal terkait pekerjaan) dan yang terakhir adalah

psychological well-being (penerimaan diri, hubungan interpersonal positif,

penguasaan lingkungan, otonomi, tujuan hidup, dan perkembangan diri).

Subjective well-being adalah persepsi seseorang terhadap pengalaman

hidupnya (Ariati, 2010: 119). Ada dua teori kesejahteraan subjektif yaitu,

1. Bottom up theories

Teori yang memandang bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup yang

dirasakan dan dialami seseorang tergantung dari banyaknya kebahagiaan

kecil serta kumpulan peristiwa-peristiwa bahagia. Secara khusus

kesejahteraan subjektif merupakan hasil dari pengalaman-pengalaman

positif yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Semakin banyak peristiwa

menyenangkan terjadi, semakin bahagia dan puas dindividu tersebut.

Untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif teori ini beranggapan

perlunya mengubah lingkungan dan situasi yang akan mempengaruhi

pengalaman individu misalnya, pekerjaan yang memadai, lingkungan

rumah yang nyaman, pendapatan/gaji yang layak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

13

2. Top down theories

Kesejahteraan subjektif yang dialami seseorang tergantung dari cara

individu tersebut mengevaluasi dan menginterpretasi suatu

peristiwa/kejadian dalam sudut pandang yang positif. Perspektif teori ini

menganggap bahwa individu-lah yang menentukan atau memegang

peranan apakah peristiwa yang dialaminya akan menciptakan

kesejahteraan psikologis bagi dirinya.

Pendekatan ini mempertimbangkan jenis kepribadian, sikap, dan cara-cara

yang digunakan untuk menginterpretasi suatu peristiwa. Sehingga untuk

meningkatkan kesejahteraan subjektif diperlukan usaha yang berfokus

pada mengubah persepsi, keyakinan dan sifat kepribadian seseorang.

Definisi workplace well-being menurut Page (2005) dalam Anwarsyah dkk

(2012: 34) adalah: “Rasa sejahtera yang diraih karyawan dari pekerjaan mereka,

hal ini dikonsepkan sebagai core affect, dan juga rasa puas atas pekerjaan (work

values) baik intrinsik dan/atau ekstrinsik”. Dari penjelasan tersebut, workplace

well-being didefinisikan sebagai rasa sejahtera yang diperoleh pekerja dari

pekerjaan mereka, yang terkait dengan perasaan pekerja secara umum (core

affect) dan nilai intrinsik maupun ekstrinsik dari pekerjaan (work values).

Page (2005) dalam Anwarsyah dkk (2012: 34) mendefinisikan core affect

sebagai suatu keadaan dimana rasa nyaman dan tidak nyaman bercampur serta

gairah (passion) yang mempengaruhi aktivitas manusia. Untuk itu, core affect

dapat diartikan sebagai perasaan individu secara umum. Nilai pekerjaan (work

values), baik intrinsik maupun ekstrinsik, didefinisikan sebagai kepentingan, dan

hal-hal yang disukai oleh seorang karyawan di tempat kerja.

Pada dasarnya, kesejahteraan karyawan merupakan pengalaman subjektif

yang dipengaruhi oleh pekerjaan, kehidupan, dan sejarah pribadi setiap karyawan

(Orsila et al, 2011). Hal ini menjelaskan istilah kesejahteraan mungkin saja

memiliki arti yang berbeda untuk karyawan yang berbeda. Untuk beberapa

karyawan, memiliki kemampuan untuk menghidupi keluarganya mungkin sebuah

kesejahteraan. Sementara bagi sebagian lainnya, tantangan intelektual dalam

mengatasi sebuah masalah yang sulit lebih memberikan mereka kesejahteraan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

14

dengan pengalaman positifnya. Itulah alasannya mengapa ada banyak sekali cara

untuk mendefinisikan kesejahteraan karyawan.

2.1.2. Kesejahteraan yang Berhubungan dengan Pekerjaan

Seperti yang telah dijelaskan, ada banyak cara yang beragam untuk

mendefinisikan kesejahteraan karyawan. Hal ini wajar karena kesejahteraan

karyawan memiliki konsep yang luas, dan menyempitkannya pada suatu konstruk

yang single easy-to-use dapat mengurangi kekayaan idenya (Paim, 1995 ; Sen et

al, 1987 dalam Kopperud, 2012: 9).

Namun setiap penelitian harus memiliki batasan, begitu pula dengan

penelitian ini. Oleh karena itu, kesejahteraan karyawan dalam penelitian ini

dibatasi pada kesejahteraan yang berhubungan dengan pekerjaan (work-related

well-being). Karyawan menghabiskan sebagian besar waktunya bergelut dengan

pekerjaannya di tempat kerja, oleh karena itu peneliti meyakini kesejahteraan

yang berhubungan dengan pekerjaan (work-related well-being) merupakan

komponen yang paling tepat untuk penelitian ini.

Kesejahteraan yang berhubungan dengan pekerjaan (work-related well-

being) berfokus pada pengalaman kerja karyawan (Bakker dan Oerlemans, 2011).

Mengaplikasikan definisi Diener et al (1991) mengenai well-being secara umum

kepada work-related well-being, Bakker dan Oerlemans (2011) berpendapat

bahwa seorang karyawan dapat dikatakan memiliki tingkat kesejahteraan yang

tinggi jika ia puas dan merasakan banyak emosi positif (seperti kebahagiaan,

kenikmatan, dan lain-lain) dalam pekerjaannya.

Para peneliti menggunakan beberapa indikator yang berbeda untuk

mengukur work-related well-being. Danna dan Griffin (1999) menyatakan bahwa

work-related well-being adalah kepuasan kerja (job satisfaction). Sementara itu

Kooij et al (2013: 19) mengukur work-related well-being dengan kepuasan kerja

(job satisfaction), komitmen organisasional (organizational commitment), dan

keadilan organisasi (organizational fairness).

Sedikit berbeda dengan itu, Baptiste (2008) dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa work-related well-being dapat diukur dengan tiga dimensi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

15

berikut yaitu, kepuasan kerja (job satisfaction), komitmen organisasional afektif

(affective organizational commitment), serta pekerjaan dan kehidupan yang

seimbang (work-life balance). Pfeffer (1998) dalam Baptiste (2008: 2),

menyatakan bahwa ketiganya merupakan karakteristik-karakteristik kehidupan

kerja berkualitas yang dapat meningkatkan kinerja karyawan. Oleh karena itu,

pengukuran work-related well-being pada penelitian ini akan diukur dengan

kepuasan kerja, komitmen organisasional, serta keseimbangan pekerjaan-

kehidupan.

2.1.3. Kepuasan Kerja

Clegg dan Wall (1981) serta Wright dan Cropanzano (2000) dalam Kopperud

(2012: 9) menyatakan bahwa kesejahteraan karyawan (employee well-being)

sering disamakan dengan kepuasan kerja (job satisfaction). Padahal, kepuasan kerja

hanyalah salah satu indikator dari kesejahteraan karyawan (Kooij et al 2013 ; Orsila

et al, 2011 ; Baptiste, 2008).

Kepuasan kerja menurut Locke (1969) dalam Xanthopoulou (2012: 1053)

adalah emosi/perasaan menyenangkan yang dihasilkan oleh pengalaman dalam

melaksanakan pekerjaan. Senada dengan itu, Mathis dan Jackson (2006: 121)

menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaaan emosional positif yang

merupakan hasil evaluasi dari pengalaman kerja. Begitu pula Robbins dan Judge

(2008: 99) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaaan positif karyawan

atas pekerjaan, yang merupakan hasil dari evaluasi karyawan tersebut terhadap

karakteristik-karakteristik pekerjaannya.

Sedikit berbeda, menurut Siagian (2008: 295) kepuasan kerja merupakan

suatu cara pandang seseorang, baik yang bersifat positif maupun negatif, tentang

pekerjaannya. Hal ini mendukung pendapat Mangkunegara (2008: 117) yang

mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan yang menyokong atau

tidak menyokong diri karyawan, yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun

dengan kondisi dirinya. Karakteristik pekerjaan dapat berupa upah/gaji,

kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan karyawan lain, penempatan

kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, dan mutu pengawasan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

16

Sementara karakteristik dari dirinya sendiri antara lain umur, kondisi kesehatan,

kemampuan, dan pendidikan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah emosi,

baik itu positif (puas) maupun negatif (tidak puas) seorang karyawan atas

pekerjaannya. Ketidakpuasan kerja akan muncul dalam diri karyawan, jika apa

yang ia harapkan atas pekerjaannya tidak terpenuhi.

Currie (2001) dalam Baptiste (2008: 9) menunjukkan bahwa kepuasan

kerja merupakan sejauh mana seorang individu merasa puas dengan kondisi

pekerjaan serta lingkungan kerja mereka. Contohnya, seberapa puas seorang

karyawan atas gaji, otonomi, tanggung jawab, wewenang dan pelatihan yang

mereka terima. Seorang karyawan akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang

tinggi jika pekerjaan serta lingkungan kerja yang mereka dapatkan telah sesuai

dengan hak mereka. Dengan demikian, kepuasan kerja merupakan salah satu

indikator kesejahteraan karyawan terkait dengan pekerjaan.

Banyak faktor yang dapat menjadi penentu bagi kepuasan kerja. Menurut

Baptiste (2008: 9) faktor-faktor itu dapat berupa,

1. Prestasi kerja (sense of achievement), prestasi dan pengakuan perusahaan

atas prestasi itu merupakan motivator yang dapat meningkatkan kepuasan

dan gairah kerja seorang karyawan.

2. Kebebasan menggunakan inisiatif (scope of using initiative), sampai sejauh

mana pekerjaan memberi kebebasan dan keleluasaan dalam membuat

keputusan dan menentukan prosedur pekerjaan yang dipakai.

3. Pengaruh atas pekerjaan (influence over job), sejauh mana pengetahuan

dan keterampilan seorang karyawan sesuai dengan pekerjaannya sehingga

mempengaruhi pekerjaan yang dihasilkannya.

4. Gaji yang diterima (pay), meliputi besarnya gaji dan kesesuaian gaji

dengan pekerjaan.

5. Rasa aman atas pekerjaan (job security), yang merupakan jaminan

perusahaan atas kelangsungan pekerjaan karyawannya seperti

pengangkatan sebagai pegawai tetap.

6. Pelatihan (training), yang meliputi pengembangan diri dan keterampilan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

17

7. Pekerjaannya itu sendiri (work), termasuk tugas-tugas yang diberikan,

variasi dalam pekerjaan, kesempatan untuk belajar, dan banyaknya beban

kerja.

8. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan (involvement in decision

making), semakin tinggi tingkat keterlibatan, semakin tinggi pengakuan

perusahaan pada seorang karyawan.

2.1.4. Komitmen Organisasional Afektif

Herscovitch dan Meyer (2002) dalam Ariani (2010: 168) mendefinisikan

komitmen secara umum sebagai kekuatan atau cara pikir (mindset) yang mengikat

individu ke dalam serangkaian kegiatan yang relevan dengan satu atau beberapa

target.

Adapun komitmen organisasional (organizational commitment)

didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak

organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan

keanggotaan dalam organisasi tersebut (Robbins dan Judge, 2008: 100).

Kemudian komitmen organisasional menurut Mathis dan Jackson (2006: 122)

adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan

organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut.

Mowday (1982) dalam Sopiah (2008: 155) menyebut komitmen kerja

sebagai istilah lain komitmen organisasional. Menurutnya, komitmen

organisasional merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat

terhadap organisasi sehingga timbul keinginan anggota organisasi untuk tetap

mempertahankan keanggotaanya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras

bagi pencapaian tujuan organisasi.

Newstroom (1989) dalam Sopiah (2008: 156) menyatakan bahwa secara

konseptual, komitmen organisasional ditandai dengan tiga hal yaitu, (1) adanya

rasa percaya yang kuat dan penerimaan seseorang terhadap tujuan dan nilai-nilai

organisasi, (2) adanya keinginan seseorang untuk melakukan usaha secara

sungguh-sungguh demi organisasi, dan (3) adanya hasrat yang kuat untuk

mempertahankan keanggotaaan dalam suatu organisasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

18

Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasional

merupakan keberpihakan individu pada organisasi dan tujuannya serta kuatnya

upaya seseorang untuk bertahan dalam suatu organisasi, sehingga muncul

keinginan untuk memajukan organisasi tersebut. Menurut Cohen (1992) dalam

Ariani (2010: 168), organisasi yang anggotanya mempunyai komitmen akan

menunjukkan kinerja dan produktivitas yang lebih tinggi, serta ketidakhadiran

yang rendah.

Komitmen organisasional sering dikaitkan dengan hubungan timbal-balik

antara perusahaan dan karyawan. Dari perspektif karyawan, mereka akan

berkomitmen kepada perusahaan setelah perusahaan memenuhi hak mereka,

seperti gaji, tunjangan, lingkungan kerja yang nyaman, atasan yang suportif, dan

bentuk-bentuk kesejahteraan karyawan yang lain (Baptiste, 2008: 9). Dengan

demikian, komitmen organisasional merupakan salah satu indikator yang dapat

mengukur tingkat kesejahteraan yang didapatkan seorang karyawan dari

perusahaannya.

Robbins dan Judge (2008: 157) menjelaskan, ada tiga model komitmen

organisasional, yaitu:

1. Komitmen afektif (affective organizational commitment)

Komitmen ini terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari

organisasi karena adanya ikatan emosional.

2. Komitmen berkelanjutan (continuance organizational commitment)

Komitmen ini muncul apabila karyawan bertahan dalam suatu organisasi

karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena

karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.

3. Komitmen normatif (normative organizational commitment)

Komitmen ini timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan

bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa

komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.

Komitmen yang dipakai pada penelitian ini adalah komitmen afektif.

Karena sebagaimana hasil penelitian Riketta (2002: 262), affective organizational

commitment merupakan salah satu komponen komitmen organisasional yang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

19

memiliki hubungan paling signifikan terhadap kinerja, baik itu in role maupun

extra role. Diadaptasi dari Cook dan Wall (1980), Baptiste (2008: 9) menyatakan

bahwa karyawan dapat menunjukkan komitmen afektif kepada beberapa sasaran

seperti perusahaan, manajemen, rekan kerja, atau suatu kelompok tertentu.

2.1.5. Keseimbangan Pekerjaan-Kehidupan

Pada umumnya, kesejahteraan yang berhubungan dengan pekerjaan hanya

diukur dengan kepuasan kerja dan komimen organisaional. Namun banyak

peneliti yang menyarankan perlu ditambahkannya dimensi ketiga yaitu

keseimbangan pekerjaan-kehidupan (work-life balance) dalam pengukuran

kesejahteraan yang berhubungan dengan pekerjaan (Baptiste, 2008: 5).

Diantaranya Platt (1997) dalam Baptiste (2008: 11) menyarankan kesejahteraan

karyawan perlu dibangun diantara tuntutan pekerjaan dan rumah tangganya. Ia

juga menyatakan bahwa keseimbangan pekerjaan-kehidupan merupakan

kebutuhan setiap karyawan. Dengan demikian, keseimbangan pekerjaan-

kehidupan merupakan indikator pelengkap dalam pengukuran kesejahteraan

karyawan.

Guest (2002: 263) mendefinisikan work-life balance sebagai waktu yang

cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan tanggung jawab pekerjaan.

Senada dengan itu, Bratton dan Gold (2003) dalam Baptiste (2008: 226)

mendefinisikan work-life balance sebagai keseimbangan antara pekerjaan dengan

hiburan atau kehidupan keluarga. Hiburan yang dimaksud dapat berupa perjalanan

(traveling), bergabung dengan komunitas, ataupun bersosialisasi dengan kerabat.

Zedeck dan Mosier (1990) serta O’Driscoll (1996) dalam Guest (2002:

258-259) menyatakan, ada lima model yang dapat menjelaskan hubungan antara

pekerjaan dengan kehidupan di luar pekerjaan, yaitu:

1. Segmentation model

Model ini berpendapat bahwa pekerjaan dan kehidupan di luar pekerjaan

merupakan hal yang berbeda, terpisah, dan tidak mempunyai pengaruh

satu sama lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

20

2. Spillover model

Sebaliknya dari segmentation model, model ini menyatakan bahwa

keduanya saling mempengaruhi satu sama lain, baik secara positif ataupun

negatif.

3. Compensation model

Menurut model ini jika terdapat kekurangan pada salah satunya, yang lain

dapat menggantikannya. Contohnya, pekerjaan yang berat dan rutin dapat

dikompensasi dengan peran yang besar dalam suatu komunitas di luar

pekerjaan.

4. Instrumental model

Menurut model ini, aktivitas pada salah satunya, akan meningkatkan

tingkat kesejahteraan yang lainnya. Contohnya, ketika seorang karyawan

mengambil pekerjaan tambahan, ia akan mendapatkan upah tambahan

pula, sehingga ia dapat membeli rumah atau mobil untuk keluarganya.

5. Conflict model

Menurut model ini, meningkatnya kebutuhan atas kehidupan pribadi, dapat

menimbulkan konflik dan pilihan yang sulit.

Menurut Houston (2005) dalam Baptiste (2008: 10), perubahan komposisi

demografis dalam pasar tenaga kerja dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja

wanita telah meningkatkan masalah keseimbangan pekerjaan dengan tugas-tugas

rumah tangga. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap perusahaan yang memiliki

tenaga kerja beragam untuk mengadaptasi konsep work-life balance ke dalam

kebijakan sumber daya manusia yang mereka miliki. Daniels (2006) dalam Baptiste

(2008) berpendapat, bahwa karyawan mencari perusahaan yang cocok dengan

kepribadian mereka dan menyediakan apa yang mereka butuhkan. Dengan begitu,

work-life balance menjadi sebuah kunci penting dalam organisasi.

Sebagai respon terhadap masalah ini, diperkenalkanlah konsep flexible

working. Menurut Daniels (2006) dalam Baptiste (2008) flexible working adalah

sebuah pola yang berbeda dari pola kerja standar yang biasanya dimulai dari jam 9

sampai dengan jam 5. Dengan flexible working karyawan dapat memenuhi 40 jam

waktu bekerja dengan mengaturnya sesuai dengan kehidupan pribadi karena

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

21

karyawan dapat memilih waktu untuk melaksanakan pekerjaannya. Contohnya, jika

pola standar menetapkan jam masuk kantor adalah jam 7, sementara jam keluarnya

adalah jam 4, maka karyawan dapat memilih untuk masuk lebih siang dan pulang

lebih akhir pula, selama beban waktunya sama dengan karyawan lain. Pola seperti itu

dinamakan waktu yang fleksibel (flexible time).

Selain flexible time, flexible working juga sebenarnya memiliki beberapa

variasi lain diantaranya part-time, job sharing, bekerja dari rumah, dan lain-lain.

Kerja paruh waktu (part-time) adalah pola kerja yang dilakukan pada sembarang

waktu dan kurang dari 40 jam kerja per minggu sehingga tidak diklasifikasikan

sebagai karyawan full-time. Pembagian pekerjaan (job sharing), merupakan satu

peekerjaan full-time yang dibagi dianatara dua orang atau lebih. Pembagian pekerjaan

dapat mengatur karyawan untuk bekerja setengah hari, mingguan, atau bulanan.

Bekerja dari rumah merupakan alternatif kerja dimana pekerjaan dilaksanakan di

rumah. Bekerja dari rumah membebaskan karyawan dari kendala jam kerja tetap dan

seragam kerja, namun memiliki tingkat pengawasan yang rendah. Semua pola ini

tidak bisa diaplikasikan pada semua jenis pekerjaan. Jika ingin mengaplikasikan

flexible working, hendaknya perusahaan mempelajari dan menganalisis jenis

pekerjaan dan jenis pola flexible working yang tersedia kemudian baru memilih yang

paling cocok.

2.2. Kinerja Karyawan

Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebutkan prestasi atau tingkat

keberhasilan individu maupun kelompok. Konsep kinerja merupakan singkatan

dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah

performance (Wirawan, 2009). Istilah performance sering diartikan dalam bahasa

Indonesia sebagai performa. Pada dasarnya, konsep kinerja merupakan perubahan

atau pergeseran paradigma dari konsep produktivitas. Awalnya orang sering kali

menggunakan istilah produktivitas untuk menyatakan kemampuan seseorang atau

organisasi dalam mencapai tujuan atau sasaran tertentu.

Kinerja adalah kecakapan seorang karyawan dalam melaksanakan tugas-

tugas yang diberikan padanya (Griffin et al, 2007: 327). Senada dengan itu,

Mangkunegara (2009: 9) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja secara

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

22

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan

tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Sementara itu Wirawan (2009: 5) menjelaskan bahwa kinerja adalah

output yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan

atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Dalam pengertian ini ditekankan bahwa

kinerja hanya bisa diketahui jika individu atau kelompok tersebut mempunyai

indikator atau kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini

berupa tujuan-tujuan atau target tertentu yang hendak dicapai.

Moeheriono (2009: 60) memberikan pandangan lain dengan

mendefinisikan kinerja sebagai gambaran mengenai tingkatan pencapaian

pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran,

tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis

suatu organisasi.

Namun menurut Sudarmanto (2009: 8), pengertian kinerja dapat

dikategorikan menjadi dua garis besar yaitu, (1) kinerja merujuk pada hasil, (2)

kinerja merujuk sebagai perilaku. Dalam konteks hasil, kinerja merupakan catatan

hasil yang diproduksi (dihasilkan atas fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas-

aktivitas selama waktu periode tertentu. Pengertian ini menekankan kinerja

sebagai hasil kerja bukan karakter sifat (trait) dan perilaku. Sementara terkait

kinerja sebagai perilaku, diambil dari pengetian yang menyatakan bahwa kinerja

merupakan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi atau unit

kerja. Dalam pengertian ini kinerja bukan konsekuensi ataupun hasil, melainkan

tindakan itu sendiri.

Vroom (1964) dalam Yullyanti (2009: 131) menjelaskan bahwa kinerja

merupakan hasil perkalian antara motivasi dengan kemampuan atau dirumuskan

sebagai berikut,

Kinerja : f (motivasi x kemampuan)

Dari rumus tersebut, Vroom menunjukkan bahwa kedua hal tersebut saling

menentukan satu dengan lainnya. Artinya setinggi apapun tingkat kemampuan

seorang pegawai, kinerja yang dihasilkan tidak akan optimal bila dikerjakan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

23

dengan motivasi yang rendah. Demikian juga sebaliknya, setinggi apapun tingkat

motivasi seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya, jika tanpa diimbangi

dengan adanya kemampuan tidak akan efektif.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja

merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun

kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami

atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk

berprestasi.

Sumber: Moeheriono (2009)

Gambar 2.1. Pengaruh Kinerja Individu dan Kelompok

Terhadap Kinerja Organisasi

Kinerja karyawan sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi.

Sebagaimana yang dijelaskan Rivai (2004: 56) bahwa kinerja karyawan

merupakan suatu hal yang penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai

tujuannya. Ada tiga macam kinerja, jika diurutkan dari skala terkecil yaitu kinerja

karyawan, kinerja unit, dan kinerja organisasi. Peningkatan dalam kinerja

organisasi sangat bergantung pada kinerja karyawan, karena kinerja karyawan

yang baik secara perorangan akan mendorong peningkatan kinerja perusahaan

secara keseluruhan (Gambar 2.1.). Sebagaimana yang dipaparkan Prawirosentono

(1999) dalam Mustiko (2012: 10), jika kinerja individu baik, maka besar

kemungkinan kinerja organisasi juga baik.

Kinerja Individu Kinerja Kelompok Kinerja Organisasi

Faktor Kinerja

• Knowledge • Skill • Motivasi • Peran

Faktor Kinerja

• Keeratan tim • Kepemimpinan • Kekompakan • Struktur • Peran tim • Norma

Faktor Kinerja

• Lingkungan • Kepemimpinan • Struktur • Strategi • Teknologi • Kultur • Proses

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

24

2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Pada dasarnya kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat

individual karena setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-

beda dalam mengerjakan tugas pekerjaannya. Gibson dkk (1989) dan Rivai dkk

(2005) dalam Yullyanti (2009: 133) menjelaskan, kinerja individu dapat

dipengaruhi oleh: (1) harapan mengenai imbalan, (2) dorongan, (3) kemampuan,

kebutuhan dan sifat, (4) persepsi terhadap tugas, (5) imbalan internal dan

eksternal, (6) persepsi terhadap tingkat imbalan, dan (7) kepuasan kerja.

Sementara itu menurut Simamora (1995) dalam Mangkunegara (2009: 14)

kinerja karyawan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

1. Faktor individu, yang terdiri dari,

• Kemampuan dan keahlian

Kemampuan dan keterampilan memainkan peran penting dalam

perilaku dan kinerja individu. Sebuah kemampuan adalah sebuah trait

(bawaan atau dipelajari) yang mengijinkan seseorang mengerjakan

sesuatu mental atau fisik. Keterampilan adalah kompetensi yang

berhubungan dengan tugas seperti keterampilan mengoperasikan

komputer atau keterampilan berkomunikasi dengan jelas untuk tujuan

dan misi kelompok. Manajer harus mencocokkan setiap kemampuan

dan keterampilan seseorang dengan persyaratan kerja agar dalam

bekerja dapat mencapai kinerja terbaik.

• Latar belakang

Latar belakang keluarga, pengalaman kerja dan tingkat

sosial mempengaruhi kinerja seseorang. Secara umum kemampuan

individu akan meningkat sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah

dilaluinya, begitu pula dengan pengalaman kerja.

• Demografi

Aspek demografi terdiri dari jenis kelamin, ras dan keragaman

budaya. Penelitian menunjukkan bahwa pria dan wanita adalah sama

dalam hal kemampuan belajar, daya ingat, kemampuan penalaran,

kreativitas, dan kecerdasan. Meskipun hasil data riset cukup

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

25

memastikan, beberapa peneliti masih percaya adanya perbedaan pada

keduanya. Dalam masalah prestasi, absensi, dan tingkat turn over

dalam pekerjaan, masih terdapat perdebatan soal perbedaan pria dan

wanita. Tidak ada data pendukung yang menyatakan salah satunya

adalah pekerja yang lebih baik. Hanya dalam masalah absensi yang

masih sering ditemukan perbedaan. Wanita memiliki tingkat absensi

yang lebih tinggi. Tingkat absensi lebih tinggi dari wanita disebabkan

peran mereka untuk mengasuh dan memperhatikan anak, orang tua,

dan pasangannya.

2. Faktor psikologis, yang terdiri dari,

• Persepsi

Persepsi adalah proses kognitif individu dalam memilih, mengatur,

menyimpan, dan menginterpretasikan rangsangan menjadi gambaran

dunia yang utuh dan berarti. Oleh karena setiap orang memberi arti

dalam setiap rangsangan, individu berbeda dalam melihat hal yang

sama dengan cara yang berbeda. Cara seorang pekerja dalam melihat

keadaan, terutama pekerjaannya, sering kali mempengaruhi kinerja

yang dihasilkan.

• Sikap

Sikap adalah perasaan positif/negatif atau keadaan mental yang selalu

disiapkan, dipelajari, dan diatur melalui pengalaman hidup, dan

memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap

individu lain, suatu obyek serta keadaan.

• Kepribadian

Kepribadian merupakan himpunan karakteristik dan kecenderungan

yang stabil sehingga menentukan sifat umum dan perbedaan dalam

perilaku seseorang. Kepribadian dipengaruhi oleh keturunan, budaya,

dan faktor sosial. Perilaku seseorang tidak dapat dimengerti tanpa

mempertimbangkan konsep kepribadian.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

26

• Pembelajaran

Kemampuan seorang karyawan untuk mengolah pengetahuan dan

pengalaman hidupnya ke dalam proses pembelajaran sehingga

menghasilkan nilai-nilai baru merupakan faktor penting yang

mempengaruhi kinerja. Karyawan yang mampu melakukan proses

pembelajaran merupakan karyawan yang matang secara pribadi.

Karyawan jenis ini biasanya lebih bertanggung jawab atas apa yang

dikerjakannya.

• Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam

menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang

menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja.

Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang

untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. McCleland

(1997) seperti dikutip Mangkunegara (2009: 68), berpendapat bahwa

“ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan

pencapaian kerja”.

3. Faktor organisasi, yang terdiri dari,

• Sumber daya

Sumber daya organisasi baik berupa sarana ataupun prasarana,

dibutuhkan oleh karyawan untuk digunakan dalam menyelesaikan

pekerjaannya. Sumber daya yang lengkap dapat membantu

meningkatkan kinerja yang dihasilkan.

• Kepemimpinan

Karyawan pada umumnya membutuhkan kepemimpinan yang baik.

Pemimpin yang sukses harus memimpin dengan menciptakan

atmosfer atau kondisi sehingga membuat setiap karyawan dapat

berkontribusi secara total. Ini dapat berarti mendidik keterampilan

baru untuk karyawan, mendorong karyawan untuk menangani sesuatu

yang takut dilakukannya, atau dapat juga berarti mendengarkan

keluhan, ide, harapan, keluhan, kritik dan saran. Ada banyak cara bagi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

27

seorang pemimpin untuk mempengaruhi kinerja karyawan. Para

pemimpin dapat mempengaruhi karyawan untuk bekerja lebih cepat

atau melakukan sesuatu pekerjaan berkualitas dengan lebih baik

misalnya dengan memberikan insentif, penghargaan dan pujian

khusus, atau memberikan motivasi tentang pentingnya pekerjaan, dan

menetapkan tujuan-tujuan yang menantang. Para pemimpin juga dapat

meningkatkan keterampilan karyawan untuk melakukan suatu

pekerjaan misalnya dengan memperlihatkan kepada mereka metode-

metode yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan.

• Penghargaan

Penghargaan sebagai insentif dan pengakuan atas kinerja merupakan

hal penting untuk memberikan arah kerja yang tepat dan sesuai

dengan kebutuhan organisasi dalam upaya penguatan peningkatan

kinerja.

• Struktur

Struktur organisasi berkaitan erat dengan arus kerja dalam organisasi

yang dapat menimbulkan dampak langsung terhadap cara karyawan

melaksanakan pekerjaannya.

• Desain pekerjaan

Desain pekerjaan adalah struktur bangunan pekerjaan yang disusun

sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut dapat dikerjakan dengan

cara yang seefektif dan seefisien mungkin. Desain pekerjaan yang

ideal selalu memperhatikan empat hal, yaitu : (a) deskripsi tanggung

jawab, (b) urutan kegiatan/prosedur kerja, (c) standar kualitas kerja,

dan (d) ergonomik.

Dengan kata lain, kinerja karyawan adalah hasil dari yang pertama, atribut

individu, yang meliputi faktor-faktor individu yang telah ada dalam diri

seseorang. Yang kedua, upaya kerja (work effort), yang membentuk keinginan

atau motivasi untuk mencapai tujuan. Yang terakhir, dukungan dari organisasi,

yang memberikan kesempatan dan dorongan dalam berbagai bentuk pada

karyawannya untuk mencapai tujuan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

28

Sedikit berbeda dengan itu Wirawan (2009) menjelaskan bahwa pada

dasarnya kinerja merupakan hasil sinergi dari dari sejumlah faktor (lihat Gambar

2.2) seperti faktor internal organisasi, faktor lingkungan eksternal, dan faktor

internal karyawan.

Gambar 2.2. Pengaruh Lingkungan Internal dan Eksternal Terhadap

Perilaku Kerja Karyawan

Dalam melaksanakan pekerjaannya, karyawan memerlukan dukungan dari

perusahaaan tempat ia bekerja. Dukungan itu sangat memengaruhi tinggi

rendahnya kinerja karyawan. Oleh karena itu manajemen organisasi harus

menciptakan lingkungan internal organisasi yang kondusif sehingga dapat

mendukung dan meningkatkan produktivitas karyawan.

Lingkungan Eksternal • Kehidupan ekonomi • Kehidupan politik • Kehidupan sosial • Budaya dan agama

masyarakat • Kompetitor

Internal Karyawan • Bakat dan sifat • Kreatifitas • Pengetahuan dan

keterampilan • Kompetensi • Pengalaman kerja • Keadaan fisik • Keadaan psikologi

Perilaku Kerja Karyawan

• Etos kerja • Disiplin kerja • Motivasi kerja • Semangat kerja • Sikap kerja • Stress kerja • Keterlibatan kerja • Kepemimpinan • Kepuasasn kerja • Keloyalan

Internal Organisasi • Visi, misi, & tujuan • Kebijakan • Bahan mentah • Teknologi • Strategi • Sistem manajemen • Kompensasi • Kepemimpinan • Modal • Budaya • Iklim • Rekan kerja

Kinerja Karyawan Kinerja Organisasi Sumber: Wirawan (2009)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

29

Faktor-faktor lingkungan eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian,

atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi dan memengaruhi

kinerja karyawan. Seperti contohnya budaya masyarakat, budaya alon-alon asal

lakon atau mangan ora mangan asal kumpul memengaruhi kinerja orang

Indonesia. Hal tersebut dapat menjelaskan penyebab kinerja orang Indonesia yang

rendah dibandingkan bangsa lain.

Faktor internal karyawan merupakan faktor dari dalam diri karyawan yang

merupakan bawaan lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang. Faktor-

faktor bawaan misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja,

dan motivasi kerja. Setelah dipengaruhi oleh lingkungan internal organisasi dan

lingkungan eksternal, faktor internal pegawai ini menentukan kinerja karyawan.

Jadi dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi faktor internal tersebut, semakin

tinggi pula kinerja karyawan. Sebaliknya semakin rendah faktor-faktor tersebut,

semakin rendah pula kinerjanya.

Faktor internal karyawan bersinergi dengan faktor lingkungan organisasi.

Sinergi ini memengaruhi perilaku kerja karyawan yang kemudian memengaruhi

kinerja karyawan. Kinerja karyawan kemudian menentukan kinerja organisasi.

Kinerja individu perorangan (individual performance) dan organisasi

(organizational performance) memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya

tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh

organisasi yang digerakkan atau dijalankan oleh sekelompok orang yang berperan

aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Dari ketiga faktor tersebut, faktor yang dapat dikontrol dan dikondisikan

oleh para manajer adalah faktor lingkungan internal organisasi dan faktor internal

karyawan. Sementara faktor lingkungan eksternal organisasi berada di luar kontrol

manajer. Oleh karena tugas manajer adalah mengontrol dan mengembangkan

faktor lingkungan internal organisasi dan faktor internal karyawan.

2.2.2. Dimensi Kinerja

Dimensi kinerja merupakan aspek-aspek yang menjadi ukuran dalam

menilai kinerja. Beberapa literatur berbeda pendapat mengenai dimensi atau

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

30

indikator yang menjadi ukuran kinerja. Dimensi yang digunakan dalam

melakukan penilaian kinerja menurut Benardin (2001) dalam Sudarmanto (2009:

12) adalah,

1. Quality, terkait dengan proses atau hasil mendekati sempurna/ideal dalam

memenuhi maksud dan tujuan perusahaan.

2. Quantity, terkait dengan satuan jumlah atau kuantitas yang dihasilkan.

3. Timeliness, terkait dengan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan

aktivitas atau menghasilkan produk.

4. Cost-effectiveness, terkait dengan tingkat penggunaan sumber-sumber

daya organisasi (orang, uang, atau material) dalam usaha memperoleh

hasil yang diinginkan, atau pengurangan pemborosan dalam penggunaan

sumber-sumber daya organisasi.

5. Need for supervision, terkait kemampuan individu daplam menyelesaikan

pekerjaan atau fungsi-fungsi pekerjaan tanda bimbingan atau intervensi

pengawasan atasan.

6. Interpersonal impact, terkait dengan kemampuan individu dalam

meningkatkan perasaan harga diri, keinginan baik, dan kerja sama diantara

sesama karyawan.

Sedikit berbeda dengan itu, Sedarmayanti (2011) mengganti mengganti

dimensi need for supervision dengan ketepatan waktu. Selain, mengukur berapa

putaran waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, dan dinilai

semakin semakin baik, pekerjaan tersebut juga harus tepat dengan standar waktu

yang telah ditentukan, hasilnya ada pada saat yang dibutuhkan.

Sementara itu Wirawan (2009) mengganti dimensi need for supervision

dengan (1) cara melakukan pekerjaan, yang menekankan bagaimana cara atau

pekerjaan tersebut dilakukan, contohnya pekerjaan membantu pelanggan dalam

menjelaskan produk dinilai lebih tinggi jika dilakukan dengan sabar, (2) metode

melaksanakan tugas, dimana nilai diberikan lebih tinggi jika tugas dilakukan

sesuai dengan undang-undang, kebijakan, atau prosedur yang berlaku, (3) standar

sejarah, yang mengharuskan standar hari ini harus lebih baik dari masa lalu, dan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

31

(4) standar nol, standar yang menyatakan tidak ada cacat atau kesalahan

sedikitpun dari pekerjaan yang dilakukan.

Sementara itu Prawirosentono (1999) dalam Yullianti (2009: 133)

menjelaskan dimensi untuk pengukuran kinerja adalah (1) pengetahuan atas

pekerjaan, kejelasan pengetahuan atas tanggung jawab pekerjaan yang menjadi

tugasnya, (2) perencanaan dan organisasi, kemampuan membuat rencana

pekerjaan meliputi jadwal dan urutan pekerjaan sehingga tercapai efisiensi dan

efektifitas, (3) mutu pekerjaan, ketelitian, dan ketepatan pekerjaan, (4)

produktivitas, (5) pengetahuan teknis atas pekerjaan yang menjadi tugas seorang

karyawan, (6) judgement, kebijakan naluriah, dan kemampuan menyimpulkan

tugas sehingga tujuan organisasi tercapai, (7) komunikasi, (8) kerja sama, (9)

kehadiran dalam rapat, disertai dengan kemampuan menyampaikan gagasan-

gagasannya kepada orang lain mempunyai nilai tersendiri dalam menilai kinerja

seorang pegawai, (10) manajemen pekerjaan, (11) kepemimpinan, dan (12)

kemampuan memperbaiki diri sendiri.

Sementara itu dimensi pengukuran kinerja yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah kinerja in role dan kinerja extra role. Kinerja in role adalah

perilaku karyawan untuk melaksanakan apa yang menjadi tugas dan tanggung

jawabnya (Bakker dan Heuven, 2006 ; Colquitt et al, 2009). Sementara kinerja

extra role mengarah pada perilaku pekerja yang bekerja tidak hanya pada apa

yang menjadi tugasnya (Podsakoff, 2000 ; Garay, 2006 ; Ariani, 2010). Perbedaan

yang mendasar antara kinerja in role dengan extra role adalah pada reward. Pada

kinerja in role biasanya dihubungkan dengan reward dan sanksi (hukuman),

sedangkan pada kinerja extra role biasanya tidak terkait dengan reward (Sudarma,

2011: 38). Dengan kata lain, tidak ada insentif tambahan yang akan diberikan

ketika seorang karyawan melakukan kinerja extra role. Tetapi meskipun kinerja

extra role tidak boleh diberi ganjaran secara langsung atau formal oleh sistem

reward organisasi, tidak berarti kinerja extra role dibatasi hanya pada perilaku-

perilaku yang tidak diberi reward dalam bentuk nyata.

Pengukuran kinerja dengan menggunakan dimensi kinerja in role dan

kinerja extra role ini mengikuti saran Motowidlo et al (1997) serta Motowidlo dan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

32

Van Scooter (1994) dalam Ariani (2010: 167), bahwa kinerja karyawan yang

dinilai harus meliputi in role performance dan extra role performance, karena

kebutuhan penilaian kinerja sebaiknya berdasar pada model kompetensi yang

berfokus pada keahlian yang dibutuhkan oleh karyawan, baik di masa kini

maupun masa mendatang

Dari berbagai pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa

dimensi pengukuran kinerja sangat beragam tergantung aspek tertentu yang

diukur dan karakteristik organisasinya.

2.2.3. Kinerja In Role dan Extra Role

Beberapa ahli menamakan kinerja in role sebagai kinerja tekstual dan

kinerja tugas (Colquitt et al, 2009). Motowidlo dan Van Scooter (1994) dalam

Bakker dan Heuven (2006: 428) mendefinisikan in role performance sebagai

hasil dan sikap yang diharapkan secara resmi untuk pemenuhan tujuan organisasi.

Jika ingin mendapatkan gaji dan melanjutkan pekerjaannya di perusahaan

tersebut, maka setiap karyawan harus melaksanakan kinerja in role.

Sementara itu menurut Colquitt et al (2009: 38) kinerja in role merupakan

sikap karyawan yang secara langsung berpengaruh pada proses perubahan sumber

daya perusahaan menjadi barang/jasa tergantung apa yang diproduksi perusahaan.

Dengan kata lain, kinerja in role adalah apa yang menjadi tugas dan

tanggung jawab seorang karyawan (Bakker dan Heuven, 2006 ; Colquitt et al,

2009) sebagaimana yang telah tertulis secara formal dalam job decription. Kinerja

in role merupakan apa yang selama ini didefinisikan sebagai kinerja karyawan.

Namun menurut MacKenzie et al (1998), kinerja karyawan tidak hanya sebatas in

role performance, tetapi juga extra role performance.

Istilah kinerja extra role juga dikenal dengan berbagai istilah yang

berbeda. Ada yang menamakannya organizational citizenship behaviors (OCB),

perilaku prososial organisasi, organisasional spontan, kinerja kontekstual, kinerja

luar tugas (MacKenzie et al, 1998 ; Podsakoff et al, 2000 Garay, 2006 ; Griffin et

al, 2007; Ariani, 2010).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

33

Definisi kinerja extra role menurut Organ (1988) yang dikutip oleh

Podsakoff et al (2000: 513) adalah,

“Perilaku individu yang tidak termasuk secara langsung dalam sistem penghargaan (reward) resmi, namun dapat mempromosikan fungsi organisasi yang efektif. Dengan kata lain, perilaku tersebut bukan merupakan hal yang harus dilakukan berkaitan dengan peran seorang individu dalam organisasi (job description), dan bukan hal yang secara jelas dituliskan dalam kontrak kerja individu tersebut dengan organisasi. Perilaku ini merupakan pilihan pribadi, sehingga kelalaian untuk mengerjakannya tidak ditetapkan sebagai sebuah perilaku yang harus dihukum.”

Senada dengan itu, Garay (2006: 33) mendefinisikan extra role

performance sebagai perilaku sukarela dari seorang pekerja untuk mau melakukan

tugas atau pekerjaan diluar tanggung jawab atau kewajibannya demi kemajuan

atau keuntungan organisasinya.

Sementara itu Ariani (2010: 165) mendefinisikan kinerja extra role

sebagai aspek unik dari kegiatan individu di tempat kerja yang berada di luar

persyaratan formal dalam pekerjaan, bersifat bebas serta tidak secara eksplisit

berada dalam prosedur kerja dan sistem pemberian upah formal. Namun demikian

semua pendapat mengarah pada suatu pengertian yang sama, yaitu perilaku

pekerja yang bekerja tidak hanya pada apa yang menjadi tugasnya. Contohnya

perilaku membantu teman sekerja yang mengalami kesulitan dalam pekerjaan,

mencegah terjadinya ancaman bahaya yang dapat merugikan organisasi, perilaku

menjaga kebersihan dan kenyamanan tempat kerja, atau menyelesaikan pekerjaan

melebihi standar yang dituntut.

Kinerja extra role muncul dari dalam individu berupa keinginannya

memberikan kontribusi bagi organisasi. Hal ini disebabkan pada dasarnya

karyawan memiliki komitmen untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi.

Keinginan tersebut mendorong individu untuk berperilaku secara spontan dalam

suatu model kegiatan dan harus didukung oleh sistem yang ada, yaitu sistem yang

kooperatif, informal, ada kolaborasi, didukung oleh pemimpinnya, dan ada

pertukaran sosial maupun ekonomi. Perilaku tersebut juga merupakan komitmen

individu yang timbul sebagai ekspresi kepuasannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

34

Kinerja extra role mempunyai beberapa dimensi. Penelitian yang telah

banyak dilakukan pada umumnya menggunakan empat dimensi (Ariani, 2011;

Huang dan You, 2011) yaitu,

1. Altruisme (altruism) atau sering disebut juga perilaku menolong (helping

behavior), merupakan bentuk perilaku sukarela individu untuk menolong

individu lain atau mencegah terjadinya permasalahan yang terkait dengan

pekerjaan (work-related problem).

2. Kesopanan (courtesy), yaitu bersikap santun dan menahan diri untuk tidak

bersitegang atau memiliki konflik dengan karyawan lain.

3. Sikap sportif (sportmanship), didefinisikan sebagai kemauan atau

keinginan untuk menerima (toleransi) terhadap ketidaknyaman dan

kekurangan perusahaan tanpa mengeluh.

4. Kebaikan sebagai warga organisasi (civic virtue), merupakan bentuk

perhatian kepada organisasi secara makro atau keseluruhan seperti

menghadiri pertemuan, menyampaikan pendapat atau berpartisipasi aktif

dalam kegiatan organisasi.

Sementara ada empat faktor yang mendorong munculnya kinerja extra role

dalam diri karyawan. Menurut Podsakoff (2000) dalam Garay (2006: 35)

keempat faktor tersebut adalah karakteristik individual, karakteristik

tugas/pekerjaan, karakteristik organisasional dan perilaku pemimpin. Karakteristik

individu ini meliputi persepsi keadilan, kepuasan kerja, komitmen organisasional

dan persepsi dukungan pimpinan. Karakterisitik tugas meliputi kejelasan atau

ambiguitas peran. Sementara karakteristik organisasional meliputi struktur

organisasi, dan model kepemimpinan. Lebih lanjut dikatakan bahwa job attitudes,

karakteristik tugas dan perilaku pemimpin ditemukan memiliki hubungan yang

lebih kuat terhadap kinerja extra role dibandingkan yang lainnya.

Beberapa penelitian tentang kinerja extra role mengungkapkan bahwa

dampak kinerja extra role mampu meningkatkan efektivitas dan kesuksesan

organisasi, sebagai contoh biaya operasional yang rendah, waktu penyelesaian

pekerjaan lebih cepat, dan penggunaan sumber daya secara optimal (Garay, 2006).

Oleh karena itu, berdasarkan peran dan manfaat kinerja extra role, manager atau

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

35

akademisi sumber daya manusia berusaha mendorong atau menumbuhkan kinerja

extra role dalam organisasi melalui berbagai macam cara seperti memasukkan

kriteria kinerja extra role dalam penilaian kinerja.

2.3. Hubungan Antara Kesejahteraan yang Berhubungan dengan

Pekerjaan dengan Kinerja Karyawan

Pada awalnya kesejahteraan karyawan hanyalah topik minor dalam

pembahasan mengenai kinerja, namun sekarang semakin banyak peneliti yang

tertarik dengan topik ini. Sebuah fakta baru sebagaimana yang dikemukakan Lee

dan Wong (2006: 11) menyatakan bahwa kesejahteraan yang diberikan

perusahaan untuk karyawannya merupakan faktor yang penting dalam

mempengaruhi kinerja karyawan.

Senada dengan itu, Russel (2008) dalam Anwarsyah dkk (2012: 32) juga

menyatakan bahwa kesejahteraan memiliki pengaruh yang signifikan dengan

kinerja karyawan. Sehingga sekarang, kesejahteraan seorang karyawan bukan lagi

masalah personal karyawan tersebut, namun juga harus diusahakan oleh

perusahaan, karena merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting

bagi perusahaan untuk meraih kesuksesan.

Masing-masing indikator kesejahteraan yang berhubungan dengan

pekerjaan (work-related well-being) juga memiliki hubungan yang erat dengan

kinerja, baik itu in role ataupun extra role.

Heller et al (2002) dalam Ariani (2010: 168) menyatakan bahwa kepuasan

kerja (job satisfaction) adalah suatu konstruk yang sangat penting dalam perilaku

organisasional dan berhubungan dengan organizational outcome seperti kinerja in

role dan extra role, ketidakhadiran kerja, serta kepuasan dalam kehidupannya (life

satisfaction). William dan Anderson (1991) serta Mohammad (2011: 162) juga

menemukan hubungan yang positif antara kepuasan kerja, baik itu ekstrinsik

maupun instrinsik terhadap semua dimensi extra role. Namun, Organ dan Ryan

(1995) menyatakan bahwa hubungan kepuasan kerja dengan kinerja extra role

lebih besar dibandingkan dengan kinerja in role.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

36

Berbeda dengan itu, penelitian MacKenzie et al (1998) menemukan

kinerja in role sebagai faktor pendukung (antecendent) kepuasan kerja dan

komitmen organisasi, dan kinerja extra role sebagai hasil (consequent) dari kedua

variabel tersebut.

Sementara itu Somers dan Birnbaum (1998) dalam Ariani (2010: 168)

menyatakan bahwa komitmen organisasi dapat mempengaruhi kinerja melalui dua

intervening variable yaitu usaha dan pencapaian. Hasil penelitian ini mendukung

penelitian William dan Anderson (1991) yang menyatakan bahwa komitmen

organisasi berpengaruh pada kinerja, baik kinerja in role maupun kinerja extra

role.

Riketta (2002: 262) juga menyatakan bahwa affective organizational

commitment, yang merupakan salah satu komponen komitmen organisasional,

memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja baik itu in role dan extra

role, walaupun hubungan dengan extra role lebih besar dibandingkan dengan in

role. Sementara itu menurut Huang dan You (2011: 11341-11342), affective

organizational commitment memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja

extra role, namun tidak dengan kinerja in role.

Menurut Baptiste (2008: 5), keseimbangan pekerjaan-kehidupan (work-

life balance) juga merupakan indikator dalam pengukuran kesejahteraan yang

berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini mendukung pernyataan Guest (2002:

267) yang menyebutkan bahwa keseimbangan pekerjaan-kehidupan memiliki

hubungan dengan indikator-indikator kinerja karyawan. Lambert (2000: 813)

lebih lanjut menjelaskan bahwa keseimbangan pekerjaan-kehidupan lebih

berpengaruh pada kinerja extra role dibanding kinerja in role.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan karyawan

memiliki hubungan yang positif dengan kinerja, dimana semakin rendah tingkat

kesejahteraan seorang karyawan, maka semakin rendah pula kinerja karyawan

tersebut, dan begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai

pentingnya kesejahteraan karyawan merupakan sebuah alat yang sangat pentin

untuk memaksimalkan kinerja karyawan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

37

2.4. Penelitian Terdahulu

Cropanzano dan Wright (1999) dalam penelitiaannya yang berjudul A 5-

Year Study of Change in The Relationship Between Well-Being and Job

Performance meneliti mengenai hubungan kesejahteraan karyawan dan kinerja

karyawan dengan interval waktu. Hasil penelitian menemukan hubungan yang

signifikan antara kesejahteraan karyawan dan kinerja karyawan jika kinerja

karyawan diukur dalam waktu yang bersamaan, atau setahun setelah pengukuran

kesejahteraan karyawan. Namun, jika pengukuran kinerja karyawan dilakukan 4,5

atau 5 tahun setelah pengukuran kesejahteraan karyawan, hubungan antara

keduanya tidak lagi signifikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa

peningkatan kesejahteraan dapat meningkatkan kinerja jika dilakukan secara terus

menerus.

Penelitian yang dilakukan Bogdanova et al (2008) berjudul Work

Environmental Stressors – The Link Between Employees’ Well-being and

Performance. Tujuan penelitian ini adalah mencari hubungan antara kesejahteraan

yang berhubungan dengan pekerjaan (work-related well-being) dengan kinerja

karyawan dalam konteks lingkungan kerja. Obyek penelitian yang digunakan

adalah karyawan Bagian Produksi perusahaan X di Swedia. Penelitian

menggunakan metode kualitatif dimana data diperoleh dengan metode wawancara

pada sampel berjumlah delapan orang yang diperoleh dengan menggunakan

teknik sampling self-selective sampling. Hasil penelitian menunjukkan adanya

hubungan antara kesejahteraan yang berhubungan dengan pekerjaan (work-related

well-being) dengan kinerja karyawan. Bahkan menurut hasil penelitian ini, model

hubungan antara kesejahteraan yang berhubungan dengan pekerjaan (work-related

well-being) dengan kinerja karyawan berbentuk circle. Saat lingkungan

perusahaan kondusif, sarana dan prasarana mendukung, karyawan akan merasa

nyaman dalam bekerja sehingga kinerja mereka meningkat. Mayoritas karyawan

kemudian merasa puas saat melihat kemajuan dalam pekerjaan mereka. Dengan

demikian, kemampuan karyawan untuk bekerja secara efektif dan produktif dapat

meningkatkan kesejahteraan dan menumbuhkan rasa positif dalam diri mereka.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

38

Sementara itu Ariani (2010) menguji peran komitmen organisasional,

kepuasan kerja, dan kepribadian terhadap kinerja in role dan extra role. Variabel

kepuasan kerja yang digunakan merupakan kepuasan kerja terhadap gaji,

komitmen organisasional yang digunakan adalah affective organizational

commitment, dan kepribadian yang digunakan adalah self-esteem. Pengujian data

menggunakan The Structural Equation Modelling (SEM), dengan sampel terdiri

dari 250 karyawan di organisasi-organisasi jasa seperti rumah sakit, sekolah,

hotel, dan lembaga-lembaga pendidikan. Hasil analisis persamaan struktural

(SEM) menunjukkan bahwa kepribadian tidak berpengaruh pada kinerja extra

role, namun berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja tugas. Pengaruh

kepuasan kerja karyawan berpengaruh negatif baik pada kinerja in role maupun

pada kinerja extra role. Namun demikian, pengaruh kepuasan kerja karyawan

berpengaruh negatif dan signifikan pada kinerja extra role dan tidak signifikan

pada kinerja in role. Hal ini menunjukkan bahwa para penyedia jasa atau layanan

tersebut tidak terlalu mempedulikan gaji atau penghargaan yang diterimanya.

Sebaliknya, kepuasan terhadap penghargaan atau gaji yang diterimanya akan

membuat karyawan tidak mau melakukan kinerja kontekstual atau perilaku

kewargaan organisasional maupun kinerja tugasnya. Sementara itu, komitmen

organisasional berpengaruh positif dan signifikan pada kinerjan extra role, bukan

pada kinerja in role. Hal ini menunjukkan karyawan mau melakukan pekerjaan di

luar deskripsi pekerjaannya disebabkan komitmennya yang begitu besar bagi

organisasi.

Muhadi (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh

Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional Dalam Mempengaruhi

Kinerja Karyawan (Studi pada Karyawan Administrasi Universitas Diponegoro)

menguji hubungan kausalitas antara kepuasan kerja, komitmen organisasional dan

kinerja karyawan. Obyek penelitian yang digunakan adalah karyawan administrasi

yang berstatus PNS di Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP). Metode

pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan 130 kuesioner

yang didistribusikan, tetapi hanya 100 kuesioner yang dianalisis. Analisis data

penelitian yang digunakan adalah model persamaan struktural dengan program

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.polban.ac.iddigilib.polban.ac.id/files/disk1/98/jbptppolban-gdl-irasitisar... · passion) yang mempengaruhi ... dapat diartikan sebagai perasaan

39

aplikasi AMOS. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan kepuasan kerja dan

komitmen organisasional berpengaruh secara positif terhadap kinerja karyawan.

Dari penelitian tersebut dapat diketahui pula bahwa variabel yang berpengaruh

paling besar terhadap kinerja karyawan adalah variabel komitmen organisasional,

dan yang selanjutnya baru kepuasan kerja.

Tobing (2009) juga melakukan penelitian sejenis dengan judul Pengaruh

Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT.

Perkebunan Nusantara III di Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk

menguji pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan kinerja

karyawan. Objek yang diteliti adalah karyawan PTPN III di Sumatra Utara yang

memiliki posisi manajer tingkat menengah sebanyak 144 responden. Analisis data

menggunakan SEM dengan menggunakan AMOS 7. Hasil penelitian

menunjukkan ketiga komponen komitmen organisasional yaitu affective

organizational commitment, continuance organizational commitment, dan

normative organizational commitment memiliki pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap kinerja karyawan. Kepuasan kerja juga memiliki hubungan

yang signifikan terhadap kinerja karyawan dan memediasi hubungan antara

komitmen organisasional dengan kinerja karyawan.

Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian-penelitian diatas adalah

penelitian ini mengambil objek penelitian karyawan back office di perusahaan

yang bergerak di industri ritel yaitu CV. Biensi Fesyenindo. Kesejahteraan

karyawan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan tiga dimensi yang

diadaptasi dari Baptiste (2008) yaitu kepuasan kerja, komitmen organisasi afektif,

serta keseimbangan antara hidup dan pekerjaan. Sementara itu variabel kinerja

karyawan menggunakan dimensi hasil adaptasi dari Huang dan You (2011) yaitu

kinerja in role dan kinerja extra role. Analisis data menggunakan analisis regresi,

sehingga diketahui ada atau tidaknya pengaruh kesejahteraan karyawan terhadap

kinerja karyawan dan seberapa besar pengaruhnya.