26

Click here to load reader

BAB II Presus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II Presus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Partus Prematurus Iminen

1.         Pengertian

Pada haid yang teratur, persalinan preterm dapat di definisikan sebagai

persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari

pertama haid terakhir (ACOG,1997). Menurut Wibowo (1997) yang mengutip

pendapat Herron, dkk, persalinan prematur adalah kontraksi uterus yang teratur

setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu, dengan interval kontraksi 5

hingga 8 menit dan disertai dengan satu atau lebih tanda berikut : (1) perubahan

serviks yang progresif, (2) dilatasi serviks 2 sentimeter atau lebih, (3) penipisan

serviks 80 persen atau lebih.

Firmansyah (2006) mengatakan  partus prematur adalah kelahiran bayi 

pada saat masa kehamilan kurang dari 259 hari dihitung dari hari terakhir haid

ibu. Menurut Mochtar (1998) partus prematurus yaitu persalinan pada kehamilan

28 sampai 37 minggu, berat badan lahir 1000 sampai 2500 gram. Partus

prematurus adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau

berat badan lahir antara 500 sampai 2499 gram (Sastrawinata, 2003). Menurut

Manuaba (1998) partus prematurus adalah persalinan yang terjadi di bawah umur

kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2.500 gram.

Dari beberapa pengertian partus prematurus diatas dapat disimpulkan

bahwa partus prematurus iminen adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan

dimana akan timbul persalinan pada umur kehamilan yang belum aterm (20

sampai 37 minggu) atau berat badan lahir kurang dari 2500 gram.

2.         Etiologi dan Faktor Risiko

Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti persalinan preterm tidak

diketahui. Namun menurut Rompas (2004) ada beberapa resiko yang dapat

menyebabkan partus prematurus yaitu :

a. Faktor resiko mayor

Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih

dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar atau memendek

Page 2: BAB II Presus

kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada

trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya,

operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan

iritabilitas uterus.

b. Faktor resiko minor

Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah kehamilan

12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari,

riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih

dari 2 kali.

Sedangkan menurut Manuaba (1998), faktor predisposisi partus

prematurus adalah sebagai berikut:

a. Faktor ibu

Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun,

jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti;

hipertensi, jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan

yang terlalu berat.

b. Faktor  kehamilan

Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum,

komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah dini.

c. Faktor janin

Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

3. Patofisiologi

Beberapa pemeriksaan dan faktor risiko dapat memperkirakan terjadinya

partus prematurus, antara lain ras kulit hitam, indeks masa tubuh yang rendah,

perdarahan pervagina, kontraksi, infeksi pelvis, bakterial vaginosis, partus

prematurus habitualis, tes serviko vaginal fetal fibronectin, dan ukuran serviks

yang pendek. Dua yang disebutkan terakhir merupakan prediktor paling kuat.

Partus prematurus dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor atau

minor. Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor mayor atau

bila ada 2 atau lebih faktor minor atau bila ditemukan keduanya.

Page 3: BAB II Presus

4. Diagnosis

a. Kriteria

1) Usia gestasi 20-37

2) HIS 1kali/10menit /selama 30detik

3) Dilatasi serviks 2cm atau perubahan dilatasi pada waktu satu jam

4) Pendataran serviks >50-80%

b. Pemeriksaan Laboratorium

1) Darah rutin, Kimia darah, golongan ABO, faktor Rhesus

2) Urinalisis atau kultur Urin

3) Bakteriologi Vagina

4) Amniosentesis : Surfaktan

5) Gas dan PH darah janin

c. USG untuk mengetahui

1) Usia gestasi, Jumlah Janin, besar janin, ativitas Biofisik

2) Cacat Kongenital

3) Letak dan Maturasi Plasenta

4) Volume cairan tuba dan kelainan Uterus

d. CTG guna menilai

1) Kesejahteraan Janin

2) Frekuensi dan kekuatan kontraksi

5. Tanda dan Gejala

Partus prematurus iminen ditandai dengan :

a. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit

b. Rasa berat dipanggul

c. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea

d. Keluarnya cairan pervaginam

e. Nyeri punggung

Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari

kewaspadaan tenaga medis.

6. Pencegahan

a. Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur

Page 4: BAB II Presus

b. Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan

kehamilan dan persalinan preterm.

c. Memberikan nasehat tentang gizi saat kehamilan,memperhatikan tentang

berbagai kelainan yang timbul dan segera melakukan konsultasi,

menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan sehingga secara dini penyakit

ibu dapat diketahui dan diawasi atau diobati.

d. Meningkatakan keadaan sosial – ekonomi keluarga dan kesehatan

lingkungan (Manuaba, 1998).

Partus prematurus menurut Mochtar (1998) dapat dicegah dengan mengambil

langkah-langkah berikut ini :

a. Jangan kawin terlalu muda atau terlalu tua (idealnya 20 sampai 30 tahun).

b. Perbaiki keadaan sosial ekonomi

c. Cegah infeksi saluran kencing

d. Berikan makana ibu yang baik, cukup lemak , dan protein

e. Cuti hamil

f. Prenatal care yang baik dan teratur

g. Pakailah kontrasepsi untuk menjarangkan anak

7. Penatalaksanaan

a. Segera lakukan penilaian tentang

1) Usia gestasi ( untuk prognosis)

2) Demam ada/tidak

3) Kondisi janin (jumlah, letak, TB) Hidup/gawat janin/mati,atau

kelainan Kongenital, dll

4) Letak plasenta  : perlukah SC

5) Kesiapan Untuk Menangani bayi prematur (Saifuddin, 2002)

b. Tentukan kemungkinan penanganan selanjutnya

1) Pertahankan Janin hingga kelahiran aterm

2) Tunda persalinan 2-3 hari untuk memberikan obat pematangan paru

janin

3) Biarkan terjadi persalinan

Page 5: BAB II Presus

Kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil sebentar, tapi pemberian

kortikosteroid penting sebagai induksi maturasi paru bila usia gestasi kurang dari

34 minggu. Ibu masuk rumah sakit (rawat inap), lakukan evaluasi terhadap his dan

pembukaan dan tindakan sebagai berikut:

a. Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin

b. Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selang 12 jam (atau berikan 4

dosis deksamethason 5 mg IM selang 6 jam)

c. Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas.

Pemberian obat-obatan tokolitik (salbutamol,MgSo4,Nifedipin, Nitrat)  tidak lebih

dari 48 jam. Monitor keadaan janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distres

nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan ketuban atau darah pervaginam, DJJ,

balance cairan, gula darah) (Saifuddin, 2002).

Persalinan premature imminens dapat ditunda dengan :

a. Magnesium sulfat

Rehidrasi 500 ml isotonic NaCl-20 menit.

Larutan 10 gr, MgSO4 dalam 100 cc.

Bolus dosis 4 gr/20 menit

Tetesan 2gr/jam

Tingkatan dosis 0,5 gr; setiap 20 menit sampai tercapai keadaan

tokolisis

Teruskan infuse dengan dosis terakhir sampai 12 jam

Observasi :

Tanda vital

Refleks tendon patella (tendon dalam)

Pernafasan tidak kurang dari 16/menit

Pemberian MgSO4 dihentikan bila:

Reflex tendon menghilang

Pernafasan kurang dari 16/menit

Nyeri bagian dada-tegang

Produksi urine kurang dari 30 cc/jam

b. Tokolitik dengan beta-mimetik (ritodrine):

Rehidrasi dengan 500 ml/20 menit larutan NaCL isotonik

Page 6: BAB II Presus

Perhatikan input-output cairan melalui urine produksi

Larutan 150 mg Ritodrine dalam 500 cc 0,45% NaCl

Mulai 1 mg/ menit

Tambahan dosis 0,05 mg/10 menit sampai efek tokolitiknya tercapai

Teruskan infuse dengan dosis terendah selama 12 jam

Hentikan pemberian ritodrine bila:

Nadi di atas 140 menit

Sistolik 180 mmHg

Diastolic kurang dari 40 mmHg

Gangguan pernafasan atau nyeri dada

PVC (prematur ventrikuler contraction) ibu-fetal diatas 6/menit

Kontraindikasi pemberian ritodrine:

Hamil dengan penyakit jantung

Hipertiriodisme

Penyakit diabetes mellitus

Hipertensi berat

Hipovolumia darah

c. Obat beta mimetik lain

Nama Generik Nama DagangDosis

Iv/ Menit PER OS

Isoxuprine

Salbumatol

Terbutalin

Hexopenaline

Dupadilan (Vasodilan)

Ventolin

Bricasma

Ipradol

60 - 200 µg

2 - 50 µg

10 - 20 µg

0,075-0,03µg

4-8 x 10 mg

2-4 x 4 mg

3x 5 mg

8 x 05 mg

d. Meningkatkan maturitas paru dengan kortikosteroid (Linggin dan Howis

1970)

Waktu persalinan diatas 24-7 hari

Pemberian betametason:

12 mg interval 24 jam

Booster 12 mg/minggu sampai hamil 34 minggu

Lebih efektif bersamaan dengan:

Page 7: BAB II Presus

Tiroksin

Prolaktin

Tujuannya meningkatkan “elastisitas jaringan ikat paru”

e. Pengobatan infeksi sehingga menghindari:

Korioamniotis

Infeksi plasenta

endometritis

f. Menurunkan morbiditas dan mortalitas persalinan dilakukan dengan:

Seksio sesarea:

Mengurangi trauma

Mengurangi perdarahan intraventikuler

Forceps ekstrasi disertai episiotomy luas:

Mengurangi trauma persalinan

Mempercepat persalinan

Dengan forceps perdarahan, intraventrikuler mungkin meningkat

8. Cara persalinan

Lakukan persalinan pervaginam bila janin presentasi kepala atau dilakukan

episiotomi lebar dan lakukan perlindungan forceps terutama pada kehamilan 35

minggu. Lakukan persalinan dengan seksio sesarea bila janin letak sunggsang,

gawat janin dengan syarat partus pervaginam tidak terpenuhi, janin letak lintang,

placenta previa dan taksiran berat janin 1.500 gram (Mansjoer, 2002). Pimpinan

partus prematurus bertujuan untuk menghindari trauma bagi anak yang masih

lemah :

a. Partus tidak boleh berlangsung terlalu lama tapi sebaliknya jangan pula

terlalu cepat

b. Jangan memecah ketuban sebelum pembukaan lengkap

c. Buatlah episiotomi medialis

d. Kalau persalinan perlu diselesaikan, pilihlah forceps diatas ekstraksi

vakum

e. Jangan menggunakan narcose

f. Tali pusat secepat mungkin digunting untuk menghindarkan ikterus

neonatorum yang berat (Sastrawinata , 1984).

Page 8: BAB II Presus

9. Prognosis

Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang

lahir dengan berat 2.000 sampai 2.500 gram mempunyai harapan hidup lebih dari

97%. 1500 sampai 2.000 gram lebih dari 90 persen dan 1.000 sampai 1.500 gram

sebesar 65-80 persen (Mansjoer, 2002).

Prematurnya masa gestasi akan dapat mengakibatkan ketidakmatangan

pada semua sistem organ. Baik itu pada sistem pernapasan (organ paru-paru),

sistem peredaran darah (jantung), sistem pencernaan dan sistem saraf pusat (otak).

Ketidakmatangan pada sistem-sistem organ itulah yang membuat bayi prematur

cenderung mengalami kelainan dibandingkan bayi normal. Kelainan itu bisa

berupa :

a. Sindroma gangguan pernapasan.

Kelainan ini terjadi karena kurang matangnya paru-paru. Jumlah surfaktan

kurang dari normal sehingga paru-paru tidak dapat berkembang sempurna.

b. Perdarahan otak

Biasanya terjadi pada minggu pertama kelahiran, terutama pada bayi yang

lahir < 34 minggu. Hal ini menyebabkan bayi prematur tumbuh menjadi

anak yang relatif kurang cerdas, dibanding anak yang lahir normal.

c. Kelainan jantung

Yang sering terjadi adalah Patent Ductus Arteriosus, yaitu adanya

hubungan antara aorta dengan pembuluh darah jantung yang menuju paru-

paru.

d. Kelainan usus

Terjadi akibat imaturitas usus sehingga kurang mampu menerima nutrisi.

e. Anemia dan infeksi 

Belum matangnya fungsi semua organ tubuh, membuat bayi prematur

menghadapi berbagai masalah. Seperti mudah dingin, lupa napas, mudah

infeksi karena sensor otaknya belum sempurna, pengosongan lambung

terhambat (refluks), kuning dan kebutaan (Rinawati, 2007).

II.2. Infertilitas

1. Definisi

Page 9: BAB II Presus

Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan

melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilkannya. Jadi, fertilitas

adalah fungsi satu pasangan yang sanggup menjadikan kehamilan dan kelahiran

anak hidup. Infertilitas diklasifikasikan menjadi infertilitas primer dan sekunder.

Infertilitas primer bila istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan

dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Infertilitas sekunder

bila istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi

walaupun pasangan bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan

kehamilan selama 12 bulan.

2. Epidemiologi

Sekitar 10 persen pasangan suami-istri mengalami kesulitan memperoleh

keturunan sehingga memerlukan bantuan medis untuk mendapatkan keturunan.

Penyebab infertilitas terbesar, yaitu 30-50 persen, ialah gangguan pada sperma.

Jumlah pasangan subur di Indonesia sampai akhir tahun 2009 sekitar 15 juta,

dengan demikian 1,5 juta hingga 2 juta pasangan mengalami masalah infertilitas.

3. Etiologi

Banyak faktor yang menyebabkan mengapa seorang wanita tidak bisa

atau sukar menjadi hamil setelah kehidupan seksual normal yang cukup lama.

Diantara faktor-faktor tersebut yaitu faktor organik/fisiologik, faktor

ketidakseimbangan jiwa dan kecemasan berlebihan. Dimic dkk di Yugoslavia

mendapatkan 554 kasus (81,6%) dari 678 kasus pasangan infertil disebabkan oleh

kelainan organik, dan 124 kasus (18,4%) disebabkan oleh faktor psikologik.

Ingerslev dalam penelitiannya mengelompokkan penyebab infertilitas menjadi 5

kelompok yaitu faktor anatomi, endokrin, suami, kombinasi, dan tidak diketahui

(unexplained infertility). Sumapraja membagi masalah infertilitas dalam beberapa

kelompok yaitu air mani, masalah vagina, masalah serviks, masalah uterus,

masalah tuba, masalah ovarium, dan masalah peritoneum.

1) Masalah air mani

a. Rupa dan bau

Page 10: BAB II Presus

Air mani yang baru diejakulasikan rupanya putih-kelabu, seperti agar-agar.

Setelah berlikuefaksi menjadi cairan, kelihatannya jernih atau keruh,

tergantung dari konsentrasi spermatozoa yang dikandung. Baunya langu,

seperti bau bunga akasia.

b. Volum

Setelah abstinensia selama 3 hari, volum air mani berkisar antara 2,0 - 5,0

ml. Volum kurang dari 1 ml atau lebih dari 5 ml biasanya disertai kadar

spermatozoa rendah.

c. pH

Air mani yang diejakulasikan pH-nya berkisar antara 7,3-7,7. Bila

dibiarkan lebih lama, pH akan meningkat karena penguapan CO2 nya. Bila

pH lebih dari 8, mungkin disebabkan oleh peradangan mendadak kelenjar

atau saluran genital, bila pH <7,2 mungkin disebabkan peradangan

menahun kelenjar.

d. Pemeriksaan mikroskopik

Konsentrasi spermatozoa

Dengan menggunakan cairan pengencer berupa larutan George yang

mengandung formalin 40%, spermatozoa menjadi tidak bergerak.

Untuk menghitung kadar spermatozoa yang bergerak digunakan larutan

NaCl 0,9%, yang tidak membunuh spermatozoa yang bergerak. Tahun

1929, Macomber dan Saunders menyatakan konsentrasi spermatozoa

yang bisa menghamilkan adalah 60 juta/ml. Amelar, tahun 1966, 40

juta/ml atau 125 juta/ejakulat, asalkan morfologi dan gerakan

spermatozoa normal. Macleod, menyatakan jika konsentrasi

spermatozoa <20 juta/ml, maka kemungkinan hamil semakin

berkurang, dan bila konsentrasi <10 juta/ml, sangat jarang terjadi

kehamilan.

Motilitas spermatozoa

Lebih penting dari pada konsentrasi. Pada pemeriksaan pasca senggama

segera ternyata spermatozoa dapat mencapai lender serviks dalam 1 ½

menit setelah ejakulasi, dan tidak dapat hidup lama dalam secret vagina

karena keasamannya yang tinggi.

Page 11: BAB II Presus

Morfologi spermatozoa

Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan dengan pulasan sediaan usap air

mani, lalu menghitung jenis spermatozoanya.

Uji ketidakcocokan imunologik

Uji kontak air mani dengan lender serviks (sperm cervical mucus

contact test-SCMC Test) yang dapat menunjukkan adanya antibody

local pada pria atau wanita.

2) Masalah vagina

Bila terdapat peradangan atau sumbatan. Sumbatan psikogen disebut

vaginismus atau disparenia, sedangkan sumbatan anatomic dapat karena

bawaan atau didapat.

3) Masalah serviks

Migrasi spermatozoa ke dalam lendir serviks sudah dapat terjadi pada

hari ke-8 atau 9, mencapai puncaknya saat ovulasi, lalu terhambat pada 1-2

hari setelah ovulasi. Spermatozoa sudah dapat sampai di lendir serviks 1 ½ - 3

menit post ejakulasi. Spermatozoa yang tertinggal dalam lingkungan vagina

lebih dari 35 menit tidak lagi mampu bermigrasi ke lendir serviks.

Spermatozoa motil dapat hidup dalam lender serviks sampai 8 hari setelah

sanggama. Bila terdapat sumbatan kanalis servikalis, lender serviks yang

abnormal, malposisi, atau kombinasi. Kelainan anatomi, seperti polip, atresia,

stenosis karena trauma, peradangan menahun (servisitis).

a. Uji pasca senggama

Kebanyakan peneliti bersepakat untuk melakukannya pada tengah siklus

haid. Uji pasca sanggama dilakukan secepatnya setelah sanggama. Jette

dan Glass menemukan peningkatan persentase kehamilan yang secara

statistic bermakna kalau terdapat lebih dari 20 spermatozoa/LPB.

Cara pemeriksaan : Setelah abstinensia selama 2 hari, pasangan

dianjurkan lakukan sanggama 2 jam sebelum saat yang ditentukan. Dengan

speculum kering serviks ditampilkan, lalu lendir dibersihkan dengan kapas

kering. Jangan gunakan kapas basah oleh antiseptic karena dapat

mematikan spermatozoa. Setelahnya dilihat di bawah mikroskop.

b. Uji in vitro

Page 12: BAB II Presus

Uji gelas objek, yaitu dengan menempatkan setetes air mani dan setetes

lendir serviks pada gelas objek, lalu disinggungkan. Spermatozoa akan

tampak menyerbu ke lendir serviks.

c. Uji kontak air mani dengan lendir serviks

Menurut Kremer & Jager, pada ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan

maju spermatozoa akan berubah menjadi terhenti di tempat jika

bersinggungan dengan lendir serviks, ini menandakan adanya antibody

pada serum serviks terhadap spermatozoa. Uji dilakukan dengan cara

setetes lendir serviks dicampur dan diaduk dengan tetesan air mani di atas

gelas objek, lalu bandingkan motilitas spermatozoa dengan tetesan air

mani di sebelahnya. Uji ini untuk menyelidiki adanya factor imunologi

apabila ternyata uji pascasanggama selalu negative atau kurang baik,

sedangkan kualitas air mani dan lendir serviks normal. Perbandingan

banyaknya spermatozoa yang berhenti di tempat, yang maju pesat, dan

yang tidak bergerak mungkin menentukan prognosis fertilitas pasangan.

4) Masalah uterus

Spermatozoa dapat ditemukan dalam tuba fallopii manusia secepat 5

menit setelah inseminasi. Kontraksi uterus dan vagina berperan penting dalam

transportasi spermatozoa. Kurangnya prostaglandin dalam air mani dapat

menyebabkan masalah infertilitas, karena berperan dalam transportasi

spermatozoa dengan jalan membuat uterus berkontraksi. Selain itu dapat

disebabkan distorsi kavum uteri karena sinekia, mioma, polip, peradangan

endometrium, dan lain-lain.

a. Biopsi endometrium

Bila ingin mengetahui pengaruh hormon estrogen atau yang lain selain

hormonal, maka biopsi dilakukan pada hari ke-14. Bila ingin mengetahui

peradangan menahun, ovulasi, atau neoplasia, biopsy dilakukan setelah

ovulasi. Umumnya waktu yang terbaik untuk biopsy adalah 5 – 6 hari

setelah ovulasi, yaitu sesaat sebelum terjadinya implantasi blastosis pada

pemukaan endometrium. Bila terjadi defek fase luteal yaitu korpus luteum

tidak menghasilkan cukup progesterone, menurut Speroff et al., siklus haid

Page 13: BAB II Presus

dengan defek luteal yang berulang hanya terjadi pada kurang dari 4 %

pasangan infertil.

b. Histerosalpingografi (HSG)

Menyuntikkan kontras dengan kateter pediatric foley, diawasi dengan

fluoroskopi. HSG yang baik dapat memberikan keterangan tentang seluk-

beluk kavum uteri, patensi tuba, bila tuba paten dapat perlihatkan

peritoneum.

c. Histeroskopi

Histeroskopi adalah peneropongan kavum uteri yang sebelumnya telah

digelembungkan dengan media dekstran 32%, glukosa 5%, garam

fisiologik, atau gas CO2. Dilakukan pada infertilitas, dengan:

Kelainan pada HSG

Riwayat abortus habitualis

Mioma submukosa

Perdarahan abnormal dari uterus

5) Masalah tuba

Pertubasi atau uji rubin, bertujuan memeriksa patensi tuba dengan

jalan meniupkan gas CO2 melalui kateter foley yang terpasang pada kanalis

servikalis. Apabila kanalis servikouteri dan salah satu atau kedua tubanya

paten, maka gas akan mengalir bebas ke dalam kavum peritoneum. Patensi

tuba akan dinilai dari cacatan tekanan aliran gas sewaktu dilakukan peniupan,

terdengarnya pada auskultasi suprasimpisis tiupan gas masuk ke dalam

kavum peritonei seperti bunyi jet atau nyeri bahu segera setelah pasien

dipersilakan duduk sehabis pemeriksaan, akibat terjadi penggumpalan gas di

bawah diafragma. Indikasi kontra adalah kehamilan yang belum disingkirkan,

peradangan alat kelamin, perdarahan uterus, dan kuretase yang baru

dilakukan. Saat terbaik untuk dilakukan pertubasi adalah setelah haid bersih

dan sebelum ovulasi, atau pada hari ke 10 siklus haid.

6) Masalah ovarium

Page 14: BAB II Presus

Ovulasi yang jarang terjadi dapat menyebabkan infertilitas. Bagi

pasangan infertil yang bersenggama teratur, cukup dianjurkan senggama 2

hari sekali pada minggu ovulasi. Masalah ovulasi dapat dilihat dari

pengamatan korpus luteum, siklus haid yang tidak teratur, serta lama haid

yang tidak sama. Hal ini sangat mungkin disebabkan karena anovulasi.

Amenore hampir selalu disertai kegagalan ovulasi. Nyeri perut bawah kiri

atau kanan sebagai tanda ovulasi, keputihan, ketegangan jiwa, nyeri payudara

sering terjadi pada siklus haid yang mengalami ovulasi. Perubahan lendir

serviks diperiksa berdasarkan perubahan:

Bertambah besarnya pembukaan ostium eksterna serviks

Bertambah banyaknya jumlah, bertambah panjangnya daya

membenang, bertambah jernih, bertambah rendahnyaviskositas

Bertambah tingginya daya serbu spermatozoa

Peningkatan persentase sel-sel kariopiknotik dan eosinofilik pada

usap vagina.

a. Catatan suhu basal

Pada pembacaan kurva suhu basal badan, ovulasi terjadi setelah permulaan

peningkatan suhu basal badan.

b. Sitologi vagina hormonal

Menyelidiki sel-sel yang terlepas dari selaput lendir vagina, sebagai

pengaruh hormon-hormon ovarium. Pemeriksaan ini sangat sederhana,

mudah, tidak menimbulkan nyeri, sehingga dapat dilakukan berkala pada

siklus haid. Tidak ada indikasi kontra. Tujuan: Memeriksa pengaruh

estrogen dengan mengenal perubahan sitologik yang khas pada proliferasi,

Memeriksa adanya ovulasi dengan melihat perubahan sitologik fase luteal

lanjut, Menentukan saat ovulasi dan Memeriksa kelainan fungsi ovarium

pada siklus haid yang tidak berovulasi. Oei melakukan pemeriksaan

dengan cara :

Tablet nimorazol dimasukkan ke vagina 2 hari sebelum pemeriksaan

Pemeriksaan terencana hari ke 8, 12, 18, 24 dari siklus haid.

Dilarang sanggama, periksa dalam, atau bilas ke dalam vagina,

dalam 24 jam pemeriksaan

Page 15: BAB II Presus

Lihat forniks lateral dengan speculum

Lendir vagina di oleskan ke gelas objek

Difiksasi dengan alcohol

Diwarnai dengan pulasan Harris-shorr

c. Pemeriksaan hormonal

Dilakukan pemeriksaan terhadap FSH, LH, estrogen dan progesterone.

Pemeriksaan estrogen serum atau urin memberikan banyak informasi

tentang aktivitas ovarium dan penentuan saat ovulasi. Pemeriksaan

progesterone plasma atau pregnandiol urin berguna untuk menunjukkan

ovulasi. Ovulasi akan diikuti oleh peningkatan progesterone, yang dapat

diukur mulai 2 hari sebelum ovulasi, dan sangat nyata pada 3 hari setelah

ovulasi.

d. Laparoskopi diagnostik

Jarang dilakukan bila pasien mengalami masalah peritoneum. Dengan

menggunakan laparoskopi diagnostik, Esposito menganjurkan sebaiknya

dilakukan 6-8 bulan setelah pemeriksaan infertilitas dasar selesai

dilakukan. Indikasi laparoskopi diagnostic (Albano) :

1 tahun pengobatan belum juga hamil

Siklus haid tidak teratur, atau suhu badan basal monofasik

Istri berumur >28 tahun, atau infertile selama >3 tahun

Riwayat laparotomi

Pernah HSG

Riwayat apendisitis

Pertubasi abnormal

Tersangka endometriosis

Akan lakukan inseminasi buatan

Waktu terbaik adalah segera setelah ovulasi. Laparoskopi untuk melihat

kelainan tuba seperti tuba fimosis, melihat rongga perut, melihat adanya

endometriosis, dan lain-lain.

4. Penatalaksanaan

Page 16: BAB II Presus

Penatalaksanaan pada pasien infertil dapat dilakukan dengan berbagai

cara, tergantung dari penyebabnya, diantaranya adalah :

a. Air mani abnormal, lakukan senggama berencana pada saat istri subur.

b. Varikokel, lakukan operasi. Dua pertiga pria dengan varikokel yang

dioperasi akan alami perbaikan dalam motilitas spermatozoanya.

c. Sumbatan vas deferens, sampai saat ini operasi vasoepididimostomi belum

memuaskan hasilnya.

d. Infeksi, diberikan antibiotik, dengan pilihan antibiotik yang dapat

terkumpul dalam traktus genitalis dalam jumlah besar, seperti eritromisin,

dimetilklortetrasiklin, dan trimetoprimsulfametoksazol.

e. Defisiensi gonadotropin, diberikan LH dalam bentuk HCG selama 3 bulan

dengan dosis 1000 dan 3000 IU, dua atau tiga kali seminggu. pada

beberapa orang terkadang memerlukan pengobatan HCG dan FSH untuk

merangsang spermatogenesis. Diberikan preparat 3-4ampul setiap minggu,

dengan lama pengobatan bervariasi antara 4 bulan sampai 2 tahun, hingga

ditemukannya spermatozoa dalam ejakulatnya. Oleh karena itu, monitor

air mani setiap bulan.

f. Hiperprolaktinemia, dengan memberikan dopamine agonis 2-bromo-alfa-

ergo-kriptin.

g. Uji pascasanggama yang abnormal, seperti kualitas dan jumlah lendir

serviks yang sedikit, diberikan klomifen sitrat. Digunakan bila

penyebabnya lendir serviks yang kurang baik akibat perkembangan

folikular yang tidak adekuat. Inseminasi buatan dapat dilakukan pada

kasus normospermia volum rendah dan oligospermia ringan.

h. Masalah tuba yang tersumbat. Bila dengan riwayat infeksi pelvik, dapat

diberikan antibiotic jangka panjang selama 6-12 bulan. Endometriosis

dapat diobati dengan pil-kb, progesterone, atau danazol. Dilakukan

pembedahan, atas indikasi tersumbatnya seluruh atau sebagian tuba, tidak

dapat dilakukan bila kalau hasil analisis air mani suami abnormal, dan

penyakit pada istri yang tidak dibolehkan hamil. Tujuannya adalah untuk

memperbaiki dan mengembalikan anatomi tuba dan ovarium. Saat yang

Page 17: BAB II Presus

paling tepat dilakukan pembedahan adalah pada tengah proliferasi, dan

jangan fase sekresi.

i. Endometriosis, yaitu dengan terapi hormonal. Pil KB yang berkhasiat kuat

seperti noretinodrel 5 mg + mestranol 75 mikrogram (enovid), dengan 1-2

tablet sehari, lalu dinaikkan dengan 1-2 tablet setiap minggu, sampai

pasien mendapat 20 mg (4 tablet) sehari, selama 6-9 bulan. Danazol

dengan dosis 200mg, 2 kali 2 kapsul atau 4 kali 1 kapsul sehari, selama 6

bulan atau hingga hasil memuaskan.

5. Prognosis

Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung

pada umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan

kehamilan (frekuensi sanggama, dan lamanya perkawinan). Turner et al.,

menyatakan bahwa lamanya infertilitas sangat mempengaruhi prognosis

kehamilan