28
BAB II LANDASAN TEORI Bab ini akan membahas tentang konsep maupun teori-teori yang menjadi landasan dalam penelitian. Berikut uraian penjelasan yang berkaitan dengan landasan teori tersebut. 2.1 Kajian Teori Sub bab kajian teori ini akan menguraikan tentang: (1) novel sebagai karya sastra, (2) unsur pembangun novel, (3) hubungan tokoh dengan psikologi sosial (4) ruang lingkup psikologi sosial, (5) keterkaitan psikologi sosial dengan sastra, (6) hubungan sosial, (7) interaksi sosial, (8) hubungan insani, (9) prasangka sosial, (10) perilaku prososial dan antisosial, dan (11) agresi sebagai perilaku antisosial. 2.1.1 Novel sebagai karya sastra Novel sering kali dijadikan sebuah objek penelitian kesusastraan. Sebagai salah satu produk sastra, muatan yang ada di dalam novel cukup padat. Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai kompleksitas cerita. Kisah dan cerita dalam novel diangkat sedemikian rupa dan selalu mengikuti perkembangan zamannya. Apa yang hadir di masa lalu, tidaklah sama dengan yang terjadi sekarang, sehingga novel secara tidak langsung juga dapat dikatakan sebagai sejarah kehidupan manusia di masa sebelumnya. Karya sastra yang baik muncul bukan hanya memberikan kesenangan semata namun juga dapat dijadikian petunjuk serta memberi pesan moral kepada pembaca maupun penikmatnya. Karya sastra dapat pula diartikan sebagai sebuah artefak, apabila diberi arti oleh manusia, khususnya pembaca sebagaimana artefak atau 10

BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

10

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini akan membahas tentang konsep maupun teori-teori yang menjadi

landasan dalam penelitian. Berikut uraian penjelasan yang berkaitan dengan

landasan teori tersebut.

2.1 Kajian Teori

Sub bab kajian teori ini akan menguraikan tentang: (1) novel sebagai karya

sastra, (2) unsur pembangun novel, (3) hubungan tokoh dengan psikologi sosial

(4) ruang lingkup psikologi sosial, (5) keterkaitan psikologi sosial dengan sastra,

(6) hubungan sosial, (7) interaksi sosial, (8) hubungan insani, (9) prasangka sosial,

(10) perilaku prososial dan antisosial, dan (11) agresi sebagai perilaku antisosial.

2.1.1 Novel sebagai karya sastra

Novel sering kali dijadikan sebuah objek penelitian kesusastraan. Sebagai

salah satu produk sastra, muatan yang ada di dalam novel cukup padat. Novel

merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai

kompleksitas cerita. Kisah dan cerita dalam novel diangkat sedemikian rupa dan

selalu mengikuti perkembangan zamannya. Apa yang hadir di masa lalu, tidaklah

sama dengan yang terjadi sekarang, sehingga novel secara tidak langsung juga

dapat dikatakan sebagai sejarah kehidupan manusia di masa sebelumnya. Karya

sastra yang baik muncul bukan hanya memberikan kesenangan semata namun

juga dapat dijadikian petunjuk serta memberi pesan moral kepada pembaca

maupun penikmatnya. Karya sastra dapat pula diartikan sebagai sebuah artefak,

apabila diberi arti oleh manusia, khususnya pembaca sebagaimana artefak atau

10

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

11

peninggalan manusia purba. Novel menjadi produk sastra yang digemari karena

memabaca novel seperti melihat potongan kejadian dalam kehidupan (Pradopo,

2013:106).

Aminuddin (2011:66) menjelaskan, karya fiksi (sastra) dapat dibedakan

menjadi berbagai macam bentuk. Ada roman, novel, novelet, maupun cerpen.

Perbedaan dari berbagai macam bentuk karya fiksi tesebut secara umum dapat

dilihat dari panjang pendeknya cerita di dalamnya dan isi cerita yang secara garis

besar diampilkan. Semua bentuk tersebut dituangkan dalam bahasa tulis.

Novel selalu identik dengan bahasa tulis. Oleh sebab itu banyak sekali para

pelaku pendidikan sering munggunakannya sebagai objek maupun bahan

penelitian. Pengarang menampilkan cerita lewat kenyataan yang dapat

diciptakannya dengan bebas dan tetap dapat dipahami oleh pembaca deangan

konvensi yang tersedia baik itu konvensi bahasa maupun konvensi sastra. Dunia

yang diciptakan sastrawan adalah dunia alternatif. Dunia alternatif yang hanya

mungkin kita bayangkan berdasarkan pengetahuan kenyataan itu sendiri.

Alternatif selalu menggandaikan sebuah dasar yang sama terhadap apa yang ada.

Hal ini berarti bahwa karya sastra adalah karya fiktif, karena semua isinya dibuat

atas dasar pemikiran pengarang atau sastrawan. Ada unsur rekayasa yang berdasar

pada apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari (Teew, 2013:189).

Ketika seseorang membaca sebuah novel, maka yang ada di pikirannya

adalah apa yang diungkapkan pengarang adalah sebuah peristiwa yang

membawanya pada satu keadaan sesuap penggambaran cerita tersebut. Menurut

Nurgiyantoro (2013:29), sebuah novel merupakan sebuah totalias, suatu kesatuan

yang bernilai seni dan indah. Sebagai suatu totalitas, novel mempunyai bagian,

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

12

unsur-unsur yang saling berkaitan dan saling bergantung satu sama lain. Hal

tersebut juga menjadi salah satu alasan mengapa novel selalu dijadikan sasaran

penelitian hingga saat ini. Oleh sebab itu, karya sastra khususnya novel, sering

sekali diteliti dengan berbagai teori yang relevan terhadap kompleksitas cerita

yang dituliskan pengarang

2.1.2 Unsur pembangun novel

Unsur-unsur pembangun sebuah novel yang kemudian secara bersama

membentuk sebuah totalitas sebuah cerita, disamping unsur formal, yaitu bahasa

ternyata masih banyak lagi macamnya. Secara garis besar berbagai macam unsur

tersebut secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu unsur

intrinsik dan ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang muncul di luar novel,

sedangkan unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu

sendiri. Berikut dijelaskan beberapa unsur intrinsik yang secara umum hadir

dalam novel (Nurgiyantoro, 2013:29).

a. Tokoh dan Penokohan

Menurut Aminuddin (2011:79), tokoh adalah pelaku yang mengemban suatu

peristiwa dalam suatu cerita, sehingga suatu peristiwa dapat terjalin dengan baik.

Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, misalnya sebagai jawaban terhadap

pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?” atau “Ada berapa orang jumlah

tokoh novel itu?” dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk

pada sikap dan sifat para tokoh sebagaimana yang ditafsirkan para pembaca, lebih

menunjuk pada kualitas pribadi seoran tokoh. Tokoh cerita sebagaimana

dikemukakan Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2013:247), adalah orang-orang yang

ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

13

memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan

dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakkan.

Walaupun tokoh dalam cerita hanya merupakan tokoh rekaan pengarang, ia

haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar,

sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri atas darah dan daging, yang

mempunyai pikiran dan perasaan. Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan

dalam dunia fiksi, maka ia harus bertindak dan bersikap sesuai tuntutan cerita,

dengan watak yang disandangnya. Jika pada suatu cerita ada tokoh yang bertindak

secara lain dari citranya yang digambarkan sebelumnya, hal tersebut akan lebih

baik tidak terjadi begitu saja dan harus bisa dipertanggungjawabkan. Menurut

Nurgiyantoro (2013:258-272), tokoh dibedakan menjadi beberapa jenis. Antara

lain sebagai berikut.

1) Tokoh utama yaitu tokoh yang diutamakan dalam cerita.

2) Tokoh tambahan yaitu tokoh yang dalam kehadiranya kurang mendapatkan

perhatian.

3) Tokoh antagonis adalah tokoh yang memiliki sifat yang jahat dan sering

menjadi sumber permasalahan.

4) Tokoh protagonis adalah tokoh yang sering dikagumi dan memiliki sifat

heroik.

Seringkali, lewat tingkah laku tokoh, seorang pembaca dapat menebak

bagaimana karakter atau wataknya. Seperti seorang laki-laki yang senang

menyendiri dan sering minum minuman keras. Secara tidak langsung, pembaca

akan tahu bagaimana karakter laki-laki tersebut melalui kepribadian dan

keseharian tokoh yang digambarkan dalam cerita.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

14

Peran pengarang memang luar biasa dalam pengenalan dan penciptaan

tokoh. Seperti yang diungkapkan Wellek dan Warren (2013:83) bahwa sastrawan

terutama pengarang itu adalah pelamun yang diterima masyarakat. Pengarang

tidak pernah mengubah kepribadiannya, dan yang diubah adalah publikasi

lamunanya. Hadirnya tokoh dalam sebuah cerita bukan tanpa pertimbangan.

Pengarang selalu menyesuaian dengan keadaan sekitar tokoh dan bagaimana

budaya yang melingkupi tokoh. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013:247)

menegaskan bahwa dalam penggunaan istilah karakter atau penokohan sendiri

dalam berbagai literatur bahasa inggris mengarah pada dua pengertian yang

berbeda, yaitu sebagai tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap

ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang di miliki tokoh tersebut.

Penokohan adalah penghandiran tokoh dalam cerita fiksi (novel) dengan

cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk menafsirkan

kualitas dirinya lewat kata dan tidakannya. Adanya karakterisasi tersebut,

pembaca bisa menjadi penentu, apakah yang dilakukan tokoh dalam cerita

tersebut baik atau buruk. Tak ubahnya sebuah lakon, karakterisasi atau penokohan

menjadi salah satu kunci untuk tindak lanjut hal yang harus dilakukan tokoh

utama.

b. Alur

Penyebutan ‘alur’, secara modern, juga sering disebut sebagai plot atau jalan

cerita, kemudian dalam teori terbaru lebih dikenal dengan adanya istilah struktur

naratif. Alur dalam sebuah cerita merupakan unsur kunci yang kehadirannya

membawa dampak besar dalam sebuah cerita. Alur menjadi penentu baik dan

tidaknya cerita yang dibuat oleh pengarang. Di dalam alur terdapat berbagai

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

15

proses dan konflik yang tidak pernah lepas dari kehidupan tokoh-tokonya

(Nurgiyantoro, 2013:165).

Secara tidak langsung, pembaca selalu memilih cerita yang menarik. Kata

‘menarik’ tersebut tertuju pada konsep cerita dan isi cerita yang sesuai kondisi

zamannya. Kemenarikan tersebut dapat diartikan secara khusus, yaitu bagaimana

konflik yang terjadi dalam cerita serta apa yang menjadi permasalahan dalam

cerita tersebut. Alur adalah siklus yang melingkupi asumsi-asumsi tersebut.

Menurut Loban dkk. (dalam Aminuddin, 2011:85-86), setiap cerita memiliki

alur yang tidak sepenuhnya sama. Tidak menutup kemungkinan adanya cerita

fiksi yang mengandung tahapan alur yang berbeda. Model tahapan cerita yang lain

dapat dijelaskan ketika pengarang mengawali cerita dengan dengan berangkat dari

suatu paparan peristiwa yang menegangkan dan menyita perhatian pembaca

karena mengandung tanda-tanda.

Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2013:167) mengemukakan bahwa alur atau

plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, yang dihubungkan oleh hubungan

sebab akibat, sehingga dalam sebuah cerita, setiap urutan peristiwa yang muncul

selalu disebabkan dan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Relasi

antara peristiwa yang dikisahkan dalam cerita haruslah memiliki hubungan sebab

akibat, sehingga tidak berurutan secara kronologis saja. Ketika penampilan

peristiwa demi peristiwa tarsebut hanya berdasar pada urutan waktu saja, maka

peristiwa tersebut belum bisa disebut sebagai sebuah lur atau plot. Agar menjadi

sebuah alur yang baik, peristiwa tersebut harus diolah dan disiasati secara kreatif

sehingga dari hasil pengolahan tersebut menjadi sesuatu yang indah dan menarik.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

16

c. Latar/Setting

Tahap awal karya fiksi, pada umumnya berisi tentang penyituasian,

penyesuaian, dan pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan.

Misalnya pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana,

tempat, mungkin juga hubungan waktu. Tahap awal suatu cerita fiksi umumnya

berupa pengenalan tokoh, tempat dan waktu. Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti

jika pengenalan hanya dilakukan di awal cerita. Pengenalan bisa juga hadir di

berbagai tahap lain sesuai alur cerita. Hadirnya latar dalam sebuah cerita

membawa kesan realitis kepada pembaca, sehingga pembaca menjadi terbawa

suasana dan seolah-olah cerita tersebut benar terjadi. Sehingga, pembaca

dipermudah untuk menciptakan daya imajinasinya (Nurgiyantoro, 2013:303).

Latar atau setting memberikan pijakkan yang jelas dalam sebuah cerita.

Adanya latar tersebut, menjadi saksi setiap peristiwa yang terjadi dalam cerita.

Latar juga bisa diartikan sebagai gambaran kapan cerita tersebut dibuat, sehingga

ada latar menjadi salah satu cara pembagian periodisasi sastra. Seperti yang

dijelaskan Natia (2008:07), bahwa periodisasi sastra di Indonesia dapat dilihat dari

sifat, latar karya dibuat, dan bentuknya. Hal itu berarti, kehadiran latar dapat

dijadikan pijakan waktu suatu karya sastra.

Membaca sebuah novel, sama halnya seperti membawa diri masuk pada

peristiwa yang ada dalam cerita. Pembaca akan bertemu dengan lokasi tertentu

seperti nama kota, desa, jalan, hotel, penginapan dan lainnya sesuai tempat

kejadian cerita. Latar tersebut secara jelas menunjuk pada lokasi tertentu yang

dpat dilihat dan dirasakan kehadirannya, maka disebutlah latar tersebut sebagai

latar fisik. Penunjukkan latar fisik dalam teks fiksi dapat dilakukan dengan

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

17

berbagai cara tergantung kreativitas pengarang. Selain itu terdapat pula latar yang

berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku pada

masyarakat setempat, maka latar yang seperti itu disebut dengan latar spiritual.

Sesuai jenis dan unsurnya, menurut Nurgiyantoro (2013:314-322), secara umum

latar terbagi menjadi tiga unsur pokok yaitu, latar tempat, waktu dan sosial-

budaya.

2.1.3 Hubungan Tokoh dengan Psikologi Sosial

Manusia adalah mahluk hidup ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan

potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran,

pertumbuhan, perkembangan, dan mati, dan seterusnya, serta terkait dan

berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik

baik itu positif maupun negatif. Membahas tentang manusia berarti membahas

tentang kehidupan sosial dan budayanya, tentang tatanan nilai-nilai, peradaban,

kebudayaan, lingkungan, sumber alam, dan segala aspek yang menyangkut

manusia dan lingkungannya secara menyeluruh. Begitupun hal yang berkaitan

tentang bagaimana manusia berhubungan dengan dirinya sendiri, mengontrol

emosi dan berperilaku baik. Apa yang dilakukan manusia dalam kesehariannya

terkadang di refleksikan dalam sebuah cerita fiksi sebagai amanat bagi kehidupan.

Seperti yang diungkapkan Teew (2013:189), di dalam karya sastra ada

unsur rekayasa yang berdasar pada apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Karya sastra adalah karya fiktif, karena semua isinya dibuat atas dasar pemikiran

pengarang atau sastrawan. Pencapaian cerita dilakukan dengan menghadirkan

tokoh. Tokoh dalam cerita fiksi diibaratkan sebagai manusia di kehidupan nyata.

Oleh sebab itu, gejala psikologis maupun sosiologis yang dialami tokoh pada

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

18

sebuah cerita terkadang sama seperti di kehidupan nyata. Tokoh berbaur dan

menjalankan alur cerita sesuai kesatuan isi yang telah dibuat pengarang.

Bagaimana tokoh berinteraksi dengan lingkungan (keadaan sosial) maupun

bagaimana tokoh terpengaruh karena lingkungan yang membuat dirinya menjadi

seseorang yang tidak baik (psikologis).

Penokohan memiliki kaitan langsung, baik dengan peneliti maupun

pembaca karya sastra, penokohan sebagai wujud dari pribadi. Saat menciptakan

suatu cerita, pengarang membuat penokohan dengan ciri khas yang paling mudah

diidentifikasi, dilukiskan dan dipahami khususnya melalui nama. Melalui

penokohan, dimungkinkan terwujud pesan-pesan, pandangan dunia, dan berbagai

bentuk ideologi yang lain. Dari permasalahan psikologis maupun sosiologis

tokoh, hal tersebut saling menimbulkan timbal balik. Masalah-masalah

kemasyarakatan dan kejiwaan, khususnya psikologi sosial merupakan dasar

peermasalahan dalam rangka mengembangkan pendekatan baru yang di dalamnya

terjalin keseluruhan hidup manusia (Ratna, 2011:17).

2.1.4 Ruang Lingkup Psikologi Sosial

Pada tahun 1900-an, ada tiga perspektif utama yang dikembangkan oleh

para psikolog, masing-masing warisan tersebut meninggalkan warisan penting

pada psikolog sosial kotemporer. Tiga perspektif tersebut adalah teori

psikoanalisis dari Sigmund Freud, behaviorisme dari Pavlov dan Skinner serta

psikologi Gestalt. Para tokoh perintis tersebut mendasarkan teorinya pada ilmu

alam. Banyak dari teori tersebut yang kemudian diaplikasikan untuk analisis

perilaku sosial. Warisan psikologi Gestalt yang semakin mendukung dengan

kajian kognisis sosial yang membahas tentang bagaimana seseorang memandang

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

19

dan memahami dunia sosialnya. Psikologi sosial menjadi satu ilmu yang mandiri

baru sejak tahun 1908. Pada tahun itu ada dua buku teks yang terkenal

yaitu "Introduction to Social Psychology" ditulis oleh William McDougall`

Psikologi sosial juga merupakan pokok bahasan dalam sosiologi karena dalam

sosiologi dikenal ada dua perspektif utama, yaitu perspektif struktural makro yang

menekankan kajian struktur sosial, dan perspektif mikro yang menekankan pada

kajian individualistik dan psikologi sosial dalam menjelaskan variasi perilaku

manusia. (Taylor dkk., 2009:3-6).

Perspektif mikro psikologi sosial terdiri dari beberapa hal yang di jelaskan

oleh David O. Sears maupun Myers. Menurut (Myers, 2012:4), psikologi sosial

secara umum mempelajari tiga hal yaitu pikiran sosial, pengaruh sosial dan

hubungan sosial. Pikiran sosial membahas tentang cara kita mempersipsikan

orang lain, apa yang kita yakini, penilaian yang kita buat dan sikap. Pengaruh

sosial membahas tentang budaya, konformitas, persuasi dan kelompok-kelompok

manusia. Terakhir, hubungan sosial membahas tentang prasangka, agresi (perilaku

antisosial) dan bantuan (perilaku prososial). Interaksi sosial selalu menjadi awal

munculnya pikiran sosial, pengaruh sosial dan hubungan sosial. Hadirnya

interaksi sosial selalu mengikuti setiap peristiwa sosial yang dilakukan seseorang.

Hubungan insani merupakan hubungan yang terjadi antar individu setelah mereka

mengalami interaksi sosial, hubungan ini dilandasi rasa cinta, kasih dan sayang.

Banyak sekali bidang ilmu lain yang dikaitkan dengan sastra. Hal tersebut

tentu menambah referensi yang ada dalam dunia keilmuan. Seperti halnya sastra

dan psikologi maupun sastra dan masyarakat (sosiologi sastra). Wellek dan

Warren (2013:81-99) memaparkan bahwa psikologi dalam sastra memiliki empat

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

20

lingkup kajian. Lingkup kajian tersebut yaitu psikologi pengarang, proses kreatif,

psikologi yang diterapakan dalam karya sastra dan psikologi pembaca, sedangkan

sosiologi sastra adalah suatu karya fiksi yang dianggap memiliki sifat sosial

karena merupakan konvensi dan norma masyarakat yang menyajikan proses

kehidupan.

Gambar 2.1 Peta Konsep Pembagian Psikologi Sosial

Konsep Myers tersebut didukung oleh beberapa profesor Universitas

California (Taylor, Peplau, dan Sears: 2009), bahwa dalam psikologi sosial, lebih

fokus pada interaksi antar-orang, termasuk dalam hubungan sosial dan cinta

kasih, persahabatan dan altruisme, prasangka dan agresi, serta konforitas atau

kepatuhan dan kekuasaan. Psikologi sosial juga memelajari bagaimana orang

bertindak dalam kelompok dan bagaimana kelompok tersebut memengaruhi

anggotanya.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

21

Menurut Zahro (2013:28), psikologi sosial dapat dihubungkan dalam sebuah

karya sastra karena peran psikologi sosial dalam masyarakat yang sesungguhnya

tidak dapat dipisahkan. Seperti halnya hubungan karya sastra dengan peristiwa

kesejarahan, antara perilaku psikologis dengan kehidupan sosial masyarakat juga

memiliki hubungan timbal balik. Apresiasi tentang bagaimana kehidupan

psikologi tokoh juga beroriantasi pada pengaruh apa perilaku yang tokoh lakukan

berkaitan dengan kehidupan sosial yang ia jalani di lingkungannya. Ketika apa

yang hadir dalam sebuah cerita fiksi adalah cerminan kehidupan masyarakat,

maka cerita yang hadir pastilah tidak jauh berbeda dengan apa yang masyarakat

lakukan.

Perilaku sosial seseorang selalu bervariasi. Hal itu berarti, apa yang

dikerjakan tidak hanya berdasar pada situasi objektif, tetapi juga bagaimana

seseorang tersebut menafsirkannya. Psikologi sosial membahas konsep terkecil

ketika seseorang melakukan perilaku sosialnya yaitu ‘diri’. Konsep diri tersebut

nengarahkan seseorang untuk berpikir sosial, sehingga memunculkan sikap-sikap

yang hadir di masyarakat. Akan tetapi, dalam hal ini pengaruh sosial juga

berimbas pada tingkah laku seseorang. Bagimana orang tersebut menghadapi

tekanan lingkungan dan kelompok masyarakat, yang pada akhirnya akan

berpengaruh pada hubungan sosial, antara dirinya dengan masyarakat sekitar.

(Myers, 2012:4).

Manusia bertingkah laku sesuai motif dan sikap untuk memunculkan sebuah

interaksi sosial, dalam menjalin hubungan sosialnya. Gerungan (2004:140)

menjelasakan bahwa, motif dan sikap selalu berhubungan. Sikap sosial yang hadir

pada diri seseorang mencerminkan bagaimana lingkungan dan keluarga

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

22

berpengaruh dalam perilaku manusia. Dengan adanya sikap atau attitude

seseorang yang berbeda-beda, pola pikir seseorang pun berbeda. Hal tersebut

menjadikan manusia tidak sepenuhnya nyaman dengan semua orang di

lingkungannya. Kecenderungan memikirkan perbedaan yang hadir di setiap

individu inilah yang memunculkan prasangka sosial.

Taylor dkk. (2009:209), mengungkapkn jika prasangka dapat menjadi salah

satu aspek paling berpengaruh terhadap perilaku manusia, dan sering

menimbulkan tindakan kekerasan yang mengerikan. Seperti cerpen karya

Sambene Osmane “A Black-Skinned Girl” yang menceritakan penindasan ras kulit

putih Eropa terhadap ras kulit hitam Afrika. Dari hal tersebut, maka dapat

diketahui jika karya sastra juga sarat akan kasus psikologi sosial. Interaksi sosial

dan hubungan sosial yang dilakukan tokoh adalah wujud perwakilan tentang apa

yang ada di lingkungan seitar.

Hal yang dilakukan oleh tokoh tidak lepas dari berbagai interaksi sosial

yang digambarkan dalam cerita. Meskipun dalam penerapannya, mungkin saja

tokoh tersebut mengalami ketidaksesuaian ketika berinteraksi dengan lingkungan

sosialnya. Adanya tekanan dari lingkungan sekitar bisa menjadi salah satu faktor

yang membuat tokoh menjadi pribadi yang tertutup, sehingga motif dan sikap

yang tokoh tersebut terapkan membuat dirinya pemurung, cenderung mengarah

pada perilaku antisosial. Lain halnya ketika tokoh adalah pribadi yang terbuka,

maka kecenderungan sikap yang dimunculkan adalah sikap prososial dan

menganggap setiap tekanan yang ada pada dirinya adalah sesuatu yang memang

harus dihadapi tanpa rasa malu ataupun gelisah.. Dapat dilihat bahwa pikiran

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

23

sosial individu dan bagaimana ia bersikap, secara tidak langsung berpengaruh

pada interaksi sosial yang ditimbulkan tokoh.

2.1.5 Keterkaitan Psikologi Sosial dengan Sastra

Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari pengaruh situasi-situasi

indiividu, khususnya bagaimana kita memandang dan mempengaruhi diri sendiri

maupun orang lain. Dapat dikatakan, bahwa psikologi sosial adalah ilmu yang

mempelajari bagaimana orang berpikir, memengaruhi, dan saling berhubungan

satu sama lain. Ada tiga hal pokok yang diulas dalam psikologi sosial, yaitu

pikiran sosial, pengaruh sosial, dan hubungan sosial (Myers, 2012:4).

Atkinson dan Atkinson, (2010:351) menjelaskan bahwa psikologi sosial

mendasarkan pendekatannya pada topik tentang dua pengamatan fundamental

mengenai perilaku manusia. Pertama, perilaku merupakan fungsi dari orang dan

situsasinya. Jadi, psikologi sosial berfokus pada telaah tentang pengaruh sosial

yang memunculkan berbagai perilaku terhadap individu. Kedua, hal yang

mendasari psikologi sosial adalah jika orang menentukan situasi sebagai hal yang

nyata, mereka akan bersifat nyata terhadap akibatnya. Hal tersebut berarti bahwa

orang tidak hanya akan bereaksi pada ciri objek suatu situasi, tetapi juga pada

penafsiran objektifnya sendiri. Itulah yang menyebabkan mengapa orang yang

berbeda tidak berperilaku sama dalam situasi objektif yang serupa. Hal yang

membedakan psikologi sosial dengan disiplin lainnya terletak pada

pendekatannya. Pendekatan psikologi sosial berbeda dengan disiplin lain yang

memelajari perilaku sosial dari perspektif kemasyarakatan yang luas.

Menurut Mercer dan Clayton, (2012:158) ketika membahas suatu perilaku

manusia dalam studi psikologi sosial, maka yang kita lihat adalah kita menulis

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

24

berdasarkan perspektif psikologi sosial, bukan biologi seperti yang ada pada

psikologi kepribadian. Psikologi sosial terletak diperbatasan antara psikologi dan

sosiologi, namun dibandingkan dengan ilmu sosiologi, psikologi sosial fokus pada

individu dan lebih banyak menggunakan eksperimentasi. Jika dibandingkan

dengan psikologi kepribadian, psikologi sosial tidak memfokuskan diri pada

perbedaan individu dan justru lebih berfokus pada bagaimana individu secara

umum, memandang dan mempengaruhi satu sama lain.

Uraian tersebut secara garis besar menjelaskan tentang psikologi sosial yang

secara murni diterapkan dalam kehidupan nyata. Dalam penelitian sastra, ilmu

psikologi maupun psikologi sosial dapat diterapkan dalam karya fiksi. Meskipun

apa yang ada dalam sebuah karya tidak mewakili bentuk psikologi sosial secara ,

akan tetapi dalam sebuah karya sastra terwujud suatu kompleksitas cerita yang

tercermin dari kehidupan nyata. Sastra pada dasarnya akan mengungkapkan

kejadian melalui fakta dari mental penciptanya. Karya sastra yang dijadikan

subjek penelitian perlu diberlakukan secara manusiawi, karena karya sastra

bukanlah barang mati yang lumpuh, melainkan penuh dengan daya imajinasi yang

hidup. Oleh sebab itu penggunaan metode dan teori yang tepat menghasilkan

penelitian yang tidak bias data (Endraswara, 2013:22).

Jabrohim (2014:185), menjelaskan bahwa perhatian pada konsumen sastra

berangkat dari sisi komunikasi dari sastra. Pengarang membawakan karya dengan

cara mereka masing-masing. Saat ini sastra memiliki ciri khas yang bebas.

Analisis dan berbgai kajian tentang sastra pun semakin banyak. Banyak studi

sastra yang dikaitkan dengan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Humaniora

mencakup berbagai subjek yang sangat luas terkait kajian kebudayaan manusia,

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

25

misalnya arkeologi, kajian keagamaan (teologi), sejarah, filosofi, sastra dan

bahasa. Ilmu tersebut terkadang juga digabungkan dengan ilmu diluar disiplin

ilmu terkait misalnya psikologi dan filsafat.

Endraswara (dalam Zahro, 2013:26-27), menjelaskan jika seiring

berkembangnya ilmu pengetahuan, konsusmsi masyarakat tentang sastra juga

semakin bertambah. Semakin hari banyak sekali pengarang dan sastrawan muda

yang bermunculan. Cara kerja psikologi sosial sama dengan sosiopsikologis.

Psikologi sosial akan lebih mewadahi muatan sastra secara komperhensip.

Hal tersebut diperkuat dengan penjelasan Aminuddin (2013:46) bahwa

pendekatan sosiopsikologis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami

latar belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun

tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya atau

zamannya pada saat cipta sastra diwujudkan. Yang menjadi pembeda adalah jika

dalam sosiopsikologis yang dominan dikaji adalah aspek sosialnya, akan tetapi

jika psikologi sosial yang akan dominan dibahasa adalah aspek psikologi yang

dipicu atau memicu terjadinya keadaan sosial.

Suatu teori psikologi sosial yang diakitkan dengan sastra, maka jelas sekali

bahwa tumpuan utama tetaplah karya sastra. Sebuah karya sastra menurut

pandangan psikologi sosial hakikatnya adalah sebuah naskah tertulis yang

mengandung letupan jiwa. Psikologi sosial juga membahas mengenai kegiatan

manusia dalam hubungannya dengan situasi situasi soasial yang akan berpengaruh

pada kondisi individu.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

26

2.1.6 Hubungan Sosial

Hubungan sosial antar manusia dihubungkan melalui komunikasi.

Terjadinya hubungan antar manusia disebabkan karena memang manusia

diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sebatang kara. Demi

pemenuhan dorongan yang timbul pada dirinya, manusia merasa perlu dan harus

berhubungan dengan orang lain. Dorongantersebut terjadi sebagai tanda untuk

melangsungkan hidupnya, mempertahankan dirinya dan meneruskan

keturunannya.

Hubungan sosial memang tidak dapat dipisahkan dari hadirnya teori

psikologi sosial. Hubungan sosial adalah suatu tindakan dimana manusia

berproses untuk menjalin sebuah perilaku sosial dilingkungannya. Dalam

menjalin hubungan antar manusia, seseorang sering diliputi rasa tidak suka,

bimbang, bahkan suka dan disukai. Tak jarang juga terbentuk rasa dibenci

maupun membenci karena kelakuannya yang dirasa kurang atau tidak pantas. Hal

tersebut berhubungan dengan fakta sosial bahwa manusia adalah adalah makhluk

sosial yang tidak selamanya melakukan berbagai hal secara individual. Walaupun

terkadang manusia juga sering mendapatkan konflik ketika menjalin sebuah

hubungan sosial. Status seseorang dalam sebuah hubungan sosial dipengaruhi oleh

karakteristik status yang luas, seperti usia, gender, etnis dan kekyaan (Taylor,

2009:381).

Freud, dalam Gerungan (2004:26) menjelaskan, pola hubungan sosial yang

baik pada masa anak-anak sangat besar artinya bagi perkembangan hubungan

sosial di masa dewasa. Hal tersebut dikarenakan kehidupan sosial yang hadir akan

terjalin seterusnya. Segi sosial manusia itu selalu menjadi hal utama yang

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

27

dipelajari dalam psikologi sosial, tetapi terkadang sulit dipahami dengan

sewajarnya apabila dalam mempelajarinya, seseorang hanya terfokus pada aspek

sosialnya tanpa mengungkap segi individual pribadi manusia. Super-ego pribadi

manusia sudah mulai dibentuk ketika manusia berumur 5-6 tahun, dan

perkembangan super-ego tersebut berlangsung secara terus-menerus selama ia

hidup. Super-ego terdiri dari hati nurani, norma-norma, dan cita-cita pribadi yang

terbentuk ketika manusia menjalin hubungan sosialnya. Manusia tidak akan

sanggup hidup seorang diri tanpa lingkungan psikis dan rohaniyahnya walaupun

secara biologis-fisiologis, ia mungkin dapat mempertahankan dirinya pada tingkat

kehidupan vegetatif. Oleh sebab itu, dalam hubungan ada dua proses hubungan

sosial yang dialami oleh individu, yaitu interaksi sosial (baik antar individu,

maupun antara individu dengan kelompok), serta hubungan insani yang mengarah

pada ketertarikan dan keintiman.

Durkheim (dalam Dirdjosisworo, 1991) menjelaskan, adanya hubungan

sosial antar manusia tak lepas dari fakta sosial yang ada. Fakta sosial dianggap

umum dan normal bila terjadi pada tipe sosial masyarakat yang sama. Dengan

demikian, perilaku yang hadir di masyarakat, terkadang dianggap umum karena

menjadi hal yang biasa terjadi. Hal tersebut membuntuk budaya yang menjadi hal

wajar bagi masyarakat.

Disimpulkan bahwa hubungan sosial yang hadir di dalam masyarakat

berpengaruh terhadap perilaku setiap individu dan bagaimana tindakan individu

untuk menyikapinya. Dalam suatu hubungan sosial terdapat dua hubungan yang

saling berpengaruh yaitu interaksi sosial dan hubungan insani atau hubungan

personal.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

28

a) Interaksi Sosial

Adanya interaksi antar individu maupun individu dengan kelompok dalam

masyarakat. Dapat muncul dalam bentuk komunikasi serta interaksi fisik

(menolong) dan ditolong. Menurut Surakhmad (1980:198), salah satu

keberhasilan seseorang dalam menjalin hubungan sosialnya adalah dengan

mengadakan interaksi sosial yang sehat denngan berbagai kelompok seusianya,

serta memiliki sikap sosial yang baik dan berkenan untuk berpartisipasi

berpartisipasi bersama dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.

Interaksi sosial juga merupakan langkah awal seseorang bercengkrama

dengan kelompok sosialnya. Adanya kelompok sosial memudahkan seseorang

untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Proses pembentukan pendapat

umum pada suatu kelompok, dapat melalui diskusi, kesepakatan dan tingkah laku.

Kesepakatan yang diambil akan menghasilkan tingkah laku anggota kelompok

secara seragam dan bersama. Kelompok sosial yang besar akan menghasilkan

suatu organisasi sosial sesuai kesepakatan keseluruhan anggota. Tanpa organisasi

sosial yang jelas, kelompok sosial tersebut akan menjadi kacau dan tidak

berkembang (Santoso, 2010:20-21).

Hadirnya interaksi sosial yang baik, maka akan menghasilkan situasi

kebersamaan yang baik pula. Situasi kebersamaan adalah suatu situasi di mana

berkumpulnya sejumlah individu dengan pembicaraan yang sepaham. Selain itu,

pola-pola interaksi sosial dalam kelompok dibedakan dalam tugas dan perasaan

sosial. Kedua pola tersebut pasti terjadi dalam kelompok sosial maupun organisasi

social. Dengan mengungkapkan bahwa bila seseorang berhasil dalam memelihara

keteraturan fungsi-fungsi interaksinya dengan lingkungan, maka perubahan

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

29

ekstern baginya hanyalah tak berarti apa-apa. Hal tersebut membuat seseorang

menjadi lebih terbuka namun tidak gampang terpengaruh oleh perubahan yang

hadir di lingkungannya .

b) Hubungan Insani (Ketertarikan dan Keintiman)

Kebutuhan untuk menjalin hubungan sosial adalah bagian dari evolusi

manusia. Ikatan romantis orang dewasa merujuk pada rasa suka, merasa sedih

terpisah, dan berusaha mejalin kedekatan untuk menghabiskan waktu bersama.

Rasa suka timbul karena banyaknya interaksi yang dilakukan. Pertemuan yang

berulang-ulang dengan seseorang akan meningkatkan rasa suka suka kepada orang

lain.

Seperti yang dijelaskan oleh Maslow (dalam Minderop, 2011:49), manusia

memiliki beberapa tingkatan kebutuhan yang harus terpenuhi, salah satunya

adalah kebutuhan akan cinta dan kasih sayang. Manusia butuh dicintai yang pada

akhirnya butuh menyatakan cinta. Cinta yang berujung kepada rasa sayang dan

ingin terikat. Realisasinya adalah mencakup kesedian untuk memberi dan

menerima. Untuk memperoleh keserasian dalam hidup, manusia harus mampu

merealisasikan rasa cinta dan kasih sayangnya. Apabila manusia hidup dalam

tuntutan dan ketidakselarasan dengan orang yang tidak dicintainya maka akan

menimbulkan frustasi yang parah. Hubungan insani adalah yang berujung pada

rasa suka, cinta, kasih dan sayang pada lawan jenis. Hal ini menimbulkan

ketertarikan dan keintiman yang terjadi pada seseorang.

Ketertarikan dalam hal ini adalah bagaimana seseorang menyukai dan

mencintai orang lain. Seperti yang Aristoteles katakan, manusia sesungguhnya

adalah binatang sosial. Manusia perlu memiliki dan dimiliki. Gerungan (2004:6)

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

30

menjelaskan bahwa menurut Aristoteles, manusia memiliki tingkatan jiwa yang

sesuai kemampuan yang ada dalam diri manusia. Manusia selalu ingat atas apa

yang lihat dan rasakan ketika apa yang ia hadapi adalah pengalaman berharga.

Myers (2012:120-121) mengungkap bahwa tidak semua orang akan berakhir

bahagia, dalam menjalin suatu hubungan,. Kebahagiaan tersebut rata-rata hanya

hadir di awal hubungan. Adanya perilaku ‘mengabaikan’ merupakan hal yang

selalu terjadi. Kedekatan adalah sebauh tanda awal sebuah pertemanan. Dari hal

tersebut kemudian muncullah rasa nyaman. Para sosiolog banyak yang meneliti

bahwa kebanyakan orang-orang menikahi orang-orang yang tinggal dalam

lingkungan yang sama dengan mereka, atau bekerja di bidang yang sama dengan

mereka. Perkawinan merupakan komitmen yang menjadi tujuan utama rasa cinta,

kasih dan sayang. Adanya perkawinan membuat seseorang menjadi lebih dekat

dengan pasangannya. Menurut Pujileksono (2009:32), masa perkawinan

merupakan masa peralihan seseorang. Perkawinan sebagai bagian budaya yang

universal dapat ditemukan diseluruh dunia. Perkawinan merupakan kontak yang

syah dan resmi antara seorang perempuan dan laki-laki.

Adanya studi tentang cinta dikemukakan oleh Mercer dan Clayton

(2013:183), yang menganggap studi tentang cinta masih relatif baru, jadi terdapat

banyak bukti yang tidak konsisten bagi banyak gaya cinta yang diajukan secara

tersendiri. Kajian Berscheid mengajukan dua tipe cinta yaitu: cinta welas asih dan

cinta kelekatan orang dewasa. Perlu diperhatikan pula bahwa gaya cinta tersebut

tidak dianggap sebagai sifat yang stabil, namun merupakan ideologi yang

bergantung pada konteks. Hubungan cinta romantik biasanya terjalin dengan

adanya cinta dari sebuah pertemanan.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

31

2.1.7 Prasangka Sosial

Prasangka adalah sikap. Sikap adalah kombinasi yang jelas dari perasaan,

kecenderungan bertindak, dan keyakinan. Sikap tersebut selalu berdampingan

dengan motif sosial seseorang, dan keduanya adalah suatu hal yang akan

menimbulkan prasangka sosial. Orang yang memiliki prasangka mungkin akan

membenci seseorang yang berbeda dengan dirinya dan berperilaku secara

diskriminatif. Evaluasi negatif tersebut yang menandai prasangka didukung oleh

keyakinan negatif. Keyakinan negatif tersebut kemudian akan berkembang

menjadi diskriminasi sosial. Menurut Putra dan Pitaloka (2012:7-8), hal yang

mendasari prasangka dapat disimpulkan sebagai upaya atau keinginan

merendahakan individu atau kelompok lain. Dalam hal ini, ada empat pemahaman

penting yang dapat dijadikan karakteristik prasangka, yaitu: (1) orientasi yang

bersifat negatif terhadap suatu anggota kelompok, (2) buruk dan tidak mendasar,

(3) irasional dan banyak kekliruan atau kesalahan dan (4) prasangka yang bersifat

rigrid atau sulit berubah.

Gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang bercorak pada tindakan

diskriminatif terhadap segolongan manusia, tanpa terdapat alasan-alasan yang

objektif, menunjukkan adanya prasangka sosial pada seseorang yang dituduhkan.

Sesungguhnya, tidakkan diskriminatif yang berdasar pada prasangka sosial

merugikan seseorang itu sendiri, sebab dengan adanya prasangka sosial tersebut,

akan menghambat tingkah laku dan potensi manusia yang dikenai prasangka.

Prasangka sosial terjadi sebagai akibat dari tingkah laku seseorang yang dianggap

tidak sesuai dengan kebanyakan orang dalam suatu lingkungan (Gerungan,

2004:167).

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

32

Putra dan Pitaloka (2012:15-37) juga menjelaskan bahwa prasangka dapat

muncul berbagai bentuk. Secara sederhana target prasangka terdapat dua bentuk

yaitu (1) prasangka secara simbolis dan (2) prasangka secara nyata. Prasangka

dalam bentuk simbolis adalah prasangka yang sulit sekali mendapatkan gambaran

nyata atau gambaran riil. Contohnya, seperti si A yang berideologi PKI, tetapi ia

menyembunyikan ideologinya agar orang lain berperilaku biasa-biasa saja

terhadap dirinya dan tidak mendiskrimaninya. Prasangka yang kedua adalah

prasangka dalam bentuk nyata yaitu prasangka yang secara rill terlihat dan

menonjol, contohnya adalah prasangka terhadap etnis Tionghoa, orang tua, orang

gemuk, gender, dan warna kulit. Jika keterangan yang diberikan oleh Pramoedya

Ananta Toer dalam novel Hoakiau di Indonesia, sangat jelas betapa dahulu para

pendatang dari Tionghoa sangat diterima dengan baik di tanah Jawa, bahkan

mereka melebur dan masuk ke pelosok-pelosok tanah Jawa. Semakin

berkembangnya usaha yang dibangun orang Tionghoa semakin mengangkat

ekonomi masyarakat orang Tionghoa. Kondisi ini oleh sebagian besar masyarakat

Indonesia dianggap mematikan perekonomian lokal. Hingga saat ini, masyarakat

Indonesia menjadi terbawa keadaan dan menggangaap orang Tionghoa itu pintar

berdagang dan pelit.

David Krech dan Richard S. Cruthfield (dalam Santoso, 2010:53)

menjelaskan, social prejudice was defined as referring to attitudes and beliefs that

serve to place the objects of the attitudes and beliefs at an advantage or

disadvantage (prasangka sosial dibatasi sebagai hubungan antara sikap dan

keyakinan yang menjamin penempatan hal-hal dari sikap keyakinan, pada yang

menguntungkan atau tidak menguntungkan. Hal tersebut berarti bahwa adanya

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

33

prasangka bukan hal yang sangat mengguntungkan bagi seseorang, karena pada

dasarnya prasangka yang timbul adalah wujud dari rasa tidak percaya dan tidak

yakin. Apabila prasangka yang muncul tepat sasaran, maka akan menguntungkan

bagi batin seseorang yang berprasangka.

Mercer dan Clayton (2013:102) mengemukakan bahwa komponen kognitif

prasangka adalah stereotip. Stereotip adalah jalan pintas kognitif yang memberi

kita untuk menyederhanakan sekumpulan keyakinan tentang seperti apa orang-

orang dari kelompok tertentu. Efek yang muncul akibat prasangka adalah

timbulnya akibat merugikan bagi individu yang menerimanya. Dengan adanya hal

tersebut, maka individu menjadi sakit hati bahkan hal yang ekstrim adalah ketika

individu memiliki perilaku yang mengarah pada tindakan agresi.

Prasangka selalu megarah pada pandangan negatif terhadapa orang lain. Hal

tersebut terjadi karena adanya kesalahan sosialisasi di awal hubungan. Sebagian

dari penyebab perubahan sosialisasi adalah sasaran dari prasangka yang ikut

berubah dan ketidak cocokan stereotip lama. Jika ketidaktahuan , lantaran

kurangya kontak antar-ras menimbulkan stereotip yang salah, maka kontak yang

lebih banyak akan menambah persepsi positif dan mengurangi prasangka (Taylor

dkk., 2009:244-246).

2.1.8 Perilaku Prososial dan Antisosial

Perilaku prososial adalah perilaku yang merujuk pada tindakan menolong

orang lain. Terdapat berbagai jenis situasi yang dapat mencakup perilaku

prososial, contohnya mulai dari menyelamatkan seseorang dalam situasi darurat

hingga mendonasikan sumbangan dana bagi korban bencana alam. Adanya

perilaku prososial tersebut membuat manusia saling berlomba-lomba untuk

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

34

mencapai motif kebaikan dan mencapai rasa kebahagiaan dalam dirinya. (Mecer

dan Clayton, 2013:120).

Perilaku prososial selalu mengarah pada tindakan kebaikan yang ditujukan

untuk menjalin rasa kasih sayang antar sesama, sedangkan perilaku antisosial

adalah perilaku yang merujuk pada tindakan menyakiti orang lain. Orang yang

memiliki perilaku antisosial memiliki kecenderungan prasangka negatif. Antara

perilaku prososial dan antisosial terlihat jelas jika kedua perilaku tersebut saling

berlawanan.

Sebenarnya hadirnya perilaku antisosial dan prososial adalah hal yang selalu

dihadapi manusia. Manusia semestinya memiliki keyakinan dalam hal ketuhanan

sehingga mengetahui mana yang baik maupun buruk untuk dirinya, dengan

demikian, ia bisa mengendalikan pengaruh sosial yang ada. Weber (2013:12)

menjelaskan, seberapapun tajamnya pengaruh sosial yang memungkinkan

munculnya perilaku antisosial, akan dapat dinetralkan dengan etika keagamaan

dalam kasus-kasus tertentu dan pengaruh sosial tersebut dapat dikondisikan

melalui sumber-sumber agama yang di dalamnya terdapat maklumat serta

pengarahan hidup yang jelas, sehingga yang dominan muncul adalah perilaku

prososialnya.

Menurut Mercer dan Clayton (2013:121), perilaku prososial akan

memunculakan sifat altruisme. Perilaku altruisme adalah perilaku menolong yang

tidak mementingkan dirinya sendiri dan dimotivasi untuk bermanfaat bagi orang

lain. Sebaliknya, perilaku antisosial akan memunculkan perilaku agresif yang

berkeinginan untuk menyakiti orang lain.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

35

2.1.8 Agresi sebagai Perilaku Antisosial

Agresi (aggression) sebagai perilaku fisik atau verbal yang dimaksudkan

untuk menyebabkan kerusakan. Difinisi ini membedakan perilaku merusak yang

tidak disengaja dari agresi seperti kecelakaan yang terjadi begitu saja atau

tabrakan yang terjadi di trotoar. Definisi ini juga memunculkan pengecualian

terhadap tindakan yang mungkin menimbulkan rasa sakit sebagai akibat yang

tidak terhindarkan sebagai efek samping dari membantu orang lain. Perilaku yang

termasuk dalam definisi agresi yaitu menendang dan menampa, mengancam dan

menghina, bahkan bergunjing (gosip) atau menyindir. Definisi tersebut mencakup

pengambilan keputusan selama eksperimen, misalnya eksperimen yang menguji

ambang rasa sakit manusia dengan memberikan sengatan listrik. Perilaku lain

yang termasuk dalam batasan definisi agresi, yaitu menghancurkan barang,

berbohong, dan perilaku lainnya yang memiliki tujuan untuk menyakiti bahkan

membunuh (Myers, 2012: 69).

Freud dalam Stor (1991:81) menjelaskan bahwa adanya agresi biasanya juga

muncul menuju diri sendiri yang mengarah pada dunia luar seseorang, misalnya

tentang kematian. Orang-orang tahu bahwa semua orang akan mati, maka dalam

hal ini kematianlah yang menang. Agresi adalah tindakan yang didorong oleh

keinginan batin. Dengan kata lain, semakin banyak seseorang menghalangi

agresinya terhadap orang lain, maka semakin cenderung dia menghukum dirinya

sendiri. Hal tersebut dikuatkan oleh Dollard, dkk (dalam Putra dan Pitaloka,

2012:34) bahwa agresi terdiri dari berbagai bentuk penyampaian. Prasangka juga

merupakan awal terbentuknya perilaku agresi karena adanya frustasi.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

36

Pernyataan Freud tersebut diperkuat dengan adanya teori kebencian oleh

Friedrich Nietzsche yang dijelaskan (dalam Weber, 2013:13), yaitu teori yang

memuliakan moral terhadap sikap murah hati yang memunculkan rasa dendam

terhadap kaum yang berkuasa yang sering memperbudak orang lain. Sikap awal

manusia yang memihak pada penderitaan berubah menjadi dendam karena tidak

mendapatkan ketidakberuntungan. Hal tersebut dapat memicu terjadinya tindakan

agresif manusia.

Tindak agresi selalu dihubungkan dengan perilaku antisosial yang sering

muncul ketika seseorang berniat jahat kepada seseorang yang ia tidak sukai.

Adanya permusuhan juga dapat dikategorikan sebagai tindakan agresif. Myers

(2012:69) menjelaskan bahwa agresi dibagi menjadi dua yaitu, agresi instrumental

dan agresi permusuhan. Agresi instrumental atau instrumental aggression adalah

tindakan agresif yang ditujukan sebagai alat untuk mencapai tujuan yang lain.

Misalnya bom bunuh diri yang dilakukan teroris. Agresi permusuhan atau hostile

aggression adalah tindakan agresif yang didasari rasa marah karena permusuhan

dan dendam. Misalnya membunuh, melukai, merusak dan merugikan. Hadirnya

tindak agresi memungkinkan seseorang tidak bisa mengontrol emosi karena

kemarahannya yang mendalam.

Hude (2006:14) menjelaskan bahwa sebagai makhluk sosial, manusia dalam

melakukan proses interaksi dengan lingkungannya dipastikan pernah mengalami

saat-saat dimana ia merasa sangat marah, jengkel, muak terhadap perlakuan yang

tidak adil, atau perlakuan yang tidak pada tempatnya. Tidak jarang juga ada yang

sampai berteriak, membanting benda, dan mengamuk. Hal tersebut tidak lain

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI Kajian Teori - UMM

37

dipicu karena adanya emosi. Jadi agresi dapat diartikan pula sebagai tindakan

yang terjadi karena emosi yang tidak dapat terkontrol dengan baik.