38
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Masyarakat dan Desa dalam Ilmu Sosiologi 1. Masyarakat dalam Sosiologi Masyarakat adalah sekelompok manusia yang terjalin erat karena sistem tertentu, taradisi tertentu, konvensi dan hukum tertentu yang sama, serta mengarah pada kehidupan kolektif. Sistem dalam masyarakat saling berhubungan antara satu manusia dengan manusia lainnya yang membentuk suatu kesatuan. Masyarakat berfungsi sebagai khalifah dimuka bumi. Masyarakat terbagi menjadi dua golongan utama, yakni penguasa atau pengekploitasi dan yang dikuasai atau dieksploitasi. Kepribadian masyarakat terbentuk melalui penggabungan individu-individu dan aksi-raeksi budaya mereka. 1 Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok- kelompok yang terbagi secara ekonomi. Meurut Emile Durkhei 1 https://id.m.wikipedia.org/wiki/masyarakat

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Masyarakat dan Desa

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Masyarakat dan Desa dalam Ilmu Sosiologi

1. Masyarakat dalam Sosiologi

Masyarakat adalah sekelompok manusia yang terjalin erat

karena sistem tertentu, taradisi tertentu, konvensi dan hukum

tertentu yang sama, serta mengarah pada kehidupan kolektif.

Sistem dalam masyarakat saling berhubungan antara satu manusia

dengan manusia lainnya yang membentuk suatu kesatuan.

Masyarakat berfungsi sebagai khalifah dimuka bumi. Masyarakat

terbagi menjadi dua golongan utama, yakni penguasa atau

pengekploitasi dan yang dikuasai atau dieksploitasi. Kepribadian

masyarakat terbentuk melalui penggabungan individu-individu

dan aksi-raeksi budaya mereka.1 Menurut Karl Marx masyarakat

adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi

atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-

kelompok yang terbagi secara ekonomi. Meurut Emile Durkhei

1 https://id.m.wikipedia.org/wiki/masyarakat

masyarakat merupakan suatu kenyataan objektif pribadi-pribadi

yang merupakan anggotanya. Menurut Paul B. Horton dan C. Hunt

masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri,

hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di

suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta

melakukan sebagian kegiatan di dalam kelompok atau kumpulan

manusia tersebut.2

Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa

masyarakat adalah sebuah kelompok individu yang ada dalam

suatu kehidupan dan memiliki interaksi dengan individu-individu

lainnya. Dapat kita lihat misalnya ada; masyarakat desa,

masyarakat kota, masyarakat Indonesia, masyarakat dunia,

masyarakat Jawa, masyarakat Islam, masyarakat pendidikan,

masyarakat politik dan lain sebagainya. Semua jenis masyarakat

tersebut pastilah terdiri dari unsur-unsur yang berbeda-beda tetapi

mereka menyatu dalam satu tatanan sebagai wujud dari kehendak

bersama.

2Muhammad Ikbal Bahua, Perencanaan Partisipatif Pembangunan

masyarakat, (Gorontalo: Ideas Publishing 2018), 10.

2. Desa dalam Sosiologi

Menurut definisi universal, desa adalah sebuah aglomerasi

pemukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, desa adalah

pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah

kecamatan, yang dipimpin oleh kepala desa. Sejak berlakukannya

otonomi daerah, istilah desa dapat disebut dengan nama lainnya,

misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah negari, dan di

Papua disebut dengan istilah kampung. Begitu pula, segala istilah

dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan

karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah

satu pangkuan dan penghormatan pemerintah terhadap asal usul

dan adat istiadat setempat.3 Fakta empirik masa lalu di Indonesia

dapat ditemui banyak kesatuan masyarakat dengan peristilahannya

masing-masing seperti Dusun dan Marga bagi masyarakat

Sumatera Selatan, Dati di Maluku, Negari di Minang atau Wanua

di Minahasa. Pada daerah masyarakat setingkat desa juga memiliki

3Ramandani Wahyu, Ilmu Sosial Dasar, (Bandung: CV Pustaka Setia

2017), 203

berbagai istilah dan keunikan sendiri baik mata pencaharian

maupun adat istiadatnya.4

Menurut peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2005

tentang desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

megurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul

adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.5 Menurut

Sutardjo Kartodikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum di

mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa

mengadakan pemerintahan sendiri. Sedangkan menurut Saniyanti

Nurmaharimah, desa merupakan wilayah yang dihuni oleh

masyarakat yang memiliki sistem pemerintahan sendiri.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa desa

adalah perwujudan dan suatu kesatuan sosial yang ada di dalam

kehidupan masyarakat dan pengaruhnya merupakan suatu timbal

4M. Irwan Tahir, “Sejarah Perkembangan Desa di Indonesia : Desa di

Masa Lalu, Masa Kini, dan Bagaimana Masa Depan.” Jurnal Ilmu Pemerintah

38(2012). 5Ramandani wahyu, Ilmu Sosial Dasar...,203.

balik dengan masyarakat lain yang saling menguntungkan. Desa

juga merupakan tempat untuk masyarakat membangun suatu

kesatuan yang berdampak baik bagi semua masyarakat di suatu

desa, dengan adanya desa kita dapat menumbuhkan suatu kesatuan

yang mempererat hubungan antar satu individu dengan individu

lainnya.

B. Pranata Sosial Budaya, Tradisi, Pamali dan Mitos

1. Budaya

Istilah “budaya” (culture) didefinisikan sebagai ‘keseluruhan

cara hidup (way og life) dalam suatu masyarakat tertentu’. Yang

juga tersirat adalah bahwa budaya itu “dipelajari” (learned) dan

“dibagi” atau dipakai bersama (shared) oleh para anggota suatu

masyarakat. Namun demikian, harus diakui bahwa budaya

merupakan suatu konsep yang sangat rumit. Dalam bukunya

Keywords, Raymond Williams, seorang teoris budaya terkemuka,

menyatakan bahwa “Culture is one of two or three complicated

words in the English langugae”.6

6Aniek Rahmaniah, Budaya dan Identitas, (Sido’arjo, Dwiputra

Pustaka Jaya, 2012), hlm.1

Budaya atau culture merupakan istilah yang datang dari

disiplin antropologi sosial. Dalam dunia pendidikan budaya dapat

digunakan sebagai salah satu transmisi pengetahuan, karena

sebenaranya yang tercakup dalam budaya sangatlah luas. Budaya

laksana software yang berada dalam otak manusia, yang menuntun

persepsi, mengindentifikasi apa yang dilihat, mengarahkan fokus

pada suatu hal, serta menghindar dari yang lain. Budaya adalah

suatu pola asumsi dasar yang ditemukan oleh suatu kelompok

tertentu karena mempelajari dan menguasai masalah adaptasi

eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja dengan cukup

baik untuk dipertimbangkan secara layak dan karena itu diajarkan

pada anggota baru sebagai cara yang dipersepsikan, berfikir dan

dirasakan dengan benar dalam hubungan dengan masalah

tersebut.7

7Sumarto, “Budaya, Pemahaman dan Penerapannya: “Aspek Sistem

Religi, Bahasa, Pengetahuan, Sosial, Kesenian dan Teknologi”, “Jurnal Literasiologi 1.2 (2018): 145.

2. Tradisi

Masyarakat Indonesia memiliki keragaman budaya,

memiliki khas, karakteristik, keunikan berdasarkan daerah masing-

masing yang kemudian menghasilkan corak budaya lokal yang

harus dipelihara, dijaga, dan diwariskan kepada generasi saat ini

dan bagi generasi yang akan datang. Nilai-nilai budaya leluhur

pada masa lampau memiliki nilai-nilai yang memberikan manfaat

bagi generasi saat ini yang perlu untuk diketahui oleh masyarakat

pendukung budaya lokal sehingga akan menghasilkan budaya

tradisional daerah (lokal wisdom) sebagai kekayaan aset daerah

yang perlu dilakukan investarisasi, dokumentasi.8

Tradisi (bahasa Inggris: Tradition, “diteruskan”) atau

kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu

yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari

kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari satu Negara,

kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling

mendasar dari tradisi atau adat istiadat adalah adanya informasi

8Misnah, Budaya Tradisi Lisan, (Jawa Tengah, Pena Persada Redaksi,

2019), 1.

yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun

(seringa kali) lisan, berdasarkan kepada kepercayaan terhadap

nenek moyang dan leluhur yang mendahului.9 Tradisi merupakan

hasil cipta dan karya manusia objek material, kepercayaan,

khayalan, kejadian, atau lembaga yang diwariskan dari suatu

generasi ke generasi berikutnya. Selain itu, tradisi juga dapat

diartikan sebagai kebiasaan bersama dalam masyarakat manusia,

yang secara otomatis akan mempengaruhi aksi dan reaksi dalam

kehidupan sehari-hari. Menurut Ven Peursen sebagimana dikutip

oleh Mursal Esten, bahwa tradisi bukanlah sesuatu yang tak dapat

diubah, tradisi justru dipadukan dengan aneka ragam perbuatan

manusia diangkat dalam keseluruhannya. Ia juga mengatakan

bahwa kebudayaan menceritakan tentang perubahan riwayat

manusia yang selalu memberi wujud kepada pola-pola kebudayaan

yang sudah ada.10

Bagi masyarakat Desa Sususkan tradisi ialah sebuah adat

istiadat yang sudah sangat melekat dan menjadi suatu kebiasaan

9Mursal Esten,Desterlisasi Kebudayaan (Bandung: Angkasa, 1999),

hal. 60 10Mursal Esten,Desterlisasi Kebudayaan...,60

yang tidak dapat ditinggalkan, karna tradisi memang sudah ada

sejak dahulu. Tidak heran jika masyarakat Desa Sususkan sangat

mengharuskan agar selalu mengadakan tradisi rujakan untuk

seseorang yang sedang hamil di usia kandungan tujuh bulan. Tidak

hanya untuk menghormati adat kebiasaan leluhur, tradisi rujakan

juga diyakini dapat memberikan pengaruh besar bagi jabang bayi

dan yang paling utama ialah agar selalu mendapatkan keridhoan

Allah SWT.

3. Pamali

Pamali adalah sesuatu yang tabu atau tidak boleh di langgar

dalam adat masyarakat Sunda, istilah ini biasa disebut dengan

pamali dalam bahasa Sunda. Dalam masyarakat Jawa biasa disebut

dengan ora elok dari bahasa Jawa dan dalam adat etnis Dayak

disebut pali.11 Pamali dalam masyarakat Sunda biasanya bertujuan

supaya hidup kita hati-hati, waspada, saling menghormati, dan

melakukan sesuatu sesuai dengan waktu dan tempatnya. Terlepas

dari mitos-mitos yang ada, sebagian besar pamali sebenarnya bisa

dijelaskan dengan logika dan bermaksud baik, sehingga kita bisa

11https://id.m.wikipedia.org/wiki/pamali

belajar darinya bahwa hukum sebab-akibat itu ada, dan bukan

sekedar mitos. Pamali sebagai salah satu unsur kebudayaan

mempunyai semua unsur yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat

yaitu (1) sistem religi, (2) sistem ilmu pengetahuan,(3) sistem

sosial dan organisasi kemasyarakatan, (4) sistem bahasa, (5)

kesenian, (6) sistem pekerjaan, dan (7) sistem teknologi. Selain

dari ketujuh unsur kebudayaan tersebut, pamali juga mempunyai

nilai-nilai etnopedagogi yang tersembunyi dalam makna-makna

pamali yang ada.12

Sering kali kita mendengar perkataan seseorang “awas...

nanti kualat...” atau didaerah tertentu masyarakat mengenal

dengan istilah “pamali”. Ungkapan tersebut sering kali

dihubungkan dengan sesuatu pekerjaan atau karena ada sesuatu

yang dikait-kaitkan. Semua hal tersebut menjurus kepada sikap

pesimistis dan menerka-nerka suatu takdir yang hanya Allah

berhak menentukan. Seorang muslim wajib menyakini dengan

seyakin-yakinnya, tidak ada keraguan sedikitpun, bahwa tidak ada

12Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 2009), 165.

yang mencipta, mengatur dan berkuasa kecuali Allah semata. Oleh

karena inilah, semua yang terjadi di alam semesta ini adalah

dengan izin dan kehendak Allah Ta’ala semata tidak ada sekutu

baginya. Dalam Q.S. At-taghabun (69) :11

Terjemahannya :

“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali

dengan izin Allah, dan barang siapa yang beriman kepada Allah,

niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah

Maha mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. At-taghabun (64):11.13

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa

pamali memiliki makna tersendiri bagi masyarakat yang masih

menjalankannya. Selain termasuk warisan dari nenek moyang kita,

pamali juga memiliki arti khusus bagi yang mempercayainya dan

juga banyak hal baik didalamnya. Menurut beberapa pendapat

mengatakan bahwa pamali merupakan larangan yang memiliki

makna baik di dalamnya. Larangan yang dimaksud juga tidak

13 Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (2002), 813.

memiliki unsur jahat atau menyimpang dari akidah, tetapi untuk

dapat memberikan unsur baik jika dilaksanakan.

4. Mitos

Terdapat beragam pengertian mitos tetapi dapat

diklasifikasikan pada dua hal, yaitu ada yang dihubungkan dengan

hal yang bersifat tradisional, dan modern. Yang dihubungkan

dengan yang mite (bahasa Belanda: mythe) adalah cerita prosa kata

rakyat yang menceritakan kisah berlatar belakang masa lampau,

mengandung penafsiran tentang alam semesta dan keberadaan

makhluk di dalamnya, serta dianggap benar-benar terjadi oleh

yang empunya cerita atau penganutnya. Dalam penegrtian yang

lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional.14

Pengertian kedua dikemukakan oleh Roland Barthes, menurut

Roland Barthes dalam bukunya yang berjudul Mitologi, mitos

merupakan sistem komunikasi, yakni sebuah pesan. Mitos tidak

bisa mejadi sebuah objek, konsep, atau ide; mitos adalah cara

pemaknaan, sebuah bentuk. Mitos adalah tipe wicara, segala

sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wancana.

14https://id.wikipedia.org/wiki/mitos

Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya, namun oleh cara

mitos mengutarakan pesan sendiri.15

Melalui mitos-mitos manusia dapat serta mengambil bagian

dalam kejadian-kejadian sekitarnya, dan dapat menanggapi daya-

daya kekuatan alam. Adapun fungsi mitos sebagai berikut:

a. Mitos menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-

kekuatan ajaib. Mitos itu tidak memberikan bahan

informasi mengenai keuatan-kekuatan itu, tetapi

mambentuk antusias agar dapat menghayati daya-daya itu

sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan

menguasai alam dan kehidupan sukunya.

b. Mitos memberikan jaminan bagi masa kini. Namun juga

dapat diperagakan dalam sebuah tarian, bagaimana pada

jaman dulu para dewa juga mulai menggarap sawahnya

dan memperoleh hasil yang melimpah. Cerita itu seolah-

olah mementaskan kembali suatu peristiwa yang dulu

15Roland Barthes, Mitologi, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004), 186.

pernah terjadi. Dengan demikian dijamin keberhasilan

serupa dewasa ini.

c. Mitos memberikan pengetahuan tentang dunia. Artinya,

fungsi mirip dengan fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat

dalam modern misalnya cerita-cerita terjadinya langit dan

bumi.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

mitos adalah suatu cerita yang paling berharga karena sesuatu yang

suci dan bermakna, sehingga mitos mampu memberikan arah dan

pedoman tingkah laku manusia sehingga mampu bersikap

bijaksana. Namun mitos juga merupakan jawaban dari

penghayatan manusia ketika ilmu pengetahuan belum sanggup

menjelaskan hal-hal yang dianggap supranatural. Mitos

merupakan cerita yang sanggup memberikan arah serta pedoman

dalam kehidupan, karena manusia tidak dapat dilepaskan dengan

mitos begitu saja. Meskipun kebenaran mitos belum menjamin dan

dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Menurut pendapat

masyarakat Desa Susukan Kecamatan Tirtayasa Kabupaten

Serang, mitos adalah ungkapan yang dipercayai memiliki makna

tersendiri dalam setiap ungkapannya. Contohnya seperti dalam

tradisi rujakan ini orang yang sedang mengandung jika tidak

memakan kunyit ketika hamil kemungkinan anaknya kelak akan

berkulit hitam, dan jika ketika hamil seorang ibu hamil memakan

kunyit, maka anaknya kelak akan bersih dan cerah. Sebenaranya

mitos ini mengisyaratkan agar mengonsumsi kunyit agar

memberikan kekebalan janin dan ibu agar selalu sehat, karna

memang kunyit dan kencur memiliki khasiat untuk menyahatkan

tubuh.

C. Living Qur’an sebagai Fenomena Keagamaan

Dalam pengunaan istilah living Qur’an. kata living Qur’an

merupakan gabungan dari dua kata yang berbeda. Yaitu ‘living’

berarti hidup dan ‘Qur’an’, yaitu kitab suci umat Islam.16 Adapun

kata living merupakan tren yang berasal dari bahasa Inggris “live”

yang berarti hidup, aktif dan yang hidup. Kata kerja yang berarti

hidup tersebut mendapatkan bubuhan –ing diujungnya (pola verb-

ing) yang dalam gramatika bahasa Inggris disebut dengan present

16Sahiron Syamsyuddin, Ranah-Ranah Penelitian dalam Studi Al

Qur’an dan Hadis,(Yogyakarta: Teras, 2007) XIV.

participle. Kata kerja “live” yang mendapat akhiran –ing ini juga

diposisikan sebagai bentuk present participle yang berfungsi

sebagai adjektif, maka akan berubah fungsi dari kata kerja (verb)

menjadi kata benda (nomina) adjektif. Akhiran –ing yang

berfungsi sebagi adjektif dalam bentuk present participle ini terjadi

pada terem “the living Qur’an (Al-Qur’an yang hidup)”.17 Menurut

Sahiron Syamsudin, living Qur’an adalah teks Al-Qur’an yang

hidup dalam masyarakt, sementara pelembagaan hasil penafsiran

tertentu dalam masyarakat disebut dengan the living Qur’an.

Syamsudin menjelaskan yang dimaksud “teks Al-Qur’an yang

hidup dalam masyarakat” dengan menyatakan:

“Respon masyarakat terhadap teks Al-Qur’an dan hasil

penafsiran seseorang. Termasuk dalam pengertian ‘respon

masyarakat’ adalah resepsi mereka terhadap teks tertentu dan hasil

penafsiran tertentu. Resepsi sosial terhadap Al-Qur’an dapat kita

temui dalam kehidupan sehari-hari, seperti pentradisian

pembacaan surat atau ayat tertentu pada acara dan seremonial

17Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur’an-Hadis,(Ciputat:

Maktabah Darus Sunnah, 2019) hal 20

sosial keagamaan tertentu. Sementara itu, resepsi social hasil

penafsiran tejelma dalam masyarakat, baik dalam skala besar

maupun kecil”.18

Dalam kaitannya dengan tulisan ini, living Qur’an adalah

kajian atau penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial

terkait dengan kehadiran Al-Qur’an atau keberadaan Al-Qur’an

disebuah komunitas muslim tertentu atau lain yang berinteraksi

dengannya. Living Qur’an dimulai dari adanya fenomena yang

hidup di tengah masyarakat muslim terkait dengan Al-Qur’an

sebagai obyek studinya sehingga masuk wilayah kajian sosial,

fenomena ini muncul oleh kehadiran Al-Qur’an, maka kemudian

diinisiasikan kedalam studi Al-Qur’an.19 Adapun Al-Qur’an

adalah teks verbatim yang telah ada sejak belasan abad silam, dan

telah mengalami komplesitas interaksi antar umat, tidak hanya

muslim namun juga non-muslim. Tetapi, meski dengan

18 Sahiron Syamsuddi, “Ranah-ranah Penelitian dalam Studi Al-Qur’an

dan Hadis”, dalam M. Mansur dkk, Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis,

(Yogyakarta: TH Press, 2007), hlm. xiv.)

19Ridhoul Wahidin.”Hidup akrab dengan al-Qur’an: kajian living

Qur’an dan living Hdis pada masyarakat indragiri hilir riau.” Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian 1.2(2013). 113.

perjalanannya yang relatif panjang namun studi Al-Qur’an yang

berkembang hingga sekarang mayoritas masih berorientasi pada

studi teks, dan belum banyak menyentuh aspek-aspek lain seperti

yang terkait langsung dengan implementasi pemahaman maupun

sikap dan penerimaan umat pembaca terhadapnya.20

Tujuan utama mempelajari Al-Qur’an berkisar pada empat

perkara berikut:

1. Al-Qur’an sebagai petunjuk jalan yang lurus menuju

Allah

2. Membentuk kepribadian muslim yang seimbang

diantaranya adalah:(a) Menanamkan iman yang kaut;

(b) Membekali akal dengan ilmu pengetahuan (c)

Memberi arahan untuk dapat memanfaatkan potensi

yang dimiliki dan sumber-sumber kebaikan yang ada di

dunia; dan (d) Menetapkan undang-undang agar setiap

20 Luqman Abdul Jabbar, Ruqyah Syar’iyyah: Fenomena Muslim

Indonesia Dalam Memfungsikan Al-Qur’an (Studi Kasus Fenomena Ruqyah

Syar’iyyah Pada Umat Islam Di Kota Yogyakarta, (Yogyakarta: Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2006)

muslim mampu memberikan sumbangsih dan kreatif

untuk mencapai kemajuan.

3. Membentukmasyarakat muslim yang betul-betuk

qurani, yaitu masyarakat yang anggotanya terdiri dari

orang-orang yang merupakan penjelma Al-Qur’an

dalam setiap gerak hidupnya. Masyarakat yang diasuh

dan dibimbing dengan arahan Al-Qur’an, hidup di

bawah naungan-Nya, dan berjalan di bawah caghaya-

Nya, seperti masyarakat sahabat.

4. Membimbing umat dalam memerangi kejahiliyahan.

Dari penjelasan empat poin diatas dapat diketahui bahwa

mempelajari Al-Qur’an mempunyai tujuan yang sangat penting

dianatanya agar segala sesuatu yang dilakukan harus selalu

berdasarkan bimbingan Al-Qur’an karena Al-Qur’an merupakan

sumber rujukan utama dalam kehidupan.21

Pada masyarakat modern, orientasi memahami Al-Qur’an

dan interaksi dengan Al-Qur’an bebeda bila dibandingkan dengan

21 http://nabimuhammad.info/2010/02/dasar-dasar-memahami-alquran/

abad lalu pada masa kenabian Nabi Muhammad saw. pada masa

Nabi Muhammad saw, masyarakat Arab langsung berinteraksi

dengan Al-Qur’an bertepatan dengan diturunkan wahyu, dan

mereka langsung meminta Nabi Muhmmad saw, untuk

mengajarkan bacaan Al-Qur’an. Dari sisi Al-Qur’an sebagai kitab

yang memberikan petunjuk kepada manusia sehingga dapat

menjalankan kehidupan sesuai dengan tujuan penciptaan terlihat

dari tiga petunjuk utamanya. Pertama, Al-Qur’an memuat akidah

dan kepercayaan yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan

Allah dan kepastian akan datangnya hari pembalasan. Kedua, Al-

Qur’an memuat syariat dan hukum-hukum dengan jalan

menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia

dalam hubungannya dengan Allah dan sesamanya. Ketiga, Al-

Qur’an memuat petunjuk mengenai akhlak dengan jalan

menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus

diikuti oleh manusia dalam kehidupan secara individual atau

kolektif. Dalam ungkapan yang lebih singkat, Al-Qur’an adalah

petunjuk bagi seluruh manusia ke jalan yang harus ditempuh demi

kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat kelak. Bagi umat Islam,

Al-Qur’an, bukan saja sebagai kitab suci yang menjadi pedoman

hidup (dustur), akan tetapi juga sebagai penyembuh penyakit

(syifa), penerang (nur) dan sekaligus kabar gembira (busyra’).

Oleh sebab itu, mereka berusaha untuk berinteraksi dengan Al-

Qur’an dengan cara mengekspresikan melalui lisan, tulisan,

maupun perbuatan, baik berupa pemikiran, pengamalan emosional

maupun spiritual.22

Beberapa bentuk kajian living qur’an sebelumnya

menyebutkan bahwa Al-Qur’an sebelumnya dihidupkan di

masyarakat dapat menjadi sebuah motivasi atau inspirasi tertentu.

Pada peneliian ini berkembang pada sebuah objek penelitian living

Qur’an tidak terbatas pada nilai-nilai Qur’an yang dapat dilihat

secara eksplisit, akan tetapi kajian living Qur’an bisa digunakan

sebagai sebuah piasu analisis untuk melihat fenomena Al-Qur’an

tertentu secara implisit. Kajian living Qur’an pada umumnya

sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa Al-Qur’an

mampu menjadi motivasi atau inspirasi tertentu. Jika, demikian

22Ema suriani, Eksitensi Qur’anic Center Dan Ekspektasi Sebagai

Lokomotif Living Qur’an di IAIN Mataram.” Jurnal Penelitian Keislaman 14.1 (2018), 9.

maka kita dapat melihat adanya Al-Qur’an secara eksplisit.

Misalnya, dalam tradsi pembacaan surat-surat pilihan, maka dapat

dilihat secara langsung adanya ayat-ayat Al-Qur’an disitu nampak

secara jelas. Selain itu juga, misalnya seperti para seniman

kaligrafi Al-Qur’an dalam pembuatan lukisannya, dapat dilihat

secara langsung pada objek kaligrafi. Nilai-nilai Qur’ani dalam

penelitian ini dapat dilihat secara eksplisit pada objek tradisi

rujakan. Pada motif tersebut dapat dilihat dari pembacaan-

pembacaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat dalam

pelaksanaan tradisi rujakan.

Dari pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa living

Qur’an yang meneliti dialektika anatara Al-Qur’an dengan kondisi

realitas realitas sosial di masyarakat. Living Qur’an juga berarti

praktik-praktik pelaksanaan ajaran Al-Qur’an di masyarakat dalam

kehidupan mereka sehari-hari dimana praktik-praktik yang

dilakukan masyarakat tersebut seringkali berbeda dengan muatan

tekstual dari ayat-ayat atau surat-surat itu sendiri.

D. Pendekatan Living Qur’an

1. Etnografi

Secara harfiah, kata “etnografi” berarti “menulis tentang

orang”. Dalam arti luas, dari berbagai literatur bisa disimpulkan

bahwa etnografi mencakup segala macam kajian atau studi yang

mendalam tentang sekelompok orang dengan tujuan untuk

mendeskripsikan pada dan kegiatan sosio-kultural mereka. Bagi

etnografer, setiap kejadian apa saja ada pola, sistem, rumus, dan

keteraturan yang bisa dipakai untuk menjelaskan kejadian atau

fenomena lainnya.23 Dalam pandangan Duranti, etnografi adalah

deskripsi tertulis mengenai organisasi sosial, aktivitas sosial,

simbol dan sumber material, serta karakteristik praktik

interprestasi suatu kelompok manusia tertentu. Pada dasarnya

perhatian utama penelitian etnografi adalah tentang the way of life

suatu masyarakat. Dalam pandangan Spradley etnografi tidak

hanya memelajari masyarakat, tetapi juga belajar dari masyarakat.

23Mudjia Rahardjo, Mengenal Studi Etnografi, http://repository.uin-

malang.ac.id/1570

Karena esensi penelitian etnografi tidak hanya mengambil

simpulan dan pelajaran sosial dari kebudayaan tersebut.24

Jika disimpulkan, maka hasil akhir dari penelitian etnografi

ini adalah penelitian kualitatif yang meneliti kehidupan

masyarakat suatu kelompok secara ilmiah yang bertujuan untuk

mempelajari, mendeskripsikan, menganalisa, dan menafsirkan

budaya suatu kelompok tersebut dalam hal prilaku, kepercayaan,

bahasa dan pandanagn yang dianut bersama. Pada penelitian ini

berkaitan dengan etnografi, karena tradisi rujakan adalah suatu

budaya/tradisi yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat,

yaitu warga Desa Susukan Kecamatan Tirtayasa Kabupaten

Serang yang memiliki kepercayaan yang sudah ada turun menurun

dianut dan dilakukan bersama sebagi sebuah tradisi.

2. Fenomenologi

Kata ‘Fenomenologi’ dalam bahasa Indonesia berarti ilmu

tentang fenomena. Kata ‘fenomena’ sendiri sangat umum

digunakan dalam kehidupan harian. Orang kebanyakan

24Kamarusdiana, Studi Etnografi dalam Kerangka Masyarakat dan

Budaya.” SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 6.2 (2019), P.114

mengartikan Fenomenlogi sebagai ‘gejala’.25 Istilah fenomenologi

secara etimologis berasal dari bahasa Yunani. Dari akar kata

“fenomenan” atau “fenomenon” yang secara harfiah berarti

“gejala” atau “apa yang telah nampakkan diri” sehingga nyata bagi

kita. Istilah fenomenologi diperkenalkan oleh Johann Heinrickh

Lambert, tahun 1764. Meskipun demikian Edmund Husserl (1859-

1938) lebih dipandang sebagai bapak fenomenologi, karena

intensitas kajiannya dalam ranah filsafat. Fenomenologi yang kita

kenal melalui Husserl adalah ilmu tentang fenomena.26

Menurut formulasi Husserl, fenomenologi merupakan

sebuah studi tentang struktur kesadaran yang memungkinkan

kesadaran-kesadaran tersebut menunjuk kepada objek-objek diluar

dirinya. Studi ini membutuhkan refeleksi tentang isi pikiran

dengan mengesampingkan segalanya. Husserl menyebut tipe

refleksi ini “reduksi fenomenologis”. Karena pikiran bisa

diarahkan kepada objek-objek yang non-eksis dan rill, maka

Husserl mencatat bahwa refleksi fenomenologi tidak mengagap

25Jozef R. Raco, Revi Rafael, dkk, Metode Fenomenologi Aplikasi Pada

Entrepreneurship, (Jakarta: PT. Grasindo, 2012), 24. 26Farid Hamid, and M.Si. “Penekatan Fenomenologi.” (2009).

bahwa sesuatu itu ada, namun lebih tepatnya sama dengan

“pengurungan sebuah keberadaan” yaitu mengesampigkan

pertanyaan tetang keberadaan yang rill dari objek yang

dipikirkan.27

Fenomena dalam pendekatan living Qur’an juga dapat

dikatakan sebgai “Qur’anisasi” kehidupan, yang artinya

memasukkan Al-Qur’an sebagaimana Al-Qur’an tersebut

dipahami ke dalam semua aspek kehidupan manusia, atau

menjadikan kehidupan manusia sebagai suatu arena untuk

mewujudnya Al-Qur’an di bumi. Al-Qur’anisasi kehidupan

manusia dapat berupa penggunaan ayat-ayat dalam Al-Qur’an

yang diyakini sebagai mempunyai ‘kekuatan ghaib’ tertentu untuk

mencapai tujuan tertentu, misalnya membuat sesorang menjadi

terlihat ‘sakti’ karena tidak dapat dilukai dengan senjata tajam

manapun. Ayat-ayat Al-Qur’an di sini memang tidak lagi terlihat

sebagi “petunjuk”, perintah, larangan melakukan sesuatu atau

cerita mengenai sesuatu, tetapi lebih tampak sebagi ‘mantra’ yang

27Maraimbang, Filsafat Fenomenologi, (Medan: Penerbit Panjiaswaja

Press, 2010), 8.

jika dibaca berulang kali sampai mencapai jumlah tertentu akan

dapat memberikan hasil-hasil tertentu seperti yang diinginkan.28

3. Sosial Pengetahuan

Secara sederhana sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang

menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan

struktur, lapisan, serta bagaimana gejala sosial lainnya yang saling

berhubungan. Dengan ilmu ini suatu fenomena dapat dianalisa

dengan menghadirkan faktor-faktor yang mendorong terjadinya

hubungan tersebut, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan

yang mendasari terjadinya proses tersebut, saat ini teori-teori

sosiologi dapat juga dijadikan sebagai salah satu pendekatan untuk

memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena

banyaknya bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara

proposional dan lengkap apabila menggunakan jasa dan bantuan

sosiologi. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit

28Heddy Shri Ahimsa-putra, the living quran...,251.

dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Disinilah letaknya

sosiologi sebagai satu alat dalam memahami ajaran agama.29

Sosiologi dalam research Living Qur’an dan Hadis

bertugas untuk menjelaskan keadaan sosial yang berupa

institusional atau organisasi Islam, baik prilaku individu maupun

kelompok yang diduga merupakan pengaruh dari normativitas

hadis nabi. Oleh sebab itu, kehadiran sosiologi dalam kajian Living

Qur’an dan hadis adalah proses perwujudan Al-Qur’an dan Hadis

dalam kehidupan nyata, baik secara sadar atau tidak sadar.

Pendekatan sosiologi memiliki peranan penting dalam usaha untuk

memahami dan menggali makna-makna yang sesungguhnya

dikehendaki oleh Al-Qur’an. Selain disebabkan oleh Islam sebagai

agama yang lebih mengutamakan hal-hal yang berbau sosial

daripada individual yang terbukti dengan banyakanya ayat Al-

Qur’an dan Hadis yang berkenaan dengan urusan muamalah

(sosial), hal ini juga disebabkan banyak kisah dalam Al-Qur’an

yang kurang bisa dipahami dengan tepat kecuali dengan

29Ahmad Mukhlisin, Aan Suhendri, and Muhammad Dimyati. “Metode

Penetapan Hukum Dalam Brfatwa.” Al-Istinbath: Jurnal Hukum Islam 3.2 (2018): 167.

pendekatan sosiologi. Sebagai contoh, kisah Nabi Yusuf yang

dulunya budak lalu akhirnya menjadi penguasa di Mesir dan kisah

Nabi Musa yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Nabi

Harun. Kedua kisah itu baru dapat dimengerti dengan tepat dan

dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial.30

Memandang The Living Qur’an atau “Al-Qur’an yang

hidup” secara antropologi pada dasarnya adalah memandang

fenomena ini secara fenomena sosial-budaya, yakni sebagai

sebuah gejala yang berupa pola-pola prilaku individu-individu

yang muncul dari dasar pemahaman mereka mengenai Al-

Qur’an.31 Dalam realitanya, fenomena pembacaan Al-Qur’an

sebagai sebuah apresiasi dan respon umat Islam ternyata sangat

beragam. Ada berbagai model pembacaan Al-Qur’an, yang mulai

berorientasi pada pemahaman dan pendalaman maknanya seperti

yang banyak dilakukan oleh para ahli tafsir, sampai yang sekedar

membaca Al-Qur’an sebagai ritual atau untuk memperoleh

30Ida Zahra Adiba, “Pendekatan Sosiologi Dalam Studi Islam.”

Inspirasi: Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam 1.1 (2017).14-15 31 Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Qur’an: Beberapa Perspektif

Antropologi”, Walisongo:Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20.1 (Mei 2012).

ketenangan jiwa. Bahkan ada model pembacaan Al-Qur’an yang

bertujuan untuk mendatangkan kekuatan magis (supernatural) atau

terapi pengobatan dan sebagainya.32 Praktek memperlakukan Al-

Qur’an atau unit-unit tertentu dari Al-Qur’an sehingga bermakna

dalam kehidupan praktis oleh sebagian komunitas muslim tertentu

pun banyak terjadi, bahkan rutin dilakukan. Seperti yang dilakukan

oleh masyarakat Desa Susukan Kecamatan Tirtayasa Kabupaten

Serang yang rutin mempraktekan tradis Rujakan untuk

memperoleh kerido’an Allah SWT, dan keselamatan dunia akhirat.

4. Sejarah Sosial

Secara terminologi, sejarah didefinisifakn sebagai berikut:

(1) kesustraan lama, silsilah, asal-usul; (2) kejadian dan peristiwa

yang bena-benar terjadi pada masa lampau; dan (3) ilmu

pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang

benar-benar terjadi pada masa lalu. Sementara itu para ahli sejarah

cenderung mengartikan sejarah dengan: (1) sejumlah perubahan,

kejadian dan peristiwa dalam kenyataan sekitar kita; (2) cerita

32Abdul Mustaqim, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis,

(Yogyakarta: Teras, 2007), 65.

tentang perubahan, kejadian dan peristiwa yang merupakan realitas

kehidupan; (3) ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan,

kejadian peristiwa yang merupakan realitas tersebut. Taufik

Abdullah mendefinisikan sejarah sebagai suatu ilmu yang di

dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan

unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari

peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak

dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya,

siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Disamping itu,

melalui pendekatna sejarah seseorang akan diajak menukik dari

alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari

keadaan ini, seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau

keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang

ada di alam empiris dan historis.33

Jika ditelisik secara historis, praktek memperlakukan Al-

Qur’an, surat-surat atau ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur’an untuk

kehidupan praksis umat, pada hakikatnya sudah terjadi sejak masa

33Kharisul Wathoni, “Pendekatan Sejarah Sosial Dalam Kajian Politik

Pendidikan Islam.” TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 5.

awal Islam, yakni pada masa Rasulullah SAW. Sejarah mencatat,

Nabi Muhammad Saw. dan para sahabat pernah melakukan

praktek ruqyah, yaitu mengobati dirinya sendiri dan juga orang lain

yang menderita sakit dengan membacakan ayat-ayat tertentu di

dalam Al-Qur’an. Hal ini didasarkan atas sebuah hadist shahih

yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam shahih al-

Bukhari.34 Surat yang dipakai oleh Nabi Muhammad saw ialah

surat al-Fatihah dan al-Ma’uzatain. Secara simetris, surat al-

Fatihah tidak berkaitan dengan penyakit atau pengobatan, tetapi

nyatanya ayat yang digunakan untuk praktik pengobatan. Merujuk

pada Manna’ al-Qathan, ia mengelompokkan aktifitas membaca

al-Qur’an menjadi tiga kategori. Pertama, membaca Al-Qur’an

sebagai ibadah. Kedua, membaca Al-Qur’an untuk mendapatkan

petunjuk. Ketiga, membaca Al-Qur’an sebagai alat justifikasi.35

34Didi junaedi, “Sebuah Pendektan Baru dalam Kajian Al-Qur’an (Studi

Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan

Kab. Cirebon).” Joernal Of Qur’an and Hadith Studies 4.2 (2015) 176-177. 35Raidhoul Wahidin, “Hidup Akrab Dengan Al-Qur’an; Kajian Living

Qur’an dan Living Hadis Pada Masyarakat Indragiri Hilir Riau.” Jurnal Penelitian dan Pengabadian, 1.2 (Juli-Desember, 2013), 104.

Dalam konteks ini, kajian tentang living Qur’an (termasuk living

gasi) tampaknya begian dari kategori ketiga.

5. Folklor, Bentuk dan Fungsinya

Secara etimologi kata “folklor” adalah pengindonesiaan kata

bahasa Inggris folklore. Kata ini adalah kata majemuk, yang

berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk adalah sekelompok

orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan budaya

sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainya.36

sedangkan lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya,

yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui

suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu

pengingat (mnomonic device).37

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa

folklor merupakan adat-istiadat dan cerita hikayat yang diwariskan

turun temurun, tetapi tidak dibukukan.38 folklor juga merupakan

ilmu adat-istiadat tradisional dan cerita-cerita rakyat yang tidak

36Suardi Endaswara, Folklor nusantara: Hakikat, Bentuk dan Fungsi,

(Yogyakarta, Penerbit Ombak, 2013), 1. 37 Danandja, Folklor Indonesia, (Jakarta: Pustaka Grafitipers, 2007), 1-

2. 38 https://kbbi.web.id/folklor

dibukukan. Pendapat lain dikemukakan oleh Endarswara, bahwa

folklor merupakan wujud budaya dan diwariskan secara turun

menurun secara lisan (oral) dan berguna bagi pendukungnya.

Lebih lanjut, folklor juga meliputi berbagai hal, seperti

pengetahuan, asumsi, tingkah laku, etika, perasaan, kepercayaan

dan segala praktik-praktik kehidupan tradisional, serta memiliki

fungsi tertentu bagi pemiliknya.39

Menurut Danandjaja agar dapat membedakan folklor dari

kebudayaan lainya, kita harus mengetahui dahulu ciri-ciri pengenal

utama folklor pada umumnya ciri-ciri tersebut adalah sebagai

berikut :

a. penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan

yaitu disebarkan melalui tutur kata dari mulut kemulut.

b. folklor bersifat tradisional yaitu disebarkan dalam bentuk

relatif tetap dalam bentuk standar.

c. folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian

yang berbeda. Walaupun demikian perbedaannya terletak

39 Endraswara, Suwardi,Buku Pinter Budaya Jawa Mutiara Adiluhung

Orang Jawa.(Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2010), 3-4.

pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya

dapat tetap bertahan.

d. folklor bersifat anonim yaitu nama penciptanya sudah

tidak diketahui oleh orang lain.

e. folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau

berpola.

f. folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama

suatu kolktif.

g. folklor bersifat pralogis yaitu mempunyai logika sendiri

yang tidak sesuai dengan logika umum.

h. folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu.

i. folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga

sering kali kelihatannya kasar dan spontan.40

1) Bentuk-bentuk folklor

(a)Folklor Lisan, yaitu folklor yang bentuknya memang murni

lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk kedalam

kelompok besar ini diantara lain (1) bahasa rakyat (folk speech)

40Dananjdja, Folklor Indonesia.,,,, 3-4

seperti logat, julukan pangkat tradisional, dan title

kebangsawanan; (2) ungkapan tradisional, seperti pribahasa,

pepatah, dan pameo; (3) pertanyaan tradisional, seperti teka-

teki; (4) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam dan syair; (5)

cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng; (6)

nayanyian rakyat. (b) Folklor sebagian lisan, yaitu folklor yang

bentuknya merupakn campuran unsur lisan dan unsur bukan

lisan. Kepercayaan rakyat, asalnya yang boleh orang ‘modern’

sering kali disebut takhayul itu, terdiri dari pernyataan yang

bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap

memiliki makna gaib, seperti tanda salib bagi orang Kristen

Katolik yang dianggap dapat melindungi seseorang dari

gangguan hantu, atau ditambah engan benda material yang

dianggap berkhasiat untuk melindungi diri atau dapat membawa

rezeki, seperti batu-batu permata tertentu. Bentuk-bentuk

folklor yang tergolong dalam bentuk besar ini, selain

kepercayaan rakyat, adalah permainan rakyat, teater rakyat, tari

rakyat, adat istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain. (c)

Folklor bukan lisan, yaitu bentuknya bukan lisan, walaupun

cara pembentukannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar

ini dapat dibagi menjadi dua sub kelompok, yakni yang material

dn yang bukan material. Bentuk-bentuk folklor yang

tergololong material antara lain: arsitek rakyat (bentuk rumah),

kerajiann tangan rakyat, pakaian, dan perhiasan tubuh adat,

makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional.

Bentuk folklor yang bukan material antara lain: gerak isyarat

tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat

(kentongan tanda bahaya).41

2) Fungsi folkor

Bascom melalui Danandjaja menyatakn bahwa

fungsi folklor adalah sebagai berikut.

a) sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat

pencermin angan-angan suatu kolektif.

b) Sebagai alat pengesahan pranta-pranta dan

lembaga kebudayaan.

c) Sebagai alat pendidikan anak.

41Danandjaja, J, Folklor Indonesia, (Jakarta: Pustaka Grafitipers,

1986), 18.

d) Sebagai alat pemaksa dan pengawas, agar

norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi

anggota kolektifnya.42

Fungsi folklor mempunyai arti bahwa sebagian dari

kehidupan masyarakat kedudukan atau fungsi folklor yang

menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat

dalam tradisi rujakan di Desa Sususkan Kecamatan Tirtayasa

Kabupaten Serang memiliki fungsi anatara lain adalah untuk

menghormati adat kebiasaan leluhur, sehingga masih digunakan

dan dijalankan. Disamping itu kedudukan sebagai upacara ritual

tradisi yang masih tetap eksis sampai sekarang.

42 Danandjaja, J,Folklor Indonesia...,19.