Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
II-1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Desa
Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat
istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah
Kabupaten. Menurut Widjaja (2003:3)[5] memberikan definisi Desa adalah
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan
hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai
Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Menurut Indrizal (2006)[6] menyatakan Desa dalam pengertian umum sebagai :
“suatu gejala yang bersifat Universal, terdapat dimanapun di dunia ini, sebagai suatu komunitas keil, yang terkait pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan terutama yang tergantung pada sektor pertanian menurut” Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan:
“Desa adalah kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (Dikepalai oleh seorang Kepala Desa) atau desa merupakan kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan”.
Menurut UU no 06 Tahun 2014 Tentang Desa[2]Memberikan pengertiannya
untuk desa yaitu:
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”
Pengertian tersebut sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa[1], yang menyatakan bahwa:
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
II-2
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Berdasarkan Pengertian di atas, maka dapat dilihat bahwa desa adalah suatu
kesatuan masyarakat terkecil dalam suatu daerah yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dilingkungannya tersebut
dalam Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa.
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan
Desa[1] menyebutkan bahwa:
“Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggaran Pemerintahan Desa. Perangkat Desa terdiri dari Badan Permusyawaratan Desa, Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD), Sekretaris Desa, Kepala Seksi, dan Bendahara. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kepala desa dibantu oleh perangkat desa, oleh karena itu perangkat desa diangkat dan diberhentikan oleh kepala desa. kemudian, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat desa bertanggung jawab terhadap Kepala Desa”
UU No 06 Tahun 2014 tentang Desa[2] menyatakan Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa berdasarkan asas:
a. kepastian hukum;
b. tertib penyelenggaraan pemerintahan;
c. tertib kepentingan umum;
d. keterbukaan;
e. proporsionalitas;
f. profesionalitas;
g. akuntabilitas;
h. efektivitas dan efisiensi;
i. kearifan lokal;
j. keberagaman; dan
k. partisipatif.
II-3
2.1.1 Organisasi dan Kekuasan Pengelolaan Keuangan Desa
Pemerintahan Desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat
yang memiliki peran strategis untuk mengatur masyarakat yang ada di pedesaan
demi mewujudkan pembangunan pemerintah. Berdasarkan perannya tersebut
maka terbitlah Peraturan-Peraturan atau Undang-Undang yang berkaitan dengan
Pemerintahan Desa yang mengatur tentang Pemerintahan Desa, sehingga roda
pemerintahan berjalan dengan optimal.
Pemerintahan Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa, yang
meliputi Sekretaris Desa dan Perangkat Lainnya. Struktur Organisasinya adalah
sebagai berikut:
Gambar II.1 Struktur Organisasi pemerintah Desa
Aparatur Desa yang terkait dalam pelaksanaan Penatausahaan Keuangan Desa
memiliki Tugas dan wewenang yang seharusnya dilaksanakan dilihat dari
beberapa point peraturan yang telah mengatur tentang Desa.
1. Kepala Desa
Kepala Desa adalah Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain
yang dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa
(UU no 6 Tahun 2014 pasal 26 ayat 1)[2].
Kewajiban Kepala Desa dalam melaksanakan Tugas yang berkaitan dengan
penatausahaan menurut UU no 6 Tahun 2014[2] adalah:
Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang Akuntabel, Transparan,
Profesional, Efektif Dan Efisien, Bersih, Serta Bebas Dari Kolusi, Korupsi, dan
Nepotisme.
BPD Kepala Desa
Sekretaris Desa
Pelaksanaan Teknis
Kaur Pem Kaur
Pemb
Kaur
Kesra
Kaur
Keuanga
n
Kaur
Umum
II-4
2. Sekertaris Desa
Sekertaris Desa Merupakan Perangkat Desa yang bertugas membantu Kepala
desa mempersiapkan dan melaksanakan Pengelolaan Administrasi desa,
mempersiapkan bahan penyusunan laporan penyelenggaraan pemerintahan
desa. Fungsi Sekertaris Desa adalah:
a. Menyelenggarakan kegiatan administrasi dan mempersiapkan bahan
untuk kelancaran tugas kepala desa.
b. Membantu dalam persiapan penyusunan peraturan desa.
Kekuasaan yang dimiliki oleh Aparatur Desa berdasarkan Permendagri No 113
tahun 2014[1] terkait Penatausahaan keuangan yaitu :
1. Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa dan
mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan Kekayaan Milik Desa yang
dipisahkan. Kepala Desa memiliki kewenangan:
a. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa.
b. Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam
APBDesa.
2. Sekretaris Desa bertindak selaku Koordinator Pelaksana Teknis Pengelolaan
Keuangan Desa. Sekretaris mempunyai tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APBDesa;
b. Melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran
APBDesa.
3. Bendahara di jabat oleh staf pada Urusan Keuangan. Bendahara mempunyai
tugas: Menerima, Menyimpan, Menyetorkan/Membayar, Menatausahakan,
Dan Mempertanggungjawabkan Penerimaan Pendapatan Desa dan
Pengeluaran Pendapatan Desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.
Di dalam Permendagri No 84 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Pemerintah Desa[7] juga menyebutkan dalam setiap pasalnya tentang tugas
dan fungsi dari Aparatur Desa terkait Penatausahaan Keuangan yaitu:
1. Kepala Desa
Kepala Desa berkedudukan sebagai Kepala Pemerintah Desa yang memimpin
penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Untuk melaksanakan tugas terkait tata
usaha Desa Kepala Desa memiliki fungsi sebagai berikut:
II-5
PemerintahaMenyelenggarakan Pemerintahan Desa, seperti tata praja
Pemerintahan, penetapan peraturan di desa, pembinaan masalah pertanahan,
pembinaan ketentraman dan ketertiban, melakukan upaya perlindungan
masyarakat, administrasi ke pendudukan, dan penataan dan pengelolaan
wilayah.
2. Sekretaris Desa
Sekretaris Desa berkedudukan sebagai unsur pimpinan Sekretariat Desa.
Bertugas membantu kepala Desa dalam menjalankan fungsi pemerintahan.
Untuk melaksanakan tugas terkait Penatausahaan Sekretaris Desa mempunyai
fungsi:
Melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan administrasi keuangan,
administrasi sumber pendapatan dan pengeluaran, Verifikasi Administrasi
keuangan, dan admnistrasi penghasilan Kepala Desa, Perangkat Desa, BPD,
dan lembaga pemerintahan desa lainnya.
3. Kepala urusan
Kepala Urusan berkedudukan sebagai unsur staf sekretariat. Pendukung
pelaksanaan tugas-tugas. Untuk melaksanakan tugas terkait Penatausahaan
Kepala Urusan mempunyai fungsi:.
Kepala urusan keuangan memiliki fungsi seperti melaksanakan urusan
keuangan seperti pengurusan administrasi keuangan, administrasi sumber-
sumber pendapatan dan pengeluaran, Verifikasi Administrasi Keuangan.
Dari setiap aturan yang mengatur tentang Desa telah dipaparkan tentang
Tugas, Fungsi, Wewenang, Hak, dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
Aparatur Desa. Dari setiap point yang telah disebutkan, sangat jelas bahwa setiap
bagian dari aparatur Desa seperti Kepala Desa, Sekertaris Desa, dan Bendahara
telah memiliki wewenang dan fungsi yang benar benar harus dilaksanakan dalam
penyelenggaraan pemerintah Desa dalam proses Penatausahaan Keuangan Desa.
2.1.1.1 Pengembangan Kompetensi Aparatur Desa
Dalam melaksanakan Penatausahaan, Aparatur Desa harus memiliki
Kemampuan agar dapat menunjang perangkat Desa dalam melaksanakan
Penyelenggaraan pemerintah Desa, pengembangan Aparatur Desa itu sendiri
II-6
dilaksanakan dengan pengembangan kompetensi kepada aparatur desa dengan
melaksanakan beberapa aspek yang harus direalisasikan.
Menurut (Hasibuan;2010)[8] tujuan pengembagan kompetensi yaitu produktivitas
kerja karyawan yang meningkat, kualitas dan kwantitas akan semakin baik,
karena teknikal skill, dan manajerial skill aparatur yang semakin baik.
Pengembangan Kompetensi tersebut terbagi kepada beberaopa point yaitu sebagai
berikut (Rusmiwari;2016)[9]:
1. Peningkatan Ketrampilan
Upaya pengembangan kapasitas kompetensi aparatur Desa melalui
peningkatan keterampilan yang dilakukan oleh pelaksanaan pelatihan-
pelatihan dilaksanakan kurang lebih dalam kurun waktu 1 tahun dua kali
pelaksanaan. Hal ini sangat tepat untuk menunjang ketrampilan aparatur
tersebut dalam menjalankan tugasnya. Jika ditinjau berdasarkan data tingkat
pendidikan aparatur di Desa mayoritas pendidikan terakhir lulusan SMA
sederajat, maka tidak berlebihan apabila dilaksanakan peningkatan
ketrampilan melalui pelatihan-pelatihan. Selain itu dengan adanya
Pengembangan Kompetensi melalui peningkatan ketrampilan tersebut mampu
mewujudkan peningkatan Keahlian Aparatur.
2. Pengetahuan Aparatur
Upaya yang dilakukan dalam internal instansi untuk meningkatkan
pengetahuan dan wawasan yaitu dengan mengadakan kunjungan-kunjungan
atau studi banding. Sementara itu di eksternal instansi memberikan
kesempatan aparaturnya untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang
dilaksanakan Pemerintah Kota/Kabupaten. Dengan ini pengembangan
kompetensi merupakan suatu yang sudah melekat pada dirinya yang dapat
digunakan untuk memprediksi tingkat kinerja aparatur. Sehingga
peningkatan pengetahuan bisa dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan.
3. Pendidikan dan Pelatihan
Usaha untuk Pengembangan kompetensi aparatur yang dilakuakan
Pemerintah Desa, pada dasarnya salah satu upaya untuk meningkatkan
kemampuan aparatur itu sendiri. Agar tercipta sumberdaya manusia yang
berkompeten, dengan memberikan kesempatan untuk mengikuti kegiatan
II-7
workshop, kunjungan-kunjungan selain itu juga mengikuti Pembinaan Dan
Pelatihan-Pelatihan yang sesuai dengan kompetensinya masing-masing.
4. Keahlian Aparatur
Kesesuaian keahlian yang dimiliki seseorang dengan tugas yang diberikan,
tentu hal ini akan memberikan motivasi aparatur untuk menyelesaikan
tugasnya dengan baik. Sebagai modal kerja untuk meningkatkan kinerja
aparatur, pemerintah desa harus mengupayakan aparaturnya untuk mengikuti
pelatihan-pelatihan yang disesuaikan dengan bidang kerjanya masing-masing.
Pernyataan Rivai (2009: 213)[10] “Melalui pelatihan yang dilaksanakan
merupakan suatu bentuk dari usaha dalam hal peningkatan kinerja aparatur,
sesuai pekerjaannya saat ini yang dijalaninya menjadi perubahan yang lebih
maksimal”.
5. Kemampuan teknis
Upaya dalam meningkatkan efisiensi baik tenaga dan waktu dari suatu
kegiatan dalam pelayanan maupun pengelolaan, tentu tidak terlepas dari
dukungan maupun peran pemerintah itu sendiri. Tindakan yang dilakukan
pemerintah desa untuk meningkatkan kemampuan teknis yaitu
mendelegasikan aparaturnya mengikuti bimbngan teknis di pemerintah Kota/
kabupaten. Dengan adanya pendelegasian aparatur mengikuti bimbingan
teknis akan banyak perubahan positif pada Pemerintah Desa itu sendiri.
Pelaksanaan pelatihan tersebut terdiri dari pelatihan proses mengoprasian aplikasi
sistem informasi tata kelola keuangan desa untuk kegiatan penatausahaan dari
proses awal hingga pelaporan(modul petunjuk pengoprasian aplikasi sistem Tata
kelola Keuangan Desa)[13].
Tujuan dan manfaat dari pelaksanaan pengembangan kompetensi tersebut adalah:
Mampu mewujudkan peningkatan keahlian Aparatur Desa, yang pada
awalnya sebelum mempunyai ketrampilan akan menjadi kendala dalam
Penyelenggaraan Penatausahaan Keuangan.
Agar aparatur desa termotivasi untuk meningkatkan pengetahuan dan
wawasan yang lebih luas serta pola pikir yang kritis, agar tidak
ketinggalanakan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.
II-8
Mampu membawa perubahan yang lebih baik terhadap kemampuan
maupun keterampilan dalam menagani tugasnya.
Dapat memotivasi aparatur untuk memacu prestasi kerja juga dapat
meningkatkan aparatur untuk mengembangkan kemampuan.
Dalam pelaksanaanya pengembangan kompetensi melalui pelatihan-pelatihan,
maupun bimbingan teknis tersebut mengalami beberapa kendala diantaranya yaitu
(Rusmiwari;2016)[9]:
a) Sumber daya manusia (SDM) yang sudah tua, menjadikan kemauannya
untuk belajar rendah Sehingga motivasi dalam meningkatkan kinerja
menjadi berkurang.
b) Terbatasnya dana untuk pengembangan kompetensi aparatur, hal tersebut
menjadikan kurang optimal. Apalagi berkaitan dengan pendidikan
maupun pelatihan-pelatihan yang membutuhkan dana yang tidak sedikit.
c) Jumlah aparatur yang terlalu sedikit sehingga sementara belum mengadakan
pelatihan-pelatihan secara mandiri.
d) Kewenangan Kepala Desa terbatas dalam hal memaksa aparatur untuk
mengikuti pelatihan-pelatihan tersebut, sehingga tidak bisa memaksakan
kehendak aparatur yang SDM sudah tua.
2.1.2 Pengelolaan Keuangan Desa
Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
Perencanaan, Pelaksanaan, Penatausahaan, Pelaporan, Dan Pertanggungjawaban
Keuangan Desa. Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul
dan kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APBDesa. Penyelenggaraan
kewenangan lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat
didanai oleh Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Dan Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah. Penyelenggaraan kewenangan Desa yang
ditugaskan oleh Pemerintah didanai oleh Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara. Dana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara dialokasikan pada
bagian anggaran Kementerian/Lembaga dan disalurkan melalui Satuan Kerja
Perangkat Daerah Kabupaten/Kota (agus dan madya;2015)[11].
II-9
Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah
daerah didanai oleh Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. Seluruh
pendapatan Desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas Desa dan
penggunaannya ditetapkan dalam APB Desa. Pencairan dana dalam rekening kas
Desa ditandatangani oleh kepala Desa dan Bendahara Desa. Pengelolaan
keuangan Desa meliputi:
a) Perencanaan.
b) Pelaksanaan
c) Penatausahaan
d) Pelaporan; dan
e) Pertanggungjawaban.
Kepala Desa adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa.
Dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan Keuangan Desa, kepala Desa
menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa. Dalam
Permendagri No 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan keuangan Desa[1], yang
dimaksudkan Pengelolaan keuangan Desa adalah Pengelolaan Keuangan Desa
adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi Perencanaan, Pelaksanaan,
Penatausahaan, Pelaporan, Dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa.
Pengelolaan yang dilakukan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang
dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Keuangan Desa yang
dikelola berdasarkan asas-asas Transparansi, Akuntabilitas, Partisipatif serta
dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Keuangan desa dikelola dalam
masa 1 tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 januari sampai dengan tanggal 31
Desember (Sujarweni;2015)[12].
Dalam pelaksanaan Pengelolaan keuangan desa terdapat Prinsip-Prinsip
Penganggaran Desa, Penganggaran dipengaruhi beberapa fakor
(Sumpeno;2011;2)[13]:
II-10
1. Transparansi
Menyangkut keterbukaan pemerintah desa kepada masyarakat mengenai
berbagai kebijakan atau program yang ditetapkan dalam rangka
Pembangunan Desa.
2. Akuntabilitas
Menyangkut kemampuan pemerintah desa mempertanggungjawabkan
kegiatan yang dilaksanakan dalam kitannya dengan masalah pembangunan
dan pemerintahan desa. Pertanggungjawaban yang dimaksud terutama
menyangkut masalah finansial.
3. Partisipasi Masyarakat
Menyangkut kemampuan pemerintah desa untuk membuka peluang bagi
seluruh komponen masyarakat untuk terlibat dan berperan serta dalam proses
pembangunan desa. Hal ini sesuai dengan prinsip otonomi daerah yang
menitik beratkan pada peran serta masyarakat.
4. Penyelenggaraan pemerintahan yang efektif
Menyangkut keterlibatan masyarakat dalam penyusunan anggaran Desa.
5. Pemerintah tanggap terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat
Menyangkut kepekaan Pemerintah Desa terhadap permasalahan yang ada
dalam kehidupan masyarakat dan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan
masyarakat.
6. Profesional
Menyangkut keahlian yang harus dimiliki oleh seorang Aparatur sesuai
dengan jabatannya.
Dalam UU no 06 Tahun 2014 pasal 7 Tentang Desa[2] mengemukakan
tentang penataan desa yaitu Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan penataan Desa. Penataan
sebagaimana dimaksud berdasarkan hasil evaluasi tingkat perkembangan
Pemerintahan Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penataan sebagaimana dimaksud bertujuan:
a. Mewujudkan Efektivitas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. Mempercepat Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Desa;
c. Mempercepat Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik;
II-11
d. Meningkatkan Kualitas Tata Kelola Pemerintahan Desa; dan
e. Meningkatkan Daya Saing Desa
Kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa dapat dilaksanakan dengan baik
tentunya harus didukung diantaranya oleh Sumber Daya Manusia Yang Kompeten
Dan Berkualitas serta sistem dan prosedur keuangan yang memadai. Oleh
karenanya, Pemerintah Desa harus memiliki Struktur Organisasi Pengelolaan
Keuangan, uraian tugas, bagan alir, dan kriteria yang menjadi acuan dalam
kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa.
2.1.2.1 Perencanaan Keuangan Desa
Menurut Modul petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konsultasi
pengelolaan keuangan desa (2015)[13], Pemerintah Desa menyusun perencanaan
pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada
perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Perencanaan Pembangunan Desa
meliputi RPJM Desa dan RKP Desa yang disusun secara berjangka dan
ditetapkan dengan Peraturan Desa. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa (RPJM Desa) untuk jangka waktu 6 tahun sedangkan Rencana
Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah
Desa (RKP Desa) untuk jangka waktu 1 tahun. RKP Desa merupakan
penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa. Perencanaan
pembangunan desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam
musyawarah desa yang pelaksanaannya paling lambat pada bulan Juni tahun
anggaran berjalan.
1. Rencana Pembangunan Jangka MenengahDesa (RPJM Desa)
Dalam menyusun RPJM Desa,pemerintah desa wajib menyelenggarakan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) secara
partisipatif. Musrenbangdes diikuti oleh pemerintah desa, Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat desa, yang terdiri atas
tokoh adat, tokoh agama,tokoh masyarakat dan/atau tokoh pendidikan.
RPJM Desa ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan terhitung
sejak tanggal pelantikan kepala desa.
II-12
2. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa)
RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berkaitan dengan pagu indikatif desa
dan rencana kegiatan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. RKP Desa mulai disusun oleh
Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan sudah harus
ditetapkan paling lambat pada bulan September tahun anggaran
berjalan.Rancangan RKP Desa paling sedikit berisi uraian sebagai berikut:
a) Evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya
b) Prioritas Program, Kegiatan, Dan Anggaran Desa yang dikelola oleh
desa;
c) Prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola melalui
kerja sama antar desa dan pihak ketiga;
d) Rencana program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola oleh
desa sebagai kewenangan penugasan dari pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
e) Pelaksana kegiatan desa,yang terdiri atas unsur perangkat desa
dan/atau unsur masyarakat desa.
Rancangan RKP Desa dilampiri Rencana Kegiatan dan Rencana
Anggaran Biaya (RAB) yang telah diverifikasi oleh tim verifikasi. Selanjutnya,
Kepala Desa menyelenggarakan Musrenbangdes yang diadakan untuk
membahas dan menyepakati rancangan RKP Desa. Rancangan RKP Desa
memuat rencana penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat
desa.Rancangan RKP Desa berisi prioritas program dan kegiatan yang didanai:
Pagu indikatif desa Pendapatan Asli Desa.
Swadaya masyarakat desa.
Bantuan keuangan dari pihak ketiga.
Bantuan keuangan dari pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah
daerah kabupaten/kota.
II-13
RKP Desa menjadi dasar dalam penyusunan rancangan APB Desa (RAPB
Desa). Teknis penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa agar tercipta
keselarasan telah diatur tata caranya dalam Permendagri Nomor 114 Tahun
2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa[14], sedangkan untuk prioritas
penggunaan Dana Desa khususnya tahun 2015 telah ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 5 tentang Penetapan
Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015. Rancangan Peraturan Desa tentang
RKP Desa dibahas dan disepakati bersama oleh Kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa tentang RKP
Desa.
Gambar II.2
Perencanaan keungan Desa
2.1.2.2 Pelaksanaan Keuangan Desa
Dalam pelaksanaan keuangan desa, terdapat beberapa prinsip umum
yang harus ditaati yang mencakup penerimaan dan pengeluaran. Prinsip
itu diantaranya bahwa seluruh penerimaan dan pengeluaran desa dilaksanakan
melalui Rekening Kas Desa. Pencairan dana dalam Rekening Kas Desa
ditandatangani oleh Kepala Desa dan Bendahara Desa. Namun khusus bagi
desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya maka
pengaturannya lebih lanjut akan ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Dengan pengaturan tersebut, maka pembayaran kepada pihak ketiga secara
II-14
normatif dilakukan melalui transfer ke rekening bank pihak ketiga
(Sujarweni;2015)[12].
Dalam pelaksanaannya, Bendahara Desa dapat menyimpan uang
dalam kas desa pada jumlah tertentu untuk memenuhi kebutuhan operasional
Pemerintah Desa. Batasan jumlah uang tunai yang disimpan dalam kas desa
ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Selain itu, agar operasional
kegiatan berjalan lancar, dimungkinkan juga pembayaran kepada pihak ketiga
dilakukan dengan menggunakan kas tunai melalui pelaksana kegiatan (panjar
kegiatan). Pemberian panjar kepada pelaksana kegiatan dilakukan dengan
persetujuan terlebih dahulu dari kepala desa setelah melalui verifikasi
Sekretaris Desa. Semua penerimaan dan pengeluaran desa didukung oleh
bukti yang lengkap dan sah serta ditandatangani oleh Kepala Desa dan
Bendahara Desa (hamzah dalam Sujarweni; 2015)[12].
Pada Permendagri No 113 Tahun 2014[1] ada beberapa hal yang menjadi
ketentuan dalam pelaksanaan keuangan Desa terkait penatausahaan yaitu :
1. Bendahara dapat menyimpan uang dalam Kas Desa pada jumlah tertentu
dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional pemerintah desa.
2. Pengaturan jumlah uang dalam kas desa ditetapkan dalam Peraturan
Bupati/Walikota.
3. Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan
sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi
peraturan desa.
4. Pengeluaran desa tidak termasu untuk belanja pegawai yang bersifat mengikat
dan operasional perkantoran yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa.
5. Rencana Anggaran Biaya di verifikasi oleh Sekretaris Desa dan di sahkan
oleh Kepala Desa.
6. Berdasarkan rencana anggaran biaya pelaksana kegiatan mengajukan Surat
Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa.
7. Berdasarkan SPP yang telah di verifikasi Sekretaris Desa, Kepala Desa
menyetujui permintaan pembayaran dan bendahara melakukan pembayaran.
8. Pembayaran yang telah dilakukan selanjutnya bendahara melakukan
pencatatan pengeluaran.
II-15
9. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak
lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang
dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
2.1.2.3 Penatausahaan Keuangan Desa
Penatausahaan Keuangan Desa adalah kegiatan pencatatan yang
khususnya dilakukan oleh Bendahara Desa. Bendahara Desa wajib melakukan
pencatatan terhadap seluruh transaksi yang ada berupa penerimaan dan
pengeluaran. Bendahara Desa melakukan pencatatan secara sistematis dan
kronologis atas transaksi-transaksi keuangan yang terjadi. Penatausahaan
keuangan desa yang dilakukan oleh Bendahara Desa dilakukan dengan cara
sederhana, yaitu berupa pembukuan belum menggunakan jurnal akuntansi.
Penatausahaan baik penerimaan kas maupun pengeluaran kas, Bendahara Desa
menggunakan:
Buku Kas Umum
Buku Kas Pembantu Pajak
Buku Bank
Bendahara Desa melakukan pencatatan atas seluruh penerimaan dan
pengeluaran dalam Buku Kas Umum untuk yang bersifat tunai. Sedangkan
transaksi penerimaan dan pengeluaran yang melalui bank/transfer dicatat dalam
Buku Bank. Buku Kas Pembantu Pajak digunakan oleh Bendahara Desa
untuk mencatat penerimaan uang yang berasal dari pungutan pajak dan
mencatat pengeluaran berupa penyetoran pajak ke kas Negara. Khusus
untuk pendapatan dan pembiayaan, terdapat buku pembantu berupa Buku
Rincian Pendapatan dan Buku Rincian Pembiayaan (modul pengelolaan keuangan
desa;2015)[15].
Penatausahaan Keuangan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
proses Pengelolaan Keuangan Desa, Pelaksanaan penatausahaan keuangan dalam
pemerintahan desa harus menetapkan bendahara desa, penetapan bendahara desa
harus dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan
berdasarkan keputusan kepala desa. Kepala desa dalam melaksanakan
II-16
penatausahaan keuangan desa harus menetapkan bendahara desa. Penetapan
bendahara desa harus dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran
bersangkutan, Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh kepala desa
untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayar dan
mempertanggungjawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBDes
(hamzah dalam Sujarweni; 2015)[12].
Bendahara desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan
pertanggungjawaban. Laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap bulan
kepada Kepala Desa dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Menurut
Permendagri No 113 tahun 2014[1] Laporan pertanggungjawaban yang wajib
dibuat oleh Bendahara Desa adalah :
1. Buku Kas Umum
Buku Kas Umum digunakan untuk mencatat berbagai aktivitas yang
menyangkut penerimaan dan pengeluaran kas, baik secara tunai maupun
kredit, digunakan untuk mencatat mutasi perbankan atau kesalahan dalam
pembukuan. Buku Kas umum dapat dikatakan sebagai sumber dokumen
transaksi. Semua transaksi yang telah dilakukan, untuk awalnya perlu
mencatat dibuku pembukuan masing-masing
2. Buku Kas Harian Pembantu
Buku Kas Harian Pembantu adalah buku yang digunakan untuk mencatat
transaksi pengeluaran dan pemasukan yang berhubungan dengan kas saja.
3. Buku Kas Pembantu Pajak
Buku Pajak digunakan untuk membantu buku kas umum, dalam rangka
penerimaaan dan pengeluaran yang berhubungan dengan pajak.
4. Buku Bank
Buku bank digunakan untuk membantu buku kas umum, dalam rangka
penerimaan dan pengeluaran yang berhubungan dengan uang bank.
Kegiatan pengelolaan keuangan desa dimullai dengan disahkannya Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa. Kemudian setelah disahkkan APBDes tersebut
dimulailah pelaksanaan transaksi Desa. Berdasarkan Permendagri No 113 tahun
2014 tentang Pengelolaan keuangan Desa[1] bendahara desa bertugas melakukan
penatausahaan pada transaksi-transaksi yang terjadi di Desa tersebut dengan
II-17
membuat dokumen yang diperlukan, dengan melakukan beberapa tahap
(Sujarweni, 2015)[12]
A. Tahap awal : Pembuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
Pada tahap awal pengelolaan keuangan desa dilakukan pembuatan anggaran
pendapatan dan belanja desa dalam kurun waktu 1 tahun kedepan dengan format
seperti berikut:
Tabel II.1 Format APBDes
Setelah APBDes diajukan maka Desa akan mendapatkan Pendapatan
Transfer Desa. Dana Transfer yang akan diberikan kepada desa telah tertuang
dalam APBD Provinsi/Kabupaten/Kota yang bersangkutan yang sebelumnya telah
diinformasikan kepada desayaitu 10 hari setelah KUA/PPAS disepakati kepala
daerah dan DPRD. Besaran alokasi yang diterima desa secara umum
Lampiran Peraturan Desa Nomor : Tahun : Tentang : Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
ANGGARAN
(Rp.)
2 3 4
1 PENDAPATAN
1 1 Pendapatan Asli Desa
1 1 1 Hasil Usaha
1 1 2 Swadaya, Partisipasi dan Gotong Royong
1 1 3 Lain-lain Pendapatan Asli Desa yang sah
1 2 Pendapatan Transfer
1 2 1 Dana Desa
1 2 2
Bagian dari hasil pajak &retribusi daerah
kabupaten/ kota
1 2 3 Alokasi Dana Desa
1 2 4 Bantuan Keuangan
1 2 4 1 Bantuan Provinsi
1 2 4 2 Bantuan Kabupaten / Kota
1 3 Pendapatan Lain lain
1 3 1
Hibah dan Sumbangan dari pihak ke-3 yang tidak
mengikat
1 3 2 Lain-lain Pendapatan Desa yang sah
JUMLAH PENDAPATAN
2 BELANJA
2 1 Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
2 1 1 Penghasilan Tetap dan Tunjangan
2 1 1 1 Belanja Pegawai:
- Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat
- Tunjangan Kepala Desa dan Perangkat
- Tunjangan BPD
2 1 2 Operasional Perkantoran
2 1 2 2 Belanja Barang dan Jasa
- Alat Tulis Kantor
- Benda POS
- Pakaian Dinas dfan Atribut
- Pakaian Dinas
- Alat dan Bahan Kebersihan
- Perjalanan Dinas
- Pemeliharaan
- Air, Listrik,dasn Telepon
- Honor
- dst…………………..
1
FORMATANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
PEMERINTAH DESA…………..TAHUN ANGGARAN………….
KODE REKENING URAIAN KETERANGAN
II-18
ditetapkan dalam bentuk Keputusan Kepala Daerah tentang penetapan besaran
alokasi, misalnya Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota tentang Penetapan
Besaran Dana Desa, Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak/Retribusi dan
Bantuan Keuangan. Atas alokasi anggaran tersebut selanjutnya dilakukan
penyaluran dana kepada desa secara bertahap sesuai ketentuan yang berlaku.
Setiap tahapan penyaluran memiliki persyaratan yang telah ditentukan dan
diatur dalam Peraturan Kepala Daerah yang mengacu pada peraturan yang lebih
tinggi (modul pengelolaan keuangan Desa;2015)[15].
Dalam pelaksanaannya, Bendahara Desa dapat menyimpan uang dalam
kas desa pada jumlah tertentu untuk memenuhi kebutuhan operasional pemerintah
desa. Batasan jumlah uang tunai yang disimpan dalam kas desa ditetapkan dengan
peraturan bupati/walikota. Selain itu, agar operasional kegiatan berjalan lancar,
dimungkinkan juga pembayaran kepada pihak ketiga dilakukan dengan
menggunakan kas tunaimelalui pelaksana kegiatan (panjar kegiatan). Pemberian
panjarkepada pelaksana kegiatan dilakukan dengan persetujuan terlebih dahulu
dari kepala desa setelah melalui verifikasi Sekretaris Desa. Semua penerimaan dan
pengeluaran desa didukung oleh bukti yang lengkap dan sah serta ditandatangani
oleh Kepala Desa dan Bendahara Desa (Sumpeno;2011)[16].
Pembuatan Anggaran disertai dengan beberapa dokumen untuk
melaksanakan realisasi dari kegiatan Penyelenggaraan Desa berdasarkan APBDes.
Dokumen tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel II.2 Format Rencana Anggaran Biaya
II-19
Tabel II.3 Format Surat Permintaan Pembayaran
Tabel II.4 Format pernyataan Tanggungjawab Belanja
B. Tahap kedua : Transaksi yang timbul dari Desa
Setelah anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa disahkan, kemudian penerimaan
pendapatan direalisasikan, Pendapatan desa yang bersifat Pendapatan Asli Desa
II-20
berasal dari masyarakat dan lingkungan desa,sedangkan pendapatan transfer
berasal dari pemerintah supra desa. Pihak yang terkait dalam proses penerimaan
pendapatan adalah pemberi dana (Pemerintah Pusat/Prov/Kab/Kota, Masyarakat,
Pihak ketiga), Penerima Dana (Bendahara Desa/Pelaksana Kegiatan/Kepala
Dusun) dan bank.
Setelah penerimaan pendapatan kemudian terjadi pelaksanaan
pengeluaran/Belanja Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan yang disepakati dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan
prioritas Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota. Hal tersebut seluruhnya tertuang dalam RKP Desa
yang pelaksanaannya akan diwujudkan melalui APB Desa. Setelah APB Desa
ditetapkan dalam bentuk Peraturan Desa, program dan kegiatan sebagaimana
yang telah direncanakan baru dapat dilaksanakan. Hal ini dikecualikan untuk
Belanja Pegawai yang bersifat mengikat dan operasional perkantoran yang diatur
dalam Keputusan Kepala Desa. Dengan adanya ketentuan dari kepala desa
tersebut, maka belanja pegawai dan operasional dapat dilakukan tanpa perlu
menunggu penetapan APB Desa. Pelaksanaan APB Desa dilakukan sesuai
dengan kewenangan yang dimiliki oleh desa berdasarkan ketentuan yang
berlaku. Pelaksanaan tersebut dibukukan disertai bukti bukti berupa nota maupun
kuitansi (Desacaangan2012.blogspot.com;2016)[17].
Gambar II.3
Contoh Jurnal Transaksi Penatausahaan
NO Tanggal Uraian RP
1 01/01/2017Terdapat saldo Rekening Desa yang merupakan
Silpa di Bank Desa (BKU, BPB, LRA)xxxxxx
2 05/01/2017
Bendahara menerima pendapatan hasil sewa
tanah termasuk pph pasal 4 ayat 2(BKU, BKHP,
BPP, LRA) xxxxxx
3 05/01/2017Bendahara menyetorkan pph pasal 4 ayat 2 atas
sewa tanah (SSP, BKU, BKHP, BPB)xxxxxx
4 06/01/2017
Bendahara menyetorkan Hasil sewa Tanah ke
rekening Kas Desa( Slip Penyetoran, BKU, BKHP,
BPB) xxxxxx
5 07/01/2017Bendahara mengajukan Pencairan Dana untuk
pengisian Kas kebutuhan Oprasional Desaxxxxxx
II-21
C. Tahap ketiga : Transaksi yang timbul dari pelaksanaan penerimaan dan
dilakukan Kegiatan Penatausahaan
Penatausahaan Keuangan Desa adalah kegiatan pencatatan yang khususnya
dilakukan oleh Bendahara atas realisasi dari APBDes Desa. Bendahara Desa
wajib melakukan pencatatan terhadap seluruh transaksi yang ada berupa
penerimaan dan pengeluaran. Bendahara Desa melakukan pencatatan secara
sistematis dan kronologis atas transaksi-transaksi keuangan yang terjadi.
Penatausahaan Keuangan Desa yang dilakukan oleh Bendahara Desa dilakukan
dengan cara sederhana, yaitu berupa pembukuan belum menggunakan jurnal
akuntansi.
Bendahara Desa melakukan pencatatan atas seluruh penerimaan dan
pengeluaran dalam Buku Kas Umum untuk yang bersifat tunai. Sedangkan
transaksi penerimaan dan pengeluaran yang melalui bank/transfer dicatat dalam
Buku Bank. Buku Kas Pembantu Pajak digunakan oleh Bendahara Desa untuk
mencatat penerimaan uang yang berasal dari pungutan pajak dan mencatat
pengeluaran berupa penyetoran pajak ke kas Negara. Khusus untuk pendapatan
dan pembiayaan, terdapat buku pembantu berupa Buku Rincian Pendapatan dan
Buku Rincian pembiayaan (modul pengelolaan keuangan Desa;2015)[15].
Format dokumen penatausahaan adalah sebagai berikut:
1. Buku Kas Umum
Buku Kas Umum sebagaimana diuraikan di atas digunakan hanya
untuk mencatat transaksi yang bersifat tunai. Pencatatan dalam BKU dilakukan
secara kronologis. Kode Rekening digunakan untuk transaksi yang
mempengaruhi pendapatan dan belanja sebagaimana tertuang dalam
APBDesa. Jika tidak mempengaruhi Belanja seperti pengambilan uang tunai
dari bank, pemberian panjar tidak diberi kode rekening. Nomor Bukti agar
diisi dengan pemberian nomor secara intern yang diatur secara sistematis
sehingga mudah untuk ditelusuri.
Setiap akhir bulan BKU ini ditutup secara tertib dan ditanda tangani oleh
Bendahara Desa, serta Kepala Desa dengan sebelumnya diperiksa dan
diparaf oleh Sekretaris Desa. Format buku kas umum adalah sebagai berikut:
II-22
Tabel II.5 Format Buku Kas Umum
2. Buku Kas Pembantu Pajak
Buku Pembantu Pajak digunakan untuk mencatat pungutan/potongan
yang dilakukan oleh Bendahara Desa serta pencatatan penyetoran ke kas negara
sesuai dengan ketentuan perundangan. Atas pungutan/potongan dan
penyetoran pajak ini tidak dilakukan pencatatan pada Buku Kas Umum,
hanya pada Buku Pembantu Pajak formatnya sebagai berikut:
Tabel II.6 Format Buku Kas Pembantu Pajak
3. Buku Bank Desa
Buku Bank digunakan hanya untuk transaksi yang berkaitan dan
memepengaruhi saldo pada bank. Pencatatan dalam Buku Bank juga
dilakukan secara kronologis. Tidak ada Kode Rekening dalam Buku
Bank sebagaimana BKU. Bukti agar diisi dengan pemberian nomor secara
intern yang diatur secara sistematis sehingga mudah untuk ditelusuri. Format
buku Bank sebagai berikut:
No. Tgl. KODE REKENING URAIAN PENERIMAAN PENGELUARAN NO BUKTI
JUMLAH
PENGELUARAN
KOMULATIF
SALDO
(Rp.) (Rp.) (Rp)1 2 3 4 5 6 7 8 9
JUMLAH Rp. Rp.
………………………….
BUKU KAS UMUM
TAHUN ANGGARAN .......................
MENGETAHUI
KEPALA DESA,
…………………………………..
……………., tanggal …………………
BENDAHARA DESA,
DESA …………………… KECAMATAN …………………………….
No. Tgl. URAIAN PEMOTONGAN PENYETORAN SALDO
(Rp.) (Rp.) (Rp)
1 2 4 5 6 9
Rp. Rp.
BUKU KAS PEMBANTU PAJAK
DESA …………………… KECAMATAN …………………………….
TAHUN ANGGARAN .......................
…………………………………..
BENDAHARA DESA,
……………., tanggal …………………
………………………….
MENGETAHUI
KEPALA DESA,
II-23
Tabel II.7 Format Buku Bank Desa
D. Tahap terakhir : Pembuatan Laporan Realisasi Anggaran
Laporan realisasi ralisasi pelaksanaan APBDesa diinformasikan kepada
masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh
masyarakat. Media informasi antara lain papan pengumuman, radio komunitas,
dan media informasi lainnya. Laporan Realisasi Dan Laporan
Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa disampaikan kepada
Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain. Laporan pertanggungjawaban
realisasi pelaksanaan disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah akhir tahun
anggaran berkenaan.
2.1.2.4 Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Sesuai pasal 35 Permendagri 113 Tahun 2014[1], Bendahara Desa wajib
mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban. Laporan
Pertanggungjawaban ini disampaikan setiap bulan kepada Kepala Desa paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Sebelumnya, Bendahara Desa melakukan
tutup buku setiap akhir bulan secara tertib, meliputi Buku Kas Umum, Buku
Bank, Buku Pajak dan Buku Rincian Pendapatan. Penutupan buku ini dilakukan
bersama dengan Kepala Desa. Format Laporan Pertanggungjawaban Bendahara
tidak tercantum dalam Lampiran Permendagri 113/2014. Berdasarkan buku yang
dikelola, maka seharusnya Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Desa
menggambarkan arus uang masuk yang diterima dari pendapatan dan arus uang
yang keluar untuk belanja, panjar dan lain-lain. Arus uang tersebut tercatat dari
SETORAN BUNGA BANK PENARIKAN PAJAK BIAYA ADMINISTRASI
(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TOTAL TRANSAKSI BULAN INI
TOTAL TRANSAKSI KUMULATIF …………., tanggal …………………
BULAN:
BANK:
CABANG:
BUKU BANK DESA
DESA …………………… KECAMATAN …………………………….
TAHUN ANGGARAN .......................
PENGELUARANSALDO
MENGETAHUI
KEPALA DESA,
…………………………………..
BENDAHARA DESA,
………………………….
No.TANGGAL
TRANSAKSI
URAIAN
TRANSAKSI
BUKTI
TRANSAKSI
PEMASUKAN
II-24
Buku kas Umum dan Buku Bank. Berdasarkan buku yang dikelola oleh
Bendahara Desa tersebut, berikut disajikan ilustrasi Laporan Pertanggungjawaban
Bendahara sebagai berikut:
Gambar II.4
format Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Desa
Saldo Awal berasal dari saldo bulan sebelumnya, sedangkan jumlah penerimaan
maupun pengeluaran baik Kas Tunai maupun Rekening Kas Desa diperoleh dari
jumlah kolom penerimaan dan kolom pengeluaran pada BKU dan Buku
Bank.Laporan Pertanggunjawaban Bendahara Desa disampaikan kepada Kepala
Desa melalui Sekretaris Desa untuk diverifikasi terlebih dahulu. Verifikasi
dilakukan dengan membandingkan saldo sesuai pembukuan dengan saldo riil
berupa kas tunai dan di Rekening Kas Desa. Hal ini merupakan salah satu fungsi
pengawasan yang dilakukan kepala desa.
Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajibannya
dalam pengelolaan keuangan desa, kepala desa memiliki kewajiban untuk
menyampaikan laporan. Laporan tersebut bersifat periodik semesteran dan
II-25
tahunan, yang disampaikan ke Bupati/Walikota dan ada juga yang
disampaikan ke BPD. Rincian laporan sebagai berikut:
Laporan kepada Bupati/Walikota (melalui camat)
Laporan Semesteran Realiasasi Pelaksanaan APB Desa
Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa
kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran.
Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa
Laporan kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB
Desa terdiri dari Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan.
Setelah melaksanakan Penatausahaan keuangan Desa maka pemerintah desa
melaksanakan proses pelaporan, menurut Permendagri No 113 Tahun 2014[1]
dalam melaksanakan Tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban kepala desa wajib:
1. Menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDes kepada
bupati/walikota.
2. Menyampaikan Laporan Penyelenggaraan pemerintah desa setiap ahir tahun
kepada bupati/walikota.
3. Menyampaikan Laporan Penyelenggaraan pemerintah desa setiap ahir masa
jabatan kepada bupati/walikota.
4. Menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintah desa secara
tertulis kepada BPD.
Dalam proses pertanggungjawaban Menurut Permendagri No 113 Tahun 2014[1]
terdiri dari:
1. Kepala desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota melalui camat setiap akhir
tahun anggaran, dengan dilampiri:
a. Format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa
Tahun Anggaran berkenaan.
b. Format Laporan kekayaan Milik Desa Tahun Anggaran berkenaan.
c. Format Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang
masuk ke Desa.
II-26
2. Laporan pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes paling lambat
1 bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan.
2.2 Good Governance
Good Governance memiliki banyak pengertian dimana untuk Governance sendiri diterjemahkan menjadi tata pemerintahan adalah:
“penggunaan wewenang ekonomi, politik, dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hukum, memenuhi kewajiban dan menjabatani perbedaan diantara mereka” (Krina, 2003:4)[18]
Governance merupakan seluruh rangkaian proses pembuatan keputusan atau
kebijakan dan seluruh rangkaian proses dimana keputusan itu di implementasikan
atau tidak di implimentasikan. Kemudian UN Commision on Human Settlements
(1996) dalam (Santosa,2008) menjelaskan bahwa:
“governance adalah kumpulan dari berbagai cara yang diterapkan oleh individu warga negara dan para lembaga pemerintah maupun swasta dalam menangani kepentingan umum mereka”.
Mills & Seregeldin mendefinisikan good governance sebagai penggunaan
otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan
social ekonomi (Santosa, 2008;130)[19]. Sedangkan Charlick mengartikan good
governance sebagai pengelolaan segala macam urusan public secara efektif
melalui pembuatan peraturan dan / atau kebijakan yang abash demi untuk
mempromosikan nilai - nilai kemasyarakatan.
Governance merupakan paradigma baru dalam tatanan pengelolaan
kepemerintahan. Ada tiga pilar governance, yaitu pemerintah, sektor swasta, dan
masyarakat. Sementara itu paradigma pengelolaan pemerintahan yang sebelumnya
berkembang adalah government sebagai satu - satunya penyelenggara
pemerintahan. Dengan bergesernya paradigma dari government kearah
governance, yang menekankan pada kolaborasi dalam kesetaraan dan
keseimbangan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat madani (civil
II-27
society), maka dikembangkan pandangan atau paradigma baru administrasi publik
yang disebut dengan keperintahan yang baik.
Good governance mengandung arti hubungan yang sinergis dan konstruktif
di antara negara, sektor swasta, dan masyarakat (society). Dalam hal ini adalah
kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efesiensi,
efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
Menurut sumarto (2009:1-2)[20] Governance, diartikan sebagai mekanisme,
praktik dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta
memecahkan masalah-masalah publik. Kualitas governance dinilai dari kualitas 7
interaksi yang terjadi antara komponen governance yaitu pemerintah, civil society
dan sektor swasta. Lebih lanjut dikatakan Sumarto (2009:17)[20] Istilah good
governance saat ini menjadi sangat “trendi”. Ada yang menterjemahkan good
governance sebagai kepemerintahan yang prima atau tata pemerintahan yang baik.
Selanjutnya menurut Leach dalam sumarto[20] Governance mengandung
pengertian politisi dan pemerintahlah yang mengatur, melakukan sesuatu,
memberikan pelayanan, sementara sisa dari kita adalah yang pasif. Sementara
governance melebur perbedaan antara “pemerintah” dan “yang diperintah”, kita
semua adalah bagian dari proses governance. Menurut Dwiyanto (2008:77)[21]
“Pemerintah adalah omnipotent (segala-galanya) diatas wilayah dan rakyatnya.
Pengertian governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan-
urusan publik. Menurut World Bank dalam Mardiasmo (2004:23)[22]
memberikan definisi governance sebagai :
“The way state power is used in managing economic and social resources for development of society” (cara kekuasaan digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat).
Dalam definisi yang diungkapkan oleh World Bank lebih menekankan bagaimana
cara pemerintah dalam rangka pengembangan dan pembangunan masyarakat
dengan menggunakan sumberdaya sosial maupun sumber daya ekonomi.
II-28
Good governance memiliki persamaan dengan penyelenggaraan manajemen
pembangunan yang memiliki 5 prinsip, yaitu :
1. Solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang
efisien;
2. Menghindari salah alokasi dan investasi yang terbatas;
3. Pencegahan korupsi baik secara politik maupun administrasi;
4. Menjalankan disiplin anggaran;
5. Penciptaan kerangka politik dan hukum bagi tumbuhnya aktivitas
kewiraswastaan.
Sedangkan UNDP dalam Mardiasmo (2004:23)[22] mendefinisikan good
governance sebagai :
“The exercise of political, economic, and administrastive authority to manage a nation’s affair at all levels” (sebagai praktik penerapan kewenangan pengelolaan berbagai urusan penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan administrative disemua tingkatan)”
Dalam konsep yang diungkapkan UNDP, good governance lebih ditekankan pada
aspek politik, ekonomi, dan administrative dalam pengelolaan negara. Dalam
konsep ini, terdapat tiga pilar Good Governance yang penting, yaitu :
1. Economic governance (kesejahteraan rakyat)..
2. Political governance (proses pengambilan keputusan).
3. Administrative governance (tata laksana pelaksanaan kebijakan).
Sedangkan dalam proses memaknai peran kunci stakeholders (pemangku
kepentingan) mencakup tiga domain, yaitu :
1. Pemerintah
Berperan menciptakan iklim politik dan hukum yang kondusif.
2. Sektor swasta
Berperan menciptakan lapangan perkerjaan dan pendapatan serta penggerak di
bidang ekonomi.
3. Masyarakat
Berperan mendorong interaksi sosial, ekonomi, politik, dan mengajak seluruh
anggota masyarakat berpartisipasi.
II-29
Penyelenggaraan good governance harus menyatukan ketiga domain dan
melakukan tugas serta peran masing-masing fungsi domain. Ketiganya harus
bersinergi agar dapat mencapai hasil yang maksimal demi terwujudnya good
governance. Selama ini sumber kewenangan hanya berasal dari pusat saja, namun
secara bertahap hal itu berubah dan saat ini telah dilakukan transfer kewenangan.
Transfer kewenangan yang dimaksud adalah pemberian wewenang dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam rangka desentralisasi. Secara
teoritis desentralisasi diselenggarakan untuk mencapai tiga tujuan utama yaitu
tujuan politik, tujuan administrasi, dan tujuan sosial ekonomi. Asas desentralisasi
ini diwujudkan dengan adanya otonomi daerah. Hal ini seperti yang diamanatkan
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004[23] . Semangat otonomi daerah ini
diharapkan memberikan suasana baru pengelolaan negara untuk memberdayakan
demokrasi serta pendayaagunaan berbagai potensi di daerah.
Pada tahun 2000 LAN bersama BPKP menerangkan konsep governance dari
UNDP. Dari hasil kajiannya governance didukung oleh tiga kaki yakni politik,
ekonomi serta administrasi.
“Kaki pertama, yaitu tata pemerintahan di bidang politik dimasukkan ke sebagai proses – proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan publik, baik dilakukan oleh birokrasi sendiri maupun oleh birokrasi bersama - sama politisi. Partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan kebijakan tidak hanya tataran implementasi seperti selama ini terjadi, melainkan mulai dari formulasi, evaluasi sampai pada implementasi. Kaki kedua, yaitu tata pemerintahan di bidang ekonomi meliputi proses – proses pembuatan keputusan untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi di antara penyelenggaraan ekonomi. Sektor pemerintah diharapkan tidak terlampau terjun langsung pada sektor ekonomi karena akan dapat menimbulkan distorsi mekanisme pasar. kaki ketiga, yaitu tata pemerintahan di bidang administratif adalah berisi implementasi proses kebijakan yang telah diputuskan oleh institusi politik”(Wasistiono : 2001)[24].
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah[23] merupakan kebijakan yang lahir dalam rangka untuk memenuhi
tuntutan reformasi akan demokratisasi dan pemberdayaan. Kewenangan dalam
otonomi daerah adalah mengatur dan mengurus sendiri kepentingan masyarakat di
daerahnya. Menurut Soelendro (2003:23)[25] Good governance adalah suatu
penyelenggaraan negara yang mengarah pada tujuan yang baik melalui perumusan
II-30
kebijakan yang berhubungan dengan masalah-masalah sosial dan sistem
demokrasi. Dengan demikian, melalui pelaksanaan otonomi daerah tentu
pemerintah daerah dapat merumuskan kebijakan yang berhubungan dengan
masalah sosial dan sistem demokrasi di daerahnya masing-masing.
2.2.1 Prinsip - Prinsip Good Governance
Keutamaan memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-
prinsip yang terkandung di dalamnya. Hal ini berfungsi sebagai indikator atau
tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik buruknya pemerintahan bisa dinilai
atas prinsip yang sudah dilaksanakan dan apakah sudah bersinggungan dengan
prinsip-prinsip good governance.
Menurut Mardiasmo (2004:24)[22] mengungkapkan bahwa, Karakteristik
atau prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam pelaksanaan good governance ,
meliputi :
1. Partisipasi masyarakat
2. Tegaknya supremasi hukum
3. Transparansi
4. Daya tanggap
5. Berorientasi pada konsensus
6. Kesetaraan
7. Efektivitas dan efisiensi
8. Akuntabilitas
9. Visi strategis
Menyadari pentingnya prinsip-prinsip good governance maka akan diuraikan satu
persatu sebagaimana tertera di bawah ini, yaitu :
1. Partisipasi masyarakat (participation)
Masyarakat dilibatkan dalam pembuatan keputusan baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan
aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi
dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Prinsip ini mendorong
agar semua masyarakat mau memberikan hak suara dalam pengambilan
keputusan baik itu melalui lembaga-lembaga perwakilan yang sah maupun
II-31
yang telah ditetapkan. Partisipasi menyeluruh dibangun berdasarkan
kebebasan berkumpul, mengungkapkan pendapat serta kapasitas untuk
berpartisipasi secara konstruktif. Dengan dilibatkannya masyarakat dan turut
serta dalam proses tersebut, maka itulah yang disebut adanya pemikiran yang
demokratis.
2. Tegaknya supremasi hukum (rule of low)
Penegakan hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. Semua
yang telah diatur dalam hukum tidak ada yang di istimewakan, semua harus
sama dimata hukum. Dalam prinsip ini juga termasuk didalmnya hukum yang
terkait dengan hak asasi manusia.
3. Transparansi (transparency)
Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi.
Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat
diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. Informasi yang tersedia harus
memadai dalam arti memberikan sesuai kepentingan yang dibutuhkan agar
mudah dimengerti dan dipantau. Pemberian informasi yang transparan akan
menciptakan kepercayaan yang timbul antara pemerintah dan masyarakat
melalui kemudahan dalam mengkases informasi.
4. Daya tanggap (responsiveness)
Lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani
stakeholder. Selain lembaga yang memberikan pelayanan dengan respon yang
cepat, proses peemerintahan pun harus berusaha melayani semua pihak yang
berkepentingan dengan baik.
5. Berorientasi pada konsensus (consensus orientation)
Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas. Tata pemerintahan
yang baik harus mampu menjembatani kepentingan-kepentingan yang
berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang
terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bilang mungkin konsensus
dalam hal ini kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur. Dalam hal ini harus
mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat luas.
II-32
6. Kesetaraan (equity)
Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh
kesejahteraan dan keadilan. Memberikan kesempatan bagi setiap warga
masyarakat dalam mensejahterakan kehidupannya.
7. Efektivitas dan efisiensi (Efficiency and Effectiveness)
Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan
berhasil guna (efektif). Memenuhi kebutuhan dan pelayanan mayarakat
dengan menggunakan sumber daya yang ada secara optimal dan bertanggung
jawab. Harus ada pengawasan agar tercapai sebuah efektivitas dan efisiensi
yang sesuai dengan apa yang telah ditetapkan.
8. Akuntabilitas (accountability)
Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan
dengan melaporkan setiap kegiatan yang telah dilakukan kepada pihak-pihak
terkait. Para pengambil keputusan bertanggung jawab baik kepada lembaga
maupun organisasi yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban yang
diberikan masing-masing pihak berbeda satu dengan yang lainnya, sesuai
dengan jenis organisai yang bersangkutan. Agar apa yang telah dilakukan
sebelumnya, dapat dipantau juga oleh para pemangku kepentingan.
9. Visi strategis (strategic vision)
Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi yang jauh
ke depan. Setiap kegiatan yang di rencanakan harus memiliki tujuan yang
jelas bagi masa depan. Para pemimpin dan masyarakat memiliki pandangan
yang jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan
manusia, serta memiliki kepekaan apa yang akan di butuhkan di masa yang
akan datang, sehingga prinsip ini harus berorientasi bagi cita-cita masa depan.
Soelendro (2003:12)[19] menyatakan bahwa prinsip-prinsip good government
governance antara lain:
1. Transparansi
Meningkatkan keterbukaan (disclosure) dari kinerja pemerintah daerah secara
teratur dan tepat waktu (timely basis) serta benar (accurate).
II-33
2. Akuntabilitas
Menciptakan sistem pengawasan yang efektif didasarkan atas distribusi dan
keseimbangan kekuasaan (distribution and balance of power).
3. Keadilan
Melindungi segenap kepentingan masyarakat dan stakeholder lainnya dari
rekayasa-rekayasa dan transaksi-transaksi yang bertentangan dengan
peraturan yang berlaku.
3. Responsibilitas
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan ketentuan
peraturan yang berlaku termasuk tanggap terhadap kepentingan masyarakat.
Dalam proses penatausahaan keuangan Desa Pemerintahan Desa harus
mewujudkan beberapa prinsip good governance agar pelaksanaan penatausahaan
keuangan memenuhi tujuan penataan desa dengan optimal, prinsip-prinsip
tersebut adalah :
1. Transparansi (transparency)
Proses penatausahaan Keuangan Desa harus dibangun atas dasar keterbukaan
memperoleh informasi. Pemberian informasi yang transparan akan
menciptakan kepercayaan yang timbul antara pemerintah dan masyarakat
melalui kemudahan dalam mengkases informasi.
2. Berorientasi pada konsensus (consensus orientation)
Kegiatan pengeluaran desa yang baik berorientasi pada kepentingan
masyarakat desa yang lebih luas. harus mampu menjembatani kepentingan-
kepentingan yang berbeda.Dalam hal ini harus mampu memberikan
pelayanan kepada masyarakat desa secara luas.
3. Efektivitas dan efisiensi (Efficiency and Effectiveness)
Pelaksanaan penatausahaan keuangan dilakukan secara berdaya guna (efisien)
dan berhasil guna (efektif). Memenuhi kebutuhan dan pelayanan mayarakat
dengan menggunakan sumber daya yang ada secara optimal dan bertanggung
jawab.
II-34
4. Akuntabilitas (accountability)
Laporan Pertanggungjawaban dalam proses penerimaan dan pengeluaran atas
setiap aktivitas yang dilakukan dengan melaporkan setiap kegiatan yang telah
dilakukan kepada pihak-pihak terkait. Agar apa yang telah dilakukan
sebelumnya, dapat dipantau juga oleh para pemangku kepentingan.
5. Visi strategis (strategic vision)
Penyelenggara pemerintahan desa harus memiliki visi yang jauh ke depan.
Setiap kegiatan atau dana yang telah direncanakan harus memiliki tujuan atau
output yang jelas bagi masa depan. sehingga prinsip ini harus berorientasi
bagi cita-cita masa depan.
Penerapan prinsip-prinsip good governance seperti transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas dan fairness (kewajaran) merupakan jaminan bahwa
suatu pemerintahan dikatakan baik (Sony Yuwono:2007)[26]. Dengan demikian
jika menerapkan semua prinsip-prinsip good governance maka hal tersebut
menjadi jaminan bahwa pemerintahan dikatakan baik.
2.2.2 Indikator Prinsip-Prinsip Good Governance
Dalam penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance tentu harus ada
sebuah ukuran atau indikator untuk mengetahui mengapa prinsip tersebut
dikatakan sudah diterapkan. Berikut adalah indikator Prinsip-Prinsip Good
Governance menurut PKP2A/LAN (2009)[27] :
1. Partisipasi
a. Intensitas dan keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan.
b. Keterlibatan masyarakat dalam memonitor penyelenggaraan
pemerintahan.
2. Daya Tanggap
a. Ketersediaan dan kejelasan mekanisme dan prosedur pengaduan.
b. Kecepatan dan ketepatan Pemda dalam menggapai pengaduan.
3. Transparansi
a. Ketersediaan mekanisme bagi publik untuk mengakses informasi publik.
b. Kecepatan dan kemudahan mendapatkan informasi.
II-35
4. Akuntabilitas
a. Akuntabel pengelolaan anggaran yang dikeluarkan.
b. Pertanggungjawaban kinerja.
5. Kesetaraan
a. Ketersediaan jaminan semua orang untuk mendapatkan pelayanan,
perlindungan, dan pemberdayaan.
b. Kualitas pelayanan, perlindungan dan pemberdayaan yang tidak
diskriminatif.
6. Efektivitas dan Efisiensi
a. Tingkat ketepatan pemberian pelayanan, perlindungan dan pemberdayaan
masyarakat.
b. Tingkat efisiensi jalannya pemerintahan.
7. Visi Stratejik
a. Kejelasan arah pembangunan daerah yang direncanakan.
b. Konsistensi kebijakan untuk mewujudkan visi dan misi.
2.3 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, berikut ringkasan
penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan peran aparatur desa dan
good governance penatausahaan desa :
Tabel II.8 Penelitian Terdahulu
No Nama Penulis (Tahun) Judul Penelitian Hasil Penelitian
1
Muhammad Basirruddin (2012)[28]
Peran Pemerintahan Desa Dalam Pengelolaan Keuangan Desa Alai Kecamatan Tebing Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan Meranti
Dalam Penelitian ini Peran Pemerintah Desa memiliki peran yang sangat kuat dalam Pengelolaan Keuangan Desa di desa Alai. Terlihat dari tanggapan responden atas pertanggungjawaban pihak-pihak yang terkait dengan keuangan desa.
II-36
No Nama Penulis (Tahun) Judul Penelitian Hasil Penelitian
2
Anas Heriyanto. (2015)[29]
Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa Triharjo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman
Dalam penelitian ini menyatakan pelaksanaan Good governance di desa telah dilakukan dengan baik namun masih terdapat kendala dan diatasi dengan cara melakukan peningkatan kapasitas SDM dengan mengadakan pelatihan
3 Iman Pirman Hidayat (2009)[30]
Peranan Penatausahaan Keuangan Daerah Dalam Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan APBD
Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa untuk mencapai efektivitas APBD diperlukan suatu peran penatauusahaan yang memadai meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dimana ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain.
4 Titiek Puji Astuti (2016)[31] Good Governance Pengelolaan Keuangan Desa menyongsong Berlakunya UU No 6 Tahun 2014
Hasil penelitian ini menyatakan transparansi, akuntabel dan partisipasi dalam pengelolaan keuangan desa merupakan aspek penting dalam menciptakan good governance dalam pengelolaan keuangan desa, namun Hambatan yang ada bersumber dari aparatur Pemerintah Desa yang kurang cakap terhadap aturan
5 Nicky Tulandi (2012)[32] Peranan Camat Dalam MewujudkanGood Governance di Kecamatan Tombatu Kabupaten Minahasa Tenggara
Dalam Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Camat sesuai dengan tugas dan kewenangannya mempunyai peranan penting dan menentukan dalam mewujudkan good governance di tingkat kecamatan.
6 Dipo Lukmanul Akbar (2015)[33]
Peran Pemerintahan Desa Dalam Penyusunan Apbdes Perspektif Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Dalam penelitian ini Mekanisme penyusunan Peraturan desa APBDes selama ini kurang optimal. Untuk itu membutuhkan peran dari Pemerintah Daerah untuk mewujudkan local Good governance. Peran pemerintahan Desa dalam Penyusunan APBDes sangat penting.
II-37
Penelitian Terdahulu yang penulis jadikan referensi merupakan Penelitian
yang memiliki Penilaian dari beberapa aspek Variabel yang peneliti lakukan,
tentang peran aparatur desa, Good Governance dan Penatausahaan Keuangan.
Penelitian yang penulis ambil berjudul Peran Kompetensi Aparatur Desa Dalam
Mewujudkan Good Governance Penatausahaan Keuangan Desa merupakan
penelitian yang baru untuk dilakukan, dengan menilai dari peranan aparatur Desa
dalam pelaksanaan Penatausahaan keuangan desa.