Upload
vuongkiet
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Balanced Scorecard
II.1.1 Pengertian Balanced Scorecard
Definisi Balanced Scorecard menurut beberapa tokoh adalah sebagai
berikut:
1. Kaplan, R. S. dan Noton, D. P. yang diterjemahkan oleh Tunggal, A. W.
(2008) mendefinisikan, “The Balanced Scorecard is a strategy focused
approach to performance management that includes non financial and
financial performance measures that are derived from the organization’s
vision and strategy” (h. 110).
2. Tunggal, A. W. (2008) mendefinisikan, “Balanced Scorecard merupakan
kerangka kerja komprehensif untuk menerjemahkan visi dan strategi
perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja terpadu” (h.110).
3. Mulyadi (2007) mendefinisikan, “Balanced Scorecard terdiri dari dua kata
yaitu kartu skor (scorecard) yang berarti melalui kartu skor maka skor yang
hendak diwujudkan eksekutif di masa depan dibandingkan hasil kinerja
sesungguhnya dan berimbang (balanced) yang berarti menunjukkan kinerja
eksekutif diukur secara berimbang dari perspektif keuangan dan non
keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern” (h. 3).
4. Gasperz, V. (2002) mendefinisikan, “Balance Scorecard adalah sistem
manajemen bagi perusahaan untuk berinvestasi di dalam jangka panjang,
9
baik untuk pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, proses
bisnis internal untuk memperoleh hasil-hasil finansial yang memungkinkan
perkembangan organisasi bisnis dibandingkan hanya mengelola bottom line
untuk mendorong hasil-hasil di jangka pendek” (h. 3).
5. Garrison, R. H., Noreen, E. W. dan Brewer, P. C. yang diterjemahkan oleh
Hinduan, N. dan Tanujaya, E. (2007) mendefinisikan, “Balance Scorecard
yang disebut juga sebagai kartu skor berimbang merupakan kumpulan ukuran
kinerja yang terintegrasi yang diturunkan dari strategi perusahaan dan
mendukung strategi secara keseluruhan” (h. 107).
II.1.2 Tujuan Balanced Scorecard
Menurut Garrison, R. H., Noreen, E. W. dan Brewer, P. C. yang
diterjemahkan oleh Hinduan, N. dan Tanujaya, E. (2007) menyatakan,” Tujuan
dari Balanced Scorecard adalah untuk mengusulkan penciptaan suatu daftar
tolak ukur keuangan dan non keuangan yaitu perusahaan dapat mengendalikan
operasinya, dan mengaitkan atau menyeimbangkannya bersamaan dengan
berbagai tolak ukur untuk mengawasi kinerja jangka pendek dan jangka panjang”
(h. 107).
II.1.3 Manfaat Balanced Scorecard
Menurut Tunggal, A. W. (2002) menyatakan bahwa, “Balanced
Scorecard memiliki beberapa kegunaan, yaitu:
a. Mengklarifikasi dan menghasilkan konsesus tentang strategi.
b. Mengkomunikasikan strategi ke seluruh perusahaan.
10
c. Menyelaraskan berbagai tujuan departemen dan pribadi dengan strategi
perusahaan.
d. Mengaitkan berbagai tujuan strategik dengan sasaran jangka panjang dan
anggaran tahunan.
e. Mengidentifikasikan dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategik.
f. Melaksanakan peninjauan ulang strategik secara periodik dan sistematik.
g. Mendapatkan umpan balik yang dibutuhkan untuk mempelajari dan
memperbaiki strategi” (h. 37).
II.1.4 Karakteristik Balanced Scorecard
Menurut Tunggal, A. W. (2001) menyatakan bahwa, “Balanced
Scorecard memiliki beberapa karakteristik, sebagai berikut:
a. Perspektif keuangan yang menggambarkan konsekuensi tindakan ekonomi
yang diambil dalam ketiga perspektif lainnya.
b. Perspektif pelanggan mendefinisikan pelanggan dan segmen pasar dimana
unit usaha akan bersaing.
c. Perspektif proses bisnis internal melukiskan proses internal diperlukan untuk
memberikan nilai bagi pelanggan dan pemilik.
d. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mendefinisikan kapabilitas
diperlukan induk organisasi untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang
dan perbaikan” (h. 4).
11
II.1.5 Perspektif Dalam Balance Scorecard
Norton. D. P. dan Kaplan, R. S. (1992) yang diterjemahkan oleh Gasperz,
V. (2002) menyatakan, “Adanya empat perspektif penting di dalam Balance
Scorecard agar dapat menerapkan konsep Balance Scorecard dengan tepat dan
berhasil, yaitu:
1. Perspektif finansial
Tujuan finansial berperan sebagai fokus dari tujuan strategis, ukuran-ukuran
semua perspektif Balance Scorecard. Ukuran-ukuran yang dipilih sebaiknya
menjadi bagian dari keterkaitan hubungan sebab akibat yang memuncak di
peningkatan kinerja finansial. Berbagai rasio - rasio finansial dapat
diterapkan di dalam pengukuran strategis untuk perspektif finansial.
Terdapat beberapa tujuan finansial yang terkait dengan strategi unit bisnis
untuk bisa mencapai strategi bisnis secara finansial, sebagai berikut:
a. Tahap bertumbuh (growth)
Tahap ini perusahaan menghasilkan produk atau jasa yang memiliki
potensi pertumbuhan dengan melibatkan sumber daya yang cukup
banyak, membangun dan memperluas fasilitas produksi, membangun
kemampuan operasi menanamkan investasi dalam sistem/
infrastruktur/jaringan distribusi, memelihara dan mengembangkan
hubungan erat dengan pelanggan. Tujuan finansial tahap ini, yaitu:
persentase tingkat pertumbuhan pendapatan dan tingkat pertumbuhan
penjualan dipasar-pasar sasaran, kelompok pelanggan, dan wilayah.
12
b. Tahap bertahan (sustain)
Tahap ini perusahaan masih memiliki daya tarik bagi penanaman
investasi dan investasi ulang tetapi diharapkan mampu menghasilkan
pengembalian modal cukup tinggi. Dan perusahaan diharapkan mampu
mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki juga secara bertahap tumbuh
tiap tahun. Tujuan finansial tahap ini, yaitu: laba akuntansi, marjin kotor.
Tapi untuk perusahaan yang lebih memiliki kepemimpinan sendiri, maka
tujuan finansialnya, yaitu: tingkat pengembalian investasi (return on
investment), return on capital employed, nilai tambah ekonomis.
c. Tahap kedewasaan (harvest)
Tahap ini perusahaan ingin menuai investasi yang dibuat pada dua tahap
sebelumnya. Bisnis tidak lagi membutuhkan investasi yang besar cukup
untuk pemeliharaan peralatan dan kapabilitas. Setiap proyek investasi
yang ada harus memiliki periode pengembalian investasi yang pasti dan
singkat. Tujuan finansialnya, antara lain: arus kas operasi sebelum
depresiasi, penghematan berbagai kebutuhan modal kerja.
2. Perspektif pelanggan
Perusahaan harus mampu mengidentifikasi pelanggan serta segmen pasar,
yang mana perusahaan akan berkompetisi berdasarkan pertimbangan dan
karakteristik, sebagai berikut:
a. Pertimbangan geografi, yaitu lokasi pelanggan, lokasi fasilitas produksi
atau pelayanan, preferensi regional, populasi, dan sumber-sumber daya
alam.
13
b. Aktivitas umum pembeli, yaitu bisnis atau industri, pemerintah atau
institusi, pribadi.
c. Posisi atau tanggung jawab pembeli, yaitu pemilik bisnis, manajer bisnis,
pejabat pemerintah, karyawan atau pegawai, dan individual atau pribadi.
d. Karakteristik pribadi pembeli, yaitu gender, tingkat pendapatan, tingkat
pendidikan, hobi, afiliasi politik, keanggotaan organisasi, dan lain-lain.
Menurut Yuwono, Sukarno dan Ichsan (2007) menyatakan bahwa, “Selain itu
perspektif pelanggan juga memiliki dua kelompok pengukuran, sebagai
berikut:
a) Customer core measurement
Memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu:
a. Market share, mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas
keseluruhan pasar yang ada meliputi: jumlah pelanggan, jumlah
penjualan, volume unit penjualan.
b. Customer retention, mengukur tingkat perusahaan di dalam
mempertahankan hubungan dengan konsumen.
c. Customer acquisition, mengukur tingkat suatu unit bisnis mampu
menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.
d. Customer satisfaction, mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait
dengan kriteria kinerja spresifik dalam value proposition.
e. Customer profitability, mengukur laba bersih yang diperoleh dari
pelanggan atau segmen pelanggan setelah dikurangi biaya khusus
untuk mendukung pelanggan.
14
Gambar 1.1
b) Customer value proposition
Memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu:
a. Product/ service attributes, terdiri dari fungsi produk atau jasa, harga
dan kualitas berdasarkan preferensi pelanggan yang berbeda-beda atas
produk yang ditawarkan.
b. Customer relationship, merupakan perasaan pelanggan terhadap
proses pembelian produk yang ditawarkan perusahaan. Perasaan
pelanggan dipengaruhi oleh tanggapan dan komitmen perusahaan
terhadap pelanggan berkaitan masalah waktu penyampaian atau
penyerahan produk.
c. Image and reputation, merupakan faktor-faktor tidak berwujud
(intangible) yang menarik konsumen untuk berhubungan dengan
perusahaan. Membangun image dan reputasi perusahaan dapat
PROFITABILITAS PELANGGAN
AKUISISI PELANGGAN
PANGSA PASAR
KEPUASAN PELANGGAN
RETENSI PELANGGAN
15
dilakukan melalui iklan serta menjaga kualitas seperti yang
dijanjikan” (h. 33).
3. Perspektif proses bisnis internal
Menurut Kaplan dan Norton (2000) menyatakan bahwa, “Model rantai nilai
proses bisnis internal (value chain analysis), antara lain:
a) Proses inovasi
Perusahaan menggali pemahaman tentang kebutuhan terpendam dari
pelanggan serta menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan.
Proses inovasi biasanya dilakukan oleh divisi Research and Development
atau Tecnique sehingga keputusan pengeluaran produk ke pasar telah
memenuhi syarat-syarat pemasaran serta dapat dikomersialisasikan.
Proses inovasi memilki dua komponen, yaitu: pertama para manajer
melaksanakan penelitian pasar untuk mengenali ukuran pasar, bentuk
preferensi pelanggan, dan tingkat harga produk atau jasa sasaran. Kedua
membayangkan peluang dan pasar baru bagi produk atau jasa yang dapat
dipasok perusahaan.
b) Proses operasi
Merupakan proses membuat dan menyampaikan produk atau jasa. Proses
ini memiliki komponen berupa aktivitas, sebagai berikut: proses
pembuatan produk, proses penyampaian produk kepada pelanggan.
Pengukuran kinerja terkait proses operasi, adalah:
a. Pengukuran lama siklus (waktu proses)
16
Lama siklus atau waktu penyelesaian proses produksi dapat diukur
dengan berbagai cara, seperti: MCE (Manufacturing Cycle
Effectiveness) yang rumusnya adalah:
Rasio MCE = Waktu pengolahan
Waktu penyelesaian
(Throughput time)
Waktu penyelesaian = waktu pengolahan + waktu pemeriksaan +
waktu pemindahan + waktu menunggu atau
penyimpanan
Bila rasio mendekati 1 maka dapat dihasilkan tenggang waktu yang
lebih singkat untuk menyelesaikan pesanan pelanggan.
b. Pengukuran mutu proses
Mutu proses dapat diukur dengan bentuk-bentuk, sebagai berikut:
tingkat kerusakan persejuta suku cadang, hasil (rasio antara jumlah
barang yang berhasil diproduksi dengan baik terhadap bahan baku
yang masuk dalam proses produksi), limbah, barang yang sudah tidak
dapat dipakai, pengerjaan ulang, barang-barang yang dikembalikan,
persentase proses di bawah pengendalian proses statistik.
c. Pengukuran biaya proses
Biaya proses operasi dapat diukur dengan bentuk ukuran ABC
(Activity Based Costing), dimana semua biaya produksi baik
bervolume besar atau kecil ditambah biaya produksi untuk uji
pemasaran serta perumusan ulang produk dibebankan kepada
aktivitas baru yaitu peluncuran produk baru.
17
d. Pengukuran fleksibilitas proses, produk atau jasa
e. Pengukuran karakteristik khusus produk atau jasa.
c) Proses pelayanan purna jual
Merupakan jasa pelayanan kepada pelanggan setelah penjualan produk
atau jasa dilakukan. Proses ini memiliki komponen, sebagai berikut:
penanganan garansi, perbaikan penanganan atas barang rusak dan
dikembalikan, pemrosesan pembayaran pelanggan. Pengukuran kinerja
terkait proses ini, yaitu: pengukuran waktu atau lama siklus (dari
permintaan pelanggan sampai kepada pemecahan masalah), mutu (untuk
mengukur persentase permintaan penanganan masalah pelanggan yang
diatasi hanya dengan satu panggilan layanan), dan biaya (untuk
mengevaluasi efisiensi biaya penggunaan sumber daya dalam proses
pelayanan purna jual)” (h. 83).
Gambar 1.2
Proses Inovasi Proses Operasi Proses layanan purna jual
Ke
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran yang mengendalikan
pembelajaran serta pertumbuhan organisasi. Terdapat beberapa kategori
utama dalam perspektif ini, yaitu:
a) Kompetensi karyawan atau kapabilitas pekerja
Kenali Pasar
Ciptakan Produk/
Jasa
Bangun Produk/
Jasa
Luncurkan Produk/
Jasa
Layani pelanggan
Kebutuhan pelanggan diidentifikasi
Kebutuhan pelanggan terpuaskan
18
Merupakan peran para pegawai di organisasi dalam menyumbangkan
segenap kemampuannya untuk organisasi. Untuk menjamin hal ini maka
perlu adanya perencanaan dan upaya implementasi reskilling pegawai.
Terdapat beberapa kelompok pengukuran atas pekerja dalam suatu
perusahaan, sebagai berikut:
a. Kepuasan pekerja
Kepuasan pekerja merupakan pra kondisi bagi meningkatnya
produktivitas, daya tanggap, mutu, dan layanan pelanggan. Oleh
karena itu perusahaan yang ingin mencapai tingkat kepuasan
pelanggan yang tinggi perlu memiliki pelanggan yang dilayani oleh
pekerja yang terpuaskan oleh perusahaan. Ukuran kepuasan kerja
biasanya oleh perusahaan melalui survey kepuasan kerja tahunan
ataupun berdasarkan persentase tertentu dari pekerja yang dipilih acak
dari survey setiap bulannya.
b. Retensi pekerja
Retensi pekerja merupakan suatu bentuk untuk mempertahankan
selama mungkin para pekerja yang diminati oleh perusahaan.
Pengukuran atas retensi pekerja pada umumnya dengan menggunakan
persentase keluarnya pekerja yang memegang jabatan penting
(jabatan kunci).
c. Produktivitas pekerja
Produktivitas pekerja sebagai suatu ukuran hasil, dampak dari usaha-
usaha peningkatan moral, keahlian pekerja, inovasi, proses internal,
dan kepuasan pelanggan. Produktivitas pekerja pada umumnya diukur
19
dengan menggunakan pendapatan per pekerja. Karena dengan
semakin efektifnya pekerja menjual lebih banyak produk atau jasa
dengan nilai tambah yang meningkat, maka pendapatan per pekerja
juga akan meningkat.
b) Infrastruktur teknologi atau kapabilitas sistem informasi
Kemampuan sistem informasi yang memadai akan menghasilkan
kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi
akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi sebaik-baiknya. Tolak ukur yang
dipergunakan yaitu rasio strategic information coverage (untuk
mengukur ketersediaan informasi saat ini, berupa persentase berbagai
proses yang mempunyai umpan balik mutu, lama siklus, dan biaya serta
persentase pekerja garis depan yang memiliki akses informasi online
tentang pelanggan) dibandingkan dengan antisipasi kebutuhan
perusahaan akan datang
c) Kultur perusahaan atau motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan
Menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya
pemberian motivasi serta inisiatif sebesar-besarnya bagi pegawai.
Pengukuran yang dipergunakan, seperti:
a. Ukuran berupa saran yang diberikan dan dilaksanakan terhadap para
pekerja.
Pengukuran ini berbentuk jumlah saran yang dilaksanakan yang
menilai mutu saran yang diajukan dan yang mengkomunikasikan
kepada tenaga kerja bahwa saran-saran mereka dihargai dan benar-
benar diperhatikan.
20
b. Ukuran berupa peningkatan kinerja proses.
Pengukuran ini berbentuk, contohnya: metode ukuran separuh umur
(half life), metode ini untuk mengukur lama waktu yang diperlukan
agar kinerja proses meningkat atas terjadinya penyerahan produk
yang terlambat, jumlah barang rusak, sisa-sisa dari produksi, keluar
masuknya karyawan (absenteeism). Tujuan dari metode ini adalah
bila Total Quality Management berhasil menerapkan proses
peningkatan mutu sebagaiman mestinya, seharusnya kerusakan
barang yang terjadi dapat dikurangi sampai pada tingkat yang tetap
(tingkat nol).
c. Ukuran berupa keselarasan perorangan dan perusahaan
a) Pengukuran ini dimaksudkan untuk menyelaraskan tujuan setiap
departemen dan pekerja perusahaan dengan tujuan perusahaan
yang dinyatakan dalam Balanced Scorecard. Manajemen senior
berusahan memperkenalkan Balanced Scorecard kepada berbagai
tingkat perusahaan yang lebih rendah.
d. Ukuran berupa kinerja tim
Pengukuran atas kinerja tim ini dilakukan perusahaan karena tim
dianggap sebagai hal yang sangat berpengaruh dalam penyelesaian
proses bisnis yang penting, seperti: pengembangan produk, pelayanan
pelanggan, dan operasi internal” (h. 38).
21
Gambar 1.3
II.1.6 Langkah-langkah Menyusun Balanced Scorecard
Mulyadi (2007) menyatakan bahwa, “Terdapat langkah - langkah di
dalam membangun suatu Balanced Scorecard, sebagai berikut:
a) Sistem Perumusan Strategi
Strategi dirumuskan melalui empat langkah utama, sebagai berikut:
1) Trendwatching
Adalah langkah identifikasi lingkungan yang akan dimasuki perusahaan
di masa depan. Yang berbentuk pengamatan terhadap trend perubahan
lingkungan makro, lingkungan industri, lingkungan persaingan untuk
mengidentifikasi peluang yang dapat diraih, dan ancaman yang harus
HASIL
Retensi Pekerja
Produktivitas pekerja
Kepuasan Pekerja
Infrastruktur Teknologi
Iklim untuk bertindak
Kompetensi staf
22
dihadapi perusahaan dalam setiap lingkungan tersebut. Pada analisis
lingkungan industri dilakukan analisa strategi bersaing yang disebut
“Analisa Porter” yang merupakan bentuk lima model kekuatan
kompetitif, dimana keuntungan perusahaan dipengaruhi kekuatan
struktural di dalam industri terutama. Model analisa ini memindahkan
fokus dari perusahaan ke situasi kompetitif dalam industri, dengan suatu
aturan bahwa di dalam industri apapun maka aturan persaingan tercakup
ke dalam lima kekuatan bersaing, antara lain:
1) Masuknya pesaing baru.
2) Ancaman dari produk pengganti.
3) Kekuatan tawar pembeli.
4) Kekuatan tawar pemasok.
5) Persaingan di antara pesaing – pesaing yang ada.
2) Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats)
Merupakan analisa yang membagi lingkungan organisasi menjadi dua
bagian, yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Pengaruh-
pengaruh eksternal yang berdampak positif bagi organisasi diidentifikasi
sebagai peluang, pengaruh eksternal yang berdampak negatif
diidentifikasi sebagai ancaman, pengaruh-pengaruh internal yang
berdampak positif bagi organisasi diidentifikasi sebagai kekuatan, dan
pengaruh internal yang berdampak negatif diidentifikasi sebagai
kelemahan.
23
3) Envisioning
Adalah penentuan visi, misi, tujuan (goals), keyakinan dasar, dan nilai
dasar perusahaan. Bila perusahaan telah memiliki visi, misi, tujuan
(goals), keyakinan dasar, dan nilai dasar perusahaan, maka hal-hal ini
penting untuk dirumuskan apakah telah sesuai dengan kriteria
penyusunan yang telah ada atau harus dilakukan perbaikan dan
penambahan.
4) Pemilihan Sasaran-sasaran strategik
Sasaran strategik dipilih berdasarkan informasi yang dihasilkan dari
Analisis SWOT. Terdapat beberapa pilihan metode yang dapat
dikembangkan untuk proses pemilihan sasaran strategik perusahaan, salah
satunya, yaitu:
a) TOWS matrix
Adalah kebalikan dari SWOT yaitu threats, opportunities, weaknesses,
strengths. Pendekatan ini membantu manajer mengembangkan empat
tipe strategi berikut:
a. Strengths-opportunities strategies (SO strategies) adalah strategi
yang memanfaatkan kekuatan untuk meraih peluang.
b. Weaknessess opportunities strategies (WO strategies) adalah
strategi untuk mengatasi keterbatasan dengan memanfaatkan
peluang.
c. Weaknessess threats strategies (WT strategies) adalah strategi yang
meminimumkan keterbatasan dengan menghindari ancaman.
24
d. Strenghts threats strategies (ST strategies) adalah strategi yang
memanfaatkan kekuatan untuk menghilangkan ancaman.
TOWS matrix disusun dengan mendaftarkan peluang, ancaman, pada
sisi vertikal matrix dan mendaftar kekuatan serta keterbatasan pada sisi
horizontal matrix. Setelah dilakukan penyusunan maka akan diperoleh
sasaran-sasaran strategik berdasarkan tipe-tipe strategis di atas.
b) Sistem Perencanaan Strategik
Merupakan sistem yang menghasilkan keluaran yang masih bersifat
kualitatif, yaitu: Company Scorecard. Company Scorecard terdiri dari tiga
komponen utama, antara lain:
1) Peta Strategi (Strategy Map)
Peta ini menggambarkan proses perubahan intangible assets menjadi
tangible assets melalui hubungan sebab akibat antara sasaran strategik di
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan sasaran strategik di
perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal. Penerjemahan
visi dan misi ke dalam sasaran–sasaran strategik ditentukan oleh strategi
yang dipilih untuk mewujudkan visi, seperti: strategi cost leadership
(merupakan strategi yang menuntut pemilihan sasaran –sasaran strategik
yang mencerminkan pola pengerahan dan pengarahan seluruh sumber
daya perusahaan untuk menjadikan perusahaan terdepan dalam
persaingan pengelolaan biaya), strategi product leadership (merupakan
strategi yang menuntut pemilihan sasaran –sasaran strategik yang
mencerminkan pola pengerahan dan pengarahan seluruh sumber daya
25
perusahaan untuk menjadikan perusahaan terdepan dalam persaingan
menghasilkan produk inovatif).
2) Kerangka Balanced Scorecard
Kerangka Balanced Scorecard terdiri dari: ukuran hasil (outcome measure
atau lag indicator), ukuran pengendali kinerja (performance driver
measure atau lead indicator), dan target.
Ukuran hasil merupakan atas keberhasilan pencapaian sasaran strategik,
Ukuran pengendali kinerja (Performance driver measure) adalah ukuran
untuk dapat mencapai hasil.
3) Rencana Kegiatan (Action Plan atau Inisiatif Strategik)
Merupakan rencana atau program tindakan strategik atas sasaran strategik
yang ingin dicapai perusahaan. Dalam memilih inisiatif strategik
perusahaan harus memiliki langkah besar yang memerlukan beberapa
program dan beberapa tahun ke depan untuk melaksanakannya.
c) Sistem Penilaian dan Pengimplementasian Balanced Scorecard
Merupakan sistem yang melakukan langkah-langkah untuk melakukan
pengukuran atas kinerja perspektif, antara lain:
1) Penentuan target dan realisasi Balanced Scorecard dari data-data yang
diperoleh.
2) Penghitungan dan Pembobotan Balanced Scorecard
Yaitu dengan melakukan pembobotan pada setiap perspektif, sasaran
strategik, ukuran hasil atas sasaran strategik yang diperoleh dari
wawancara dengan pihak internal perusahaan. Juga dilakukan
perhitungan untuk pengukuran kinerja keseluruhan perusahaan melalui
26
perhitungan perspektif, sasaran strategik, tingkat pencapaian sasaran
strategik (Tingkat Pencapaian Tujuan) atau disebut juga TPT. Dan
langkah terakhirnya adalah melakukan pengukuran kinerja keseluruhan
perusahaan atas penghitungan – penghitungan tersebut.
Menurut Niven, P. R (2002) menyatakan bahwa, “pembobotan untuk
perspektif, sasaran strategik, ukuran lead indicator berdasarkan pada
penilaian dan pengalaman dari perusahaan atas setiap perspektif tersebut”
(h.45). Dan menurut Tunggal, A.W. (2009) menyatakan bahwa, “untuk
masing-masing target, ukuran sasaran strategik (measure of performance)
perlu dilakukan perhitungan bobot (weight)” (h. 111)
Menurut Sugiyono (2006) menyatakan bahwa, “untuk melakukan
pengumpulan data melalui kuesioner, peneliti akan menggunakan
instrumen yang berupa skala pengukuran. Skala pengukuran merupakan
kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang
dan pendeknya interval dalam alat ukur. Salah satu skala pengukuran
yang dipergunakan dalam teknik pengumpulan data secara kuesioner
adalah Skala Likert. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
persepsi sekelompok orang tentang fenomena sosial. Jawaban setiap
instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai kriteria dari
sangat positif sampai sangat negatif, seperti:
1 : Sangat tidak puas
2: Tidak puas
3: Cukup puas
4: Puas
27
5: Sangat puas
Perhitungan kuesioner, yaitu:
a) Hitung rata-rata = total penilaian / jumlah responden
b) Hitung persentase = rata-rata / 5 x 100% “ (h. 84).
II.1.7 Keunggulan Balanced Scorecard
Mulyadi (2007) menyatakan bahwa, “Balanced Scorecard memiliki
beberapa keunggulan sehingga dapat melipatgandakan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan kinerja keuangan, antara lain:
1. Meningkatkan secara signifikan kualitas perencanaan
Meningkatkan kualitas perencanaan dengan menjadikan perencanaan yang
bersifat strategik terdiri dari tiga tahap terpadu, yaitu:
a. Sistem perumusan strategi
Berfungsi sebagai alat trendwatching, analisis SWOT, envisioning,
pemilihan strategi.
b. Sistem perencanaan strategik
Berfungsi sebagai alat penerjemah misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar,
strategi ke dalam sasaran dan inisiatif strategi yang memiliki
karakteristik, sebagai berikut komprehensif, koheren, berimbang, terukur.
c. Sistem penyusunan program
Sebagai alat penjabaran inisiatif strategik ke dalam program.
2. Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja personel
28
Cara untuk melakukan peningkatan kualitas pengelolaan kinerja personel,
yaitu:
a. Pengelolaan kinerja personel mencakup kinerja karyawan, tidak hanya
pada kinerja manajer dalam organisasi.
b. Pengelolaan kinerja personel dilaksanakan secara bersistem dipacu oleh
pemenuhan kebutuhan pelanggan (customer-driven performance
management system).
c. Kinerja personel direncanakan melalui sistem perencanaan strategik
berbasis Balanced Scorecard.
d. Kinerja personel didefinisikan sebagai keberhasilan personel dalam
mewujudkan sasaran-sasaran strategik perusahaan” (h. 14).
II.2 Pengukuran Kinerja
II.2.1 Pengertian Kinerja
Menurut Robbins, S. P. dan Coulter M. (2002) mendefinisikan bahwa,
“Kinerja adalah hasil akhir dari suatu kegiatan” (h. 226).
Menurut Tika, M. P. (2006), definisi kinerja menurut beberapa tokoh
adalah sebagai berikut:
1. Menurut Stoner (1978) mendefinisikan bahwa, “Kinerja adalah fungsi dari
motivasi, kecakapan, dan persepsi peranan” (h. 121).
2. Menurut Bernardin dan Russel (1993) mendefinisikan bahwa, “Kinerja
adalah sebagai pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu” (h. 121).
29
3. Menurut Handoko mendefinisikan bahwa, “Kinerja adalah proses dimana
organisasi mengevaluasi dan menilai prestasi karyawan” (h. 121).
4. Menurut Suntoro, P. (1999) mendefinisikan bahwa, “Kinerja adalah hasil
kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi di dalam periode waktu
tertentu” (h. 121).
Menurut Tika, M. P. (2006), mendefinsikan bahwa “Kinerja adalah
sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok
dalam suatu organisasi yang dipengaruhi berbagai faktor untuk mencapai tujuan
organisasi didalam periode waktu tertentu” (h. 121).
II.2.2 Jenis - jenis Pengukuran Kinerja
Menurut Yuwono, Sukarno dan Ichsan (2007) mendefinisikan bahwa,
”Pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan yang dilakukan
terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang terdapat di dalam perusahaan,
hasil pengukuran kemudian dipergunakan sebagai umpan balik yang akan
memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik
dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas
perencanaan dan pengendalian” (h. 23).
II.2.2.1 Pengukuran Kinerja Keuangan
Menurut Sundari, B. (2009) dan Harsono, S. D. (1996), Dwi harsono, S
(1996), dan Brigham E. F. & Houston J. F. (2006) menyatakan bahwa,
“Terdapat pengukuran kinerja keuangan yang berbentuk analisa rasio keuangan
pada perusahaan asuransi, terdiri dari:
30
a) Rasio Likuiditas
Adalah rasio yang digunakan untuk menganalisa dan menginterpretasikan
posisi keuangan jangka pendek juga sangat membantu manajemen untuk
mengecek efisiensi modal kerja yang digunakan di dalam perusahaan Jenis-
jenis rasio ini, antara lain:
a. Liability to liquid assets ratio
Untuk mengukur kemampuan perusahaan di dalam memenuhi
kewajibannya dengan memberikan gambaran kondisi keuangan
perusahaan secara kasar, untuk mengetahui kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban-kewajiban yang jatuh tempo.
Liability to liquid assets ratio = Kewajiban
Aktiva yang diperkenankan
(Admitted Asset)
b. Rasio investasi atas kewajiban teknis (Investment to technical reserve
ratio)
Menunjukkan sampai seberapa jauh kewajiban teknis yang dibentuk
perusahaan asuransi tercermin pada investasi. Kewajiban teknisi adalah
premi yang belum merupakan pendapatan ditambah (+) estimasi klaim
tanggungan sendiri.
Investment to technical reserve ratio = Investasi
Kewajiban teknis
31
c. Current Ratio
Menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka
pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang
yang sudah jatuh tempo.
Current Ratio = Aktiva lancar
Kewajiban lancar
b) Rasio Solvabilitas
Rasio ini untuk menganalisa posisi keuangan jangka panjang dan hasil
operasinya digunakan analisa rasio atau perbandingan. Rasio ini jenisnya,
antara lain:
a. Rasio Risk Based Capital (RBC)
Menurut Usman, Fuad M.A. (2004) menyatakan bahwa, “untuk menilai
indikasi sehat atau tidaknya keuangan suatu perusahaan asuransi” (h.84,
h.117).
RBC = Total admitted assets x 100 %
Kewajiban keuangan
b. Rasio Stockholder’s Equity atau Proprietory
Menurut Munawir (2004) menyatakan, “untuk menunjukkan
pentingnya sumber modal pinjaman dan tingkat keamanan (margin of
protection) yang dimiliki kreditor, dan menunjukkan tingkat
solvabilitas perusahaan dari anggapan semua aktiva akan dapat
direalisir sesuai dengan yang dilaporakan pada neraca” (h. 82).
Rasio Stockholder’s Equity = Modal sendiri (Equity)
Total Aktiva
32
c) Rasio Profitabilitas atau Rentabilitas
Untuk mengukur profit diperoleh dari modal-modal operasi atau mengukur
kemampuan perusahaan memperoleh keuntungan. Rasio ini jenisnya,
antara lain:
a. Rasio tingkat pengembalian aset (Return on assets)
Mengukur efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber
dayanya yang disebut juga Return on investment.
Rasio tingkat pengembalian aset = Laba bersih
Total aset
b. Rasio tingkat pengembalian modal sendiri (Return on Equity)
Mengukur tingkat hasil pengembalian dari modal pemegang saham
(modal sendiri) yang diinvestasikan ke dalam perusahaan.
Laba bersih
Rasio tingkat pengembalian modal sendiri = sesudah pajak
Modal sendiri
(equity/ net worth)
c. Rasio tingkat pengembalian investasi (Return on investment)
Untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana
yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.
Rasio tingkat pengembalian investasi =
Earning Before Interest and Taxes (EBIT)
Rata-rata aktiva operasi
33
Keterangan:
Aktiva operasi terdiri dari : aktiva-aktiva yang dipertahankan untuk
penggunaan produktif dalam perusahaan, contohnya: kas, piutang,
persediaan, pabrik dan peralatan.
EBIT : adalah laba sebelum pajak dan bunga
d. Margin laba atas penjualan (Net Profit Margin Ratio)
Rasio ini untuk mengukur jumlah laba bersih per nilai rupiah penjualan,
memproyeksikan profitabilitas dalam suatu rencana bisnis.
Net Profit Margin Ratio = Laba bersih sesudah pajak
Penjualan
e. Loss Ratio
Untuk menunjukkan pengalaman klaim yang terjadi pada perusahaan
dan mengukur kualitas dari asuransi yang ditutup
Loss Ratio = Beban klaim
Pendapatan premi
e. Rasio hasil investasi (Investment Yield Ratio)
Memberikan syarat-syarat secara umum mengenai kualitas setiap jenis
investasi dan mengukur hasil yang dicapai dari investasi yang dilakukan.
Investment Yield Ratio = Pendapatan bersih investasi
Rata-rata investasi
d) Rasio Technical
Rasio ini jenisnya, antara lain:
34
a. Rasio Technical Reserve
Untuk dapat mengukur tingkat kecukupan besarnya kewajiban teknis
yang diperlukan. Kecukupan dana kewajiban teknis membuat kondisi
keuangan menjadi solvent, rendahnya rasio berarti perusahaan
menetapkan kewajiban teknis terlalu rendah dan apabila perusahaan
dalam kondisi tidak solvent maka perusahaan perlu membuat
penyesuaian pada solvency margin.
Technical Reserve = Kewajiban teknisi
Premi neto
e) Rasio Aktivitas
Menurut Gaspersz, V. (2002) menyatakan bahwa, ”rasio aktivitas adalah
rasio untuk mengukur efektivitas manajemen perusahaan menggunakan
semua sumber daya yang dibawah pengendalian manajemen, antara lain:”
a. Collection Days Account Receivables (periode penagihan rata-rata)
Untuk mengukur jangka waktu rata-rata antara waktu faktur dikirim
dan waktu pembayaran yang dilakukan.
Periode penagihan rata-rata piutang = Piutang rata-rata tahunan
Penjualan/365 tahun
b. Rasio perputaran aktiva tetap (fixed assets turn over)
Untuk mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan pabrik dan
peralatannya.
Perputaran aktiva tetap = Penjualan
Total aktiva tetap
35
c. Rasio perputaran total aktiva (Total assets turn over)
Untuk mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan total
hartanya secara efisien.
Perputaran total aktiva = Penjualan
Total aktiva
d. Rasio perputaran piutang (Account Receivables Turn Over)
Untuk mengukur tingkat keefektifan menggunakan piutang, apakah
terjadi investasi yang berlebih atau tidak pada piutang.
Account Receivables Turn Over = Penjualan
Rata-rata piutang
Keterangan:
Rata-rata piutang = (Piutang tahun 1) + (Piutang tahun 2)
2
e. Rasio perputaran aktiva operasi (Operating Assets Turn Over)
Untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva telah digunakan dalam
kegiatan perusahaan atau berapa kali aktiva operasi berputar dalam
periode tertentu (dalam setahun).
Operating Assets Turn Over = Jumlah Aktiva Operasi
Jumlah Penjualan (h.44).
f. Rasio perputaran modal kerja (Working Capital Turn Over)
Menurut Munawir (2004) menyatakan bahwa, ”untuk menilai
keefektifan modal kerja, dan menunjukkan hubungan antara modal
kerja dengan penjualan, banyak penjualan yang dapat diperoleh
perusahaan (dalam rupiah) untuk setiap rupiah modal kerja” (h.80).
36
Working Capital Turn Over = Penjualan
Modal kerja rata-rata
Keterangan:
Modal kerja rata- rata = (aktiva lancar – kewajiban lancar tahun 1) +
(aktiva lancar – kewajiban lancar tahun 2)
2
f) Rasio Expense
Rasio ini jenisnya, antara lain:
a. Rasio Expense
Rasio ini untuk mengetahui berapa besar biaya akuisisi perusahaan
dari hasil pendapatannya.
Expense = Biaya operasional perusahaan
Pendapatan premi bruto (h. 95, 412).
II.2.2.2 Pengukuran Kinerja Non Keuangan
Menurut Anthony, R. N. dan Govindarajan, V. yang diterjemahkan oleh
Tjakrawala, F. X. K. dan Harahap, R. K. (2005) menyatakan bahwa, “Terdapat
beberapa pengukuran kinerja non keuangan yang terdiri dari variabel-variabel,
sebagai berikut:
a. Variabel kunci berfokus pada pelanggan, antara lain:
a) Pemesanan, yaitu pesanan dikarenakan mendahului pendapatan
penjualan. Penurunan terhadap pesanan menandakan bahwa
penyesuaian terhadap aktivitas pemasaran dibenarkan untuk
37
meningkatkan penjualan atau aktivitas produksi atau keduanya untuk
mengubah tingkat operasi.
b) Pesanan tertunda, yaitu sebagai indikasi keseimbangan antara penjualan
dan produksi. Pesanan tertunda dapat menandakan ketidakpuasan
pelanggan.
c) Pangsa pasar, bila pangsa pasar diamati secara ketat maka penurunan
dalam posisi kompetitif suatu unit bisnis dapat dikaburkan oleh
peningkatan yang dilaporkan dalam volume penjualan yang disebabkan
pertumbuhan industri secara keseluruhan.
d) Pesanan dari pelanggan kunci, yaitu berupa pesanan yang diterima dari
pelanggan-pelanggan penting tertentu seperti pusat perbelanjaan besar,
rantai toko diskon, supermarket, pesanan melalui pos dapat
mengindikasikan di awal tentang keberhasilan seluruh strategi
pemasaran.
e) Kepuasan pelanggan, yaitu dapat diukur melalui survey pelanggan,
pendekatan “pembeli misterius”, dan jumlah surat keluhan.
f) Retensi pelanggan, yaitu dapat diukur melalui lamanya hubungan
dengan pelanggan.
g) Loyalitas pelanggan, yaitu dapat diukur melalui pembelian berulang,
referensi yang diberikan pelanggan, penjualan ke pelanggan sebagai
persentase dari total kebutuhan pelanggan tersebut untuk produk atau
jasa yang sama.
b. Variabel kunci berkaitan dengan proses bisnis internal, yaitu:
38
a) Utilitas kapasitas, yaitu sangat penting dalam bisnis dimana biaya tetap
adalah tinggi. Dalam organisasi profesional, persentase dari total jam
professional (atau disebut juga dengan waktu terjual sebagai ukuran
dari sumber daya tetap) yang tersedia dibebankan ke pelanggan.
b) Pengiriman tepat waktu
c) Perputaran persediaan
d) Kualitas, yaitu terdapat indikator dari kualitas mencakup jumlah unit
yang dikirimkan oleh setiap pemasok, jumlah dan frekuensi dari
pengiriman terlambat, jumlah komponen di dalam suatu produk,
persentase komponen umum terhadap komponen unik dalam suatu
produk, persentase hasil, first pass yields (persentase unit yang selesai
tanpa pengerjaan kembali), bahan baku sisa, pengerjaan kembali,
kerusakan mesin, jumlah dan frekuensi jadwal produksi dan pengiriman
yang tidak terpenuhi, jumlah saran karyawan, jumlah keluhan
pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan, klaim garansi, beban
pemeliharaan lapangan, jumlah dan frekuensi produk yang
dikembalikan, dan sebagainya.
e) Waktu siklus, alat yang digunakan untuk menganalisis kebutuhan
persediaan.Dan hanya waktu pemrosesan yang menambah nilai produk”
(h. 176).
39
II.2.3 Metode Pengukuran Kinerja Perusahaan
Menurut Tika, M. P. (2006) menyatakan bahwa, “Terdapat beberapa
metode untuk mengukur kinerja perusahaan baik secara keuangan maupun non
keuangan, antara lain:
a) Metode UCLA
Model UCLA membagi evaluasi atas kinerja perusahaan ke dalam lima
macam, yaitu:
a. Sistem assessment, adalah evaluasi yang memberikan informasi tentang
keadaan atau posisi suatu sistem.
b. Program planning, adalah evaluasi yang membantu penilaian aktivitas-
aktivitas dalam program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi
kebutuhannya.
c. Program implementation, adalah evaluasi yang menyiapkan informasi
apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang
tepat seperti yang direncanakan.
d. Program improvement, adalah evaluasi yang memberikan informasi
tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja,
bagaimana mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin dapat
mengganggu pelaksanaan kegiatan.
e. Program ceritification, adalah evaluasi yang memberikan informasi
mengenai nilai-nilai atau manfaat program.
Juga terdapat aspek-aspek bisnis yang perlu dievaluasi di dalam suatu
perusahaan, terdiri dari: aspek strategi perusahaan, aspek pemasaran dan
pasar, aspek operasional, aspek sumber daya manusia, dan aspek
40
keuangan. Setiap aspek bisnis yang dievaluasi ini perlu dilengkapi
dengan peralatan evaluasi (h. 124).
b) Metode Tradisional
Menurut Wahyuni, E., HS, T., Tangkilisan, H.N. (2005), menyatakan
bahwa pengukuran kinerja tradisional, terdiri dari:
1. Tingkat kembali investasi (Return on investment)
Adalah suatu model yang dikembangkan oleh Dupont. ROI
mengintegrasikan laporan operasional dan neraca dalam satu rasio
sederhana yang rumusnya, sebagai berikut:
ROI = Laba Operasi (Laba sebelum bunga dan pajak)
Rata-rata aktiva operasional
Laba operasi dimaksudkan untuk pengukuran kinerja dividen. Dengan
menggunakan ROI maka mendorong manajer untuk memperhatikan
dengan sungguh-sungguh hubungan antara penjualan, biaya, investasi,
dan mendorong efisiensi biaya serta mendorong untuk tidak berinvestasi
besar pada aktiva operasional
2. Laba Residu
Laba residu adalah selisih antara laba operasi dan tingkat kembalian
minimum yang diisyaratkan atas aktiva operasi perusahaan yang
dinyatakan dalam unit moneter. Rumusnya sebagai berikut:
Residual Income = Laba operasi – (Persentase tingkat kembalian
minimum x rata-rata aktiva operasi)
3. Nilai tambah ekonomis (Economic Value Added)
41
Adalah suatu konsep pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang
dikembangkan Sten & Stew art Co. EVA adalah laba setelah pajak
dikurangi total biaya modal tahunan. Apabila EVA positif maka
perusahaan telah berhasil menciptakan kemakmuran, tapi bila negatif
maka nilai perusahaan berkurang akibat tingkat pengembalian yang
dihasilkan lebih rendah daripada yang diisyaratkan.
c) Metode Balanced Scorecard
Balanced Scorecard adalah metode untuk mengukur kinerja seseorang atau
kelompok atau organisasi dengan menggunakan kartu untuk mencatat skor
hasil-hasil kinerja. Melalui Balanced Scorecard dilakukan pendekatan untuk
mengukur kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan aspek-aspek
berikut: bila ditinjau dari segi internal perusahaan (perspektif proses bisnis
internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan), ditinjau dari segi
eksternal perusahaan (perspektif pelanggan dan perspektif keuangan). Tetapi
bila ditinjau dari segi proses dan orang (perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan, perspektif pelanggan), dan dari segi proses (perspektif
keuangan, perspektif proses bisnis internal)” (h. 124).
II.2.4 Tujuan Pengukuran Kinerja
Menurut Wahyuni, HS, dan Tangkilisan (2005) menyatakan bahwa,
”Tujuan utama pengukuran kinerja, antara lain: untuk memotivasi karyawan
dalam mencapai tujuan organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindaka serta hasil yang diinginkan;
untuk membantu dalam penetapan standar dan target, sarana untuk kemajuan,
42
memotivasi, mengkomunikasikan strategi, organisasi, dan mempengaruhi
perubahan perilaku; untuk dapat mengeliminasi aktivitas yang tidak bernilai
tambah dan mengoptimasi aktivitas yang bernilai tambah, sejalan dengan
berkambangnya manajemen aktivitas” (h. 16).
II.2.5 Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2007) menyatakan bahwa,
”Manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah, sebagai berikut:
a) Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat dengan pelanggannya serta membuat seluruh orang
dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
b) Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan bagian dari mata rantai
pelanggan dan pemasok internal.
c) Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
d) Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kurang jelas atau samar-
samar menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran
organisasi.
e) Membangun suatu konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan
memberi reward atas perilaku yang diharapkan tersebut.