Upload
eko-prayitno
View
92
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui
sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan
bumi. Terdapat 1,4 triliun kilometer kubik (330 juta mil³) tersedia di bumi. Air sebagian
besar terdapat di laut (air asin) dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak
gunung), akan tetapi juga dapat hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air tawar, danau,
uap air, dan lautan es. Air dalam obyek-obyek tersebut bergerak mengikuti suatu siklus air,
yaitu: melalui penguapan, hujan, dan aliran air di atas permukaan tanah (run-off, meliputi
mata air, sungai, muara) menuju laut. Air bersih penting bagi kehidupan manusia. Di banyak
tempat di dunia terjadi kekurangan persediaan air. Air dapat berwujud padatan (es), cairan
(air) dan gas (uap air). Air merupakan satu-satunya zat yang secara alami terdapat di
permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Pengelolaan sumber daya air yang kurang
baik dapat menyebakan kekurangan air, monopolisasi serta privatisasi dan bahkan menyulut
konflik. Indonesia telah memiliki undang-undang yang mengatur sumber daya air sejak tahun
2004, yakni Undang Undang nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas
dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak
berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1
bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting,
yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam,
gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik.
Keadaan air yang berbentuk cair merupakan suatu keadaan yang tidak umum dalam
kondisi normal, terlebih lagi dengan memperhatikan hubungan antara hidrida-hidrida lain
yang mirip dalam kolom oksigen pada tabel periodik, yang mengisyaratkan bahwa air
seharusnya berbentuk gas, sebagaimana hidrogen sulfida. Dengan memperhatikan tabel
periodik, terlihat bahwa unsur-unsur yang mengelilingi oksigen adalah nitrogen, flor, dan
II-1
fosfor, sulfur dan klor. Semua elemen-elemen ini apabila berikatan dengan hidrogen akan
menghasilkan gas pada temperatur dan tekanan normal. Alasan mengapa hidrogen berikatan
dengan oksigen membentuk fasa berkeadaan cair, adalah karena oksigen lebih bersifat
elektronegatif ketimbang elemen-elemen lain tersebut (kecuali flor). Tarikan atom oksigen
pada elektron-elektron ikatan jauh lebih kuat dari pada yang dilakukan oleh atom hidrogen,
meninggalkan jumlah muatan positif pada kedua atom hidrogen, dan jumlah muatan negatif
pada atom oksigen. Adanya muatan pada tiap-tiap atom tersebut membuat molekul air
memiliki sejumlah momen dipol. Gaya tarik-menarik listrik antar molekul-molekul air akibat
adanya dipol ini membuat masing-masing molekul saling berdekatan, membuatnya sulit
untuk dipisahkan dan yang pada akhirnya menaikkan titik didih air. Gaya tarik-menarik ini
disebut sebagai ikatan hidrogen.
Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia.
Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan dan
temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen
(H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-).
Molekul air dapat diuraikan menjadi unsur-unsur asalnya dengan mengalirinya arus
listrik. Proses ini disebut elektrolisis air. Pada katoda, dua molekul air bereaksi dengan
menangkap dua elektron, tereduksi menjadi gas H2 dan ion hidrokida (OH-). Sementara itu
pada anoda, dua molekul air lain terurai menjadi gas oksigen (O2), melepaskan 4 ion H+ serta
mengalirkan elektron ke katoda. Ion H+ dan OH- mengalami netralisasi sehingga terbentuk
kembali beberapa molekul air. Reaksi keseluruhan yang setara dari elektrolisis air dapat
dituliskan sebagai berikut.
Gas hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari reaksi ini membentuk gelembung pada
elektroda dan dapat dikumpulkan. Prinsip ini kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan
hidrogen dan hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar
kendaraan hidrogen.
Air adalah pelarut yang kuat, melarutkan banyak jenis zat kimia. Zat-zat yang
bercampur dan larut dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut sebagai zat-zat
"hidrofilik" (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tercampur dengan air (misalnya
II-2
lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat "hidrofobik" (takut-air). Kelarutan suatu zat
dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menandingi kekuatan gaya tarik-
menarik listrik (gaya intermolekul dipol-dipol) antara molekul-molekul air. Jika suatu zat
tidak mampu menandingi gaya tarik-menarik antar molekul air, molekul-molekul zat tersebut
tidak larut dan akan mengendap dalam air.
2.2 Sungai
Sungai merupakan jalan air alami. mengalir menuju Samudera, Danau atau laut, atau
ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap
ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan
cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan
air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang
mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai
utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada saluran dengan dasar dan tebing di
sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai
muara sungai.
Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya
terkumpul dari presipitasi, seperti hujan,embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan di
beberapa negara tertentu air sungai juga berasal dari lelehan es / salju. Selain air, sungai juga
mengalirkan sedimen dan polutan
2.3 Sampling Air
Data hasil pengujian parameter kualitas lingkungan harus dapat pertanggung
jawabkan baik secara ilmiah maupun hukum karena data tersebut dapat digunakan sebagai
dasar perencanaan, Evaluasi, maupun pengawasan yang sangat berguna bagi para pengambil
keputusan, perencanaan, penyusunan program baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah
dalam menentukan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup selain itu hasil pengujian dapat
sebagai informasi adanya pencemaran lingkungan pada daerah tertentu atau pembuktian
kasus lingkungan dalam rangka penegakan hukum lingkungan.
II-3
Mengingat pentingnya data hasil pengujian parameter kualitas lingkungan tersebut,
maka proses pengambilan contoh yang merupakan langkah awal dalam menghasilkan data
kualitas lingkungan, harus mempertimbangkan kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku dan
peraturan undang-undang yang berlaku.
Jika proses pengambilan contoh lingkungan dilakukan kurang tepat maka peralatan
secanggih apapun yang digunakan tidak dapat menghasilkan data yang mengambarkan
kondisi kualitas lingkungan yang sesungguhnya kecuali hanya data dari contoh yang
representatif.
Dalam praktik pengumpulan limbah dilakukan dalam wadah dengan persyaratan
yaitu Volume wadah ahrus di sesuaikan dengan kategori limbah, wadah harus menjamin
keselamatan, pemberian label harus sesuai dengan kategori limbah, instruksi untuk
menyimpan atau untuk masing-masing kategori limbah harus disertakan contohnya ” simpan
pada pH kurang dari 7 “ dll.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh adalah mendapatkan
sampel/contoh uji yang benar-benar representatif, menghindari kontaminasi pada contoh dan
mencegah degradasi analit sebelum contoh sampai di laboratorium.
Secara garis besar prosedur sampling terdiri dari : Perencanaan sampling, persiapan
sampling dan pelaksanaaan sampling termasuk jaminan mutu dan pengendalian mutu
sampling. Prosedur sampling harus dituangkan secara tertulis meliputi, pengambilan,
pelabelan, pengawetan, transpor, penyimpanan dan dokumentasi.
Beberapa hal yang perlu dalam perencanaan sampling adalah :
Menentukan tujuan, Minsalnya untuk penelitian, Pemantauan dll
Menentukan petugas sampling .
Menentukan tipe sampel/contoh uji.
Menentukan frekwensi sampling.
Pengendalian Mutu yang di perlukan.
Menentukan parameter dan lokasi sampling.
Menentukan pengawet yang di perlukan .
Pengamanan contoh di lapangan
Menentukan penyimpanan dan batas waktu simpan.
II-4
Setelah perencanaan sampling dibuat, persiapan yang harus dilakukan sebelum pengambilan
contoh dilapangan adalah :
Menyiapkan dan mencuci wadah contoh yang diperlukan hinggá bebas dari
kontaminasi.
Membuat bahan pengawet yang diperlukan
Menyiapkan label yang dibutuhkan
Mencuci alat pengambil contoh.
Menyiapkan dokumentasi dan alat tulis yang diperlukan
Menyiapkan Formular Rekaman Lapangan.
MenyiapkanAir Suling/Blangko
Menyiapkan dan mengkalibrasi alat pengukur parameter lapangan.
Beberapa tahapan pekerjaan yang dilakukan dalam pengambilan contoh dilapangan sampai
contoh sebelum dibawa dan dianalisis di laboratorium.
Menyiapkan Wadah contoh
Membilas alat pengambil contoh dengan air suling.
Membilas alat pengambil contoh sebanyak 3x dengan contoh yang akan di ambil.
Mengambil contoh sesuai sesuai titik sampling dan memasukanya ke dalam wadah
yang sesuai.
Melakukan dan memberi bahan pengawet yang sesuai ke dalam contoh yang sudah
diambil.
Memberi label pada wadah contoh
Mengamankan contoh serta wadahnya minsalnya disegel dengan benar.
Mengukur parameter lapangan.
Mencatat kondisi lapangan
2.4 Parameter Uji Kualitas Air
Warna
Air yang sama sekali belum mengalami pencemaran, berwarna bening, atau sering
dikatakan tak berwarna. Timbulnya warna disebabkan oleh kehadiran bahan-bahan
tersuspensi yang berwarna, ekstrak senyawa-senyawa organik ataupun tumbuh-tumbuhan dan
II-5
karena terdapatnya mikro organisme seperti plankton, disamping itu juga akibat adanya ion-
ion metal alami seperti besi dan mangan. Komponen penyebab warna, khususnya yang
berasal dari limbah industri kemungkinan dapat membahayakan bagi manusia mau bagi biota
air. Disamping itu warna air juga memberi indikasi terdapatnya senyawa-senyawa organik,
yang melalui proses klorinasi dapat meningkatkan pertumbuhan mikro organisme air.
Total Padatan Terlarut (Total Dissoveld Solid, TDS)
TDS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang
disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Materi yang
terlarut mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi
matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan bagi organisme produser.
pH
pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan melalui
konsentrasi/aktifitas ion hidrogen (H+). Secara matematis dinyatakan sebagai:
pH = - log (H+).
H+ selalu ada dalam keseimbangan yang dinamis dengan air (H2O) yang membentuk suasana
untuk semua reaksi kimiawi yang berkaitan dengan masalah pencemaran air, dimana sumber
ion hidrogen tidak pernah habis.
H+ tidak hanya merupakan unsur molekul H2O saja, tetapi juga merupakan unsur banyak
senyawa lain. Dalam air murni, banyaknya molekul H2O yang terionkan ada sebanyak 10-7,
sehingga pH air dikatakan 7. Bila konsentrasi ion hidrogen bertambah, maka nilai pH akan
turun dan larutan disebut bersifat asam. Sebaliknya, jika konsentrasi ion hidrogen berkurang,
menyebabkan nilai pH naik dan larutan disebut bersifat basa.
pH yang ideal bagi kehidupan biota air adalah antara 6,8 sampai 8,5. pH yang sangat
rendah, menyebabkan kelarutan logam-logam dalam air makin besar, yang bersifat toksik
bagi organisme air, sebaliknya pH yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi amoniak
dalam air yang juga bersifat toksik bagi organisme air. pH air biasanya ditentukan langsung
di lapangan dengan alat pH-meter, atau dapat juga dengan kertas pH.
II-6
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman
atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas
ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara
eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah
skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan
berdasarkan persetujuan internasional.
Konsep pH pertama kali diperkenalkan oleh kimiawan Denmark Søren Peder Lauritz
Sørensen pada tahun 1909. Tidaklah diketahui dengan pasti makna singkatan "p" pada "pH".
Beberapa rujukan mengisyaratkan bahwa p berasal dari singkatan untuk powerp (pangkat),
yang lainnya merujuk kata bahasa Jerman Potenz (yang juga berarti pangkat), dan ada pula
yang merujuk pada kata potential. Jens Norby mempublikasikan sebuah karya ilmiah pada
tahun 2000 yang berargumen bahwa p adalah sebuah tetapan yang berarti "logaritma
negatif". Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada suhu 25 °C ditetapkan sebagai 7,0.
Larutan dengan pH kurang daripada tujuh disebut bersifat asam, dan larutan dengan pH lebih
daripada tujuh dikatakan bersifat basa atau alkali.
Menurut definisi asli Sørensen, p[H] didefinisikan sebagai minus logaritma
konsentrasi ion hidrogen. Definisi ini telah lama ditinggalkan dan diganti dengan definisi pH.
Adalah mungkin untuk mengukur konsentrasi ion hidrogen secara langsung apabila elektroda
yang digunakan dikalibrasi sesuai dengan konsentrasi ion hidrogen. Salah satu caranya
adalah dengan mentitrasi larutan asam kuat yang konsentrasinya diketahui dengan larutan
alkali kuat yang konsentrasinya juga diketahui pada keberadaan konsentrasi elektrolit latar
yang relatif tinggi. Oleh karena konsentrasi asam dan alkali diketahui, adalah mudah untuk
menghitung ion hidrogen sehingga potensial yang terukur dapat dikorelasikan dengan
kosentrasi ion. Kalibrasi ini biasanya dilakukan menggunakan plot Gran. Kalibrasi ini akan
menghasilkan nilai potensial elektroda standar, E0, dan faktor gradien, f, sehingga persamaan
Nerstnya berbentuk
II-7
Persamaan ini dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ion hidrogen dari pengukuran
eksperimental E. Faktor gradien biasanya lebih kecil sedikit dari satu. Untuk faktor gradien
kurang dari 0,95, ini mengindikasikan bahwa elektroda tidak berfungsi dengan baik.
Keberadaan elektrolit latar menjamin bahwa koefisien aktivitas ion hidrogen secara efektif
konstan selama titrasi. Oleh karena ia konstan, maka nilainya dapat ditentukan sebagai satu
dengan menentukan keadaan standarnya sebagai larutan yang mengandung elektrolit latar.
Dengan menggunakan prosedur ini, aktivitas ion akan sama dengan nilai konsentrasi.
Perbedaan antara p[H] dengan pH biasanya cukup kecil. Dinyatakan bahwa pH = p[H] +
0,04. Pada prakteknya terminologi p[H] dan pH sering dicampuradukkan dan menyebabkan
kerancuan.
Kekeruhan
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik
yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh buangan industri.
Alkalinitas dan kesadahan - Alkalinitas menggambarkan jumlah basa ( alkali ) yang
terkandung dalam air, sedangkan alkalinitas total adalah konsentrasi total dari basa yang
terkandung dalam air yang dinyatakan dalam ppm setara dengan kalsium karbonat. Total
alkalinitas biasanya selalu dikaitkan dengan pH karena pH air ini akan menunjukkan apakah
suatu perairan itu asam atau basa. Alkalinitas juga disebut dengan Daya Menggabung Asam
(DMA) atau buffer/penyangga suatu perairan yang dapat menunjukkan kesuburan suatu
perairan tersebut. Sedangkan kesadahan menggambarkan kandungan Ca, Mg dan ion-ion
yang terlarut dalam air.
Asiditas - Alkalinitas
Berdasarkan Effendi (2000) Nilai alkalinitas berkaitan jenis perairan yaitu perairan
dengan nilai alkalinitas kurang dari 40 mg/l CaCO3 disebut sebagai perairan lunak (Soft
water), sedangkan perairan yang nilai alkalinatasnya lebih dari 40 mg/l CaCO3 disebut
sebagai perairan keras (Hard water). Perairan dengan nilai alkalinitas yang tinggi lebih
produkstif daripada dengan perairan yang nilai alkalinitasnya rendah.
Menurut Schimittou (1991), perairan dengan alkalinitas yang rendah (misal kurang
dari 15 mg/l) tidak diinginkan dalam akuakultur karena : Perairan tersebut sangat asam
II-8
sehingga performansi produksi ikan ( Kesehatan umum dan kelangsungan hidup,
pertumbuhan, hasil dan efisiensi pakan) dipengaruhi secara negatif. Produksi phytoplankton
dibatasi oleh ketidakcukupan CO2 dan HCO3 yang cenderung menyebabkan rendahnya
kelarutan oksigen dan bisa mengakibatkan kematian plankton.
Pada tanah-tanah asam dapat menyerap fosfor yang akan mereduksi efek pemupukan
pada tingkat produksi akuakultur sistem ekstensif, tingkat pemupukan ekstensif dan
pemupukan intensif. Fluktuasi pada pH dan faktorfaktor yang berhubungan dapat
menyebabkan ketidakstabilan mutu air yang dapat menyebabkan ikan stres. Pada tingkat pH
yang ekstrem dapat menyebabkan kondisikondisi stres masam pada pagi hari dan kondisi
stres alkalin pada senja hari.
Untuk meningkatkan kandungan alkalinitas total pada kolam pemeliharaan ikan dapat
digunakan kapur pertanian. Oleh karena itu dalam kolam pemeliharaan ikan sebelum
digunakan dilakukan proses pengapuran dengan menggunakan beberapa jenis batu kapur
yang disesuaikan dengan kualitas tanah dasar kolam pemeliharaan.
Pengukuran tingkat alkalinitas air dapat dilakukan secara kimiawi dengan metode
titrasi kimia. Analisis titrimetri merupakan analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan
menetapkan volume suatu larutan yang kosentrasinya diketahui dengan tepat yang diperlukan
untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan ditetapkan. Larutan
dengan kosentrasi yang diketahui dengan tepat disebut larutan standar.
Larutan standar ditambahkan dari dalam sebuah buret. Proses penambahan larutan
standar sampai reaksi tepat lengkap bereaksi, disebut titrasi, dan zat yang akan ditentukan
konsentrasinya disebut dititrasi. Titik pada saat reaksi itu tepat lengkap bereaksi disebut titik
ekivalen (Vogel, 1994).
Alkalinity adalah kapasitas air untuk menentukan asam tanpa penurunan nilai pH
larutan. Alkalinity dalam air yaitu : ion karbonat (CO32-), ion bikarbonat (HCO3), ion borat
(BO32-), ion fosfat (PO4
3-), dan ion silikat (SiO42-).
Alkalinity ditetapkan melalui titrasi asam basa. Asam kuat seperti H2SO4 dan HCl
dapat menetralkan zat-zat alkalinity yang merupakan zat basa sampai titik akhir titrasi yaitu
kira-kira pH 8,3 dan 4,5.
II-9
No. Indikatoryang digunakan Keadaan Basa Keadaan Asam
1 Phenolpthalein Merah
lembayung
Tidak berwana
2 Metil orange Kuning orange Merah
3 Metil red + brom Biru kehijauan
4 Kresol hijau - Biru muda atau kelabu
- kelabu kemerahan atau biru merah
muda
Alkalinitas menggambarkan jumlah basa ( alkali ) yang terkandung dalam air,
sedangkan alkalinitas total adalah konsentrasi total dari basa yang terkandung dalam air yang
dinyatakan dalam ppm setara dengan kalsium karbonat. Total alkalinitas biasanya selalu
dikaitkan dengan pH karena pH air ini akan menunjukkan apakah suatu perairan itu asam
atau basa. Alkalinitas juga disebut dengan Daya Menggabung Asam (DMA) atau
buffer/penyangga suatu perairan yang dapat menunjukkan kesuburan suatu perairan tersebut.
Sedangkan kesadahan menggambarkan kandungan Ca, Mg dan ion-ion yang terlarut dalam
air.
Berdasarkan Effendi (2000) Nilai alkalinitas berkaitan jenis perairan yaitu perairan
dengan nilai alkalinitas kurang dari 40 mg/l CaCO3 disebut sebagai perairan lunak (Soft
water), sedangkan perairan yang nilai alkalinatasnya lebih dari 40 mg/l CaCO3 disebut
sebagai perairan keras (Hard water). Perairan dengan nilai alkalinitas yang tinggi lebih
produkstif daripada dengan perairan yang nilai alkalinitasnya rendah.
Menurut Schimittou (1991), perairan dengan alkalinitas yang rendah (misal kurang dari 15
mg/l) tidak diinginkan dalam akuakultur karena :
Perairan tersebut sangat asam sehingga performansi produksi ikan ( Kesehatan umum
dan kelangsungan hidup, pertumbuhan, hasil dan efisiensi pakan) dipengaruhi secara
negatif.
Produksi phytoplankton dibatasi oleh ketidakcukupan CO2 dan HCO3 yang
cenderung menyebabkan rendahnya kelarutan oksigen dan bisa mengakibatkan
kematian plankton.
II-10
Pada tanah-tanah asam dapat menyerap fosfor yang akan mereduksi efek pemupukan
pada tingkat produksi akuakultur sistem ekstensif, tingkat pemupukan ekstensif dan
pemupukan intensif.
Fluktuasi pada pH dan faktorfaktor yang berhubungan dapat menyebabkan
ketidakstabilan mutu air yang dapat menyebabkan ikan stres.
Pada tingkat pH yang ekstrem dapat menyebabkan kondisikondisi stres masam pada
pagi hari dan kondisi stres alkalin pada senja hari.
Untuk meningkatkan kandungan alkalinitas total pada kolam pemeliharaan ikan dapat
digunakan kapur pertanian. Oleh karena itu dalam kolam pemeliharaan ikan sebelum
digunakan dilakukan proses pengapuran dengan menggunakan beberapa jenis batu kapur
yang disesuaikan dengan kualitas tanah dasar kolam pemeliharaan.
Zat Organik
Kimia organik adalah percabangan studi ilmiah dari ilmu kimia mengenai struktur,
sifat, komposisi, reaksi, dan sintesis senyawa organik. Senyawa organik dibangun terutama
oleh karbon dan hidrogen, dan dapat mengandung unsur-unsur lain seperti nitrogen, oksigen,
fosfor, halogen dan belerang.
Definisi asli dari kimia organik ini berasal dari kesalahpahaman bahwa semua
senyawa organik pasti berasal dari organisme hidup, namun telah dibuktikan bahwa ada
beberapa perkecualian. Bahkan sebenarnya, kehidupan juga sangat bergantung pada kimia
anorganik; sebagai contoh, banyak enzim yang mendasarkan kerjanya pada logam transisi
seperti besi dan tembaga, juga gigi dan tulang yang komposisinya merupakan campuran dari
senyama organik maupun anorganik. Contoh lainnya adalah larutan HCl, larutan ini berperan
besar dalam proses pencernaan makanan yang hampir seluruh organisme (terutama
organisme tingkat tinggi) memakai larutan HCl untuk mencerna makanannya, yang juga
digolongkan dalam senyawa anorganik. Mengenai unsur karbon, kimia anorganik biasanya
berkaitan dengan senyawa karbon yang sederhana yang tidak mengandung ikatan antar
karbon misalnya oksida, garam, asam, karbid, dan mineral. Namun hal ini tidak berarti
bahwa tidak ada senyawa karbon tunggal dalam senyawa organik misalnya metan dan
turunannya.
II-11
Kimia organik sebagai suatu ilmu secara umum disetujui telah dimulai pada tahun
1828 dengan sintesis urea organik oleh Friedrich Woehler, yang secara tidak sengaja
menguapkan larutan amonium sianat NH4OCN.
Bahan Organik dan garam mineral dalam air - Mineral merupakan salah satu unsur
kimia yang selalu ada dalam suatu perairan, beberapa jenis mineral antara lain adalah
Kalsium (Ca), Pospor (P), Magnesium (Mg), Potassium (K), Sodium (Na), Sulphur (S), zat
besi (Fe), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Seng (Zn), Florin (F), Yodium (I) dan Nikel (Ni).
Diperairan umum mineral yang diperlukan oleh phytoplakton senantiasa diperoleh dari
pembongkaran bahan-bahan organik sisa dari tumbuhan dan binatang yang sudah mati. Di
alam mineral tersebut berasal dari air yang masuk, atau adanya penambahan pupuk buatan.
Pembongkaran bahan organik dilakukan oleh jasad renik yang terdapat didalam air. Pada
umumnya jasad renik ini menghendaki perairan yang pHnya 7 sedikit mendekati basa.
Pembongkaran bahan organik ada yang dilakukan secara anaerob (tidak memerlukan
oksigen). Proses pembongkaran itu juga dipengaruhi oleh suhu air. Bahan organik yang larut
didalam air belum dapat dimanfaatkan oleh binatang air secara langsung. Bahan-bahan
organik yang mengendap di dasar perairan yang dangkal dapat dimakan secara langsung oleh
berbagai macam binatang benthos (binatang yaang hidup didasar perairan) seperti siput
vivipar javanica, cacing tubifex, larva chironomaus dan sebagainya. Bagian-bagian dari pada
lumpur organik demikian yang tidak dapat dicernakan, menyisa sebagai detritus di dasar
perairan. Jumlah bahan organik yang terdapat dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai
salah satu indikator banyak tidaknya mineral yang dapat dibongkar kelak.
Bila suasana perairan anaerob, maka protein-protein yang menang mengandung
belerang dapat dibongkar oleh bakteri anaerob (diantaranya adalah Bakterium vulgare). Hasil
pembongkaran tersebut adalah gas hidrogen sulfida (H2S) dan ditandai bau busuk, air
berwarna kehitaman. Gas itu merupakan limiting factor/ faktor pembatas bagi kesuburan
perairan. Kandungan H2S - 6 mg/ l sudah dapat membunuh ikan Cyprinus carpio dalam
beberapa jam saja. Untuk mencegah timbulnya H2S dalam kolam biasanya kolam yang akan
digunakan untuk budidaya ikan harus dilakukan pengolahan tanah dasar dan pengeringan.
Jenis gas beracun lainnya yang berasal dari pembongkaran bahan organik adalah gas
metana. Gas Metana ( CH4 ) adalah gas yang bersifat mereduksi dan dikenal sebagai gas
rawa. Metana itu timbul pada proses pembongkaran hidrat arang dari bahan organik yang
II-12
tertimbun dalam perairan. Hidrat arang dalam suasana anaerob mulamula dibongkar menjadi
asam-asam karboksilat. Bila suasana air tetap anaerob maka asam-asam karboksilat
direduksikan lebih lanjut menjadi Metana. Bila gas Metana ini berhubungan dengan O2 dalam
air sekelilingnya, maka air itu akan berkurang O2, dan sebagai hasilnya timbullah gas CO2.
Pembongkaran dalam suasana anaerob juga dapat dilakukan oleh ragi (Saccharomyces), hasil
pembongkaran itu adalah alkohol dan lebih lanjut lagi menjadi asam cuka (asam asetat ) oleh
bakterium aceti. Kandungan bahan organik dalam air sangat sulit untuk ditentukan yang biasa
disebut dengan kandungan total bahan organik (Total Organic Matter/TOM).
Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/ DO)
Adanya oksigen terlarut dalam air adalah sangat penting untuk kelangsungan kehidupan
ikan dan organisme air lainnya yaitu untuk proses respirasi. Kemampuan air untuk
membersihkan pencemaran secara alamiah banyak tergantung pada cukup tidaknya kadar
oksigen terlarut. Adanya oksigen terlarut dalam air berasal dari udara dan dari proses
fotosintesa tumbuh-tumbuhan air. Kelarutan oksigen dalam air, tergantung pada temperatur,
tekanan atmosfer dan kandungan mineral dalam air. Kelarutan maksimum oksigen dalam air,
pada suhu 00C yaitu sebesar 14,16 mg/L. Sejalan dengan meningkatnya suhu, maka
konsentrasi oksigen dalam air akan berkurang.
Hubungan antara suhu air dan kandungan
oksigen terlarutSuhu Air
Kandungan Oksigen Terlarut (DO)
0°C 14,18 ppm
5°C 12,34 ppm
10°C 10,92 ppm
15°C 9,79 ppm
20°C 8,88 ppm
25°C 8,12 ppm
30°C 7,48 ppm
Ada dua metode yang umum digunakan untuk analisa oksigen terlarut dalam air yaitu dengan
metode titrasi cara Winkler dan metode elektrokimia dengan alat DO-meter.
II-13
DO-meter manual DO-meter digital
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi
untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi
bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam
suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis
organisme yang hidup dalam perairan tersebut (SALMIN, 2000). Kecepatan difusi oksigen
dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan
massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. ODUM (1971) menyatakan
bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan
berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan
lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses
fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut,
karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan
untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organism
terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya.
Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relative lebih sedikit apabila
dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang
dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap
perairan yang kekurangan oksigen terlarut (WARDOYO, 1978). Kandungan oksigen terlarut
(DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa
beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung
kehidupan organisme (SWINGLE, 1968). Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh
kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar
II-14
70 % (HUET, 1970). KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm
untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut (ANONIMOUS, 2004).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena
oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik.
Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobic
atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan
organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat
memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan
mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas.
Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat
penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun
secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah
tangga.
Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan pereduksi
bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun.
Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan.
Organisme tertentu, seperti mikroorganisme, sangat berperan dalam menguraikan senyawa
kimia beracun rnenjadi senyawa lain yang Iebih sederhana dan tidak beracun. Karena
peranannya yang penting ini, air buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke
lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya.
ANALISIS OKSIGEN TERLARUT
(DO)
Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu :
1. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
2. Metoda elektrokimia
1. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk
menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri.
Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den NaOH - KI,
sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan
yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang
II-15
ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan
larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum
(kanji).
Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
MnCI2 + NaOH →Mn(OH)2 + 2 NaCI
2 Mn(OH)2 + O2 → 2 MnO2 + 2 H2O
MnO2 + 2 KI + 2 H2O → Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2 NaI
2. Metoda elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut denganmetoda elektrokimia adalah cara langsung
untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah
menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalarn larutan
elektrolit.
Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda
timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat
semi permeable terhadap oksigen.
Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER
lebih analitis apabila dibandingkan dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan
dalam titrasi iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat dan
pembuatan larutan standar kalium bikromat yang tepat. Dengan mengikuti prosedur
penimbangan kaliumbikromat dan standarisasi tiosulfat secara analitis, akan diperoleh hasil
penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Sedangkan penentuan oksigen terlarut
dengan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa.
Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut
dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang digital, peranan
kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil penentuan.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi
lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih
dianjurkan jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran.
KEBUTUHAN OKSIGEN BIOLOGI (BOD)
II-16
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang
diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik.
Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organism
sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD,1973).
Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran
air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat
hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang
menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama
organisme tersebut menguraikan bahan organic yang ada dalam suatu perairan, pada
kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD,
contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen
yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada
suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada
selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air
terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pads suhu 20°C (SAWYER & MC CARTY, 1978).
Penguraian bahan organik secara biologis di alam, melibatkan bermacam-macam
organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon dioksida (CO2) dan air
(H2O). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana
organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi CO2
dan H2O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis
dengan kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan
suhu. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada 20°C yang
merupakan suhu yang umum di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses
oksidasi yang sempurna sehingga bahan organik terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak
terbatas. Dalam prakteknya dilaboratoriurn, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan
anggapan bahwa selama waktu itu persentase reaksi cukup besar dari total BOD.
Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan
70 - 80% dari nilai BOD total (SAWYER & MC CARTY, 1978). Penentuan waktu inkubasi
adalah 5 hari, dapat mengurangi kemungkinan hasil oksidasi ammonia (NH3) yang cukup
tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi
II-17
menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat mempengaruhi hasil penentuan BOD. Reaksi kimia
yang dapat terjadi adalah :
Oksidasi nitrogen anorganik ini memerlukan oksigen terlarut, sehingga perlu
diperhitungkan. Dalam praktek untuk penentuan BOD yang berdasarkan pada pemeriksaan
oksigen terlarut (DO), biasanya dilakukan secara langsung atau dengan cara pengenceran.
Prosedur secara umum adalah menyesuaikan sampel pada suhu 20°C dan
mengalirkan oksigen atau udara kedalam air untuk memperbesar kadar oksigen terlarut dan
mengurangi gas yang terlarut, sehingga sampel mendekati kejenuhan oksigen terlarut.
Dengan cara pengenceran pengukuran BOD didasarkan atas kecepatan degradasi biokimia
bahan organik yang berbanding langsung dengan banyaknya zat yang tidak teroksidasi pada
saat
tertentu. Kecepatan dimana oksigen yang digunakan dalam pengenceran sampel
berbanding lurus dengan persentase sampel yang ada dalam pengenceran dengan anggapan
faktor lainnya adalah konstan.
Sebagai contoh adalah 10 % pengenceran akan menggunakan sepersepuluh dari
kecepatan penggunaan sampel 100% (SAWYER & MC CARTY, 1978). Dalam hal
dilakukan pengenceran, kualitas aimya perlu diperhatikan dan secara umum yang dipakai
aquades yang telah mengalami demineralisasi. Untuk analisis air laut, pengencer yang
digunakan adalah standard sea water (SSW). Oerajat keasaman (pH) air pengencer biasanya
berkisar antara 6,5 - 8,5 dan untuk menjaga agar pH-nya konstan bisa digunakan larutan
penyangga (buffer) fosfat.
Untuk menentukan BOD, terlebih dahulu diukur DO nya (DO 0 hari), sementara
sampel yang lainnya diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20°C, selanjutnya setelah 5 hari
diukur DO nya (DO 5 hari). Kadar BOD ditentukan dengan rumus :
5 X [ kadar { DO(0 hari) - DO (5 hari) }] ppm
Selama penentuan oksigen terlarut, baik untuk DO maupun BOD, diusahakan
seminimal mungkin larutan sampai yang akan diperiksa tidak berkontak dengan udara bebas.
Khusus untuk penentuan BOD, sebaiknya digunakan botol sampel BOD dengan volume 250
ml dan semua isinya dititrasi secara langsung.
Perhitungan kadar DO nya :
DO,ml/L = B/B -2 x 5,6 x 10 x N x V
II-18
Dimana :
B = volume botol sampel BOD = 250 ml
B - 2 = volume air dalam botol sampel setelah ditambah 1 ml larutan MnCl2 dan 1 ml
NaOH - KI.
5,6 = konstanta yang sama dengan ml oksigen ~ 1 mgrek tiosulfat
10 = volume K2Cr2O7 0,01 N yang ditambahkan
N = normalitas tiosulfat
V = volume tiosulfat yang dibutuhkan untuk titrasi.
Angka BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau disebut juga Kebutuhan Oksigen
Biokimiawi adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-
proses mikrobiologis yang sebenarnya terjadi di dalam air.
Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik
untuk menguraikan hampir semua zat organik yang terlarut maupun yang tersuspensi di
dalam air. Pengukuran BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan penduduk ataupun industri dan untuk mendesain sistim pengolahan biologis bagi air
yang tercemar tersebut. Penguraian zat organik adalah proses alamiah, yang kalau suatu
badan air dicemari oleh zat organik maka selama proses penguraiannya mikroorganisme
dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air
tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air. Disamping itu
kehabisan oksigen dapat mengubah keadaan menjadi anaerobik sehingga dapat menimbulkan
bau busuk.
Pengukuran BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik oleh oksigen dalam air,
dan proses tersebut berlangsung disebabkan adanya bakter aerobik. Menurut penelitian,
untuk supaya 100% bahan organik terurai, diperlukan waktu kira-kira 20 hari. Namun dalam
waktu 5 hari, pada temperatur inkubasi 20 0C, bahan organik yang dapat diuraikan mencapai
75%, sehingga waktu ini sudah dianggap cukup. Maka timbullah istilah BOD520 dapat
ditentukan dengan mencari selisih antara harga DO0-DO5 dengan metode Azida modifikasi.
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgasnisme untuk
menguraikan bahan-bahan organik (zat pencerna) yang terdapat di dalam air buangan secara
biologi. BOD dan COD digunakan untuk memonitoring kapasitas self purification badan air
penerima.
II-19
Reaksi:
Zat Organik + m.o + O2 → CO2 + m.o + sisa material organik
(CHONSP)
Kadar oksigen terlarut dalam suatu wadah budidaya ikan sebaiknya berkisar antara 7
– 9 ppm. Konsentrasi oksigen terlarut ini sangat menentukan dalam akuakultur. Kadar
oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu dengan
cara titrasi atau dengan menggunakan alat ukur yang disebut dengan DO meter (Dissolved
Oxygen).
Oksigen merupakan parameter yang sangat penting dalam air. Sebagian besar
makhluk hidup dalam air membutuhkan oksigen untuk mempertahankan hidupnya, baik
tanaman maupun hewan air, bergantung kepada oksigen yang terlarut. Ikan merupakan
makhluk air dengan kebutuhan oksigen tertinggi, kemudian invertebrata, dan yang terkecil
kebutuhan oksigennya adalah bakteri.
Keseimbangan oksigen terlarut (OT) dalam air secara alamiah terjadi secara
bekesinambungan. Mikoorganisme sebagai makhluk terkecil dalam air, untuk
pertumbuhannya membutuhkan sumber energi yaitu unsur karbon (C) yang dapat diperoleh
dari bahan organik yang berasal dari tanaman, ganggang yang mati, maupun oksigen dari
udara.
II-20
Bahan organik tersebut oleh mikroorganisme akan duraikan menadi karbon dioksida
(CO2) dan air (H2O). CO2 selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman dalam air untuk proses
fotosintesis membentuk oksigen, dan seterusnya.
Oksigen yang dimanfaatkan untuk proses penguraian bahan organik tersebut akan
diganti oleh oksigen yang masuk dari udara maupun dari sumber lainnya secepat habisnya
oksigen terlarut yang digunakan oleh bakteri atau dengan kata lain oksigen yang diambil oleh
biota air selalu setimbang dengan oksigen yang masuk dari udara maupun dari hasil
fotosintesa tanaman air.
Apabila pada suatu saat bahan organik dalam air menjadi berlebih sebagai akibat
masuknya limbah aktivitas manusia (seperti limbah organik dari industri), yang berarti suplai
karbon (C) melimpah, menyebabkan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme akan berlipat
ganda, yang berati juga meningkatnya kebutuhan oksigen, sementara suplai oksigen dari
udara jumlahnya tetap. Pada kondisi seperti ini, kesetimbangan antara oksigen yang masuk
ke air dengan yang dimanfaatkan oleh biota air tidak setimbang, akibatnya terjadi defisit
oksigen terlarut dalam air. Bila penurunan oksigen terlarut tetap berlanjut hingga nol, biota
air yang membutuhkan oksigen (aerobik) akan mati, dan digantikan dengan tumbuhnya
mikroba yang tidak membutuhkan oksigen atau mikroba anerobik. Sama halnya dengan
mikroba aerobik, mikroba anaerobik juga akan memanfatkan karbon dari bahan organik. Dari
respirasi anaerobik ini terbentuk gas metana (CH4) disamping terbentuk gas asam sulfida
(H2S) yang berbau busuk.
Kimia analitik adalah cabang ilmu kimia yang berfokus pada analisis cuplikan
material untuk mengetahui komposisi, struktur, dan fungsi kimiawinya. Secara tradisional,
kimia analitik dibagi menjadi dua jenis, kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan
untuk mengetahui keberadaan suatu unsur atau senyawa kimia, baik organik maupun
inorganik, sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau
senyawa dalam suatu cuplikan.
Kimia analitik modern dikategorisasikan melalui dua pendekatan, target dan metode.
Berdasarkan targetnya, kimia analitik dapat dibagi menjadi kimia bioanalitik, analisis
material, analisis kimia, analisis lingkungan, dan forensik. Berdasarkan metodenya, kimia
analitik dapat dibagi menjadi spektroskopi, spektrometri massa, kromatografi dan
elektroforesis, kristalografi, mikroskopi, dan elektrokimia.
II-21
Meskipun kimia analitik modern didominasi oleh instrumen-instrumen canggih, akar
dari kimia analitik dan beberapa prinsip yang digunakan dalam kimia analitik modern berasal
dari teknik analisis tradisional yang masih dipakai hingga sekarang. Contohnya adalah titrasi
dan gravimetri.
Angka COD (Chemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimiawi adalah
jumlah O2 (mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi total zat-zat organik yang terdapat
dalam 1 liter sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh total zat-
zat organik baik yang dapat diuraikan secara biologis, maupun yang hanya dapat diuraikan
dengan proses kimia.
Analisa COD berbeda dengan analisa BOD, namun perbandingan antara angka COD
dengan angka BOD dapat ditetapkan. Secara umum perbandingan BOD5/COD = 0,40 – 0,60.
Pengukuran COD dilakukan dengan metode refluks – titrimtri.
COD adalah banyaknya oksigen yang di butuhkan untuk mengoksidasi
bahan-bahan organik secara kimia.
BOD dan COD
Untuk menentukan tingkat penurunan kualitas air dapat dilihat dari penurunan kadar
oksigen terlatut (OT) sebagai akibat masuknya bahan organik dari luar, umumnya digunakan
uji BOD dan atau COD.
Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis (KOB)
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk
memecah atau mengoksidasi bahan organik dalam air.
Oleh karena itu, nilai BOD bukanlah merupakan nilai yang menujukkan jumlah atau
kadar bahan organik dalam air, tetapi mengukur secara relative jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi atau menguraikan bahan-bahan
organik tersebut. BOD tinggi menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut tinggi, berarti dalam
air sudah terjadi defisit oksigen. Banyaknya mikroorganisme yang tumbuh dalam air
disebabkan banyaknya makanan yang tersedia (bahan organik), oleh karena itu secara tidak
langsung BOD selalu dikaitkan dengan kadar bahan organik dalam air.
II-22
BOD5 merupakan penentuan kadar BOD baku yaitu pengukuran jumlah oksigen yang
dihabiskan dalam waktu lima hari oleh mikroorganisme pengurai secara aerobic dalam suatu
volume air pada suhu 20 derajat Celcius.
BOD5 500mg/liter (atau ppm) berarti 500 mgram oksigen akan dihabiskan oleh
mikroorganisme dalam satu liter contoh air selama waktu lima hari pada suhu 20 derajat
Celcius.Beberapa dasar yang sering digunakan untuk menentukan kualitas air dilihat dari
kadar BOD adalah:
Erat kaitannya dengan BOD adalah COD. Dalam bahan buangan, tidak semua bahan
kimia organik dapat diuraikan oleh mikroorganisme secara cepat. Bahan organik dalam air
bersifat:
Dapat diuraikan oleh bakteri (biodegradasi) dalam waktu lima hari
Bahan organik yang tidak teruraikan oleh bakteri dalam waktu lima hari
Bahan organik yang tidak mengalami biodegradasi
Uji COD ini meliputi semua bahan organik di atas, baik yang dapat diuraikan oleh
mikroorganisme maupun yang tidak dapat diuraikan. Oleh karena itu hasil uji COD akan
lebih tinggi dari hasil uji BOD.
Jart Test
Tawas (Alum) adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2(SO4)3.11 H2O atau 14
H2O atau 18 H2O, umumnya yang digunakan adalah 18 H2O. Tawas merupakan bahan
koagulan yang paling banyak digunakan, karena bahan ini paling ekonomis,mudah diperoleh
di pasaran serta mudah penyimpanannya. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada
turbidity (kekeruhan) air baku. Semakin tinggi turbidity air baku maka semakin besar jumlah
tawas yang dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang
dikandung oleh air baku tersebut.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Al2(SO4)3 → 2 Al3+ + 3 (SO4)2-
Air akan mengalami:
H2O → H+ + OH-
selanjutnya
2Al3+ + 6OH- → 2Al(OH)3
Selain itu akan dihasilkan asam
II-23
3 (SO4)2- + 6H+ → 3H2SO4
Dengan demikian makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin
turun, karena dihasilkan asam sulfat. Apabila alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan
dosis tawas perlu ditambahkan alkalinitas, biasanya ditambahkan larutan kapur (Ca(OH)2)
atau (Na2CO3). Reaksi yang terjadi:
Al2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2 Al(OH)3 + 6CO2
Al2(SO4)3 + 3Na2CO3 + 3H2O → 2Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 3CO2
Al2(SO4)3 + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4
Koagulan yang berbasis aluminium seperti aluminium sulfat dan poly aluminium
klorida yang digunakan pada pengolahan air minum untuk memperkuat penghilangan materi
partikulat, kolloidal dan bahan-bahan terlarut lainnya melalui proses koagulasi. Pemakaian
alum sebagai koagulan dalam pengolahan air, sering menimbulkan konsentrasi aluminium
yang lebih tinggi dalam air yang diolah dari pada dalam air mentah itu sendiri (Srinivasan).
Jar tes merupakan metode standar yang dilakukan untuk menguji proses koagulasi (Gozan
dkk, 2006; Kemmer, 2002). Data yang didapat dengan melakukan jar tes antara lain dosis
optimum penambahan koagulan, lama pengendapan serta volume endapan yang terbentuk.
Jar tes yang dilakukan adalah untuk membandingkan kinerja koagulan yang digunakan untuk
mengendapkan padatan tersuspensi yang terdapat pada air limbah di WMP 5L CPP.
Koagulan yang digunakan adalah tawas, Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Nalcolyte
8100.
Setelah melakukan jar tes dilakukan uji kekeruhan dengan mengunakan turbidimeter serta
mengukur pH untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Percobaan jar tes ini dilakukan
berulang kali untuk mendapatkan hasil yang terbaik dan berguna untuk melakukan
perbandingan antara hasil jar tes yang satu dengan yang lainnya.
Metode jar tes yang dilakukan menggunakan 10 ml PAC/Nalco atau 10 gram tawas
kemudian dilarutkan dalam 1000 ml air/ aquades. Setelah larutan koagulan jadi maka
perbandingannya adalah untuk setiap 1 ml yang dilarutkan dalam 1000 ml sampel limbah
sama dengan 10 ppm.Penambahan koagulan dengan dosis yang berbeda-beda untuk masing-
masing wadah. Kemudian melakukan pengadukan selama satu menit untuk meratakan
penyebaran koagulan sehingga kinerja dari koagulan bisa efektif.
II-24
Percobaan jar tes ini dikondisikan dengan keadaan di lapangan nantinya dimana pengadukan
dilakukan secara manual dan air yang digunakan sebagai pelarut koagulan adalah air keran
yang berasal dari sungai. Jar test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan
dosis optimal dari koagulan (biasanya tawas/alum) yang digunakn pada proses pengolahan
air bersih.
Kekeruhan air dapat dihilangkan melalui pembubuhan koagulan. Umumnya koagulan
tersebut berupa Al2(SO4)3, namun dapat pula berupa garam FeCl3 atau sesuatu poly-
elektrolit organis. Selain pembubuhan koagulan diperlukan pengadukan sampai terbentuk
flok. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid yang tumbuh dan
akhirnya bersama-sama mengendap.
Baku Mutu
II-25