18
17 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Variasi Bahasa Bahasa merupakan alat bantu untuk berinteraksi dengan masyarakat lain. Semua gagasan, ide, perasaan maupun maksud dari penutur disampaikan menggunakan bahasa. Atas dasar hal itu kemudian muncullah apa yang disebut variasi bahasa. Variasi bahasa muncul karena proses interaksi sosial dari para penutur bahasa yang beragam. Bahasa mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan zaman. Perbedaan golongan, pekerjaan, aktivitas, komunitas, juga berpengaruh terhadap keanekaragaman bahasa. Hal-hal tersebut merupakan salah satu penyebab munculnya variasi bahasa. Seperti yang dikemukakan oleh Chaer dan Agustina (2010:61) bahwa terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Anggota masyarakat bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan latar belakang sosial dan budaya yang berbeda. Oleh karena latar belakang dan lingkungan yang tidak sama, maka bahasa yang mereka gunakan juga akan beragam, dimana antara variasi atau ragam yang satu dengan yang lain sering kali terdapat perbedaan yang tidak sedikit. Menurut Aslinda dan Syafyahya (2010:17), variasi bahasa adalah bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa induknya. Variasi bahasa dikatakan berbeda

BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

17

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Variasi Bahasa

Bahasa merupakan alat bantu untuk berinteraksi dengan masyarakat lain.

Semua gagasan, ide, perasaan maupun maksud dari penutur disampaikan

menggunakan bahasa. Atas dasar hal itu kemudian muncullah apa yang disebut

variasi bahasa. Variasi bahasa muncul karena proses interaksi sosial dari para

penutur bahasa yang beragam.

Bahasa mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan zaman.

Perbedaan golongan, pekerjaan, aktivitas, komunitas, juga berpengaruh terhadap

keanekaragaman bahasa. Hal-hal tersebut merupakan salah satu penyebab

munculnya variasi bahasa. Seperti yang dikemukakan oleh Chaer dan Agustina

(2010:61) bahwa terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya

disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga kegiatan

interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam.

Anggota masyarakat bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan

latar belakang sosial dan budaya yang berbeda. Oleh karena latar belakang dan

lingkungan yang tidak sama, maka bahasa yang mereka gunakan juga akan

beragam, dimana antara variasi atau ragam yang satu dengan yang lain sering kali

terdapat perbedaan yang tidak sedikit.

Menurut Aslinda dan Syafyahya (2010:17), variasi bahasa adalah bentuk

bagian atau varian dalam bahasa yang masing-masing memiliki pola yang

menyerupai pola umum bahasa induknya. Variasi bahasa dikatakan berbeda

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

18

karena disesuaikan dengan faktor dominan yang menentukan adanya variasi

bahasa. Variasi bahasa yang berkaitan dengan tempat terjadinya penggunaan

bahasa atau letak geografis penggunaan bahasa disebut variasi geografis,

sedangkan variasi bahasa yang berhubungan dengan kelompok sosial yang

menggunakan bahasa disebut variasi sosial. Variasi bahasa yang berhubungan

dengan penggunaannya dan situasi berbahasa disebut variasi fungsional.

Rahardi (2006:17) mengatakan bahwa penggunaan variasi bahasa yang

bermacam-macam itu dapat berbeda-beda pula sebabnya. Faktor tempat atau

lokasi, misalnya saja akan dapat melahirkan dialek tempat, lokasi, atau regional.

Bahasa Jawa yang digunakan masyarakat Banyumas dan sekitarnya akan berbeda

dengan bahasa Jawa yang digunakan masyarakat di Banyuwangi dan sekitarnya.

Keduanya muncul lantaran hadirnya perbedaan lokasi dan sejumlah faktor

lainnya. Chaer dan Agustina (2010:62) membedakan variasi bahasa antara lain

dari segi penutur, pemakaian, keformalan, dan sarana.

2.1.1 Variasi Bahasa dari Segi Penutur

Variasi bahasa dari segi penutur yaitu variasi bahasa yang bersifat

individual atau sekelompok individu yang jumlahnya relatif berada pada suatu

wilayah yang sama. Berikut ini jenis variasi bahasa dari segi penutur.

a. Idiolek ialah ciri khas tuturan perorangan yang dipengaruhi oleh faktor fisik

dan psikis. Contohnya saja ada orang yang berbicara dengan suara lirih tetapi

cepat, tetapi ada juga orang yang berbicara lantang namun pelan.

b. Dialek ialah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif,

yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Ada berbagai

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

19

macam dialek bahasa Jawa, misalnya bahasa Jawa dialek Yogyakarta-

Surakarta, dialek Bayumasan, dan dialek Jawa Timuran. Contohnya. untuk

mengatakan saya dalam bahasa Jawa dialek Banyumas menggunakan kata

inyong, sedangkan dalam bahasa Jawa dialek Yogyakarta-Surakarta

menggunakan kata aku.

c. Kronolek atau dialek temporal ialah variasi bahasa yang digunakan oleh

sekelompok sosial pada masa tertentu. Misalnya, variasi bahasa Indonesia yang

digunakan pada masa tahun tiga puluhan akan berbeda dengan variasi bahasa

Indonesia yang digunakan tahun lima puluhan, dan variasi bahasa Indonesia

yang digunakan pada masa kini.

d. Sosiolek atau dialek sosial merupakan variasi bahasa akibat perbedaan kelas

sosial penuturnya. Dalam kajian sosiolinguistik, biasanya variasi inilah yang

paling banyak dibicarakan dan paling banyak menyita waktu untuk

membicarakannya, karena variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para

penuturnya. Seperti usia, seks, pekerjaan, tingkat pendidikan, kebangsawanan,

keadaan sosial ekonomi, dan lain sebagainya. Sosiolek dibagi menjadi

beberapa variasi bahasa dibedakan berdasarkan tingkat golongan, status, dan

kelas sosial penuturnya yakni akrolek, basilek, vulgar, kolokial, slang, jargon,

argon, dan ken/ cant.

1) Akrolek ialah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi

daripada variasi sosial lainnya. Di kalangan bangsawan, bahasa yang

digunakan raja kepada abdi-abdi mereka adalah contoh variasi bahasa kelas

tinggi. Ciri-ciri variasi bahasa akrolek menurut Ismiyati (2011:17) antara

lain: bahasa yang berkonotasi tinggi dan bergengsi, misalnya bahasa dialek

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

20

Jakarta, ungkapan sering kali tidak sesuai dengan kaidah bahasa, kosakata

yang digunakan seperti kata gue (saya), elu (kamu), nyokap (ibu), bokap

(ayah), dan lain sebagainya.

2) Basilek ialah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi atau bahkan

dipandang rendah. Ciri-ciri variasi bahasa basilek menurut Ismiyati

(2011:17) antara lain: bahasa yang berkonotasi rendah atau tidak bergengsi,

misalnya bahasa dialek daerah seperti dialek Banyumas dan dialek

Surabaya, dan kosakata yang digunakan termasuk bahasa yang sama yaitu

bahasa Jawa, misalnya kata apes (sial), arek (anak muda), dan lain

sebagainya.

3) Vulgar ialah variasi sosial yang bercirikan tampak pada pemakaian bahasa

oleh mereka yang kurang terpelajar atau dari kalangan mereka yang tidak

berpendidikan. Ciri-ciri variasi bahasa vulgar menurut Ismiyati (2011:17)

antara lain: bahasa yang berkonotasi kasar, ungkapan yang digunakan

seringkali untuk memaki, kosakata yang digunakan bersifat kasar, seperti

kata bajingan, kampret, asu, dan lain-lain.

4) Kolokial ialah variasi bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.

Ciri-ciri variasi bahasa kolokial menurut Suhartinah (2011:10) antara lain:

ungkapan bersifat informal atau tidak resmi, bentuk kebahasaan

menunjukkan keakraban, ungkapan seringkali tidak sesuai dengan kaidah

bahasa, bentuk kosakata cenderung disingkat, seperti kata dek (adek), sus

(suster), ndak mau (tidak mau).

5) Slang ialah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia yang digunakan

oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas dan tidak boleh diketahui oleh

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

21

kalangan di luar kelompok itu. Ciri-ciri variasi bahasa slang menurut Chaer

(2010:67) antara lain: ungkapan bersifat khusus dan rahasia, kosakata yang

digunakan selalu berubah, termasuk bahasa yang tidak resmi atau

nonformal.

6) Jargon ialah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-

kelompok sosial tertentu. Ciri-ciri variasi bahasa jargon menurut Rahardi

(2002:18) antara lain: ungkapan yang digunakan oleh sekelompok orang

tertentu dalam bidang tertentu, ungkapan yang digunakan seringkali tidak

dapat dipahami oleh masyarakat umum tetapi ungkapan tersebut tidak

bersifat rahasia, serta kosakata yang berkonotasi positif.

7) Argot ialah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-

profesi tertentu dan bersifat rahasia. Ciri-ciri variasi bahasa argot menurut

Rahardi (2002:18) antara lain: merujuk pada variasi bahasa rahasia dan

kasar, kosakata berkonotasi negarif, serta ungkapan-ungkapan yang

digunakan oleh profesi yanga sama dan bersifat rahasia.

8) Ken ialah variasi sosial tertentu yang bernada “memelas”, dibuat merengek-

rengek, penuh dengan kepura-puraan dan biasanya digunakan oleh

pengemis. Ciri-ciri variasi bahasa ken menurut Rahardi (2002:20) antara

lain: kekhasan bahasa cenderung berlebihan dalam penyebutan, kosakata

yang digunakan terkesan merengek-rengek mengundang perhatian siapa pun

seperti kata den, ndoro, tuan, dan sejenisnya, serta berbahasa lirih memelas

mengharapkan kasih dari para penderma.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

22

2.1.2 Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian

Variasi bahasa dari segi pemakaian disebut juga register. Register

merupakan suatu ragam tertentu yang digunakan untuk maksud tertentu. Variasi

bahasa berdasarkan bidang pemakaiannya ini menyangkut bahasa itu digunakan

oleh siapa dan untuk apa. Misalnya pemakaian bahasa di bidang militer, sastra,

jurnalistik, perdagangan, pendidikan dan kegiatan keilmuan dapat digolongkan

sebagai register (Chaer dan Agustina, 2010:68). Seperti halnya variasi bahasa

yang digunakan oleh para guru dalam mengajar di kelas yaitu dengan penggunaan

bahasa yang lugas, jelas dan bebas dari keambiguan. Ciri-ciri register secara

umum antara lain register hanya digunakam pada pemakaian kosakata khusus atau

khas yang digunakan dalam bidang tertentu. Selain itu, intonasi yang digunakan

sama dalam situasi tertentu, unsur bahasa tidak baku, intonasi yang digunakan

sama dalam situasi tertentu, adanya pengurangan struktur sintaksis.

2.1.3 Variasi Bahasa dari Segi Keformalan

Variasi bahasa berdasarkan tingkat keformalannya adalah menyangkut

bahasa itu digunakan dalam situasi seperti apa: khidmat, resmi, biasa, santai dan

akrab atau intim. Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos (dalam Chaer

dan Agustina, 2010:70) membagi variasi bahasa menjadi lima macam yaitu ragam

beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultatif), ragam santai

(casual), dan ragam akrab (intimate). Penjelasan untuk masing-masing ragam

bahasa ini dapat dilihat sebagai berikut.

a. Gaya atau ragam beku (frozen) ialah variasi bahasa yang paling formal. Ragam

yang digunakan untuk suasana resmi dan khidmad dengan pola dan kaidah

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

23

yang sudah ditetapkan dan tidak dapat diubah (Chaer dan Agustina, 2010:70).

Misalnya dalam upacara-upacara resmi seperti upacara kenegaraan, khotbah di

masjid, tata cara pengambilan sumpah, dan surat-surat keputusan. Ragam beku

menurut Listianingsih (2014:12), memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1) Struktur gramatikalnya tidak dapat diubah.

2) Bentuk kalimat lebih kaku.

3) Struktur kalimat panjang.

4) Kosakata yang digunakan untuk mengawali sebuah kalimat berupa: bahwa,

sesungguhnya dan lain sebagainya.

5) Kaidah pola sudah ditetapkan dan tidak dapat diubah.

6) Menuntut sikap serius.

Chaer dan Agustina (2010:70) mengemukakan contoh ragam beku dapat

dilihat dalam alinea 1 pembukaan UUD 1945:

”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh

sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai

dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

b. Gaya atau ragam resmi (formal) ialah variasi bahasa yang digunakan dalam

pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan,

buku-buku pelajaran, dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi sudah

ditetapkan secara mantap sebagai suatu standar. Ragam resmi ini pada

dasarnya sama dengan ragam baku atau standar yang hanya digunakan dalam

situasi resmi, dan tidak dalam situasi yang tidak resmi (Chaer dan Agustina,

2010:70). Ragam resmi (formal) menurut Listianingsih (2014:14), memiliki

ciri-ciri sebagai berikut.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

24

1) Kosakata yang digunakan bersifat baku atau sudah dibakukan. Misalnya:

lelah dan hanya, bukan capek dan cuman.

2) Pemakaian afiks secara eksplisit dan konsisten. Misalnya kata pinjam

(meminjam), cari (mencari), dan lain sebagainya.

3) Pemakaian kata tugas secara eksplisit dan konsisten. Misalnya: beberapa

hari yang lalu, sayang kepada anak, bukan beberapa hari lalu, sayang

anak.

4) Pemakaian fungsi-fungsi gramatikal secara eksplisit dan konsisten.

Misalnya: “Mereka mencatat keterangan dari kepala sekolah” bukan

“Mereka mencatat keterangan daripada kepala sekolah”.

5) Menggunakan kata ganti resmi.

6) Menghindari struktur kedaerahan.

Untuk mengetahui baku atau tidaknya suatu bahasa, ada ciri-ciri khusus

yang dijadikan acuan. Ciri ragam baku yang sesuai dengan penggunaan kaidah

tata bahasa menurut Salliyanti (2003:2) yaitu:

1) Pemakaian afiks me- dan awalan ber- secara ekpilisit dan konsisten.

2) Pemakaian kata tugas bahwa dan karena dalam kalimat majemuk secara

ekspilisit.

3) Pemakaian fungsi gramatikal secara eksplisit: aspek+pelaku+kata kerja

secara konsisten. Misalnya kalimat “Acara berikutnya akan kami putarkan

lagu-lagu perjuangan”, bukan “Acara berikutnya kami akan putarkan lagu-

lagu perjuangan”.

4) Pemakaian kata ganti resmi. Misalnya kata “memberitahukan”, bukan

“kasih tahu”.

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

25

5) Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsur

gramatikal bahasa daerah. Misalnya kalimat “Mobil paman saya baru”,

bukan “Paman saya mobilnya baru”.

c. Gaya atau ragam usaha (konsultatif) ialah variasi bahasa yang lazim digunakan

dalam pembicaraan biasa di sekolah dan rapat. Dapat dikatakan bahwa ragam

usaha ini adalah ragam bahasa yang paling operasional. Ragam usaha biasa

digunakan untuk membicarakan sesuatu yang penting berupa nasehat,

informasi dan pemberitahuan pada situasi setengah resmi. Wujud ragam usaha

ini berada di antara ragam formal dan ragam santai (Chaer dan Agustina,

2010:71). Ciri-ciri ragam usaha menurut Arifah (2012:18) sebagai berikut.

1) Dipergunakan dalam situasi setengah resmi.

2) Dipergunakan untuk mengkonsultasikan suatu masalah.

3) Unsur dialek kedaerahan sudah tidak tampak, namun unsur idiolek kadang-

kadang masih muncul.

4) Kadang-kadang tidak menggunakan struktur morfologi dan sintaksis yang

normatif.

5) Kalimat dan kata hanya berbentuk sekedar cukup supaya jelas dimengerti

orang. Misalnya terdapat pelesapan afiks me- pada kata terangkan.

d. Gaya atau ragam santai (kasual) ialah variasi bahasa yang digunakan dalam

situasi santai atau tidak resmi dengan kosakata yang dipengaruhi oleh unsur

dialek. Misalnya untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib

pada waktu beristirahat, berolahraga, dan lain sebagainya (Chaer dan Agustina,

2010:71). Ciri-ciri ragam santai menurut Listianingsih (2014:15) dapat dilihat

sebagai berikut.

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

26

1) Kosakata banyak menggunakan bentuk alegro (kalimat atau ujaran yang

dipendekkan).

2) Kosakata dipengaruhi unsur bahasa daerah.

3) Memakai kata ganti tidak resmi serta adanya campur kode.

4) Pelepasan afiksasi.

5) Bentuk kebahasaan relatif bebas jika dibandingkan dengan ragam resmi.

6) Seringkali tidak menggunakan struktur morfologis dan sintaksis yang

normatif.

7) Memakai kata ganti tidak resmi serta sering beralih kode.

e. Gaya atau ragam akrab (intim) ialah variasi bahasa yang digunakan oleh para

penutur yang hubungannya sudah akrab atau intim, seperti antaranggota

keluarga atau antarteman yang sudah karib (Chaer dan Agustina, 2010:771).

Ciri-ciri yang menandai ragam ini adalah sebagai berikut.

1) Penggunaan bahasa atau kalimat yang tidak lengkap dan pendek. Misalnya

kata nggak ngerti yang berarti tidak tahu.

2) Artikulasi yang seringkali tidak jelas.

3) Banyak menggunakan bentuk dan istilah yang khas. Misalnya kata say yang

berarti sayang.

4) Di dukung oleh bahasa nonverbal seperti anggukan kepala, gerakan kaki dan

tangan serta ekspresi wajah.

2.1.4 Variasi Bahasa dari Segi Sarana

Variasi bahasa juga dapat dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan.

Variasi bahasa berdasarkan sarana yang digunakan, dibedakan menjadi ragam

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

27

lisan dan ragam tulis. Kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki

struktur yang tidak sama membuat ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis

didasarkan pada ciri-ciri setiap ragam bahasa. Ciri-ciri ragam lisan menurut

Susanto, dkk (2013:2) antara lain: memerlukan orang kedua/teman bicara,

tergantung situasi, kondisi, ruang dan waktu, hanya perlu intonasi serta bahasa

tubuh, unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap, lebih bebas dalam

mengungkapkan sesuatu, berlangsung cepat, dapat dibantu dengan gerak tubuh

dan mimik wajah serta intonasi. Di sisi lain, ciri-ciri ragam tulis menurut Susanto,

dkk (2013:2) antara lain: tidak memerlukan kehadiran orang lain, kosakata yang

digunakan dipilih secara cermat, unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap,

dipengaruhi tanda baca atau ejaan, memerlukan alat bantu, tidak terikat ruang dan

waktu, pembentukan kata dilakukan secara sempurna.

2.2 Fungsi Bahasa

Bahasa memiliki fungsi umum sebagai alat komunikasi sosial. Di dalam

kehidupan bermasyarakat, terdapat komunikasi atau saling berhubungan

antaranggota. Untuk itu dibutuhkam suatu alat perantara yang dinamakan bahasa.

Dengan demikian, setiap masyarakat dipastikan memiliki dan menggunakan alat

komunikasi sosial tersebut. Tidak ada masyarakat tanpa bahasa dan tidak ada

bahasa tanpa masyarakat (Soeparno, 2002:5). Keraf (1984:3) mengemukakan

bahwa fungsi bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif pertumbuhan bahasa.

Dasar dan motif pertumbuhan bahasa dalam garis besarnya dapat berfungsi untuk

menyatakan ekspresi diri, sebagai alat komunikasi, sebagai alat untuk

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

28

mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan sebagai alat untuk mengadakan

kontrol sosial.

Sementara itu, Hymes (dalam Tarigan, 1987:13) berpendapat bahwa ada

tujuh fungsi bahasa yaitu fungsi ekspresif atau emotif, fungsi direktif, konatif,

atau persuasif, fungsi puitik, fungsi kontak (fisik atau psikologis), fungsi

metalinguistik, fungsi referensial, dan fungsi kontekstual atau situasional.

Halliday (dalam Tarigan, 1987:6) merinci tujuh fungsi bahasa yaitu fungsi

instrumental, fungsi regulasi, fungsi representasional, fungsi interaksional, fungsi

personal, fungsi heuristik, dan fungsi imajinatif. Penjelasan fungsi-fungsi tersebut

adalah sebagai berikut.

a. Fungsi instrumental yaitu bahasa bertindak untuk memanipulasi lingkungan

penghasil kondisi tertentu sehingga menyebabkan suatu peristiwa terjadi.

Singkatnya, bahasa digunakan untuk melakukan sesuatu yang bertumpu pada

mitra tutur saja.

b. Fungsi regulasi atau pengaturan bertindak untuk mengawasi serta

mengendalikan peristiwa-peristiwa. Terdapat fungsi regulasi ini memang

sedikir sukar dibedakan dari fungsi instrumental. Fungsi regulasi ini bertindak

untuk mengendalikan serta mengatur orang lain.

c. Fungsi representasional berfungsi sebagai pembuat pernyataan-pernyataan,

menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan

dalam pengertian “menggambarkan” realitas yang sebenarnya, seperti yang

dilihat oleh seseorang.

d. Fungsi interaksional bahasa bertugas untuk menjamin serta memantapkan

ketahanan dan kelangsungan komunikasi, interaksi sosial. Kontak komunikasi

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

29

antara sesama manusia dalam kehidupan seharihari untuk menjaga adanya

hubungan sosial di antara mereka dapat tercipta dengan baik melalui

pembicaraan atau komunikasi dengan menggunakan bahasa tertentu.

Keberhasilan komunikasi interaksional ini bergantung pada penutur dan mitra

tutur yang dituntut memiliki pengetahuan mengenai bahasa slang, jargon,

lelucon, cerita rakyat, adat istiadat, sopan santun, dan lain-lain yang ada dan

hidup di lingkungan tempat kita berinteraksi dengan sesama tersebut. Dengan

pengetahuan tersebut, komunikasi yang dibina akan lebih berhasil.

e. Fungsi personal ini bertugas untuk memberi kesempatan kepada penutut untuk

mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksinya yang

mendalam. Dalam berbicara atau berkomunikasi seseorang menggunakan

bahasa untuk menyatakan perasaan, emosi, kepribadian, reaksi-reaksi yang

terkandung dalam batinnya.

f. Fungsi heuristik ini disebut sebagai pemertanya yang berfungsi untuk

memperoleh pengetahuan. Fungsi ini melibatkan bahasa yang dipergunakan

untuk memperoleh pengetahuan, dan mempelajari lingkungan dengan

disampaikan dalam bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban.

g. Fungsi imajinatif ini berfungsi sebagai pencipta sistem, gagasan, atau kisah

imajinatif. Fungsi ini bertindak untuk menciptakan sistem-sistem atau gagasan-

gagasan yang bersifat imajinatif. Bahasa dalam fungsi ini digunakan untuk

menyampaikan cerita secara lisan tentang cerita, cerita novel, membuat cerita

lelucon, dan sebagainya.

Dalam penelitian ini, fungsi bahasa menurut Halliday dianggap lebih tepat

dijadikan acuan untuk menganalisis bentuk variasi bahasa guru dalam interaksi

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

30

pembelajaran bahasa Indonesia tema teks deskripsi kelas VII di SMP Negeri 1

Sumberpucung ini. Ketujuh fungsi bahasa yang dikemukakan oleh Halliday ini

merupakan satu kesatuan yang saling mengisi dan menunjang satu sama lain.

2.3 Interaksi Pembelajaran atau Interaksi Belajar Mengajar

Dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran disebut sebagai interaksi

edukatif atau interaksi belajar-mengajar yang dengan sadar meletakkan tujuan

untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Dengan kata lain, apa

yang dinamakan interaksi edukatif yakni hubungan dua arah antara guru dan

siswa dengan sejumlah norma-norma sebagai upaya untuk mencapai tujuan

pendidikan (Djamarah, 2000:11). Sejalan dengan pemikiran Muslich, dkk

(1987:95) yang beranggapan bahwa istilah interaksi merupakan suatu istilah yang

melukiskan hubungan aktif dua arah antara siswa dan guru, sehingga tercapainya

tujuan tertentu. Tujuan itu adalah sebagai pedoman ke arah mana akan dibawa

proses belajar mengajar.

Suatu proses interaksi edukatif tentu mengandung sejumlah norma-norma

yang dimana norma tersebut harus guru transfer kepada peserta didik. Oleh karena

itu, interaksi edukatif dikatakan bernilai normatif. Djamarah (2000:15)

menjelaskan bahwa sebagai interaksi yang bernilai normatif, maka interaksi

edukatif mempunyai ciri-ciri yaitu:

a. Interaksi edukatif mempunyai tujuan

Tujuan dalam interaksi edukatif adalah untuk membantu anak didik dalam

suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud interaksi edukatif sadar akan

tujuan.

Page 15: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

31

b. Mempunyai prosedur yang direncanakan untuk mencapai tujuan

Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi

perlu ada prosedur atau langkah-langkah yang sistematik dan relevan. Untuk

mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain akan

membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda-beda.

c. Interaksi edukatif ditandai dengan penggarapan meteri khusus

Dalam hal materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk

mencapai tujuan. Dalam hal ini, perlu memerhatikan komponen-komponen

pengajaran yang lain. Materi harus sudah didesain dan disiapkan sebelum

berlangsungnya interaksi edukatif.

d. Ditandai dengan aktivitas anak didik

Sebagai konsekuensi, bahwa anak didik merupakan sentral, maka aktivitas

anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi edukatif.

Aktivitas anak didik dalam hal ini baik secara fisik maupun mental aktif.

e. Guru berperan sebagai pembimbing

Dalam peranannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan

dan memberikan motivasi agar terjadi proses pembelajaran yang kondusif. Guru

harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses interaksi edukatif,

sehingga guru merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh

anak didik.

f. Interaksi edukatif membutuhkan disiplin

Disiplin dalam interaksi edukatif diartikan sebagi suatu pola tingakh laku yang

diatur menurut ketentuan yang sudah ditaati dengan sadar oleh pihak guru

maupun pihak peserta didik.

Page 16: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

32

g. Mempunyai batas waktu

Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas

(kelompok anak didik), batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa

ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan harus sudah

tercapai.

h. Diakhiri dengan evaluasi

Dari seluruh kegiatan tersebut, masalah evaluasi merupakan bagian penting

yang tidak bisa diabaikan. Evaluasi harus guru lakukan untuk mengetahui tercapai

atau tidaknya tujuan pengajaran yang telah ditentukan.

2.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia

Belajar bahasa pada dasarnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena

itu, dalam dunia pendidikan pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan berbahasa anak didik dengan cara berkomunikasi

dengan baik dan benar. Kehadiran pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahan

pendidikan nasional, bertugas membimbing anak didik agar mereka memiliki

pengetahuan yang valid tentang bahasa Indonesia, terampil menggunakan bahasa

Indonesia, dan memiliki sikap bangga, hormat, dan setia terhadap bahasa

Indonesia. Seperti yang dijelaskan oleh Muslich (2010:58), bahwa tujuan

pengajaran bahasa Indonesia ialah agar penuturnya memiliki keterampilan

berbahasa Indonesia, memiliki pengetahuan yang baik mengenai bahasa

Indonesia, dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia, termasuk sastranya.

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah sangat berperan penting dalam

membentuk kebiasaan, sikap, serta kemampuan berbahasa peserta didik pada

Page 17: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

33

tahap perkembangan selanjutnya. Selain itu, pembelajaran bahasa Indonesia juga

dapat membantu peserta didik untuk menyerap berbagai nilai serta pengetahuan

yang dipelajarinya. Melalui bahasa, anak didik akan mulai mempelajari sopan

santun, nilai-nilai moral atau agama, serta nilai-nilai sosial yang berlaku di

masyarakat, dan juga dapat mempelajari berbagai cabang ilmu.

Sugono (dalam Laily, 2016:3), mengatakan bahwa pembelajaran bahasa

Indonesia sebagai alat komunikasi akan menarik minat siswa karena siswa

didesak oleh kebutuhannya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Beberapa

upaya dapat dilakukan oleh guru agar dapat mencapai keberhasilan suatu

pembelajaran. Salah satu upaya tersebut dapat dilihat dari pendekatan yang

digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, untuk

meningkatkan keterampilan berbahasa sebagai alat komunikasi, pengajaran

bahasa Indonesia yang paling tepat adalah menggunakan pendekatan komunikatif.

Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang dilandasi oleh

pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi

merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa Indonesia

(Laily, 2016:3). Seperti yang diketahui, bahwa bahasa tidak hanya dipandang

sebagai seperangkat kaidah, tetapi juga sebagai sarana berkomunikasi. Ini berarti,

bahasa Indonesia ditempatkan sesuai dengan fungsinya, yakni fungsi komunikasi.

Penerapan pendekatan komunikatif sepenuhnya dilakukan oleh peserta didik,

sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Dengan demikian, peserta didik akan

mampu lebih aktif dalam mengungkapkan segala apa yang ada dibenak pikirannya

secara lisan dengan bahasa yang runtut dan mudah dipahami.

Page 18: BAB II KAJIAN TEORI Variasi Bahasa - UMM

34

Namun, dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi,

pembelajaran bahasa Indonesia bukan saja digunakan sebagai alat komunikasi

timbal balik antaranggota masyarakat luas, dan bukan saja digunakan sebagai alat

penghubung antardaerah atau antarsuku. Akan tetapi, dapat juga digunakan

sebagai alat penghubung pemerintahan dengan kegiatan atau peristiwa formal

lainnya. Misalnya, surat-menyurat antar instansi pendidikan, dan surat-menyurat

lainnya yang bersifat resmi.