19
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab II ini akan dikemukakan beberapa kajian teoritis yang digunakan untuk melandasi penelitian ini. Hal-hal yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Novel (2) Jenis-jenis Novel (3) Unsur Pembangun Novel (4) Stilistika (5) Citraan (6) Bentuk Citraan (7) Fungsi Citraan Berikut penjabarannya. 2.1 Novel Kata novel berasal dari bahasa Italia yang kemudian berkembang di Inggris dan Amerika Serikat mengungkapkan, secara luas novel dapat diartikan sebagai cerita dalam ukuran yang luas. Ukuran luas di sini bukan berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, suasana cerita yang beragam pula, namun ukuran yang luas di sini juga tidak mutlak demikian, tetapi yang luas hanya salah satu fisiknya saja, misalnya tema, setting, atau yang lainnya (Sumardjo dan Saini, 1997:29). Sementara itu Semi (1989:32) mengemukakan bahwa novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan lebih halus. Dalam hal ini ditegaskan bahwa novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang dan memusatkan kehidupan yang tegas pula.

BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab II ini akan dikemukakan beberapa kajian teoritis yang

digunakan untuk melandasi penelitian ini. Hal-hal yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah (1) Novel (2) Jenis-jenis Novel (3) Unsur Pembangun Novel

(4) Stilistika (5) Citraan (6) Bentuk Citraan (7) Fungsi Citraan Berikut

penjabarannya.

2.1 Novel

Kata novel berasal dari bahasa Italia yang kemudian berkembang di

Inggris dan Amerika Serikat mengungkapkan, secara luas novel dapat diartikan

sebagai cerita dalam ukuran yang luas. Ukuran luas di sini bukan berarti cerita

dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, suasana cerita yang

beragam pula, namun ukuran yang luas di sini juga tidak mutlak demikian, tetapi

yang luas hanya salah satu fisiknya saja, misalnya tema, setting, atau yang lainnya

(Sumardjo dan Saini, 1997:29).

Sementara itu Semi (1989:32) mengemukakan bahwa novel merupakan

karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam

dan disajikan lebih halus. Dalam hal ini ditegaskan bahwa novel mengungkapkan

suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang dan memusatkan

kehidupan yang tegas pula.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

10

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah

rangkaian cerita yang utuh yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan

kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur didalamnya terjadi konflik-

konflik sehingga akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan jalan hidup para

pelakunya. Novel merupakan eksplorasi kehidupan manusia yang dihasilkan dari

suatu perenungan dan dilukiskan dalam suatu bentuk tertentu. Terdapat banyak

peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia. Setiap peristiwa memuat

perbuatan dan tingkah laku , yang kadang juga terwujud dalam perkataan. Seperti

halnya novel Jiwa yang Sanggup Meredam Gempa, bercerita terntang kehidupan

para relawan gempa Jogjakarta.

Novel merupakan karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian

cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan

watak dan sifat setiap pelaku. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang

berarti sebuah kisah atau sepotong berita. Novel lebih panjang (setidaknya 40.000

kata) dan lebih kompleks dari cerpen, serta tidak terdapat keterbatasan struktural

dan metrical sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang

tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari dengan menitik

beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut (Trihayanta, 2012:181).

Ratna (2009:159) mengatakan bahwa karya sastra adalah sistem model

pertama sekaligus kontekstual. Benar, karya sastra dihasilkan oleh pengarang

sebagai subjek individual, tetapi perlu disadari bahwa pengarang hidup dalam

masyarakat sehingga demikian pesan, amanat, dan unsur-unsur lainnya ditentukan

oleh masyarakat. Pengarang juga makhluk sosial yang hidup dengan masyarakat

lainnya sehingga hasil karyanya juga dinikmati oleh masyarakat sekitarnya dan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

11

masyarakat dapat menilai sendiri tentang hasil karya tersebut baik dari pesan,

amanat dan unsur lainnya.

Wellek dan Werren (dalam Nurgiyantoro, 2010:6) mengemukakan bahwa

realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan

yang ditampilkan, namun tidak selalu merupakan kenyataan sehari-hari. Sarana

untuk menciptakan ilusi yang dipergunakan untuk memikat pembaca agar mau

memasuki situasi yang tidak mungkin atau luar biasa, adalah dengan cara patuh

pada detil-detil kenyataan kehidupan sehari-hari. Kebenaran situasional tersebut

merupakan kebenaran yang lebih dalam daripada sekedar kepatuhan pada

kenyataan sehari-hari itu. Terhadap realitas kehidupan karya fiksi akan membuat

distansi estetis, membentuk dan membuat artikulasi. Ia mengubah hal-hal yang

terasa pahit dan sakit jika dialami dan dirasakan pada dunia nyata, namun menjadi

menyenangkan untuk direnungkan dalam karya sastra.

Adapun ciri-ciri novel adalah (1) sajian cerita lebih panjang dari cerita

pendek dan lebih pendek dari roman, (2) bahan cerita diangkat dari keadaan yang

ada dalam masyarakat dengan ramuan fiksi pengarang, (3) mempunyai latar

tersendiri, (4) tema sebuah novel terdiri atas tema pokok (tema utama) dan tema

bawahan yang berfungsi mendukung tema pokok tersebut, (5) karakter tokoh

utama sebagai tokoh statis atau tokoh dinamis.

2.1.1 Jenis-jenis Novel

Novel dapat dibagi menjadi tiga golongan yakni novel percintaan, novel

petualangan dan novel fantasi. Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita

dan pria secara imbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

12

Dalam jenis novel ini digarap hampir semua tema, dan sebagian besar novel yang

beredar dapat digolongkan dalam novel percintaan. Berbeda halnya dengan novel

petualangan yang karena sedikit sekali memasukan peranan wanita. Jika wanita

disebut dalam novel jenis ini, maka penggambarannya hampir stereotip dan

kurang berperan (Sumardjo dan Saini, 1997:29).

Jenis novel petualangan adalah “bacaan kaum pria”. Karena tokoh-tokoh

di dalamnya pria dan dengan sendirinya melibatkan banyak masalah dunia lelaki

yang tidak ada hubungannya dengan wanita. Meskipun dalam novel jenis

petuangan ini sering ada percintaan juga, namun hanya bersifat sampingan belaka,

artinya novel itu tidak semata-mata berbicara persoalan cinta (Sumardjo dan Saini,

1997:29).

Pada dasarnya kaum lelaki dominan memiliki hobi petualangan daripada

wanita. Alasan tersebut membuat novel jenis petualangan pun banyak disenangi

oleh kaum lelaki karena banyak hal-haal yang menyenangkan yang dituangkan

dalam novel tersebut sehingga menambah wawasan untuk para pembaca.

Novel fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak realistis dan serba tidak

mungkin dilihat dari pengalaman sehari-hari. Novel jenis mempergunakan

karakter yang tidak realistis, setting dan plot yang juga tidak wajar untuk

menyampaikan ide-ide penulisnya. Jenis novel ini mementigkan ide, konsep, dan

gagasan sastrawannya yang hanya dapat jelas kalau diutarakan dalam bentuk

cerita fantastik, artinya menyalahi hukum empiris, hukum pengalaman sehari-hari

(Sumardjo dan Saini, 1997:29).

Novel fantasi bercerita tentang hal-hal yang tidak masuk akan, meski

demikian tidak sedikit yang menyukai novel fantasi tersebut karena novel fantasi

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

13

memberikan nuansa yang berbeda dengan jenis novel lainnya. Novel fantasi tidak

kalah menarik dengan jenis novel lainnya karena pembaca bisa berimajinasi.

Penggolongan tadi merupakan penggolongan pokok saja, sehingga dalam

praktek ketiga jenis novel tadi sering dijumpai dalam satu novel. Penggolongan

jenis novel ini dengan sendirinya hanya dapat dilakukan dengan melihat

kecenderungan mana yang terdapat dalam sebuah novel, apakah lebih banyak

percintaannya, petualangannya, atau fantasinya.

2.1.2 Unsur Pembangun Novel

Sebuah karya fiksi yang utuh, merupakan sebuah bangun cerita yang

menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasikan pengarang. Wujud formal

fiksi itu sendiri hanya berupa kata. Karya fiksi, dengan demikian, menampilkan

dunia dalam kata dan bahasa, di samping juga menampilkan dunia dalam

kemungkinan. Kata merupakan sarana terwujudnya bangunan cerita. Kata

merupakan sarana pengucapan sastra.

Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang

bersifat artistik sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-

unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling

menggantungkan. Nurgiyantoro (2010:23) mengungkapkan unsur pembangun

fiksi terdiri dari dua yaitu unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik, kedua unsur inilah

yang sering disebut para kritikus dalam rangka mengkaji dan atau membicarakan

novel atau karya sastra pada umumnya.

Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya

sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

14

sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang

membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang

secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur

intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya, jika

dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai

jika kita membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud, untuk menyebut sebagian

saja misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang

penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Unsur ekstrinsik adalah

unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung

mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra (Nurgiyantoro,

2010:23).

Di dalam menelaah unsur intrinsik karya sastra, bahasa sebagai medium

karya sastra tidak dapat di abaikan karena karya sastra pada dasarnya merupakan

peristiwa bahasa, dengan menggunakan tanda atau lambang yang dapat didengar

(bunyi bahasa) atau dilihat (huruf), pencerita menyampaikan apa yang dipikirkan

atau dirasakannya dengan ragam bahasa yang khas, yaitu ragam bahasa sastra.

Sastra adalah penggunaan bahasa yang khas, yang hanya dapat dipahami dengan

pengertian, konsepsi bahasa yang tepat (Teew dalam Sudjiman, 1993:2). Dari

pernyataan itu dapat disimpulkan bahwa jika wacana bahasa dapat dikaji secara

linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada wacana

sastra pengkajian bahasa dan gaya sebuah karya sastra akan mengantarkan kita

kepada pemahaman yang lebih baik. Pendekatan linguistik ini lebih dikenal

sebagai pengkajian stilistik. Secara umum ruang lingkup telaah stilistika

mencakupi diksi atau pilihan kata (pilihan leksikal), struktur kalimat, majas,

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

15

citraan, pola, rima, dan matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang

terdapat dalam karya sastra (sudjiman, 1993:13-14). Penelitian ini mefokuskan

pada analisis citraan yang terdapat pada novel Jiwa yang Sanggup Meredam

Gempa supaya pemahaman tentang citraan lebih mendalam.

2.2 Stilistika

Stilistika berasal dari bahasa inggris yaitu style yang berarti gaya dan dari

bahasa serapan „linguistik‟ yang berarti tata bahasa. Menurut Chvatik (dalam

Aminuddin, 1994:22) stilistika sebagai kajian yang menyikapi bahasa dalam teks

sastra sebagai kode estetik dengan kajian stilistik yang menyikapi bahasa dalam

teks sastra sebagaimana bahasa menjadi objek kajian linguistik dan tanda-tanda

linguistik yang dipergunakan seperti terlihat dalam struktur lahir. Dengan

demikian akan diperoleh bukti-bukti konkret tentang stile sebuah karya sastra.

Metode analisis ini menjadi penting karena dapat memberikan informasi tentang

karakteristik khusus sebuah karya. Tanda-tanda stilistika ini berupa (A) fonologi

misalnya pola suara, ucapan, dan rima, (b) sintaksis, misalnya jenis struktur

kalimat, (c) leksikal, misalnya penggunaan kata abstrak atau konkret, frekuensi

penggunaan kata benda, kerja, sifat dan (d) semantis penggunaan bahasa

figurative, misalnya bentuk-bentuk pemajasan, permainan, struktur, pencitraan

dan sebagainya.

Dalam karya sastra istilah gaya mengandung pengertian cara seorang

pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang

indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat

menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Kata stilistik di sini, studi

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

16

tersebut ditinjau dari sasaran dan penjelasan yang dibuahkan hanya terdapat paa

aspek gayanya.

Stilistika sejak tahun 1950-an telah digunakan sebagai metode analisis

karya sastra. Penggunaan metode stilistik dalam analisis karya sastra merupakan

jalan untuk menghindari kritik sastra yang bersifat impresionistis dan subyektif.

Melalui kajian gaya dalam karya sastra, studi kritik yang dilakukan diharapkan

dapat memenuhi criteria objektivitas dan keilmiahan. Hal demikian mungkin

tercapai karena kajian secara ilmiah memerlukan landasan secara rasional

empirik. Landasan rasional merujuk pada model teoritik dan cara kerja yang

ditempuh, landasan empiric merujuk pada wujud konkret teks sastranya. Kajian

menyangkut wujud konkret pemaparan teks sastra dihubungkan dengan cara

pengarang dalam mengekspresikan sasarannya merupakan bidang kajian stilistik

(Aminuddin, 1995:42).

Stilistika merupakan bagian ilmu sastra, dan akan menjadi bagian yang

penting, karena hanya metode stilistika yang dapat menjabarkan ciri-ciri khusus

karya sastra (Wellek dan Warren, 1993:226). Stilistika dikatakan menjadi bagian

yang penting karena stilistika akan mengkaji bahasa dalam karya sastra. Stilistika

mengkaji cara sastrawan memanipulasi dengan arti memanfaatkan unsur dan

kaidah yang terdapat dalam bahasa dan efek apa yang ditimbulkan oleh

penggunaannya itu. Stilistika meneliti ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana

sastra, ciri-ciri yang membedakan atau mempertentangkannya dengan wacana

nonsastra, meneliti deviasi terhadap tata bahasa sebagai sarana literer (Sudjiman,

1993:3).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

17

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dikatakan bahwa stilistika

merupakan ilmu yang mengkaji bahasa dalam karya sastra, ia mengkaji

penggunaan bahasa yang terdapat pada karya sastra. Adapun ilmu yang dikaji

dalam karya sastra salah satunya yaitu citraan. Stilistika mengakji penggunaan

bahasa dalam karya sastra lewat penggunaan citraan yang digunakan pengarang.

Objek kajian stilistika adalah stile, penggunaan bahasa dalam konteks dan atau

ragam tertentu. Misalnya, bahasa sastra dalam teks puisi atau fiksi. Karya sastra

adalah wacana khas yang di dalam ekspresinya menggunakan bahasa dengan

memanfaatkan segala kemungkinan yang tersedia. Dipandang dari sudut

linguistik, dibandingkan dengan wacana yang lain, dalam wacana sastra terdapat

gejala fonlogis, semantis, sintaktik, dan gejala linguistik tertentu lainnya dengan

frekuensi yang lebih tinggi, misalnya dalam wujud aliterasi, rima, citraan.

Stilistika berupaya menunjukkan bagaimana unsur-unsur suatu teks berkombinasi

membentuk suatu pesan. Dengan kata lain, bagaimana karya sastra berlaku

sebagai suatu sarana komunikasi.

Secara umum ruang lingkup telaah stilistika mencakupi diksi atau pilihan

kata (pilihan leksikal), struktur kalimat, majas, citraan, pola, rima, dan matra yang

digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam karya sastra (Sudjiman,

1993:13-14). Pada penelitian ini akan membahasas aspek citraan yang digunakan

oleh pengarang pada novel Jiwa yang Snggup Meredam Gempa Karya Raditya

Nugi. Analisis stilistika biasanya dimaksudkan untuk menerangkan sesuatu yang

pada umumnya dalam dunia kesastraan untuk menerangkan hubungan bahasa

dengan fungsi artistik dan maknanya (Leech dkk dalam Nurgiyantoro, 2014:75).

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

18

Berdasarkan pemaparan tersebut stilistika memiliki cakupan aspek-aspek

tertentu salah satunya adalah citraan. Stilistika sendiri akan membahas hubungan

bahasa yang digunakan dalam karya sastra dengan fungsi artistik dan maknanya.

Dengan kata lain kajian stilistika, dimaksudkan untuk menjelaskan fungsi

keindahan penggunaan bentuk kebahasaan tertentu mulai dari aspek bunyi,

leksikal, citraan dan lain sebagainya.

2.3 Hakikat Citraan

Nurgiyantoro (2014:275) mengungkapkan bahwa citraan merupakan

penggambaran secara konkret sesuatu yang sebenarnya abstrak yang lazim

digunakan dalam teks-teks sastra. Melalui ungkapan-ungkapan bahasa tertentu

yang ditampilkan dalam teks sastra itu, kita sering merasakan indra ikut

terangsang, terbangkitkan seolah-olah ikut melihat atau mendengar apa yang

dilukiskan dalam teks tersebut. Tentu saja tidak melihat dan mendengar semua itu

dengan mata dan telinga telanjang, melainkan melihat dan mendengar secara

imajinatif. Menurut Pradopo (2000:79) citraan ialah gambar-gambar dalam

pikiran dan bahasa yang menggambarkannya. Sedang setiap gambar pikiran

disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran ini adalah sebuah efek dalam

pikiran yang sangat menyerupai (gambaran) yang dihasilkan oleh penangkapan

pembaca terhadap sebuah obyek yang dapat dilihat oleh mata, saraf penglihatan,

dan daerah-daerah otak yang berhubungan (yang bersangkutan).

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa citraan merupakan

asal kata dari citra. Citra merupakan sebuah gambaran berbagai gambaran sensoris

yang dibangkitkan oleh kata-kata sedangkan citraan merupakan suatu stile, gaya

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

19

penuturan, yang banyak dimanfaatkan dalam penulisan sastra. Ia dapat

dipergunakan untuk mengonkretkan pengungkapan gagasan-gagasan yang

sebenarnya abstrak melalui kata-kata dan ungkapan yang mudah membangkitkan

tanggapan imajinasi. Dengan daya tanggapan imajinasinya, pembaca akan dapat

dengan mudah membayangkan, merasakan, dan menangkap pesan yang ingin

disampaikan pengarang.

Citraan merupakan suatu bentuk penggunaan bahasa yang mampu

membangkitkan kesan yang konkret terhadap suatu objek, pemandangan, aksi,

tindakan, atau pernyataan yang dapat membedakannya dengan pernyataan atau

ekspositori yang abstrak dan biasanya ada kaitannya dengan simbolisme (Baldic,

dalam Nurgiyantoro, 2014:276). Pendapat yang serupa disampaikan oleh Abrams

dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2014:26) yang mengatakan bahwa citraan

merupakan kumpulan citra yang dipergunakan untuk melukiskan objek dan

kualitas tanggapan indra yang dipergunakan dalam karya sastra, baik dengan

deskripsi secara harfiah maupun kias.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa citraan merupakan

gambaran imajinasi. yang digunakan oleh pengarang dari berbagai macam citraan

baik secara deskripsi maupun secara kias. Kias maksudnya adalah kata-kata yang

digunakan adalah berupa kata-kata kiasan. Citraan akan memberikan kesan yang

konkret sehingga imajinasi ikut terangsang sehingga hal-hal yang sebenarnya

abstrak seolah-olah konkret lewat rongga imajinasi.

Citraan merupakan bagian dari ilmu stilistika. Sudjiman (1993:13-14)

mengatakan bahwa cecara umum ruang lingkup telaah stilistika mencakupi diksi

atau pilihan kata (pilihan leksikal), struktur kalimat, majas, citraan, pola, rima, dan

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

20

matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam karya sastra.

Pendapat serupa disampaikan oleh Baldic (dalam Nurgiyantoro, 2014:150) yang

mengatakan bahwa unsur stile terdiri atas diksi, sintaksis, citraan, irama, bentuk

bahasa figuratif, dan lain-lain.

Citraan termasuk dalam kajian stilistika yaitu suatu ilmu yang akan

membahas tentang penggunaan bahasa yang digunakan dalam karya sastra

sehingga dengan mengkaji ilmu stilistika seseorang akan mengetahui stile dari

pengarang karya sastra tersebut. Melalui kajian citraan akan mengetahui stile yang

digunakan pengarang walaupun tidak sepenuhnya mengungkapkan stile yang

dimiliki pengarang.

Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa citraan merupakan salah satu

aspek dari stilistika. Menurut Sudjiman (1993:13) bahwa Stilistika biasa juga di

sebut style yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk

menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Stilistika

mengarah pada studi tentang stile, kajian terhadap wujud performansi kebahasaan,

khususnya yang terdapat di dalam karya sastra. Kajian stilistika itu sendiri

sebenarnya dapat ditujukan terhadap berbagai ragam penggunaan bahasa.

Biasanya stilistika lebih sering dikaitkan dengan bahasa sastra (Chapman, dalam

Nurgiyantoro 2010:279).

Cara khas yang lazim yang digunakan dalam karya sastra salah satunya

adalah penggambaran secara konkret sesuatu secara konkrit sesuatu yang

sebenarnya abstrak melalui ungkapan-ungkapan bahasa tertentu yang ditampilkan

dalam teks-teks sastra itu, kita sering merasakan indra ikut terangsang

terbangkitkan seolah-olah ikut melihat atau mendengar apa yang dilukiskan dalam

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

21

teks tersebut. Tentu saja kita tidak melihat dan mendengar semua itu dengan mata

dan telinga telanjang, melainkan melihat dan mendengar secara imajinatif.

Penggunaan kata-kata dan ungkapan yang mampu membangkitkan tanggapan

indra yang demikian dalam karya sastra tersebut sebagai citraan (Nurgiyantoro,

2014:274).

Usaha pengonkretan sesuatu yang abstrak menjadi (seolah-olah) konkret

lewat bentuk-bentuk citraan adalah sesuatu upaya untuk lebih mengefektifkan

penuturan itu. Lewat penggunaan bentuk-bentuk citraan, sesuatu yang dituturkan

menjadi lebih konkret, mudah dibayangkan, mudah diimajinasikan, dan karenanya

juga menjadi lebih mudah dipahami. Maka, penggunaan bentuk-bentuk citraan itu

pada hakikatnya merupakan upaya pengarang untuk memfasilitasi pembaca agar

lebih mudah menangkap muatan makna dari sesuatu yang disampaikan.

Gambaran pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat

menyerupai (gambaran) yang dihasilkan oleh penangkapan pembaca terhadap

sebuah obyek yang dapat dilihat oleh mata, saraf penglihatan, dan daerah-daerah

otak yang berhubungan (yang bersangkutan). Citra dibangun sedemikian rupa

sehingga suatu benda atau suatu hal melambangkan hal lain, dan mengenai

hubungannya diserahkan pada pembaca, untuk menafsirkannya sendiri.

Selanjutnya menurut Wellek dan Werren (1993:236) pencitraan adalah topik yang

termasuk dalam bidang psikologi dan studi sastra. Dalam psikologi, kata “citra‟‟

berarti reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang bersifat indrawi dan

berdasarkan persepsi dan tidak selalu bersifat visual. Pada tahun 1980, Francis

Galton, (yang memelopori bidang ini) meyelidiki seberapa jauh orang dapat

mereproduksikan masa lalunya. Penelitian ini menemukan bahwa tiap orang

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

22

melakukan visualisasi dengan kadar yang sangat berbeda-beda. Tetapi pencitraan

tidak hanya bersifat visual. Ahli-ahli psikologi dan estetika menyusun berbagai

jenis pencitraan. Ada pencitraan yang berkaitan dengan citra rasa pencicipan ada

yang berkaitan dengan penciuman.

2.3.1 Jenis-jenis Citraan

Jenis citraan ada bermacam-macam sesuai dengan jenis indera yang ingin

digugah atau yang ingin dikukuhkan lewat karyanya. Wellek dan Werren

(2014:216) mengatakan bahwa jenis citraan terdiri dari citraan visual, pencitraan

yang berkaitan dengan cita rasa pengecapan, ada yang berkaitan dengan

penciuman adapula yang berkaitan dengan suhu dan tekanan (kinaesthetic/‟gerak‟,

haptic/‟sentuhan‟, empathic/‟rasa empati‟). Tidak berbeda jauh dari pendapat di

atas Nurgiyantoro (2014:81) mengemukakan jenis citraan menjadi 5 yaitu: (1)

citraan penglihatan (visual), (2) citraan pendengaran (auditoris), (3) citraan peraba

(taktil termal), (4) citraan penciuman (olfaktori), (5) citraan gerak (kinestetik).

Berikut penjabarannya.

1) Citraan Penglihatan (Visual)

Citraan visual adalah citraan yang terkait dengan pengonkretan objek yang

dapat dilihat oleh mata, objek yang dapat dilihat secara visual. Jadi, objek visual

adalah objek yang tampak seperti meja, kursi, jendela, pintu, dan lain-lain. Lewat

penuturan yang sengaja dikreasikan dengan cara tertentu, benda-benda yang

secara alamiah kasat mata tersebut dapat dilihat secara mental lewat rongga

imajinasi, lewat pengimajian walau secara faktual benda-benda tersebut tidak ada

disekitar pembaca. Benda-benda tersebut lengkap dengan spesifikasi rinciannya

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

23

merupakan objek penglihatan imajinatif yang sengaja dibangkitkan oleh penulis

(Nurgiyantoro, 2014:277).

Citraan yang timbul oleh penglihatan disebut citraan penglihatan. Citraan

penglihatan biasanya sering digunakan dalam pembuatan karya fiksi dibanding

dengan citraan yang lainnya. Citraan penglihatan memberi rangsangan kepada

inderaan penglihatan, hingga sering hal-hal yang tak terlihat jadi seolah-olah

terlihat. Hal tersebut menyebabkan penggunaan citraan penglihatan sering

digunakan.

Dalam karya sastra, selain pelukisan karakter menyangkut aspek fisiologis,

psikologis, dan sosiologis tokoh cerita, citraan penglihatan ini juga sangat

produktif dipakai oleh pengarang untuk melukiskan keadaan, tempat,

pemandangan, atau bangunan-bangunan yang ingin disampaikan oleh pengarang.

Citraan penglihatan itu mengusik indra penglihatan pembaca sehingga akan

membangkitkan imajinasinya untuk memahami karya sastra. Perasaan estetis akan

lebih mudah terangsang melalui citraan penglihatan itu (Fathurohman, 2013:38).

2) Citraan Pendengaran

Citraan pendengaran (auditory imagery) adalah pengongkretan objek

bunyi yang didengar oleh telinga. Citraan auditif terkait usaha pengonkretan

bunyi-bunyi tertentu, baik yang ditunjukkan lewat deskripsi verbal maupun tiruan

bunyi, sehingga seolah-olah pembaca dapat mendengar bunyi-bunyi itu walau

hanya secara mental lewat rongga imajinasi (Nurgiyantoro, 2014:281). Lewat

penuturan yang sengaja dikreasikan dengan cara tertentu, bunyi-bunyi tertentu

yang secara alamiah dapat didengar, menjadi dapat terdengar lewat pengimajian

pembaca lewat rongga imajinasi.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

24

3) Citraan Gerak

Citraan gerak (kinestetik) menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya

tidak bergerak, tetapi ilukiskan sebagai dapat bergerak atau gambaran gerak pada

umumnya (Pradopo, 2000:87). Pebdapat serupa disampaikan oleh Nurgiyantoro

(2014:282) mengatakan bahwa citraan gerak (kinestetik) adalah citraan yang

terkait dengan pengongkretan objek gerak yang dapat dilihat oleh mata. Hal ini

mirip dengan citraan visual yang juga terkait dengan penglihatan. Namun, dalam

citraan gerak objek yang dibangkitkan untuk dilihat adalah suatu aktivitas, gerak

motorik, bukan objek diam. Lewat penggunaan kata-kata yang menyaran pada

suatu aktivitas, lewat kekuatan imajinasinya pembaca (seolah-olah) juga dapat

melihat aktivitas yang dilukiskan. Penghadiran berbagai aktivitas baik yang

dilakukan oleh manusia maupun oleh makhluk atau hal-hal lain lewat penataan

kata-kata tertentu secara tepat dapat mengonkretkan dan menghidupkan penuturan

sehingga terlihat lebih teliti dan meyakinkan. Contoh kutipan dari novel Burung-

burung Manyar: masih ada juga yang mencuci beras di selokan itu. Dan dengan

enaknya tanpa tahu malu perempuan-perempuan itu turun, membelik, mengangkat

kain hingga pantat mereka menongol serba pekik kemerekaan. Tanpa tergesa-gesa

bola mereka itu dicelup di dalam air, sambil omong-omong dengan rekannya.

Kata-kata semacam mencuci beras, membalik, mengangkat kain, menongol, dan

omong-omong itu melukiskan suatu aktivitas dan karenanya kata-kata itu adalah

suatu bentuk perwujudan citraan gerak.

4) Citraan Peraba

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

25

Citraan peraba (taktil termal), menunjuk pada pelukisan perabaan secara

konkret walau hanya terjadi di rongga imajinasi pembaca (Nurgiyantoro,

2014:283). Citraan perabaan merupakan manifestasi dari indra peraba citra ini

hadir karena adanya perabaan. Citra perabaan dalam karya sastra terutama novel

dihadirkan melalui para tokoh dan situasi atau hal lain yang ada didalamnya. Citra

perabaan akan menimbulkan nilai estetis suatu karya sastra. Pembaca karya sastra

pun akan berimajinasi seolah merasakan efek dari indra peraba, misalnya apakah

halus atau pun kasar (Fathurohman, 2013:39).

5) Citraan Penciuman

Citraan penciuman merupakan citraan yang menggambarkan indera

penciuman seolah-olah dapat merasakan bau sesuatu yang dipaparkan pengarang..

Citraan penciuman (olfaktori) menunjuk pada pelukisan penciuman secara

konkret walau hanya terjadi di rongga imajinasi pembaca (Nurgiyantoro,

2014:283). Citraan penciuman dipakai untuk membangkitkan imaji pembaca

dalam hal memperoleh pemahaman yang utuh atas teks yang dibaca melalui indra

penciuman. Melalui indra penciuman berbagai macam aroma pun dapat dicium

melalui hidung. Hidung yang berfungsi sebagai indra pembau manusia melalui

kata-kata contohnya “bangkai kucing” dari dua kata tersebut dapat membuat

pembaca membaui sekaligus merasakan aroma busuk.

2.3.2 Fungsi Citraan

Citraan berperan penting untuk menimbulkan pembayangan imajinatif,

membentuk gambaran mental, dan dapat membangkitkan pengalaman tertentu

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

26

pada pembaca. Citraan dalam hal ini merupakan kata-kata yang mampu menarik

gambaran dalam imajinasi, membuat kesan pembaca, dan melukiskan sesuatu

mengenai ide atau gagasan yang hendak disampaikan. Fungsi citra adalah

merangsang imajinasi, menggugah perasaan dan pikiran-pikiran dibalik sentuhan

indera. Nurgiyantoro (2014,278) mengungkapkan citraan berfungsi untuk

memberikan kemudahan bagi pembaca untuk membayangkan, merasakan, dan

menangkap pesan yang ingin disampaikan pengarang.

Menurut pendapat Pradopo (2012) citraan berfungsi untuk memberikan

gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana yang khusus, untuk membuat

(lebih) hidup gambaran dalam pikiran penginderaan dan juga untuk menarik

perhatian, penyair juga menggunakan gambaran-gambaran angan (pikiran), di

samping alat kepuitisan yang lain.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan citraan memiliki fungsi untuk

mengongkretkan sehingga memberikan kemudahan tersendiri untuk pembaca.

Dalam hal ini mengongkretkan bukan berarti benar-benar nyata dilihat, didengar

oleh mata dan telinga tetapi benar-benar nyata di sini maksudnya lewat rongga

imajinasi jadi seolah-olah mengongkretkan.

Usaha pengkonkretan sesuatu yang abstrak menjadi (seolah-olah) konkret

lewat bentuk-bentuk citraan, adalah sebuah upaya untuk lebih mengefektifkan

penuturan itu. Lewat penggunaan bentuk-bentuk citraan, sesuatu yang dituturkan

menjadi lebih konkret, mudah dibayangkan, mudah diimajinasikan dan karenanya

juga menjadi lebih mudah dipahami. Maka penggunaan bentuk-bentuk citraan itu

pada hakikatnya merupakan upaya pengarang untuk memfasilitasi pembaca agar

lebih mudah menangkap muatan makna dari sesuatu yang disampaikan.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37521/3/jiptummpp-gdl-anamarati2-53841-3-babii.pdf · linguistik, maka tidak mustahil menerapkan pendekatan linguistik pada

27

Selain untuk mengongkretkan citraan juga berfungsi untuk mnghidupkan

penuturan (Nurgiyantoro, 2014:277). Beliau juga mengemukakan bahwa

pengimajian adalah penataan kata yang menyebabkan makna-makna abstrak

menjadi konkret dan cermat. Kekonkretan dan kecermatan makna-makna itu

menggugah kekonkretan dan kecermatan penglihatan atau pendengaran imajian

pembaca. Lewat penggunaan yang seperti itu mampu menghidupkan penuturan.