31
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori yang digunakan pada penelitian evaluasi program pendidikan inklusi dijabarkan dalam empat Sub teori di bawah: 2.1.1 Pendidikan Inklusi Pengertian inklusi sangat beragam. Pengertian inklusi secara umum berarti bahwa peserta didik berkebutuhan khusus mendapat pelayanan di kelas utama dalam kelas umum dan di bawah tanggungjawab guru kelas umum. Meskipun dalam inklusi peserta didik berkebutuhan khusus dapat menerima instruksi di setting yang berbeda seperti di ruang sumber jika dibutuhkan, tetapi kelas reguler tetap merupakan kelas utama peserta didik berkebutuhan khusus belajar (Suyanto dan Mudjito 2012:58). Stainback dan Stainback (dalam Budiyanto 2010:3) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di dalam kelas dengan situasi yang sama. Sekolah tersebut menyediakan dan memberi pelayanan pendidikan secara layak, memberi tantangan, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan setiap diri siswa. Selebihnya, sekolah secara inklusi merupakan tempat setiap anak bisa diterima dilingkungan, menjadi bagian

BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edu...Konsep utama dan asumsi yang melandasi pendidikan inklusif adalah justru dalam berbagai hal bertentangan dengan konsep dan asumsi yang

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 9

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1. Kajian Teori

    Kajian teori yang digunakan pada penelitian

    evaluasi program pendidikan inklusi dijabarkan dalam

    empat Sub teori di bawah:

    2.1.1 Pendidikan Inklusi

    Pengertian inklusi sangat beragam. Pengertian

    inklusi secara umum berarti bahwa peserta didik

    berkebutuhan khusus mendapat pelayanan di kelas

    utama dalam kelas umum dan di bawah

    tanggungjawab guru kelas umum. Meskipun dalam

    inklusi peserta didik berkebutuhan khusus dapat

    menerima instruksi di setting yang berbeda seperti di

    ruang sumber jika dibutuhkan, tetapi kelas reguler

    tetap merupakan kelas utama peserta didik

    berkebutuhan khusus belajar (Suyanto dan Mudjito

    2012:58).

    Stainback dan Stainback (dalam Budiyanto

    2010:3) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah

    sekolah yang menampung semua siswa di dalam kelas

    dengan situasi yang sama. Sekolah tersebut

    menyediakan dan memberi pelayanan pendidikan

    secara layak, memberi tantangan, tetapi disesuaikan

    dengan kebutuhan dan kemampuan setiap diri siswa.

    Selebihnya, sekolah secara inklusi merupakan tempat

    setiap anak bisa diterima dilingkungan, menjadi bagian

  • 10

    anggota kelas tersebut, dan saling membantu dengan

    guru dan teman-temannya, maupun lapisan

    masyarakat supaya kebutuhan individualnya dapat

    terpenuhi.

    Sementara itu, Attig (2006:1) menyatakan

    bahwa inklusi diartikan mengikutsertakan anak

    berkelainan seperti anak yang memiliki kesulitan

    melihat, mendengar, tidak bisa berjalan, lambat dalam

    belajar.

    Selanjutnya Stubbs (2002:37) menyatakan

    pendidikan inklusi itu penting karena banyak orang

    masih menganggap bahwa pendidikan inklusif hanya

    merupakan versi lain dari pendidikan luar biasa.

    Konsep utama dan asumsi yang melandasi pendidikan

    inklusif adalah justru dalam berbagai hal bertentangan

    dengan konsep dan asumsi yang melandasi

    “pendidikan luar biasa”. UNESCO, dalam kajiannya

    terhadap aktifitas selama lima tahun setelah

    Koferensi Salamanca menggambarkan pendidikan

    inklusi. Telah berkembang sebagai suatu gerakan

    Secara luas “inklusi” juga berarti melibatkan seluruh

    peserta didik tanpa terkecuali, seperti: a) anak yang

    menggunakan bahasa ibu, dan bahasa minoritas yang

    berbeda dengan bahasa pengantar yang digunakan di dalam kelas: b) anak yang beresiko putus sekolah karena

    korban bencana, konflik, bermasalah dalam sosial

    ekonomi, daerah terpenting, atau tidak berprestasi

    dengan baik: c) anak yang berasal dari golongan agama

    atau kasta yang berbeda; d) anak yang sedang hamil; e) anak yang beresiko putus sekolah karena kesehatan

    tubuh yang rentan/penyakit kronis seperti asma,

    kelainan jantung bawaan, alergi,terinfeksi HIV dan AIDS;

    f)nak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah.

  • 11

    untuk menantang kebijakan dan praktek inklusi.

    Dalam hal ini inklusi dimaksudkan untuk

    meningkatkan mutu pendidikan. Definisi mutakhir juga

    menekankan bahwa pendidikan inklusif dimaksudkan

    untuk semua anak. Sebuah sekolah yang

    mempraktekkan pendidikan inklusif merupakan

    sekolah yang memperhatikan pengajaran dan proses

    pembelajaran, ketercapaian sikap, dan kesejahteraan

    setiap anak. Sekolah yang efektif adalah sekolah yang

    mempraktekkan pendidikan inklusif. Ofsed, dikutip

    (dalam Stubbs:2002).

    Hasil analisa pendapat para pakar yaitu

    Stainback dan Stainback, Attig, Stubbs bahwa inti

    pendidikan inklusi adalah situasi pendidikan dalam

    kelas reguler dengan situasi yang sama dan kondisi

    siswa yang berbeda. Pembelajaran melibatkan siswa

    tanpa terkecuali maksudnya penggabungan dua

    kategori siswa yang berbeda yaitu siswa normal dengan

    anak berkebutuhan khusus. Persamaan pengertian

    ketiga pakar tentang pengertian pendidikan inklusi

    adalah sama-sama memandang pendidikan tanpa

    diskriminasi. Ada beberapa perbedaan pengertian

    pendidikan inklusi dari pendapat Stainback dan

    Stainback, Attig, dan Stubbs. Menurut Stainback dan

    Stainback terletak pada pemberian layanan pendidikan

    disesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan

    setiap diri siswa. Sedangkan Atiq memperjelas

    pendidikan inklusi dengan kategori kelainan yang

    diderita setiap anak yaitu kesulitan melihat,

  • 12

    mendengar, tidak bisa berjalan, lambat dalam belajar.

    Selanjutnya Stubbs mempunyai pandangan yang lebih

    spesifik lagi. Pandangannya mengenai pendidikan

    inklusi dapat meningkatkan mutu pendidikan.

    Dari beberapa pendapat pakar tentang

    pendidikan inklusi dapat diambil kesimpulan bahwa

    pendidikan inklusi adalah pendidikan yang

    menggabungkan anak berkebutuhan khusus atau anak

    yang memiliki kelainan dalam program pelayanan

    pendidikan yang layak sebagaimana anak normal

    sehingga kebutuhan secara individual terpenuhi.

    Implikasinya dalam dunia pendidikan mengacu

    kebersamaan atau keseteraan pendidikan untuk

    semua anak tanpa diskriminasi. Dalam hal ini,

    pendidikan inklusi untuk memajukan dan

    meningkatkan mutu pendidikan.

    2.1.1.1 Landasan Pendidikan Inklusi

    Landasan filosofis penerapan pendidikan

    inklusif di Indonesia filosofis adalah Pancasila yang

    merpakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan

    atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut

    Bhineka Tunggal Ika (Abdulrahman dalam

    Kemendikbud: 2013:3). Filsafat tersebut memandang

    kebhinekaan manusia sebagai umat Tuhan dengan

    beragam keunikan.

    Menurut Suyanto dan Mudjito (2102:31)

    landasan yuridis berdasarkan ketentuan undang-

    undang yang berlaku baik Nasional maupun

    Internasional. Landasan yuridis Nasional meliputi :

  • 13

    UUD 45 amandemen pasal 31, UU No. 20 tahun 2003

    tentang sisdiknas, UU No.23 tahun 2002 tentang hak

    Perlindungan Anak, UU No. 4 tahun 1997 mengenai

    Penyandang Cacat, PP No.17 tahun 2010 tetntang

    Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 127

    sampai dengan pasal 142, Permendiknas No.70 tahun

    2009 tentang Pendidikan Inklusi, Surat Edaran Dirjen

    Dikdasmen Depdiknas No.380/C/C6/MN/2003 tanggal

    20 Januari 2003, Deklarasi Bandung “Indonesia

    Menuju Pendidikan Inklusif” tanggal 8-14 Agustus

    2004 tentang penjaminan akses pendidikan bagi anak

    berkebutuhan khusus, Deklarasi Bukittinggi tahun

    2005. Landasan yuridis Internasional yaitu Salamanca

    Statement and Framework for Action on Special Needs

    Education (1994).

    Landasan paedagogis tercermin pada pasal 3

    Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

    Pendidikan Nasional disebutkan, bahwa tujuan

    pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi

    peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

    bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , berakhlak

    mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan

    menjadi warga Negara yang demokratis dan

    bertanggungjawab (Suyanto dan Mudjito (2102:31).

    Landasan Empiris penelitian tentang

    pendidikan inklusi banyak dilakukan di beberapa

    Negara barat sejak 1980-an. Penelitian itu di

    antaranya: The National Academy of Sciences (Amerika

    Serikat). Hasil yang diperoleh ditunjukkan dengan

  • 14

    klasifikasi dan penempatan anak yang mempunyai

    berkelainan di lingkungan sekolah, situasi kelas atau

    tempat khusus tidak efektif dan mengalami perbedaan.

    Pemberian pelayanan dimaksudkan memberi

    rekomendasi agar pendidikan khusus secara segregatif

    hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi

    yang tepat (Heller, Holtzman & Messick, 1982).

    Beberapa pakar mengemukan bahwa sulit melakukan

    identifikasi dan penempatan anak berkelainan dengan

    tepat, karena ciri khusus mereka sangat beragam

    (Baker, Wang, dan Walberg, 1994/1995).

    (Kemendikbud:2013:6)

    2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Inklusi

    Pendidikan inklusif bertujuan : (1)

    memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada

    semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik,

    emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi

    kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk

    memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan

    kebutuhan dan kemampuannya; (2) mewujudkan

    penyelenggaraan pendidikan yang menghargai

    keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua

    peserta didik (Permendiknas No.70 tahun 2009 Pasal 2)

    Sasaran pendidikan inklusi adalah

    memberikan layanan pendidikan berkualitas yang

    didefinisikan kembali sebagai proses belajar dengan

    memperhitungkan kemampuan belajar anak yang

    berbeda, mengurangi esklusifitas, dan tidak

  • 15

    mengajarkan pengetahuan akademik yang tinggi

    semata. Karena itu, untuk dapat melaksanakan

    pendidikan inklusi dibutuhkan sistem pendidikan dan

    peran pendidik atau guru yang mampu memanusiakan

    anak-anak didik (Renato Opertti dalam Suyanto dan

    Mudjito:2012:71)

    Pernyataan ini sesuai dengan pendapat

    Foreman (dalam Delphie 2009:13) banyak keuntungan

    yang diperoleh bahwa sekolah yang menggunakan

    model pembelajaran inklusi, walaupun tingkat

    kelainannya pada tingkat sedang, berat dan bervariasi

    kelainan. Berdasarkan teori di atas maka sekolah

    inklusi mempunyai tujuan. Adapun tujuan pendidikan

    inklusi sebagai berikut:

    Beberapa tujuan pendidikan inklusi dapat dianalisa

    bahwa inti dari pendidikan inklusi adalah pemberian

    a) Pemenuhan hak pendidikan. Semua anak di Indonesi

    berhak memperoleh pendidikan tanpa terkecuali sesuai

    kondisi dan kebutuhan, b) Perluasan akses pendidikan

    Pelayanan dan pemerataan pendidikan di semua wilayah bagi semua anak tanpa ketercuali sesuai dengan kondisi

    dan kebutuhan, c) Peningkatan mutu

    pendidikanPenyediaan layanan pendidikan yang bermutu,

    berimbang, berwatak dan tidak diskriminatif bagi semua

    anak, d) Efisiensi pembiayaan pendidikan Meminimalisir

    pemborosan pembiayaan pendidikan akibat penggunaan sistem pendidikan segregatif (SLB), e) Membangun

    karakter masyarakat inklusif.

    Semua komponen masyarakat bersikap positif terhadap

    penyelenggaran pendidikan inklusi yang bermutu,

    berkarakter dan bermantabat, f) Mendorong terbentuknya nilai inklusif. Nilai inklusif menjadi pedoman perilaku dan

    tindakan agen-agen penyelenggara pendidikan

    (Kemendikbud 2013:8)

  • 16

    layanan pendidikan yang berkualitas bagi anak

    berkebutuhan khusus sesuai dengan kondisi dan

    kebutuhan. Persamaannya terletak pada pendidikan

    tanpa diskriminasi dalam hal ini tidak ada perbedaan

    mengenai tujuan pendidikan inklusi.

    Kesimpulan yang dapat diambil adalah tujuan

    pendidikan inklusi merupakan perluasan akses

    pendidikan dan menghargai perbedaan untuk

    memperoleh pendidikan yang bermutu.

    2.1.1.3 Kelebihan Pendidikan Inklusi

    Anak berkebutuhan khusus merupakan anak

    dalam proses pertumbuhan/perkembangannya secara

    signifikan mengalami kelainan/penyimpangan (phisik,

    mental intelektual, sosial, emosional) dibanding dengan

    anak-anak lain seusianya sehingga mereka

    memerlukan pendidikan khusus (Suyanto dan

    Mudjito:2012:59). Berdasarkan pendapat pakar

    tersebut diperlukan pelayanan khusus bagi anak yang

    mempunyai kelainan. Hal ini diperkuat dengan Surat

    Edaran dari Dirjen Dikdasmen tentang

    penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan

    inklusif di setiap Kabupaten/Kota.

    Sebelumnya di Indonesia sudah berkembang

    sekolah segregatif dan integrasi. Suyanto dan Mudjito

    (2012:63) menguraikan dua pengertian itu sebagai

    berikut:

    a. Sekolah segregatif yaitu sekolah yang menempatkan anak-anak berkebutuhan khusus (tunanetra, tunarungu, tunadaksa dan tuna grahita) ditempatkan sekolah khusus semacam sekolah luar biasa.

  • 17

    Melihat pengertian di atas, ada beberapa

    permasalahan serius untuk anak berkebutuhan

    khusus dalam bergaul dengan anak normal di sekolah

    umum atau reguler. Berdasar kenyataan tersebut,

    maka diperlukan suatu sistem pendidikan yang dapat

    mempertemukan anak yang memiliki berkebutuhan

    khusus dengan anak normal. Penyatuan dalam kontek

    sekolah tanpa diskriminasi yaitu sekolah inklusi.

    Keselarasan dalam penyatuan siswa normal dengan

    anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler sangat

    membantu dalam berinteraksi. Stubbs (2002:96)

    pendidikan inklusif bertujuan untuk mengubah sistem

    sekolah, bukan untuk memberi label kepada individu

    atau kelompok anak tertentu atau untuk

    mengubahnya. Menurut teori tersebut maka dapat

    dikatakan bahwa sekolah inklusi mempunyai peranan

    penting pada pendidikan anak berkebutuhan khusus.

    Selanjutnya Suyanto dan Mudjito (2012:51)

    mengatakan ada beberapa kelebihan atau keunggulan

    sekolah inklusi yakni:

    a) membangun kesadaran dan consensus pentingnya

    pendidikan inklusif sekaligus menghilangkan sikap

    dan nilai yang diskriminatif; b) melibatkan dan

    memberdayakan masyarakat untuk analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi;

    Kurikulum dan sarana dan prasaran dirancang untuk anak special need.

    b. Sekolah integratif yaitu sekolah yang memilki kurikulum standard an menghendaki setiap siswa

    untuk menempuh kurikulum tersebut. Biasanya yang

    bersekolah di sekolah integrative adalah siswa-siswa

    yang memiliki fisik dan mental normal.

  • 18

    Persamaan dari beberapa pengertian tersebut di

    atas adalah penyatuan anak berkebutuhan khusus

    dengan anak normal dalam kontek sekolah tanpa

    diskriminasi. Tidak ada perbedaan pada pendapat

    tersebut. Kesimpulam yang dapat diambil adalah

    mengubah sistem pendidikan yang mempunyain

    peranan penting bagai anak berkebutuhan khusus

    dengan pengabungan anak berkebutuhan khusus

    dengan anak normal dalam situasi untuk membantu

    berinteraksi.

    2.1.1.4 Program Pendidikan Inklusi

    Program pendidikan untuk melayani anak

    yang memiliki kebutuhan khusus serta kebijakan-

    kebijakan dalam rangka penyelenggaraan sekolah

    inklusi disusun, diterapkan, dan dievaluasi secara

    sistematik. Proses pemograman berdasarkan pada

    tinjauan khusus dari kemampuan-kemampuan

    individu yang bersangkutan. Artinya, seorang pendidik

    memerlukan pemikiran khusus agar dapat membantu

    mereka untuk mandiri Patton (dalam Delphie 2009:69).

    Pogram layanan pendidikan inklusi melalui tahapan-

    tahapan sebagai berikut: a. Pelaksanaan deteksi dini; b.

    penentuan sasaran dan tujuan; c. penentuan metode

    c) setiap anak pada setiap distrik dan mengidentifikasikan alasan mengapa mereka tidak

    sekolah; d) mengidentifikasikan hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial, dan masalah lainnya

    terhadap akses dan pembelajaran; e) melibatkan

    masyarakat dalam melakukan perencanaan dan

    monitoring mutu pendidikan bagi semua anak

  • 19

    yang tepat; d. penyiapan peralatan; e. penentuan

    kegiatan yang sejalan; f. evaluasi seluruh hasil kerja.

    Selanjutnya Delphie (2009:70) berpendapat

    bahwa layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus

    terdapat beberapa modifikasi yang sesuai dengan

    kebutuhan antara lain kurikulum, lingkungan fisik

    sekolah, proses hubungan sosial di kelas, media

    mengajar, sistem evaluasi, dan struktur adminitrasi.

    Inti pendapat Patton dan Delphie mengenai

    program pendidikan inklusi adalah proses pemograman

    berdasarkan kemampuan-kemampuan individu.

    Terdapat perbedaan pendapat antara keduanya,

    menurut Patton program pendidikan inklusi

    memerlukan pendidik yang mempunyai pemikiran

    khusus agar dapat membantu mereka untuk mandiri.

    Sedangkan Delphie memandang program pendidikan

    inklusi membutuhkan program yang lebih luas lagi.

    Dari beberapa uraian tersebut di atas disimpulkan

    bahwa program layanan disusun, diterapkan dan

    dievaluasi secara sistematis, pemograman berdasarkan

    tinjauan khusus secara bertahap selain itu ada

    beberapa modifikasi.

    2.1.2 Evaluasi

    Pandangan umum mengenai evaluasi adalah

    kegiatan yang berkaitan dengan penilaian hasil belajar

    atau tes namun evaluasi dalam penelitian ini

    merupakan kegiatan yang memberikan gambaran

    mengenai keterlaksanaan suatu program. Menurut

    Sukardi (2014:2) evaluasi merupakan suatu proses

  • 20

    mencari data atau informasi tentang atau subjek yang

    dilaksanakan untuk tujuan pengambilan keputusan

    terhadap objek atau subjek tersebut.

    Ralph Tyler (dalam Tayibnapis 2008: 3)

    mendefinisikan evaluasi ialah proses yang menentukan

    sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai.

    Sedangkan Maclcolm Provus, juga dalam Tayibnapis

    evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu

    standar untuk mengetahui apakah ada selisih.

    Selanjutnya Arikunto dan Jabar (2014:2)

    mengatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan

    untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya

    sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut

    digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat

    dalam mengambil keputusan.

    Stufflebeam (dalam Suparman 2012:301)

    menyatakan bahwa “Evaluation is a systematic

    investigation of some object’s value”. Evaluasi adalah

    suatu investigasi, penelitian, penyelidikan, atau

    pemeriksaan yang sistematik terhadap nilai suatu

    objek. Selain itu masih ada pengertian evaluasi

    menurut Vedung (dalam Sukardi 2014:7) “Evaluation is

    the process of determining worth, merit, and value of the

    things”. (Evaluasi adalah proses untuk menentukan

    harga, citra dan nilai sesuatu). Worth dan Merit bisa

    diartikan nilai atau harga, tetapi memiliki makna yang

    berbeda. Suatu program dievaluasi karena akan

    ditunjukkan harga, citra, dan nilainya.

  • 21

    Inti pendapat para pakar mengenai evaluasi

    adalah kegiatan untuk mencari informasi. Tidak ada

    perbedaan yang signifikan dalam pengertian evaluasi

    sama-sama bertujuan untuk mengambil keputusan.

    Berdasarkan beberapa pendapat para pakar maka

    dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi merupakan

    suatu proses secara sistematik untuk mengumpulkan

    informasi selanjutnya untuk pengambilan keputusan

    terhadap suatu objek.

    2.1.2.1 Program

    Program adalah suatu rencana yang telah

    dipikirkam sebelum untuk mencapai suatu tujuan

    tertentu. Menurut Arikunto dan Jabar (2014:4) program

    didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan

    kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi

    dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang

    terus menerus, dan terjadi pada organisasi yang

    melibatkan sekelompok orang. Sedangkan Sukardi

    (2014:4 ) program merupakan salah satu hasil

    kebijakan yang penetapannya melalui proses panjang

    dan disepakati oleh para pengelolanya untuk

    dilaksanakan baik oleh sivitas akademika maupun

    tenaga administrasi institusi. Program menurut Sa’ud

    dan Makmun (2009:182) program menyangkut

    persiapan rencana-rencana yang spesifik disertai

    prosedur-prosedur untuk diterapkan oleh lembaga.

    Inti dari program menurut Arikunto dan Jabar,

    Sukardi Sa’ud dan Makmun adalah suatu unit yang

    merupakan implementasi kebijakan melalui proses

  • 22

    panjang dan disepakati bersama. Persamaan dari teori

    para pakar terdapat pada keterlibatan organisasi atau

    lembaga dalam pelaksanaannya. Perbedaannya

    menurut pendapat Sa’ud dan Makmun lebih rinci

    karena ada persiapan rencana-rencana yang spesifik

    disertai prosedur-prosedur penerapan. Menurut tiga

    pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

    program adalah rencana-rencana yang spesifik yang

    disepakati suatu organisasi selanjutnya untuk

    dilaksanakan dan diterapkan baik akademika maupun

    tenaga administrasi.

    2.1.2.2 Evaluasi Program

    Ralph Tyler (dalam Arikunto dan Jabar 2014:

    5) menyatakan bahwa evaluasi program adalah proses

    untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah

    dapat terealisasikan. Definisi lain dari Cronbach dan

    Stufflebeam (dalam Arikunto dan Jabar 2014:5) bahwa

    evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi

    untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.

    Evaluasi program menurut Sukardi (2014:3)

    merupakan evaluasi yang berkaitan erat dengan suatu

    program atau kegiatan pendidikan, termasuk di

    antaranya tentang kurikulum, sumber daya manusia,

    penyelengaraan program, proyek penelitian dalam

    suatu lembaga. Sedangkan Spaulding dalam Sukardi,

    “Program evaluation is conducted for decision making

    purpose”. Artinya evaluasi program dilakukan untuk

    tujuan pengambilan keputusan.

  • 23

    Sementara itu, menurut David dan Hawthorn

    (dalam Sukardi 2014:3) evaluasi dipandang:”…as a

    structured process that creates and synthesizes

    information intended to reduce uncertainty for

    stakholders about a given program or policy” artinya

    evaluasi program sebagai proses terstruktur yang

    menciptakan dan menyatukan informasi bertujuan

    untuk mengurangi ketidakpastian para pemangku

    kepentingan tentang program dan kebijakan yang

    ditentukan.

    Patton (2009:53) menyatakan bahwa evaluasi

    program artinya mengukur pencapaian suatu tujuan,

    berdasarkan perangkat yang dibuat sebelumnya secara

    hati-hati dari tujuan yang dapat diukur.

    Inti evaluasi program menurut Ralph Tyler,

    Cronbach dan Stufflebeam, Sukardi, Spaulding, dan

    David dan Hawthorn adalah proses menyatukan

    informasi untuk mengambil keputusan atau kebijakan

    dan mengukur tujuan. Persamaannya terletak pada

    tujuan pengambilan keputusan sedangkan perbedaan

    pada pendapat Patton lebih spesifik karena pencapaian

    tujuan berdasarkan perangkat yang dibuat

    sebelumnya.

    Kesimpulan dari beberapa pendapat bahwa

    evaluasi program merupakan proses secara terstruktur

    untuk menyampaikan informasi dalam rangka

    mengukur suatu tujuan kemudian disampaikan kepada

    pengambil keputusan. Atas dasar teori-teori dan

    kesimpulan maka pada penelitian ini mempunyai

  • 24

    alasan dilaksanakannya evaluasi program adalah

    untuk mengukur efektitas dan pelaksanaan program

    yang akan diteliti.

    2.1.2.3 Tujuan Evaluasi Program

    Suatu kegiatan dievaluasi untuk mengetahui

    sejauh mana pelaksanaan program yang telah

    direncanakan. Semua kegiatan tentunya mempunyai

    tujuan begitu pula dengan evaluasi. Arikunto dan

    Jabar (2014:18) mendefinisikan bahwa evaluasi

    program bertujuan untuk mengetahui pencapaian

    tujuan program dengan langkah mengetahui

    keterlaksanaan kegiatan program yang telah

    ditentukan, karena evaluator ingin mengetahui bagian

    mana dari komponen dan subkomponen program yang

    belum terlaksana.

    Menurut Worten dkk (dalam Tayibnapis

    2008:3) evaluasi program bertujuan: a. membuat

    kebijakan dan keputusan; b. menilai hasil yang dicapai

    para pelajar; c. menilai kurikulum; d. memberi

    kepercayaan kepada sekolah; e. memonitor dana; f.

    memperbaiki materi dan program.

    Secara lebih rinci tujuan evaluasi program

    menurut Sukmadinata (2010:121) adalah:

    a. a) membantu perencanaan untuk melaksanakan program

    b) membantu dalam penentuan keputusan penyempurnaan atau perubahan program; c) membantu

    dalam penentuan keputusan keberlanjutan atau

    penghentian program; d) menemukan fakta-fakta

    dukungan dan penolakan terhadap program d)

    memberikan sumbangan dalam pemahaman proses psikologis, social, politik, dalam pelaksanaan program

    serta faktor yang mempengaruhi program.

  • 25

    Berdasarkan pendapat Arikunto dan Jabar,

    Worten dan Sukmadinata bahwa inti tujuan evaluasi

    program adalah untuk mengetahui keterlaksanaan

    program kemudian memperbaiki program maka

    dilakukan penyempurnaan program. Persamaannya

    pada ketiga pendapat tersebut adalah untuk

    mengetahui keterlaksanaan program yang telah

    ditentukan. Secara garis besar evaluasi program dapat

    dikatakan suatu kegiatan untuk mengetahui

    keberhasilan program dan kegagalannya selanjutnya

    diadakan tindak lanjut demi sempurnanya pelaksanaan

    sebuah program dan dibuatnya kebijakan atau

    keputusan.

    2.1.2.4 Manfaat Evaluasi

    Sukmadinata (2010:127) menyatakan bahwa

    kriteria atau standar yang digunakan dalam evaluasi

    program adalah apakah hasil evaluasi dapat digunakan

    untuk menentukan kebijakan secara tepat atau tidak.

    Pengguna hasil evaluasi dapat bertahap, dari penentu

    kebijakan tertinggi sampai terendah. Di sisi lain

    Sukardi (2014:10) mengatakan bahwa evaluasi program

    mempunyai empat manfaat sebagai berikut :

    a) melihat secara kontinu dan terus menerus

    suatu program atau proyek jika dilengkapi dengan

    fungsi monitor: b) mengontrol agar program tetap

    berada dalam koridor mutu dan memiliki

    kewenangan untuk mengendalikan dalam tingkat

    penjaminan layanan atau servis baik pada para pengguna maupun pemangku kepentingan: c)

    sebagai umpan balik terhadap proses

    penyelenggaraan lembaga: d) mengevaluasi semua

    komponen dalam kinerja program.

  • 26

    Inti pendapat Sukmadinata dan Sukardi

    manfaat evaluasi untuk menentukan kebijakan secara

    tepat dilengkapi fungsi monitor. Dari dua pendapat

    tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

    manfaat evaluasi program yakni sebagai pengontrol,

    umpan balik, evaluasi kinerja untuk mewujudkan

    penjaminan layanan dan pengambilan kebijakan.

    2.1.2.5 Model Evaluasi Context, input, Process, dan

    Product (CIPP)

    Penelitian evaluasi program penyelenggaraan

    pendidikan inklusi di SDN I Mangunsari menggunakan

    model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product)

    Adapun pengertian model evaluasi adalah desain

    evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar

    evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan

    pembuatnya atau tahap pembuatannya (Tayibnapis

    2008:13)

    Stufflebeam (dalam Sukmadinata 2010 :127)

    mengembangkan model evaluasi pendidikan yang

    bersifat komprehensif yang mencakup konteks (context),

    masukan (input), proses (proces), dan hasil (product),

    yang disingkat menjadi CIPP.

    1. Context evaluation : evaluasi terhadap konteks

    2. Input evaluation : evaluasi terhadap masukan

    3. Process evaluation : evaluasi terhadap proses

    4. Product evaluation: evaluasi terhadap hasil

    Selanjutnya Stufflebeam (dalam Wirawan

    :2011:92) menyatakan model evaluasi CIPP merupakan

    kerangka komprehensif untuk mengarahkan

  • 27

    pelaksanaan evaluatif dan evaluasi sumatif terhadap

    objek program, proyek, personalia, produk, institusi,

    dan sistem. Model evaluasi ini dikonfigurasi untuk

    dipakai oleh evaluator internal yang dilakukan oleh

    organisasi evaluator, evaluasi diri yang dilakukan oleh

    tim proyek atau penyedia layanan individual yang

    dikontrak atau evaluator eksternal. Model evaluasi ini

    dipakai secara meluas di seluruh dunia dan dipakai

    untuk mengevaluasi berbagai disiplin dan layanan

    misalnya pendidikan, perumahan, pengembangan

    masyarakat, transfortasi dan system evaluasi

    personalia militer. Model CIPP dapat diuraikan pada

    gambar 3.1

    Gambar 2.1 Model CIPP

    Sumber: wirawan (2011:93)

    Context

    Evaluation

    Berupaya

    untuk

    mencarai jawaban atas

    pertanyaan:

    apa yang

    perlu dilakukan

    Waktu: pelaksanaan

    sebelum

    program

    diterima

    Keputusan:

    perencanaan

    program

    Input

    Evaluation

    Berupaya

    mencari

    jawaban atas pertanyaan

    apa yang

    harus

    dilakukan

    Waktu

    :pelaksanaa

    n sebelum program dimulai

    Keputusan

    :penstruktur

    an program

    Process

    Evaluation

    Berupaya

    mencari

    jawaban atas pertanyaan:

    apakah

    program

    sedang

    dilakukan?

    Waktu

    pelaksanaan: ketika

    program

    dilaksanakan

    Keputusan:

    pelaksanaan

    Product

    Evaluation

    Berupaya

    mencari

    jawaban atas

    pertanyaa

    n: apakah

    program

    sukses?

    Waktu

    pelaksanaan: ketika

    program

    selesai

    Keputusan

    : resikel ya

    atau tidak

    program

    harus

    diresikel

  • 28

    Evaluasi kontek menurut Daniel Stufflebeam

    adalah untuk menjawab pertanyaan apa yang akan

    dilakukan? (what needs to be done?). Evaluasi ini

    mengidentifikasi dan menilai kebutuhan-kebutuhan

    yang mendasari disusunya suatu program.

    Evaluasi masukan untuk mencari jawaban atas

    pertanyaan: Apa yang harus dilakukan? (What should

    be done?) evaluasi ini mengidentifikasi dan problem,

    asset, dan peluang untuk membantu para pengambil

    keputusan mendefinisikan tujuan, prioritas-prioritas,

    dan membantu kelompok-kelompok lebih luas pemakai

    untuk menilai tujuan, prioritas, dan manfaat-manfaat

    dari program, menilai pendekatan alternative, rencana

    tindakan, rencana staf dan anggaran untuk feasibilitas

    dan potensi cost effectiveness untuk memenuhi

    kebutuhan dan tujuan yang ditargetkan. Para

    pengambil kebutuhan memakai evaluasi masukan

    dalam memilih di antara rencana-rencana yang ada,

    menyusun proposal pendanaan, alokasi sumber-

    sumber, menempatkan staf, menskedul pekerjaan,

    menilai rencana-rencana aktivitas, dan penganggaran.

    Evaluasi proses berupaya mencari jawaban atas

    pertanyaan: Apakah program sedang dilaksanakan? (Is

    is being done?) Evaluasi ini berupaya mengakses

    pelaksanaan dari rencana untuk membantu staf

    program melaksanakan aktivitas dan kemudian

    membantu kelompok pemakai yang lebih luas menilai

    program dan mmenginterprestasikan manfaat.

  • 29

    Evaluasi produk diarahkan untuk mencari

    jawaban pertanyaan: Did it succed? Evaluasi ini

    berupaya mengidentifikasi dan menngakses keluaran

    dan manfaat, baik yang direncanakan atau tidak

    direncanakan, baik jangka pendek maupun jangka

    panjang. Keduanya untuk membantu staf menjaga

    upaya memfokuskan pada mencapai manfaat yang

    penting dan akhirnya untuk membantu kelompok-

    kelompok pemakai lebih luas mengukur kesuksesan

    upaya dalam mencapai kebutuhan-kebutuhan yang

    ditargetkan.

    Teori ini digunakan untuk meneliti program

    pendidikan inklusi dengan alasan bahwa peneliti

    merasa cocok dengan model evaluasi tersebut. Dalam

    model ini peneliti harus menganalisa kebutuhan atau

    kontek, membuat rencana program, melaksanakan

    program dan terakhir dapat melihat out put dari

    program.

    2.1.3 Desain Evaluasi Program

    Desain merupakan tindakan bagaimana

    mengumpulkan informasi yang komparatif sehingga

    hasil program yang dievaluasi dapat dipakai untuk

    menilai manfaat dan besarnya program apakah akan

    diperlukan atau tidak (Tayibnapis 2008:64) sedangkan

    menurut Sukardi (2014:63) desain secara umum

    merupakan komponen evaluasi program yang

    mendeskripsikan rencana evaluasi baik dalam kegiatan

    evaluasi maupun penelitian.

  • 30

    Desain bisa dikatakan suatu cara bagaimana

    menjabarkan secara rinci unsur-unsur program yang

    akan dievaluasi. Pada kegiatan evaluasi instrumen-

    instrumen perlu dipersiapkan sebagai alat pengukuran

    suatu program dapat terlaksana dengan baik atau

    tidak.

    Tayibnapis (2008:37) mengatakan evaluasi

    sumatif dilakukan pada akhir program untuk memberi

    informasi kepada konsumen yang potensial tentang

    manfaat atau kegunaan program. Sedangkan

    Sukmadinata (2010:122) mendefinisikan evaluasi

    sumatif diarahkan pada mengevaluasi hasil, untuk

    menilai apakah program cukup efektif dan efisien atau

    tidak, atas dasar evaluasi tersebut apakah program

    dilanjutkan atau dihentikan.

    Selain menggunakan model CIPP peneliti juga

    menggunakan desain program evaluasi sumatif. Alasan

    digunakannya desain ini, karena peneliti ingin

    mengetahui keefektifan program yang dilaksanakan di

    SD Negeri I Mangunsari sebagai sekolah inklusi.

    Secara ontology desain program dapat diartikan

    menjadi dua macam, yaitu arti secara umum dan

    spesifik atau sempit. Desain evaluasi program secara

    umum adalah semua proses, termasuk di dalamnya

    persiapan, pelaksanaan, dan penulisan laporan yang dilakukanoleh peneliti untuk memecahkan

    permasalahan dalam penelitian. Desain secara

    spesifik dapat diartikan sebagai penggambaran secara

    jelas tentang pemaparan permasalahan (Sukardi

    2014:64).

  • 31

    2.1.4 Evaluasi Program Pendidikan Inklusi

    Evaluasi pendidikan adalah kegiatan

    pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu

    pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan

    pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai

    bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan

    pendidikan UU No.20 tahun 2003. Berkaitan dengan

    UU tersebut maka penting diadakan evaluasi program

    karena dapat dilihat keterlaksanaan program sebagai

    wujud kinerja kepala sekolah.

    Selanjutnya pemerintah pusat dan pemerintah

    daerah melakukan evaluasi terhadap pengelolaan,

    satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Evalausi

    yang dimaksudkan dalam rangka pengendalian mutu

    pendidikan secara nasional sebagai bentuk

    akuntabilitas penyelenggaran pendidikan kepada

    pihak-pihak yang berkepentingan.

    Secara umum, evaluasi program pendidikan

    inklusi menyajikan evaluasi pelaksanaan

    penyelenggaraan inklusi di sekolah. Evaluasi program

    berkaitan erat dengan kinerja kepala sekolah dan

    akreditasi sekolah. Dengan akreditasi sekolah maka

    dapat dilakukan penilaian kelayakan program dalam

    satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang

    ditetapkan. Sedangkan kinerja kepala sekolah dinilai

    untuk mengetahui keterlaksanaan program yang

    direncanakan sebelumnya. Pelaksanaan evaluasi dalam

    penelitian ini melibatkan guru kelas, guru mapel, guru

  • 32

    pembimbing khusus, siswa, komite sekolah dan tenaga

    kependidikan sebagai pelaksana program.

    Evaluasi program dalam penelitian ini

    menyajikan evaluasi pelaksanaan pendidikan inklusi.

    Maka fokus penelitian adalah hasil pelaksanaan

    program pendidikan inklusi yang telah ditetapkan.

    Penelitian evaluasi ini bertujuan untuk menghasilkan

    kebijakan. Hasil evaluasi dapat memberi input atau

    masukan terhadap keseluruhan program pendidikan

    inklusi yang meliputi kontek, masukan, proses, dan

    hasil program.

    2.2 Penelitian yang Relevan

    Hasil penelitian terdahulu yang memiliki relevan

    dengan penelitian ini antara lain sebagai berikut

    penelitian yang dilakukan Lipsky, Dorothy Kerzner;

    Gartner, Alan dengan judul: “The Evaluation of Inclusive

    Education Programs” (1995) dengan hasil penelitian dan

    evaluasi pada inklusi menunjukkan kecenderungan

    yang kuat adanya peningkatan hasil belajar siswa

    (akademis, perilaku, dan sosial) baik bagi mahasiswa

    program pendidikan khusus dan mahasiswa

    pendidikan umum. Kunci keberhasilan program

    pendidikan inklusi meliputi : kepemimpinan yang

    visioner, kolaborasi, penggunaan penilaian, dukungan

    tenaga staf, pendanaan mencukupi, orang tua, dan

    keterlibatan keluarga serta orang tua yang efektif.

    Penelitian yang dilakukan oleh Lipsky, Dorothy

    Kerzner; Gartner, Alan memberikan kontribusi

    terhadap pelaksanaan program pendidikan inklusi.

  • 33

    Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa

    kunci keberhasilan program pendidikan inklusi adanya

    kolaborasi dari beberapa pihak. Perbedaan penelitian

    Lipsky, Dorothy Kerzner; Gartner, Alan dengan peneliti

    terletak pada manfaat program pendidikan inklusif;

    status pendidikan khusus; dan efek inklusi pada

    mahasiswa program pendidikan khusus maupun

    mahasiswa pendidikan umum. Sedangkan peneliti

    hanya mengevaluasi program pendidikan inklusi di

    sekolah dasar dan efek inklusi bagi perkembangan

    akademik maupun sosial.

    David Jonah Sowalsky Kieval : “Program

    Evaluation Of An Inclusion Program At An Overnight

    Summer Camp” (2013) hasil penelitian disimpulkan:

    bahwa rencana evaluasi sudah layak, evaluasi berguna

    bagi siswa dan stakeholder dan diadakan

    pengembangan lanjutan dengan diimplementasikannya

    karena dianggap telah berhasil dilakukan, dan umpan

    balik dari siswa dan pemangku kepentingan. Hasil

    penelitian bahwa evaluasi dan hasilnya sudah jelas,

    praktis, berguna, dan cocok untuk program tersebut.

    Ada kesamaan antara penelitian yang dilakukan

    David Jonah Sowalsky Kieval dengan peneliti.

    Kesamaannya terletak pada penelitian evaluasi program

    inklusi. Hasil penelitian dari David Jonah Sowalsky

    Kieval evaluasi program sudah layak

    diimplementasikan kembali karena sudah berhasil dan

    mendapat umpan balik. Perbedaan pada penelitian ini

    terletak pada evaluasi program di sekolah sedangkan

  • 34

    penelitian David Jonah Sowalsky Kieval pelaksanaan

    evaluasi program di luar sekolah.

    Fitri Nurcahyani berjudul: “Evaluasi

    Implementasi Kurikulum di Sekolah Inklusi SDN

    Mriyunan Sidayu Gresik” (2013) dengan hasil: penilaian

    konteks sesuai dengan penyelenggaraan inklusi,

    penilaian masukan berjalan dengan baik, penilaian

    proses ada satu indikator yang belum tercapai yaitu

    alokasi waktu untuk ABK tidak sesuai dengan teori,

    penilaian hasil telah sesuai semua indikator telah

    terpenuhi, dan modifikasi kurikulum pada salah satu

    aspek berdampak pada aspek yang lain.

    Penelitian yang dilakukan Fitri Nur Cahyani di

    Gresik dari hasil penilain proses ada salah satu

    indikator belum tercapai tapi dari konteks, masukan

    dan penilaian hasil mempunyai pengaruh yang sangat

    kuat. Ada perbedaan penelitian Fitri Nurcahyani

    dengan peneliti yaitu Fitri Nurcahyani mengevaluasi

    implementasi kurikulum di sekolah inklusi sedangkan

    peneliti meneliti evaluasi program pendidikan inklusi.

    Persamaannya adalah sama-sama menggunakan model

    CIPP.

    Gusti Nono Haryono, Uray Husna Asmara, “Studi

    Evaluasi Program Pendidikan Inklusif bagi Anak

    Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Kabupaten

    Pontianak” (2013). Penelitian tersebut menyatakan:

    hasil temuan komponen konteks menunjukkan konteks

    landasan hukum penyelenggaraan pendidikan inklusif

    secara jelas dan tegas belum tertuang dan ditemukan

  • 35

    dalam UU Sistem Pendidikan Negara kita. Hasil temuan

    komponen input menunjukkan input ABK yang

    bersekolah jumlahnya cukup besar dibanding populasi

    seluruh siswa yang ada. Hasil temuan komponen

    proses menunjukkan kegiatan perencanaan, proses dan

    evaluasi pembelajaran untuk setiap aspek dinilai

    masuk dalam katagori baik dan cukup baik. Hasil

    temuan komponen produk menunjukkan produk

    perkembangan aspek akademik ABK berdasarkan nilai

    UAS dan UN dinilai cukup menggembirakan.

    Hasil penelitian yang dilakukan Gusti Nono

    Haryono, Uray Husna Asmara, Herculanus Bahari

    Sindju mendapatkan temuan bahwa landasan hukum

    penyelenggaraan pendidikan inklusif secara jelas dan

    tegas belum tertuang dan ditemukan dalam UU Sistem

    Pendidikan. Kesamaan adalah sama-sama

    menggunakan evaluasi model CIPP.

    Hasil penelitian Terry Irenewaty dan Anam (2006)

    yang berjudul “Evaluasi Kebijakan Pendidikan Inklusi

    di SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta” menunjukkan

    bahwa tidak ada standar/kriteria khusus dalam

    penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pelaksanaan

    pendidikan inklusi tergantung dari kesediaan itu

    sendiri.

    Penelitian yang dilaksanakan oleh Terry Irenewaty

    dan Anam menunjukkan bahwa tidak ada kriteria

    khusus dalam penyelenggaraan inklusi. Peneliti kurang

    setuju dengan hasil tersebut karena ada peraturan

    yang mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan

  • 36

    inklusi. Perbedaan dengan peneliti adalah penelitian

    Terry Irenewaty dan Anam dilakukan di SMA swasta

    sedangkan peneliti melakukan penelitian di SD negeri.

    Keistimewaan penelitian ini dibanding dengan

    penelitian yang dilakukan Lipsky dkk, David Jonah

    Sowalsky Kieval, Fitri Nurcahyani,Gusti Nono Haryono

    dkk, Terry Irenewaty dan Anam terletak pada sosialisasi

    yang dilakukan oleh kepala sekolah dengan

    masyarakat, guru, dan sekolah lain, kepedulian

    pemerintah desa dengan memberi sumbangan sebesar

    Rp 1.000.000,00 untuk penyelenggarann pendidikan

    inklusi, dan mempunyai siswa ABK dari luar

    Kecamatan Ngadirejo.

    2.3. Kerangka Pikir

    Penunjukan SD Negeri I Mangunsari sebagai

    fasilitasi sekolah inklusi membuat kepala sekolah

    berbenah diri menuju sekolah inklusi. Program-

    program inklusi mulai dicanangkan di sekolah tersebut.

    Pemrograman sekolah inklusi tentunya tidak terlepas

    dari peran kepala sekolah sebagai seorang leader yang

    professional. Menurut Mulyasa (2009:90) mengatakan

    bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah

    satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat

    mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah

    melalui program-program yang dilaksanakan secara

    terencana dan bertahap. Menurut pendapat di atas ada

    keterkaitan fungsi kepala sekolah di SD Negeri I

  • 37

    Mangunsari dalam perencanaan program dan

    pelaksanaannya.

    Pembuatan program-program sekolah inklusi

    menjadi tanggungjawab guru dan kepala sekolah.

    Teamwork sekolah merupakan karakteristik sebuah

    sekolah yang harus diwujudkan dalam meningkatkan

    program inklusi di SD Negeri I Mangunsari.

    Pelaksanaan inklusi tentunya ada hambatan-hambatan

    bahkan ada pro dan kontra di masyarakat. Hal ini

    dijadikan kajian demi terwujudnya program pendidikan

    inklusi. Sesuai dengan program tersebut Kepala

    Sekolah mengadakan sosialisasi tentang sekolah

    inklusi.

  • 38

    Gambar 2.2

    Kerangka pikir

    Team

    pengelo

    la

    Program

    berjala baik

    Dilanjutkan Dihentikan

    UUD 1945 pasal 31 UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 pasal 3,

    pasal 5, pasal 11 dan pasal 32 Permendiknas RI No,70 tahun 2009

    Program Inklusi SDN I

    Mangunsari

    Identifikasi ABK, workshop

    Modifika

    si

    kurikulu

    m

    Pencari

    an

    bakat

    Sarpras

    , GPK,

    Dana

    Context Input Process Product

    EVALUASI

    Hasil Evaluasi

    Program tidak

    berjalan

    Program tidak

    maksimal

    Diperbaiki

  • 39