21
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata pelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika, menurut Ruseffendi (1991) adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsure yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke aksioma dan akhirnya ke dalil. Menurut Soedjadi (1999) menyatakan bahwa matematika itu abstrak karena objeknya harus fakta, konsep, operasi dan prinsip. 2.1.1.2 Karakteristik matematika di Sekolah Dasar Siswa Sekolah Dasar umumnya berkisar antara 6 sampai 13 tahun. Menurut Piaget, siswa berada pada fase operasional konkret, kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasionalkan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Dalam matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih mudah untuk dipahami dan dimengerti. 2.1.1.3 Tujuan Matematika Menurut Heruman (2010) Tujuan yang utama dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah siswa dapat terampil dalam menggunakan beberapa konsep dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi untuk menunju tahap ketrampilan tersebut haraus melalui langkah-langkah benar yang sesuai dengan kemampuan siswa itu sendiri dan lingkungan siswa yang mendukung. Menurut Permendiknas (2006) mata pelajaran matematika bertujuan agar siswamemiliki kemampuan sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4486/3/T1_292009502_BAB II.pdf · deduktif yang tidak menerima pembuktian ... didefinisikan ke unsur

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata pelajaran Matematika

2.1.1.1 Pengertian Matematika

Matematika, menurut Ruseffendi (1991) adalah bahasa simbol; ilmu

deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola

keteraturan dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsure yang tidak

didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke aksioma dan akhirnya ke dalil.

Menurut Soedjadi (1999) menyatakan bahwa matematika itu abstrak karena

objeknya harus fakta, konsep, operasi dan prinsip.

2.1.1.2 Karakteristik matematika di Sekolah Dasar

Siswa Sekolah Dasar umumnya berkisar antara 6 sampai 13 tahun. Menurut

Piaget, siswa berada pada fase operasional konkret, kemampuan dalam proses

berpikir untuk mengoperasionalkan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat

dengan objek yang bersifat konkret.

Dalam matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa

media dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh

guru sehingga lebih mudah untuk dipahami dan dimengerti.

2.1.1.3 Tujuan Matematika

Menurut Heruman (2010) Tujuan yang utama dalam pembelajaran

matematika di Sekolah Dasar adalah siswa dapat terampil dalam menggunakan

beberapa konsep dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi untuk menunju tahap

ketrampilan tersebut haraus melalui langkah-langkah benar yang sesuai dengan

kemampuan siswa itu sendiri dan lingkungan siswa yang mendukung.

Menurut Permendiknas (2006) mata pelajaran matematika bertujuan agar

siswamemiliki kemampuan sebagai berikut.

7

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat, dalam pemecahan masalah,

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika,

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi

yang diperoleh,

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah,

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.1.1.4 Hakikat Matematika

Hakikat matematika menurut Soedjadi (2000) yaitu memiliki objek tujuan

abstrak, bertumpu pada kesepakatan dan pola pikir yang deduktif.

2.1.1.5 Konsep-konsep matematika di Sekolah Dasar

Merujuk pada berbagai pendapat para ahli, konsep-konsep pada kurikulum

matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu:

a. Penanaman konsep dasar yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika,

ketika siswa belum pernah mendapatkan konsep tersebut. Langkah ini dapat

menjadikan jembatan yang harus dapt menghubungkan kemampuan kognitif

siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak.

b. Pemahaman konsep yaitu pembelajaran lanjutan dan penanaman konsep dasar

yang bertujuan agar siswwa lebih memahami suatu konsep metematika.

c. Pembinaan ketrampilan adalah pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep

dasar dan pemahaman konsep, langkah ini mempunyai tujuan agar siswa lebih

terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.

8

2.1.1.6 Ruang lingkup matematika

Menurut Permendiknas (2006) mata pelajaran Matematika pada satuan

pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

a. Bilangan,

b. Geometri dan pengukuran,

c. Pengolahan data.

2.1.1.7 Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

Pembelajaran Matematika diberikan sejak kelas 1. Pembelajaran

Matematika merupakan dasar pembelajaran dari mata pelajaran yang lain.

Menurut standar isi (Permendiknas:2006), kompetensi Matematika yang

akan diteliti untuk kelas 4 semester II untuk meningkatkan hasil belajar dalah

sebagai berikut.

Tabel 2.1

Kompetensi Matematika di SD yang akan diteliti

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

8.Memahami sifat

bangun ruang sederhana

dan hubungan antar

bangun datar

8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang

sederhana

8.2 Menentukan jaring-jaring balokdan kubus

8.3 Mengidentifikasi benda-benda dan bangun

datar simetris

8.4 Menentukan hasil pencerminan suatu bangun

datar

2.1.2 Hasil Belajar

2.1.2.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah

mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek–aspek perubahan perilaku tersebut

tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu apabila siswa

mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang

diperoleh adalah berupa penguasaan konsep.

Tujuan pembelajaran merupakan bentuk harapan yang dikomunikasikan

melalui pernyataan dengan cara menggambarkan perubahan yang diinginkan pada

diri siswa yakni pernyataan tentang apa yang diinginkan pada diri siswa setelah

menyelesaikan pengalaman belajar (Anni dalam Wulandari, 2007: 15).

9

Hasil belajar dapat diketahui setelah melalui proses evaluasi. Evaluasi

adalah penelitian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan kegiatan pendidikan. (Sidjiono, 2008: 1)

2.1.2.2 Faktor-faktor hasil belajar

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas

dua kategori, yakni faktor intern/internal dan faktor eksternal. Kedua faktor

tersebut saling memberikan pengaruh dalam proses belajar individu dan

menentukan kualitas dari hasil belajar.

a. Faktor Intern/internal

Faktor intern/internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu dan

dapat memengaruhi hasil belajar individu.Faktor-faktor internal ini meliputi faktor

fisiologis.

1) Kecerdasan/bakat

Kecerdasan/bakat merupakan salah satu faktor yang menentukan berhasil

atau tidaknya seseorang dalam mengikuti kegiatan belajar tertentu (Rahardjo,

2002: 32).

Dan kecerdasan adalah “tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil

daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah”(Slameto,2003 dalam

Sudjana, 2011).

2) Hasil belajar

Hasil belajar adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong

melakukan sesuatu kegiatan untuk mencapai tujuan. Hasil belajar siswa baik yang

intrinsik maupun ekstrinsik dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar akan

mempengaruhi terhadap efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan tersebut.

3) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan

mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus

menerus yang disertai dengan rasa sayang menurut Winkel (1996:24). minat

adalah “kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada

bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu.”

10

4) Sikap

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan

untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek,

orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun secara negatif (Syah,

2003 dalam Baharuddin dkk, 2007: 25)

5) Bakat

Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai

kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh

para ahli, bahwa “bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata

atitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan

tertentu” (Purwanto, 1986:28).

b. Faktor eksternal

Faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah “keadaan keluarga,

keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat” (Slameto, 2003 dalam Sudjana,

2011).

1. Lingkungan Sosial

a. Lingkungan Sosial Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat

seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Dalam hal ini dikatakan bahwa “Keluarga

merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah

anak mendapatkan pendidikan dan bimbingan dalam kehidupan sehari-hari,

sedangkan tugas utama dalam keluarga bagi pendidikan” (Hasbullah,1994:46

dalam sunartombs.wordpress.com).

b. Lingkungan Sosial Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat

penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan

sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat.“Guru dituntut

untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku

yang tepat dalam mengajar” (Kartono, 1995:6). Oleh sebab itu, guru harus

dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode

yang tepat dalam mengajar.

11

c. Lingkungan Sosial Masyarakat

Kondisi Lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi

belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak

terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa

kesulitan saat memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar

yang kebetulan belum dimilikinya (Syah, 2003 dalam Baharuddin dkk, 2007: 27).

2.1.3Pendekatan Kontekstual

Menurut beberapa ahli pendekatan kontekstual merupakan proses

pembelajaran yang bertujuan untuk membelajarkan siswadalam memahami bahan

ajar atau materi pembelajaran secara bermakna yang dapat dikaitkan dengan

kehidupan nyata. Dengan itu siswadapat memperoleh ilmu pengetahuan dan

ketrampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu masalah ke masalah

lainnya. Dalam pendekatan kontekstual ini, pembelajaran dapat dimulai dengan

sajian atau tanya jawab lisan yang terkait dalam dunia nyata kehidupan siswa,

sehingga akan terasa manfaat dari materi pembelajaran yang akan disajikan.

“Thus, CTL helps students connect the content they are learning to the life

contexts in which that content could be used. Students then find meaning in the learning

process. As they strive to attain learning goals, they draw upon their previous

experiences and build upon existing knowledge. By learning subjects in an integrated,

multidisciplinary manner and in appropriate contexts, they are able to use the acquired

knowledge and skills in applicable contexts (Berns and Erickson 2001).”

Dengan demikian, CTL akan membantu siswa menghubungkan isi yang

mereka pelajari dengan konteks kehidupan dimana isi yang dapat digunakan.

Siswa kemudian menemukan arti dalam proses pembelajaran. Karena mereka

berusaha untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka memanfaatkan

pengalaman mereka sebelumnya dan membangun pengetahuan yang ada. Dengan

mempelajari mata pelajaran secara terpadu, multidisiplin, dan dalam konteks yang

tepat, mereka dapat menggunakan pengetahuan yang diperoleh dan keterampilan

dalam konteks yang berlaku (Berns dan Erickson 2001).

Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning Approach)

merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat membatu siswa untuk langsung

12

mengetahui dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran tersebut.

Pembelajaran yang sangat membantu siswa dan mempermudah siswa dalam

mengingat dan memahami isi dari materi tersebut.

2.1.3.1 Pengertian Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual learning merupakan proses pembelajaran yang

bertujuan untuk membelajarkan siswa dalam memahami bahan ajar atau materi

pembelajaran secara bermakna yang dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata.

Dengan itu siswadapat memperoleh ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dapat

diaplikasikan dan ditransfer dari satu masalah ke masalah lainnya(Sugiyanto:18).

“Contextual teaching and learning approach is a conception of teaching and

learning that helps teachers relate subject matter content to real world situations;

and motivates students to make connections between knowledge and its applications

to their lives as family members, citizens, and workers and engage in the hard work

that learning requires(Berns dan Erickson 2001).”

Pendekatan kontekstual adalah konsep pengajaran dan pembelajaran yang

membantu guru menghubungkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata,

dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan

aplikasinya untuk kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga, dan

pekerja dan terlibat dalam kerja keras yang membutuhkan pembelajaran (Berns

dan Erickson 2001).

2.1.3.2 Proses Belajar pada Pendekatan Kontekstual

Dalam pendekatan kontekstual proses belajar dapat dilakukan dengan

beberapa langkah sebagai berikut.

a. Belajar tidak hanya menghafal,

b. Ilmu pengetahuan merupakan kumpulan dari fakta-fakta,

c. Siswadapat menghadapi situasi baru dan dibiaskan dalam belajar,

d. Belajar secara berkesinambungan dan struktur.

Dalam perkembangan kognitif terdapat tujuh proses yang dapat membantu

dan membangun perngertian pesan terarah (Anderson dkk:2001). Ketujuh proses

tersebut sebagai berikut.

13

1) Menafsirkan

Menafsirkan dapat diartikan mengodekan ulang atau kemampuan untuk

mengubah informasi dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Menafsirkan ini terjadi

ketika siswamencatat apa yang guru sampaikan dan siswadapat menyalin atau

mengartikan ke dalam bahasa siswaitu sendiri.

Banyak hal yang aka diperoleh siswadari instruksi langsung dalam

menafsirkan (Elaine dalam Oliver&Bowler:1996) menafsirkan bisa memiliki

beragam bentuk. Dan menurut (Stiggins:2001) menyarankan bahwa latihan

penafsiran untuk penilaian dan dapat memberikan bagian singkat, kolom atau

tabel, dan minta sejumlah pertanyaan yang terkait dengan penafsiran materi.

2) Mencontohkan

Mencotohkan adalah latihan komunikasi dengan cara menjelaskan melalui

contoh, contoh ini dapat diartikan bahwa pemikiran yang mewakili kelompok

tertentu, pola tertentu, persoalan serupa yang dibandingkan dengan yang pernah

dilakukan atau latihan yang menjelaskan prinsip atau konsep tertentu.

Menurut Khan (2002) seperangkat contoh meliputi contoh sederhana yaitu

penjelasan bagi diri sendiri dan contoh khusus yaitu mencangkup semua

karakteristik mengenai suatu hal.

3) Mengklasifikasi

Menurut Anderson dkk:2001(dalam Elaine,2011) menjelaskan bahwa

mengklasifikasikan dan mencontohkan adalah kemampuan yang saling

melengkapi. Mengklasifikasikan bisa dilakukan berdasarkan guru mengarahkan

dan guru memberikan elemendan kategori yang akan diklasifikasikan.

4) Meringkas

Ada dua hal yang mendasar dalam meringkas yaitu mengisi bagian yang

hilang dan menerjemahkan informasi ke dalam bentuk penggabungan (Marzano,

Pickering & Pollack,2001 dalam Elaine,2011).

5) Menyimpulkan

Menyimpulkan adalah kemampuan untuk membuat konklusi berdasarkan

bukti. Harvey dan Goudvis (2000) mengusulkan bahwa untuk memahami

14

kesimpulan bisa dilakukan dengan tebak kata, dalam hal ini ahli juga mengatakan

bahasa tubuh dan ekspresi juga dapat membantu siswa.

6) Membandingkan

Mengidentifikasi persamaan dan perbedaan merupakan cara nomor satu

untuk meningkatkan prestasi siswa, sesuai dengan hasil sebuah analisis yang

menggabungkan dan menganilisis beberapa hasil penelitian (Marzano:1998).

7) Menjelaskan

Menjelaskan mempunyai dua pemahaman sebab dan akibat. Dalam

penjelasan sebuah sistem, siswadapat mengembangkan dan menggunakan model

sebab dan akibat.

2.1.3.3 Teori yang melandasi Pendekatan Kontekstual

Beberapa teori yang di kemukakan oleh beberapa ahli yang berkembang

berkaitan dengan pendekatan kontekstual sebagai berikut.

a. Knowledge-Based Constructivism

Teori ini beranggapan bahwa belajar bukan hanya menghafal, melainkan

mengalami, dimana siswa dapat membangun pengetahuannya dengan berperan

aktif dalam proses pembelajaran.

b. Effort-Based Learning

Teori ini beranggapan bahwa bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar

akan mendorong siswa memiliki komitmen terhadap belajar.

c. Socialization

Teori ini beranggapan bahwa belajar merupakan proses sosial yang dapat

menentukan tujuan belajar.

d. Situated Learning

Teori ini beranggapan bahwa pengetahuan dan pembelajaran harus

situasional, baik dalam konteks fisik maupun sosial dalam rangka mencapai tujuan

belajar.

e. Distributed Learning

Teori ini beranggapan bahwa siswa merupakan bagian yang integral dari

proses pembelajaran dan di dalam pembelajaran tersebut terjadi banyak proses

15

meliputi pengetahuan dan bermacam-macam tugas yang harus dikerjakan oleh

siswa.

2.1.3.4 Karakteristik Pendekatan Kontekstual

Karakteristik pendekatan kontekstual sebagai berikut.

a. Kerjasama antara siswa dan guru,

b. Saling membatu antara siswa dan guru,

c. Belajar yang menyenangkan,

d. Pembelajaran terintegrasi secara konstektual,

e. Menggunakan multi media dan sumber belajar,

f. Cara belajar siswa aktif,

g. Siswa aktif , kritis dan guru kreatif, mengetahui kebutuhan siswa,

h. Dinding kelas dan lorong kelas penuh dengan karya siswa,

i. Mempunyai banyak laporan dari siswa.

2.1.3.5Komponen Pendekatan Kontekstual

Beberapa komponen yang ada dalam pendekatan kontekstual sebagai

berikut.

a. Konstruktivisme,

b. Inkuiri,

c. Bertanya,

d. Masyarakat belajar,

e. Pemodelan,

f. Refleksi.

2.1.3.6 Faktor-faktor dalam Pendekatan Kontekstual

Faktor-faktor yang ada dalam pendekatan kontekstual (Stiggins:2001)

sebagai berikut.

a. Merencanakan pembelajaran,

b. Membentuk kelompok belajar yang saling bergantung,

c. Mempertimbangkan keberagaman siswa,

d. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri,

e. Memperhatikan multi-intelegensi,

f. Menggunakan teknik bertanya,

16

g. Mengembangkan pemikiran siswa,

h. Memfasilitasi terhadap penemuan,

i. Mengembangkan rasa ingin tahu,

j. Menciptakan masyarakat belajar dengan kerjasama antara siswa.

2.1.3.7Indikator dalam Pendekatan Kontekstual

Indikator-indikator yang ada dalam pendekatan kontekstual sebagai berikut.

a. Konstruktivisme.

b. Menemukan,

c. Bertanya,

d. Masyarakat belajar,

e. Pemodelan,

f. Refleksi,

g. Penilaian yang sebenarnya.

Indikator yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian sebagai berikut.

a. Menemukan masalah,

b. Bertanya,

c. Kerjasama atau kerja dalam kelompok,

d. Dapat mengungkapkan pendapat yang berkaitan dengan masalah yang

diberikan oleh guru.

2.1.3.8 Cara mengatasi kendala penerapan Pendekatan Kontekstual

Cara mengatasi kendala penerapan pendekatan kontekstual untuk

meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas 4 SD Negeri 01Gandulan

adalah guru harus terampil dalam menerapkan pendekatan kontekstual sebagai

berikut.

a. Mengkaji konsep dan kompetensi dasar yang akan dipelajari oleh siswa,

b. Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses

pengkajian secara seksama,

c. Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa, selanjutnya

memilih dan mengaitkannya dengan konsep dan kompetensi yang akan dibahas

dalam proses pembelajaran kontekstual,

17

d. Merancang pembelajaran dengan mengaitkan konsep atau teori yang dipelajari

dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa di lingkungan

kehidupan mereka,

e. Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk mengaitkan

apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman yang telah

dimiliki sebelumnya dan mengaitkan apa yang dipelajarinya dengan fenomena

kehidupan sehari-hari,

f. Melakukan penilaian terhadap pemahaman siswa. Hasil penilaian tersebut

dijadikan sebagai bahan refleksi terhadap rancangan pembelajaran dan

pelaksanaan.

2.1.3.9Langkah-langkah Pendekatan Kontekstual

Pembelajaran pendekatan kontekstual dalam kelas mempunyai langkah-

langkah (Arends, 2008: 14 dalam Elaine,2011) sebagai berikut.

a. Pemilihan Topik dan diskusi seluruh siswa,

b. Siswa memilih subtopik tertentu,

c. Dalam bidang permasalahan umum tertentu, yang biasanya diterangkan oleh

guru,

d. Siswa kemudian diorganisasikan kedalam kelompok-kelompok kecil

berorientasi tugas yang beranggotakan dua sampai enam orang. Komposisi

kelompoknya heterogen baik secara akademis maupun etnis,

e. Siswa dan guru merencanakan prosedur, tugas, dan tujuan belajar tertentu

dengan sub topik.

Langkah-langkah penyusunan RPP berbasis pendekatan kontekstual sebagai

berikut.

a. Menyatakan kegiatan pertama pembelajaran, yaitu sebuah pernyataan kegiatan

siswa merupakan gabungan standar kompetensi, kompetensi dasar, materi

pokok dan pencapaian belajar,

b. Menyatakan tujuan umum pembelajarannya,

c. Rincilah media dan alat peraga untuk mendukung kegiatan itu,

d. Buatlah scenario tahap demi tahap,

18

e. Nyatakan authentic assessment, dengan data apa siswa dapat diamati

partisipasinya dalam pembelajaran.

2.1.4 Project Based Learning

Project-based learningan approach that focuses on the

central concepts and principles of a discipline, involves students in

problem-solving investigations and othermeaningful tasks, allows

students to work autonomously to construct their own learning,and

culminates in realistic products (Buck Institute for Education

2001).

Pembelajaran berbasis proyek merupakanpendekatan yang berfokus pada

suatu konsep dan mempunyai prinsip disiplin, melibatkan siswa dalam mencari

pemecahan masalah dan tugas bermakna lainnya, memungkinkan siswa untuk

bekerja mandiri untuk membangun belajar mereka sendiri, dan meningkat dengan

hasil produk nyata (Buck Institute for Education 2001).

Dalam Project Based Learningsiswa lebih fokus pada pembuatan proyek

yang sebelumnya merupakan hasil pemecahan masalah baik individu dan

kelompok. Project Based Learningini berpusat pada siswa, kekreatifan siswa lebih

diutamakan dan siswa diajarkan pada keadaan nyata atau realistik sesuai dengan

lingkungan sekitar siswa.

2.1.4.1 Pengertian Project Based Learning

Definisi secara lebih komperehensif tentang Project Based Learning

menurut The George LucasEducational Foundation (2005) adalah sebagai

berikut.

a. Project-based learning is curriculum fueled and standards based. Project

Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang

menghendakiadanya standar isi dalam kurikulumnya. Melalui Project Based

Learning, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun

(a guiding question) dan membimbing siswa dalam sebuah proyekkolaboratif

yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalamkurikulum. Pada saat

pertanyaan terjawab, secara langsung siswa dapat melihat berbagai elemen

19

mayor sekaligus berbagai prinsip dalamsebuah displin yang sedang dikajinya

(The George Lucas Educational Foundation: 2005).

b. Project-based learning asks a question or poses a problem that each student

can answer. Project Based Learning adalah model pembelajaranyang menuntut

pengajar dan atau siswa mengembangkanpertanyaan penuntun (a guiding

question). Mengingat bahwa masing-masingsiswa memiliki gaya belajar yang

berbeda, maka Project Based Learning memberikan kesempatan kepada para

siswa untukmenggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara

yangbermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.

Halini memungkinkan setiap siswapada akhirnya mampu menjawabpertanyaan

penuntun (The George Lucas Educational Foundation: 2005).

c. Project-based learning asks students to investigate issues and topics

addressing real-world problems while integrating subjects across the

curriculum. Project Based Leraning merupakan pendekatan pembelajaranyang

menuntut siswa membuat “jembatan” yang menghubungkan antar berbagai

subjek materi. Melalui jalan ini, siswa dapat melihat pengetahuan secara

holistik. Lebih daripada itu, Project Based Learning merupakan investigasi

mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal iniakan berharga bagi atensi

dan usaha siswa(The George LucasEducational Foundation: 2005).

d. Project-based learning is a method that fosters abstract, intellectual tasks to

explore complex issues. Project Based Learning merupakan

pendekatanpembelajaran yang memperhatikan pemahaman. Siswa

melakukaneksplorasi, penilaian, interpretasi dan mensintesis informasi melalui

carayang bermakna (The George Lucas Educational Foundation: 2005).

2.1.4.2 Karakteristik Project Based Learning

Global SchoolNet (2000) melaporkan hasil penelitian the AutoDesk

Foundation tentang karakteristik Project Based Learning. Hasil penelitiantersebut

menyebutkan bahwa Project Based Learning adalah pendekatan pembelajaran

yang memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Siswa membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja,

b. Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada siswa,

20

c. Siswa mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau

tantangan yang diajukan,

d. Siswa secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses danmengelola

informasi untuk memecahkan permasalahan,

e. Proses evaluasi dijalankan secara berkelanjutan,

f. Siswasecara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudahdijalankan,

g. Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif,

h. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan (Global

SchoolNet, 2000).

2.1.4.3 Langkah-langkah pembelajaran Project Based Learning

Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Leraning sebagaimana

yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation (2005)

terdiri dari:

a. Starts With the Essential Question

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang

dapat memberi penugasan siswadalam melakukan suatuaktivitas.Mengambil topik

yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi

mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relefan untuk siswa (The

George LucasEducational Foundation : 2005).

b. Design a Plan for the Project

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan siswa.

Dengan demikian siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut.

Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat

mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan

berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat

diakses untuk membantu penyelesaian proyek (The George Lucas Educational

Foundation : 2005).

c. Creates a Schedule

Pengajar dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam

menyelesaikan proyek.Aktivitas pada tahap ini sebagai berikut.

1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek,

21

2) membuat deadline penyelesaian proyak,

3) membawa siswa agar merencanakan carayang baru,

4) membimbing siswa ketika mereka membuat carayang tidak berhubungan

dengan proyek, dan

5) memintasiswa untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara

(The George Lucas Educational Foundation:2005).

d. Monitor the Students and the Progress of the Project

Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas

siswaselama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara

menfasilitasi siswapada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi

mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat

sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting (The

George LucasEducational Foundation : 2005).

e. Assess the Outcome

Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur

ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing

siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai

siswa, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya

(The George Lucas EducationalFoundation : 2005).

f. Evaluate the Experiences

Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan siswa melakukan refleksi

terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi

dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta

untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan

proyek. Pengajar dan siswamengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki

kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu

temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada

tahap pertama pembelajaran (The George Lucas EducationalFoundation : 2005).

2.1.4.4 Penerapan Project Based Learning

Neumont University (2006) melaporkan hasil riset yang dilakukan oleh

National Training Laboratory tentang model pembelajaran yang melibatkan siswa

22

untuk saling berperan aktif dalam proses pembelajaran sebagaimana yang

dikembangkan dalam Project Based Learning yaituresearch shows that we retain

significantly more of what we learnwhen we learn by doing or from teaching

others than we retain when we learnfrom lectures or from reading.

Rata-rata daya serap siswa

Itulah beberapa penelitian yang dilakukan oleh para praktisi pendidikan

yang menggambarkan bagaimana pendekatan Project Based Learning dapat

digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah dalam rangka peningkatan

keberhasilan pendidikan dan peningkata hasil belajar siswa.

2.1.4.5 Perbandingan kelas konvensional dan kelas Project Based Learning

Perbandingan kelas konvensional dan kelas Project Based Learningmenurut

Global SchoolNet, 2000 sebagai berikut.

23

Tabel 2.2

Perbandingan Kelas Konvensional dan Kelas Project Based Learning

(Global SchoolNet, 2000)

Kelas Konvensional Kelas Project Based Learning

2.1.5 Sintaks pembelajaran Pendekatan Kontekstual melalui Project Based

Learning

Menurut beberapa ahli, sintaks pembelajaran Pendekatan Kontekstual

melalui Project Based Learning sebagai berikut.

Tabel 2.3

Sintaks Pembelajaran Pendekatan Kontekstual

Melalui Project Based Learning

Tahapan Aktivitas Keterangan

Pembukaan Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,

menjelaskan keperluan yang dibutuhkan,

mengajukan permasalahan, dan memotivasi

siswa untuk terlibat dalam pemecahan

masalah yang dipilih pada hari itu.

24

Eksplorasi Siswa diajak untuk melihat lingkungan

sekitar,

Guru menjelaskan materi,

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan

dan mengorganisasi tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut,

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan

informasi,

Guru membagi kelompok pada siswa,

Siswa membuat project yang sudah ditentukan

dalam kelompok.

Elaborasi Siswa diberikan soal / LKS,

Siswa mengerjakan soal individu / kelompok /

games.

Konfirmasi Mencocokan soal yang dikerjakan individu /

yang dikerjakan kelompok ( games ),

Siswa mendemonstrasikan project yang

dibuatnya dalam kelompok.

Penutup Guru dan siswa membuat kesimpulan atau

refleksi yang sudah diajarkan,

Siswa diberikan pekerjaan rumah

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Pendekatan Kontekstual suatu strategi pembelajaran yang menekankan

kepada prospek keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi

yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga

memotivasi siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka dan

medorong siswa untuk aktif (Wina Sanjaya, 2006: 253).

Penelitian dilakukan oleh Siti Lestari dalam judulnya “Penerapan

pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas II SD

Negeri III Bubakankecamatan Girimarto kabupaten Wonogiri tahun pelajaran

2009/2010”, yaitu ditandai dengan: Siswa kelas II sebanyak 22 anak mengalami

peningkatan hasil belajar sebesar 63,63% dibandingkan sebelum tindakan yang

hanya 36,37%

Penelitian yang dilakukan Lina Hidayatul Ilmiyah dalam judulnya

“Penerapan pendekatan pembelajaran Kontekstual di kelas II di SD N V Puspo

Pasuruan” hasil penelitian pada siklus I berdasarkan nilai yang diperoleh siswa

dengan ketuntasan individu 60% dari 18 siswa dikategorikan tuntas. Sedangkan

25

untuk ketuntasan kelas 70% sudah tercapai dengan nilai rata-rata kelas 83,5 nilai

tertinggi 94 dan nilai terendah 71 siklus I sudah tuntas. Siklus II sebagai siklus

konfirmasi tujuannya untuk memantapkan apakah ketuntasan siklus I hanya

kebetulan saja atau ada faktor yang lain, dari 18 siswa dengan ketuntasan individu

70%, 16 siswa dikategorikan tuntas dan 2 siswa dikategorikan tidak tuntas,

ketuntasan kelas 80% sudah tercapai dengan nilai rata-rata kelas 81,8, nilai

tertinggi 91, dan nilai terendah 63 siklus II dikategorikan tuntas.

Penelitian yang dilakukan oleh Lestari Wulan Puji dalam judulnya

“Penerapan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) untuk

meningkatkan hasil belajar daya ingat siswa kelas XI mata pelajaran akutansi di

SMAN 1 Sutojayan Kabupaten Blitar”.Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil

belajar daya ingat siswa di kelas XI IPS V mengalami peningkatan.Hal ini dapat

ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar daya ingat siswa dengan

melakukan tes evaluasi. Hasil belajar daya ingat siswa dapat dilihat dari

presentase pada siklus II meningkat dari skor rata- rata sebesar 74, 31dengan

presentase 56% meningkat menjadi 77, 09 dengan presentase 75%.

2.3 Kerangka Berpikir

Banyaknya siswayang belum mencapai KKM dikarenakan guru masih

cenderung pada teksbook dan ceramah atau mengunakan pembelajaran

konvensional. Dan guru tidak mengingat bahwa siswa belum bisa berpikir dan

fokus lama terhadap pelajaran jika siswa hanya mendengarkan dan tidak

mengalami langsung atau terlibat dalam pembelajaran.

Dengan masalah tersebut peneliti menggunakan pendekatan kontekstual

dalam pembelajaran. Dengan pendekatan kontekstual melalui Project Based

learning siswa, siswa dapat mengingat materi pelajaran lebih lama karena siswa

dapat mengalami langsung dalam pembelajaran tersebut. Dan siswa dapat lebih

lama fokus dengan materi tersebut.

26

Bagan 2.1

Bagan kerangka berpikir

Dampak dengan diberikan pendekatan kontekstual melalui Project Based

Learning, siswa dapat mudah menghafalkan materi yang diberikan.Siswa dapat

lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran.Siswa tidak hanya mudah

menghafalkan materi tetapi siswa juga dapat membuat hasil karya / proyek yang

sudah diajarkan oleh guru. Sehingga hasil belajar siswa akan lebih meningkat

karena materi yang siswa dapat langsung diaplikasikan ke proyek.

Dengan adanya penelitian ini, siswadiharapkan dapat mencapai nilai KKM

yang sudah ditetapkan oleh guru, kepala sekolah dan pemerintah kecamatan

setempat. Dan siswa dapat lebih memahami materi yang diberikan denga mudah.

2.4 Hipotesis Penelitian

Penerapan Pendekatan kontekstual melalui Project Based Learningdiduga

dapat meningkatkan hasil belajar pembelajaran Matematika Standar Kompetensi

“memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun datar”

kelas IV di SD N 01 Gandulan.

Hasil kurang maksimal dan

belum tuntasnya

KKMkkksndajdnadadkurang

mencapai 50% Guru menggunakan pendekatan

kontekstual melalui Project

Based Learning. Berdampak

dengan siswa yang dapat

belajar lebih aktif, kreatif dan

dari materi yang siswa dapatkan

dari penjelasan guru dapat di

realisasikan dengan pembuatan

proyek

Ceramah

Pendekatan

Kontestual melalui

Project Based

Learning

Peningkatan Hasil

Belajar

Pra tindakan

Tindakan

Hasil akhir