Upload
lamhanh
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Window
Teori yang dikemukakan oleh Donald dalam Karimidin (2010) yang
menyatakan bahwa akses pengembangan diri pada dasarnya adalah pengenalan
tentang kompetensi sumber daya manusia dengan memperkenalkan teori
“Window” bahwa setiap pengembangan diri yang dimiliki manusia diamati atau
dilihat dari empat sisi yang berbentuk jendela yaitu pengetahuan (knowledge),
ketrampilan (skill), keahlian (expert), dan sikap (attitude). Lebih jelasnya
ditunjukkan gambar berikut.
Gambar 2.1The Window Model Theory
Knowledge Skill
Expert Attitude
Professional
Sumber : Karimidin (2010)
Cap
abili
ty
Cap
abili
ty
Reliability
11
Teori Jendela di atas di sebut dengan teori KSEA (Knowledge, Skill,
Expert, Attitude). Fokus atau inti teori jendela ini disebut adalah kompetensi
sumber daya manusia. Setiap individu sumber daya manusia yang memiliki
pengetahuan ditunjang dengan keterampilan merupakan sumber daya manusia
yang handal. Sumber daya manusia yang memiliki keterampilan ditunjang dengan
keahlian pada bidang tugas yang ditekuni sebagai sumber daya manusia yang
kapabilitas. Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dituntut untuk mampu
bersikap profesional, akan menjadi sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi yang handal dan mandiri.
2.1.2 Pengertian Koperasi
Koperasi menurut International Cooperative Alliance (ICA) (2002) adalah
kumpulan orang-orang yang otonom atau badan hukum yang bertujuan untuk
perbaikan sosial ekonomi anggotanya dengan memenuhi kebutuhan aspirasi
ekonomi, sosial, dan budaya anggotanya dengan jalan berusaha besama dengan
saling membantu antara satu dengan lainnya dengan cara membatasi keuntungan
dan usaha tersebut harus didasarkan prinsip-prinsip koperasi. Undang-Undang No.
25 Tahun 1992 tentang perkoperasian mengungkapkan, koperasi adalah badan
usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Tujuan koperasi yaitu
memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka
12
mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
2.1.3 Pengertian Koperasi Simpan Pinjam
Koperasi simpan pinjam memiliki tujuan untuk mendidik anggotanya
hidup berhemat dan juga menambah pengetahuan anggotanya terhadap
perkoperasian (Widiyanti dan Sunindhia, 2003). Koperasi simpan pinjam adalah
salah satu jenis koperasi yang bergerak dalam jasa keuangan yang menjalankan
usaha dengan cara menghimpun dana dalam bentuk tabungan, deposito dan
menyalurkannya dengan prosedur yang mudah dan cepat (Latifah, 2006).
Anggraeni, dkk., (2012) mengungkapkan koperasi simpan pinjam memegang
peranan penting sebagai alternatif lembaga keuangan yang efektif untuk
menjangkau kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah.
2.1.4 Bentuk Organisasi Koperasi
Pasal 15 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian
menyatakan bahwa bentuk koperasi dapat dibagi menjadi dua yaitu koperasi
primer dan koperasi sekunder. Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan
dan beranggotakan orang seorang, sedangkan koperasi sekunder yaitu koperasi
yang didirikan dengan beranggotakan koperasi-koperasi primer.
2.1.5 Pengelolaan Koperasi dan Kegiatan Usaha Koperasi Simpan Pinjam
Pengelolaan koperasi simpan pinjam sepenuhnya sama dengan koperasi
pada umunya yaitu dilaksanakan oleh pengurus. Pasal 31 Undang-Undang No. 25
Tahun 1992 tentang perkoperasian menyebutkan bahwa pengurus bertanggung
jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi beserta usahanya kepada
13
rapat anggota atau rapat anggota luar biasa. Pengurus koperasi dapat juga
mengangkat pengelola yang terdiri dari manajer dan karyawan. Pengelola
diangkat oleh pengurus dan bertanggung jawab kepada pengurus mengenai
aktivitas usaha yang dijalankan oleh koperasi. Pengurus tidak lagi melaksanakan
sendiri wewenang dan kuasa yang telah dilimpahkan kepada pengelola, tugas
pengurus disini yaitu mengawasi pelaksanaan wewenang dan kuasa yang
dilakukan oleh pengelola dimana besarnya wewenang dan kuasa disesuaikan
dengan kepentingan koperasi tersebut. Kegiatan usaha koperasi simpan pinjam
untuk menghimpun dan menyalurkan dana bagi anggotanya dimana dalam
menghimpun dana, ada dua bentuk penghimpunan dana yang diijinkan yaitu
tabungan dan simpanan berjangka.
2.1.6 Pengawas Koperasi
Pasal 38 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian
menyebutkan pengawas dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat
anggota, pengawas bertanggungjawab kepada rapat anggota, persyaratan untuk
dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota pengawas ditetapkan dalam anggaran
dasar. Pasal 39 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian
menyebutkan, pengawas bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi serta membuat laporan tertulis
tentang hasil pengawasannya, pengawas berwenang untuk meneliti catatan yang
ada pada koperasi dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dan
pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.
Pengawas wajib melaksanakan pengawasan terhadap semua kejadian dan kegiatan
14
yang dilakukan oleh koperasi, berikut juga melakukan penilaian terhadap jalannya
usaha koperasi dan aktivitas yang dilakukan oleh pengurus koperasi. Pengawas
tidak ikut campur dalam pengelolaan usaha dan sepenuhnya bertanggung jawab
kepada anggota dan pemilik koperasi melalui rapat anggota.
Pasal 39 Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian
menyebutkan bahwa pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. Ada empat tanggungjawab
fungsional yang harus dilakukan oleh pengawas, yaitu:
1) Fungsi Perencanaan
Pengawas harus dilibatkan dalam menetapkan rencana operasi yang
akan dijalankan baik merupakan perencanaan jangka pendek maupun
perencanaan jangka panjang serta menganalisis dan
mengkomunikasikan kepada semua pihak yang terlibat dalam
manajemen koperasi.
2) Fungsi Pengendalian
Pengawas harus mengembangkan dan menetapkan norma-norma
sebagai ukuran pelaksanaan dan menjadikan pedoman bagi
manajemen dalam menjamin adanya penyesuaian hasil pelaksanaan
dengan rencana yang telah ditetapkan yang selanjutnya diadakan
analisis perbandingan dengan realisasi secara menyeluruh.
3) Fungsi Pelaporan
Fungsi pelaporan mengharuskan pengawas menyusun laporan,
menganalisis dan menginterpretasikan hasil-hasil yang dicapai oleh
15
pihak manajemen dan dilaporkan secara periodik pada rapat-rapat
rutin yang telah diprogramkan. Pengawas bersama manajemen juga
dapat melakukan evaluasi terhadap kegiatan dan juga dapat mencari
solusi terhadap berbagai kendala operasional yang dihadapi di
lapangan.
4) Fungsi Akuntansi
Pengawas dapat meyakinkan bahwa semua transaksi yang terjadi di
koperasi telah tercatat secara tepat waktu, telah diotorisasi oleh
organisasi yang tepat dan dilaksanakan oleh orang yang tepat.
Pengawas juga harus ikut merencanakan, menetapkan, dan
memelihara sistem akuntansi pada semua jenjang dan unit usaha
koperasi agar terjamin kewajaran semua transaksi keuangan sesuai
dengan syarat pengendalian internal yang baik.
2.1.7 Pengertian Audit
Mulyadi (2002:9) menyatakan secara umum auditing adalah suatu proses
sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditentukan, serta menyampaikan hasilnya kepada pihak yang
berkepentingan. Arens, dkk.,(2011: 4) dalam bukunya menyatakan audit adalah
akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan
melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang ditetapkan.
Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dalam
16
bidangnya. Agoes (2012:4) mendefinisikan auditing adalah suatu pemeriksaan
yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap
laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan
pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
2.1.8 Pengertian Internal Audit
Sawyer, Lawrence B. (2005:10), internal audit merupakan sebuah
penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan internal audit terhadap
operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan (1)
apakah informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan, (2)
risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisasi, (3)
peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur intenal yang bisa diterima telah
diikuti, (4) kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi, (5) sumber daya telah
digunakan secara efisien dan ekonomis, dan (6) tujuan organisasi telah dicapai
secara efektif semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan
manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung
jawabnya secara efektif.
Halim (2008:11) menyatakan internal audit adalah suatu kontrol
organisasi yang mengukur dan mengevaluasi efektivitas organisasi. Informasi
yang dihasilkan ditujukan untuk manajemen organisasi itu sendiri. Mulyadi
(2002) menyatakan tanggung jawab internal audit berkaitan dengan fungsi
internal audit dengan melakukan kegiatan penilaian yang bebas dengan cara
memeriksa akuntansi keuangan dan kegiatan lain untuk memberikan jasa bagi
17
manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab mereka. Kegiatan yang
dilakukan dengan menyajikan analisis, penilaian, rekomendasi, dan komentar-
komentar penting terhadap kegiatan manajemen.
2.1.9 Fungsi Internal Audit
Pendapat Heekert dan Wilson (2003) mengenai fungsi-fungsi yang ada di
dalam internal audit dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1) Menilai prosedur dan hal-hal yang berkaitan diantaranya menilai
prosedur, mengembangkan serta menyempurnakannya, termasuk
menilai terhadap pelaksanaannya.
2) Verifikasi data hasil sistem akuntansi mengenai validitas, serta
melakukan analisis lebih lanjut untuk mendukung kesimpulan-
kesimpulan yang diberikan.
3) Kegiatan verifikasi terhadap ketaatan prosedur akuntansi, prosedur
operasi, peraturan pemerintah, dan kewajiban-kewajiban kontrak.
4) Fungsi melindungi perusahaan yang meliputi pencegahan dan
mendeteksi kesalahan perusahaan dan menguji transaksi dengan pihak
luar.
5) Memberikan latihan dan bantuan lainnya bagi personalia perusahaan
terutama personalia akuntansi.
6) Jasa-jasa lainnya meliputi penyelidikan khusus dan bantuan untuk
pihak luar.
18
2.1.10 Pengertian Internal Auditor
Menurut Suroso (2009) menyatakan internal auditor adalah seseorang atau
beberapa staf perusahaan yang mempunyai fungsi khusus dalam bidang
pengawasan internal, agar perusahaan tersebut dapat berjalan secara efisien dan
efektif. Oleh sebab itu internal auditor senantiasa berusaha untuk
menyempurnakan dan melengkapi setiap kegiatan dengan penilaian langsung atas
setiap bentuk pengawasan untuk dapat mengikuti perkembangan dunia usaha yang
semakin kompleks. Internal auditor dituntut harus memahami sifat dan luasnya
pelaksanaan kegiatan pada setiap unit organisasi, dan juga diarahkan untuk
menilai sistem operasional sebagai tujuan utama. The Institute of Internal Auditor
dalam Statement of Responsibility of Internal Auditor yang dikeluarkan tahun
1957 menyatakan: Internal Auditing adalah suatu kegiatan penilaian yang
independen dalam organisasi untuk menilai operasi sebagai jasanya diberikan
kepada manajemen.
Internal Auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian
yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi
kegiatan organisasi yang dilaksanakan (Hiro, 2006). Pengertian lain dari internal
auditing seperti yang dikemukakan oleh Mulyadi (2002), merupakan kegiatan
penilaian yang bebas, yang terdapat dalam organisasi perusahaan yang dilakukan
dengan cara audit akuntansi keuangan dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk
memberikan jasa kepada manajemen. Hal ini menggambarkan bahwa fungsi dan
tugas internal auditor lebih difokuskan pada audit operasional atau audit
manajemen. Oleh karena itu, seorang internal auditor harus memahami setiap
19
kebijakan manajemen (direksi), peraturan perusahaan, ketetapan rapat umum
pemegang saham, dan peraturan pemerintah, serta peraturan lainnya yang
berkaitan.
Institute of Internal Auditors dalam Boynton dan Kell (2001) telah
menetapkan lima standar praktik pemeriksanaan yang mengikat anggota-
anggotanya yaitu meliputi masalah independensi, keahlian profesional, lingkup
kerja pemeriksaan, pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan, dan pengelolaan bagian
pemeriksaan internal. Standar praktik pemeriksaan internal tersebut merupakan
indikator yang menentukan kualitas jasa badan pengawas dalam melaksanakan
praktik pemeriksaan. Jika dikaitkan dengan tugas internal auditor yang
melakukan penilaian atas efektivitas pengendalian internal perusahaan, maka
semakin lengkap indikator tersebut dipatuhi oleh badan pengawas maka semakin
meningkatlah efektivitas dari pengendalian internal yang berlaku dalam
perusahaan. Menurut Suroso (2011) internal auditor melaksanakan tugasnya
sebagai berikut.
a) Mengevaluasi secara terus-menerus apakah sistem pengendalian internal
(SPI) perusahaan telah memadai dan berjalan sesuai dengan ketentuan.
b) Memverifikasi setiap transaksi apakah telah dilaksanakan sesuai dengan
sistem dan prosedur, serta ketentuan perusahaan dan undang-undang yang
berlaku.
c) Menyampaikan informasi tentang kondisi (adanya penyimpangan atau
transaksi yang berjalan tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang
20
berlaku) yang diperoleh dari hasil audit, dan membuat saran-saran
perbaikan kepada manajemen melalui laporan hasil audit.
Berdasarkan tugas-tugas yang dilaksanakan tersebut, apabila dalam audit
ditemukan adanya penyimpangan, maka auditor akan menginformasikan kepada
manajemen tentang hal penyimpangan yang ditemukan, dan mengapa hal tersebut
terjadi serta siapa yang melakukannya. Auditor juga akan menyampaikan bahwa
transaksi tersebut seharusnya berjalan seperti apa, sehingga tidak merugikan
keuangan perusahaan akibat dari transaksi yang tidak berjalan sesuai ketentuan
atau prosedur perusahaan tersebut, perusahaan telah mengalami kerugian. Atas
dasar temuan tersebut, auditor akan memberikan saran atau rekomendasi kepada
manajemen yang biasanya berupa pemberian sanksi kepada pegawai yang terlibat,
baik sanksi administrasi maupun sanksi pengembalian uang perusahaan.
2.1.11 Pengertian Efektivitas
Efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau
sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Efektivitas merupakan unsur pokok
untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap
organisasi, kegiatan ataupun program. Efektif apabila tercapai tujuan ataupun
sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Handayaningrat S. (1994:16) yang menyatakan bahwa efektivitas adalah
pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:250) efektivitas diartikan sebagai
sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruh), dapat membawa hasil, berhasil
guna (tindakan) serta dapat pula berarti mulai berlaku (tentang undang-
21
undang/peraturan). Lebih mendalam lagi dilanjutkan menurut Steers (1980:1),
efektivitas yang berasal dari kata efektif, yaitu suatu pekerjaan dikatakan efektif
jika suatu pekerjaan dapat menghasilkan satu unit keluaran (output). Suatu
pekerjaan dikatakan efektif jika suatu pekerjaan dapat diselesaikan tepat pada
waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Kata "efektivitas" didefinisikan oleh para peneliti yang berbeda, misalnya
Arena dan Azzone (2009) mendefinisikan efektivitas sebagai kemampuan untuk
mendapatkan hasil yang konsisten dengan target obyektif, sementara, Dittenhofer
(2001) melihat efektivitas sebagai kemampuan menuju pencapaian tujuan dan
sasaran. Efektif jika hasilnya sejalan dengan tujuannya (Ahmad et al., 2009;
Mihret et al., 2010). Gibson et al. (1996:30) mengatakan pengertian efektivitas
adalah penilaian yang dibuat sesuai prestasi individu, kelompok, dan organisasi.
Makin dekat prestasi yang diharapkan (standar), maka akan lebih efekif dalam
menilai. Pengertian dari sudut pandang bidang perilaku keorganisasian dapat di
identifikasikan tiga tingkatan analisis yaitu:
a) Efektivitas individu menekankan pada pelaksanaan tugas pekerja atau
anggota organisasi. Tugas-tugas yang harus dilaksanakan adalah bagian dari
pekerjaan atau posisi dalam organisasi tersebut.
b) Efektivitas kelompok merupakan jumlah kontribusi dari setiap anggota.
c) Efektivitas organisasi merupakan fungsi efektivitas individu dan kelompok.
Gibson (1992:32), mengatakan bahwa jika dimensi waktu dihubungkan
dengan tujuan dan sasaran organisasi mempunyai indikator sebagai jangka pendek
dan meliputi ukuran sebagai berikut.
22
a) Produksi-produksi (productive)
b) Efisiensi (efficientcy)
c) Kepuasan (statisfaction)
Pasalong (2007:4) menyebutkan bahwa efektivitas pada dasarnya berasal
dari kata “efek” dan digunakan dalam istilah ini sebagai hubungan sebab akibat,
dengan demikian efektivitas dapat dipandang sebagai suatu sebab dari variabel
lain. Efektivitas berarti bahwa tujuan yang telah direncanakan sebelumnya dapat
tercapai atau dengan kata lain bahwa sasaran telah tercapai karena adanya suatu
proses kegiatan. Menilai efektivitas menurut Halim (2008:158) efektivitas harus
dinilai atas tujuan yang bisa dilaksanakan dan bukan atas konsep tujuan yang
bukan maksimum, jadi efektivitas menurut ukuran seberapa jauh organisasi
berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai.
Handayaningrat (1994:16) mengatakan bahwa efektivitas adalah
pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan, jadi
apabila tujuan tersebut telah dicapai, baru dapat dikatakan efektif.
2.1.12 Pengertian Pengendalian Internal
Pengendalian internal yang ada dalam perusahaan bukanlah dimaksudkan
untuk meniadakan semua kemungkinan terjadinya kesalahan atau penyelewangan,
namun diadakan untuk menekan terjadinya kesalahan dan penyelewengan supaya
hal ini dapat diatasi dengan cepat dan tepat.
Basalamah (2008:135), mendefinisi pengendalian internal sebagai berikut.
Pengendalian internal terdiri dari rencana organisasi serta seluruh metode
koordinasi dan pengukuran yang diterapkan oleh perusahaan untuk menjaga
23
aktivanya, menguji keakuratan dan keandalan data akuntansinya, mendukung
efisiensi operasionalnya, serta mendorong dipatuhinya kebijakan-kebijakan
manajerial yang telah ditetapkan. Sunarto (2003:137) mendefiniskan pengendalian
internal ialah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen,
personel satuan usaha lainnya, yang dirancang untuk mendapatkan keyakinan
memadai tentang pencapaian tujuan dalam hal-hal berikut.
1) Keandalan pelaporan keuangan
2) Kesesuaian dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku
3) Efektifitas dan efisiensi operasi-operasi
Vallabhaeni (2005:183), pengendalian internal yang utama meliputi hal-
hal sebagai berikut.
1) Adanya pemisahan tugas yang memadai
2) Adanya dokumentasi dan catatan-catatan yangmemadai
3) Adanya otorisasi yang memadai dari manajemen
4) Adanya pengendalian yang memadai atas aktiva dan catatan
5) Adanya penilaian yang independen terhadap kinerja para pegawai
6) Adanya pegawai yang kompeten
7) Adanya uraian tugas
8) Adanya struktur organisasi yang baik dengan garis wewenang dan
tanggung jawab yang jelas
9) Adanya pengelolaan (manajemen) yang baik dengan tingkat integritas
yang tinggi
24
Van Der Nest (2000) mencatat bahwa dari sudut pandang sektor keuangan,
pengendalian internal harus dilihat sebagai kesempatan bagi entitas untuk
meningkatkan kinerja mereka, baik dari internal dan perspektif eksternal. Sistem
pengendalian internal yang baik menyebabkan pengakuan ditingkatkan, asumsi
dan pencegahan risiko yang terkait dengan koleksi uang tunai, yang terpenting
dalam sektor dengan kekhasan koleksi uang tunai. Daya saing akan dibina oleh
pengendalian yang tepat tidak hanya dalam jangka pendek, tetapi juga dalam
jangka panjang. Ini juga akan membantu mengurangi dampak dari kejadian tak
terduga, atau bahkan untuk menghindari, misalnya dengan cara peringatan dini
yang baik atau pengujian skenario. Mautz dan Winjum (1981) mengungkapkan
sistem pengendalian internal menjamin beberapa jaminan yang wajar, sehingga
menerima keberadaan tingkat tertentu ketidakpastian yang tidak dapat sepenuhnya
dikendalikan atau diserap oleh usaha tersebut. Menerima gagasan bahwa sistem
pengendalian internal telah dihubungkan dengan prosedur pengendalian, namun
mereka harus menjamin tingkat kepercayaan yang memadai sesuai dengan sifat
dan tingkat risiko yang diambil.
Bambang (1999) mengungkapkan pentingnya pengendalian internal
bahwa tujuan keseluruhan dari konsep ini adalah untuk membantu organisasi
mencapai misinya, pengendalian internal juga membantu organisasi untuk
mempromosikan operasi tertib, ekonomis, efisien dan efektif, dan menghasilkan
produk dan layanan berkualitas yang konsisten dengan misi organisasi, menjaga
sumber daya terhadap kerugian akibat limbah, penyalahgunaan, salah urus,
kesalahan dan penipuan. Akhirnya adalah untuk mempromosikan kepatuhan
25
terhadap hukum, peraturan, kontrak dan arahan manajemen serta mengembangkan
dan memelihara data keuangan dan manajemen yang handal, dan akurat
menyajikan data tepat waktu.
2.1.13 Tujuan dan Konsep Pengendalian Internal
Menurut Mulyadi (2001:178) tujuan pengendalian internal akuntansi
sebagai berikut.
1) Menjaga kekayaan perusahaan:
a) Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang
telahditerapkan.
b) Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan
dengan kekayaan yang sesungguhnya ada.
2) Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi:
a) Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan.
b) Pencatatan transaksi yang telah terjadi dalam catatan akuntansi.
Konsep dasar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
yang harus diperhatikan dalam menerapkan pengendalian internal:
1) Pengendalian internal adalah suatu prosesuntuk mencapai tujuan, bukan
tujuan itu sendiri.
2) Pengendalian internal dipengaruhi oleh manusia. Pengendalian internal bukan
hanya terdiri dari buku pedoman kebijakan dan formulir-formulir, tetapi juga
orang-orang pada berbagai jenjang dalam suatu organisasi, termasuk dewan
komisaris, manajemen, serta personel lainnya.
26
3) Pengendalian internal diharapkan memberikan keyakinan memadai, bukannya
keyakinan penuh, bagi manajemen dan dewan komisaris satuan usaha karena
adanya kelemahan-kelemahan bawaan yang melekat pada seluruh sistem
pengendalian internal dan perlunya mempertimbangkan biaya dan manfaat.
4) Pengendalian internal adalah alat untuk mencapai tujuan, yaitu pelaporan
keuangan, kesesuaian operasi.
2.1.14 Unsur-Unsur Pengendalian Internal
Arens et al. (2003), struktur pengendalian internal dibagi menjadi lima
unsur, yaitu:
1) Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian mencakup seluruh tindakan, kebijakan, dan
prosedur yang mencerminkan atau menggambarkan seluruh sikap manajemen,
direktur, dan pemilik satuan usaha tentang pengendalian internal yang dapat
menimbulkan kesadaran bagi para anggota organisasi tersebut mengenai
pentingnya pengendalian semacam itu bagi satuan usaha yang bersangkutan.
Sebagian dari lingkungan pengendalian ini dapat dikendalikan oleh
manajemen dengan menggunakan kebijakan-kebijakan dan prosedur tertentu,
seperti:
a) Penggunaan anggaran dan laporan-laporan keuangan sebagai sarana
untuk memformulasikan dan mengkomunikasikan, tujuan, perencanaan,
dan kegiatan perusahaan yang bersangkutan.
b) Penggunaan pegawai yang saling menguji (check and balance) untuk
memisahkan kegiatan-kegiatan yang tidak boleh digabung (tidak
27
kompatibel) serta untuk mengadakan supervisi oleh tingkatan manajemen
yang lebih tinggi.
c) Seberapa jauh pengendalian terhadap penggunaan metode pengolahan
data serta terhadap pengembangan dan pemeliharaan sistem oleh
perusahaan tersebut.
Untuk tujuan pemahaman dan penetapan lingkungan pengendalian,
berikut ini adalah sub elemen terpenting yang harus dipertimbangkan oleh auditor:
a) Integritas dan nilai-nilai etika
b) Komitmen terhadap kompetensi
c) Partisipasi dewan komisaris dan komite audit
d) Filosofi dan gaya operasi manajemen
e) Struktur organisasi
f) Pemberian wewenang dan tanggung jawab
g) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia
2) Penaksiran Risiko
Penaksiran risiko untuk tujuan pelaporan keuangan merupakan
pengidentifikasian, analisis oleh manajemen atas risiko-risiko yang relevan
terhadap penyusunan laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Risiko yang relevan dengan
pelaporan keuangan mencakup peristiwa dan keadaan internal dan ekstern
yang mungkin terjadi dan secara negatif berdampak terhadap kemampuan
entitas untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan data keuangan
konsisten dengan asersi manajemen dalam pelaporan keuangan.
28
Manajemen dapat membuat rencana, program atau tindakan yang
ditujukan ke risiko tertentu atau dapat memutuskan untuk menerima suatu
risiko karena pertimbangan biaya atau lain dapat timbul atau berubah karena
keadaan seperti perubahan dalam lingkup operasi, personel baru, sistem
informasi baru atau yang diperbaiki, pertumbuhan yang pesat, teknologi baru
dan muncul kompetitor baru.
3) Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu
bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk menghadapi risiko
dalam pencapaian tujuan perusahaan. Aktivitas pengendalian memiliki
berbagai tujuan dan diterapkan di berbagai tingkat organisasi dan fungsi.
Umumnya, aktivitas pengendalian yang relevan dengan audit dapat
digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan berikut
ini:
a) Pemisahan tugas yang memadai empat pedoman umum dalam pemisahan
tugas untuk mencegah salah saji, baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja yang mempunyai kepentingan khusus bagi auditor, yaitu:
1) Pemisahan pemegang (custody) aktiva dari akuntansi.
2) Pemisahan otorisasi transaksi dari pemegang aktiva yang
bersangkutan.
3) Pemisahan tanggung jawab operasional dari tanggung jawab
pembukuan.
4) Pemisahan tugas dalam pengolahan data eletronik (PDE).
29
b) Otorisasi yang memadai atas transaksi dan aktivitas
Setiap transaksi harus diotorisasi memadai jika ingin pengendalian
tersebut memuaskan. Otorisasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu otorisasi
umum (general authorization) dan otorisasi khusus (specific authorization).
Manajemen menyusun otorisasi umum bagi perusahaan untuk ditaati bawahan
diinstruksikan untuk menerapkan otorisasi umum dengan cara menyetujui
seluruh transaksi dalam batas yang ditentukan oleh kebijakan. Contoh
otorisasi umum adalah penerbitan daftar harga pasti untuk penjualan barang,
batasan kredit untuk pelanggan, titik pemesanan kembali yang pasti untuk
melakukan pembelian. Otorisasi khusus dilakukan terhadap transaksi
individual. Manajemen seringkali tidak dapat menyusun kebijakan umum
otorisasi untuk beberapa transaksi. Sehingga manajemen lebih memilih
membuat otorisasi berdasarkan kasus demi kasus, misalnya adalah otorisasi
transaksi penjualan oleh manajer penjualan atas mobil perusahaan yang telah
dipakai. Kebijakan otorisasi baik umum maupun khusus harus dibuat oleh
manajemen puncak.
c) Dokumen dan catatan yang memadai
Dokumen merupakan bukti terjadinya transaksi berikut harga, sifat, dan
syarat-syarat transaksi. Contoh dokumen yang banyak dijumpai adalah
faktur, cek, dan kontrak. Dokumen berfungsi sebagai penghantar informasi
ke seluruh bagian organisasi klien dan antara organisasi yang berbeda.
Dokumen harus memadai untuk memberikan keyakinan memadai bahwa
30
seluruh aktiva dikendalikan dengan pantas dan seluruh transaksi tercatat
dengan benar.
Prinsip-prinsip relevan tertentu dalam membuat rancangan dan
penggunaan dokumen dan catatan yang pantas. Dokumen dan catatan
sebaiknya:
1) Berseri dan prenumbered untuk memungkinkan pengendalian atas
hilangnya dokumen dan sebagai alat bantu dalam penempatan dokumen
jika diperlukan kembali.
2) Disiapkan pada saat terjadi atau sesudah segera.
3) Cukup sederhana untuk menjamin bahwa dokumen dan catatan dapat
dimengerti dengan jelas.
4) Dirancang sedapat mungkin untuk multiguna sehingga meminimalkan
bentuk dokumen dan catatan yang berbeda-beda.
5) Dirancang dalam bentuk yang mendorong penyajian yang benar.
d) Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan
Pengendalian fisik berhubungan dengan perbatasan dua jenis akses terhadap
aktiva dan catatan penting, yaitu:
1) Akses fisik secara langsung
2) Akses tidak melalui perbuatan atau pengolahan dokumen seperti order
penjualan yang memberi persetujuan untuk menggunakan atau menjual aktiva.
Pengendalian ini terutama berhubungan dengan alat dan aturan pengamanan
atas aktiva, dokumen, catatan, dan program komputer. Alat pengamanan
mencakup tempat penyimpanan, penguncian gudang, pengaman luar
31
perusahaan, perbatasan akses, misal yang diperbolehkan masuk gudang hanya
orang-orang yang diberi wewenang oleh perusahaan. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi risiko terjadinya pencurian, relevan untuk asersi
keberadaan (existence) dan keterjadian.
e) Penilaian independent terhadap kinerja
Kategori terakhir prosedur pengendalian adalah penelaahan yang hati-hati
dan berkesinambungan atas ke empat prosedur yang lain, yang sering kali
disebut pengecekan independen atau verifikasi internal. Kebutuhan
pengecekan independen meningkat karena struktur pengendalian internal
cenderung untuk berubah setiap saat jika tidak terdapat mekanisme penelaahan
yang sering. Karakteristik utama orang yang melakukan prosedur verifikasi
internal adalah orang tersebut harus independen dan bertanggung jawab
menyiapkan data. Sistem akuntansi yang terkomputerisasi dapat dirancang
sehingga membuat banyak prosedur verifikasi internal diotomatisasi sebagai
bagian dari sistem.
4). Informasi dan Komunikasi
Sistem informasi relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang
mencakup sistem akuntansi, terdiri dari metode dan catatan yang dibangun
untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas dan
untuk menyelenggarakan akuntabilitas terhadap aktiva, utang, ekuitas yang
bersangkutan. Komunikasi meliputi luasnya pemahaman personel tentang
bagaimana aktivitas mereka dalam sistem informasi pelaporan keuangan
berkaitan dengan pekerjaan orang lain dan cara pelaporan penyimpangan
32
kepada tingkat yang semestinya dalam entitas. Komunikasi dapat dilakukan
secara lisan dan melalui tindakan manajemen. Pembukaan saluran komunikasi
membantu memastikan bahwa penyimpangan dilaporakan dan ditindaklanjuti.
5). Pemantauan
Pemantauan adalah proses penetapan kualitas kinerja pengendalian
internal sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan desain dan
operasi pengendalian tepat waktu dan tindakan perbaikan yang dilakukan.
Proses ini dilaksanakan melalui aktivitas pemantauan secara terus menerus,
evaluasi secara terpisah, atau suatu kombinasi diantara keduanya. Informasi
untuk penilaian dan perbaikan dapat berasal dari berbagai sumber meliputi
studi atas struktur pengendalian internal yang ada, laporan audit internal,
laporan penyimpangan atas aktivitas pengendalian, laporan dari bank, umpan
balik dari pegawai, dan keluhan dari pelanggan atas tagihan.
2.1.15 Tingkat Pendidikan
Salah satu persyaratan seorang internal auditor dalam Standar Profesional
Akuntan Publik adalah pendidikan dan pengalaman praktik sebagai auditor
independen (IAI, 2001 seksi 110 Par 1). Standar umum pertama dalam standar
auditing menegaskan bahwa betapapun tingginya kemampuan seseorang dalam
bidang lain selain auditing, termasuk dalam bidang bisnis dan keuangan, ia tidak
dapat memenuhi persyaratan yang dimaksudkan dalam standar auditing ini, jika
tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang audit.
Seorang auditor memiliki kewajiban untuk terus memelihara dan
meningkatkan kemampuan serta pengetahuannya melalui pendidikan formal atau
33
tidak formal. Auditor yang memiliki tingkat pendidikan yang memadai akan dapat
menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien (Noviyani, 2002).
2.1.16 Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan
potensi tingkah laku baik dari pendidikan formal maupun nonformal atau dapat
juga diartikan sebagai suatu proses membawa seseorang kepada suatu pola
tingkah laku yang lebih tinggi (Knoers & Haditono, 1999). Kushasyandita (2012)
menyatakan bahwa pengalaman audit ditunjukkan dengan jam terbang auditor
dalam melakukan prosedur audit terkait dengan pemberian opini atas laporan
auditnya. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin
terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Taylor dan
Todd (1995) menjelaskan, seseorang yang berpengalaman akan memiliki cara
berfikir yang lebih terperinci dan lengkap dibandingkan seseorang yang belum
berpengalaman.
Pengalaman akan berpengaruh signifikan ketika tugas yang dikerjakan
semakin kompleks, artinya semakin tinggi pengalaman dalam kompleksitas tugas
maka orang tersebut akan lebih ahli dalam melaksanakan tugas-tugas
pemeriksanaan, sehingga memperkecil tingkat kesalahan, kekeliruan,
ketidakberesan, dan pelanggaran dalam melaksanakan tugas (Trotman dan
Wright, 1996). Menurut Tubbs (1992), jika seseorang auditor dikatakan memiliki
pengalaman kerja, maka:
34
1) Auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan.
2) Auditor memiliki salah pengertian yang lebih sedikit tentang
kekeliruan.
3) Auditor menjadi sadar mengenai kekeliruan-kekeliruan yang tidak
lazim.
4) Hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan setiap bidang tempat
terjadinya kekeliruan dan pelanggaran dan tujuan pengendalian
internal menjadi relatif lebih menonjol.
Pengalaman kerja dipandang sebagai faktor yang penting dalam menilai
ataupun menjadi pertimbangan seorang auditor dapat dikatakan berkualitas,
sehingga dengan berkualitasnya auditor diharapkan mampu meningkatkan
ketepatan, kecermatan, efektivitas, dan efisiensi dari tugas-tugas yang dikerjakan
dimana salah satunya yaitu mengawasi dan menilai efektivitas suatu pengendalian
internal.
2.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pokok permasalahan yang akan
diuji kebenarannya (Sugiyono, 2013:93). Berdasarkan rumusan masalah, tujuan,
teori-teori yang mendukung serta hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.2.1 Pengaruh Tingkat Pendidikan pada Efektivitas Pengendalian Internal
Standar Profesional Akuntan Publik (2001:110) menyebutkan bahwa
persyaratan profesional yang dituntut dari seorang auditor independen adalah
orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman praktik sebagai auditor
35
independen. Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses kegiatan dari suatu
perusahaan yang bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap,
perilaku, keterampilan, dan pengetahuan serta kecerdasan sumber daya manusia
sesuai keinginan dari perusahaan bersangkutan.
Satyawati (2009) menemukan bahwa variabel tingkat pendidikan auditor
menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap
kinerja auditor. Purwani (2010) menemukan bahwa tingkat pendidikan
berpengaruh positif dan signifikan pada efektivitas penerapan struktur
pengendalian internal. Purdanti (2014) yang meneliti pengaruh tingkat pendidikan
karyawan terhadap kualitas sistem pengendalian intern pada koperasi serba usaha
di kecamatan Tegalalang. Penelitian tersebut didapat bahwa menunjukan bahwa
tingkat pendidikan karyawan berada pada kategori kurang baik, sedangkan
kualitas sistem pengendalian internal berada pada kategori cukup baik.Tingkat
pendidikan karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas sistem
pengendalian internal. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
oleh penulis yaitu sama-sama meneliti tentang efektivitas struktur pengendalian
internal dan sama-sama menggunakan variabel tingkat pendidikan.
Berdasarkan landasan teori dan dasar pemikiran diatas, maka dirumuskan
hipotesis sebagai berikut.
H1: Tingkat pendidikan pegawai berpengaruh positif pada efektivitas
pengendalian internal pengawas koperasi simpan pinjam.
36
2.2.2 Pengalaman Kerja Memoderasi Tingkat Pendidikan pada Efektivitas
Pengendalian Internal
Berbagai macam pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi
pelaksanaan suatu tugas. Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berfikir
yang lebih terperinci dan lengkap dibandingkan seseorang yang belum
berpengalaman. Seorang auditor yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi
akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya mendeteksi kesalahan,
memahami kesalahan dan mencari penyebab munculnya kesalahan Taylor dan
Tood (2006).
Libby (1999) menyatakan bahwa semakin berpengalaman seorang internal
auditor maka dia semakin mampu menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam
tugas-tugas yang semakin komplek, termasuk dalam melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap pengendalian internal. Trotman (1996) mengungkapkan
pendapat serupa bahwa pengalaman akan berpengaruh signifikan ketika tugas
yang dilakukan semakin komplek. Seseorang yang memiki pengetahuan tentang
kompleksitas tugas akan lebih ahli dalam melaksanakan tugas pemeriksaan,
sehingga memperkecil tingkat kesalahan, kekeliruan, ketidakberesan serta
pelanggaran dalam melaksanakan tugas.
Batubara (2008), mengatakan kualitas pemeriksa dituntut untuk lebih
tinggi daripada pelaksana, sehingga pemeriksa dapat melakukan penilaian atas
ketaatan pelaksana terhadap standar yang berlaku, dan hal itu dapat tercapai jika
auditor memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang yang
diperiksa. Annesa, dkk.,(2013) meneliti tentang pengaruh keahlian, independensi,
kecakapan profesional, tingkat pendidikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan
37
dengan pengalaman kerja sebagai variabel moderating. Penelitian tersebut
menunjukkan secara parsial keahlian, kecakapan profesional dan tingkat
pendidikan berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan, sedangkan
independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Pengalaman
kerja juga terbukti tidak mampu mempengaruhi atau memperlemah hubungan
keahlian, independensi, kecakapan profesional, dan tingkat pendidikan terhadap
kualitas hasil pemeriksaan.
Penelitian Budi dkk.(2004) dan Oktavia (2006) tentang pengalaman kerja
memberikan hasil bahwa tidak terdapat pengaruh pengalaman kerja terhadap
pengambilan keputusan auditor, sementara dari penelitian Suraida (2005)
menyatakan bahwa pengalaman audit dan kompetensi berpengaruh terhadap
skeptisme profesional dan ketepatan pemberian opini auditor akuntan publik.
Begitu juga penelitian yang dilakukan Asih (2006), menemukan bahwa
pengalaman auditor baik dari sisi lama bekerja, banyaknya tugas maupun
banyaknya jenis perusahaan yang di audit berpengaruh positif terhadap keahlian
auditor dalam bidang auditing. Perbedaan dari penelitian tersebut, pada lokasi dan
jenis koperasi, dimana penelitian yang dilakukan oleh penulis berlokasi pada
koperasi simpan pinjam di Kabupaten Badung, menggunakan variable
pengalaman kerja sebagai moderasi.
Berdasarkan landasan teori dan dasar pemikiran diatas, maka dirumuskan
hipotesis sebagai berikut.
H2: Pengalaman kerja memoderasi pengaruh tingkat pendidikan pada
efektivitas pengendalian internal pengawas koperasi simpan pinjam.