61
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat Istilah malnutrisi meliputi undernutrition dan obesitas. Pada penelitian ini malnutrisi yang dimaksudkan adalah malnutrisi undernutrition. Malnutrisi (undernutrition) didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien, yang menghasilkan secara kumulatif adanya defisit energi, protein, atau mikronutrien yang secara negatif memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan akibat lainnya yang berhubungan. Malnutrisi berdasarkan etiologinya disebabkan oleh penyakit (1 atau lebih penyakit atau cedera yang secara langsung mengakibatkan ketidakseimbangan nutrien) atau akibat dari lingkungan/faktor behavioral yang berhubungan dengan penurunan masukan nutrien atau akibat dari ke dua hal tersebut (Mehta, dkk., 2013). Malnutrisi berat (MB) atau disebut juga dengan gizi buruk merupakan suatu keadaan dimana seorang anak tampak sangat kurus yang ditandai dengan berat badan/panjang badan (BB/PB) < -3 SD dari median WHO child growth standard 2006, atau didapatkan edema nutrisional, dan pada anak usia 5-59 bulan Lingkar Lengan Atas (LLA) < 110 mm. World Health Organization dan United Nations Children’s Fund (Unicef) menggunakan cut-off BB/PB < -3 SD median baku rujukan WHO (WHO child growth standard) atau WHO/National Center for Health Statistics (NCHS) dengan alasan bahwa anak di bawah cut-off tersebut memiliki risiko kematian lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak yang berada

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Malnutrisi Berat

Istilah malnutrisi meliputi undernutrition dan obesitas. Pada penelitian ini

malnutrisi yang dimaksudkan adalah malnutrisi undernutrition. Malnutrisi

(undernutrition) didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakseimbangan antara

kebutuhan dan masukan nutrien, yang menghasilkan secara kumulatif adanya

defisit energi, protein, atau mikronutrien yang secara negatif memengaruhi

pertumbuhan, perkembangan, dan akibat lainnya yang berhubungan. Malnutrisi

berdasarkan etiologinya disebabkan oleh penyakit (1 atau lebih penyakit atau

cedera yang secara langsung mengakibatkan ketidakseimbangan nutrien) atau

akibat dari lingkungan/faktor behavioral yang berhubungan dengan penurunan

masukan nutrien atau akibat dari ke dua hal tersebut (Mehta, dkk., 2013).

Malnutrisi berat (MB) atau disebut juga dengan gizi buruk merupakan suatu

keadaan dimana seorang anak tampak sangat kurus yang ditandai dengan berat

badan/panjang badan (BB/PB) < -3 SD dari median WHO child growth standard

2006, atau didapatkan edema nutrisional, dan pada anak usia 5-59 bulan Lingkar

Lengan Atas (LLA) < 110 mm. World Health Organization dan United Nations

Children’s Fund (Unicef) menggunakan cut-off BB/PB < -3 SD median baku

rujukan WHO (WHO child growth standard) atau WHO/National Center for

Health Statistics (NCHS) dengan alasan bahwa anak di bawah cut-off tersebut

memiliki risiko kematian lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak yang berada

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

di atasnya, jika anak tersebut mendapatkan terapi nutrisi maka akan mengalami

peningkatan BB yang lebih cepat, sehingga akan mempercepat penyembuhannya,

dan tidak ada risiko atau pengaruh negatif pemberian makan pada Kelompok

Anak ini (WHO, 2009). Marasmus dan kwashiorkor adalah hasil akhir dari tingkat

keparahan penderita gizi buruk. Marasmus ditandai dengan tubuh yang sangat

kurus dengan berbagai tanda ikutannya. Kwashiorkor ditandai dengan edema,

diawali edema pada punggung kaki yang dapat menyebar ke seluruh tubuh

(Susanto, dkk., 2011). Manifestasi klinis malnutrisi berhubungan dengan tipe,

keparahan, dan lamanya gangguan nutrisi tersebut terjadi, sehingga dapat terjadi

manifestasi subklinis, reversibel, atau menetap tergantung pada ketersediaan

terapi, penyakit lain atau penyakit komplikasi, dan derajat kerusakannya

(Cunningham-Rundles dan McNeeley, 2003).

Malnutrisi masih merupakan masalah kesehatan global, khususnya di negara

berkembang. World Health Organization (2003) melaporkan, bahwa 60% dari

10.9 juta kematian balita setiap tahunnya disebabkan secara langsung atau tak

langsung oleh malnutrisi. Sekitar 9% anak di Sub Sahara, 15% di Asia Selatan

terancam gizi kurang dan buruk, sekitar 2% anak di negara sedang berkembang

terancam mengalami MB (Collins, 2007). Prevalens status gizi balita nasional

berdasarkan RISKESDAS 2010 untuk gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi

lebih masing-masing adalah 4,9%, 13%, 76,2%, dan 5,8%. Dua provinsi yaitu D.I.

Yogyakarta dan Bali menunjukkan prevalens terendah gizi buruk yaitu 1,4% dan

1,7%. Provinsi Gorontalo dan NTB menduduki posisi tertinggi gizi buruk yaitu

11,2% dan 10,6% (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Bali memiliki prevalens

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

gizi buruk terendah tetapi dengan adanya peningkatan kasus HIV pada anak di

Bali, maka prevalens gizi buruk juga meningkat.

Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang

adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi yang secara langsung

merupakan penyebab kematian balita seperti diare, infeksi saluran pernapasan

akut, campak, malaria, HIV/AIDS, dan lain-lain. Secara global lebih dari 50%

balita yang mengidap berbagai penyakit tersebut juga menderita malnutrisi

(WHO, 1999a). Infeksi dan malnutrisi merupakan suatu mata rantai yang saling

berkaitan, dimana anak kurang gizi amat rentan terhadap infeksi dan infeksi

menyebabkan anak kehilangan napsu makan, yang berakhir dengan kematian.

Anak-anak yang bertahan hidup dalam proses perkembangan selanjutnya banyak

mengalami hambatan seperti keterbelakangan mental (WHO, 2003).

Pada kondisi malnutrisi terjadi suatu proses adaptasi tubuh terhadap kondisi

intake yang kurang tersebut, terjadi suatu perubahan metabolisme tubuh sehingga

penderita dapat bertahan. Pengurangan dari aktivitas terjadi dengan tujuan

menurunkan laju metabolisme, pertumbuhan menjadi perlahan sehingga dapat

mengurangi energi untuk proses pertumbuhan tersebut, dan secara keseluruhan

terjadi penurunan laju metabolisme. Metabolik adaptasi ini dimediasi antara lain

melalui hormonal, sehingga menyebabkan mobilisasi lemak, degradasi protein,

dan penurunan laju metabolik basal. Akibat dari restriksi energi pada kondisi

malnutrisi menyebabkan kemampuan aldosteron menurun dan sintesis ATP

menurun pada pompa natrium sehingga menyebabkan kehilangan kalium darah.

Selama kondisi protein deprivasi terjadi kehilangan protein massa otot yang

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

digunakan untuk mempertahankan sintesis enzim-enzim yang penting dan juga

untuk energi. Pembentukan protein oleh hepar mengalami perubahan yaitu terjadi

peningkatan produksi protein fase akut dan penurunan produksi albumin,

transferin dan apolipoprotein B (Peny, 2003).

Infeksi menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme pula sehingga

produksi protein lebih diutamakan ke arah pembentukan protein fase akut.

Produksi dari protein fase akut ini dan konsekuensi metabolik dari infeksi

dimediasi oleh protein sitokin dan lipid derived factor. Produksi sitokin inflamasi

yang menimbulkan suatu peradangan, juga akan menyebabkan mekanisme balik

sehingga tidak terjadi proses inflamasi yang berlebihan. Pada malnutrisi, kondisi

ini mengalami gangguan. Pada malnutrisi terjadi suatu kondisi pengurangan

respon imun dan respon demam (Peny, 2003).

2.2 Stres Oksidatif

Reactive oxygen species (ROS) dan radikal lainnya terlibat dalam berbagai

peristiwa biologi (mutasi, karsinogenesis, proses degenerasi, inflamasi, penuaan

dan perkembangan). Reactive oxygen species dapat berperan menguntungkan dan

merugikan (Kohen dan Nyska, 2002).

Radikal bebas dalam kimia diketahui sejak awal abad ke-20 dan digunakan

untuk menggambarkan senyawa intermedia kimia organik dan anorganik. Daniel

Gilbert dan Rebecca Gersham pada tahun 1954 mempublikasikan tentang

pentingnya peranan radikal bebas ini dalam lingkungan biologis dan bertanggung

jawab terhadap proses kerusakan sel. Harman Denham (1956) menyatakan bahwa

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

spesies-spesies radikal bebas ini kemungkinan memiliki peranan dalam proses

fisiologi, terutama pada proses penuaan (Harman, 1981). Hipotesis mengenai teori

radikal bebas terhadap penuaan menginspirasi berbagai penelitian lainnya.

Senyawa yang dapat menerima elektron disebut oksidan atau bahan yang

mengoksidasi. Bahan yang memberikan elektron disebut reduktan atau bahan

yang mereduksi (Prior dan Cao, 1999). Reaksi kimia dimana suatu bahan

mendapatkan elektron disebut reduksi. Oksidasi adalah suatu proses dimana suatu

bahan mengalami kehilangan elektron. Jika reduktan mendonasikan elektronnya,

maka menyebabkan bahan lain mengalami reduksi, dan jika oksidan menerima

elektron, maka menyebabkan bahan lain mengalami oksidasi. Suatu bahan yang

mereduksi bertindak sebagai donasi elektron, biasanya dengan mendonorkan

hidrogen atau melepas oksigen. Suatu proses oksidasi selalu ditemani oleh proses

reduksi. Pada proses reduksi biasanya terjadi kehilangan oksigen, sementara pada

proses oksidasi akan mendapatkan oksigen. Reaksi ini disebut reaksi redox.

Reduktan dan oksidan merupakan istilah kimia, pada lingkungan biologi disebut

dengan istilah antioksidan dan prooksidan (Kohen dan Nyska, 2002).

Prooksidan disebut juga reactive oxygen species (ROS). Reactive oxygen

species dibagi menjadi 2 kelompok senyawa yaitu radikal dan nonradikal.

Kelompok radikal seringkali diberikan sebutan yang tidak tepat yaitu radikal

bebas (istilah yang tidak akurat, karena radikal adalah selalu bebas), mengandung

senyawa nitric oxide radical (NO.), superoxide ion radical (O

.2

-), hydroxyl radical

(OH.), peroxyl radical (ROO

.) dan alkoxyl radicals (RO

.), dan suatu bentuk

oksigen tunggal (1O2). Spesies ini radikal karena mengandung sekurang-

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

kurangnya satu elektron yang tidak berpasangan dalam kulit yang mengelilingi

inti atom dan memiliki kemampuan mandiri untuk keberadaannya. Suatu kondisi

terdapatnya satu elektron yang tidak berpasangan menimbulkan reaktivitas tinggi

karena afinitasnya mendonasikan atau mendapatkan elektron lain untuk

mendapatkan stabilitas.

Molekul oksigen sendiri jika berdasarkan definisi tersebut juga dapat

dikatakan radikal, karena mengandung dua elektron yang tidak berpasangan

dalam dua orbit yang berbeda, sehingga dikatakan biradikal. Radikal oksigen

tidak reaktif, meskipun demikian karena restriksi putaran yang tidak

memungkinkan terjadinya donasi atau menerima elektron sebelum dilakukan

pengaturan kembali arah putaran sekitar atom.

Kelompok senyawa nonradikal terdiri dari berbagai macam jenis bahan,

dimana beberapa sangat reaktif meskipun tidak radikal perdefinisi. Senyawa-

senyawa yang diproduksi dalam konsentrasi tinggi pada sel hidup adalah

hypochlorous acid (HClO), hydrogen peroxide (H2O2), organic peroxides,

aldehydes, ozon (O3), dan O2. Istilah ROS, oxygen-derived species (ODS),

oksidan, reactive nitrogen species (RNS), dan pro-oxidant species sering

digunakan satu sama lain untuk dalam literatur ilmiah. Radikal ditulis dalam

literatur berupa superskrip titik (R.), yang membedakannya dengan metabolit

oksigen reaktif lainnya. Antioksidan (reduktan atau bahan yang mereduksi) dapat

diklasifikasikan sebagai senyawa yang dapat mencegah proses prooksidasi atau

kerusakan oksidatif biologi. Antioksidan merupakan suatu bahan yang dalam

konsentrasi rendah dapat mencegah atau memperlambat secara bermakna oksidasi

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

suatu substrat yang dapat teroksidasi. Antioksidan bekerja dengan berbagai

macam cara, maka definisi tersebut tidak sesuai dan tidak memenuhi keseluruhan

spektrum antioksidan (Kohen dan Nyska, 2002).

Keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan sangat ketat dan penting

untuk mempertahankan fungsi sel dan biokimia yang vital (Hrbac dan Kohen,

2000). Keseimbangan ini sering disebut sebagai potensial redox. Potensial redox

ini spesifik untuk setiap organela dan tempat biologis, dan setiap gangguan pada

keseimbangan ini akan menimbulkan kerusakan sel dan organisme. Perubahan

keseimbangan ke arah peningkatan prooksidan di atas kapasitas antioksidan

disebut stres oksidatif dan dapat menimbulkan kerusakan oksidatif. Perubahan

keseimbangan ke arah peningkatan kekuatan yang mereduksi, atau antioksidan,

juga akan menimbulkan kerusakan dan disebut sebagai stres reduktif (Kohen dan

Nyska, 2002).

Kebanyakan spesies memiliki masa aktif yang pendek, sehingga bereaksi

dengan cepat dengan molekul lainnya. Beberapa radikal turunan oksigen sangat

reaktif dengan waktu paruh yang pendek, misal OH. memiliki masa aktif 10

-10

detik dalam sistem biologi. Konstanta laju reaksinya (m-1

s-1

) untuk komponen

biologi sangat tinggi (107-10

9 m

-1s

-1) dan dalam banyak kasus difusi yang

terkontrol. Masa hidup radikal lain juga pendek tetapi tergantung dari media

lingkungannya, misalnya waktu paruh NO. dalam larutan tersaturasi oleh udara

adalah beberapa menit. Survival RO. mencapai sekitar 10

-6 detik, waktu paruh

ROO. adalah sekitar 17 detik.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Metabolit nonradikal juga memiliki waktu paruh yang pendek bervariasi dari

seperberapa detik sampai beberapa jam, seperti misalnya HClO. Lingkungan

fisiologis, seperti pH dan keberadaan spesies lainnya, memiliki pengaruh yang

besar terhadap waktu paruh ROS.

Toksisitas tidak berkorelasi dengan reaktifitas. Semakin panjang waktu paruh

suatu spesies menunjukkan semakin toksik senyawa tersebut karena memiliki

waktu yang cukup untuk berdifusi dan mencapai lokasi yang sensitif sehingga

dapat berinteraksi dan menimbulkan kerusakan dalam perjalanannya dari tempat

produksinya. Radikal superoksid yang memiliki waktu paruh yang relatif panjang

memiliki waktu untuk berpindah lokasi dimana radikal tersebut dapat berinteraksi

dengan molekul lainnya. Radikal ini dapat diproduksi dari membran mitokondria,

berdifusi ke arah genome mitokondria, dan mengurangi transisi ikatan logam ke

genome. Spesies yang sangat reaktif dengan waktu paruh yang sangat pendek,

seperti OH. diproduksi pada lokasi yang biasa menimbulkan kerusakan dengan

berinteraksi segera dengan sekitarnya. Jika tidak terdapat target perlekatan biologi

yang penting pada tempat produksinya, radikal tersebut tidak menimbulkan

kerusakan oksidatif. Antioksidan harus ada pada lokasi tempat radikal diproduksi

untuk mencegah interaksi antara radikal dan target biologinya sebagai kompetitor

dengan radikal untuk substrat biologinya. Informasi ini harus menjadi pedoman

dalam menentukan terapi antioksidan yang sesuai (Kohen dan Nyska, 2002).

Paparan kontinyu dari berbagai tipe stres oksidatif dari berbagai sumber akan

menimbulkan sel dan keseluruhan organisme mengembangkan suatu mekanisme

pertahanan untuk melindungi dari metabolit reaktif tersebut. Mekanisme

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

pertahanan tersebut terdiri dari aktivitas langsung dan tidak langsung. Aktivitas

tidak langsung melibatkan kontrol produksi endogen terhadap ROS misalnya

dengan mengubah aktivitas enzim, yang secara tidak langsung memproduksi

metabolit oksigen. Salah satu enzim tersebut adalah xanthine oxidase. Sistem

perbaikan yang efisien merupakan salah satu metode yang paling penting pada

organisme untuk menanggulangi kerusakan oksidatif, terdiri dari enzim dan

molekul-molekul kecil yang secara efisien memperbaiki tempat kerusakan

oksidatif pada makromolekul. Sistem perbaikan DNA dapat mengidentifikasi

DNA-oxidized adduct (8-hydroxy-2-deoxyguanosine), thiamine glycol, dan tempat

apurinic dan apyramidenic, memindahkannya, dan menggabungkannya dengan

basa yang tidak rusak. Molekul yang dapat mendonasikan atom hidrogen ke

molekul yang rusak juga dapat memperbaiki senyawa, salah satu contohnya

adalah donasi atom hidrogen askorbat atau tocopherol ke radikal asam lemak

yang sebelumnya diserang oleh radikal dan mengalami kehilangan hidrogen.

Pertahanan fisik pada tempat biologis misalnya membran juga merupakan

mekanisme penting yang dapat menanggulangi sel terhadap stres oksidatif.

Senyawa seperti tocopherol dapat menstabilkan membran sel, dan steric

interference dapat mencegah ROS mendekati target. Antioksidan merupakan

mekanisme pertahanan yang sangat penting karena kemampuannya

menghilangkan secara langsung prooksidan dan memiliki efek proteksi maksimal

terhadap tempat biologis. Sistem ini terbentuk melalui suatu proses evolusi,

kemungkinan terhadap respon yang mengubah konsentrasi oksigen atmosfer.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Keunikan dari sistem ini adalah dapat berinteraksi langsung dengan ROS dari

berbagai jenis dan ketetapan perlindungannya terhadap target biologis.

Gambar 2.1 Klasifikasi mekanisme pertahanan seluler antioksidan (Kohen dan

Nyska, 2002)

Sistem ini terdiri dari dua kelompok utama yaitu enzim antioksidan dan

antioksidan berat molekul ringan (LMWA) (Gambar 2.1). Kelompok enzim terdiri

dari direct-acting proteins, misalnya SOD. Protein dari keluarga ini berbeda

dalam struktur dan kofaktornya. Cu-Zn SOD merupakan enzim dengan berat

molekul sekitar 32.000, terdiri dari dua subunit, dimana salah satunya memiliki

Mekanisme

perbaikan (enzim

perbaikan DNA)

Mekanisme pencegahan

(pencegahan produksi ROS

oleh chelation logam)

Pencegahan fisik

(stabilisasi lokasi

biologi, steric

interference)

Mekanisme pertahanan melawan stres oksidasi

Pertahanan antioksidan

Enzim antioksidan

Enzim yang bereaksi

langsung (SOD, katalase,

peroksidase), enzim

penyokong (G6PD,

xanthine oxidase)

Low-Molecular-

Weight

Antioxidants

(LMWA)

(scavengers)

Indirect-acting

LMWA

(chelating

Produk sampah

(asam urat)

Disintesis oleh sel (dipeptide

histidin, carnosine,

homocarnosine, glutathione)

Sumber bahan makanan:

tokoferol, karotin, asam

askorbat)

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

tempat aktif, dan terdistribusi secara luas dalam sel eukariotik yang berlokasi di

sitoplasma. MnSOD merupakan protein dengan berat molekul sekitar 40.000,

dapat ditemukan pada sel prokariotik dan mitokondria eukariotik (Kohen dan

Nyska, 2002).

Tipe SOD lainnya yang ada antara lain extracellular SOD (EC-SOD) dan Fe-

SOD pada tanaman. Enzim ini memiliki struktur, berat molekul dan konstanta laju

reaksi yang berbeda. Aktivitas enzim itu sendiri mampu untuk meningkatkan

dismutase spontan radikal superoksida terhadap H2O2. Perubahan yang bermakna

terhadap konstanta laju reaksi dari berbagai macam SOD tergantung pada pH dan

tempat aktivitasnya. Produk akhir reaksi dismutase yaitu H2O2, dapat dipindahkan

dengan aktivitas enzim katalase dan anggota keluarga peroxidase termasuk

glutathione peroxidase (Chance, dkk., 1979).

Katalase merupakan suatu enzim yang unik dengan KM yang sangat tinggi

untuk substratnya dan dapat memindahkan H2O2 yang ada dalam konsentrasi

tinggi. Enzim ini mengandung empat subunit protein, dimana masing-masingnya

mengandung ion ferri dari kelompok heme yang mengalami oksidasi setelah

interaksi dengan molekul pertama H2O2 untuk menghasilkan Fe+4

dalam struktur

yang disebut senyawa 1. Molekul ke dua dari H2O2 berlaku sebagai donor

elektron dan menghasilkan kerusakan dari dua molekul H2O2 yang terlibat untuk

menghasilkan molekul oksigen. Peroksidase memiliki afinitas yang tinggi untuk

memindahkan H2O2 walaupun ada dalam konsentrasi yang rendah. Donor elektron

pada reaksi ini adalah molekul kecil, seperti misalnya glutathione atau askorbat

(dari tanaman). Pembersihan H2O2 oleh sel merupakan suatu reaksi yang “mahal”,

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

karena ini menggunakan molekul-molekul yang berharga dalam lingkungan sel.

Molekul glutathione sebanyak dua digunakan untuk membersihkan satu molekul

H2O2. Oksigen tidak terbentuk pada reaksi yang terakhir ini, yang

membedakannya antara reaksi oleh peroxidase dan katalase.

Enzim-enzim lainnya dalam lingkungan sel mendukung aktivitas antioksidan.

Glucose-6-phosphate dehydrogenase menyediakan bahan yang mereduksi

(NADPH) yang diperlukan untuk fungsi sel dan penting untuk regenerasi oxidized

antioxidants. Regenerasi oxidized glutathione (GSSG) dalam bentuk tereduksi

(GSH) dilakukan oleh reduced nicotinamide dinucleotide (NADH) (Chance, dkk.,

1979). Beberapa enzim pendukung dapat mengeliminasi oksidan seperti misalnya

xanthine dehydrogenase yang menghasilkan uric acid (antioksidan endogen yang

efektif) (Gul, dkk., 2000).

Kelompok low-molecular-weight antioxidant (LMWA) terdiri dari sejumlah

senyawa yang dapat mencegah kerusakan oksidatif secara langsung dan tidak

langsung terhadap ROS (Kohen dan Gati, 2000). Mekanisme tidak langsung

melibatkan chelation of transition metals yang mencegahnya untuk berpartisipasi

dalam metal-mediated Haber-Weiss reaction (Beckman dan Koppenol, 1996).

Molekul dengan aktivitas langsung memberikan turunan kimia serupa sehingga

dapat memberikan elektronnya kepada radikal oksigen, sehingga dapat mengatasi

radikal tersebut dan mencegahnya menyerang target biologinya. Scavengers

memiliki banyak manfaat di atas Kelompok Antioksidan enzimatik, karena

scavengers merupakan molekul kecil, sehingga dapat berpenetrasi pada membran

sel dan dapat terlokasi pada jarak yang dekat dengan target biologi. Sel dapat

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

meregulasi konsentrasinya, dan dapat diregenerasikan dalam sel. Scavenger

memiliki spektrum aktivitas terhadap berbagai jenis ROS. Mekanisme

pemusnahannya dapat dimulai jika konsentrasi scavenger cukup tinggi untuk

berkompetisi dengan target biologi pada spesies yang merusak tersebut (Kohen

dan Gati, 2000). Aksi LMWA adalah sinergis dan interrelasi di antara LMWA

adalah penting untuk perkembangan pedoman terapi antioksidan. Scavengers

yang berasal dari sumber endogen seperti proses biosintesis dan generasi produk

sampah dari sel dan sumber eksogen dari diet. Sejumlah LMWA yang disintesis

oleh sel hidup atau yang berasal dari produk sampah adalah sedikit saja (misalnya

histidine dipeptides, glutathione, uric acid, lipoic acid, dan bilirubin).

Kebanyakan LMWA berasal dari sumber diet (Kohen dan Nyska, 2002).

Karakteristik scavenger adalah aktivitasnya yang bereaksi secara langsung

dengan radikal dan menghilangkannya dengan memberikan elektron kepada

spesies reaktif tersebut. Reaksi ini menghasilkan konversi dari scavenger itu

sendiri menjadi radikal, meskipun tidak reaktif (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Mekanisme aktivitas scavenger (Kohen dan Nyska, 2002)

Oksidasi lebih lanjut dari scavenger

Regenerasi

(kimia atau

enzimatik)

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Radikal scavenger dapat mengalami oksidasi lebih lanjut atau teregenerasi

menjadi bentuk tereduksi, reducing antioxidant, oleh scavenger lainnya yang

memiliki potensial oksidasi yang sesuai. Ascorbyl radical misalnya dapat diolah

kembali menjadi bentuk tereduksinya (ascorbic acid) dengan bantuan glutathione.

Ascorbic acid sendiri akan menjadi radikal, yang dapat menerima elektron dari

donor lainnya, misalnya NADH. Proses regenerasi dapat merupakan murni

kimiawi atau suatu enzim dapat terlibat dalam transfer elektron (Gambar 2.3).

Aktivitas kooperatif ini menjelaskan sinergisitas yang didapatkan saat beberapa

scavenger terlibat dan dapat dipergunakan untuk mendapatkan manfaat dari

kombinasi LMWA dalam terapi antioksidan.

Glutathione merupakan suatu massa dengan berat molekul rendah.

Glutathione merupakan suatu tripeptide yang mengandung thiol, dengan bentuk

tereduksinya glutamic acid-cysteine-glycine (GSH) dan bentuk teroksidasinya

berupa GSSG (dimana 2 molekul GSH bergabung melalui oksidasi grup SH dari

residu cysteine untuk membentuk jembatan disulphide (Kohen dan Nyska, 2002).

Glutathione terdapat pada manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan bakteri

aerob dengan konsentrasi tinggi mencapai milimolar. Glutathione berlaku sebagai

suatu kofaktor dari enzim peroksidase, jadi sebagai antioksidan tidak langsung

mendonasikan elektron yang diperlukan untuk mendekomposisikan H2O2.

Senyawa ini juga terlibat dalam berbagai jalur biokimia dan fungsi sel lainnya

(Barhoumi, dkk., 1993).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Gambar 2.3 Interrelasi di antara LMWA (Kohen dan Nyska, 2002)

Glutathione mencegah oksidasi kelompok protein -SH dan untuk transportasi

copper (Gul, dkk., 2000). Glutathione dapat berlaku chelating agent untuk ion

copper dan mencegahnya berpartisipasi dalam reaksi Haber-Weiss, berlaku

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

sebagai kofaktor untuk beberapa enzim seperti misalnya glyoxylase, dan terlibat

dalam biosintesis leukotriene. Glutathione memegang peranan dalam protein

folding degradation and cross lingking. Glutathione dapat memusnahkan ROS

secara langsung. Glutathione berinteraksi dengan radikal OH., ROO

., dan RO

.

seperti juga HCLO dan „O2 saat bereaksi dengan ROS, yang menghasilkan radikal

glutathione, sehingga dapat meregerasikannya menjadi bentuk tereduksi dari

glutathione (Gul, dkk., 2000).

2.3 Stres Oksidatif pada Malnutrisi Berat (MB)

Produksi berlebihan dari reactive oxygen intermediates (superoxide anion

(O2–), hydroxyl radical (OH

•), singlet oxygen dan hydrogen peroxide (H2O2)

dalam eritrosit terjadi pada kondisi malnutrisi yang menimbulkan terjadinya stres

oksidatif (Ghone, dkk., 2013). Malondialdehyde (MDA) merupakan suatu produk

antara teroksidasi yang sering digunakan sebagai petanda yang dapat dipercaya

terhadap lipid peroxidation pada malnutrisi. Malonndialdehyde (MDA) serum

meningkat jumlahnya dan terjadi penurunan kadar vitamin E serum, zinc dan

erythrocyte superoxide dismutase pada pasien MB. Setelah diberikan

suplementasi antioksidan selama sebulan didapatkan kadar MDA menurun secara

bermakna dan kadar zinc serta kapasitas erythrocyte superoxide dismutase

meningkat secara bermakna. Kadar vitamin E mengalami peningkatan yang tidak

bermakna jika dibandingkan dengan kadar sebelum disuplementasi. Defisiensi

yang berat dari berbagai macam nutrisi pada MB menimbulkan generasi stres

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

oksidatif berat. Efek ini dapat diminimalisasi dengan pemberian suplementasi

antioksidan (Anuradha, dkk., 2008).

Beberapa mekanisme menjelaskan kemungkinan faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya peningkatan stres oksidatif pada MB. Faktor terpenting

adalah asupan yang kurang dari nutrien misalnya karbohidrat, protein, vitamin,

sehingga menimbulkan akumulasi ROS. Pada malnutrisi didapatkan kekurangan

konsentrasi antioksidan enzimatik dan nonenzimatik bersamaan dengan trace

elemen. Mekanisme yang ke dua terhadap terjadinya peningkatan stres oksidatif

pada MB adalah kemungkinan karena aktivasi kronik nonspesifik dari sistem

kekebalan tubuh karena inflamasi kronik. Peningkatan aktivasi MDA pada anak

MB kemungkinan karena deplesi sebagian besar enzim antioksidan sebagai

mekanisme kompensasi untuk melindungi membran sel dari efek merugikan

radikal bebas (Bosnak, dkk., 2010).

Pada anak-anak yang menderita MB (dengan edema tetapi tidak yang tanpa

edema) terjadi pengurangan konsentrasi GSH dalam plasma dan darah jika

dibandingkan dengan anak-anak dengan status nutrisi yang baik (Becker, dkk.,

1995). Pada penelitian lainnya menunjukkan hasil yang berbeda yaitu didapatkan

bahwa pada ke dua tipe malnutrisi baik marasmus maupun kwashiorkor terjadi

pengurangan aktivitas antioksidan. Pada anak dengan marasmus didapatkan

adanya pengurangan red cell glutathione dan peningkatan lipid peroxidation

(Tatli, dkk., 2000), dan didapatkan adanya penurunan sintesis erythrocyte

glutathione pada kwashiorkor (Reid, dkk., 2000).

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Siklus redox GSH merupakan komponen utama pertahanan antioksidan

tubuh. Konsentrasi yang menurun dari GSH menunjukkan kerusakan kapasitas

antioksidan. Anak-anak yang mengalami malnutrisi tipe edema mengalami

peningkatan beberapa petanda oxidant-induced lipid peroxidation seperti

misalnya malondialdehyde, hexanal (Lenhartz, dkk., 1998), dan lipid

hydroperoxide (Reid, dkk., 2000). Kerusakan pada pertahanan antioksidan pada

kwashiorkor dan marasmus kwashiorkor menimbulkan terjadinya kerusakan

radikal bebas pada membran sel dan kerusakan ini akan memegang peranan

penting dalam patogenesis penyakit (Jackson, 1986). Glutathione selular

merupakan senyawa antioksidan utama yang bereaksi secara langsung dalam

menghilangkan ROS dan sebagai substrat dari beberapa peroksidase. Penelitian

lain menunjukkan bahwa pada malnutrisi protein menginduksi terjadinya

pengurangan pertahanan antioksidan tetapi tidak menyebabkan peningkatan

radikal bebas. Pada kondisi malnutrisi protein terjadi penurunan metabolisme

mitokondria di otak dan hati, yang kemungkinan menghasilkan penurunan

produksi ROS (Wu, dkk., 2001).

Penelitian mengenai suplementasi diet awal dengan menggunakan cysteine

pada anak dengan malnutrisi berat dengan edema didapatkan konsentrasi dan laju

sintesis absolut GSH meningkat pada kelompok yang mendapatkan suplementasi

cysteine dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan ini berhubungan dengan efek

suplementasi terhadap konsentrasi cysteine eritrosit. Glutamic acid-cysteine-

glycine (GSH) disintesis de novo dari glycine, cysteine, dan glutamate dalam

reaksi yang dikatalisasi oleh γ-glutamylcysteine synthetase dan GSH synthetase,

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

yang dapat diregenerasi dari oxidized glutathione dalam reaksi yang dikatalisasi

oleh GSH reductase. Ketidakmampuan dalam mempertahankan laju sintesis yang

cukup terhadap ke tiga peptide tersebut dapat disebabkan karena limitasi dalam

penyediaan bahan atau defek pada jalur sintesis GSH atau karena ke duanya

(Badaloo, dkk., 2002). Penelitian sebelumnya pada tikus menunjukkan bahwa

baik aktivitas maupun jumlah γ-glutamylcysteine synthetase hati, rate limiting

enzyme for GSH synthesis adalah tidak menurun dengan konsumsi diet rendah

protein. Fakta ini menunjukkan bahwa jalur sintesis GSH tidak mengalami

kerusakan pada malnutrisi protein (Hunter dan Grible, 1997). Jadi berdasarkan hal

tersebut keterlambatan restrorasi kadar GSH sel pada anak dengan malnutrisi

berat dengan edema adalah akibat dari kekurangan cysteine (Badaloo, dkk., 2002).

TAOS terdiri dari kapasitas antioksidan yang berasal dari protein total (85%,

terutama albumin, juga transferrin dan ceruloplasmin), uric acid (12%), bilirubin

(4%), carotinoids (3%), tocopherols (1%), dan ascorbic acid (1%). TAOS pada

anak-anak yang mengalami kwashiorkor menurun sampai kurang dari 50%

dibandingkan dengan kontrol anak-anak dengan status nutrisi normal. Penurunan

TAOS terjadi pada hari ke 1, 4, 8, 14, dan 20 (keseluruhan periode observasi).

Taos terendah terjadi pada hari ke-4, kemudian mengalami peningkatan sampai

hari ke-14, dan kemudian menurun kembali pada hari ke-20. Konsentrasi

glutathione eritrosit mengalami penurunan pada pasien kwashiorkor.

Konsentrasinya mencapai normal pada minggu ke-2 bagi pasien-pasien yang

selamat dan menurun atau menetap rendah pada pasien-pasien yang letal. Nitrit

dan nitrat juga didapatkan kadarnya meningkat dua kali pada kwashiorkor pada

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

keseluruhan periode tersebut. Penelitian ini mendukung hipotesis bahwa stres

oksidatif dan nitrosatif memegang peranan alam patofisiologi malnutrisi dengan

edema. Strategi untuk profilaksis dan terapeutik harus diarahkan pada koreksi

yang hati-hati terhadap berkurangnya status antioksidan pasien (Fechner, dkk.,

2001).

Kadar zinc serum pada anak MB lebih rendah secara bermakna jika

dibandingkan dengan anak nutrisi baik. Kadar zink ini juga lebih rendah secara

bermakna pada anak-anak MB dengan lesi kulit jika dibandingkan dengan tanpa

lesi kulit. Kapasitas antioksidan total juga didapatkan lebih rendah pada anak-

anak MB. Konsentrasi MDA pada anak MB didapatkan lebih tinggi dibandingkan

dengan kontrol. Kapasitas antioksidan total dan hipoalbuminemia juga berkorelasi

positif dengan kadar zinc serum yang rendah. Defisiensi trace elemen serum

menimbulkan penurunan proteksi antioksidan kemungkinan merupakan suatu

faktor yang berkontribusi dalam patofisologi malnutrisi energi protein dan

penggantian elemen ini dalam penatalaksanaan kondisi MB adalah penting (Jain,

dkk., 2008).

Sharda (2006) melakukan penelitian mengenai aktivitas antioksidan total

pada beberapa penyakit anak dan neonatus, salah satunya pada malnutrisi.

Penelitian ini mendapatkan bahwa terjadi penurunan kadar aktivitas antioksidan

total pada anak-anak yang mengalami MB (Tabel 2.1). Penurunan kadar aktivitas

antioksidan total ini tampaknya disebabkan karena multifaktorial seperti misalnya

kadar serum zinc, vitamin A, ascorbic acid, selenium yang rendah, infeksi

berulang, peningkatan besi bebas, dan stadium kelaparan kronis.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Tabel 2.1

Kadar Aktivitas Antioksidan Total (µmol/L) pada Kontrol, Marasmus dan

Kwashiorkor Saat Presentasi, Follow-up Pertama dan Ke dua (Sharda, 2006)

Subjek Malnutrisi Rata-rata + SD Nilai p

Kontrol n= 16 591,88 + 172,59

Saat presentasi Marasmus dan kwashiorkor (n=35) 322,93+114,91 < 0,001

Marasmus (n=22) 374,18+103,43 < 0,001

Kwashiorkor (n=13) 236,20+75,55 < 0,001

Follow up

pertama

Marasmus dan kwashiorkor (n=18) 385,55+91,68 < 0,001

Marasmus (n=9) 397,33+95,12 < 0,001

Kwashiorkor (n=9) 373,75+92,18 < 0,001

Follow up ke

dua

Marasmus dan Kwashiorkor

(n=10)

450,33+85,77 < 0,001

Marasmus (n=5) 430,30+78,43 <0,05

Kwashiorkor (n=5) 436,36+101,86 <0,05

Setelah diberikan suplementasi antioksidan, terjadilah meningkatan kadar

aktivitas antioksidan total, tetapi sampai akhir bulan ke dua belum juga mencapai

kadar yang sama dengan kontrol. Peningkatan kadar aktivitas antioksidan total

lebih tinggi pada kelompok yang mendapatkan antioksidan pada follow up

pertama dan ke dua (Tabel 2.2).

Tabel 2.2

Kadar Aktivitas Antioksidan Total (µmol/L) pada Marasmus dan Kwashiorkor

dengan dan Tanpa Suplementasi Antioksidan selama Follow up (Sharda, 2006)

Subjek Rata-rata + SD Nilai P

Follow up pertama dengan suplementasi

n=13

405,61 + 95,47 <0,05

Follow up pertama tanpa suplementasi n=5 373,39 + 69,57 Tidak bermakna

Follow up ke dua dengan suplementasi n=8 428,03 + 83,28 <0,05

Follow up ke dua tanpa suplementasi n=2 454,55 + 128,6 Tidak bermakna

Saat presentasi n = 35 322,93 +

114,91

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Fungsi intestinal mengalami kerusakan pada malnutrisi. Malnutrisi

menyebabkan penurunan pertahanan antioksidan. Stres oksidatif merupakan

komponen dari kerusakan gastrointestinal. Pada penelitian yang menggunakan

tikus dengan diet rendah protein selama 4 minggu didapatkan aktivitas katalase

pada mukosa intestinal kelompok tikus dengan diet rendah protein meningkat

lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Konsentrasi glutathione dan

aktivitas superoxide dismutase dan Se-dependent glutathione peroxidase pada

mukosa intestinal adalah sama dengan kelompok kontrol. Basal short-circuit

current (Isc) dan agonis Isc yang diinduksi oleh glukosa dan forskolin, seperti

juga rf-lactoglobulin fluxes, lebih tinggi pada kelompok protein rendah. Stres

H2O2 eksogen meningkatkan Isc secara bermakna pada kelompok protein rendah

lebih tinggi daripada kelompok protein normal, tetapi tidak mengubah

permeabilitas protein. Hasil ini menunjukkan bahwa malnutrisi menginduksi

kerusakan radikal bebas intestinal dan mengubah transpor epitel, yang

menunjukkan bahwa stres oksidatif berkontribusi terhadap disfungsi intestinal

yang berhubungan dengan malnutrisi (Darmon, dkk., 1993)

2.4 Respon Imun pada Malnutrisi Berat (MB)

Pertahanan tubuh melawan mikroba diawali dengan kekebalan alamiah dan

diselanjutnya melalui respon kekebalan didapat. Kekebalan alamiah terdiri dari

pertahanan seluler dan mekanisme pertahanan biokimia yang telah ada walaupun

tanpa ada infeksi sebelumnya dan langsung dapat berespon terhadap infeksi.

Kekebalan alamiah ini terdiri dari barier fisik dan kimia (epitel dan bahan kimia

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

antimikroba yang diproduksi permukaan epitel), sel fagosit (neutrofil,

makrofag), sel dendritik, sel natural killer (NK cell), protein dalam darah (bagian

dari sistem komplemen dan mediator inflamasi lainnya, dan sitokin (protein yang

meregulasi dan mengkoordinasi berbagai aktivitas sel kekebalan alamiah) (Abbas,

dkk., 2012b) (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Skema sistem kekebalan tubuh

Sel-sel utama pada kekebalan didapat adalah limfosit (limfosit B dan limfosit

T (sel T helper, sel T sitotoksik, sel T regulator)), antigen presenting cells (APC),

dan effector cells. Sel T helper akan mensekresikan sitokin apabila terdapat

stimulasi antigenik. Sitokin ini bertanggung jawab terhadap berbagai respon

seluler pada kekebalan alamiah dan didapat, jadi berfungsi sebagai molekul

messenger sistem imun. Sitokin yang disekresikan tersebut akan menstimulasi

proliferasi dan diferensiasi sel T itu sendiri dan mengaktivasi sel lainnya (sel B,

makrofag, dan leukosit lainnya). Sitokin bekerja secara autokrin, parakrin, atau

endokrin (Abbas, dkk., 2012b).

Hubungan yang fundamental antara malnutrisi dan imunitas pertama kali

digambarkan oleh Smythe dkk., sebagai defisiensi timolimfatik yang disebabkan

Kekebalan tubuh

Kekebalan alamiah:

1. barier fisik dan kimia

2. sel fagosit (neutrofil,

makrofag), sel dendritik, NK

cell,

3. protein dalam darah,

4. sitokin

Kekebalan didapat:

1. limfosit (limfosit B dan

limfosit T (sel T helper,

sel T sitotoksik, sel T

regulator) ),

2. APC

3. effector cells

sitokin

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

oleh malnutrisi kalori protein (Smythe, dkk., 1971). Penelitian akhir-akhir ini juga

menggambarkan timus sebagai “barometer malnutrisi” (Prentice, 1999) yang

mengidentifikasi bagaimana defisiensi nutrien spesifik misalnya zinc

berhubungan dengan malnutrisi klinis dan gangguan fungsi timus (Paren, dkk.,

1994).

Berbagai abnormalitas pada respon imun didapatkan berhubungan dengan

kondisi malnutrisi energi protein, antara lain dalam hal jumlah sel T, rasio subset

set T, aktivitas NK cells, dan produksi sitokin. Hasil dari penelitian-penelitian

tersebut masih kontroversi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa malnutrisi

menurunkan fungsi sel T, produksi sitokin, dan kemampuan limfosit berespon

terhadap sitokin (Rodriguez, dkk., 2005).

Respon sel T terhadap stimulus tergantung pada signal yang diterima dari

APC. Sel dendritik (salah satu APC) pada penderita malnutrisi jumlahnya

berkurang. Jumlah APC meningkat setelah diterapi dengan terapi standar. Pada

malnutrisi terdapat kegagalan maturasi sel dendritik yang berhubungan dengan

endotoksemia. Anergi pada sel dendritik ini menyebabkan kegagalan proliferasi

dari sel T (Hughes dkk, 2009).

Limfosit CD4+ anak gizi baik yang mengalami infeksi memiliki kemampuan

cukup untuk berdiferensiasi. Fraksi sel CD4+CD45RO

+ (memori) meningkat dan

sel CD4+CD45RA

+ (naive) menurun dalam darah tepi. Limfosit CD4

+ pada anak

malnutrisi tidak mampu mencapai jumlah fraksi sel memori yang cukup untuk

memberikan perlindungan terhadap antigen luar dan untuk menimbulkan aktivitas

helper sintesis antibodi spesifik antigen (Najera dkk., 2001).

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Pada penelitian mengenai efek infeksi dan malnutrisi terhadap proporsi subset

limfosit perifer, didapatkan bahwa pada anak gizi baik yang mengalami infeksi

bakteri terjadi penurunan proporsi TCD3+, CD4

+, dan CD8

+, tetapi terdapat

peningkatan proporsi limfosit B (CD20+) bila dibandingkan anak gizi baik tanpa

infeksi bakteri. Pada anak malnutrisi dengan infeksi juga terjadi penurunan

proporsi limfosit T CD4+ tetapi proporsi limfosit B (CD20+) juga menurun jika

dibanding anak gizi baik yang mengalami infeksi. Hal ini menunjukkan bahwa

penurunan proporsi T limfosit pada anak gizi baik yang mengalami infeksi

tersebut berhubungan dengan penyakit infeksinya, dan ketidakmampuan untuk

meningkatkan proporsi limfosit B pada anak malnutrisi berhubungan dengan

menurunnya sintesis beberapa molekul yang terlibat dalam respon imunologis,

sebagai akibat kurangnya nutrisi pada anak malnutrisi (Najera dkk., 2004).

Produksi IL-4 dan IL-10 dari sel CD4+ dan CD8

+ anak malnutrisi meningkat,

sementara produksi IL-2 dan IFN-γ menurun jika dibandingkan antara anak

malnutrisi dengan anak gizi baik tanpa dan dengan infeksi. Anak malnutrisi

menunjukkan gangguan pada kemampuan aktivasi, akibat dari intensitas

fluoresensi sel CD69+ dan CD 25

+ lebih rendah dari sel-sel pada anak dengan gizi

baik baik yang tidak terinfeksi maupun yang terinfeksi. Hasil ini menunjukkan

bahwa malnutrisi mengubah kapasitas sel CD4+ dan CD 8

+ untuk memproduksi

IL-2, IFN-γ, IL-4 dan IL-10 terhadap respon dari infeksi. Kerusakan fungsional

ini kemungkinan terlibat dalam kegagalan untuk berkembangnya respon imun

spesifik dan sebagai predisposisi dari infeksi pada anak-anak tersebut (Rodriguez,

dkk., 2005).

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Pada tikus yang mengalami restriksi diet selama 7 hari didapatkan adanya

gangguan eksudasi sel polimorfonuklear (PMN) ke tempat lokal inflamasi

(peritonitis), terjadi penurunan dari ekspresi CD 11b/CD 18 dan produksi

macrophage inflammatory protein 2 (MIP-2), penurunan kemokin spesifik PMN

(TNF-α, IL-6, IL-10), dan peningkatan reactive oxygen intermediate (ROI).

Setelah perbaikan pemberian makan, maka dalam waktu singkat terjadi perbaikan

pertahanan tubuh dengan perbaikan fungsi PMN dan produksi kemokin pada

tempat inflamasi lokal (Ikeda, dkk., 2001).

Tikus model malnutrisi (yang diberikan restriksi diet selama 4 minggu)

mengalami peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi dalam darah (TNF, IL-1,

dan IFN-gamma sitokin Th-1) dibandingkan dengan kontrol, akan tetapi tidak

terdapat perbedaan dalam sitokin antiinflamasi TGF-beta. Ekspresi mRNA yang

mengkoding TNF dan IL-1 pada jantung juga meningkat. Ekspresi sitokin Th-1

(IFN-gamma) dan sitokin Th-17 (IL-17 dan IL-23p19) juga meningkat. Ekspresi

mRNA sitokin pada hati tidak mengalami perubahan pada malnutrisi (Stevanovic,

dkk., 2010).

Malnutrisi kalori protein menginduksi terjadinya supresi kekebalan tubuh,

terjadi kerusakan macrophage respiratory burst activity (superoxide anion [O2-]

generation). Penelitian pada tikus yang mengalami malnutrisi menunjukkan

bahwa pada kondisi malnutrisi kalori protein ringan dan berat mengalami

gangguan dalam pelepasan O2-. Ekspresi mannose-fucose receptor (MFR) juga

mengalami penurunan. Pada kondisi malnutrisi kalori protein ringan didapatkan

adanya peningkatkan produksi prostaglandin E2 makrofag secara sekunder

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

sebagai akibat dari peningkatan kandungan arachidonic acid phospholipid,

dengan inhibisi berikutnya dari O2- dan ekspresi MFR. Malnutrisi kalori protein

berat menginhibisi O2- makrofag melalui deplesi komponen fosfolipid membran

sehingga terjadi gangguan dalam signal transduction (Redmond, dkk., 1991).

Sitokin proinflamasi (IL-1, TNF, IL-6) memediasi terjadinya respon inflamasi

lokal, seperti misalnya panas, kemerahan, nyeri, bengkak, dan efek sistemik

seperti misalnya demam dan anoreksia (Gambar 2.5). Induksi dan sintesis sitokin

dikontrol oleh proses interaksi kompleks yang memerlukan keseimbangan untuk

menghindari terjadinya self injury selama respon inflamasi. Pada kondisi

malnutrisi, keseimbangan yang ketat tersebut mengalami gangguan. Anak dengan

MAB sering mengalami pengurangan respon inflamasi dan respon demam.

Sehubungan dengan hal tersebut berdasarkan penelitian invitro didapatkan bahwa

terjadi penurunan produksi IL-1 dan TNF dari monosit sirkulasi (Doherty, dkk.,

1994). Konsentrasi yang tinggi dari IL-6 dan TNF juga didapat pada anak dengan

malnutrisi tanpa infeksi (Sauerwein, dkk., 1997). Penelitian lebih jauh lagi perlu

dilakukan untuk mengetahui peranan dari mediator ini pada malnutrisi.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Gambar 2.5 Efek Lokal dan Sistemik Sitokin dalam Inflamasi (Abbas, dkk.,

2012c)

Pada anak dengan malnutrisi terjadi suatu perubahan keseimbangan respon

imun tipe 1 dan tipe 2 yang mungkin menjadi penyebab ketidakmampuan dari

sistem imun pada anak dengan malnutrisi untuk mengatasi infeksi. Ekspresi gen

TNF-α, IL-4, dan IL-10 meningkat dan ekspresi gen IL-2, interferon gamma, dan

IL-6 berkurang pada anak malnutrisi bila dibandingkan antara anak malnutrisi

dengan anak gizi baik yang mengalami infeksi (Gonzalez-Martinez dkk., 2008).

Konsentrasi IL-6, C-reactive protein (CRP), dan soluble receptors of TNF α

(sTNFR-p55 dan sTNF-p75) didapatkan meningkat pada anak malnutrisi energi

protein terutama pada anak dengan kwashiorkor. Konsentrasi soluble receptors of

IL-6 (sIL6R-gp80) dan antagonis reseptor IL-1 tidak berbeda bermakna dengan

anak sehat. Konsentrasi IL-6, sTNFR-p55 dan sTNFR-p75 didapatkan meningkat

pada kwashiorkor walaupun tanpa adanya infeksi (Sauerwein dkk., 1997). Pada

penelitian dengan tikus yang mengalami malnutrisi energi protein berat

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

didapatkan bahwa protein malnutrisi yang menginduksi ekspresi IL-6 dan α-2

makroglobulin, yang kemudian memodulasi respon protein fase akut terhadap

inflamasi (Lyoumi dkk, 1998).

Penelitian tentang IL-6 pada malnutrisi ini memberikan hasil yang masih

kontroversial, ada yang mendapatkan konsentrasinya meningkat dan ada yang

mendapatkan ekspresi gennya menurun. Hal ini mungkin karena sampel dari

penelitian tersebut berbeda yaitu menggunakan anak dengan malnutrisi ringan dan

sedang saja (Gonzalez-Martinez dkk., 2008). Interleukin-6 selain berfungsi

sebagai sitokin proinflamasi juga sebagai sitokin antiinflamasi. Interleukin-6

setelah berikatan dengan reseptor permukaan merangsang sel hati memproduksi

protein fase akut dengan beberapa jalur. Jalur pertama melalui jalur aktivasi

receptor-associated Janus-activated kinases (JAKs) yang mengaktifkan faktor

transkripsi signal tranducers and activators of transcription (STATs).

Pengaktivan dari STATs ini memegang peranan penting dalam menginduksi dan

memodulasi transkripsi gen multipel temasuk yang mengkode protein fase akut.

Salah satu protein fase akut pada tikus yaitu α1-acid glycoprotein meningkat

kadarnya saat terjadi inflamasi dan dipengaruhi oleh TNF, IL-1, dan IL-6. Jalur ke

dua adalah yang melibatkan berbagai macam mitogen-activated protein (MAP)

kinase family yang menghasilkan respon berupa sekresi sitokin proinflamasi (TNF

dan IL-1) (Ling dkk., 2004).

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

2.5 Perlemakan Hati pada Malnutrisi Berat

Penyakit perlemakan hati atau fatty liver disease (FLD) dibagi menjadi dua

bagian besar yaitu alcoholic FLD (AFLD) dan nonalcoholic FLD (NAFLD).

Umumnya AFLD dan NAFLD diawali dengan steatosis hati. Jika steatosis ini

terus berlangsung maka akan berkembang menjadi steatohepatitis, cirrhosis, dan

kanker hati. Steatosis hati menunjukkan adanya akumulasi berlebih lemak

(trigliserida) pada sel parenkim hati (hepatosit), dan terjadi karena berbagai

penyebab.

Steatosis hati secara morfologi bermanifestasi sebagai akumulasi droplet

lemak intrasitoplasma besar (makro vesikular) atau kecil (mikro vesikular) dalam

sel parenkim hati. Diagnosis steatosis dibuat jika kandungan lemak hati melebihi

5-10% dari beratnya.

Pada kondisi malnutrisi misalnya kwashiorkor, hepatic steatosis yang terjadi

utamanya adalah makro vesikular. Pada bentuk makro vesicular didapatkan suatu

vakuola tunggal lemak besar dalam sel hepatosit yang mengisi sitoplasma dan

menggeser inti ke perifer, sehingga didapatkan gejala khas yang disebut signet

ring appearance. Steatosis hati itu sendiri tidak berbahaya, reversibel, dan tidak

progresif jika penyebabnya dihilangkan. Perkembangan menjadi steatohepatitis

baik pada ASH maupun NASH dipengaruhi oleh masih tetapnya dan keparahan

dari penyebab steatosis hati tersebut (Reddy dan Rao, 2006).

Sistem oksidasi asam lemak mitokondria, peroxisomal, dan mikrosomal di

hati diregulasi oleh peroxisome proliferator activated receptor-α (PPAR-α) dan

memetabolisme energi. Peningkatan PPAR-α sensing di hati dan induksi dari ke

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

tiga sistem oksidasi asam lemak akan menghasilkan peningkatan pembakaran

energi dan mengurangi cadangan lemak. Penurunan PPAR-α sensing dan atau

penurunan kapasitas oksidasi asam lemak akan menimbulkan pengurangan

penggunaan energi dan meningkatkan lipogenesis (dimediasi PPAR-γ),

menghasilkan steatosis dan steatohepatitis. Steatohepatitis alkohol dan nonalkohol

disebabkan karena gangguan pada sistem oksidasi asam lemak di hati.

Abnormalitas yang berhubungan dengan sistem oksidasi asam lemak yang

berbeda disebabkan karena genetik, racun (termasuk obat-obatan), dan gangguan

metabolisme juga akan menghasilkan penurunan pembakaran energi di hati,

sehingga menimbulkan penumpukan lemak di sel hati. Efisiensi dari PPAR-α

sensing di hati penting untuk mengenal dan merespon influx asam lemak dalam

kasus kelaparan atau puasa, dimana influx asam lemak secara kuat menginduksi

aktivitas ke tiga sistem oksidasi asam lemak untuk mencegah steatosis hati. Puasa

semalaman atau berkepanjangan menimbulkan steatosis hati berat jika PPAR-α

sensing tidak efisien (Reddy dan Rao, 2006).

Infiltrasi lemak ekstensif merupakan salah satu gambaran kardinal dari MB

pada anak. Patogenesis terjadinya penumpukan lemak hati pada MB masih

kontroversi. Beberapa hipotesis diperkirakan sebagai penyebab perlemakan hati

yaitu peningkatan sintesis lemak hati, redistribusi lemak dari jaringan lemak, tidak

cukupnya sekresi lipoprotein, abnormalitas lipase lipoprotein, dan toksisitas

mikotoksin. Akibat dari akumulasi lemak ini adalah disfungsi dari hati sehingga

didapatkan peningkatan dari bilirubin atau transaminase serum sehingga

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

menimbulkan prognostik yang buruk bagi anak-anak tersebut (Doherty, dkk.,

1991).

Akumulasi lemak terjadi melalui salah satu atau kombinasi dari tiga

mekanisme yaitu peningkatan sintesis lemak hati, gangguan pada transportasi

pengeluaran lemak hati, atau penurunan pemecahan lemak dalam hati. Mekanisme

peningkatan sintesis lemak hati tidak dapat dikonfirmasi dengan didapatkannya

penurunan dari aktivitas glucose-6-phosphatase. Mekanisme tidak adekuatnya

sintesis lipoprotein dan sekresinya secara teori tampaknya merupakan penjelasan

yang tepat. Konsentrasi lipoprotein sirkulasi didapatkan rendah pada anak dengan

malnutrisi berat dan sintesis protein pun mengalami gangguan. Lemak hati tidak

berkorelasi baik dengan konsentrasi sirkulasi lipoprotein.

Mekanisme yang ke tiga yaitu penurunan pemecahan lemak hati (Doherty,

dkk., 1991). Penelitian Leung dan Peter (1986) melihat biopsi hati yang diambil

dari pasien perlemakan hati karena alkohol dan mendapatkan adanya gangguan β-

oksidation, menyimpulkan bahwa penurunan β-oksidation ini penting dalam

patogenesis perlemakan hati. Beta-oxidation lemak terutama terjadi dalam

mitokondria tetapi fungsi mitokondria pada anak malnutrisi berat masih baik

(Waterlow, 1961), sehingga hipotesis gangguan β-oxidation sebagai penyebab

perlemakan hati menjadi jauh. Lazarow dan de Duve (1976) mendapatkan peranan

peroxisomal β-oxidation serupa tetapi merupakan suatu sistem yang terpisah dari

yang terjadi pada mitokondria. Kemungkinan disfungsi peroxisome sebagai

bagian dari patogenesis perlemakan hati (Doherty, dkk., 1991).

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Peroxisome merupakan suatu organela subseluler yang tersebar pada seluruh

sel mamalia dengan jumlah yang besar pada hepatosit. Pada kondisi normal,

peroxisome melakukan sekitar 10% dari total β-oxidation lemak. Peroxisome

memiliki kapasitas untuk menyelesaikan β-oxidation substratnya, tetapi hal ini

belum pernah diobservasi secara in vivo. Peroxisome memendekan asam lemak

rantai panjang yang kemudian ditransportasi ke mitokondria untuk proses oksidasi

lebih lanjut. Secara teori, walaupun dalam kondisi fungsi mitokondria masih baik,

maka suatu defek yang terjadi pada peroxisome (β-oxidation) masih

memungkinkan menimbulkan akumulasi lemak hati. Akumulasi lemak kemudian

cenderung pada rantai yang lebih panjang. Transportasi asam lemak

menyeberangi membran peroxisome terjadi tidak tergantung dari karnitin,

sementara pada mitokondria sebaliknya. Tidak seperti mitokondria, peroxisomal

β-oxidation tidak terganggu pada kondisi tanpa adanya riboflavin. Aktivitas

sistem peroxisomal β-oxidation dipengaruhi oleh banyak faktor eksternal.

Peroxisome memiliki waktu paruh yang pendek dan ini dapat berkurang lagi

dengan adanya stres tertentu (Doherty, dkk., 1991).

Penelitian pada tikus yang sedang dalam masa pertumbuhan (usia 4 minggu)

diberikan diet rendah protein (3 g kasein/100 g diet) dengan atau tanpa MCT

selama 30 hari dibandingkan dengan tikus yang mendapatkan cukup protein (20 g

kasein/100 g diet) dengan atau tanpa MCT. Pada penelitian tersebut didapatkan

bahwa tikus dengan diet rendah protein selama 1 bulan tersebut mengalami

perlemakan hati dan lebih prominen terjadi pada tikus yang mendapatkan diet

tanpa MCT. Respiratory quotient tikus dengan diet rendah protein dan tanpa MCT

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

lebih tinggi secara bermakna dibanding tikus dengan diet rendah protein dengan

MCT. Kandungan trigliserida hati dari tikus dengan diet rendah protein dengan

MCT didapatkan lebih rendah dibandingkan dengan tikus yang mendapatkan diet

rendah protein tanpa MCT. Kadar carnitine palmitoyltransferase (CPT) 1a mRNA

dan CPT 2 mRNA menurun secara bermakna pada hati dari tikus yang

mendapatkan diet rendah protein tanpa MCT dibandingkan kelompok lainnya. Hal

ini menunjukkan bahwa pada tikus yang sedang dalam masa pertumbuhan akan

mengalami perlemakan hati jika diberikan diet rendah protein.

Penimbunan trigliserida hati akan berkurang dengan penambahan MCT pada

tikus tersebut, dan kadar CPT 1a mRNA dan CPT 2 mRNA dapat dipertahankan

seperti kondisi normal. Penelitian tersebut menunjukkan perlemakan hati pada

kondisi diet rendah protein disebabkan karena penurunan ekspresi gen yang

mengkode pembentukan protein yang terlibat dalam oksidasi asam lemak. Enzim

membran terluar mitokondria, CPT 1a, memegang peranan penting dalam regulasi

β-oxidation di hati. Medium chain fatty acid dapat menyeberangi membran

mitokondria untuk oksidasi melalui carnitine-independent mechanism, sehingga

penimbunan trigliserida hati dapat dikurangi dengan pemberian MCT pada tikus

yang mendapatkan diet rendah protein. Peningkatan β-oxidation akan

menghasilkan acetyl-CoA yang berlebih. Acetyl-CoA ini akan diubah menjadi

badan keton.

Gen Medium-chain acyl-CoA dehydrogenase (MCAD) dan Acyl-CoA oxidase

(ACO) merupakan gen target PPARα disamping CPT 1a dan CPT 2. Pada

penelitian tersebut gen MCAD dan ACO tidak berbeda bermakna ekspresinya

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

pada kelompok tikus yang mendapatkan diet rendah protein dengan dan tanpa

MCT. Faktor selain PPARα kemungkinan penting untuk meregulasi ekspresi gen

CPT 1a dan CPT2 dengan suplementasi MCT. Medium chain fatty acid

dimetabolisme melalui CPT-independent mechanism, sehingga kontrol terhadap

ekspresi protein yang yang terlibat dalam carnitine cycle bukanlah secara

langsung karena stimulasi MCT, sehingga faktor lain kemungkinan berperanan

dalam pemberian suplementasi MCT ini untuk mengurangi perlemakan hati

(Kuwahata, dkk. 2011).

Glutathione (GSH) serum dan hati didapatkan menurun pada kondisi

malnutrisi berat dan berhubungan terbalik dengan perlemakan hati pada malnutrisi

berat. Glutathione yang rendah akan mengurangi kemampuan inang dalam

menghadapi serangan radikal bebas. Perbedaan lainnya antara β-oxidation dari

peroxisome dan mitokondria adalah reaksi awal dalam sistem peroxisome

melibatkan oksidasi activated acyl-CoA dengan ditransfernya elektron ke oksigen

untuk membentuk hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida kemudian

dimusnahkan oleh katalase (hampir semuanya ada di peroxisome). Katalase dan

GSH secara bersama bertanggung jawab dalam detoksifikasi spesies radikal

(Doherty, dkk., 1991).

Pada kondisi malnutrisi, status karnitin dan riboflavin marginal, sehingga

peranan peroxisomal β-oxidation secara relatif akan meningkat. Hubungan antara

infeksi dan malnutrisi telah diketahui dengan baik, infeksi bakteri juga diketahui

mengurangi jumlah peroxisome. Reaksi awal sistem peroxisome akan

menghasilkan hidrogen peroksida yang bersifat radikal, sementara pada kondisi

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

malnutrisi berat kadar antioksidan berkurang. Radikal bebas tersebut akan

merusak peroxisome itu sendiri, sehingga akan terjadi bunuh diri metabolik dari

peroxisome. Hal ini dapat dilihat dari hasil biopsi anak-anak malnutrisi berat yang

meninggal jika dibandingkan dengan anak-anak malnutrisi berat yang dalam

pemulihan nutrisi ditemukan adanya pengurangan jumlah peroxisome pada anak-

anak yang meninggal tersebut. Jika diperkirakan bahwa radikal bebas memegang

peranan dalam patogenesis gambaran klinis malnutrisi anak, dan defek dari β-

oxidation kemungkinan berkontribusi terhadap perlemakan hati, jadi mungkin

kiranya bahwa disfungsi peroxisome menghubungkan ke dua hal tesebut

(Doherty, dkk., 1991).

Patogenesis terjadinya ASH dan NASH multifaktor dan termasuk beberapa

peristiwa yang saling tindih. Hipotesis “two hit” menyatakan bahwa steatotis hati

suseptibel terhadap kerusakan sekunder (kepekaan terhadap ROS, endotoksin

yang berasal dari saluran cerna, dan adipositokin (TNF-α dan sitokin lainnya)

(Day dan James, 1998).

Hal-hal tersebut penting dalam menimbulkan respon inflamasi pada

perlemakan hati, tetapi faktor-faktor presipitasi kemungkinan secara langsung

berhubungan dengan ruptur atau apoptosis sel hati yang mengalami perlemakan

dan melepaskan trigliserida dan asam lemak beracun. Kelebihan asam lemak pada

sel hati bertindak sebagai bahan dan penginduksi mikrosomal sitokrom P-450

(CYP)2E1 dan sistem oksidasi asam lemak yang akan menghasilkan ROS dengan

akibat terjadinya stres oksidatif (Rao dan Reddy, 2004).

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Stres oksidatif menyebabkan pelepasan beberapa sitokin (TNF-α, TGF-β, dan

interleukin lainnya) oleh sel Kupffer (Day dan James, 1998). Reactive Oxygen

Species seperti juga etanol dapat mengaktivasi sel stellate yang berpartisipasi

dalam fibrogenesis. Produk lipid peroxidation seperti juga protein dapat

memodifikasi ROS berkembang menjadi properti imunogenik yang menyebabkan

respon inflamasi. Respon autoimun terhadap komponen sel hati juga berimplikasi

terhadap kerusakan sel hati. Faktor gastrointestinal seperti misalnya

lipopolisakarida bakteri dan endotoksin juga diketahui mengaktifkan sel Kupffer,

sehingga menghasilkan generasi sitokin dan pengurangan adiponektin sirkulasi.

Hal ini terjadi baik pada ASH dan NASH. Walaupun peranan yang pasti dari

adipositokin (adiponektin dan leptin) pada NASH tidak diketahui, ekspresi yang

berlebihan dari ke dua sitokin ini oleh sel stellate terdapat pada keadaan resistensi

insulin. Leptin akan mempromosikan fibrosis dan adiponektin menginhibisi

fibrosis dan menyebabkan apoptosis sel stellate (Reddy dan Rao, 2006).

2.6 Tata Laksana Malnutrisi Berat

Tata laksana MB mengalami perubahan terus menerus sesuai dengan

perkembangan penelitian dan teknologi. Lebih dari 50 tahun lalu telah diketahui

bahwa MB dengan edema disebabkan karena defisiensi protein. Ini menjadi dasar

pemberian diet tinggi protein dalam terapi, tetapi kemudian didapatkan bahwa

penggantian cadangan albumin pada anak malnutrisi tidak dimediasi dengan

perubahan sintesis albumin sehingga menimbulkan dugaan bahwa edema pada

malnutrisi bukan hanya karena masalah hipoalbumin. Adaptasi utama terhadap

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

asupan protein yang tidak adekuat meliputi hilangnya nitrogen dan massa otot

tubuh sesuai dengan penggunaan protein. Defisiensi protein sekunder juga terjadi

karena ketidakmampuan absorbsi protein, gangguan metabolisme protein,

peningkatan perubahan protein ke protein fase akut sebagai konsekuensi

terjadinya infeksi menyebabkan tubuh kehilangan kemampuan adaptasi. Pada

awal tahun 1952 pemberian diet dengan protein yang lebih rendah menunjukkan

keberhasilan. Penelitian dari Jamaica pada tahun 1980an membuktikan bahwa

dengan pemberian protein yang rendah dapat memperbaiki kondisi kwashiorkor

(Scherbaum dan Furst, 2000).

Behar, dkk. (1957) menyampaikan bahwa perlu perhatian terhadap

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada MB. Terapi yang diberikan untuk

tahap awal terapi adalah pemberian frequent feedings half strength milk. Satu

sampai dua gram protein dan 30 - 60 kal/kg berat badan diberikan pada 24 jam

pertama. Setelah itu kepekatan dan jumlah susu ditingkatkan untuk mendapatkan

5 g protein dan 100 kalori per kg pada akhir minggu pertama. Pisang, jus buah,

daging, telur, sayur, dan sereal secara bertahap ditambahkan selama periode

penyembuhan sehingga mengandung 5-7 g protein dan 130-150 kalori.

Malnutrisi berat awalnya diterapi dengan menggunakan susu skim pada terapi

inisial. Pada saat itu penggunaan susu skim bubuk tersebut menimbulkan efek

samping utama memiliki kecenderungan memprovokasi atau memperberat diare

yang kemungkinan disebabkan karena intoleransi laktosa dan kandungan

kalorinya yang rendah sehingga berpotensi mengalami hipoglikemia dan

peningkatan berat badan yang lambat. Kemudian dibuatlah formula yang disebut

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

dengan kwashiorkor food mix yang terdiri dari susu skim bubuk, calcium casinate,

sucrose dan penambahan minyak sayur untuk mengatasi kekurangan dari

pemberian hanya susu skim saja. Kwashiorkor food mix ini digunakan untuk

terapi ribuan anak MB selama perang Nigeria-Biafra. Hasil dari terapi ini

menunjukkan insiden terjadinya diare berat, hipoglikemia, dan kematian lebih

rendah dan berat badan lebih cepat naik dibandingkan dengan pemberian susu

skim saja (Ifekwunigwe, 1975).

Pada tahun 1981 WHO mengeluarkan suatu pedoman terapi untuk MB. Pada

pedoman ini pemberian diet pada minggu pertama adalah dengan memberikan

diet yang secara bertahap ditingkatkan dan frekuensi diturunkan pada beberapa

hari berikutnya. Pada tahap awal ini tujuan pemberian diet small frequent dengan

susu diencerkan adalah untuk memberikan pasien sejumlah energi dan protein

tanpa memprovokasi muntah dan diare (Tabel 2.3). Susu yang digunakan adalah

susu sapi, susu evaporated, susu bubuk full cream, atau susu skim bubuk. Jika

menggunakan susu skim bubuk maka campuran yang diberikan adalah 75 g susu

skim bubuk, 30 g minyak sayur dan 50 g gula yang dihaluskan dan secara

bertahap ditambahkan 1000 ml air. Half-strength milk dibuat dengan

menambahkan 1 liter air ke dalam 1 liter Full-strength milk (WHO, 1981).

Tabel 2.3 Tipe dan Frekuensi Pemberian Diet pada Malnutrisi Berat (WHO,

1981)

Hari Tipe diet Frekuensi per hari

1 Oral rehydration salts (ORS) 12

2 Half-strength milk feeds 12

3 Half-strength milk feeds 8

4, 5 Full-strength milk feeds 8

6 High-energy milk feeds 6

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Pada tahun 1999, WHO merevisi kembali pedoman terapinya berdasarkan

perkembangan penelitian-penelitian. Kemajuan pada pedoman terapi ini adalah

mulai diperkenalkannya larutan rehidrasi khusus untuk malnutrisi yang disebut

ReSoMal, pemberian zat besi ditunda, dan pengurangan asupan protein, energi

dan laktosa selama fase inisial dengan penambahan beberapa mikronutrien yang

juga diberikan selama fase rehabilitasi. Beberapa formula nutrisi dipergunakan,

yaitu Formula 75 (F75), Formula 100 (F100), dan Formula 135 (F135) (WHO,

1999b).

Tata laksana anak dengan MB dilakukan melalui dari 3 tahap yaitu

penanganan awal (stabilisasi), rehabilitasi, dan follow-up (WHO, 1999b). Pada

saat penderita diterima di ruang perawatan dilakukan penanganan terhadap

kondisi yang bersifat kedaruratan seperti hipotermia, hipoglikemia, dehidrasi,

infeksi, pemberian mikronutrien (kecuali Fe), koreksi terhadap gangguan

keseimbangan elektrolit dan mulai diberikan asupan makanan yang sesuai.

Penanganan hipotermia, hipoglikemia dan dehidrasi berlangsung satu sampai dua

hari, sedangkan yang lainnya dilanjutkan sampai hari ketujuh. Pada minggu ke

dua sampai keenam masuk ke tahap rehabilitasi. Follow-up dilakukan minggu 7 –

26.

Pemberian asupan makanan pada tahap awal harus dengan sangat hati-hati.

Bayi dan anak dengan gizi buruk mengalami gangguan pada fungsi pencernaan,

hati dan keseimbangan elektrolit, sehingga tidak memungkinkan pemberian

nutrisi dengan kandungan protein, lemak dan natrium yang cukup sesuai dengan

usianya, tetapi harus lebih rendah, disertai dengan kandungan karbohidrat yang

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

tinggi. World Health Organization mengajukan formula 75 (F75) dan formula 100

(F100) untuk tahap awal dan rehabilitasi. Formula 75 untuk tahap awal, setelah

napsu makannya mulai pulih diberikan F100. Komposisi dari F75 dan F100 dapat

dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Komposisi F75 dan F100 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2013)

Kandungan F75 F100

Susu skim bubuk (g) 25 85

Gula pasir (g) 100 50

Minyak sayur (g) 30 60

Larutan elektrolit (ml) 20 20

Tambahan air sampai dengan (ml) 1000 1000

Pada fase stabilisasi pemberian makanan dengan porsi kecil dan sering

dengan osmolaritas rendah dan rendah laktosa (F75). Energi yang diberikan pada

fase ini adalah 80-100 kkal/kgbb/hari, protein sebesar 1 – 1,5 g/kgbb/hari, dengan

cairan 130 ml/kgbb/hari (pada anak-anak dengan edema berat cairan yang

diberikan 100 ml/kgbb/hari). Pemberian makanan awal (fase stabilisasi) berubah

menjadi makanan kejar tumbuh setelah melewati transisi dengan mengganti F75

dengan F100 dalam jumlah yang sama selama 48 jam. Volume ditambah bertahap

hingga mencapai 150 kkal.kgbb/hari dengan energi yang ditingkatkan bertahap

dari 100 kkal/kgbb/hari sampai mencapai 150 kkal/kgbb/hari dan protein 2-3

g/kgbb/hari. Fase selanjutnya adalah fase rehabilitasi yang tercapai setelah

masukan energi lebih dari 150 kkal/kgbb/hari yang ditingkatkan sampai mencapai

220 kkal/kgbb/hari dan protein 4-6 g/kgbb/hari (Susanto, dkk., 2011).

Fase stabilisasi biasanya berlangsung 1-2 hari, dengan transisi 3-7 hari

sebelum mencapai fase rehabilitasi yang biasanya terjadi pada minggu ke dua

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

sampai minggu ke enam. Fase tindak lanjut berlangsung biasanya pada minggu

ke-7 sampai minggu ke-26 (Susanto, dkk., 2011).

Modifikasi dari formula WHO ini salah satunya adalah Modisco. Modisco

singkatan dari modified dietetic skim and cottonseed oil. Modisco yang banyak

digunakan di Indonesia merupakan modifikasi dari Modisco yang digunakan di

Uganda dan ditemukan oleh May dan Whitehead tahun 1973. Modifikasi

dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan bahan lokal, selera, daya cerna,

kebutuhan kalori serta tingkat kurang energi protein yang terjadi. Modisco dibagi

menjadi 4 yaitu Modisco ½, I, II, dan III (Septi, 2014). Komposisi Modisco

dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Komposisi Modisco ½, I, II, dan III (Depkes, 2011).

Bahan Modisco

½

Modisco

I

Modisco

II

Modisco

III

Susu bubuk (susu full cream/skim) 10 g 10 g 10 g 12 g

Gula pasir 5 g 5 g 5 g 7 g

Minyak biji

kapas/kelapa/jagung/margarin

2,3 g 4,6 g 5,6 g 5,5 g

Kalori 80 100 120 140

Tambahan air sampai 100 ml

Diet berbahan dasar susu memerlukan penyediaan yang segar dan oleh tenaga

yang berpengalaman untuk mencegah kontaminasi bakteri, sehingga F100 tidak

disarankan diberikan di luar seting medis. Atas dasar alasan tersebut dibuatlah

ready to use therapeutic food (RUTF) (10% kalori protein dan 59% kalori lemak)

yang mengandung lemak tumbuh-tumbuhan, mentega kacang, susu skim bubuk,

lactoserum, maltodextrin, gula, mineral dan multivitamin dengan nilai nutrisi

setara dengan F100. Meskipun asupan total kalori tidak meningkat, tetapi karena

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

anak mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih kecil dari pada sediaan F100

perkali makan, berat badan tetap meningkat (Scherbaum dan Furst, 2000).

Unicef (2013) menyatakan bahwa RUTF yang berbentuk pasta berenergi dan

diperkaya mikronutrien diberikan untuk terapi makanan MB berupa campuran

homogen makanan kaya lemak, dengan profil nutrisi serupa dengan formula F100

WHO yang kandungan utamanya adalah kacang, minyak, gula, bubuk susu,

suplemen vitamin dan mineral. Penelitian dilakukan oleh Ciliberto, M.A., dkk.

(2005) untuk membandingkan antara penggunaan RUTF dengan terapi standar

untuk anak malnutrisi berat. Pada penelitian tersebut didapatkan bahwa pemberian

RUTF memberikan hasil yang lebih baik dibanding terapi standar, peningkatan

berat badan lebih banyak.

2.7 Virgin Coconut Oil (VCO)

Virgin coconut oil adalah minyak yang didapatkan dari kelapa tua segar

dengan menggunakan alat atau secara alami, tanpa pemanasan, tanpa

menggunakan pemurnian, tanpa pemutihan, dan tanpa pemberian aroma secara

kimia, sehingga didapatkan suatu minyak yang tidak mengalami perubahan seperti

minyak alaminya apa adanya. Minyak ini mengandung asam lemak rantai sedang

(medium-chain fatty acid /MCFAs) (sekitar 64%), dan asam lemak laurat (C12)

(47-53%) (Bawalan dan Chapman, 2006). Kandungan linoleic acid VCO rendah

(0,90-1,72%) (Marina, dkk., 2009b).

Cara pembuatan VCO menggunakan beberapa metode, yaitu enzimatik,

pancingan, pendiaman dan mekanik. Pembuatan VCO dengan metode enzimatik

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

adalah dengan cara 250 ml krim dari kelapa yang telah diperas ditambahkan 1 ml

enzim papain kemudian diaduk dan didiamkan 1x24 jam dan diambil bagian

atasnya. Pembuatan VCO dengan metode pancingan dengan cara diukur 250 ml

krim lalu ditambah 25-30 ml VCO asli kemudian diaduk dan didiamkan 1x24 jam

lalu di ambil bagian atasnya. Pembuatan VCO dengan metode pendiaman dengan

cara diukur 250 ml krim, kemudian dimasukkan dalam toples dan didiamkan

1x24 jam lalu diambil bagian atasnya. Pembuatan VCO dengan metode mekanik

dengan cara diukur 250 ml krim lalu mixing selama 5-10 menit dan kemudian

diamkan 1x24 jam dan ambil bagian atasnya (Mappasessu, 2014).

Pembuatan VCO dengan menggunakan metode pancingan, pendiaman dan

pemanasan menghasilkan minyak VCO lebih banyak dibandingkan metode

penambahan enzim (ekstrak papain), tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna,

sehingga keempat metode masih setara. Hasil analisis organoleptik menunjukkan

bahwa kualitas fisik minyak VCO hasil pendiaman dan pemancingan lebih baik

dibandingkan hasil pemanasan, penambahan ekstrak papain maupun VCO

pasaran. Hasil pengukuran berat jenis (bj) menunjukkan bahwa bj VCO hasil

pendiaman dan pemancingan lebih kecil dibandingkan VCO hasil pemanasan,

penambahan papain maupun pasaran. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat

kemurnian VCO pendiaman dan pemancingan lebih tinggi dibandingkan lainnya.

Kadar air dalam VCO hasil pemanasan, pendiaman, dan pemancingan lebih kecil

dibandingkan VCO hasil penambahan papain maupun pasaran. Minyak VCO

pasaran mengandung air jauh lebih besar dibandingkan lainnya. Analisis kadar

nitrogen pada VCO menunjukkan dengan teknik pendiaman dan pemancingan

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

tidak mengandung nitrogen, sedangkan teknik yang lainnya mengandung nitrogen

terutama yang dengan penggunaan enzim. Kadar peroksida lebih sedikit terdapat

pada VCO yang didapat dari teknik pemancingan dan pendiaman, dimana yang

terkecil adalah pada teknik pendiaman (Asyari dan Cahyono, 2006).

Virgin coconut oil (VCO) memiliki standar fisik dan kimia yang dikeluarkan

oleh Asian and Pacific Coconut Community (APCC). Asian and Pacific Coconut

Community (APCC) merupakan suatu organisasi lintas pemerintahan yang terdiri

dari 16 negara anggota, yang berada di bawah United Nations Economic and

Social Commission for Asia and the Pacific (UN-ESCAP). Tujuan organisasi ini

adalah untuk mempromosikan, mengkoordinasikan dan menyelaraskan semua

aktivitas industri kelapa yang mempertahankan kehidupan jutaan petani kecil

dalam produksi, proses dan pemasaran produk kelapa (Bawalan dan Chapman,

2006). Asian and Pacific Coconut Community (APCC) mengeluarkan standar

VCO yang disebut dengan APCC standards for virgin coconut oil. Standar ini

mengatur syarat-syarat kelembaban, nilai saponifikasi, komposisi asam lemak dan

lain-lain dari VCO (Lampiran 2).

Virgin coconut oil (VCO) yang baik adalah jernih, tidak ada endapan, dan

tidak bewarna. Virgin coconut oil (VCO) yang bewarna kuning menandakan

proses produksinya kurang baik karena menggunakan pemanasan sehingga

kualitasnya kurang baik. Virgin coconut oil (VCO) yang baik tidak berbau tengik

serta memiliki bau dan rasa khas minyak kelapa. Virgin coconut oil (VCO) yang

berbau tengik telah rusak, kemungkinan karena proses produksinya yang tidak

baik (misalnya melalui proses pemanasan) atau penyimpanannya kurang baik

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

(misalnya disimpan pada ruangan yang terlalu panas atau di tempat yang kotor

sehingga tercemar bau dari lingkungan sekitarnya) (Healindonesia, 2010).

Minyak kelapa biasa berbeda dengan VCO. Minyak kelapa biasa dibuat

dengan cara pemanasan dengan suhu tinggi sehingga akan menghilangkan

antioksidan. Virgin coconut oil (VCO) kaya akan vitamin E dan mineral yang

tidak ada pada minyak kelapa biasa, beraroma kelapa segar dan tahan lama tidak

seperti minyak kelapa biasa yang lebih cepat tengik (kurang dari dua bulan).

Warna VCO jernih dan minyak kelapa biasa bewarna kuning kecoklatan.

Pembuatan VCO tidak membutuhkan biaya banyak karena penggunaan energi

yang minimal, tidak menggunakan bahan bakar (Klinik Gizi Online, 2015).

Virgin coconut oil memiliki efek sebagai antimikroba (dapat mendekolonisasi

stafilokokus aureus), antiinflamasi dan emolien dari kulit penderita dermatitis

atopik (Verallo-Rowell, dkk., 2008). Pada penanganan terhadap pneumonia tipe

komunitas pada anak, VCO efektif sebagai terapi tambahan dalam mempercepat

normalisasi laju napas dan resolusi ronkhi paru (Erguiza dkk., 2009).

Virgin coconut oil merupakan sumber alami medium chain fatty acid dan

asam laurat yang paling tinggi konsentrasinya serta memiliki aktivitas antibakteri.

Penelitian uji klinis dengan pembutaan tripel pada neonatus dengan berat lahir <

1500 g yang dilakukan di NICU dari sebuah rumah sakit tersier mengenai

suplementasi VCO, didapatkan adanya peningkatan berat badan/hari yang lebih

besar pada kelompok VCO dibanding kontrol. Efek samping dan sepsis juga

didapatkan lebih rendah pada kelompok VCO dibanding kontrol (Amanto-Aurelio

dan Mantaring, 2005).

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Virgin coconut oil bermanfaat dalam menurunkan komponen lemak jika

dibandingkan dengan minyak kopra, mengurangi kadar kolesterol total,

trigliserida, fosfolipid, LDL, dan VLDL. Virgin coconut oil meningkatkan

kolesterol HDL di serum dan di jaringan. Fraksi polifenol dari VCO juga dapat

mencegah oksidasi LDL invitro dengan cara mengurangi formasi karbonil (Nevin

dan Rajamohan, 2004). Fraksi polifenol ini juga lebih memiliki efek inhibisi pada

peroksidasi lipid mikrosomal jika dibandingkan dengan minyak kopra dan minyak

kacang tanah.

Virgin coconut oil memiliki vitamin E dan polifenol yang lebih tidak

saponifiable dibuktikan dengan peningkatan kadar enzim antioksidan dan

pencegahan peroksidasi lipid secara in vivo dan in vitro (Nevin dan Rajamohan,

2006). Perbedaan antara VCO dengan minyak kelapa biasa (refined, bleached and

deodorized coconut oil) adalah VCO menunjukkan aktivitas antioksidan yang

lebih baik. Virgin coconut oil yang diproduksi melalui metode fermentasi

memiliki efek scavenging yang terkuat pada 1,1-diphenyl-2-picylhydrazyl dan

aktivitas antioksidan tertinggi berdasarkan metode beta-carotene-linoleate

bleaching.

Virgin coconut oil yang didapatkan melalui metode chilling memiliki

reducing power yang tertinggi. Asam fenolik utama yang ditemukan yaitu asam

ferulik dan asam p-coumaric. Korelasi yang sangat kuat didapatkan antara

kandungan fenolik total dengan aktivitas scavenging (r=0,91), dan antara

kandungan fenolik total dengan reducing power (r=0,96). Korelasi yang kuat juga

didapatkan antara asam fenolik total dengan beta-carotene bleaching activity.

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Semua ini menunjukkan bahwa kontribusi kapasitas antioksidan VCO

kemungkinan berasal dari senyawa fenolik (Marina, dkk., 2009b)

Virgin coconut oil mengandung aktivitas antioksidan antara 52-80% jika

dibandingkan dengan kontrol tokoferol dan BHA. Aktivitas antioksidan dari VCO

ini diperiksa dengan menggunakan β-carotene-linoleat assay. Aktivitas

antioksidan ini berkorelasi dengan total kandungan fenolik (Marina dkk., 2009a).

Penelitian oleh Karadita (2011) menunjukkan hal sebaliknya dari aktivitas

antioksidan VCO. Pada penelitian ini didapatkan aktivitas antioksidan VCO yang

diperiksa dengan metode DPPH (Diphenyl Picryl Hydrazyl) sangat rendah yaitu

rata-rata 2,25 + 0,22%.

Aktivitas antioksidan VCO pada penelitian ini mengalami perubahan yang

fluktuatif setiap harinya dalam 30 hari pengamatan. Hal ini kemungkinan karena

dalam VCO juga mengandung asam lemak tidak jenuh yang peka terhadap

oksidasi. Jika teroksidasi maka akan terbentuk radikal bebas (peroksida,

hidroperoksida, hidroksi lipid). Aktivitas penangkapan radikal bebas oleh

senyawa antioksidan melalui reaksi dengan radikal peroksil sebelum radikal

peroksi bereaksi dengan asam lemak jenuh rantai panjang. Fluktuasi aktivitas

antioksidan tersebut pada saat penyimpanan diduga akibat senyawa peroksida

yang terbentuk terdekomposisi menjadi aldehid dan keton. Penurunan nilai

aktivitas antioksidan selama penyimpanan terjadi karena senyawa antioksidan

pada sampel akan mendonorkan atom hydrogen (H) untuk menangkal radikal

bebas berupa peroksida. Peningkatan nilai aktivitas antioksidan dimungkinkan

karena radikal bebas berupa peroksida telah terdekomposisi menjadi aldehid dan

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

keton, sehingga atom hydrogen pada senyawa antioksidan lebih banyak digunakan

untuk meredam radikal bebas dari DPPH.

Fraksi polifenolik VCO dapat menginhibisi edema pada arthritis. Ekspresi

gen inflamasi (COX-2, iNOS, TNF-α dan IL-6) menurun dan enzim antioksidan

meningkat pada penggunaan fraksi polifenolik VCO. Total hitung leukosit dan

CRP pada tikus yang artritis tersebut mengalami penurunan. Pemeriksaan sitologi

menunjukkan penekanan terhadap sel inflamasi dan sel mesotelial reaktif.

Pemeriksaan histopatologi juga menunjukkan formasi edema dan infiltrasi seluler

yang berkurang dengan penggunaan suplementasi fraksi polifenol VCO.

Mekanisme yang mendasari proses tersebut disebabkan efek antioksidan dan

antiinflamasi dari fraksi polifenolik VCO (Vyasakh, dkk., 2014).

Pada penelitian mengenai pengaruh senyawa fenolik dan sumber makanan

terhadap produksi sitokin dan antioksidan oleh sel A549, didapatkan bukti bahwa

senyawa fenolik secara bermakna mengubah produksi sitokin dan antioksidan,

terjadi inhibisi produksi IL-6 dan IL-8 (Gaulliard dkk., 2008).

Penelitian pada tikus Sprague-Dawley dilakukan untuk melihat pengaruh

VCO terhadap kadar MDA jaringan jantung dari tikus yang diberi makan minyak

kelapa yang telah dipanaskan. Tikus tersebut dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu

kelompok kontrol dengan diet tikus normal, kelompok VCO dengan diet tikus

normal yang ditambahkan VCO 1,43 ml/kgBB, kelompok minyak kelapa yang

telah dipanaskan sebanyak 5 kali (5HPO) dengan diet 5HPO 15% berat/berat, dan

kelompok 5HPO yang ditambahkan VCO 1,43 ml/kgBB. Terapi ini diberikan

selama 4 bulan. Setelah itu tikus tersebut dieutanasia dan diambil jaringan

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

jantungnya. Pada pemeriksaan didapatkan penurunan nilai peroksida dan MDA

pada kelompok VCO (p<0,05). Suplementasi VCO dapat mengurangi stres

oksidatif yang ditandai dengan penurunan nilai peroksida dan kadar MDA

(Subermaniam, dkk., 2014).

Pemberian MCT pada tikus yang mendapatkan diet tinggi lemak

dibandingkan diet tinggi lemak tanpa VCO menunjukkan kadar IL-6 serum yang

lebih rendah, IL-10 yang lebih tinggi dan ekspresi kadar inducible nitric oxide

synthase dan cyclooxygenase-2 protein jaringan hati yang lebih rendah.

Pemberian MCT ini juga mengurangi aktivasi NF-KB dan p38 MAPK yang

teraktivasi oleh diet tinggi lemak tersebut (Geng, dkk., 2015). Medium chain

triglyceride memiliki efek proteksi dapat mempertahankan integritas tight

junction usus dan mengurangi kebocoran saluran cerna dan endotoksinemia.

Unsaturated fatty acid (tinggi kadarnya pada minyak jagung) menyebabkan

downregulation ekspresi protein tight junction usus sehingga membuat supresi

dan disfungsi integritas tight junction usus, meningkatkan permeabilitas dan kadar

endotoksin darah (Kirpich, dkk., 2012).

Penelitian lain dilakukan pada tikus untuk melihat efek antistres VCO dengan

menggunakan tes berenang yang dipaksakan dan model stres pertahananan

terhadap dingin yang kronik. Pada penelitian ini didapatkan VCO dapat

menurunkan kadar MDA hati, meningkatkan kadar antioksidan dan menurunkan

kadar 5-hydroxytryptamine di otak tikus tersebut, dan mengurangi berat kelenjar

adrenal. Serum kolesterol, trigliserida, glukosa, dan kadar kortikosteron juga

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

menurun pada tikus yang mendapatkan VCO. Virgin coconut oil berfungsi juga

sebagai antistres (Yeap, dkk., 2015).

Polifenol dikatakan dapat menurunkan produksi dari IL-6. Pada penelitian

mengenai peranan epigallocatechin gallate (EGCG), suatu komponen polifenol

utama teh hijau, terhadap sel epitel kornea mata manusia yang telah dirangsang

dengan menggunakan IL-1β, didapatkan bahwa dengan pemberian polifenol ini

terjadi suatu penurunan dari produksi interleukin/sitokin granulocyte colony-

stimulating factor (G-CSF), granulocyte-macrophage colony-stimulating factor

(GM-CSF), IL-6, IL-8, monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1).

Epigallocatechin gallate (EGCG) menginhibisi fosforilasi MAPKs p38 dan c-Jun

N-terminal kinase (JNK), dan aktivitas faktor transkripsi NFKB dan AP-1. Inhibisi

terhadap aktivitas AP-1 ini kemungkinan karena efek EGCG terhadap MAPK

signaling dan EGCG juga memengaruhi DNA binding activity of AP-1. Efek

EGCG terhadap NFKB beberapa sel adalah melalui beberapa mekanisme, yaitu

inhibisi IKB kinase, IKB fosforilasi, p65NFKB asetilasi, NFKB DNA binding

activity (Cavet, dkk., 2011).

Pada penelitian lain didapatkan hasil yang berbeda. Antioksidan fenol secara

poten menginhibisi signal yang menginduksi TNF-α dan gen targetnya yaitu IL-1

β dan IL-6 pada sel makrofag. Lipopolisakarida menginduksi peningkatan mRNA

dan protein TNF-α dimana antioksidan fenol memblok peningkatan TNF-α pada

ke dua level tersebut. Antioksidan fenol tidak mengubah half life mRNA TNF-α

pada saat ada ataupun tanpa ada aktinomisin D. Inhibisi TNF-α (terinduksi

lipopolisakarida) terjadi pada level transkripsi. Antioksidan fenol memblok

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

formasi ikatan kompleks DNA NF-KB pada nukleus. Antioksidan fenol memblok

signal tranduksi NF-KB sebagai mekanisme inhibisi transkripsi TNF-α. Mediator

utama transkripsi TNF-α terinduksi lipopolisakarida adalah NF-KB. Simpulan ini

tidak mengeksklusi faktor transkripsi lain yang berkontribusi terhadap regulasi

TNF-α sebagai target antioksidan (Ma dan Kinneer, 2002).

Penelitian mengenai saturated fatty acid terhadap ekspresi cyclooxygenase-2

(COX-2) menunjukkan bahwa saturated fatty acid, tetapi bukan unsaturated fatty

acid, menginduksi ekspresi COX-2 yang dimediasi melalui toll-like receptor 4

(Tlr4). Toll-like receptor 4 merupakan reseptor lipopolisakarida. Saturated fatty

acid yang paling poten menginduksi ekspresi COX-2 adalah lauric acid (C12:0)

dan palmitic acid (C16:0). Lauric acid juga menginduksi ekspresi gen petanda

inflamasi lainnya seperti iNOS dan IL-1α dengan pola dose-dependent. Semua

unsaturated fatty acid dan conjugated linoleic acid tidak dapat menginduksi

ekspresi COX-2 pada sel RAW 264.7 (a murine macrophage-like cell line) (Lee,

dkk., 2001).

Penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian mengenai

pengaruh asam lemak pada jaringan lemak manusia dan inflamasi adipose apakah

dapat mengaktivasi toll-like receptor (TLR), didapatkan bahwa saturated fatty

acid (palmitic acid dan lauric acid) tidak menimbulkan aktivasi sAP, yag artinya

tidak mengaktivasi TLR4 dan TLR2. Polyunsaturated fatty acid

(eicosapentaeneic acid, docosahexaenoic acid, dan oleic acid) juga tidak

mengaktivasi TLR4 dan TLR2. Kadar IL-6, TNF-alpha and MCP-1 pada media

yang diinkubasi dengan polyunsaturated fatty acid dan saturated fatty acid sama

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa PUFA dan SFA tidak dapat

menginduksi inflamasi pada jaringan lemak atau sel lemak (Murumalla, dkk.,

2012).

Aktivitas yang berguna dari fitokimia pada buah dan sayuran dipercaya

kemungkinan disebabkan kombinasi efek berbagai senyawa dalam buah atau

sayuran tersebut, dibandingkan efek satu senyawa atau segolongan kecil senyawa

saja. Hal ini terlihat pada penelitian uji klinis fitokimia tunggal yang diisolasi

tidak menunjukkan efek preventif yang konsisten. Senyawa terisolasi tersebut

kehilangan bioaktifitasnya atau kemungkinan tidak berlaku dengan jalan yang

sama jika dibandingkan dengan keseluruhan bahan makanan tersebut yang

digunakan (Nasef, dkk., 2014).

Interleukin-8 merupakan suatu kemokin yang memiliki kemampuan

kemotaksis dan aktifator neutrofil yang poten dan merupakan kemokin yang

paling penting dalam pathogenesis inflammatory bowel diseases. Interleukin-8

meningkat pada mukosa intestinal pasien ulcerative colitis (UC) dan Crohn's

disease aktif. Penelitian untuk mengetahui apakah caprylic acid (C8) dan MCT

mensupresi sekresi interleukin-8 (IL-8) sel Caco (suatu turunan sel kanker kolon

yang digunakan untuk model epitel intestinal manusia) mendapatkan bahwa

terjadi supresi sekresi IL-8 sel Caco pada tingkat transkripsi. Caprylic acid tidak

memodulasi aktivitas NF-kB dan faktor transkripsi lainnya. Caprylic acid

menghinbisi aktifasi promotor IL-8 (Hoshimoto, dkk., 2002).

Pada penelitian mengenai MCT didapatkan bahwa MCT dapat mencegah

kerusakan hati dini karena alkohol dengan jalan menginhibisi formasi radikal

Page 54: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

bebas hati dan produksi TNF-α yang disebabkan karena endotoksin yang

mengaktivasi sel Kupffer. Medium chain triglyceride bekerja dengan jalan

mengubah struktur usus halus dan memengaruhi permeabilitas atau mikroflora

saluran cerna. Peningkatan permeabilitas saluran cerna yang disebabkan oleh

etanol enteral dapat dihilangkan oleh MCT. Target utama endotoksin adalah sel

Kupffer dengan mengaktivasinya melalui reseptor endotoksin CD14 (pada

permukaan membran plasma sel Kupffer). Aktivasi dari sel Kupffer akan

mengeluarkan mediator (sitokin, eicosanoids, dan radikal bebas) yang

menginduksi kerusakan hati. CD14 ini diupregulasi pada tikus yang diberikan

etanol secara akut dan enteral. Medium chain trigyceride menghilangkan

peningkatan Ca2+

intraseluler yang disebabkan karena lipopolisakarida. Aktivasi

sel Kupffer memerlukan Ca2+

, yang mengandung voltage-dependent Ca2+

channel. Jadi MCT menghilangkan respon sel Kupffer terhadap endotoksin

dengan jalan menginhibisi ekspresi reseptor endotoksin CD14 (Kono, dkk., 2000).

Pada tikus yang diberikan nutrisi parenteral dengan emulsi MCT jika

dibandingkan dengan emulsi LCT didapatkan akumulasi lemak hati yang lebih

sedikit. Hal ini kemungkinan karena derajat oksidasi yang lebih tinggi dan

reesterifikasi yang minimal pada emulsi MCT jika dibandingkan dengan LCT

(Geliebter, dkk., 1983).

Penggunaan VCO (yang didapatkan dari wet processing) dibandingkan

dengan minyak kopra, minyak zaitun, dan minyak bunga matahari pada tikus

Sprague-Dawley selama 45 hari dapat memperbaiki status antioksidan sehingga

mencegah oksidasi lemak dan protein. Minyak-minyak tersebut masing-masing

Page 55: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

diberikan sebanyak 8% bersama dengan diet sintetik. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat perbaikan status antioksidan pada pemberian VCO

jika dibandingkan dengan ke tiga minyak lainnya (p<0,05). Aktivitas katalase,

superoxide dismutase, glutathione peroxidase dan glutathione reductase

meningkat di jaringan. Konsentrasi reduced glutathione meningkat secara

bermakna pada hati (532,97 mM per 100 g hati), jantung (15,77 mM per 100 g

hati) dan ginjal (1,58 mM per 100 g ginjal) jika dibandingkan dengan ke tiga

minyak lainnya (p<0,05). Aktivitas paraoxonase 1 juga didiapatkan meningkat

pada tikus yang diberikan VCO jika dibandingkan dengan ke tiga minyak lainnya.

VCO juga mencegah stres oksidatif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya

penurunan formasi lipid peroxidation, dan produk oksidasi protein

(malondialdehyde, hydroperoxides, conjugated dienes dan protein carbonyls)

pada serum dan jaringan jika dibandingkan dengan ke tiga minyak lainnya. Virgin

coconut oil yang dibuat dengan menggunakan wet processing tetap

mempertahankan sejumlah besar komponen unsaponiafiable yang aktif secara

biologis seperti polifenol (84 mg per 100 g minyak) dan tokoferol (33,12 µg per

100 g minyak) jika dibandingkan dengan ke tiga minyak lainnya (p<0,05)

(Arunima dan Rajamohan, 2013).

Penelitian lainnya dilakukan untuk melihat pengaruh VCO dan atau kapsul

albumin (protein ikan lele) pada penanganan pasien tuberkulosis yang

mendapatkan multi drugs therapy-DOTS (MDT-DOTS) dengan pembanding

MDT-DOTS + placebo. Pada penelitian ini didapatkan peningkatan kecepatan

konversi sputum BTA (VCO p < 0,00; albumin yang diekstrak dari ikan lele p

Page 56: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

<0,04; VCO + albumin yang diekstrak dari ikan lele p <0,00), peningkatan status

nutrisi (VCO p < 0,03; albumin yang diekstrak dari ikan lele p <0,003; VCO +

albumin yang diekstrak dari ikan lele p <0,01), dan perbaikan hasil pemeriksaan

rontgen dada (VCO p < 0,04; albumin yang diekstrak dari ikan lele p <0,003;

VCO + albumin yang diekstrak dari ikan lele p <0,001).

Mekanisme yang mendasari VCO dapat meningkatkan status nutrisi adalah

kemungkinan berhubungan dengan efek kandungan monolauryl glycerol VCO.

Monolaurat glycerol yang terkandung dalam VCO menurunkan katabolisme

protein dan berlaku sebagai deposit protein sehingga menginhibisi proses

oksidatif asam amino sehingga menghasilkan lebih banyak energi dan protein

untuk otot tubuh (Arifin, dkk., 2014). Protein ini kemudian memfasilitasi sekresi

glukagon yang selanjutnya mengaktivasi adenyl cyclase yang akhirnya

menghasilkan cAMP. Dengan adanya cAMP, fase fosforilasi metabolisme sel

secara normal akan diaktivasi untuk mengatur sekresi kelenjar target, aktivitas

enzim dan hormon (Guyton dan Hall, 2008). VCO menstimulasi absorpsi

sehingga dapat digunakan untuk terapi malnutrisi dan sindrom malabsorpsi,

meningkatkan absorpsi vitamin yang larut dalam air, mineral dan protein yang

memengaruhi waktu penyembuhan dan status nutrisi pasien, membantu pasien

untuk secepatnya meningkatkan kembali berat badannya dengan meningkatkan

energy turn over, dan kandungan octanoid acid VCO kemungkinan menginduksi

produksi acyl-ghrelin (ghrelin aktif) bersama dengan peningkatan berat badan

(Arifin, dkk., 2014).

Page 57: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

2.8 Minyak Jagung

Minyak jagung terdiri dari 99% triacyglycerols dengan polyunsaturated fatty

acid (PUFA) 59%, monounsaturated fatty acid 24% dan saturated fatty acid

(SFA) 13% (Dupont, dkk., 1990). Minyak jagung mengandung 12 % palmitic

acid (16:0), 2% stearic acid (18:0), 35% oleic acid (18:1), 48% linoleic acid

(18:2), dan 0,8% linolenic acid (18:3) (Souza, dkk., 2009). Lemak jenuh

berdasarkan strukturnya terbagi menjadi lemak rantai pendek, menengah dan

panjang. Monounsaturated fatty acid dan polyunsaturated fatty acid merupakan

lemak rantai panjang (St-Onge, dkk., 2008). Minyak jagung tidak mengandung

asam lemak rantai menengah.

Mediator inflamasi antara lain adalah n-6 eicosanoid, prostaglandin E2

(PGE2), dan leukotriene B4 (LTB4) yang terbentuk dari n-6 PUFA arachidonic

acid (AA; 20:4n-6). Lemak n-6 PUFA banyak terdapat pada diet dengan linoleic

acid (LA; 18:2n-6) yaitu pada minyak kedele, jagung, safflower dan bunga

matahari. n-3 homolog linoleic acid adalah -linolenic acid (ALA; 18:3n-3). -

linolenic acid banyak terdapat dalam sayuran hijau berdaun, minyak flaxseed dan

canola. 18-carbon fatty acid saat dicerna akan mengalami desaturasi dan

perpanjangan menjadi 20-carbon n-6 fatty acids. Linoleic acid akan menjadi AA,

dan ALA akan menjadi eicosapentaenoic acid (EPA; 20:5n-3). n-6 PUFA

arachidonic acid merupakan progenitor dari PGE2 dan LTB4 lewat jalur enzim

cyclooxygenase and 5-lipoxygenase. Eicosapentaenoic acid dapat menginhibisi

metabolism AA secara kompetitif melalui jalur enzimatik, sehingga dapat

menekan produksi dari mediator inflamasi n-6 eicosanoid. Eicosapentaenoic acid

Page 58: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

juga dapat menekan produksi IL-1 dan TNF- dengan mekanisme yang belum

jelas. Semakin tinggi kandungan bahan makanan akan EPA maka kandungan AA

akan semakin berkurang (James, dkk., 2000). Minyak jagung dengan kadar AA

tinggi maka akan menurunkan kadar EPA menyebabkan efek proinflamasi yang

akan meningkat.

Pemberian diet tinggi polyunsaturated fat tanpa disertai penambahan

antioksidan dapat menimbulkan terjadinya hemolisis pada bayi, terutama saat

diberikan tambahan zat besi (generasi radikal bebas) pada makanan (William dan

Deckelbaum, 2003). Polyunsaturated fat memiliki ikatan tidak jenuh yang banyak

sehingga sensitif terhadap lipid peroxidation. Defisiensi vitamin E menimbulkan

deplesi PUFA sehingga meningkatkan lipid peroxidation dan mengganggu

kemampuan sintesis PUFA yang cukup, terutama n-3 PUFA (Lebold, dkk., 2011).

Polyunsaturated fat memiliki kecenderungan untuk mengalami oksidasi, sehingga

menghasilkan bahan yang merusak yaitu 4-hydroxy-2-alkenals (4-hydroxy-2-

hexenal/4-HHE). Penelitian pada tikus yang membandingkan pemberian diet

tinggi lemak yang mengandung moderately oxidized n-3 PUFA dan unoxidized n-

3 PUFA didapatkan bahwa dengan konsumsi oxidized n-3 PUFA menghasilkan

akumulasi 4-HHE dalam darah setelah diabsorbsi dari intestinal dan memicu stres

oksidatif dan inflamasi pada usus halus bagian atas (Awada, dkk., 2012).

Suatu penelitian pada babi dilakukan untuk melihat efek pemberian minyak

jagung terokisdasi yang disertai dengan atau tanpa tambahan antioksidan (vitamin

E) terhadap tampilan, status oksidasi jaringan dan kualitas daging yang dihasilkan.

Pada penelitian ini didapatkan hasil aktivitas glutathione peroxidase di hati lebih

Page 59: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

tinggi pada kelompok minyak jagung segar, meski perbedaan tersebut tidak

bermakna antara Kelompok Babi yang diberikan minyak jagung teroksidasi

dengan atau tanpa tambahan antioksidan serta Kelompok Babi yang menggunakan

minyak jagung segar dengan atau tanpa penambahan antioksidan. Aktivitas

glutathione peroxidase di serum paling tinggi pada Kelompok Babi yang

diberikan minyak jagung segar yang ditambahkan antioksidan. Minyak jagung

yang teroksidasi mengganggu pertumbuhan dari babi dan menyebabkan stres

oksidatisi. Pemberian tambahan antioksidan mengurangi sebagian akibat negatif

dari minyak yang terokisdasi tersebut dengan mengurangi okidasi protein (Boler,

dkk., 2012)

Penelitian pada tikus mengenai modulasi sitokin oleh diet lemak setelah tikus

diinduksi dengan endotoksin dan TNF-α, didapatkan bahwa pada pemberian

selama 8 minggu minyak jagung menimbulkan peningkatan produksi IL-1 dan IL-

6. Pada pemberian selama 8 minggu dari minyak kelapa menekan produksi dari

IL-1 (Tappia dan Grimble, 1994). Penelitian mengenai efek diet lemak dan

minyak terhadap lipid peroxidation pada hati dan darah tikus didapatkan bahwa

diet yang kaya akan PUFA (minyak jagung) meningkatkan lipid peroxidation dan

meningkatkan suseptibilitas jaringan terhadap kerusakan ROS (Haggag, dkk.,

2014).

Komposisi asam lemak pada minyak kelapa biasa adalah 80% MCFA, 10%

SCFA, 5% asam lemak jenuh rantai panjang palmitat (Silalahi dan Nurbaya,

2011). Perbandingan komposisi asam lemak pada VCO, minyak kelapa biasa, dan

minyak jagung dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.

Page 60: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Tabel 2.6

Komposisi Asam Lemak VCO, Minyak Kelapa Biasa, dan Minyak Jagung

Asam lemak % VCO (APCC

Standard for Virgin

Coconut Oil)

Minyak kelapa

biasa

(Chowdhury, dkk.,

2007)

Minyak jagung

(Souza, dkk.,

2009)

Caproic (C6:0) 0,4-0,6

Caprylic (C8:0) 5-10 6,21

Capric (C10:0) 4,5-8 6,15

Lauric (C12:0) 43-53 51,02

Myristic (C14:0) 16-21 18,94

Palmitic (C16:0) 7,5-10 8,62 12

Stearic (C18:0) 2-4 1,94 2

Oleic (C18:1) 5-10 5,84 35

Linoleic (C18:2) 1-2,5 1,28 48

Linolenic (C18:3) <0,5 - 0,8

Tabel 2.7

Persentase Asam Lemak Saturated (SFA), Monounsaturated (MUFA),

Polyunsaturated (PUFA) dan Total Unsaturated (MUFA+PUFA) Minyak Kelapa

dan Minyak Jagung

Asam lemak % Minyak kelapa

(Chowdhury, dkk., 2007)

Minyak jagung (Dupont, dkk.,

1990)

SFA 92,92 13

MUFA 5,84 24

PUFA 1,28 59

MUFA+PUFA 7,12 83

Minyak jagung tidak dapat dibuat sendiri, distribusinya jarang ditemukan di

pasaran pedesaan, harga di pasaran lebih murah dibandingkan VCO,

penyerapannya kurang baik pada kondisi MB karena sebagian besar mengandung

LCT. Virgin coconut oil dapat dibuat sendiri dari kelapa yang banyak terdapat di

setiap tempat di Indonesia. Harga VCO kemasan lebih mahal dibandingkan

minyak jagung, tetapi jika dibuat sendiri dengan teknik yang amat sederhana

dengan kelapa yang banyak tersedia dengan harga yang cukup murah serta tidak

memerlukan energi untuk pemanasan sehingga relatif menjadi mudah terjangkau.

Page 61: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi Berat II.pdf · Faktor penyebab timbulnya masalah gizi ini selain asupan makanan kurang adalah terpaparnya bayi dan balita terhadap penyakit infeksi

Penyerapan VCO lebih baik dibandingkan minyak jagung karena mengandung

sebagian besar MCT.

2.9 Minyak Sayur Lainnya

Minyak sayur ada berbagai macam. Komposisi asam lemak dari beberapa

minyak sayur berbeda-beda dan dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8

Komposisi Asam Lemak Minyak Kedelai, Minyak Canola, Minyak Cottonseed,

Minyak Bunga Matahari, Minyak Kacang Tanah, Minyak Zaitun, Minyak Wijen,

Minyak Safflower, dan Minyak Flaxseed (Wang, dkk., 2002) Asam lemak % MKD MC MCS MBM MKT MS MKL MZ MW MS

F

MF

S

Caproic (C6:0) 0,4

Caprylic (C8:0) 7,3

Capric (C10:0) 6,6

Lauric (C12:0) 0,5 0,2 47,8

Myristic (C14:0) 0,1 0,9 0,2 0,1 1,1 18,1 0-0,1 0,1

Palmitic (C16:0) 11 3,9 24,7 6,8 11,6 44,1 8,9 7,5-20 9,2 7 7

Palmitoleic

(C16:1)

0,1 0,2 0,7 0,1 0,2 0,2 - 0,3-3,5 0,1

Heptadecanoic

(C17:0)

0-0,5

Heptadecenoic

(C17:1)

0-0,6

Stearic (C18:0) 4 1,9 2,3 4,7 3,1 4,4 2,7 0,5-5 5,8 2 4

Oleic (C18:1) 23,4 64,1 17,6 18,6 46,5 39 6,4 55-83 40,6 12 20

Linoleic (C18:2) 53,2 18,7 53,3 68,2 31,4 10,6 1,6 3,5-21 42,6 79 17

Linolenic (C18:3) 7,8 9,2 0,3 0,5 - 0,3 0-1,5 0,3 - 52

Arachidic

(C20:0)

0,3 0,6 0,1 0,4 1,5 0,2 0,1 0-0,8 0,7

Gadoleic (C20:1) - 1 1,4 0,2

Eicosadienoic

(C20:2)

- - 0,1

Behenic (C22:0) 0,1 0,2 3 0-0,2 0,2

Lignoceric

(C24:0)

- 0,2 1 0-1

Keterangan: MKD = Minyak Kedelai; MC = Minyak Canola; MCS = Minyak

Cottonseed; MBM = Minyak Bunga Matahari; MKT = Minyak Kacang Tanah;

MS = Minyak Sawit; MKL = Minyak Kelapa; MZ = Minyak Zaitun, MSF =

Minyak Saffflower; MFS = Minyak Flaxseed