Upload
lamanh
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Matematika
2.1.1.1 Hakikat Matematika
Dalam berbagai bahasa, matematika dikenal dengan kata mathematics
(Bahasa Inggris), mathematik (Bahasa Jerman), mathematique (Bahasa Perancis),
matematico (Bahasa Italia). Istilah matematika yang dinyatakan dalam berbagai
ungkapan tersebut berasal dari Bahasa Yunani, yaitu mathematike yang
mengandung pengertian hal-hal yang berhubungan dengan belajar (relating to
learning). Kata tersebut mempunyai akar kata mathema yang artinya pengetahuan
atau ilmu.
Andi Hakim Nasution (1982:12) memaparkan definisi matematika lebih
dari sisi bahasa dimana Andi berpendapat bahwa istilah matematika berasal dari
Yunani, “mathein” atau “manthenein” yang berarti mempelajari. Kata ini
memiliki hubungan yang erat dengan kata Sanskerta “medha” atau “widya” yang
memiliki arti kepandaian, ketahuan, atau intelegensia.
Sujono (1988:5) mengemukakan beberapa pengertian Matematika. Di
antaranya, matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan
terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu
pengetahuan tentang penalaran yang logis dan masalah yang berhubungan dengan
bilangan. Bahkan pakar tersebut mengartikan matematika sebagai ilmu bantu
dalam menginterpretasikan berbagai ide dan kesimpulan.
Sedangkan menurut Tinggih (Hudojo, 2005: 4) matematika tidak hanya
berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga
unsur ruang sebagai sasarannya. Matematika adalah suatu pelajaran yang tersusun
secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling
rumit.
Beberapa pengertian matematika yang dikemukakan oleh sejumlah ahli
yaitu (a) disiplin ilmu yang bersifat abstrak, (b) bidang yang berhubungan dengan
ide, proses, dan penalaran, (c) ilmu yang penalarannya bersifat deduktif, (d)
5
6
bahasa simbol dan numerik yang didefinisikan secara cermat, jelas, dan akurat, (e)
metode bernalar atau berfikir secara logis, (f) ilmu mengenai kuantitas dan
besaran, (g) ilmu tentang berhitung, (h) ilmu tentang hubungan pola, bentuk, dan
struktur, (i) karya seni, serta (j) “Ratu” ilmu pengetahuan.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang matematika dapat dirangkum
bahwa matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai bilangan-bilangan,
operasi-operasinya serta unsur ruang yang melandasi, mendukung, dan melayani
kepentingan berbagai bidang kajian atau ilmu pengetahuan lainnya.
2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika
Tujuan pembelajaran Matematika di SD dapat dilihat dalam kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006. Mata pelajaran matematika bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima,
secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2)
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,
(5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika
sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar, pembentukan
sikap, serta pembentukan keterampilan penerapan, mata pelajaran matematika
juga memuat tujuan khusus, yaitu: (1) menumbuhkan dan mengembangkan
keterampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari, (2)
menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat digunakan melalui kegiatan
matematika, (3) mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal
belajar lebih lanjut, (4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
7
Secara lebih spesifik, hasil yang diharapkan setelah seseorang belajar
matematika adalah memiliki sifat sistematis, cermat, akurat, logis, imajinatif,
holistik dan strategis.
2.1.1.3 Ruang Lingkup Materi Matematika SD
Pembelajaran matematika di sekolah diarahkan pada pencapaian standar
kompetensi dasar oleh siswa. Kegiatan pembelajaran matematika tidak
berorientasi pada penguasaan materi matematika semata, tetapi materi matematika
diposisikan sebagai alat dan sarana siswa untuk mencapai kompetensi. Oleh
karena itu, ruang lingkup mata pelajaran matematika yang dipelajari di sekolah
disesuaikan dengan kompetensi yang harus dicapai siswa.
Standar kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi
matematika yang dibakukan dan harus ditunjukkan oleh siswa sebagai hasil
belajarnya dalam mata pelajaran matematika. Standar ini dirinci dalam
kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok, untuk setiap aspeknya.
Pengorganisasian dan pengelompokan materi pada aspek tersebut didasarkan
menurut kemahiran atau kecakapan yang hendak ingin di capai.
Merujuk pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus
dicapai siswa menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tahun 2006
mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD meliputi aspek-aspek
sebagai berikut:
a. Bilangan, dengan cakupan bilangan dan angka, perhitungan dan perkiraan.
b. Geometri, dengan cakupan bangun dua dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan
simetri, lokasi dan susunan berkaitan dengan koordinat.
c. Pengolahan data dengan cakupan perbandingan kuantitas suatu obyek,
penggunaan satuan ukuran dan pengukuran.
Secara lebih rinci, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Matematika (selanjutnya akan ditulis PPPPTK Matematika)
menguraikan tentang pemilihan materi matematika SD pada ruang lingkup
bilangan yaitu melakukan dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan
dalam pemecahan masalah dan menafsirkan hasil operasi hitung. Kemudian
materi pada ruang lingkup pengukuran dan geometri meliputi mengidentifikasi
8
bangun datar dan ruang menurut sifat, unsur, atau kesebangunan, melakukan
operasi hitung yang melibatkan keliling, luas, volume, dan satuan pengukuran,
menaksir ukuran (misal: panjang, luas, volume) dari benda atau bangun geometri,
dan mengaplikasian konsep geometri dalam menentukan posisi, jarak, sudut, dan
transformasi, dalam pemecaham masalah. Sementara materi untuk peluang dan
statistika meliputi mengumpulkan, menyajikan, dan menafsirkan data serta
menentukan dan menafsirkan peluang suatu kejadian dan ketidakpastian.
Berikut tabel 1 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran matematika kelas 3 semester II yang termuat dalam Permendiknas
nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah:
Tabel 1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran Matematika Kelas 3 Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Bilangan
3. Memahami pecahan
sederhana dan penggunaannya
dalam pemecahan masalah
3.1 Mengenal pecahan sederhana
3.2 Membandingkan pecahan sederhana
3.3 Memecahkan masalah yang berkaitan
dengan pecahan sederhana
Geometri dan Pengukuran
4. Memahami unsur dan sifat-
sifat bangun datar sederhana
4.1 Mengidentifikasi berbagai bangun datar
sederhana menurut sifat atau unsurnya
4.2 Mengidentikasi berbagai jenis dan besar
sudut
5. Menghitung keliling, luas
persegi dan persegi panjang,
serta penggunaannya dalam
pemecahan masalah
5.1 Menghitung keliling persegi dan persegi
panjang
5.2 Menghitung luas persegi dan persegi
panjang
5.3 Menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan keliling, luas persegi dan persegi
panjang Sumber: Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah
2.1.2 Standar Proses Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Standar proses digunakan sebagai acuan dalam merancang dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran serta melakukan penilaian. Berikut adalah
standar proses KTSP berdasarkan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007:
9
2.1.2.1 Prinsip-Prinsip Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang kegiatan
pembelajaran berdasarkan standar proses adalah sebagai berikut:
a. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik. RPP disusun dengan
memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual,
minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuansosial, emosi, gaya belajar,
kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai,
dan/atau lingkungan peserta didik.
b. Mendorong partisipasi aktif peserta didik. Proses pembelajaran dirancang
dengan berpusat pada peserta didik untukmendorong motivasi, minat,
kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dansemangat belajar.
c. Mengembangkan budaya membaca dan menulis. Proses pembelajaran
dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca,pemahaman beragam
bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan
d. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut. RPP memuat rancangan program
pemberian umpan balik positif, penguatan,pengayaan, dan remedi.
e. Keterkaitan dan keterpaduan. RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan
dan keterpaduan antara SK,KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
indikator pencapaiankompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu
keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan
pembelajaran tematik,keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar,
dan keragaman budaya.
f. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi. RPP disusun dengan
mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara
terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
2.1.2.2 Pelaksanaan Pembelajaran
Implementasi dari rancangan pembelajaran harus mengacu pada standar
proses. Pelaksanaan pembelajaran berdasarkan standar proses dilakukan melalui 3
(tiga) yakni kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
10
1. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pedahuluan, guru:
a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran;
b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya
dengan materi yang akan dipelajari;
c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akandicapai;
d. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
2. Kegiatan Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD
dengan menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik
dan mata pelajaran, yang meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
a. Eksplorasi
1) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang
topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam
takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;
2) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran,dan
sumber belajar lain;
3) Memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta didik
dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran;
5) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau
lapangan.
b. Elaborasi
1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui
tugas-tugas tertentu yang bermakna;
2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain
untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah,
dan bertindak tanpa rasa takut;
4) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
11
5) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan
prestasi belajar;
6) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik
lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
7) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun
kelompok;
8) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival,serta
produk yang dihasilkan;
9) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan
kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
c. Konfirmasi
1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan,
isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik;
2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik
melalui berbagai sumber;
3) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman
belajar yang telah dilakukan;
4) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna
dalam mencapai kompetensi dasar.
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/
simpulan pelajaran;
b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
c. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi,
program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas
individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
e. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
12
2.1.2.3 Penilaian Hasil Pembelajaran
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai
bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses
pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram
dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan
kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau
produk,portofolio, dan penilaian diri.
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Menurut Joice dan Weil dalam Isjoni (2013:50) model pembelajaran
adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan
digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi
petunjuk kepada pengajar di kelasnya.
Model pembelajaran memiliki beberapa macam diantaranya kooperatif
(CL, Cooperative Learning), kontekstual (CTL, Contextual Teaching and
Learning), realistik (RME, Realistic Mathematics Education), pembelajaran
langsung (DL, Direct Learning) dan pembelajaran berbasis Masalah (PBL,
Problem Based Learning).
Menurut Widyantini (2006:3) model pembelajaran kooperatif merupakan
suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok.
Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang
berbeda (tinggi, sedang dan rendah), dan jika memungkinkan anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan
jender. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Johnson, dkk (1983),
Johnson dan Johnson (1985), Slavin (1989), dan Sharan (1980) dalam Miftahul
Huda (2012:17) menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pengajaran efektif dalam meningkatkan prestasi dan sosialisasi mereka sekaligus
turut berkontribusi bagi perbaikan sikap dan persepsi mereka tentang begitu
pentingnya belajar dan bekerja sama, termasuk pemahaman tentang teman-
temannya yang berasal dari latar belakang dan etnis yag berbeda.
13
Beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh
beberapa ahli yaitu Slavin (1985), Lazarowitz (1988) atau Sharan (1990) dalam
Rachmadi (2006) dari Widyantini (2006:5) antara lain yaitu pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw, pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads
Together), dan Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement).
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin
dkk. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi
diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai
materi guna mencapai prestasi belajar maksimal. Model ini membagi siswa ke
dalam beberapa kelompok yang akan berdiskusi untuk menyelesaikan suatu
permasalahan. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat menanamkan
sikap saling membantu dalam menyelesaikan suatu permasalahan dan akan
berpengaruh terhadap hasil belajar. Tim dibentuk secara heterogen baik menurut
hasil belajar, jenis kelamin maupun agama.
2.1.3.2 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Uraian secara rinci kelebihan model ini ialah:
a. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang
substansial kepada kelompoknya, dan posisi anggota kelompok adalah setara.
(Allport dalam Slavin, 2005:103).
b. Menggalakkan interaksi secara aktif dan positif dan kerjasama anggota
kelompok menjadi lebih baik (Slavin, 2005:105).
c. Membantu siswa untuk memperoleh hubungan pertemanan lintas rasial yang
lebih banyak (Slavin, 2005:105)
d. Melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial di samping
kecakapan kognitif (Isjoni, 2010:72).
e. Peran guru juga menjadi lebih aktif dan lebih terfokus sebagai fasilitator,
mediator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62).
14
2.1.3.3 Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Beberapa kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD
diantaranya yaitu:
a. Model kooperatif tipe STAD memerlukan kemampuan khusus dari guru. Guru
dituntut sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62).
Dengan asumsi tidak semua guru mampu menjadi fasilitator, mediator,
motivator dan evaluator dengan baik.
b. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD cenderung akan membuat gaduh
suasana kelas karena menuntut siswa untuk berdiskusi dalam kelompok.
Kaitanya dengan hasil belajar adalah apabila terjadi perpecahan dalam diskusi
maka secara langsung akan berimbas pada tidak tercapainya tujuan
pembelajaran yang dikehendaki oleh guru sehingga hasil belajar siswa akan
menurun.
2.1.3.4 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Menurut Slavin dalam Isjoni (2013:51) proses pembelajaran kooperatif
tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi:
a. Tahap penyajian materi
Pada tahap ini guru memulai dengan menyampaikan indikator yang harus
dicapai, dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari.
Selanjutnya guru memberikan apersepsi dengan tujuan mengingatkan siswa
terhadap materi prasarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan
materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
Teknik penyajian materi pelajaran dapat dilakukan secara klasikal ataupun
melalui audiovisual. Lamanya presentasi bergantung pada kekompleksan materi
yang akan dibahas. Dalam mengembangkan materi pembelajaran, beberapa hal
yang perlu ditekankan adalah:
1) Mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari
siswa dalam kelompok,
2) Menekankan bahwa belajar adalah memahami makna, bukan hafalan,
3) Memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman
siswa,
15
4) Memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah,
5) Beralih pada materi selanjutnya jika siswa telah memahami masalah yang ada.
b. Tahap kerja kelompok
Pada tahap ini siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kelompok siswa saling berbagi tugas, dan saling membantu
menyelesaikan masalah agar semua anggota kelompok dapat memahami materi
yang dibahas dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada
tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam kegiatan
kelompok.
c. Tahap tes individu
Tahap ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar
telah dicapai. Tes individu diadakan agar siswa dapat menunjukkan apa yang telah
dipelajari secara individu selama bekerja dalam kelompok. Skor perolehan
individu digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.
d. Tahap perhitungan skor perkembangan individu
Skor perkembangan individu dihitung berdasarkan skor awal yang dapat
diambil dari hasil belajar sebelumnya. Berdasarkan skor awal setiap siswa
berkesempatan sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi
kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya. Perhitungan ini
dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan
kemampuannya. Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan menjumlahkan
masing-masing perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah
anggota kelompok.
16
Tabel 2
Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu
Skor Tes Skor Perkembangan
Individu
a. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
b. 10 hingga 1 poin dibawah skor awal 10
c. Skor awal sampai 10 poin di atasnya 20
d. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
e. Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30
e. Tahap pemberian penghargaan kelompok
Menurut Slavin guru memberikan penghargaan pada kelompok
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke
nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok. Cara-cara penentuan nilai
penghargaan kepada kelompok dijelaskan sebagai berikut.
1) Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat
berupa nilai tes/kuis awal atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.
2) Menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam
kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II
kepada setiap siswa yang kita sebut nilai kuis terkini.
3) Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan
berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing
siswa dengan menggunakan kriteria pedoman pemberian skor perkembangan
individu.
4) Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang
diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat baik, sangat
baik, dan sempurna.
17
Tabel 3
Kriteria Status Kelompok
Skor Perolehan Kelompok Kriteria Penghargaan
Jika rata-rata skor peningkatan individu anggota
kelompok kurang dari 15
Good Team (Tim Baik)
Jika rata-rata skor peningkatan individu anggota
kelompok antara 15 – 25
Great Team (Tim Hebat)
Jika rata-rata skor peningkatan individu anggota
kelompok lebih dari 25
Super Team (Tim Super)
Sementara itu, menurut Widyantini (2006:8), langkah-langkah penerapan
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan
diperoleh skor awal.
c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa
dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika
mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
kesetaraan jender.
d. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk
mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya
digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995).
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
f. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
g. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini).
Beberapa hal yang perlu mendapatkan penjelasan diantaranya yaitu
pembagian kelompok. Dalam pembentukan kelompok siswa dibagi berdasarkan
kemampuan akademik seperti berikut.
18
Tabel 4
Cara Pembentukan Kelompok
Kemampuan No Nama Rangking Kelompok
Tinggi
1 1 A
2 2 B
3 3 C
4 4 D
Sedang
5 5 D
6 6 C
7 7 B
8 8 A
9 9 A
10 10 B
11 11 C
12 12 D
Rendah
13 13 D
14 14 C
15 15 B
16 16 A
Berdasarkan pendapat ahli diatas terkait langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe STAD maka dapat dirangkum sintaks pembelajaran kooperatif tipe
STAD sebagai berikut.
a. Fase 1: Penyajian kelas.
Guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Teknik
penyajian materi pelajaran dapat dilakukan guru secara klasikal ataupun
melalui audiovisual.
b. Fase 2: Belajar kelompok.
Belajar kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru secara
berkelompok dimana setiap anggota kelompok bertanggungjawab membantu
teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Kegiatan berkelompok
adalah berdiskusi dan menyelesaikan soal yang guru berikan untuk kemudian
dipresentasikan.
c. Fase 3: Pemberian kuis.
Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan
apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok.
19
d. Fase 4: Pemberian penghargaan.
Pemberian penghargaan kelompok diberikan berdasarkan pada rata-rata nilai
perkembangan individu dalam kelompoknya dan berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan.
Secara lebih rinci, sintaks pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
pembelajaran matematika berdasarkan standar proses yaitu:
Tabel 5
Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Kegiatan No. Indikator Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Guru Aktifitas Siswa
Kegiatan
Awal
1. Membuka
pembelajaran.
Guru membuka
pembelajaran dan
memeriksa kesiapan
siswa dalam mengikuti
pembelajaran.
Siswa berdoa menurut agama dan
keyakinan masing-masing
kemudian mempersiapkan alat
tulis untuk mengikuti
pembelajaran.
2. Apersepsi Guru melakukan
kegiatan apersepsi.
Siswa menjawab pertanyaan guru
dan mengikuti kegiatan apersepsi.
3. Menyampaikan
tujuan
pembelajaran
Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran dan
cakupan materi yang
akan dipelajari.
Siswa menyimak tujuan
pembelajaran dan menyimak
informasi tentang cakupan materi
yang akan dipelajari.
4. Menyampaikan
langkah
pembelajaran
Guru menyampaikan
informasi langkah
pembelajaran kooperatif
tipe STAD.
Siswa menyimak informasi
langkah pembelajaran kooperatif
tipe STAD.
Kegiatan
Inti
1. Kegiatan tanya
jawab
Eksplorasi:
Guru memberikan
pertanyaan untuk
mengetahui kemampuan
awal siswa.
Siswa menjawab pertanyaan guru
secara individu tanpa membuka
buku panduan.
2. Pembagian
materi
Guru membagikan
materi tentang sifat-sifat
bangun datar sederhana.
Siswa mempelajari materi yang
telah dibagikan oleh guru, dan
dapat menggunakan buku
panduan untuk memperluas
informasi.
3. Penyajian
informasi
Guru menyajikan
informasi/ materi
kepada siswa secara
klasikal.
Siswa menyimak informasi yang
dijelaskan oleh guru dan siswa
boleh bertanya jika belum paham.
4. Kuis Elaborasi:
Siswa mengerjakan kuis
yang dibagikan guru.
Secara mandiri siswa
mengerjakan kuis untuk
mendapatkan skor awal.
5. Pembentukan
kelompok
Guru membagi siswa
dalam kelompok belajar
yang terdiri 4-6 siswa.
Siswa berkumpul dengan anggota
kelompok lainnya sesuai dengan
pembagian yang telah ditentukan.
6. Diskusi dan
kerja kelompok
Guru membimbing
siswa untuk melakukan
diskusi dalam kerja
kelompok.
Siswa dalam setiap kelompok
melakukan diskusi tentang materi
yang tengah dipelajari dan
mengerjakan tugas kelompok.
dalam kegiatan berkelompok
setiap siswa juga bertanggung
20
jawab terhadap kemampuan
anggota kelompoknya.
7. Presentasi Guru memimbing siswa
dalam melaporkan hasil
diskusi dan kerja
kelompok
Siswa menyampaikan laporan
hasil diskusi dan kerja kelompok
yang telah dilakukan di depan
kelas.
8. Membuat
rangkuman
Guru memfasilitasi
siswa dalam membuat
rangkuman dengan
memberikan
pengarahan, penegasan
pada materi
pembelajaran yang telah
dipelajari.
Secara mandiri siswa membuat
rangkuman materi yang telah
dipelajari.
9. Tes individual Siswa mengerjakan tes
individual.
Secara mandiri siswa
mengerjakan tes evaluasi.
10. Pemberian
penghargaan
Guru memberikan
penghargaan hasil
belajar individual dan
kelompok.
Siswa dan guru bersama-sama
menjumlahkan skor kelompok,
kemudian setiap kelompok
mendapatkan penghargaan sesuai
dengan tingkat perkembangan dan
kriteria penilaian, selain itu siswa
yanng mendapatkan skor akhir
tertinggi mendapatkan hadiah.
11. Umpan balik Konfirmasi:
Guru memberikan
umpan balik dan
penguatan terhadap
materi pembelajaran
yang telah dipelajari.
Siswa menyampaikan hal-hal
yang belum dimengerti serta
menyampaikan tanggapan berupa
kesimpulan materi yang tengah
dipelajari.
12. Refleksi Melakukan refleksi
terhadap pembelajaran
yang telah dilakukan.
Siswa menyampaikan garis besar
materi yang telah dipelajari dan
menghubungkannya dengan
kehidupan sehari-hari.
13. Meningkatkan
motivasi
belajar.
Memberikan motivasi
kepada peserta didik
yang belum
berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran.
Dengan bimbingan guru siswa
berusaha meningkatkan motivasi
untuk belajar dengan baik.
Kegiatan
Penutup
1. Tanggapan
pembelajaran.
Guru bertanya kepada
siswa tentang
pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
Siswa menyampaikan tanggapan
tentang pelaksanaan pembelajaran
yang telah dilakukan.
2. Pemahaman
siswa
Guru bertanya tentang
hal yang belum
dimengerti oleh siswa.
Siswa menyampaikan hal-hal
yang belum dipahami dan siswa
lain diberi kesempatan untuk
membantu dengan menjawab
pertanyaan siswa lain.
3. Membuat
kesimpulan
Membimbing untuk
menarik kesimpulan.
Dengan bimbingan guru siswa
menyimpulkan pembelajaran yang
telah dilakukan.
4. Menutup
pembelajaran
Mengajak semua siswa
berdo’a menurut agama
dan keyakinan masing-
masing untuk mengahiri
kegiatan pembelajaran.
Siswa berdo’a menurut agama dan
keyakinan masing-masing.
21
2.1.4 Pembelajaran Konvensional
Sagala dalam skripsi Kartika (2012:16) pembelajaran konvensional adalah
pembelajaran klasikal atau yang disebut juga pembelajaran tradisional.
Pembelajaran klasikal adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada sejumlah
siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas.
Pembelajaran klasikal memandang siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk
dan pasif mendengarkan penjelasan guru. Sedangkan menurut Vicky Siahaan
dalam jurnal UNIMED (2012:35) menjelaskan pembelajaran konvensional adalah
suatu metode yang digunakan dalam menyampaikan informasi secara lisan kepada
sejumlah siswa di dalam ruangan dan pendengar melakukan pencatatan
seperlunya.
Menurut Ujang Sukandi dalam Jurnal Scholaria Vol 1 (2011:215)
mendeskripsikan pendekatan konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih
banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah
siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat
proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. I Wayan Sukra dalam
Jurnal Scholaria Vol 1 (2011:215) menjelaskan metode pembelajaran
konvensional merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada guru dimana
hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru. Jadi guru
memegang peranan utama dalam menentukan isi dan proses belajar termasuk
dalam menilai kemajuan siswa. Menurut Nurhadi dalam Jurnal Scholaria Vol 1
(20011:215) metode konvensional terlihat pada proses siswa penerima informasi
secara pasif, siswa belajar secara individual, hadiah/penghargaan untuk perilaku
baik adalah pujian atau nilai angka/ raport saja, pembelajaran tidak
memperhatikan pengalaman siswa, dan hasil belajar diukur hanya dengan tes.
Menurut Djamarah dalam Jurnal Scholaria Vol 1 (2011:216) pembelajaran
konvensional ditandai dengan ceramah, pemberian tugas dan latihan. Sedangkan
menurut Fifi Ari Susanti (2012:15) langkah pembelajaran dalam pembelajaran
konvensional adalah 1) ceramah, 2) tanya jawab, 3) pemberian soal evaluasi.
22
a. Ceramah
Menurut Nana Sudjana (2008:77) ceramah adalah penuturan bahan-bahan
pelajaran secara lisan. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2011: 148) ceramah
diartikan sebagai cara penyampaian pelajaran melalui penuturan secara lisan atau
penjelasan langsung kepada sekelompok siswa. Agar metode ceramah berhasil,
ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya persiapan/perencanaan,
pelaksanaan dan kesimpulan.
1) Tahap persiapan
Artinya tahap guru untuk menciptakan kondisi belajar yang baik sebelum
mengajar dimulai (Nana Sudjana, 2008:77). Beberapa hal yang perlu diperhatikan,
diantaranya (a) merumuskan tujuan yang ingin dicapai, (b) menentukan pokok-
pokok materi yang akan diceramahkan, (c) mempersiapkan alat bantu.
2) Tahap pelaksanaan
a) Langkah pembukaan
Keberhasilan pelaksanaan ceramah sangat ditentukan oleh langkah ini,
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam langkah pembukaan adalah (1)
yakinkan bahwa siswa memahami tujuan yang akan dicapai, (2) lakukan langkah
apersepsi, yaitu langkah yang menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan
materi pelajaran yang akan disampaikan.
b) Langkah penyajian
Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pembelajaran dengan
cara bertutur. Agar ceramah memiliki kualitas sebagai metode pembelajaran,
maka guru harus menjaga perhatian siswa agar tetap terarah pada materi
pembelajaran yang sedang disampaikan. Untuk menjaga perhatian siswa,
beberapa hal yang perlu diperhatikan (1) menjaga kontak mata secara terus
menerus dengan siswa. Kontak mata adalah suatu isyarat dari guru agar siswa mau
memperhatikan dan kontak mata merupakan sebuah penghargaan dari guru
kepada siswa karena siswa merasa dihargai dan diperhatikan. (2) Gunakan bahasa
yang komunikatif dan mudah dicerna oleh siswa, (3) sajikan materi pelajaran
secara sistematis, tidak meloncat-loncat agar mudah ditangkap oleh siswa, (4)
tanggapilah respon secara segera, sekecil apapun respon tersebut dengan memberi
23
penguatan dan pujian terhadap respon yang tepat dan segera tunjukkan respon
secara baik tanpa menyinggung perasaan siswa terhadap siswa yang kurang tepat,
(5) jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar. Cara yang
dapat dilakukan adalah dengan cara guru menunjukkan sikap yang bersahabat dan
akrab, penuh gairah dalam menyampaikan materi pelajaran, serta sekali-kali
memberikan humor-humor segar dan menyenangkan.
3) Langkah mengakhiri atau menutup ceramah
Ciptakanlah kegiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa tetap mengingat
materi pelajaran, beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu (1) membimbing siswa
untuk menarik kesimpulan atau merangkum materi pelajaran yang baru saja
disampaikan, (2) merangsang siswa untuk menanggapi atau memberikan ulasan
tentang materi pembelajaran yang baru saja disampaikan, (3) melakukan evaluasi
untuk mengetahui kemampuan siswa menguasai materi pelajaran yang baru saja
disampaikan.
b. Tugas
Menurut Nana Sudjana (2008:81) tugas dan resitasi tidak sama dengan
pekerjaan rumah, tetapi jauh lebih luas dari itu. Tugas bisa dilaksanakan di rumah,
di sekolah, di perpustakaan, dan di tempat lain. Tugas dan resitasi merangsang
anak untuk aktif belajar baik secara individual maupun secara kelompok. Oleh
karena itu tugas dapat diberikan secara individual, atau dapat pula secara
kelompok.
Menurut Nana Sudjana (2008:81) langkah-langkah yang harus diikuti
dalam penggunaan metode tugas, yaitu:
1) Fase pemberian tugas, tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya
mempertimbangkan:
a) Tujuan yang akan dicapai
b) Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan
tersebut
c) Sesuai dengan kemampuan siswa
d) Ada petunjuk/sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa
e) Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut
24
2) Langkah Pelaksanaan Tugas
a) Guru memberikan bimbingan/pengawasan.
b) Guru memberikan dorongan sehingga anak mau bekerja.
c) Guru mengarahkan agar tugas tersebut dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak
menyuruh orang lain.
d) Guru menganjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh
dengan baik dan sistematik.
3) Fase mempertanggungjawabkan tugas
a) Laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa yang telah dikerjakannya.
b) Ada tanya jawab/diskusi kelas.
c) Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupaun nontes atau cara
lain.
c. Latihan
Menurut Bahri Djamarah & Aswan Zain dalam Jurnal Scholaria Vol. 1
(2011:218) metode latihan adalah suatu cara mengajar yang baik untuk
menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Metode latihan pada umumnya
digunakan untuk memperoleh ketangkasan dan ketrampilan yang telah dipelajari.
Menurut Nana Sudjana (2008:87) metode latihan kurang mengembangkan
bakat/inisiatif siswa untuk berfikir, maka hendaknya guru/pengajar
memperhatikan tingkat kewajaran dari metode ini.
1) Latihan, wajar digunakan untuk hal-hal yang bersifat motorik, seperti menulis,
permainan, pembuatan dan lain-lain.
2) Untuk melatih kecakapan mental, misalnya perhitungan penggunaan rumus-
rumus, dan lain-lain.
3) Untuk melatih hubungan, tanggapan, seperti penggunaan bahasa, grafik, simbol
peta, dan lain-lain.
Langkah-langkah memberikan latihan menurut Russefendi dalam Jurnal
Scholaria Vol. 1 (2011:218):
1) Guru menjelaskan materi yang berkaitan dengan latihan yang akan diberikan.
2) Guru memberikan contoh latihan dan cara menyelesaikannya.
3) Guru menyuruh siswa melakukan latihan.
25
4) Guru menganalisis hasil latihan siswa.
d. Tanya Jawab
Menurut Nana Sudjana (2008:78) metode tanya jawab adalah metode
mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two
way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dengan siswa.
Guru bertanya siswa menjawab, atau siswa bertanya guru menjawab. Beberapa
hal yang penting diperhatikan dalam metode tanya jawab ini antara lain:
1) Tujuan yang akan dicapai dari metode tanya jawab, antara lain:
a) Untuk mengetahui sejauh mana materi pelajaran telah dikuasai oleh siswa
b) Untuk merangsang siswa berfikir
c) Memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan masalah yang belum
dipahami.
2) Jenis pertanyaan, pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu diajukan yakni:
a) Pertanyaan ingatan, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana
pengetahuan sudah tertanam pada siswa.
b) Pertanyaan pikiran, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana
cara berfikir anak dalam menanggapi suatu persoalan.
3) Teknik mengajukan pertanyaan harus memperhatikan beberapa hal, antara lain:
a) Perumusan pertanyaan harus jelas dan terbatas
b) Pertanyaan hendaknya diajukan kepada kelas sebelum menunjuk siswa
untuk menjawab.
c) Beri kesempatan/ waktu pada siswa untuk menjawab
d) Hargai pendapat/pertanyaan dari siswa
e) Pemberian pertanyaan harus merata
f) Buat ringkasan hasil tanya jawab sehingga memperoleh pengetahuan secara
sistematik.
Metode tanya jawab biasanya dipergunakan apabila:
1. Bermaksud mengulang bahan pelajaran
2. Ingin membangkitkan siswa belajar
3. Tidak terlalu banyak siswa
4. Sebagai selingan metode ceramah.
26
Karakteristik model pembelajaran konvensional dalam penerapannya di
kelas, antara lain: (1) siswa adalah penerima informasi, (2) siswa cenderung
belajar secara individual, (3) pembelajaran cenderung abstrak dan teoritis, (4)
perilaku dibangun atas kebiasaan, (5) keterampilan dikembangkan atas dasar
latihan, (6) siswa tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman, (7)
bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural.
Menurut Sunarto dalam jurnal Scholaria Vol.1 (2011:219) pembelajaran
konvensional dipandang efektif terutama untuk (1) berbagi informasi yang tidak
mudah ditemukan di tempat lain, (2) menyampaikan informasi dengan cepat, (3)
membangkitkan minat akan informasi, (4) mengajari siswa yang cara belajar
terbaiknya dengan mendengarkan.
Namun pembelajaran ini juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu (1)
tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan, (2) sering
terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang
dipelajari, (3) pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang
kritis, (4) pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama
dan tidak bersifat pribadi.
Pembelajaran konvensional dilaksanakan berdasarkan kerangka
pembelajaran konvensional menurut Sujarwo dalam jurnal Scholaria (2011:219)
sebagai berikut:
Tabel 6
Kerangka Pembelajaran Konvensional
Tahap 1 Guru memberikan informasi atau mendiskusikan bersama siswa
dari materi pelajaran yang disampaikan
Tahap 2 Guru memberi latihan soal yang dikerjakan secra individu oleh
siswa
Tahap 3 Guru bersama siswa membahas latihan soal dengan cara beberapa
siswa disuruh mengerjakan di papan tulis.
Tahap 4 Guru memberi tugas kepada siswa sebagai pekerjaan rumah.
27
Sedangkan Dhidik Setiawan dalam jurnal Pendidikan Elektro Vol. 2
Nomor 1 Universitas Surabaya (2013:304) menjelaskan sintaks pembelajaran
konvensional sebagai berikut:
Tabel 7
Sintaks Pembelajaran Konvensional (I)
Fase atau tahap Peran Guru
Menyampaikan tujuan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut.
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa secara
tahap demi tahap dengan metode ceramah.
Mengecek pemahaman
dan memberikan umpan
balik
Guru mengecek keberhasilan siswa dan
memberikan umpan balik.
Memberikan kesempatan
untuk latihan lanjutan
Guru memberikan tugas tambahan untuk
dikerjakan dirumah.
Secara lebih rinci, sintaks pembelajaran konvensional dalam pembelajaran
matematika berdasarkan standar proses yaitu:
28
Tabel 8
Sintaks Pembelajaran Konvensional (II)
Kegiatan No. Indikator
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan Guru Aktifitas Siswa
Kegiatan
awal
1. Membuka
pembelajaran.
Guru membuka pembelajaran dan
memeriksa kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Siswa berdoa menurut agama dan
keyakinan masing-masing kemudian mempersiapkan alat tulis
untuk mengikuti pembelajaran.
2. Apersepsi Guru melakukan kegiatan
apersepsi.
Siswa menjawab pertanyaan guru
dan mengikuti kegiatan apersepsi.
3. Menyampaikan
tujuan pembelajaran
Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran dan cakupan materi yang akan dipelajari.
Siswa menyimak tujuan
pembelajaran dan menyimak informasi tentang cakupan materi
yang akan dipelajari.
Kegiatan
Inti
1. Mengamati Guru menunjukkan berbagai
bentuk bangun datar.
Siswa mengamati gambar/media
bangun datar.
2. Kegiatan tanya jawab
Guru memberikan pertanyaan untuk mengetahui kemampuan
awal siswa.
Siswa menjawab pertanyaan guru secara individu tanpa membuka
buku panduan.
3. Penyajian
informasi
Guru menyajikan informasi/ materi
kepada siswa secara klasikal.
Siswa menyimak informasi yang
dijelaskan oleh guru dan siswa boleh bertanya jika belum paham.
4. Latihan Guru memberikan latihan soal
kepada siswa melalui kegiatan
tanya jawab.
Siswa berusaha menjawab
pertanyaan (soal) dari guru sebagai
latihan. siswa boleh berdiskusi
dengan teman sebangku dan boleh
membuka buku panduan.
5. Konfirmasi
jawaban.
Guru mengkonfirmasi jawaban
siswa dengan kegitan tanya jawab.
Siswa mengkoreksi jawabannya
dengan jawaban guru.
6. Membuat catatan
Guru memfasilitasi siswa dalam membuat catatan dengan
memberikan pengarahan,
penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
Secara mandiri siswa membuat catatan materi yang telah dipelajari.
7. Umpan balik Guru memberikan umpan balik dan
penguatan terhadap materi pembelajaran yang telah dipelajari.
Siswa menyampaikan hal-hal yang
belum dimengerti serta menyampaikan tanggapan berupa
kesimpulan materi yang tengah
dipelajari.
8. Penugasan Siswa mengerjakan tes individual. Secara mandiri siswa mengerjakan
tes evaluasi.
9. Refleksi Melakukan refleksi terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan.
Siswa menyampaikan garis besar
materi yang telah dipelajari dan
menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.
Kegiatan
Penutup
1. Tanggapan
pembelajaran.
Guru bertanya kepada siswa
tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Siswa menyampaikan tanggapan
tentang pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan.
2. Pemahaman
siswa
Guru bertanya tentang hal yang
belum dimengerti oleh siswa.
Siswa menyampaikan hal-hal yang
belum dipahami dan siswa lain
diberi kesempatan untuk membantu dengan menjawab pertanyaan siswa
lain.
3. Membuat kesimpulan
Membimbing untuk menarik kesimpulan.
Dengan bimbingan guru siswa menyimpulkan pembelajaran yang
telah dilakukan.
4. Menutup
pembelajaran
Mengajak semua siswa berdo’a
menurut agama dan keyakinan masing-masing untuk mengakhiri
kegiatan pembelajaran.
Siswa berdo’a menurut agama dan
keyakinan masing-masing.
29
2.1.5 Hasil Belajar
2.1.5.1 Pengertian Hasil Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2009:20) menyatakan bahwa hasil belajar
merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama
berkat evaluasi guru. Winaputra (2007:1.10) menjelaskan bahwa hasil belajar
merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai siswa dimana setiap kegiatan
belajar dapat menimbulkan suatu perubahan yang khas. Sedangkan menurut Nana
Sudjana (2004:14) hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan
menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana,
baik tes tertulis, tes lisan, atau tes perbuatan.
Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ada lima kemampuan yang ditinjau dari segi-
segi yang diharapkan dari suatu pengajaran. Lima kemampuan tersebut yaitu:
a. Keterampilan intelektual
Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan
lingkungannya dengan penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan.
Aktivitas belajar keterampilan intelektual ini sudah dimulai sejak tingkat
pertama sekolah dasar dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan
kemampuan intelektual seseorang.
b. Strategi kognitif
Suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan
tertentu bagi belajar dan berpikir disebut sebagai strategi kognitif. Dalam teori
belajar modern, suatu strategi kognitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu
suatu proses internal yang digunakan peserta didik (orang yang belajar) untuk
memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat,
dan berpikir (Gagne, 1985).
c. Informasi verbal
Informasi verbal disebut juga pengetahuan verbal. Menurut teori, pengetahuan
verbal ini disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi (rancangan-rancangan)
(Gagne, 1985 dalam Prof. Dr. Ratna Wilis Dahar, M.Sc, 2011:123). Informasi
30
verbal diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah dan juga dari kata-kata yang
diucapkan orang, mendengar dari radio, televisi, dan media lainnya.
d. Sikap
Sikap merupakan pembawaan yang dimiliki seseorang yang dapat dipelajari
dan dapat mempengaruhi perilaku orang tersebut terhadap benda, kejadian-
kejadian, atau makhluk hidup lainnya.
e. Keterampilan motorik
Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga
kegiatan motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual.
Howard Kingsley dalam Nana Sudjana (2008:45) membagi tiga macam
hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan
pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi
dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah.
2.1.5.2 Jenis Hasil Belajar
Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dapat dikatagorikan menjadi tiga
bidang yakni bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif
(berhubungan dengan sikap dan nilai), serta bidang psikomotor (kemampuan/
keterampilan bertindak/ berperilaku). Ketiga hasil belajar tersebut tidak dapat
berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak dipisahkan, bahkan
menurut hubungan hierarki. Hasil belajar tersebut nampak dalam perubahan
tingkah laku.
Berikut dikemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek hasil
belajar tersebut:
a. Tipe hasil belajar bidang kognitif terdiri dari tipe hasil belajar pengetahuan
hafalan, pemahaman, penerapan (aplikasi), analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Tipe hasil belajar bidang afektif terdiri dari beberapa tingkat yang dimulai dari
terendah yaitu receiving/attending, responding atau jawaban, valuing
(penilaian), organisasi, dan karakteristik nilai atau internalisasi nilai.
c. Tipe hasil belajar bidang psikomotor, enam tingkatan keterampilan yakni
gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual termasuk
membedakan visual, auditif, motorik dan lain-lain, kemampuan bidang fisik,
31
gerakan-gerakan skill, kemampuan yang berkenaan dengan non decursive
komunikasi.
Kemudian untuk melihat ketercapaian tujuan pembelajaran dilakukan
kegiatan evaluasi dengan alat ukur. Pengukuran pada dasarnya merupakan
kegiatan penentuan angka dari suatu objek yang diukur yang digunakan untuk
mengungkapkan hasil belajar perserta tes baik secara individu ataupun kelompok.
Secara teknis evaluasi yang digunakan untuk menilai dan atau mengukur kegiatan
pembelajaran menurut Nana Sudjana (2008:113) dibedakan menjadi dua, yaitu (a)
tes dan (b) non tes.
1) Tes
Tes ada yang sudah distandarisasi, artinya tes tersebut telah mengalami
proses validasi (ketepatan) dan reliabilitasi (ketetapan) untuk suatu tujuan dan
untuk sekelompok siswa tertentu. Tes hasil belajar usaha penyusunan tes yang
sudah distandarisasi. Tes terdiri dari tiga betuk, yakni:
a. Tes Tertulis
b. Tes Tulisan
c. Tes Tindakan
2) Non Tes
Untuk menilai tingkah laku, jenis nontes lebih sesuai digunakan sebagai
alat evaluasi. alat evaluasi non tes antara lain:
a. Observasi
b. Wawancara
c. Studi Kasus
d. Rating Scale
e. Check List
f. Inventory
Hasil belajar ranah kognitif dapat diukur dengan melakukan pengukuran
yang menggunakan instrumen (alat ukur). Pengukuran hasil belajar matematika
pada penelitian ini diukur dengan menggunakan tes tertulis berbentuk pilihan
ganda dengan jumlah 20 butir soal.
32
2.1.6 Hubungan antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
terhadap Hasil Belajar Matematika
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi
diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai
materi guna mencapai prestasi belajar maksimal. Model pembelajaran kooperatif
tipe STAD memiliki beberapa kelebihan yang telah dijelaskan di atas diantaranya
yaitu menggalakkan interaksi secara aktif dan positif dan kerjasama anggota
kelompok menjadi lebih baik dan melatih siswa dalam mengembangkan aspek
kecakapan sosial di samping kecakapan kognitif.
Interaksi aktif dan positif dapat terbentuk dalam kerjasama antar anggota
kelompok dalam setiap pembelajaran, diantaranya yaitu pembelajaran
matematika. Dalam kegiatan pembelajaran matematika terdapat beberapa tujuan
belajar diantaranya yaitu melatih siswa untuk dapat memecahkan masalah sehari-
hari. Untuk itu, pembelajaran matematika sangat penting diajarkan kepada siswa
sedini mungkin.
Penggunaan model pembelajaran STAD dalam pembelajaran matematika
yang didalamnya terdapat beberapa langkah pembelajaran yaitu secara runtut
dimulai dari penyajian materi, pemberian kuis, pembentukan kelompok, kegiatan
diskusi, membuat rangkuman, tes individu, serta pemberian penghargaan dapat
membantu siswa dalam memahami dan mengikuti pembelajaran. Penyajian
materi, kegiatan diskusi, membuat rangkuman materi dapat membantu siswa
dalam memahami materi, siswa dalam kelompok juga dapat saling membantu dan
bertanggungjawab terhadap kemampuan anggota kelompok lainnya. Kegiatan
pembelajaran tersebut secara tidak langsung membuat siswa belajar dan
memahami materi pembelajaran secara berulang.
Pemberian kuis pada awal kegiatan inti pembelajaran dapat membantu
guru dalam mengetahui kemampuan awal siswa serta dapat menentukan siswa
dalam pembentukan kelompok. Dengan demikian anggota setiap kelompok dibagi
dalam kemampuan yang heterogen (tinggi, sedang, dan rendah). Serta pemberian
penghargaan merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk memberikan
33
pernghargaan atas kerja siswa dan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam
mengikuti pembelajaran.
Hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD diukur melalui skor hasil tes tertulis berbentuk pilihan
ganda yang berjumlah 20 butir soal.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian tentang model pembelajaraan kooperatif tipe STAD
yang pernah dilakukan, diantaranya:
a. Penelitian skripsi Enie Rusmalina (UKSW) tahun 2012 .
Penelitian skripsi Enie Rusmalina (UKSW) tahun 2012 yang berjudul
“Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Metode STAD (Student Teams Achievement
Divisions) terhadap Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran
Matematika Siswa Kelas IV SDN Karangtengah 01”, dengan kesimpulan bahwa
model pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD berpengaruh terhadap motivasi
belajar dan hasil belajar pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV SDN
Karangtengah 01. Pembelajaran kooperatif metode STAD terbukti berpengaruh
terhadap motivasi belajar, dengan didukung bukti skor rata-rata motivasi belajar
kelas eksperimen lebih tinggi daripada motivasi belajar kelas kontrol serta telah
mencapai indikator kinerja yaitu skor motivasi belajar menunjukkan bahwa semua
siswa kelas eksperimen telah berhasil mencapai level tinggi (≥ 118) dengan rata-
rata skor motivasi belajar sebesar 128 (level sangat tinggi).
Pembelajaran kooperatif metode STAD terbukti berpengaruh terhadap
hasil belajar, dengan didukung bukti nilai rata-rata posttest kelas eskperimen lebih
tinggi dibanding kelas kontrol serta telah mencapai indikator kinerja yakni semua
siswa kelas eksperimen telah berhasil mencapai KKM yang ditentukan sekolah
yakni ≥71 dengan nilai rata-rata 86,90.
Kelebihan dari penelitian ini adalah dapat menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif metode STAD
terhadap motivasi dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Karangtengah 01 pada
mata pelajaran matematika. Artinya pembelajaran kooperatif tipe STAD
bermakna terhadap hasil belajar dan peningkatan motivasi belajar siswa.
34
Kekurangan dari penellitian ini adalah analisis interaksi antara model
pembelajaran dan tingkat motivasi belajar menggunakan uji perbedaan rata-rata
skor motivasi, padahal interaksi merupakan korelasi atau hubungan yang teknik
analisisnya menggunakan korelasi product moment.
b. Penelitian skripsi Selvia Yeni (UKSW) tahun 2012.
Penelitian skripsi Selvia Yeni (UKSW) tahun 2012 yang berjudul
”Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-
Achievement Division (STAD) terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV Semester II
Pada Mata Pelajaran IPA SD Negeri Dukuh 02 Salatiga Kecamatan Sidomukti
Tahun Pelajaran 2011/2012” dengan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang
sangat signifikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap
hasil belajar IPA kelas IV di SD Negeri Dukuh 02 Salatiga Tahun Pelajaran
2011/2012.
Berdasarkan uji t menunjukkan Sig (2-tailed) (0,000) < α (0,05), terdapat
rata-rata hasil belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hal tersebut
dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil postest kelas eksperimen yaitu 79,44 lebih
tinggi dari pada nilai rata-rata hasil posttest kelas kontrol 69,92. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Kesimpulan lainnya,
model kooperatif tipe STAD juga dapat menumbuhkan pengaruh yang baik pada
hasil belajar siswa. Siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran,
berkomunikasi dengan teman satu kelompok dalam menyelesaikan tugas
kelompok untuk bertukar pikiran sehingga dapat menghilangkan rasa malas dalam
belajar.
Kelebihan dari hasil ini adalah dapat menunjukkan pengaruh yang
signifikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil
belajar IPA kelas IV SD Negeri Dukuh 02 Salatiga. Artinya pembelajaran
kooperatif tipe STAD bermakna terhadap hasil belajar siswa. Kekurangan dari
penelitian ini adalah pembahasan hasil penelitian belum dikuatkan oleh kajian
teori dan kajian hasil terdahulu.
c. Penelitian skripsi Fifi Ari Susanti (UKSW) tahun 2012.
35
Penelitian skripsi Fifi Ari Susanti (UKSW) tahun 2012 yang berjudul
“Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student
Team Achievement Division) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
Kelas IV SD Negeri Salatiga 06 Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012” dengan
kesimpulan terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan pada pembelajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran STAD. Hal ini terlihat
pada perolehan rata-rata posttets pada kelas eksperimen dengan model
pembelajaran tipe STAD sebesar 82,46 dan untuk kelas kontrol dengan
menggunakan pembelajaran konvensional sebesar 75,42. Ditinjau dari perbedaan
penggunaan model pembelajaran diperoleh sig. 0,000 < 0,05 berarti model
pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif digunakan dengan pembelajaran
konvensional dalam kegiatan pembelajaran matematika tersebut.
Kelebihan dari penelitian ini adalah dapat menunjukkan perbedaan
efektivitas yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan pembelajaran konvensional. Artinya pembelajaran kooperatif tipe STAD
bermakna terhadap hasil belajar siswa. Kekurangan dari penelitian ini adalah
pembahasan hasil penelitian belum dikuatkan oleh kajian teori dan kajian hasil
terdahulu.
d. Penelitian skripsi Hadi Widodo (2012).
Penelitian skripsi Hadi Widodo (2012) yang berjudul “Perbedaan Hasil
Belajar Antara Pendekatan Matematika Realistik Melalui Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD dengan Pembelajaran Konvensional dalam Pembelajaran
Matematika pada Siswa Kelas IV SD Semester II Desa Sugihan Kabupaten
Grobogan Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian ini adalah terdapat
perbedaan hasil belajar antara pendekatan matematika realistik melalui
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran konvensional dalam
pembelajaran matematika pada siswa kelas IV SD semester II Desa Sugihan
Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian dapat terlihat dari
persentase keterlaksanaan treatment kelas eksperimen saat latihan/ pra treatment
yaitu 73% dengan saat melakukan treatment pada proses pembelajaran pertemuan
pertama yaitu 82% dan petemuan kedua yaitu 86%. Selain kelas eksperimen
36
keterlaksanaan treatment juga dialami pada kelas kontrol dengan pembelajaran
konvensional terbukti dari persentase keterlaksanaan treatment kelas kontrol pada
pertmuan pertama sebesar 65% dan pada pertemuan ke dua sebesar 76%.
Kelebihan dari hasil ini adalah dapat menunjukkan perbedaan hasil belajar
matematika realistik melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
model pembelajaran konvensional. Artinya pembelajaran kooperatif tipe STAD
bermakna terhadap hasil belajar siswa. Kekurangan dari penelitian ini adalah tidak
dijelaskan teknik pengukuran posttest yang digunakan.
e. Penelitian skripsi Eka Septiana (UKSW) tahun 2012.
Penelitian skripsi Eka Septiana (UKSW) tahun 2012 yang berjudul “
Perbedaan Prestasi Belajar Matematika diantara Siswa yang Diajar Menggunakan
Model Cooperatif Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
Dengan Model Pembelajaran Konvensional di SMP Negeri 3 Salatiga”. Hasil
penelitian adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara model cooperatif
learning tipe STAD pada kelas VIII G sebagai kelas eksperimen dengan model
pembelajaran konvensional pada kelas VIII H sebagai kelas kontrol terhadap
prestasi belajar matematika.
Analisis uji t menunjukkan bahwa t hitung > t tabel atau 7,044 > 2,021 dan
sig(2-tailed) < α = 5% (0,05) atau 0.000 < 0.05. Siswa yang diajar menggunakan
model cooperatif learning tipe STAD nilai rata-rata posttest sebesar 83.18 dan
untuk siswa yang yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional
nilai rata-rata posttest sebesar 42.27. Prestasi belajar matematika siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibandingkan
dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
Kelebihan dari penelitian ini adalah dapat menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model
pembelajaran konvensional terhadap prestasi belajar. Artinya pembelajaran
kooperatif tipe STAD bermakna terhadap hasil belajar siswa. Kekurangan dari
penelitian ini adalah uji prasyarat yang dilakukan hanya uji normalitas saja,
padahal uji prasyarat sebelum melakukan uji t adalah uji normalitas dan uji
homogenitas.
37
f. Penelitian skripsi Eston Nasib Manullang (UNIMED) tahun 2012.
Penelitian skripsi Eston Nasib Manullang (UNIMED) tahun 2012 yang
berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Siswa yang Diajar dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dengan Pembelajaran Konvensional
pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat di Kelas X SMA Negeri 1 Gebang
Tahun Ajaran 2011/2012” dengan kesimpulan bahwa pembelajaran model
kooperatif tipe STAD memberikan pengaruh efektif terhadap hasil belajar siswa
dilihat dari nilai rata-rata pre-tes dan pos-tes pada kelas eksperimen A adalah
44,60 dan 76,60 sedangkan pada kelas eksperimen B diperoleh 45,10 dan 70,90.
Kelebihan penelitian ini adalah dapat menunjukkan pengaruh efektif
model kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar siswa, yang artinya model
kooperatif tipe STAD bermakna terhadap hasil belajar siswa. Kekurangan
penelitian ini adalah perbedaan hasil posttest hanya berdasarkan beda rata-rata
pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol.
g. Artikel Penelitian Rinny Widiawati (UNTAN) tahun 2014.
Artikel Penelitian Rinny Widiawati (UNTAN) tahun 2014 yang berjudul
“Penerapan Pembelajaran Kooperatif STAD pada Materi Archaebcateria dan
Eubacteria Terhadap Hasil Belajar Siswa” dengan kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif STAD dengan yang diajarkan menggunakan model
pembelajaran konvensional. Rata-rata skor hasil belajar siswa kelas eksperimen
yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif STAD adalah 15,77.
Sementara rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol yang diajarkan dengan model
pembelajaran konvensional adalah 14,25.
h. Hasil penelitian Dedi Natalis, Margiati, dan Siti Djuzairoh.
Hasil penelitian Dedi Natalis, Margiati, dan Siti Djuzairoh dalam jurnal
pendidikan UNTAN yang berjudul “Pengaruh Tipe STAD terhadap Hasil Belajar
pada Materi Bilangan Romawi di Sekolah Dasar” dengan kesimpulan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
memberikan pengaruh yang tinggi terhadap hasil belajar siswa dengan rata-rata
skor hasil belajar siswa 79,60 dengan standar deviasi 15,22 sedangkan dengan
38
menggunakan metode ekspositori rata-rata skor hasil belajar siswa 66,48 dengan
standar deviasi 15,06.
i. Penelitian Zul Aminatin, Halini, Rustam.
Penelitian Zul Aminatin, Halini, Rustam dalam jurnal pendidikan UNTAN
yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terhadap
Kemampuan Koneksi Matematis Siswa pada Materi Pecahan” dengan kesimpulan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan koneksi
matematis antara siswa yang diberi pembelajaran menggunakan model kooperatif
tipe STAD dan siswa yang diberi pembelajaran menggunakan model
konvensional. Berdasarkan perhitungan Effect Size, diperoleh nilai effect size
sebesar 0,8 yang artinya model pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan
kontribusi sedang terhadap kemampuan koneksi matematis siswa.
j. Penelitian Abdul Hakim dan Agus Salim.
Penelitian Abdul Hakim dan Agus Salim dalam jurnal penelitian inovasi
pembelajaran fisika 2011 (UNIMED) dengan kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil belajar fisika siswa yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan yang diajar dengan
menggunakan pembelajaran konvensional. Rata-rata posttest kelas dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah 7,081 dengan standar deviasi 1.134.
Sedangkan untuk kelas dengan pembelajaran konvensional diperoleh rata-rata
6,163 dengan standar deviasi 1,303.
Lebih jelasnya, penelitian tentang penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD yang pernah dilakukan terlihat dalam tabel 9 berikut:
39
Tabel 9
Persamaan dan Perbedaan Hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti Tahun
Penelitian Jenis Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian X Y
1. 2. 1. 2.
1. Enie
Rusmalina
2012 Eksperimen Pembelajaran
kooperatif metode
STAD
Pembelajaran
Konvensional
Motivasi Hasil belajar Pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan
pengaruh terhadap motivasi belajar dan hasil
belajar matematika dengan rata-rata 86,90.
2. Selvia Yeni 2012 Eksperimen Pembelajaran kooperatif metode
STAD
Pembelajaran Konvensional
Hasil belajar - Terdapat pengaruh yang sangat signifikan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD terhadap hasil belajar IPA dengan rata-rata
hasil posttest 79,44 dan rata-rata hasil posttest kelas kontrol 69,92.
3. Fifi Ari
Susanti
2012 Eksperimen Pembelajaran
kooperatif metode
STAD
Pembelajaran
Konvensional
Hasil belajar - Terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan
terhadap hasil belajar matematika dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan nilai rata-rata 82,46 sedangkan
untuk kelas kontrol rata-rata 75,42.
4. Hadi Widodo 2012 Eksperimen Pembelajaran kooperatif metode
STAD
Pembelajaran Konvensional
Hasil belajar - Terdapat perbedaan hasil belajar antara pendekatan matematika realistik melalui pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran
konvensional.
5. Eka Septiana 2012 Eksperimen Pembelajaran kooperatif metode
STAD
Pembelajaran Konvensional
Prestasi belajar - Terdapat perbedaan dalam pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD terhadap prestasi
belajar matematika dengan nilai rata-rata postest sebesar 83,18 dan kelas kontrol nilai rata-rata
postest sebesar 42,27.
6. Eston Nasib Manullang
2012 Eksperimen Pembelajaran kooperatif metode
STAD
Pembelajaran Konvensional
Hasil belajar Pembelajaran model kooperatif tipe STAD memberikan pengaruh efektif terhadap hasil belajar
siswa dengan nilai rata-rata pos-tes pada kelas
eksperimen A adalah 76,60 sedangkan pada kelas eksperimen B diperoleh 70,90.
7. Rinny
Widiawati
2014 Eksperimen Pembelajaran
kooperatif metode STAD
Pembelajaran
Konvensional
Hasil belajar Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang
diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD dengan yang
diajarkan menggunakan model pembelajaran
konvensional. Rata-rata skor hasil belajar siswa kelas eksperimen adalah 15,77, sementara rata-rata
hasil belajar siswa kelas kontrol 14,25.
40
8. Dedi Natalis,
Margiati, dan Siti Djuzairoh
- Eksperimen Pembelajaran
kooperatif metode STAD
Pembelajaran
Konvensional
Hasil belajar Model pembelajaran kooperatif tipe STAD
memberikan pengaruh yang tinggi terhadap hasil belajar siswa dengan rata-rata skor 79,60 dengan
standar deviasi 15,22 sedangkan kelas kontrol rata-
rata skor 66,48 dengan standar deviasi 15,06.
9. Zul Aminatin, Halini,
Rustam
- Eksperimen Pembelajaran kooperatif metode
STAD
Pembelajaran Konvensional
Kemampuan koneksi
matematis
Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan koneksi matematis antara siswa yang
diberi pembelajaran menggunakan model
kooperatif tipe STAD dan siswa yang diberi pembelajaran menggunakan model konvensional.
Berdasarkan perhitungan Effect Size, diperoleh
nilai effect size sebesar 0,8 yang artinya model pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan
kontribusi sedang terhadap kemampuan koneksi
matematis siswa.
10. Abdul Hakim
dan Agus
Salim
2011 Eksperimen Pembelajaran
kooperatif metode
STAD
Pembelajaran
Konvensional
Hasil belajar Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
belajar fisika siswa yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan yang diajar dengan menggunakan
pembelajaran konvensional. Rata-rata posttest kelas
dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah 7,081 dengan standar deviasi 1.134.
sedangkan kelas kontrol diperoleh rata-rata 6,163
dengan standar deviasi 1,303.
11. Nur Vitasari 2015 Pembelajaran Konvensional
Sedang dilakukan penelitian
41
2.3 Kerangka Pikir
Kecenderungan penelitian terdahulu tentang model pembelajaran
kooperatif tipe STAD yang hanya diterapkan di kelas tinggi menimbulkan
keraguan tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas
rendah. Keraguan tersebutlah yang mendorong untuk melakukan penelitian
tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas rendah,
yang pelaksanaannya dilakukan di kelas 3 SD Negeri Kutowinangun 12.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran konvensional
pada mata pelajaran matematika kelas 3 SD dengan kompetensi dasar
mengidentifikasi berbagai bangun datar sederhana menurut sifat atau unsur. Untuk
mengetahui perbedaan efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
model pembelajaran konvensional, data hasil posstest kelas eksperimen dan kelas
kontrol dilakukan analisis dan uji data dengan menggunakan uji t (uji independent
sample t test).
Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD menekankan pada siswa untuk belajar secara berkelompok. Melalui
kegiatan berkelompok, diharapkan siswa akan lebih mudah dalam memahami
materi serta dapat meningkatkan aktifitas sosial siswa. Pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui proses adalah
sebagai berikut:
1) Penyajian materi tentang bangun datar yang disampaikan secara klasikal.
2) Pemberian kuis untuk memperoleh skor awal siswa yang akan digunakan untuk
pembentukan kelompok.
3) Pembentukan kelompok berdasarkan skor awal. Pembagian kelompok
dilakukan secara heterogen sesuai dengan kemampuan siswa.
4) Diskusi kelompok tentang materi bangun datar.
5) Siswa secara individu membuat rangkuman tentang bangun datar.
6) Tes/ evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa setelah mengikuti kegiatan
berkelompok dan untuk memperoleh skor siswa sebagai pedoman dalam
pemberian penghargaan.
42
7) Pemberian penghargaan diberikan kepada setiap kelompok sesuai tingkat
perkembangan individu dan skor akhir siswa.
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD akan mengajarkan siswa bekerja dalam kelompok, dimana dalam
pembelajaran kooperatif tipe STAD setiap anggota kelompok juga
bertanggungjawab dengan anggota kelompok yang lain. Belajar dalam kelompok
juga akan membantu siswa dalam memahami materi serta memecahkan masalah
dalam persoalan matematika. Selain itu dengan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD akan mengajarkan siswa bersosialisasi dengan teman-temannya tanpa
memandang kemampuan, jenis kelamin, ras, budaya dan suku. Adapun kerangka
pikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
43
Gambar 1
Kerangka Pikir Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Pembelajaran Matematika
KD: 4.1 Mengidentifikasi berbagai bangun datar sederhana menurut sifat atau unsur.
Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Penyajian Materi: Siswa menyimak
penjelasan materi tentang bangun datar
sederhana.
Penyajian Materi: Siswa menyimak
penjelasan materi tentang bangun datar
sederhana.
Kegiatan Tanya Jawab: Siswa dan guru
melakukan kegiatan tanya jawab tentang
bangun datar sederhana.
Kuis (Individual): Siswa mengerjakan
kuis tentang bangun datar sederhana
untuk mendapatkan skor awal siswa
Latihan: Siswa mengerjakan soal latihan di
depan kelas tentang bangun datar
sederhana.
Tes: Siswa mengerjakan tes tertulis
tentang bangun datar sederhana.
Pembentukan Kelompok: Siswa dibagi
dalam kelompok secara heterogen
(berdasarkan skor awal siswa)
Diskusi Kelompok: Dalam kelompok
siswa berdiskusi tentang bangun datar
sederhana menurut sifat atau unsur.
Membuat Rangkuman: Secara individu
siswa membuat rangkuman materi
tentang bangun datar sederhana.
Tes: Siswa mengerjakan tes tertulis
tentang bangun datar sederhana.
Pemberian Penghargaan: Penghargaan
diberikan kepada kelompok berdasarkan
pedoman penskoran tingkat
perkembangan siswa dan nilai kelompok.
Hasil Belajar Matematika menggunakan
model pembelajaran Kooperatif tipe
STAD
Hasil Belajar Matematika menggunakan
model pembelajaran Konvensional
44
2. 4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Dari rumusan masalah diatas, maka dapat dikemukakan hipotesisnya
sebagai berikut:
a. Hipotesis Nol
H0 : X1 = X2 yaitu rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen (siswa kelas
3 SD Negeri Kutowinangun 12) sama dengan rata-rata hasil belajar matematika
kelas kontrol (siswa kelas 3 SD Negeri Kutowinangun 03). Artinya tidak ada
perbedaan efektivitas yang signifikan antara penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan model pembelajaran konvensional terhadap hasil
belajar matematika siswa kelas 3 SD Negeri Kutowinangun 12.
b. Hipotesis Alternatif
Ha : X1 > X2 yaitu rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen (siswa kelas
3 SD Negeri Kutowinangun 12) lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil belajar
matematika kelas kontrol (siswa kelas 3 SD Negeri Kutowinangun 03). Artinya
terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan antara penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan model pembelajaran konvensional
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas 3 SD Negeri Kutowinangun 12.