Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian teori
2.1.1. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Pembelajaran merupakan tahapan suatu proses belajar yang
sistematis dalam pelaksanaannya supaya peserta didik memiliki
pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan menerapkan suatu
konsep yang diperoleh dalam belajar sebagaimana pendapat Gagne, R.M.
(Winataputra, 2007) bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan
yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.
IPS merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan
dari isi materi cabang-cabang ilmu sosial. Menurut Departemen
Pendidikan Nasional (2006), IPS adalah merupakan integrasi dari berbagai
cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi,
politik, hukum dan budaya. Ilmu sosial merupakan gerakan yang cukup
luas, karena mencakup gejala-gejala dan masalah-masalah kehidupan
manusia di tengah-tengah masyarakat.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2007) Mata pelajaran
IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan mengenal konsep-
konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya,
memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial,
memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan, serta memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional
dan global. Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek- aspek :
manusia, tempat dan lingkungan, waktu, keberlanjutan, dan perubahan
sistem sosial dan budaya, dan perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
8
Pengajaran IPS SD diandalkan untuk membina generasi penerus
usia dini agar memahami potensi dan peran dirinya dalam berbagai tata
kehidupannya, menghayati tuntutan keharusan dan pentingnya
bermasyarakat dengan penuh rasa kebersamaan dan kekeluargaan serta
mahir berperan erat di lingkungannya sebagai insan sosial dan warga
negara yang baik ( BSNP, 2007)
2.1.1.1. Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar
IPS merupakan perpaduan antara konsep-konsep ilmu sosial
dengan konsep-konsep ilmu pendidikan yang dikaji secara
sistematis,psikologi dan fungsional sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa (Somantri,1996).
Berkenaan IPS merupakan perpaduan antara konsep-konsep ilmu
sosial dengan konsep-konsep pendidikan yang dikaji secara sistematis
Nursid Sumaatmadja (1980) mengemukakan bahwa secar mendasar
pengajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan
segala tingkah laku dan kebutuhannya.
Kamarga (1994) mengatakan berdasarkan fungsi pengajaranya
disekolah, IPS terdiri dari ilmu sosial dan pendidikan sosial. Pendidikan
ilmu-ilmu sosial biasanya dikembangkan dalam kurikulum akademik atau
kurikulum disiplin ilmu pada tingkat sekolah menengah. Sedangkan
pendidikan ilmu sosial dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar.
Fokus utama IPS adalah kajian hubungan antar manusia. Untuk
mencapai keserasian dan keselarasan kehidupan masyarakat diperlukan
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang terbentuk melalui pendidikan
pengetahuan sosial.
Standar isi (PERMEN No.22,2006), merupakan salah satu mata
pelajaran yang diberika mulai SD/MI/SDLB sampai SMP/Mts/SMPLB.
Ips mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang
berkaitan dengan isu sosial. Pada mata pelajaran IPS, siswa diarahkan
9
untuk dapat menjadi warga negara indonesia yang demokratis, dan
bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Menurut (PERMEN No.22,2006) IPS bertujuan agar peserta didik
berkemampuan sebagai berikut:
a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya.
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi
dalam masyarakat majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.
2.1.2. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif merupakan istilah umum untuk
sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja
sama kelompok dan interaksi antar siswa. Menurut Davidson dan
Warsham dalam Isjoni (2011: 28), Pembelajaran Kooperatif adalah model
pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan
pendekatan pembelajaran yang berefektifitas yang mengintegrasikan
keterampilan sosial yang bermuatan akademik. Lebih khusus, Slavin
dalam Sanjaya (2006: 240) menyatakan bahwa Pembelajaran Kooperatif
adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama
dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Jadi dalam
model pembelajaran kooperatif ini, siswa bekerja sama dengan
kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Oleh karena itu,
siswa akan bertanggung jawab atas belajarnya sendiri dan berusaha
menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan pada mereka. Dalam Model Pembelajaran Kooperatif, siswa
dikondisikan untuk belajar secara berkelompok. Pembentukan kelompok
10
disini diupayakan terbentuk kelompok yang heterogen. Hal ini sesuai
dengan pendapat Ibrahim (2000) dalam Yusiriza (2011) yang menyatakan
bahwa Model Pembelajaran Kooperatif merupakan salah satu model
pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang heterogen
dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Model
Pembelajaran Kooperatif ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1) siswa
belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya; 2) kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan rendah; 3) jika di dalam kelas terdapat
siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin
yang berbeda maka diupayakan dalam setiap kelompok terdiri dari ras,
suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda pula; dan 4) penghargaan
lebih diutamakan pada kerjasama kelompok daripada perorangan.
Anita Lie (2004:12) menyatakan bahwa Model Pembelajaran
Kooperatif atau disebut juga dengan Pembelajaran Gotong - Royong
merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak
didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang terstruktur. Lebih Dampak dari penerapan model
pembelajaran ini sesuai dengan Pendapat Trianto (2010) yang menyatakan
bahwa Pembelajaran Kooperatif memiliki dampak positif bagi siswa yang
hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil
belajar yang signifikan. Pembelajaran Kooperatif bertujuan untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman
sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta
memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar
bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Selain itu, Stahl
(2009) dalam Isjoni (2011) menyatakan dengan melaksanakan Model
Pembelajaran Kooperatif, siswa memungkinkan dapat meraih keberhasilan
dalam belajar dan juga dapat melatih siswa untuk memiliki ketrampilan
baik ketrampilan berpikir (thinking skill) maupun ketrampilan sosial
(social skill) seperti ketrampilan untuk mengemukakan pendapat, aktif
11
bertanya, menerima saran dan masukan dari orang lain, bekerja sama, rasa
setia kawan, dan mengurangi perilaku yang menyimpang di kelas.
Akibatnya, Anita Lie (2008) dalam Isjoni (2011) menyatakan bahwa
Model Pembelajaran Kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran
efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan saling ketergantungan positif,
tanggung jawab perseorangan, interaksi promotif, komunikasi antar
anggota dan pemrosesan kelompok.
Berdasarkan uraian di atas, dari beberapa pendapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang
mengutamakan pembentukan kelompok yang bertujuan untuk
menciptakan pendekatan pembelajaran yang lebih efektif dalam proses
pembelajaran.
2.1.2.1. Pengertian Student Teams Achievement Division (STAD)
Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah
satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi
kemampuan siswa yang heterogen. Model ini dipandang sebagai metode
yang paling sederhana dan langsung dari pendekatan pembelajaran
kooperatif. Metode ini paling awal ditemukan dan dikembangkan oleh para
peneliti pendidikan di John Hopkins Universitas Amerika Serikat dengan
menyediakan suatu bentuk belajar kooperatif. Di dalamnya siswa diberi
kesempatan untuk melakukan kolaborasi dan elaborasi dengan teman
sebaya dalam bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu
permasalahan” (Arindawati, 2004).
Model pembelajaran ini, masing-masing kelompok beranggotakan
4 – 5 orang yang dibentuk dari anggota yang heterogen terdiri dari laki-
laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jadi, model pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah salah satu model pembelajaran yang berguna
untuk menumbuhkan kemampuan kerjasama, kreatif, berpikir kritis dan
12
ada kemampuan untuk membantu teman serta merupakan pembelajaran
kooperatif yang sangat sederhana.
2.1.2.2. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh
Robert Slavin dan teman-temannya dari universitas John Hopkins, dan
merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Tipe ini baik
diterapkan oleh guru yang baru mengenal model pembelajaran kooperatif.
Tipe ini menggunakan tim yang terdiri dari 4-5 orang anggota.
Guru menyampaikan suatu materi, siswa yang tergabung dalam tim-tim
tersebut menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Anggota lain
menggunakan lembah kegiatan atau perangkat pelajaran yang lain untuk
menuntaskan materi pembelajarannya yang kemudian saling membantu
satu sama lain atau melakukan diskusi setelah menyelesaikan soal-soal,
mereka menyerahkan pekerjaan secara tunggal untuk setiap kelompok
kepada guru.
Secara individu setiap minggu atau dua minggu siswa diberi kuis.
Hasil pnyelesaian diberi skor, dan setiap individu diberi skor
pengembangan. Skor pengembangan ini tidak didasarkan pada skor mutlak
siswa, tetapi didasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata
skor siswa yang lalu. Setiap minggu diumumkan hasil pencapaian skor
semua siswa. Termasuk skor pengembangan tertinggi atau siswa yang
mencapai skor sempurna pada kasus-kasus itu.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri tujuh komponen utama, yaitu :
a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai.
b. Persiapan pembelajaran termasuk didalamnya pembentukan kelompok,
presentasi tugas siswa.
c. Kepastian bahwa siswa telah memahami isi materi pelajaran.
d. Pembentukan kelompok pada STAD terdiri dari siswa yang heterogen
e. Kuis individual yang dilakukan dalam rangka meyakinkan siswa dalam
belajar dan sebagai indikator tanggung jawab siswa.
13
f. Kemajuan nilai secara individual
g. Pengakuan dan hadiah terhadap kelompok.
Tahapan-tahapan yang dilalui dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD
meliputi :
1. Penyajian kelas
Guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan penyajian
kelas. Penyajian kelas tersebut mencakup pembukaan, pengembangan
dan latihan terbimbing.
2. Kegiatan kelompok
Siswa mendiskusikan lembar kerja yang diberikan dan diharapkan
saling membantu sesama anggota kelompok untuk memahami bahan
pelajaran dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
3. Kuis (Quizzes)
Kuis adalah tes yang dikerjakan secara mandiri dengan tujuan untuk
mengetahui keberhasilan siswa setelah belajar kelompok. Hasil tes
digunakan sebagai hasil perkembangan individu dan disumbangkan
sebagai nilai perkembangan dan keberhasilan kelompok.
4. Skor Kemajuan (perkembangan) Individu
Skor kemajuan individu ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa,
tetapi berdasarkan pada beberapa jauh skor kuis terkini yang melampui
rata-rata skor siswa yang lalu.
5. Penghargaan Kelompok
Penghargaan keompok adalah pemberian predikat kepada masing-
masing kelompok. Predikat ini diperoleh dengan melihat skor
kemajuan kelompok. Skor kemajuan kelompok diperoleh dengan
mengumpulkan skor kemajuan masing-masing kelompok sehingga
diperoleh skor rata-rata kelompok.
Langkah-langkah penerapan tipe STAD (student teams achievement
division) dipaparkan oleh Slavin, (2009: 133) sebagai berikut:
a) Guru mempersiapkan siswa sebelum pelajaran
14
b) Guru menyiapkan materi dan menjelaskan Tujuan pembelajaran yang
akan disampaikan.
c) Guru menyajikan pelajaran kepada siswa tentang materi jasa dan peran
tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
lewat bacaan
d) Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang secara hetrogen
(presentas jenis kelamin, suku agama dll).
e) Guru membimbing dan memberikan tugas kepada kelompok untuk
dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok guru memberi pertanyaan
kepada seluruh peserta didik.
f) Memberikan evaluasi hasil belajar tentang materi jasa dan peran tokoh
perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dan
masing-masing kelompok mewakilkan mempresentasikan hasil
kerjanya.
g) Guru bersama-sama membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka selanjutnya tahap-
tahap yang perlu dipersiapkan selanjutnya dalam penerapan kooperatif
tipe STAD (student teams achievement division) adalah sebagai berikut:
1) Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan ini, guru membentuk kelompok yang akan
dibagikan kepada siswa. Kelompok-kelompok tersebut, sebelumnya
telah dibuat oleh guru berdasarkan materi yang akan disampaikan pada
kegiatan belajar mengajar (KBM) sesuai dengan RPP dan Silabus.
Pembuatan kelompok-kelompok tersebut terbagi dalam dua kategori
yaitu pertanyaan dan jawaban. Kelompok-kelompok yang nanti akan
terbentuk, didasarkan pada kelompoknya pertanyaan dan jawaban itu.
Pembuatan kelompok tidak memilih teman agama, suku dll, tidak
terpatok ke dalam satu pertanyaan dan satu jawaban, tetapi disesuaikan
dengan kebutuhan jumlah anggota kelompok yang diinginkan oleh.
guru. Artinya dalam dua kategori tersebut, bisa berbentuk 1 kelompok
pertanyaan dengan 1-3 kelompok jawaban.
15
Disamping mempersiapkan kelompok, guru juga merencanakan
alokasi waktu untuk kegiatan pembentukan kelompok. Alokasi waktu
disesuaikan dengan banyaknya jam pelajaran yang diberikan oleh pihak
sekolah. Selanjutnya akan dilaksanakan penyampaian materi oleh guru.
Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat memperoleh gambaran mengenai
materi yang akan dibahas dalam KBM. Selain itu, ini juga demi
membantu siswa agar tidak terlalu kebingungan dalam mencari
pasangan kelompoknya berdasarkan pertanyaan atau jawaban dalam
kartu, karena siswa telah dibekali materi oleh guru.
2) Tahap Pembentukan Kelompok
Tahapan ini merupakan kegiatan utama dalam tipe STAD (student
teams achievement division). Pada tahapan ini terbagi dalam kegiatan,
diantaranya:
a. Pembagian kelompok
Dalam kegiatan ini, guru membagikan kelompok-kelompok
4-5 orang yang telah dipersiapkan pada tahapan sebelumnya
kepada siswa. Tiap siswa masing-masing mendapatkan
kelompoknya untuk itu siswa sudah dibentuk kelompok, guru akan
membagikan tugas kepada masing kelompok untuk mengerjakan
pertanyaan yang guru berikan, dan guru juga memberikan
kuis/pertanyaan , jika guru memberikan kuis tidak ada salah satu
yang boleh membanti harus benar-benar perindividu yang
menjawab sendiri, guru memberikan kesempatan beberapa menit
kepada kelompok masing-masing untuk memikirkan jawaban atau
pertanyaan yang sesuai dengan isi pertanyaan/soal tersebut. Waktu
diberikan disesuaikan dengan alokasi waktu dalam KBM sesuai
RPP.
b. Pembentukan kelompok
Kegiatan selanjutnya adalah pembentukan kelompok. Pada
kegiatan ini, guru meminta tiap siswa membentuk kelompok-
kelompok setelah pembentukan kelompok siswa masing-masing
16
bergabung dengan kelompoknya masing-masing untuk
mendiskusikan tugas yang diberikan oleh guru. Dalam
pembentukan kelompok ini, guru memberikan watku kepada siswa
sesuai dengan perencanaan pada tahap persiapan. Tingat waktu
yang diberikan oleh guru ini, berpengaruh terhadap penghargaan
yang akan diberikan oleh guru kepada siswa ketika proses
pembentukan kelompok.
Selanjutnya, guru memeriksa validitas dari pembentukan
kelompok ini. Guru masuk ke dalam tiap-tiap kelompok dan
memeriksa kecocokan dari tiap-tiap anggota kelompok tersebut.
Jika belum ada yang benar, guru memberikan waktu kembali
kepada masing-masing kelompok untuk memperbaiki anggota
kelompoknya. Namun, jika pembentukan kelompok sudah benar,
makan dilanjutkan pada kegiatan berikutnya.
c. Penghargaan
Penghargaan dilakukan dalam proses pembentukan
kelompok. penghargan ini bersifat individu maupun kelompok.
Pemberian penghargaan ini dilakukan untk mendapatkan antusias
siswa yang lebih dalam kepada KBM, sehingga siswa dapat
meningkatkan hasil belajarnya. Pedoman penghargaan siswa
dilakukan dengan skor sesuai dengan waktu yang ditempuh dalam
pembentukan kelompok.
3) Tahap Kegiatan Kelompok
Dalam tahapan ini, setiap siswa melaksanakan kelompok kerja
berdasarkan kelompok yang dibentuk dalam tahapan sebelumnya.
Setiap kelompok memecahkan masalah yang terdapat dalam gabungan
tiap-tiap kartu anggota kelompoknya. Ketika kerja kelompok
berlangsung, setiap siswa berhak meminta bantuan guru untuk
membantu mengarahkan kelompoknya dalam memecahkan masalah. Di
samping itu, guru juga memberikan tenggat waktu kepada setiap
kelompok untuk bekerja sesui dengan alokasi waktu dalam KBM.
17
Setiap kelompok yang sudah selesai mengerjakan tugas kelompoknya,
berhak mendapatkan penghargaan sesuai dengan pedoman waktu yang
telah ditetapkan dan mendapatkan kesempatan pertama untuk
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.
4) Tahap Presentasi Kelompok
Tahapan presentasi merupakan tahapan berikutnya, setelah tiap
kelompok selesai mengerjakan tugas kelompoknya. Dalam tahapan ini
terbagi ke dalam dua yaitu presentasi kelompok dan tanya jawab antar
kelompok. Setiap kelompok mengutus wakilnya untuk menyajikan hasil
kerja kelompoknya di depan. Guru sebagai fasilitator memberikan
alokasi waktu kepada tiap-tiap kelompok secara rata untuk menyajikan
hasil kerja kelompoknya dan untuk mengadakan sesi tanya jawab.
Pembagian alokasi waktu oleh guru diharapkan agar setiap kelompok
dapat tampil ke depan untuk mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya. Di samping itu, guru juga mengadakan penilaian
terhadap keaktifan individu siswa selama kegiatan presentasi kelompok
sedang berlangsung. Setelah semua kegiatan presentasi dilaksanakan,
maka guru menyimpulkan seluruh materi yang tersampaikan dalam
KBM.
5) Evaluasi
Evaluasi diadakan sebagai tahapan akhir dari seluruh pelaksanaan
tipe STAD (student teams achievement division). Evaluasi dilaksanakan
melalui kegiatan tes. Tes merupakan pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan kepada siswa untuk mendapatkan jawaban dari siswa dalam
bentuk lisan, tertulis ataupun tindakan Sudjana, (2009: 35). Kegiatan
evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar yang
dicapai oleh siswa setelah dilaksanakan serangkaian kegiatan
pembelajaran dengan tipe STAD (student teams achievement division.
ini.
Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka dapat tergambarkan
bahwa metode ini akan menciptakan mobilitas siswa yang positif di
18
kelas selama kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung. Hal ini
akan menjadi alternative solution untuk menjawab keluhan-keluhan
guru dalam menghadapi suasana kelas yang tidak kondusif, sehingga
suasana yang tidak kondusif tersebut menjadi hal yang positif yang
dapat membantu dalam keberlangsungan belajar siswa di kelas.
Mengatasi kecenderungan suasana yang tidak kondusif yang
diakibatkan dari penerapan model kooperatif tipe STAD (student teams
achievement division), maka diperlukan teknik-teknik dalam
manajemen pembelajaran. Salah satu teknik manajemen yang dapat
digunakan dalam mengatasi masalah di atas adalah dengan “Sinyal
Kebisingan-nol”. Menurut Slavin (2009: 260), sinyal kebisingan-nol
adalah sebuah sinyal yang diberikan kepada para siswa untuk berhenti
bicara, untuk membuat mereka memberi perhatian penuh kepada guru,
dan untuk membuat tangan dan tubuh mereka diam. Selanjutnya, Slavin
(2009: 261), menjelaskan beberapa variasi dari sinyal kebisingan-nol:
Menggunakan sebuah alat pengukur waktu, dan hitung berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke kebisingan-nol.Buatlah sinyal
yang berbeda, satu sekedar untuk menurunkan tingkat kebisingan
(misalnya, mengangkat tangan, dan posisi tangan horizontal), yang
kedua untuk menurunkan tingkat kebisingan dan mendapatkan
perhatian para siswa untuk memberikan pengumuman yang ingin anda
berikan (mengangkat tangan, dan telapak tangan posisi vertikal).
Gunakan alat pengukur waktu secara acak untuk menurunkan tingkat
kebisingan. Disamping itu, diadakan pemberian poin atau nilai kepada
para siswa yang dapat mencapai tingkat kebisingan nol saat pengukur
waktunya mati.
19
2.1.2.3 Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran STAD
Menurut Yurisa (2010), kelebihan dan kelemahan model pembelajaran
STAD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan model pembelajaran kooperatif STAD
a. Meningkatkan kecakapan individu.
b. Meningkatkan kecakapan kelompok.
c. Meningkatkan komitmen.
d. Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya.
e. Tidak bersifat kompetitif.
f. Tidak memiliki rasa dendam.
2. Kelemahan model pembelajaran kooperatif STAD
a. Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang.
b. Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran
anggota yang pandai lebih dominan.
2.1.3. Media gambar
2.1.3.1 Pengertian Media
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBBI), media adalah alat
(sarana), perantar penghubung. Sementara itu Miarso (1980)
mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan
anak didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri
siswa.
Din Wahyudin (2007:45) mengemukakan media pembelajaran
adalah teknik membawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Sedangkan Nana Sudjana (2009) berpendapat bahwa media
merupakan pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam
pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil
belajar yang dicapainya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media merupakan
suatu alat atau perantara yang dapat digunakan dalam keperluan
20
pembelajaran dimana media yang digunakan dapat merangsang pikiran,
perasaan dan perhatian, sehingga dapat mempertinggi hasil belajar siswa.
2.1.3.2 Pengertian Media Gambar
Media gambar merupakan peniruan dari benda-benda dan
pemandangan dalam hal bentuk, rupa serta ukurannya relatif terhadap
lingkungan (Din Wahyudin, 2007:15). Menurut Sarwono (2009) dalam
bukunya yang berjudul komputer dan media pembelajaran di SD
mengemukakan tentang media gambar adalah:
“media gambar yang dimaksud adalah termasuk ke dalam gambar
diam/mati (still picture), misalnya gambar/foto tentang kerangka manusia-
tumbuhan, objek hewan, alat transportasi, yang ada kaitannya dengan
isi/bahan pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa”
Penemuan-penemuan dari penelitian mengenai nilai guna gambar
tersebut memiliki sejumlah implikasi bagi pengajaran yaitu :
a. Penggunaan gambar dapat merangsang minat atau perhatian siswa.
b. Gambar yang dipilih dan diadaptasikan secara tepat dapat membantu
siswa memahami dan mengingat isi informasi bahan-bahan verbal
yang menyertainya.
c. Syarat yang bersifat non verbal atau simbol-simbol seperti tanda panah
ataupun tanda-tanda lainnya pada gambar dapat memperjelas atau
mengubah pesan yang sebenarnya.
Menurut Nana Sudjana (2001:68) media gambar adalah media
yang mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas dan kuat melalui
kombinasi perlengkapan kata-kata dengan gambar. Media gambar
merupakan media yang sederhana, mudah dalam pembuatannya, dan
ditinjau dari pembiayaannya termasuk media yang murah harganya.
21
Kelebihan media gambar
1. Banyak tersedia dalam buku-buku, majalah, kalender, surat kabar, dan
sebagainya.
2. Tidak mahal, bahkan mungkin tidak perlu mengeluarkan biaya.
3. Dapat digunakan pada setiap tahap pembelajaran.
4. Dapat digunakan pada semua mata pelajaran/disiplin ilmu.
5. Mudah menggunakannya dan tidak memerlukan peralatan lain.
6. Dapat menterjemahkan gagasan/ide yang bersifat abstrak akan lebih
menjadi realistis.
Langkah-Langkah Penggunaan Media Gambar
Menurut Suroso Widihatmoko (Dalam Sumarsono 2012)
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambr yang berkaitan
dengan materi.
4. Guru mengelompokkan siswa untuk berdiskusi.
5. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang
memilih/menyebutkan /mengurutkan jenis gambar.
6. Guru menanyakan alasan/dasar pengertian gambar tersebut.
7. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan
konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
8. Siswa mendapat LKS dan dikerjakan berkelompok.
9. Siswa melakukan tanya jawab antar kelompok dari hasil diskusi
mengerjakan LKS.
10. Bersama siswa guru merumuskan kesimpulan/rangkuman.
11. Guru member kesempatan siswa untuk bertanya tentang materi yang
belum jelas.
12. Bersama siswa mengevaluasi hasil materi dan memberikan PR
kemudian salam.
22
2.1.4. Keaktifan
1) Pengertian Keaktifan
Keaktifan peserta didik dalam belajar secara efektif itu dapat
dinyatakan sebagai berikut:
a. Hasil belajar peserta didik umumnya hanya sampai tingkat penguasaan,
merupakan bentuk hasil belajar terendah.
b. Sumber-sumber belajar yang digunakan pada umumnya terbatas pada guru
(catatan penjelasan dari guru) dan satu dua buku catatan.
c. Guru dalam mengajar kurang merangsang aktivitas belajar peserta didik
secara optimal. (Tabrani,1989: 128)
Keaktifan sendiri merupakan motor dalam kegiatan pembelajaran
maupun kegiatan belajar, siswa di tuntut untuk selalu aktif memproses dan
mengolah hasil belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah hasil
belajarnya secara efektif, siswa dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual,
dan emosional. Sardiman (2009) berpendapat bahwa aktifitas disini yang baik
yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktifitas itu
harus saling terkait. Kaitan antara keduanya akan membuahkan aktifitas
belajar yang optimal. Banyak aktifitas yang dapat dilakukan siswa di sekolah.
Beberapa macam aktifitas itu harus diterapkan guru pada saat pembelajaran
sedang berlangsung.
Dalam proses belajar aktif pengetahuan merupakan pengalaman
pribadi yang diorganisasikan dan dibangun melalui proses belajar bukan
merupakan pemindahan pengetahuan yang dimiliki guru kepada anak
didiknya, sedangkan mengajar merupakan upaya menciptakan lingkungan.
agar siswa dapat memperoleh pengetahuan melalui keterlibatan secara aktif
dalam kegiatan belajar. Guru harus memotivasi siswa pada saat pembelajaran
berlangsung, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator pada saat
pembelajaran. Guru berperan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan
mendukung bagi terciptanya pembelajaran yang bermakna. Siswa harus
mengalami dan berinteraksi langsung dengan obyek yang nyata. Jadi belajar
harus dialihkan yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang
23
berpusat pada siswa. Sekolah merupakan sebuah miniatur dari masyarakat
dalam proses pembelajaran harus terjadi saling kerja sama dan interaksi antar
komponen. Pendidikan modern lebih menitik beratkan pada aktifitas yang
sejati, dimana siswa belajar dengan mengalaminya sendiri pengetahuan yang
dipelajari. Dengan mengalami sendiri, siswa memperoleh pengetahuan,
pemahaman dan ketrampilan serta perilaku lainnya termasuk sikap dan nilai.
Saat ini pembelajaran diharapkan ada interaksi siswa pada saat pembelajaran.
Hal ini agar siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam belajar. guru
berperan sebagai pembimbing dan fasilitator.
2) Klasifikasi keaktifan siswa
Menurut Sardiman (2009) keaktifan siswa dalam belajar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Visual activities
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, dan
mengamati orang lain bekerja.
b) Oral activities
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,
mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat,
wawancara, diskusi dan interupsi.
c) Listening activities
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi
kelompok, mendengarkan musik, pidato.
d) Writing activities
Menulis cerita, menulis laporan, karangan, angket, menyalin.
e) Drawing activities
Menggambar, membuat grafik, diagram, peta.
f) Motor activities
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat
model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.
24
g) Mental activities
Merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor,
melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.
h) Emotional activities
Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain. Dengan demikian bisa kita
lihat bahwa keaktifan siswa sangat bervariasi, peran gurulah untuk menjamin
setiap siswa untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dalam kondisi
yang ada. Guru juga harus selalu memberi kesempatan bagi siswa untuk
bersikap aktif mencari, memperoleh, dan mengolah hasil belajarnya.
3) Prinsip-Prinsip Keaktifan
Menurut W. Gulo (2002) prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam usaha
menciptakan kondisi belajar supaya siswa dapat mengoptimalkan aktivitasnya
dalam pembelajaran. Prinsip–prinsip tersebut adalah :
1. Prinsip motivasi, di mana guru berperan sebagai motivator yang
merangsang dan membangkitkan motif-motif yang positif dari siswa
dalam pembelajarannya.
2. Prinsip latar atau konteks, yaitu prinsip keterhubungan bahan baru dengan
apa yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan perolehan yang ada
inilah siswa dapat memperoleh bahan baru.
3. Prinsip keterarahan, yaitu adanya pola pengajaran yang menghubung-
hubungkan seluruh aspek pengajaran.
4. Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu mengintegrasikan pengalaman dengan
kegiatan fisik dan pengalaman dengan kegaiatan intelektual.
5. Prinsip perbedaan perorangan, yaitu kegiatan bahwa ada perbedaan -
perbedaan tertentu di dalam diri setiap siswa, sehingga mereka tidak
diperlakukan secara klasikal.
6. Prinsip menemukan, yaitu membiarkan sendiri siswa menemukan
informasi yang dibutuhkan dengan pengarahan seperlunya dari guru.
7. Prinsip pemecahan masalah, yaitu mengarahkan siswa untuk peka terhadap
masalah dan mempunyai kegiatan untuk mampu menyelesaikannya.
25
Berdasarkan uraian di atas, dalam membangun suatu aktivitas dalam
diri para siswa, hendaknya guru memperhatikan dan menerapkan beberapa
prinsip di atas. Dengan begitu para siswa akan terlihat keaktifannya dalam
belajar dan juga mereka dapat mengembangkan pengetahuannya. Jadi
siswalah yang berperan pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Guru
hanya membuat suasana belajar yang menyenangkan, agar siswa bisa aktif
dalam pembelajaran, jadi mereka tidak hanya diam pada saat pelajaran
sedang berlangsung.
4) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan
Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa adalah 1)
Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran; 2) Menjelaskan tujuan
instruksional (kemampuan dasar kepada peserta didik); 3) Mengingatkan
kompetensi belajar kepada peserta didik; 4) Memberikan stimulus (masalah,
topik, dan konsep yang akan dipelajari); 5) Memberikan petunjuk kepada
peserta didik cara mempelajari; 6) Memunculkan aktifitas, partisipasi peserta
didik dalam kegiatan pembelajaran, 7) Memberikan umpan balik (feedback);
8) Melakukan tagihan-tagihan kepada peserta didik berupa tes sehingga
kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur; 9) Menyimpulkan
setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran.
Keaktifan dapat ditingkatkan dan diperbaiki dalam keterlibatan siswa
pada saat belajar. Hal tersebut seperti dijelaskan oleh Moh. Uzer Usman
(2009) cara untuk memperbaiki keterlibatan siswa diantaranya yaitu abadikan
waktu yang lebih banyak untuk kegiatan belajar mengajar, tingkatkan
partisipasi siswa secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar, serta
berikanlah pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar
yang akan dicapai. Selain memperbaiki keterliban siswa juga dijelaskan cara
meningkatkan keterlibatan siswa atau keaktifan siswa dalam belajar. Cara
meningkatkan keterlibatan atau keaktifan siswa dalam belajar adalah
mengenali dan membantu anak-anak yang kurang terlibat dan menyelidiki
penyebabnya dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan
26
keaktifan siswa, sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan
individual siswa. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan
keinginan siswa untuk berfikir secara aktif.
2.1.5. Minat Belajar
Individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya (Moh
Surya, 1997). Belajar perlu memperhatikan tentang prinsip-prinsip belajar:
pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Kedua, belajar
merupakan proses. Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman.
Pengalaman pada dasarnya hasil interaksi antara siswa dengan lingkungannya
(William Burton, 1984).
Slavin (2000), Surya (1997) dan Burton (1984) menyatakan bahwa
hakikat belajar tersebut, seseorang yang telah mengalami proses belajar akan
terjadi Hakikat belajar adalah aktivitas yang mengharapkan perubahan
tingkah laku pada individu yang belajar. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukan perubahan perilakunya (Slavin,2000).
Dikatakan bahwa ciri utama belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri
individu yang belajar. Perubahan tingkah laku tersebut dapat terjadi karena
interaksi antara perubahan tingkah laku dalam aspek pengetahuan, sikap
maupun keterampilannya. Jadi kegiatan belajar merupakan kegiatan yang
paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini mengandung arti
bahwa berhasil tidaknya tujuan pendidikan banyak bergantung kepada
bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa (Usman dan
Setiawati,1993).
Upaya untuk menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan bagi
siswa adala melalui kegiatan pembelajaran. Tujuan dari kegiatan
pembelajaran adalah membantu orang belajar (Mukminan,dkk,2002).
Selanjutnya Gagne dan Briggs mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu
rangkaian kejadian mempengaruhi siswa sehingga proses belajarnya dapat
berlangsung dengan mudah. Jadi pembelajaran tidak terbatas pada reaksi
27
kejadian yang dilakukan oleh guru, tetapi mencakup semua kejadian yang
mungkin mempunyai pengaru langsung pada proses belajar manusia.
Kegiatan dalam pembelajaran siswa sebagi subyek pembelajaran. Inti
dari kegiatan pembelajaran adalah kegiatan belajar siswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran (Djamarah dan Zain,2002) sesuai dengan pengertian
tersebut maka kegiatan pembelajaran yang menjamin tercapainya tujuan
pembelajaran yaitu kegiatan yang berpusat pada siswa.
Definisi hakikat belajar yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan
bahwa hakikat belajar adalah perubahan tingkah siswa yang mengarah
kebaikan atau kemajuan yang lebih baik, dengan suatu proses yang disengaja
untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan dan
perkembangan dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.6. Hasil Belajar
Hasil Belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan
dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang
telah diajarkan. Menurut Sujana (2008:22) proses adalah kegiatan yang
dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil
belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya.
Winkel dalam Lina (2009: 5), mengemukakan bahwa hasil belajar
merupakan bukti keberhasilan yang terlah dicapai oleh seseorang. Sedangkan
menurut Gunarso dalam Lina (2009: 5), hasil belajar adalah usaha maksimal
yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajarnya.
Menurut Oemar Hamalik (2008:36) hasil belajar adalah bila
seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang
tersebut, dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi
mengerti. Menurut Darmansyah (2006:13), mendefinisikan hasil belajar
adalah hasil penilaian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam
bentuk angka.
28
Soedijanto dalam Supartini (2008) mendefinisikan hasil belajar
sebagai tingkat penugasan yang dicapai dalam mengikuti program belajar
mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Menurut
Ani (2006) hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelanjar
setelah mengalami proses belajar.
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang
dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental
tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan
pelajaran. Sedangkan menurut Arikunto (2001:132) hasil belajar adalah hasil
yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dan merupakan
penilaian yang dicapai seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana bahan
pelajaran atau materi yang diajarkan sudah diterima siswa.
Menurut Bloom dalam Suprijono (2009) hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dominan kognitif adalah
knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman,
menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis
(menguraikan, membentuk hubungan), synthesis (mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai).
Dominan afektif adalah receiving (sikap menerima), responding
(memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi),
characterization (karakterisasi). Dominan psikomotorik meliputi initiatory,
pre-routine, dan rountinized. Psikomotorik juga mencakup keterampilan
produktif, teknik, fisik, sosial, menajerial, dan intelektual.
Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil akhir dari
proses kegiatan belajar seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran
di kelas, menerima pelajaran untuk mencapai hasil belajar dengan
menggunakan penilaian yaitu tes evaluasi yang dinyatakan dalam bentuk
nilai.
29
2.2. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian Sewini (2009), yang berjudul Upaya meningkatkan
keterampilan belajar siswa tentang penjumlahan bilangan bulat melalui
metode STAD (Student Teams Achievement Division) di SD Karangsari 03
kelas 4 semester II. Peneliti membandingkan strategi belajar biasa dan
memberikan hasil bahwa kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe STAD skor rata-rata post testnya 32,24% lebih baik jika dibandingkan
dengan kelas yang menggunakan pelajaran biasa.
Skripsi Tri (2007), berjudul Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII
A SMPN Negeri Mejobo Kudus Tahun Pelajaran 2006/2007 pada Materi
Pokok Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Melalui
Implementasi Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD (Student
Teams Achievement Division). Hasil penelitian pada siklus 1 dan siklus 2
diperoleh jumlah siswa yang mendapat nilai minimal 60 pada aspek
pemahaman konsep 87,5% pada siklus 1 dan 92% pada siklus 2, aspek
penalaran konsep 82,5% pada siklus 1 dan 87% pada siklus 2, aspek
pemecahan masalah 80% pada siklus 1 87% pada siklus 2. Sedangkan hasil
observasi keaktifan siswa dengan rata-rata skor pada siklus 1 diperoleh 2,29
dan pada siklus 2 diperleh 2,98. Hasil pengamatan kooperatif untuk guru pada
siklus 1 skor rata-rata 2,5 dan 3,0 pada siklus 2.
2.3. Kerangka Berpikir
Pembelajaran dilaksanakan untuk mencapai hasil belajar sebagai tujuan.
Proses pembelajaran, guru dituntut kreativitasnya untuk meningkatkan
kemandirian dan keaktifan siswa dalam belajar dan memberi kesempatan pada
siswa untuk mencari, mengusahakan dan menemukan sendiri ilmu
pengetahuan.
Usaha peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa bagi guru merupakan
suatu kewajiban dan wujud keprofesionalan seorang guru. Guru menurut
kodratnya sebagi agen perubahan haruslah selalu tanggap dan peka terhadap
apa yang terjadi baik dilingkungannya maupun diluar lingkungannya.
30
Pembelajaran model kooperatif tipe STAD berbantuan media gambar
diharapkan siswa secara aktif membangun pengetahuan baik secara individu
maupun dengan bantuan teman sebaya (peer teaching).
Pemikiran penulis, pembelajaran model kooperatif tipe STAD yang
berbantuan media gambar mungkin dapat memecahkan masalah rendahnya
keaktifan dan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SD Negeri 02 Randuacir
Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga. Sebab pembelajaran kooperatif tipe
STAD memiliki karakteristik-karakteristik yang berhubungan erat dengan
permasalahan yang ada. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, selain melatih
membiasakan siswa melaksanakan tanggung jawabnya secara kelompok
maupun pribadi juga melatih siswa mau menerima saran, kritik, koreksi dari
semua orang.
Sistem pengelolaan kelas dan lingkungan belajar yang mendukung
berlangsung dan berhasilnya pembelajaran. Keaktifan dan Hasil belajar yang
mengakomodasikan kemampuan kognitif, kemampuan afektif dan
psikomotorik direncanakan pencapaiannya dengan pengukuran lewat
instrument penilaian yang tepat. Siswa diusahakan dapat membangun
pengetahuannya secara runtut melalui demostrasi keterampilan dan penyajian
informasi tahap demi tahap dengan bimbingan dan pelatihan guru. Proses
belajar diusahakan sedapat mungkin dihubungkan dengan lingkungan
sehingga siswa dapat menerapkan konsep yang dipelajari dalam kehidupan
sehari-hari.
31
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
2.4. Hipotesis Tindakan
Bertolak dari latar belakang, identifikasi masalah, maka dapat diputuskan
hipotesis tindakan sebagai berikut :
Model Pembelajaran STAD dengan bantuan media gambar dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri
Randuacir 02 semester II tahun ajaran 2013/2014.
Siswa : Hasil belajar
rendah.
Kegiatan
Awal
Guru
menggunakan
metode
konvesional.
Siklus I : Hasil belajar masih
ada yang dibawah KKM,
belum tuntas.
Guru
menggunakan
model
pembelajaran
STAD dengan
bantuan media
gambar
Tindakan
Siklus II : Hasil belajar
tuntas.
Melalui model pembelajaran STAD
dengan bantuan media gambar dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar bagi siswa kelas V SDN
Randuacir 02 pada semester II tahun
pelajaran 2013/2014
Kondisi
Akhir