Upload
danganh
View
240
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-1
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
A. Aspek Geografi dan Demografi
1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah
a. Letak dan Luas Wilayah
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35 (tiga puluh lima)
kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah 98,468 ha.
Berjarak sekitar 120 km dari Semarang, ibukota Provinsi Jawa Tengah dan
sekitar 520 km dari Jakarta, ibukota negara. Kabupaten Wonosobo terbagi
dalam 15 Kecamatan, 236 desa dan 29 kelurahan, dengan pembagian seperti
tabel berikut :
Tabel II. 1
Pembagian Wilayah Kabupaten Wonosobo
No.
Kecamatan
Luas (ha) Persentase Luas
Wilayah (%)
Jumlah
Desa
Jumlah
Kelurahan
Desa dan
Kelurahan
1 Wonosobo 3.238 3,29 7 13 19
2 Kertek 6.214 6,31 19 2 21
3 Selomerto 3.971 4,03 22 2 24
4 Leksono 4.407 4,48 13 1 14
5 Garung 5.122 5,20 14 1 15
6 Mojotengah 4.507 4,58 16 3 19
7 Kejajar 5.762 5,85 15 1 16
8 Watumalang 6.823 6,93 15 1 16
9 Sapuran 7.772 7,89 16 1 17
10 Kalikajar 8.330 8,46 18 1 19
11 Kepil 9.387 9,53 20 1 21
12 Kaliwiro 10.008 10,16 20 1 21
13 Wadaslintang 12.716 12,91 16 1 17
14 Sukoharjo 5.429 5,51 17 - 17
15 Kalibawang 4.782 4,86 8 - 8
98.468 100,00 236 29 265
Sumber :BPS Kabupaten Wonosobo
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-2
Batas administratif wilayah Wonosobo adalah :
- Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan Batang;
- Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan
Magelang;
- Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kebumen dan
Purworejo;
- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara dan
Kebumen.
Batas wilayah administrasi Kecamatan di Kabupaten Wonosobo dapat
dilihat pada gambar berikut:
Sumber : Peta Digital Bappeda Kab. Wonosobo, diolah 2016
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Wonosobo
Secara astronomis, Kabupaten Wonosobo terletak antara 7˚.11’ dan
7˚.36' lintang selatan, 109˚.43' dan 110˚.'04' bujur timur, pada ketinggian 200 –
2.250 meter dpl. Secara geografis, Kabupaten Wonosobo berada di tengah
wilayah Jawa Tengah, bahkan berada pada tengahnya Pulau Jawa. Wilayah
Wonosobo dilintasi jalur tengah. Kabupaten Wonosobo yang merupakan
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-3
wilayah jalur transit dan penghubung antar Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
Cilacap dan PKN Semarang. Dilalui jalur penghubung PKN Cilacap-PKN
Semarang dan PKN Yogyakarta serta koridor KSPN Borobudur-Dieng. Kondisi
ini juga menunjukkan adanya letak strategis ekonomi yang harus ditangkap
peluangnya sebagai jalur yang dilalui tersebut.
b. Klimatologi
Wonosobo beriklim tropis dengan dua musim dalam setahun yaitu
musim kemarau dan musim penghujan. Rata rata suhu udara di Wonosobo
antara 14,3 – 26,5 derajat Celcius dengan curah hujan rata-rata per tahun
berkisar antara 1713 - 4255 mm/tahun. Dengan kondisi tersebut Kabupaten
Wonosobo sangat baik untuk pertanian sehingga sektor pertanian merupakan
sektor dominan dalam perekonomian.
c. Kondisi Topografi, Geologi dan Geomorfologi
1) Topografi
Topografi wilayah Kabupaten Wonosobo memiliki ciri yang berbukit
dan bergunung, terletak pada ketinggian antara 200 sampai 2.250 m di
atas permukaan laut. Kelerengan merupakan suatu kemiringan tanah
dimana sudut kemiringan dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang
horizontal dan dinyatakan dalam persen. Kabupaten Wonosobo dibagi
menjadi 6 wilayah kemiringan, yaitu:
- Wilayah dengan kemiringan antara 0,00-2,00 % seluas 1052,263 ha
atau 1,04 % dari seluruh luas wilayah, banyak dijumpai di
Kecamatan Selomerto dan Kecamatan Kertek;
- Wilayah dengan kemiringan antara 2,00-5,00 % seluas 22.969,5 ha
atau 22,89 % dari luas seluruh wilayah, banyak terdapat di 13
Kecamatan selain Kecamatan Watumalang dan Kecamatan
Kalibawang;
- Wilayah dengan kemiringan antara 5,00-8,00 % seluas 8.143,769 ha
atau 8,11 % dari luas wilayah total, tersebar merata di 14 Kecamatan
selain Kecamatan Watumalang;
- Wilayah dengan kemiringan antara 8,00-15,00 % seluas 55.434,85
ha atau 55,2 % dari seluruh luas wilayah tersebar secara merata di
semua kecamatan;
- Wilayah dengan kemiringan antara 15,00-25,00 % seluas 11.101,6
ha atau 11,06 % dari seluruh luas wilayah terdapat di semua
kecamatan kecuali Kecamatan Wonosobo.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-4
- Wilayah dengan kemiringan antara 25,00-40,00 % seluas 1.479,631
ha atau 1,47 % dari luas wilayah total, terdapat di Kecamatan
Kejajar, Garung dan Kalikajar; dan
- Wilayah dengan kemiringan lebih dari 40,00 % seluas 142,362 ha
atau 0,14 % dari luas wilayah total, terdapat di Kecamatan Kejajar.
Daerah tersebut merupakan wilayah yang harus dilindungi agar
dapat berfungsi sebagai pelindung hidrologis dan menjaga
keseimbangan ekosistem dan lingkungan hidup. Jenis penggunaan saat
ini adalah hutan, tegalan, perkebunan.
Sumber : Peta Digital Bappeda Kab. Wonosobo, 2016 (diolah)
Gambar 2.2 Peta Kemiringan Lereng Kab.Wonosobo
2) Geologi
Berdasarkan pembagian zona fisiografi Pulau Jawa oleh Van
Bemmelen (1949), Wilayah Kabupaten Wonosobo termasuk dalam jalur
fisiografi Pegunungan Serayu Selatan Bagian Utara dan menempati bagian
tengah zona fisiografi tersebut. Zona ini didominasi oleh endapan
gunungapi kuarter. Endapan gunungapi kuarter masih dapat diamati
kenampakan kerucut vulkaniknya seperti Gunung Sundoro dan Gunung
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-5
Sumbing, sedangkan dibagian lain gunung api Dieng yang berumur lebih
tua meninggalkan sisa erupsi yang membentuk plateau (dataran tinggi).
Secara fisiografi Wonosobo terletak pada ujung timur Depresi Serayu
yang terbentuk oleh proses orogenesa dan epirogenesa, kemudian diikuti
oleh kegiatan vulkanisme dan denudasional yang cepat. Di sebelah timur
Depresi Serayu dibatasi oleh Gunung Sumbing dan Sindoro yang
terbentuk pada jaman Kuarter (±1,8 juta tahun yang lain), rangkaian
gunung api tersebut terus berlanjut dan bersambung dengan kompleks
gunung api Dieng dan Rogojembangan.
Sebagai daerah yang terletak di sekitar gunung api muda, tanah di
Wonosobo termasuk subur. Hal ini sangat mendukung pengembangan
pertanian, sebagai mata pencaharian utama masyarakat Wonosobo.
Komoditi utama pertanian yang dihasilkan adalah teh, tembakau, berbagai
jenis sayuran dan kopi. Selain itu, juga cocok untuk pengembangan
budidaya Jamur, Carica Papaya dan Asparagus dan beberapa jenis kayu
yang merupakan komoditi ekspor non migas serta beberapa jenis
tanaman yang merapakan tanaman khas Kabupaten Wonosobo seperti
Purwaceng, Gondorukem dan kayu putih.
Di Kawasan Dieng banyak dijumpai depresi yang terbentuk oleh
pusat erupsi vulkanik pada jaman Pleistocene yang kemudian terisi oleh
endapan dan sisa tumbuhan. Di samping itu terdapat hulu sungai serayu
dengan anak sungai yang berada di bagian selatan, yakni di ujung timur
Pegunungan Serayu Selatan yanair minumg dibatasi oleh Zone Patahan.
Banyaknya gunung di Wonosobo juga menjadi sumber mata air yang
mengalir ke sungai Serayu, Bogowonto, Kali Galuh, Kali Semagung, Kali
Sanggrahan dan Luk Ulo. Sungai-sungai ini sebagian telah digunakan
untuk irigasi, pertanian dan air minum. Sungai Serayu yang menambah
debit air di telaga Menjer telah dapat dimanfaatkan airnya untuk
membangkitkan listrik tenaga air. Yang tidak kalah penting dari
Kabupaten Wonosobo adalah potensi wisata Dataran Tinggi Dieng (Dieng
Plateau} dengan panas bumi (yang telah dimanfaatkan sebagai PLTU),
kawah dan panorama yang indah. Selain itu, juga terdapat candi-candi
peninggalan Kerajaan Mataram Hindu. Semuanya itu adalah daya tarik
utama bagi wisatawan manca negara maupun domestik untuk berkunjung
ke Wonosobo (pemanfaatan panas bumi Dieng).
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-6
Sumber : Peta Digital Bappeda Kab. Wonosobo, 2016 (diolah)
Gambar 2.3 Peta Geologi Kabupaten Wonosobo
3) Geomorfologi
Secara geomorfologi, bentang lahan di Kabupaten Wonosobo,
didominasi oleh bentanglahan bentukan dari proses vulkanik.
Bentanglahan lainnya berasal dari bentukan denudasional, bentanglahan
struktural, bentanglahan fluvial (aliran sungai). Bentukan bentang lahan
proses vulkanik yang ada yaitu kubah lava, kerucut gunung api, lereng
gunung api, kaki gunung api, perbukitan intrusif batuan gunung api,
pegunungan medan lava, perbukitan medan lava, kaldera, danau kaldera,
lembah antar gunungapi material piroklastik, sebagaimana terlihat pada
Gambar 2.5. Konsekuensinya dengan bentanglahan yang didominasi oleh
vulkanik, menjadikan wilayah Kabupaten Wonosobo mempunyai topografi
yang dominan tidak datar. Hal ini tentunya menjadi salah satu
pertimbangan dalam menentukan arah perkembangan dan pembangunan
wilayah Kabupaten Wonosobo. Pengembangan wilayah disesuaikan
dengan bentukan lahan agar prinsip pembangunan berkelanjutan.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-7
Sumber : Peta Digital Bappeda Kab. Wonosobo
Gambar 2.4 Peta Geomorfologi Kabupaten Wonosobo
d. Kondisi Penggunaan Lahan
Berdasarkan karakteristik fisografi tersebut poin di atas, dapat
mempengaruhi penggunaan lahan yang ada. Penggunaan lahan yang ada di
Kabupaten Wonosobo masih didominasi hutan dan tanaman
pertanian/perkebunan. Dari sisi kemampuan lahan secara singkat, lahan yang
dapat dibudidayakan pun hanya terbatas pada kelerengan yang mendekati
datar, dan secara ekoregion berada pada bentanglahan kaki gunungapi.
Sebaran penggunaan lahan yang ada di wilayah Kabupaten Wonosobo dapat
dilihat pada Gambar 2.5.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-8
Sumber : Peta Digital Bappeda Kab. Wonosobo
Gambar 2.5 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Wonosobo
2. Potensi Pengembangan Wilayah
Potensi pengembangan wilayah berdasarkan kajian dalam Peraturan Daerah No 2
Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonosobo.
a. Kawasan Budidaya
Kawasan Budidaya di Jawa Tengah terdiri atas kawasan peruntukan hutan
produksi, hutan rakyat, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan,
pertambangan, industri, pariwisata dan permukiman.
1) Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Kawasan peruntukan hutan produksi meliputi kawasan hutan
produksi tetap dan terbatas. Penetapan kawasan hutan produksi ini
mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
359/Menhut II/2004 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Wilayah
Perairan Provinsi Jawa Tengah. Kawasan hutan produksi tetap di
Kabupaten Wonosobo, seluas kurang 6.134 (enam ribu seratus tiga
puluh empat) ha, terdapat di Kecamatan Mojotengah, Kecamatan
Kertek, Kecamatan Wonosobo, Kecamatan Leksono, Kecamatan
Kalikajar, Kecamatan Selomerto, Kecamatan Sapuran, Kecamatan
Kepil, Kecamatan Kaliwiro, Kecamatan Kalibawang, dan Kecamatan
Wadaslintang. Luas Hutan produksi terbatas seluas.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-9
2) Kawasan Hutan Rakyat
Kawasan peruntukan hutan rakyat adalah kawasan hutan yang
berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang
dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah dan dikelola
masyarakat, yang diatasnya didominasi pepohonan dalam satu
ekosistem. Di Kabupaten Wonosobo hasil pendataan tahun 2009
seluas ± 19.185 (sembilan belas ribu seratus delapan puluh lima)
hektar, berada di seluruh kecamatan. Pada kondisi di lapangan, hutan
rakyat yang ada di Kabupaten Wonosobo, tercampur dengan tanaman
pertanian dan perkebunan lainnya, sehingga luasan yang mencapai 19
ribu hektar tersebut, dapat dikatakan tidak murni hutan rakyat, namun
ada tanaman pertanian dan perkebunan lainnya.
3) Kawasan Peruntukan Pertanian
Kawasan Peruntukan Pertanian adalah wilayah budidaya
pertanian pangan dan hortikultura pada kawasan lahan pertanian
basah maupun kering baik berupa lahan beririgasi, dan/atau lahan
tidak beririgasi. Kawasan lahan pertanian basah di Kabupaten
Wonosobo berada di Kecamatan Wadaslintang, Kecamatan Kepil,
Kecamatan Sapuran, Kecamatan Kalibawang, Kecamatan Kaliwiro,
Kecamatan Leksono, Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Selomerto,
Kecamatan Kalikajar, Kecamatan Kertek, Kecamatan Wonosobo,
Kecamatan Watumalang, Kecamatan Mojotengah, Kecamatan Garung.
Kawasan peruntukan pertanian lahan kering di Kabupaten Wonosobo
terletak di Kecamatan Wadaslintang, Kecamatan Kepil, Kecamatan
Sapuran, Kecamatan Kalibawang, Kecamatan Kaliwiro, Kecamatan
Leksono, Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Selomerto, Kecamatan
Kalikajar, Kecamatan Kertek, Kecamatan Wonosobo, Kecamatan
Watumalang, Kecamatan Mojotengah, Kecamatan Garung dan
Kecamatan Kejajar.
4) Kawasan Peruntukan Perkebunan
Kawasan ini adalah kawasan yang dapat diperuntukkan bagi
tanaman tahunan/perkebunan sebagai bahan baku industri dalam
pengembangan agribisnis dan agroindustri maupun usaha peternakan
(baik ternak besar maupun kecil). Terdapat 9 komoditas yang
berkembang di Kabupaten Wonosobo, yaitu kelapa sayur, kelapa
deres, kopi arabika, kopi, kakao, tembakau, teh, kapulogo, dan
cengkeh. Komoditas yang menjadi andalan perkebunan di Kabupaten
Wonosobo adalah kelapa deres dan kopi.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-10
5) Kawasan Peruntukan Peternakan
Kawasan peternakan adalah kawasan untuk usaha
pengembangan peternakan. Secara umum dapat digolongkan dalam 3
kelompok, yaitu ternak besar (sapi, kerbau dan kuda), ternak kecil
(kambing, domba dan kelinci), dan aneka unggas (ayam, itik, dan jenis
unggas lainnya). Ternak besar yang meliputi sapi perah, kerbau, kuda,
dan ternak sapi potong tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten
Wonosobo. Ternak kecil meliputi ternak kambing, domba dan kelinci
hampir tersebar di seluruh kecamatan, sedangkan ternak babi. Ternak
unggas meliputi ternak itik yang berada di seluruh kecamatan, ternak
ayam ras pedaging yang berada di Kecamatan Kepil, Kecamatan
Kertek, Kecamatan Leksono,Kecamatan Mojotengah, Kecamatan
Sapuran, Kecamatan Selomerto, Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan
Wadaslintang, Kecamatan Watumalang dan Kecamatan Wonosobo.
6) Kawasan Peruntukan Perikanan
Kawasan peruntukan perikanan di Kabupaten Wonosobo
meliputi perikanan keramba, budidaya kolam air tawar dan perikanan
waduk. Kawasan budidaya kolam air tawar berada di seluruh
kecamatan. Kawasan peruntukan perikanan keramba terdapat di
Kecamatan Wonosobo, Wadaslintang dan Garung. Kawasan
peruntukan perikanan waduk dan/atau telaga terdapat di Kecamatan
Wadaslintang dan Garung. Kawasan budidaya mina padi berada di
pertanian sawah baik irigasi teknis maupun setengah teknis; yang
terdapat di Kecamatan Wonosobo, Kertek, Selomerto, Leksono,
Mojotengah, Sapuran dan Kecamatan Kepil.
7) Kawasan Peruntukan Industri
Kawasan Peruntukan industri besar dan sedang di Kabupaten
Wonosobo terdapat di Kecamatan Kertek, Wonosobo, Selomerto
Leksono, Sapuran, Kalikajar dan Kecamatan Kepil. Kawasan Peruntukan
industri kecil atau mikro berada di di seluruh kecamatan.
8) Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pusat pertumbuhan potensial sebagai kawasan pengembangan
wisata di Kabupaten Wonosobo yaitu Kecamatan Kejajar, Garung,
Wonosobo, Kertek, dan Wadaslintang.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-11
9) Kawasan Peruntukan Permukiman
Kawasan pemukiman adalah kawasan yang diperuntukkan bagi
pemukiman atau dengan kata lain untuk menampung penduduk yang
ada di Kabupaten Wonosobo sebagai tempat hunian dengan fasilitas
sosialnya. Lokasi kawasan permukiman terdiri permukiman kota dan
permukiman desa. Kawasan permukiman kota mencakup wilayah
pengembangan pusat kegiatan wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Lokal
dipromosikan (PKLp) dan Pusat Pengembangan Kawasan (PPK).
Kawasan permukiman perkotaan meliputi perkotaan Kertek, perkotaan
Selomerto, perkotaan Mojotengah. perkotaan Kejajar dan perkotaan
Sapuran.
Kebijakan pemanfaatan ruang permukiman pedesaan
didasarkan pada tujuan untuk mengembangkan kawasan permukiman
yang terkait dengan kegiatan budidaya pertanian yang meliputi
pengembangan desa-desa pusat pertumbuhan yang terdapat dan
utamanya di wilayah PPL yaitu Kecamatan Kepil, Kecamatan Kaliwiro,
Kecamatan Wadaslintang, Kecamatan Leksono, Kecamatan Kalikajar,
Kecamatan Garung, Kecamatan Watumalang, Kecamatan Sukoharjo
dan Kecamatan Kalibawang.
b. Kawasan Lindung
1) Kawasan Hutan Lindung
Kawasan hutan lindung yang dikelola Negara terletak di
Kecamatan Kejajar, Kecamatan Watumalang, Kecamatan Garung,
Kecamatan Mojotengah, Kecamatan Kertek, Kecamatan Kalikajar,
Kecamatan Sapuran, dan Kecamatan Kepil. Kawasan hutan lindung
yang dikelola masyarakat terletak di Kecamatan Garung, Kalikajar,
Kejajar, Kepil, Mojotengah, Sapuran, Sukoharjo dan Watumalang.
2) Kawasan yang Memberikan Perlindungan bagi Kawasan Bawahannya
Kawasan ini merupakan kawasan yang memberikan
perlindungan bagi kawasan bawahannya berbentuk kawasan resapan
air. Kawasan ini tersebar Kecamatan Kejajar, Mojotengah,
Watumalang, Wonosobo, Kertek, Kalikajar, Sapuran dan Kepil.
Kawasan perlindungan setempat terdiri dari kawasan sempadan
sungai, sempadan pantai, sekitar mata air, dan sekitar
danau/waduk/rawa. Kawasan ini meliputi:
a) Kawasan Sempadan Sungai
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-12
Kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai
buatan/kanal/ saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Kawasan ini meiputi Sub DAS Begaluh, Sub DAS Bogowonto, Sub
DAS Jali, Sub DAS Medono, Sub DAS Luk Ulo Hulu, Sub DAS
Cokroyasan, Sub DAS Meneng dan Sub DAS Serayu;
b) Kawasan Sempadan Waduk
Kawasan ini meliputi Waduk Wadaslintang di Kecamatan
Wadaslintang, Kawasan Telaga (Telaga Menjer, Telaga Warno,
Telaga Pengilon, dan Telaga Cebong) di Kecamatan Kejajar dan
Kecamatan Garung dan Kawasan sekitar Bendung Sungai Serayu,
Capar, Gintung, Bleber, Kalitulang, Preng, Begaluh, Begaluh Kecil,
Bogowonto, Medono dan Cecep.
c. Kawasan Lindung Geologi
1) Kawasan Imbuhan Air
Kawasan ini merupakan kawasan resapan air yang mampu
menambah jumlah air tanah dalam secara alamiah pada cekungan air
tanah. Kecamatan Kejajar, Kecamatan Watumalang, Kecamatan
Garung, Kecamatan Mojotengah, Kecamatan Wonosobo, Kecamatan
Kertek, Kecamatan Kalikajar, Kecamatan Sapuran, dan Kecamatan
Kepil.
2) Kawasan Sekitar Mata Air
Kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. Terdapat
di kawasan sekitar mata sepeti misalnya Silutung, Sewu, Muncar,
Mlandi, Mangur, Rancah, Jalaksono, Kajaran, Mbeji, Citrolangu, Prigi,
Kayubimo, Gajah, Mangli, Jogopati, Plodongan, Rogojati, Mudal,
Deroduwur, Sumber, Lamuk, Sunten, Brunyahan, Pager Gunung,
Banyuwangi, Sibangkong, Gondang, Kidang, Sendang, Siklenteng dan
Dadungan Siring, serta mata air lainnya yang ada di Kabupaten
Wonosobo (970 mata air).
d. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya
Kawasan lindung ini terdiri dari cagar alam, suaka marga satwa,
suaka alam laut dan perairan, kawasan pantai berhutan bakau, taman
wisata alam serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, meliputi :
1) Kawasan Cagar Alam
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-13
Kawasan cagar alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu
baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya yang berlangsung secara alami. Kawasan ini
berada di CA Pantodomas (Desa Pacekelan Kecamatan Sapuran);
2) Kawasan taman wisata alam
Kawasan taman wisata alam adalah kawasan yang ditunjuk
memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alamiah
maupun bantuan manusia. Kawasan ini berada di Kompleks Telaga
Pengilon dan Telaga Warno di Kecamatan Kejajar serta Cagar Alam
Pantodomas;
3) Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Kawasan yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan. Lokasi kawasan ini berada di Situs Tuk
Bimalukar di Desa Dieng (Kecamatan Kejajar), Situs Watu Kelir di Desa
Dieng (Kecamatan Kejajar), Situs Ondho Budho di Desa Sikunang
(Kecamatan Kejajar), Candi Bogang di Kecamatan Selomerto dan Situs
Bongkotan di Kecamatan Kertek.
3. Wilayah Rawan Bencana
Sebagian besar wilayah Kabupaten Wonosobo adalah daerah
pegunungan. Bagian timur (perbatasan dengan Kabupaten Temanggung)
terdapat dua gunung berapi: Gunung Sindoro (3.136 meter) dan Gunung
Sumbing (3.371 meter). Daerah utara merupakan bagian dari Dataran Tinggi
Dieng yang memiliki puncak di Gunung Prahu (2.565 meter). Bentuk lahan
vulkanik ini berpengaruh terhadap kondisi geologis, klimatologis, hidrologis dan
geografis di Kabupeten Wonosobo yang berpotensi menimbulkan wilayah rawan
bencana. Wilayah rawan bencana merupakan wilayah yang sering atau berpotensi
tinggi mengalami bencana dan dampaknya mengancam atau mengganggu
kehidupan masyarakat dan berakibat timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Berdasarkan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonosobo Tahun 2011-2031. Berikut ini uraian
daerah rawan bencana di Kabupaten Wonosobo:
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-14
a. Daerah rawan tanah longsor terdapat di Kecamatan Kepil, Kecamatan
Sapuran, Kecamatan Kalikajar, Kecamatan Kejajar, Kecamatan Watumalang,
Kecamatan Garung, Kecamatan Mojotengah, Kecamatan Wonosobo,
Kecamatan Kertek, Kecamatan Selomerto, Kecamatan Leksono, Kecamatan
Sukoharjo, Kecamatan Kaliwiro, Kecamatan Wadaslintang dan Kecamatan
Kalibawang.
Sumber : Peta Digital Bappeda Kab. Wonosobo, 2016 (diolah)
Gambar 2.6 Peta Rawan Bencana Longsor Kabupaten Wonosobo
b. Daerah rawan angin topan terdapat di Kecamatan Wonosobo, Kecamatan
Mojotengah, Kecamatan Kertek, Kecamatan Sapuran, Kecamatan Kalikajar dan
Kecamatan Watumalang.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-15
Sumber : Peta Digital Bappeda Kab. Wonosobo
Gambar 2.7 Peta Rawan Bencana Angin Topan Kabupaten Wonosobo
c. Daerah rawan kebakaran hutan terdapat di kecamatan yang memiliki wilayah
hutan.
d. Daerah rawan bencana gas beracun terdapat di Kecamatan Kejajar yang ada
di Desa Sikunang, Sembungan, Jojogan, Patak Banteng, Parikesit dan Dieng.
e. Daerah rawan bencana gunung api terdiri dari rawan gunungapi di kompleks
pegunungan Dieng yang meliputi Kecamatan Kejajar, Watumalang, Garung
dan Mojotengah. Kemudian daerah rawan gunungapi Sindoro-Sumbing yang
meliputi hampir seluruh wilayah Kabupaten. Gunung Sindoro dan Gunung
Sumbing yang sebagian besar wilayahnya ada di Kabupaten merupakan
gunung tipe C yang bersifat padam, dimana erupsinya tidak diketahui dalam
sejarah manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau
berupa lapangan solfatra/fumarola pada tingkat lemah. Meskipun bukan
gunung api aktif, kedua gunung ini tetap harus diiwaspadai sewaktu-waktu
dapat terjadi peningkatan aktivitas yang boleh jadi akan menimbulkan letusan
gunung api.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-16
Sumber : Peta Digital Bappeda Kab. Wonosobo, diolah 2016
Gambar 2.8 Peta Rawan Gunungapi Sindoro Kabupaten Wonosobo
f. Kawasan rawan angin topan/ribut di Kecamatan Wonosobo, Mojotengah,
Kertek, Sapuran, Kalikajar, dan Watumalang.
4. Demografi
Kondisi dan perkembangan demografi berperan penting dalam
perencanaan pembangunan. Penduduk menjadi salah satu modal dalam
keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Dinamika penduduk yang terdiri dari
besaran, komposisi, dan distribusi penduduk berpengaruh besar terhadap kondisi
sosial ekonomi masyarakat dan struktur ruang. Dalam proses pembangunan
penduduk merupakan target utama yang akan dituju, yakni meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Analisa kependudukan yang menyangkut masalah
perubahan keadaan penduduk seperti kelahiran, kematian, jumlah penduduk
berdasarkan jenis kelamin, proyeksi jumlah penduduk dan perkembangan
penduduk sangat penting dalam proses perencanaan pembangunan.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-17
Berdasarkan Tabel II.2 jumlah Penduduk Kabupaten Wonosobo
cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 0,50%. Lebih detail tentang
data demografis Wonosobo bisa dilihat pada tabel-tabel berikut:
Tabel II. 2
Penduduk Kabupaten Wonosobo Tahun 2010 – 2015
No. Kecamatan 2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 Wadaslintang 51.411 51.411 53.570 53.612 52.923 52.142
2 Kepil 56.522 57.004 57.917 57.963 57.558 56.992
3 Sapuran 54.022 54.303 55.457 55.664 55.088 55.824
4 Kaliwiro 44.220 44.619 45.313 45.349 45.278 44.611
5 Leksono 39.334 39.638 40.231 40.306 40.171 40.556
6 Selomerto 44.971 45.400 45.974 46.062 45.946 46.494
7 Kalikajar 57.509 57.795 58.642 58.688 58.960 58.302
8 Kertek 76.610 77.110 77.882 78.116 78.137 78.874
9 Wonosobo 83.324 83.557 86.076 75.715 84.346 86.977
10 Watumalang 48.749 49.081 49.046 49.085 49.913 49.266
11 Mojotengah 58.257 58.766 58.524 58.742 59.415 60.368
12 Garung 48.191 48.572 48.351 48.387 48.996 49.131
13 Kejajar 41.120 41.422 41.684 41.761 41.740 42.417
14 Sukoharjo 31.430 31.814 31.775 31.846 32.001 32.574
15 Kalibawang 22.408 22.654 22.801 22.820 22.808 22.588
Jumlah 758.078 763.146 773.243 764.116 773.280 777.116
Sumber: BPS Kabupaten Wonosobo, 2015
Jumlah penduduk Kabupaten Wonosobo pada tahun 2015 sejumlah
777.116 atau naik 2,5 % dibandingkan pada tahun 2010. Kepadatan penduduk
dalam kurun waktu lima tahun sebagaimana tabel berikut :
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-18
Tabel II.3
Perkembangan Kepadatan Penduduk Tahun 2010-2015 (jiwa/km2)
No Kecamatan 2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 Wadaslintang 405 408 411 413 409 410
2 Kepil 599 603 607 610 606 607
3 Sapuran 694 698 702 705 714 718
4 Kalibawang 466 469 472 474 471 472
5 Kaliwiro 440 443 446 449 445 446
6 Leksono 890 896 901 907 915 920
7 Sukoharjo 576 580 583 586 596 600
8 Selomerto 1.131 1.138 1.145 1.151 1.163 1171
9 Kalikajar 691 695 700 704 698 700
10 Kertek 1.232 1.239 1.246 1.252 1.262 1269
11 Wonosobo 2.554 2.568 2.582 2.594 2.66 2694
12 Watumalang 713 718 723 727 721 722
13 Mojotengah 1.294 1.301 1.307 1.313 1.331 1339
14 Garung 939 944 949 954 955 959
15 Kejajar 712 715 718 721 732 736
Rata- rata 768 773 777 781 785 789
Kepadatan penduduk tertinggi berada di wilayah Kecamatan Wonosobo
dengan kepadatan 2.694 jiwa/km2, disusul Kecamatan Mojotengah 1.339
jiwa/km2 dan Kertek dengankepadatan penduduk 1.269 jiwa/km2. Sedangkan
komposisi penduduk menurut kelompok umur di Kabupaten Wonosobo dapat
dilihat pada gambar berikut :
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-19
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab. Wonosobo, 2015
Gambar 2.9 Piramida Penduduk Kabupaten Wonosobo Tahun 2015
Berdasarkan piramida penduduk Kabupaten Wonosobo, jumlah penduduk usia
muda mendominasi komposisi penduduk terutama di usia 0-4 tahun sebanyak
68.667 jiwa, kelompok usia 5-9 tahun sebanyak 67.469 jiwa dan kelompok 10-14
tahun sebanyak 65.596 jiwa.
Tabel II. 4
Jumlah Penduduk Kabupaten Wonosobo Menurut Agama
Agama 2011 2012 2013 2014
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Islam 749.550 98,53 752.476 98,47 758.029 98,53 761.536 98,48
Katholik 4.085 0,54 4.185 0,55 4.315 0,56 4.131 0,53
Kristen 5.539 0,73 5.415 0,71 5.880 0,76 5.406 0,70
Budha 915 0,12 915 0,12 866 0,11 692 0,09
Hindu 639 0,08 1.162 0,15 150 0,02 1.479 0,19
Lainnya 36 0,00 36 0,00 78 0,01 36 0,00
Jumlah 760.764 100,00 764.189 100,00 769.315 100,00 773.280 100,00
Sumber : BPS, 2015
Mayoritas penduduk Kabupaten Wonosobo beragama Islam dengan persentase
98,48 % disusul agama Kristen sebesar 0,70% , Katholik 0,53%, Hindu 0,19%, dan
Budha sebesar 0,09%.
TAHUN 2015
75+
70 - 74
65 - 69
60 - 64
55 - 59
50 - 54
45 - 49
40 - 44
35 - 39
30 - 34
25 - 29
20 - 24
15 - 19
10 - 14
5 - 9
0 - 4
(40.000) (20.000) 0 20.000 40.000
Laki-Laki Series1
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-20
B. Aspek Kesejahteraan Masyarakat
1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
Setiap daerah pastinya memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi masyarakat. Kesejahteraan tidak hanya meningkatkan tetapi juga
dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pemerataan ekonomi menjadi aspek
yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan.
a. Pertumbuhan PDRB
Pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor akan memberikan pengaruh
yang semakin kompleks dengan makin beragam jenis dan macam kegiatan
usaha. Informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai pembangunan
di bidang ekonomi sangat diperlukan untuk menyongsong era globalisasi.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu ukuran tingkat
keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi sekaligus diperlukan untuk
menyusun perencanaan dan evaluasi pembangunan ekonomi regional.
Terdapat 2 (dua) jenis penilaian PDRB yaitu atas dasar harga berlaku dan atas
dasar harga konstan. Selain menjadi bahan dalam penyusunan perencanaan,
angka PDRB juga bermanfaat untuk bahan evaluasi hasil-hasil pembangunan
yang telah dilaksanakan. Adapun beberapa kegunaan angka PDRB ini antara
lain : (1) untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan
setiap sektor ekonomi; (2) untuk mengetahui struktur perekonomian; (3)Untuk
mengetahui besarnya PDRB perkapita penduduk sebagai salah satu indikator
tingkat kemakmuran/kesejahteraan; (4) untuk mengetahui tingkat
inflasi/deflasi, berdasarkan pertumbuhan harga produsen.
Dalam kurun waktu 2011-2015, pertumbuhan PDRB Kabupaten
Wonosobo cenderung fluktuatif. Tahun 2011 sebesar 5,37 menurun di tahun
2012 sebesar 4,70 kemudian meningkat di tahun 2013 menjadi 5,25 tetapi di
tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 4,16 dan meningkat di tahun 2015
menjadi 5,70. Meskipun berfluktuatif ada kecenderungan meningkat yang
mengindikasikan kinerja ekonomi makro di Kabupaten Wonosobo pada tahun
tersebut terus membaik. Peningkatan pertumbuhan PDRB Kabupaten
Wonosobo lebih didominasi oleh sektor tersier dan sekunder sedangkan
sektor primer mengalami penurunan. Pertumbuhan PDRB Kabupaten
Wonosobo dari tahun 2011 hingga 2015 dapat dilihat pada tabel II.5.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-21
Tabel II. 5
Pertumbuhan PDRB Wonosobo Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2011-2015
Tahun 2011 2012 2013 2014 2015**)
Pertumbuhan 5,37 4,70 5,25 4,16 5,70
Sumber : BPS Kabupaten Wonosobo Ket : **) Angka sementara
Sumber: BPS Kabupaten Wonosobo
Gambar 2.10 Grafik Pertumbuhan PDRB Wonosobo 2011-2015
Pertumbuhan ekonomi yang lambat disebabkan oleh melemahnya
lapangan usaha pertanian kehutanan dan perikanan yang menjadi sektor
utama di Kabupaten Wonosobo dan juga sektor industri pengolahan juga
belum bisa menunjukkan hasil yang optimal. Apabila dibandingkan dengan
kabupaten lain di wilayah Kedu, pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Wonosobo relatif lebih rendah. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Wonosobo, Jawa Tengah dan Nasional selama kurun waktu Tahun 2010– 2015
dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-22
Gambar 2.11 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa
Tengah, Nasional Tahun 2010– 2015
1) PDRB ADHB (Atas Dasar Harga Berlaku)
PDRB ADHB (Atas Dasar Harga Berlaku) merupakan salah satu
indikator ekonomi yang memberikan gambaran secara menyeluruh
mengenai produk barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah
tertentu. Adapun pencapaian PDRB ADHB dengan masing-masing sektor
Kabupaten Wonosobo adalah sebagai berikut :
Tabel II. 1
PDRB Kabupaten Wonosobo Tahun 2011 – 2015
Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah)
LAPANGAN
USAHA 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian,
Kehutanan, dan
Perikanan
3.507.330,3 3.740.261,6 4.164.680,6 4.481.777,5 4.896.968,5
Pertambangan dan
penggalian
99.019,6 102.249,3 109.516,0 130.731,5 147.538,6
Industri pengolahan 1.673.139,5 1.832.247,3 1.974.569,7 2.226.545,8 2.426.448,7
Pengadaan listrik
dan gas
3.582,6 3.853,4 3.980,2 4.147,0 4.167,4
Pengadaan air,
pengelolaan
sampah, limbah
dan daur ulang
12.869,3 13.043,1 13.745,9 15.146,0 16.025,9
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-23
LAPANGAN
USAHA 2011 2012 2013 2014 2015
Konstruksi 589.378,3 654.249,9 712.641,0 814.143,1 916.284,4
Perdagangan besar
dan eceran, reparasi
mobil dan sepeda
motor
1.790.433,2 1.873.949,5 2.032.311,9 2.194.016,4 2.348.430,6
Transportasi dan
pergudangan
473.289,0 508.514,1 559.877,6 658.701,1 740.025,6
Penyediaan
akomodasi dan
makan minum
296.925,6 333.365,7 376.504,0 428.914,4 475.437,4
Informasi dan
komunikasi
109.505,1 118.629,6 126.730,3 136.464,7 148.223,9
Jasa keuangan dan
asuransi
276.164,5 314.367,9 353.154,4 411.251,4 465.727,8
Real estate 150.017,8 159.396,1 177.814,8 205.972,4 228.050,2
jasa perusahaan 19.990,2 21.842,0 25.375,6 28.369,0 32.577,3
Administrasi
pemerintahan,
pertahanan dan
jaminan sosial wajib
266.829,5 297.262,8 321.057,9 347.224,4 379.462,2
Jasa pendidikan 467.842,9 589.278,9 700.220,2 810.307,7 878.417,7
Jasa kesehatan dan
kegiatan sosial
104.309,0 125.576,1 143.806,2 167.070,2 186.859,3
Jasa lainnya 204.481,4 205.358,8 235.351,4 272.487,9 293.700,1
PDRB 10.045.107,8 10.893.446,1 12.031.337,7 13.333.270,5 14.584.345,6
10.045.107,
9
10.893.446,
2
12.031.337,7 13.333.270,
5
14.584.345,
7
Sumber: BPS Wonosobo, 2012-2016
Ket : *) Angka sementara
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat nilai PDRB berdasarkan
harga berlaku meningkat setiap tahunnya dari Rp. 10.045.107,9 juta rupiah
menjadi Rp 14.584.483345,7 juta rupiah. Pendorong pertumbuhan
terbesar ada di sektor tersier yaitu di lapangan usaha informasi dan
komunikasi, jasa pendidikan serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial
yang dalam tahun 2011-2015 pertumbuhannya cukup tinggi.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-24
2) PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun Dasar 2010 Tahun 2011 s.d 2015
PDRB ADHK (Atas Dasar Harga Konstan) adalah pertumbuhan riil yang
tidak terpengaruh oleh unsur kenaikan harga atau inflasi. Adapun
pencapaian PDRB ADHK 2010 dengan masing-masing lapangan usaha
Kabupaten Wonosobo adalah sebagai berikut :
Tabel II. 7
Nilai PDRB Kabupaten Wonosobo Tahun 2011 – 2015 Atas Dasar
Harga Konstan Tahun Dasar 2010 (Juta Rupiah)
No. Kategori 2011 2012 2013 2014 2015
1 Pertanian, kehutanan dan
perikanan
3.301.681,8 3.406.757,0 3.503.177,0 3.486.208,6 3.665.439,1
2 Pertambangan dan penggalian 93.342,4 96.128,8 99.758,5 108.821,6 111.585,7
3 Industri pengolahan 1.537.632,4 1.621.383,2 1.712.942,2 1.785.785,0 1.878.557,0
4 Pengadaan listrik dan gas 3.549,6 3.899,8 4.192,4 4.359,4 4.205,9
5 Pengadaan air, pengelolaan
sampah, limbah dan daur ulang
12.771,0 12.864,9 13.376,8 14.386,7 14.621,8
6 Konstruksi 561.767,5 601.526,3 637.351,2 671.148,1 720.276,1
7 Perdagangan besar dan eceran;
reparasi mobil dan sepeda motor
1.716.251,0 1.766.536,7 1.862.820,6 1.958.338,2 2.040.784,9
8 Transportasi dan pergudangan 472.695,2 506.975,2 553.527,6 609.050,4 661.642,5
9 Penyediaan akomodasi dan
makan minum
282.782,3 302.170,5 318.665,1 342.229,6 369.778,2
10 Informasi dan komunikasi 108.053,1 119.768,0 130.688,8 146.518,3 160.320,4
11 jasa Keuangan dan asuransi 260.533,2 272.561,7 292.689,4 324.080,2 351.132,9
12 Real estate 147.395,7 155.184,7 171.608,8 188.900,8 203.235,2
13 Jasa perusahaan 18.730,9 19.838,0 22.188,0 24.182,8 26.533,0
14 Administrasi pemerintahan,
pertahanan dan jaminan sosial
wajib
262.178,0 264.073,5 272.266,1 275.826,2 291.162,0
15 Jasa pendidikan 414.690,9 478.709,9 524.196,7 581.432,8 622.947,1
16 Jasa kesehatan dan kegiatan sosial 97.209,8 108.512,0 117.809,1 131.542,8 140.855,8
17 Jasa lainnya 198.285,7 199.014,8 220.559,8 240.127,6 250.405,1
9.489.550,5 9.935.905,0 10.457.818,1 10.892.939,1 11.513.482,7
Sumber: BPS Wonosobo, 2012-2016
Ket : *) Angka sementara
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-25
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat nilai PDRB berdasarkan
harga konstan meningkat setiap tahunnnya dari Rp. 9.489.550,5 juta
rupiah menjadi Rp. 11.513.483,1 juta rupiah. Pendorong pertumbuhan
terbesar ada di sektor tersier yaitu di lapangan usaha informasi dan
komunikasi, jasa pendidikan serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial yang
dalam tahun 2011-2015 pertumbuhannya cukup tinggi.
Tabel II.8
Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2011-2015 (%)
LAPANGAN USAHA KONTRIBUSI Rata-
rata 2011 2012 2013 2014 2015*)
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 34,92 34,33 34,62 33,61 33,58 34,21
Pertambangan dan Penggalian 0,99 0,94 0,91 0,98 1,01 0,97
Industri Pengolahan 16,66 16,82 16,41 16,70 16,64 16,65
Pengadaan Listrik dan Gas 0,04 0,04 0,03 0,03 0,03 0,03
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah,Limbah dan Daur Ulang 0,13 0,12 0,11 0,11 0,11 0,12
Konstruksi 5,87 6,01 5,92 6,11 6,28 6,04
Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 17,82 17,20 16,89 16,46 16,10 16,89
Transportasi dan Pergudangan 4,71 4,67 4,65 4,94 5,07 4,81
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum 2,96 3,06 3,13 3,22 3,26 3,13
Informasi dan Komunikasi 1,09 1,09 1,05 1,02 1,02 1,05
Jasa Keuangan dan Asuransi 2,75 2,89 2,94 3,08 3,19 2,97
Real Estate 1,49 1,46 1,48 1,54 1,56 1,51
Jasa Perusahaan 0,20 0,20 0,21 0,21 0,22 0,21
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
2,66
2,73
2,67
2,60
2,60
2,65
Jasa Pendidikan 4,66 5,41 5,82 6,08 6,02 5,60
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,04 1,15 1,20 1,25 1,28 1,18
Jasa Lainnya 2,04 1,89 1,96 2,04 2,01 1,99
PDRB 100,03 100,01 100,00 99,98 99,98 100,00
Sumber: BPS Wonosobo, 2012-2016
Ket : *) Angka sementara
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa sektor pertanian
selama tahun 2011 hingga 2015 menempati posisi tertinggi dalam
memberikan kontribusi kepada PDRB dengan rata-rata 34,2% disusul
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-26
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor sebesar 16,9% dan industri pengolahan sebesar 16,6%.
Meskipun sektor pertanian memberikan kotribusi terbesar bagi
perekonomian di Wonosobo, setiap tahunnya kontribusi sektor pertanian
terhadap PDRB mengalami penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya lahan pertanian menjadi permukiman akibat dampak dari
peningkatan jumlah penduduk, sehingga kebutuhan ruang untuk
permukiman semakin berkurang atau dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah petani yang beralih ke sektor lain yang lebih
menguntungkan seperti sektor bangunan dan jasa. Sedangkan lapangan
usaha yang memberikan kontribusi yang semakin meningkat dari tahun ke
tahun adalah pertambangan dan penggalian; konstruksi; transportasi dan
pergudangan; penyediaan akomodasi dan makan minum; jasa keuangan
dan asuransi; jasa perusahaan serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial.
Sumber: BPS Wonosobo 2016
Gambar 2.12 Kontribusi Sektor PDRB ADHB Kab Wonosobo Tahun 2015
Lapangan usaha yang kontribusinya terhadap PDRB paling sedikit
adalah pengadaan listrik dan gas yaitu sebesar 0,03% disusul jasa
perusahaan sebesar 0,22% dan pertambangan dan penggalian sebesar
1,01%.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-27
3) Inflasi
Inflasi merupakan salah satu indikator penting yang dapat
memberikan informasi tentang dinamika perkembangan harga barang
dan jasa yang dikonsumsi masyarakat dan berpengaruh terhadap
kemampuan daya beli masyarakat. Perkembangan harga barang dan jasa
tersebut menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
daya beli.
Tabel II. 9
Nilai Inflasi Rata-Rata Tahun 2010 s.d 2015
Inflasi 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-Rata
Provinsi 2,68 4,24 7,99 8,22 2,73 5,17
Wonosobo 2,66 3,84 8,82 8,44 2,71 5,29
Sumber: BPS Wonosobo 2016
Berdasarkan tabel di atas, nilai inflasi tertinggi terjadi pada tahun
2013 seiring dengan peningkatan inflasi di Jawa Tengah dan juga nasional.
Tahun 2013 inflasi Kabupaten Wonosobo mencapai 8,82. Inflasi terendah
tahun 2011 dan 2015, di pembahasan bisa dibahas bahwa nilai inflasi rata-
rata mengalami kenaikan dari tahun 2011 dan tertinggi di tahun 2013.
Pada tahun 2013 nilai inflasi Kabupaten Wonosobo meningkat cukup
tajam. Kenaikan inflasi ini salah satunya dipengaruhi oleh kenaikan harga
bbm, makanan dan minuman jadi, minuman, rokok dan tembakau.
Peningkatan inflasi makanan jadi dapat diinterpretasikan sebagai kenaikan
harga bahan-bahan makanan, yang termasuk didalamnya adalah beras,
daging ayam ras, telur ayam, daging sapi dan bawang merah yang
mendorong peningkatan harga makanan jadi. Rokok dan tembakau juga
menjadi penyebab tingginya inflasi di Kabupaten Wonosobo. Pada tahun
2014, nilai inflasi kembali menurun, bahkan di tahun 2015 dapat menjadi
2,71.
4) Indeks Gini
Indeks Gini merupakan satu ukuran untuk melihat ketimpangan
pendapatan antar penduduk. Semakin mendekati nol maka ketimpangan
semakin kecil. Standar penilaian ketimpangan Gini Rasio (GR) ditentukan
dengan menggunakan kriteria seperti berikut:
- GR < 0,35 dikategorikan sebagai ketimpangan rendah
- 0,35<GR<0,5 dikategorikan sebagai ketimpangan sedang
(moderat)
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-28
- GR >0,5 dikategorikan sebagai ketimpangan tinggi
Secara umum tingkat ketimpangan pendapatan antar penduduk
yang terjadi di Kabupaten Wonosobo masih tergolong pada kriteria
rendah, atau dengan kata lain pembagian pendapatan yang diterima
penduduk cukup merata. Hal ini tergambar dari GR Kabupaten Wonosobo
di mana sejak tahun 2010 angka Indeks Gini Kabupaten Wonosobo berada
pada kriteria ketimpangan rendah (<0,35) kecuali pada tahun 2012. Pada
tahun 2012 nilai indeks sebesar 0,38 di mana nilai ini masuk dalam
ketimpangan sedang, akan tetapi di tahun 2013 menurun menjadi sebesar
0,34 dalam arti ketimpangan pendapatan antar penduduk kembali rendah
atau merata. Pelaksanaan otonomi daerah menjadikan pemerintah daerah
lebih terfokus dalam menentukan arah pembangunan yang bermanfaat
bagi masyarakat secara keseluruhan. Tujuan pembangunan ekonomi
Kabupaten Wonosobo yang telah dan sedang dilaksanakan dapat
dikatakan telah berada pada jalur yang cukup baik. Perkembangan Indeks
Gini Wonosobo dapat dilihat pada Tabel. II.10.
Tabel II. 10
Perkembangan Indeks Gini Wonosobo
Tahun Gini Ratio Kabupaten Wonosobo
2010 0,25
2011 0,35
2012 0,38
2013 0,34
2014 0,35
Sumber: BPS Kabupaten Wonosobo &BPS Jawa Tengah, 2015
5.) Pemerataan pendapatan versi bank dunia
Kriteria ketimpangan pendapatan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi
pendapatan yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-29
Tabel II. 11
Kriteria ketimpangan pendapatan versi Bank Dunia
Distribusi Pendapatan Tingkat Ketimpangan
atau Kesenjangan
Kelompok 40% penduduk termiskin
pengeluarannya <12% dari keseluruhan
pengeluaran
Tinggi
Kelompok 40% penduduk termiskin
pengeluarannya 12% sampai 17% dari
keseluruhan pengeluaran
Sedang
Pengeluarannya >17% dari keseluruhan
pengeluaran Rendah
Sumber: BPS Kabupaten Wonosobo, 2015
Berdasarkan kriteria Bank Dunia, distribusi pendapatan penduduk
Kabupaten Wonosobo tergolong merata pada ketimpangan rendah. Hal
tersebut ditunjukkan sebesar 20,09% pendapatan dinikmati oleh 40%
masyarakat berpenghasilan rendah, sebesar 36,19% oleh 40% masyarakat
berpenghasilan menengah dan sebesar 43,72% oleh 20% masyarakat
berpenghasilan tinggi. Data dapat dilihat pada Tabel II.12.
Tabel II. 12
Pemerataan Pendapatan Versi Bank Dunia
Tahun Kriteria Bank Dunia
40% I 40% II 20% III
2010 25,33 39,40 35,27
2011 18,71 33,36 47,93
2012 17,15 29,69 53,16
2013 20,09 36,19 43,72
Sumber: BPS Kabupaten Wonosobo, 2015
6.) Indeks Ketimpangan Regional
Proses pembangunan di Kabupaten Wonosobo ternyata tidak
lepas dari adanya ketimpangan kewilayahan. Ketimpangan terjadi salah
satunya karena akibat dari kegiatan ekonomi yang belum merata.
Secara makro terdapat kesenjangan kewilayahan khususnya antara
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-30
daerah atas yang dalam hal ini termasuk beberapa kecamatan di
dataran tinggi dan daerah bawah yang merupakan kota beserta
beberapa kecamatan di daerah datar. Dikotomi ini tentunya menjadi
salah satu hal yang harus diselesaikan secara simultan, komprehensif
dan berkelanjutan mengingat bahwa potensi kemiskinan dapat timbul
akibat adanya kesejangan wilayah tersebut.
Ketimpangan pembangunan antar kecamatan yang terjadi di
Kabupaten Wonosobo dari tahun 2010-2014 dapat dianalisis dengan
menggunakan indeks ketimpangan regional yang dinamakan indeks
ketimpangan Williamson. Indeks ini dihitung dengan menggunakan
komponen utama yaitu PDRB per Kapita serta jumlah penduduk masing-
masing kecamatan. Angka indeks ketimpangan Williamson yang semakin
kecil atau mendekati nol menunjukan ketimpangan yang semakin kecil
atau dengan kata lain semakin merata, dan apabila semakin besar atau
semakin jauh dari nol menunjukan ketimpangan yang semakin melebar.
Tabel II. 13
Indeks Ketimpangan Regional
Indeks
Ketimpangan
Regional
2010 2011 2012 2013 2014
0,17 0,22 0,29 0,28 0,35
Sumber: BPS Kabupaten Wonosobo, 2015
Dari angka Indeks Williamson diketahui bahwa kondisi
kesenjangan antar wilayah di Kabupaten Wonosobo relatif rendah, yang
ditunjukkan dengan nilai Indeks Williamson mendekati nol. Namun terjadi
peningkatan nilai dari tahun ke tahun sehingga ada kecenderungan
bahwa tingkat kesenjangan antar wilayah semakin besar. Perkembangan
angka ketimpangan di Kabupaten Wonosobo dari tahun 2010-2014
tergolong meningkat dari 0,17 pada tahun 2010 menjadi 0,35 pada tahun
2014. Hal ini berarti ketimpangan kewilayahan di Kabupaten Wonosobo
dari tahun ke tahun semakin meningkat. Perbedaan potensi antar wilayah
akan menyebabkan produktivitas wilayah dalam menghasilkan nilai
tambah juga berbeda karena pengaruh kondisi lingkungan serta
pemanfaatan potensi yang dimiliki masing-masing wilayah dan kualitas
sumber daya manusia yang berbeda. Proses akumulasi dan mobilisasi
sumber-sumber berupa akumulasi modal, ketrampilan tenaga kerja dan
sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu
dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Sehingga
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-31
akselerasi perkembangan wilayah pun akan berbeda. Adanya
heterogenitas dan beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan
kecenderungan terjadinya konsentrasi aktivitas ekonomi secara parsial
dan memunculkan kondisi ketimpangan antar daerah. Semakin
meningkatnya kesenjangan antar wilayah dikhawatirkan akan berdampak
pada peningkatan kemiskinan daerah. Kondisi ini memerlukan perhatian
lebih serius dari pemerintah agar kesenjangan antar wilayah tidak semakin
tinggi.
7.) PDRB Perkapita (Rp ribu)
PDRB per kapita dapat dijadikan salah satu indikator guna melihat
keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu wilayah.
Tabel II. 14
PRDB Perkapita Tahun 2011-2015
Tahun Atas Dasar Harga
Berlaku
Atas Dasar Harga
Konstan
2011 13.203.960 12.473.690
2012 14.236.280 12.984.900
2013 15.638.970 13.593.620
2014 17.242.490 14.086.670
2015*) 18.767.270 14.815.660
Sumber: BPS Wonosobo, 2012-2016
Ket : *) Angka sementara
Dari tabel II.13 dapat dilihat bahwa PDRB perkapita dari tahun
2011 sampai 2015 baik PDRB atas dasar harga berlaku maupun konstan
terus mengalami peningkatan. PDRB pada tahun 2011 atas Dasar Harga
Berlaku sebesar 13.203.960 terus meningkat setiap tahunnya hingga
mencapai 18.767.270 pada tahun 2015 dengan pertumbuhan rata-rata
pertahun 9,2%. Begitu juga dengan PDRB Atas Dasar Harga Konstan, pada
tahun 2011 sebesar Rp 12.473.690 dan terus meningkat hingga pada
tahun 2015 mencapai Rp 14.815.660 dengan pertumbuhan rata-rata
pertahun 4,4%.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-32
b. Kemiskinan
1) Persentase Penduduk Diatas Garis Kemiskinan
Perkembangan tingkat kemiskinan di Kabupaten Wonosobo
mengalami penurunan pada tahun 2014 . Tingkat kemiskinan pada tahun
2014 sebesar 21,428 % turun sebesar 0,56 % dibandingkan tahun 2013.
Sebagaimana ditunjukkan pada grafik berikut :
Sumber: LP2KD Kab. Wonosobo, 2014
Gambar 2.13 Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Wonosobo Tahun 2010-2014
Sumber: LP2KD Kab. Wonosobo, 2014
Gambar 2.14 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Wonosobo Tahun 2010-2014
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-33
Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Wonosobo mengalami
penurunan yang cukup signifikan dari 170.100 jiwa menjadi 165.800 jiwa
pada tahun 2014 dimana inflasi pada tahun yang sama juga mengalami
penurunan. Penurunan jumlah penduduk miskin ini juga berimplikasi
pada menurunnya persentase penduduk miskin dari 22,08 menjadi 21,42
persen pada tahun 2014.
Sumber: LP2KD Kab. Wonosobo, 2014
Gambar 2.15 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan
(P2) Kab. Wonosobo Th 2010-2014
Pada periode tahun 2010-2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan
menurun. Indeks Kedalaman dan keparahan Kemiskinan mengalami
kenaikan tajam pada tahun 2011. Dengan kenaikan sebesar 0,56 indeks
kedalaman kemiskinan pada tahun 2011 bergeser naik menjadi 4,52
demikian juga dengan indeks keparahan kemiskinan yang mengalami
kenaikan menjadi 1,25 pada tahun 2011. Pada periode 2 tahun berikutnya
indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan meskipun melambat namun
mengalami penurunan menjadi 3,74 untuk indeks kedalaman kemiskinan
dan 1,07 untuk indeks keparahan kemiskinan pada tahun 2014. Grafik
perkembangan Indeks kedalaman kemiskinan yang semakin mendekati
nol menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin
cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan
pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit, dengan
demikian ada peningkatan rata-rata pengeluaran penduduk miskin.
Sedangkan penurunan indeks keparahan kemiskinan menunjukkan
semakin menyempitnya ketimpangan pengeluaran di antara penduduk
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-34
miskin.
Berdasarkan Pemutahiran Basis Data terpadu (PBDT) 2015 jumlah
rumah tangga miskin di Kabupaten Wonosobo sebanyak 88.062 dengan
kriteria sangat miskin, miskin, hampir miskin dan rentan miskin lainnya.
Beberapa indikator mikro sebagaimana data PBDT 2015 digambarkan
sebagai berikut :
Tabel II. 15
Jumlah Rumah Tangga Miskin Berdasarkan Data PBDT 2015
KECAMATAN STATUS KESEJAHTERAAN
DESIL 1 DESIL2 DESIL 3 DESIL 4 TOTAL
GARUNG
2.143
2.084
1.588
1.111
6.926
KALIBAWANG
668
887
834
538
2.927
KALIKAJAR
2.890
2.458
1.691
1.099
8.138
KALIWIRO
719
1.411
1.428
1.207
4.765
KEJAJAR
1.974
1.949
1.349
801
6.073
KEPIL 2.321 2.746 2.106 1.491 8.664
KERTEK 3.028 2.916 2.140 1.514 9.598
LEKSONO 563 907 931 942 3.343
MOJOTENGAH 2.070 1.875 1.312 960 6.217
SAPURAN 2.353 2.444 1.614 1.044 7.455
SELOMERTO 710 1.053 1.109 1.076 3.948
SUKOHARJO 630 801 672 519 2.622
WADASLINTANG 1.500 2.191 1.827 1.335 6.853
WATUMALANG 1.975 1.948 1.246 673 5.842
WONOSOBO 950 1.204 1.259 1.278 4.691
TOTAL 24.494 26.874 21.106 15.588 88.062
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-35
Jumlah Rumah tangga miskin berdasarakan data Pemutahiran
Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 sejumlah 88.062 yaang dibagi dalam 4
desil. Jumlah rumah tangga miskin terbesar berada di Kecamatan Kertek.
Tabel. II.16
Fasilitas Tempat Buang Air besar (BAB) pada Rumaha Tangga Miskin
KECAMATAN FASILITAS TEMPAT BAB RUTA MISKIN
JUMLAH Sendiri Bersama Umum Tidak ada
GARUNG 3.707 556 2.621 42 6.926
KALIBAWANG 1.413 1.179 141 194 2.927
KALIKAJAR 2.780 662 4.467 229 8.138
KALIWIRO 3.353 606 140 666 4.765
KEJAJAR 2.824 691 2.408 150 6.073
KEPIL 3.005 2.582 2.199 878 8.664
KERTEK 2.937 695 5.929 37 9.598
LEKSONO 2.294 219 535 295 3.343
MOJOTENGAH 3.784 529 1.593 311 6.217
SAPURAN 2.435 2.478 2.025 517 7.455
SELOMERTO 2.371 201 1.075 301 3.948
SUKOHARJO 1.519 238 364 501 2.622
WADASLINTANG 3.964 1.174 167 1.548 6.853
WATUMALANG 3.705 797 687 653 5.842
WONOSOBO 2.836 702 1.049 104 4.691
Total 42.927 13.309 25.400 6.426 88.062
Sampai dengan tahun 2015, jumlah rumah tangga miskin yang
tidak memiliki fasilitas jamban sejumlah 6.426 atau 7,2% dari total rumah
tangga miskin.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-36
Tabel.II.17
Rumah Tidak Layak Huni Berdasarkan PBDT 2015
NO
KECAMATAN KONDISI RTLH
TOTAL 1 2 3
1 GARUNG 3.341 2.389 683 6.413
2 KALIBAWANG 870 787 4 1.661
3 KALIKAJAR 3.768 1.416 363 5.547
4 KALIWIRO 1.568 780 20 2.368
5 KEJAJAR 2.157 1.930 1.167 5.254
6 KEPIL 2.118 2.562 12 4.692
7 KERTEK 5.343 1.059 248 6.650
8 LEKSONO 1.215 644 58 1.917
9 MOJOTENGAH 2.401 2.278 744 5.423
10 SAPURAN 2.606 1.655 368 4.629
11 SELOMERTO 1.137 533 85 1.755
12 SUKOHARJO 677 397 4 1.078
13 WADASLINTANG 1.908 2.129 13 4.050
14 WATUMALANG 1.399 2.250 1.458 5.107
15 WONOSOBO 1.670 1.626 311 3.607
Grand Total 32.178 22.435 5.538 60.151
Sumber : PBDT,2015
Jumlah rumah tangga yang memiliki Rumah Tidak Layak Huni
(RTLH) sejumlah 60.151, atau 68,31% dari jumlah rumah tangga pada desil
1-4 dengan jumlah RTLH tertinggi di Kecamatan Kertek.
Tabel. II.18
Akses Rumah Tangga Miskin Terhadap KUR, Raskin dan Jamkesmas
N
O
Kecamatan
Kredit Usaha Rakyat
(KUR)
RASKIN
Jamkesmas/KIS/BPJS
Ya Tidak Jumlah Ya Tidak
Jumlah Ya
Tidak
Jumlah
1
GARUNG
161
6.764
6.925
6.728
197
6.925
5.368
1.557
6.925
2
KALIBAWANG
74
2.853
2.927
2.864
63
2.927
2.291
636
2.927
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-37
N
O
Kecamatan
Kredit Usaha Rakyat
(KUR)
RASKIN
Jamkesmas/KIS/BPJS
Ya Tidak Jumlah Ya Tidak
Jumlah Ya
Tidak
Jumlah
3
KALIKAJAR
148
7.989
8.137
7.755
382
8.137
6.673
1.464
8.137
4
KALIWIRO
59
4.705
4.764
4.535
228
4.763
2.861
1.903
4.764
5
KEJAJAR
75
5.998
6.073
5.675
398
6.073
4.939
1.134
6.073
6
KEPIL
113
8.550
8.663
8.340
323
8.663
6.959
1.705
8.664
7
KERTEK
328
9.270
9.598
9.345
253
9.598
8.036
1.562
9.598
8
LEKSONO
44
3.299
3.343
3.114
229
3.343
2.420
923
3.343
9
MOJOTENGAH
62
6.155
6.217
5.932
285
6.217
4.623
1.594
6.217
10
SAPURAN
92
7.363
7.455
7.105
350
7.455
5.841
1.614
7.455
11
SELOMERTO
48
3.899
3.947
3.730
217
3.947
2.951
996
3.947
12
SUKOHARJO
63
2.558
2.621
2.428
194
2.622
1.495
1.127
2.622
13
WADASLINTAN
G
69
6.784
6.853
6.358
495
6.853
5.169
1.684
6.853
14
WATUMALANG
32
5.810
5.842
5.545
297
5.842
4.245
1.597
5.842
15
WONOSOBO
62
4.629
4.691
4.301
390
4.691
3.393
1.298
4.691
TOTAL
1.43
0
86.626
88.056
83.755
4.301
88.056
67.26
4
20.79
4
88.058
Sumber : BPDT,2015
Berdasarkan data PBDT 2015, masih ada 20.794 rumah tangga
yang belum terakses jaminan Kesehatan (Jamkesmas, KIS/BPJS), 4.301
rumah tangga belum mendapatkan program raskin, dan hanya 1.430
rumah tangga yang sudah dan sedang mendapatkan kredit usaha melalui
KUR.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-38
2. Kesejahteraan Masyarakat
Kualitas kehidupan manusia secara individu atau masyarakat secara
kelompok tidak hanya didasarkan pada tingkat ekonomi melainkan juga
kesehatan dan pendidikan. Dalam subbab ini akan diuraikan analisis kinerja atas
fokus kesejahteraan sosial yang dilakukan terhadap indikator yang relevan.
a. Indeks Pembangunan Manusia
IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan
dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
IPM merupakan indeks komposit hasil agregasi tiga jenis indeks yang masing-
masing mewakili dimensi pembangunan manusia, yakni indeks kesehatan,
indeks pendidikan, dan indeks standar hidup. Mulai tahun 2015 Badan Pusat
Statistik telah merllis angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) metode baru
dengan perubahan mendasar mencakup penggunaan indikator harapan lama
sekolah (HLS) menggantikan indikator angka melek huruf (AMH) dalam
perhitungan indeks pendidikan dan penggunaan indikator pendapatan
nasional bruto (PNB) per kapita menggantikan produk domestik bruto (PDB)
per kapita dalam perhitungan indeks standar hidup.
Tabel II. 19
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2010-2015
Kabupaten Wonosobo
Uraian Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Angka Harapan
Hidup (tahun)
70,37 70,5 70,63 70,76 70,82 71,02
Harapan Lama
Sekolah (tahun)
9,96 10,09 10,83 11,03 11,34 11,43
Rata-rata lama
sekolah (tahun)
5,81 5,87 5,9 5,92 6,07 6,11
Pengeluaran per
kapita
disesuaikan (ribu
rupiah ppp)
9.032 9.275 9.404 9.458 9.491 9.736
IPM 62,5 63,07 64,18 64,57 65,2 65,7
Sumber: BPS Kabupaten Wonosobo, 2015
Perkembangan IPM Kabupaten Wonosobo dari tahun 2010 sampai
dengan 2015 menunjukkan adanya peningkatan. IPM tahun 2015 sebesar
65,70 meningkat 3,20 poin jika dibanding tahun 2010 sebesar 62,50. Mengacu
pada
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-39
klasifikasi UNDP, sepanjang tahun 2010 sampai dengan 2015 IPM Kabupaten
Wonosobo termasuk kategori sedang (66 ≤ IPM< 80).
b. Ketenagakerjaan
1) Rasio Penduduk Yang Bekerja
Rasio penduduk yang bekerja merupakan perbandingan antara
jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja dengan angkatan
kerja. Rasio ini menggambarkan hubungan antara angkatan kerja dengan
kemampuan penyerapan tenaga kerja atau bisa disebut sebagai gambaran
permintaan tenaga kerja.
Dari tabel di bawah ini dapat diketahui bahwa terjadi jumlah
penduduk yang bekerja dari tahun 2010 hingga 2014 cenderung
meningkat, meskipun pada tahun 2011, rasio penduduk yang bekerja
menurun drastis, tetapi kembali meningkat pada tahun 2012. Data rasio
penduduk yang bekerja pada tahun 2014 yang diperoleh dari website
resmi Kemenakertrans menunjukkan nilai 0,947 atau 94,7% penduduk
yang memperoleh pekerjaan sedangkan sisanya masih mencari kerja atau
belum mendapatkan pekerjaan.
Tabel II.20
Rasio Penduduk yang Bekerja
Tahun
Penduduk
yang bekerja
Angkatan Kerja
Rasio Penduduk
yang bekerja
2010 381.326 397.392 0,96
2011 369.940 392.465 0,94
2012 394.042 416.421 0,95
2013 354.967 376.939 0,94
2014 397.002 419.388 0,95
Sumber: BPS Sakernas 2010-2014
2) Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
3) Pengangguran terbuka adalah penduduk yang telah masuk dalam
angkatan kerja tetapi tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari
pekerjaan, mempersiapkan usaha, serta sudah memiliki pekerjaan tetapi
belum mulai bekerja. Berdasarkan data BPS tahun 2014 angka
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-40
pengangguran terbuka Kabupaten Wonosobo 5,40 % masih di bawah
angka provinsi (5,68%) dan nasional (5,94%).
Sumber: LP2KD Kab Wonosobo Tahun 2014
Gambar 2.16 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Kab. Wonosobo
Tahun 2007-2014
Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten Wonosobo tahun 2014
mengalami penurunan dari tahun 2013, yaitu 5,83 menjadi 5,34 atau mengalami
penurunan 0,49%. Meskipun pengangguran menurun, Pemerintah Kabupaten
Wonosobo masih harus melakukan intervensi untuk penduduk yang belum
memiliki pekerjaan, seperti pelatihan yang berkelanjutan, yang berarti setelah
dilatih, peserta tetap harus dipantau.
3. Seni Budaya dan Olahraga
Strategi pembangunan urusan kepemudaan, olahraga dan kebudayaan
diarahkan untuk peningkatan peran pemuda dalam pembangunan; peningkatan
sarana dan prasarana olahraga; peningkatan prestasi olahraga; pelestarian seni,
budaya serta nilai-nilai budaya lokal serta peningkatan kelembagaan organisasi
seni, olahraga dan budaya.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-41
Tabel II. 21
Perkembangan Seni Budaya
No.
Indikator Kinerja Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1 Penyelenggaraan festival seni
dan budaya
37
39
39
38
38
2 Jumlah sarana
penyelenggaraan seni dan
budaya
6 8 10 10 11
3 Benda, Situs dan Kawasan
Cagar Budaya yang
dilestarikan
52% 49% 49% 48% 48%
4 Jumlah Sanggar kesenian 240 240 250 265 265
5 Jumlah kelompok Seni 240 240 250 265 265
6 Jumlah Seniman 2.650 2.650 2.650 2.650 2.650
7 Persentase grup kesenian aktif 40% 40% 40% 40% 60%
Sumber : Evaluasi Capaian RPJMD, 2015, data diolah
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa penyelenggaraan festival
seni dan budaya di Kabupaten Wonosobo cenderung fluktuatif, tetapi nilainya hampir
sama. Tahun 2011, jumlah penyelenggaraan festival seni dan budaya sekitar 37 dan
meningkat menjadi 39 pada tahun 2012 dan 2013, tetapi menurun pada tahun 2014
menjadi 38. Jumlah sarana penyelenggraan seni dan budaya tergolong meningkat
dari enam pada tahun 2011 menjadi sebelas pada tahun 2015.
Benda, situs dan kawasan cagar budaya yang dilestarikan di Kabupaten
Wonosobo terus mengalami penurunan. Hal ini harus menjadi perhatian bagi
pemerintah Kabupaten Wonosobo, mengingat cagar budaya sangat penting bagi
ilmu pengetahuan dan sebagai bukti sejarah Kabupaten Wonosobo.
1. Olahraga
Pembangunan di bidang olahraga berkaitan erat dengan kualitas hidup
manusia dan masyarakat. Oleh karena itu, ketersediaan sarana dan prasarana olah
raga yang layak dan memadai menjadi salah satu perhatian penting
pemerintah.Perkembangan jumlah gedung olahraga per 1.000 penduduk dan
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-42
gelanggang/ balai remaja (selain milik swasta) per 1.000 penduduk
selama periode 2011-2014 dapat dilihat dalam Tabel II.22.
Tabel II. 22
Capaian Kinerja Urusan Pemuda dan Olahraga Tahun 2015
No.
Indikator Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah
Gelanggang/balai
remaja /1.000
penduduk
0,002 0,002 0,002 0,002 0,002
2 Jumlah lapangan
olahraga/1.000
penduduk
1,69 1,99 1,99 1,99 1,99
3 Jumlah Sanggar
Olahraga
25 25 25 25 25
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa dalam kurun waktu 2011
hingga 2014, jumlah gelanggang atau bali remaja per 1.000 penduduk dan lapangan
olahraga/1.000 penduduk tidak mengalami perubahan atau sama
C. Aspek Pelayanan Umum
Peningkatkan kualitas pelayanan publik yang menuntut efesiensi dan akurasi
pelayanan birokrasi yang cepat, murah, dan berorientasi pada kebutuhan serta
kepuasan masyarakat menjadi isu utama. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah,
pemerintah daerah memiliki kewenangan mengatur dan mengurus pemerintahan
sendiri baik urusan wajib maupun pilihan. Hal ini merupakan ruang bagi Pemerintah
Daerah untuk merealisasikan peningkatan kualitas pelayanan publik dimaksud.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh
pemerintah daerah yang terdiri atas urusan pemerintahan yang berkaitan dengan
pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan
dasar. Urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar meliputi pendidikan,
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-43
kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan
permukiman, ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat.
1. Pelayanan Dasar
a. Urusan Pendidikan
1) Angka Partisipasi Sekolah (APS)
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, tingkat partisipasi sekolah
penduduk Kabupaten Wonosobo telah meningkat, baik perempuan
maupun laki-laki. Keadaan ini cukup menggembirakan karena partisipasi
sekolah memang diharapkan dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Peningkatan penduduk yang bersekolah selama tahun 2012-2014
merupakan keberhasilan Kabupaten Wonosobo dalam upaya memperluas
pelayanan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi sekolah
penduduk di Kabupaten Wonosobo yang cenderung semakin meningkat.
Selama kurun waktu tersebut, Angka Partisipasi Sekolah (APS) perempuan
dan laki-laki usia SD (7-12 tahun) dan usia SLTP (13-15 tahun) relatif sama.
Ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan di Kabupaten Wonosobo
telah mendapat kesempatan yang sama untuk duduk di bangku
pendidikan dasar. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut kelompok
umur dan jenis kelamin selama tahun 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel
II.20.
Perbandingan antara kelompok usia penduduk tingkat pendidikan
tampak bahwa APS anak usia tingkat pendidikan SD (7-12 tahun) lebih
tinggi dibandingkan APS usia SLTP (13-15 tahun). Pada tahun 2014 APS
usia 7-
12 tahun mencapai 100,00 persen dan APS usia SLTP sebesar 83,42
persen. APS usia penduduk tingkat pendidikan SLTP yang lebih rendah
dibanding APS usia SD dapat dipahami karena kondisi geografis wilayah
Kabupaten Wonosobo yang berbukit–bukit dan sulit ditempuh dan juga
jarak rumah ke sekolah tingkat SLTP yang jauh, sehingga belum meliputi
seluruh anak usia 13-15 tahun yang ada.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-44
Tabel II. 23
Angka Partisipasi Sekolah menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2015
Kelompok
Umur
2012 2013 2014 2015
LK Pr L + P LK Pr L + P LK Pr L + P LK Pr L + P
-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -8 -9 -10
7-12 99,29 93,32 99,31 100,00 99,05 99,51 100,00 100,00 100,00 96,00 95,70 95,69
13-15 87,64 84,88 86,31 82,34 84,56 83,42 86,00 86,83 86,40 87,47 92,54 90,00
16-18 47,18 39,23 43,39 37,18 37,78 37,42 44,38 42,79 43,66 48,35 46,67 47,55
19-24 9,00 10,12 9,52 19,26 26,67 20,02 23,67 20,63 22,07 23,67* 20,63* 22,07*
Sumber : BPS, Data diolah, 2016
2) Angka Melek Huruf
Angka Melek Huruf adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke
atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya.
Selama periode 2010-2014, capaian angka melek huruf terus mengalami
peningkatan.
Tabel II. 24
Angka Melek Huruf 2010-2015 Penduduk Usia 15 tahun ke atas
Kabupaten Wonosobo
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Capaian
Melek Huruf
90,47
91,16
91,43
92,30
92,55
96,1
Sumber: LPPD AMJ Kab. Wonosobo, 2016
Angka Melek Huruf (AMH) dari tahun ke tahun belum mencapai nilai
100%. Hal ini menunjukkan masih ada masyarakat Kabupaten Wonosobo
yang buta aksara. Meskipun capaian Melek huruf Kabupaten Wonosobo dari
tahun 2011 hingga 2015 terus mengalami peningkatan, tetapi belum
memenuhi target. Ada beberapa hal penyebab capaian angka melek huruf
belum mencapai 100%. Pertama, penduduk yang telah melek huruf menjadi
buta huruf kembali karena faktor usia mereka tidak menggunakan
kemampuan baca tulisnya untuk aktvitas sehari- hari. Kedua, penduduk yang
sudah berusia diatas 60 tahun sulit untuk diajarkan baca tulis.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-45
3) Angka Rata-rata Lama Sekolah
Angka rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang
dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua
jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Lamanya bersekolah
merupakan ukuran akumulasi investasi pendidikan individu. Rata-rata
lama sekolah Kabupaten Wonosobo masih jauh dari RLS 12 tahun. Pada
tahun 2015 rata-rata lama sekolah hanya 6,14 tahun meningkat dari tahun
sebelumnya yang hanya 6,07 tahun. Banyak faktor yang jadi penyebab
dari ketidaktercapaiannya RLS 12 tahun, antara lain persepsi masyarakat
tentang pendidikan, yang dianggap belum menjanjikan, serta mahalnya
biaya pendidikan juga menjadi kendala selanjutnya.
Sumber : BPS Wonosobo 2010-2015
Gambar 2. 17 Grafik Rata-rata Lama Sekolah
Capaian rata-rata lama sekolah dari tahun 2011 hingga 2015 masih
jauh dari target RPJMD 2010-2015, seperti yang tergambar pada Gambar
2.8. Rata- rata lama sekolah penduduk Wonosobo usia 15 tahun keatas
hanya 6,11 yang artinya hanya lulus SD atau SMP. Sedangkan rata-rata
lama belajar disajikan dalam tabel berikut:
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-46
Tabel II. 25
Rata-rata Lama Belajar Kabupaten Wonosobo Tahun 2010-2014
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014
Rata-Rata
Lama
Belajar
SD = 6,26
SMP=3,09
SMA=3,07
SD =6,28
SMP=3,03
SMA=3,06
SD=6,27
SMP=3,01
SMA=2,95
SD=6,28
SMP=3,0
1
SMA=2,9
5
SD=6,20
SMP=3
SMA=2,96
Sumber: SIPD Kab Wonosobo, 2015
Rata-rata lama belajar di Kabupaten Wonosobo pada tahun 2010
hingga 2014 menunjukkan peningkatan. Rata-rata lama belajar SD dari
tahun 2010 hingga 2014 cenderung mengalami fluktuasi. Tahun 2010
rata-rata lama belajar SD 6,26 tahun, meningkat pada tahun 2011 menjadi
6,28 tahun dan menurun pada tahun 2012, kemudian kembali meningkat
pada tahun 2013 dan menurun pada tahun 2014 hingga 6,20 tahun. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian siswa SD di Kabupaten Wonosobo
belum mampu menyelesaikan pendidikan SD enam tahun atau tingkat
mengulang atau tidak naik kelas meningkat. Rata-rata belajar SMP
cenderung stabil. Nilai tertinggi pada tahun 2010 yang mencapai 3,09
tahun kemudian terus menurun hingga tahun 2014 hanya 3 tahun. Angka
rata-rata lama belajar SMA/MA/SMK kurang dari 3 tahun pada tahun
2012 hingga 2014. Hal ini menggambarkan masih banyak siswa
SMA/MA/SMK yang putus sekolah.
4) Angka Partisipasi Murni (APM) Jenjang PAUD – SMA/K
Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan
usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk
di usia yang sama. APM berfungsi untuk mengukur proporsi anak yang
bersekolah tepat waktu.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-47
Tabel II. 26
Angka Partisipasi Murni SD, SMP dan SMA Tahun 2010-2015
APM Target
capaian
2010
2011
2012
2013
2014 2015
SD Capaian 91,21 92,07 92,13 91,44 91,70 94,23
Target - 87,00 90,00 92,5 93,50 95,00
SMP Capaian 59,04 66,82 65,48 64,81 70,13 75,71
Target - 65,00 70,00 75,00 80,00 85,00
SMA Capaian 32,53 31,59 32,78 34,47 35,65 38,29
Target - 26,00 29,00 32,00 35,00 38,00
Sumber: BPS Wonosobo, 2016
Angka Partisipasi Murni Sekolah Dasar (APM SD) merupakan
persentase siswa dengan usia 7-12 tahun yang bersekolah di tingkat SD
dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berusia 7-12 tahun.
Perkembangan APM SD mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2010
ingga 2014. Tahun 2010 nilai APM SD hanya 91,21 meningkat menjadi 91,7
pada tahun 2014. Meskipun nilai APM SD pada tahun 2012 sudah
mencapai 92,13, kemudian mengalami penurunan sebesar 0,69% pada
tahun 2013. PePenurunan ini terjadi karena banyak anak usia dibawah 7
tahun yang telah memasuki pendidikan SD dan anak usia diatas 12 tahun
yang masih duduk di bangku SD. Tahun 2015, APM SD meningkat menjadi
94,23. dan sudah mencapai target RPJMD 2010-2015.
Sumber : BPS Wonosobo, 2016
Gambar 2. 18 Grafik APM SD, SMP dan SMA Kab. Wonosobo Tahun 2010-
2015
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-48
Angka Partisipasi Murni (APM) SMP merupakan persentase siswa
dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah
penduduk di usia yang sama. Kelompok usia yang dihitung adalah siswa
yang sekolah di tingkat SMP dengan usia 13-15 tahun di bandingkan
dengan kelompok usia 13-15 tahun secara keseluruhan di Kabupaten
Wonosobo. Nilai APM SMP di Kabupaten Wonosobo cenderung
mengalami peningkatan. Peningkatan APM pada tahun 2014 sebesar 5,32
dari 64,81% pada tahun 2013 menjadi 70,13% disusul pada tahun 2015
peningkatan APM SMP mencapai 75,71. Peningkatan nilai APM ini dimulai
tahun 2012, setelah tahun-tahun sebelumnya cenderung dinamis.
Meskipun mengalami peningkatan, APM SMP di Kabupaten Wonosobo
masih belum mencapai target RPJMD 2010-2015.
Angka Partisipasi Murni Sekolah Menengah (SMA, MA dan SMK)
merupakan persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang
pendidikannya dari jumlah penduduk dengan usia yang sama. Jumlah
siswa Sekolah Menengah usia 16-18 tahun yang bersekolah di Kabupaten
Wonosobo dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 16-18 secara
keseluruhan. Perkembangan APM SLTA mengalami peningkatan sejak
tahun 2010, data tahun 2014 menunjukkan nilai APM Kabupaten
Wonosobo meningkat 1,18 dari tahun 2013 34,47% menjadi 35,65%. APM
SMA/MA juga mengalami kenaikan pada tahun 2013 sebesar 34,47% dari
tahun sebelumnya 32,78%.
Sebagian besar capaian angka partisipasi SD, SMP , dan SMA
sudah mencapi target RPJMD tahun 2011-2015, hanya saja Angka
partisipasi Murni SD/MI/Paket A pada tahun 2013 dan 2014 masih belum
memenuhi target. Tahun 2015, APM SMA juga meningkat menjadi 38,29
dan sudah mencapai target RPJMD 2010-2015.
5) Angka Partisipasi Kasar (APK) Jenjang PAUD – SMA/K
PAUD merupakan upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak
sejak lahir hingga usia enam tahun melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan untuk memasuki
jenjang pendidikan
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-49
selanjutnya.Angka Partisipasi Kasar PAUD di Kabupaten Wonosobo selama
kurun waktu 2011-2015 mengalami peningkatan dari 25,3% pada Tahun
2011 menjadi 35,49 % pada Tahun 2015. Kondisi ini menunjukkan bahwa
kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anak meningkat.
Pendidikan Usia Dini (PAUD) di Kabupaten Wonosobo selama
kurun waktu 2011-2014 usia 4-6 tahun mengalami peningkatan dari
45,11% pada Tahun 2011 menjadi 66,05% pada Tahun 2014. Kondisi ini
menunjukkan bahwa kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anak
meningkat selengkapnya sebagaimana tabel di bawah ini.
Tabel II. 27
APK Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 2011-2015
Kabupaten Wonosobo usia 4-6 tahun
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
45,11 47,35 48,52 66,05 68,3
Sumber : BPS Wonosobo, 2015
Tabel II. 28
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 2011-2015
Kabupaten Wonosobo Usia 0-3 tahun
No.
Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1 APK PAUD 25,3 26,4 30,67 31,14 37,34
Sumber : BPS Wonosobo, 2015
Angka Partisipasi PAUD umur 0-3 tahun masih rendah pada tahun
2015 baru mencapai 37,34 yang menunjukkan bahwa kesadaran
masyarakat untuk mengikutsertakan anak anaknya pada pendidikan dini
masih rendah. Upaya untuk mengintegrasikan PAUD Holistik integratif
perlu segera didorong untuk meningkatkan partisipasi PAUD usia 0-3
tahun.
Angka Partisipasi Sekolah Dasar (APK SD) merupakan rasio jumlah
siswa yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah
penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan
tersebut. Rasio APK SD Kabupaten Wonosobo dihitung dengan
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-50
membandingkan antara jumlah siswa SD dengan jumlah penduduk
kelompok usia 7-12 tahun yang dinyatakan dalam persentase.
Perkembangan APK SD Kabupaten Wonosobo selama periode 5 tahun
terakhir dapat dilihat pada tabel II.29.
Tabel II. 29
Angka Partisipasi Kasar SD, SMP, dan SMA Tahun 2011-2015
Sekolah Pencapaian 2011 2012 2013 2014 2015
SD Capaian 105,67 102,11 104,15 103,35 109,39
Target 99,00 100,00 100,00 100,00 105,00
SMP Capaian 87,91 86,42 86,13 91,13 95,32
Target 83,00 88,00 91,00 94,00 100,00
SMA Capaian 47,40 45,71 47,79 51,36 54,72
Target 35,00 40,00 45,00 52,50 60,00
Sumber : BPS Wonosobo
Perkembangan angka partisipasi kasar SD mengalami penurunan
pada tahun 2014 sebesar 0,80% menjadi 103,35%. Nilai APK yang menurun
menunjukkan penurunan tingkat partisipasi sekolah (tanpa
memperhatikan ketepatan usia sekolah pada jenjang pendidikannya). Jika
nilai APK lebih dari 100 persen menunjukkan bahwa ada penduduk yang
sekolah belum mencukupi umur dan atau melebihi umur yang seharusnya.
Salam kurun waktu 2007 hingga 2014, nilai APK SD lebih dari 100 yang
berarti banyak siswa SD yang sekolah belum mencukupi umur dan atau
melebihi umur yang seharusnya. Tahun 2015, APK SD meningkat mencapi
109,39, meskipun sudah mencapai target, tetapi harus diwaspadai
peningkatan jumlah siswa SD yang belum mencukupi umur atau melebihi
umur 12 tahun.
Angka Partisipasi Sekolah Menengah Pertama (APK SMP)
merupakan rasio jumlah siswa yang sedang sekolah di tingkat pendidikan
terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang
pendidikan SMP (12-15 tahun). Tingkat perkembangan APK SMP
Kabupaten Wonosobo selama periode tiga tahun terakhir dapat dilihat
pada grafik berikut:
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-51
Sumber : LKPJ-AMJ 2011-2015
Gambar 2. 19 Grafik APK SMP Tahun 2011-2015
Perkembangan APK SMP mengalami peningkatan dari 5,8% tahun
2013 dari 86,13% menjadi 91,13%pada tahun 2014. Namun tahun 2013,
Angka Partisipasi Kasar SMP mengalami penurunan dari tahun 2012 turun
0,29% menjadi 86,13%. Tahun 2015, APK SMP hanya meningkat menjadi
95,32 atau dengan kata lain belum mencapai target RPJMD 2010-2015.
Nilai partisipasi kasar SMP kurang dari 100 yang menunjukkan bahwa
masih banyak penduduk 12-14 tahun yang tidak melanjutkan sekolah
SMP.
APK Sekolah Menengah merupakan perhitungan rasio jumlah
siswa berapapun usianya yang sedang sekolah di tingkat pendidikan
Sekolah Menengah (SMA, MA dan SMK) terhadap jumlah penduduk
kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan Sekolah
Menengah (SMA, MA dan SMK). Tingkat perkembangan APK Sekolah
Menengah (SMA, MA dan SMK) di Kabupaten Wonosobo selama 5 tahun
terakhir dapat dilihat pada Gambar 2.20.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-52
Sumber: LPPD AMJ Kab. Wonosobo
Gambar 2.20 Grafik APK SMA Kabupaten Wonosobo Tahun 2011-2015
Angka partisipasi Kasar SMA menunjukkan perkembangan relatif
meningkat pada 5 tahun terakhir, meskipun tahun 2012 APK SMA
menurun dari 47,4% pada tahun 2011 menjadi 45,71% pada tahun 2012.
APK SMA kembali naik pada tahun 2013 dan 2014. Jika dibandingkan
dengan Capaian APK Jawa Tengah, Wonosobo berada jauh tertinggal.
Data pada tahun 2012, APK Jawa Tengah sudah mencapai 67%,
sedangkan Wonosobo masih berada pada dibawah dengan nilai 45,71
pada tahun 2012. Hal ini seharusnya menjadi tugas pemerintah untuk
memberikan kesadaran akan pentingnya pendidikan pada masyarakat,
terutama orang tua maupun siswa. Capaian APK SMA meskipun fluktuatif
tetapi selalu di atas target RPJMD 2010-2015, kecuali pada tahun 2014,
capaian APK SMA lebih rendah dibandingkan target RPJMD.
6) Angka Putus Sekolah (APS) Pendidikan Dasar
Angka putus Sekolah Dasar (SD) merupakan siswa SD yang tidak
mampu melanjutkan pendidikannya atau putus sekolah atau anak-anak
usia sekolah SD yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak
menamatkan SD. Perkembangan angka putus Sekolah Dasar di Kabupaten
Wonosobo dapat dilihat pada grafik berikut :
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-53
Gambar II. 30
Perkembangan Angka Putus Sekolah Usia 7-15 tahun
Kabupaten Wonosobo Tahun 2010-2015
No Indikator
Kinerja
Pembangunan
Daerah
Tahun
2010
Tahun
2011
Tahun
2012
Tahun
2013
Tahun
2014
Tahun
2015
1 Angka Putus
Sekolah SD
0,14 0,1 0,1 0,1 0,1 0,08
2 Angka Putus
Sekolah SMP
1,15 0,87 0,61 0,39 0,35 0,27
Sumber: LPPD AMJ 2010-2015
Perkembangan angka putus sekolah usia 7-12 tahun di Kabupaten
Wonosobo secara umum cenderung stagnan, terutama pada tahun 2011
hingga 2014 dengan nilai sebesar 0,1. Namun pada tahun 2015 angka
putu sekolah tahun 2015 menurun menjadi 0,08. Jika jumlah murid SD
74.746, maka 75 siswa SD yang putus sekolah dari tahun 2011 hingga
2015. Jika diakumulasikan total jumlah siswa yang putus sekolah dasar 405
orang dari 2010-2015, yang berarti ada 405 penduduk yang belum
mempunyai pengetahuan yang cukup untuk kerja di sektor formal, yang
akhirnya lapangan kerjaaan mereka di sektor informal dengan penghasilan
rendah.
7) Angka Putus Sekolah (APS) SMP/MTs
Angka Putus Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah siswa SMP
yang tidak mampu melanjutkan pendidikannya atau putus sekolah atau
anak- anak usia sekolah SMP yang sudah tidak bersekolah atau yang tidak
menamatkan SMP.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-54
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
Gambar 2. 21 Grafik APS SMP Kab. Wonosobo Tahun 2011-2014
Angka putus sekolah SMP cenderung menurun dari tahun 2011
hingga 2014. Penurunan terbaik terjadi pada tahun 2014 yakni 0,35.
Namun meskipun menurun, nilai angka putus sekolah masih tergolong
tinggi, sehingga pemerintah Kabupaten Wonosobo masih perlu
menggiatkan intervensi untuk pelajar SMP, baik pengadaan buku
pelajaran atau beasiswa untuk yang tidak mampu atau yang lain yang bisa
mencegah anak putus sekolah.
8) Angka Putus Sekolah (APS) SMA/SMK/MA
Angka Putus Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah siswa SMA
yang tidak mampu melanjutkan pendidikannya atau putus sekolah atau
anak-anak usia sekolah SMA yang sudah tidak bersekolah atau yang tidak
menamatkan SMA. Perkembangan angka putus sekolah usia SMA di
Kabupaten Wonosobo dapat dilihat pada gambar 2.20.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-55
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
Gambar 2.22 Grafik APS SMA Kab. Wonosobo Tahun 2010-2014
Perkembangan angka putus sekolah SMA pada tahun 2011 hingga
2014 cenderung mengalami peningkatan, meskipun pada tahun 2011 nilai
Angka putus sekolah menurun drastis dari 1,31% pada tahun 2010
menurun menjadi 0,9% pada tahun 2011. Namun APS SMA mengalami
peningkatan drastis pada tahun 2012 menjadi 1,38%. Tahun-tahun
selanjutnya cenderung stagnan dari angka 1,36 hingga 1,39. Capaian
Angka Putus Sekolah SMA/SMK/MA selalu lebih tinggi dibandingkan
target RPJMD 2010-2015, kecuali pada tahun 2011 dengan target putus
sekolah 1,1 dan capaiannya sekitar 0,9. Tidak tercapainya traget putus
sekolah memberikan indikasi bahwa pemerintah Kabupaten Wonosobo
seyogyanya bekerja sama dengan guru untuk mengidentifikasi penyebab
putus pekolah siswa SMA, sehingga target pendidikan 12 tahun terpenuhi
untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik.
9) Angka Kelulusan (AL) SD/MI, SMP/MTS dan SMA
Angka Lulus menunjukkan tingkat kelulusan siswa dalam
menyelesaikan pendidikan pada masing-masing jenjang pendidikan.
Capaian Angka Lulus pada Tahun 2010-2014 mengalami fluktuasi di
semua jenjang pendidikan, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.21.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-56
Sumber : Evaluasi Capaian Tahun Ketiga (2013) RPJMD
Gambar 2. 23 Grafik Angka Kelulusan SD, SMP dan SMA Kab. Wonosobo
2011-2015
Angka Kelulusan (AL) SD/MI, SMP dan SMA/SMK/MA mencapai nilai
tertinggi pada tahun 2012. AL SD pada tahun 2012 mencapai 106,7%, SMP
mencapai 106,7 dan AL SMA sekitar 109,1, nilai AL pada semua jenjang
kemudian terus menurun hingga pada tahun 2014 AL SD 99,92Al SMP
99,25 dan AL SMA 99,42.
10) Angka Melanjutkan (AM)
Persentase siswa lulusan SD/MI dan SMP/MTs yang melanjutkan ke
jenjang pendidikan lebih tinggi dalam kurun waktu Tahun 2010-2015
cenderung fluktuatif seperti yang terlihat pada tabel berikut :
Tabel II. 31
Angka Melanjutkan
Indikator Kinerja Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
Angka Melanjutkan (AM) dari SD/MI ke
SMP/MTs 88,96 89,78 88,49 91,03 93,22
Target Angka Melanjutkan dari SD/MI
ke SMP/ MTS 61,01 63,00 65,00 68,00 70,00
Angka Melanjutkan (AM) dari
SMP/MTs ke SMA/SMK/MA 70,66 59,85 61,77 68,96 74,10
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-57
Indikator Kinerja Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
Target Angka Melanjutkan (AM) dari
SMP/MTs ke SMA/SMK/MA 68,00 70,00 74,00 78,00 80,00
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
Berdasarkan tabel 2.20, pada tahun 2010 angka melanjutkan dari SD
ke SMP mencapai 94,85, kemudian angka melanjutkan pada tahun 2011
menurun menjadi 88,96%, dan meningkat pada tahun 2012 menjadi 89,78.
Namun pada tahun 2013, angka melanjutkan menurun mencapai nilai
terandah dalam kurun waktu 2011 hingga 2014, yaitu hanya 88,49. Pada
tahun 2014, Angka Melanjutkan (AM) dari SD/MI ke SMP/MTs meningkat
mencapai 91,03%. Peningkatan terus berlanjut hingga pada tahun 2015
mencapai 93,22 dan sudah mencapai target RPJMD tahun 2010-2015. Hal
ini berarti masih ada 6,78% lulusan SD yang tidak melanjutkan sekolah
hingga SMP.
Angka Melanjutkan (AM) dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA pada
tahun 2011 hingga 2014 cenderung menurun. Nilai tertinggi pada tahun
2011 yang mencapai 70,66% lulusan SMP yang melanjutkan ke SMA,
kemudian menurun drastis pada tahun 2012 hingga mencapai 59,85%,
yang berarti 39,15% lulusan SMP tidak melanjutkan sekolah.tahun 2013 dan
2014 Angka Melanjutkan (AM) dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA terus
meningkat hingga tahun 2014 mencapai 68,96. Hal ini berarti 31,04%
lulusan SMP tidak melanjutkan sekolah. Meskipun pada tahun
2015, Angka melanjutkan ke SMA/MA sudah meningkat menjadi 74,10,
namun angka ini masih jauh dari target RPJMD tahun 2010-2015.
11) Guru yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV
Kualitas pendidik salah satunya ditunjukkan melalui indikator
kualifikasi S1/D4 pendidik. Selama kurun waktu Tahun 2010-2015,
persentase pendidik yang memiliki kualifikasi S1/D4 di berbagai jenjang
pendidikan mengalami peningkatan hingga pada tahun 2015 , guru yang
memenuhi kualitas S1/D-IV mencapai 77,71%. sebagaimana tertera pada
gambar 2.24.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-58
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
Evaluasi Capaian Tahun Ketiga (2013) RPJMD
Gambar 2. 24 Guru yang Memenuhi Kualifikasi S1/D-IV Tahun 2010-2015
Kualitas pendidik salah satunya ditunjukkan melalui indikator
kualifikasi S1/D4 pendidik. Selama kurun waktu Tahun 2010-2014,
persentase pendidik yang memiliki kualifikasi S1/D4 di berbagai jenjang
pendidikan mengalami peningkatan. Namun demikian persentase Guru
SD/MI/SDLB yang memenuhi yang memenuhi kualifikasi S1/D-IVmasih
relatif rendah, bahkan pada tahun 2010, hanya 16,49% guru yang
memenuhi kualifikasi S1/D-IV, yang berarti ada 83,51% guru belum
memenuhi kualifikasi S1/D- IV sebagaimana tertera pada Tabel II.32.
Tabel II. 32
Guru yang Memenuhi kualifikasi S1/D-IV Berdasarkan Jenjang Sekolah
Tingkat
Sekolah
Target/Capaian
2010
2011
2012
2013
2014
2015
SD/MI
Capaian 16,49 39,00 41,10 53,57 65,9 74,12
Target 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 90,00
SMP/Ms.
Capaian 73,37 83,00 87,13 88,16 88,48 94,07
Target 85,00 90,00 95,00 100,00 100,00 100,00
SMA/MA
Dan SMK
Capaian 93,10 94,30 93,97 95,57 95,52 95,52
Target 98,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : Evaluasi Capaian RPJMD
Persentase guru yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV berdasarkan
jenjang sekolah baik SD, SMP dan SMA tidak mencapi target RPJMD 2010-
2015. Capain guru yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV SD paling jauh dari
target, sebagian besar nilai hanya mencapai nilai 50% dari target yang telah
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-59
ditentukan pada RPJMD 2010-2015.
12) Rasio Ketersediaan Sekolah (SD s/d SMA) per penduduk usia pendidikan
(SD s/d SMA)
Rasio Ketersediaan Sekolah terhadap penduduk usia sekolah adalah
indikator untuk mengukur kemampuan jumlah sekolah dalam menampung
penduduk usia pendidikan. Rasio ini bisa diartikan jumlah sekolah
berdasarkan tingkat pendidikan per 10.000 jumlah penduduk usia
pendidikan.
Tabel II. 33
Rasio Ketersediaan Sekolah (SD s/d SMA)
per penduduk usia pendidikan (SD s/d SMA)
Jenjang Pendidikan 2010 2011 2012 2013 2014
SD/MI
Jumlah Sekolah 495 492 487 483 481
Jumlah Penduduk (7-12) 98.868 88.774 89.445 85.523 76.701
Rasio Ketersediaan
Sekolah SD per penduduk
usia pendidikan SD
1 : 200
1 : 180
1 : 184
1 : 177
1 : 159
SMP/MTS
Jumlah Sekolah 99 105 94 106 96
Jumlah Penduduk (13-15) 47.620 41.663 42.174 42.112 29.041
Rasio Ketersediaan
Sekolah SMP per
penduduk usia pendidikan
SMP
1 : 481
1 : 397
1 : 449
1 : 397
1 : 303
SMA/MA/SMK
Jumlah Sekolah 34 35 35 41 42
Jumlah Penduduk (16-18) 46.308 35.315 35.940 37.789 12.431
Rasio Ketersediaan
Sekolah SMA per
penduduk usia pendidikan
SMA
1 : 468
1 : 336
1 : 382
1 : 357
1 : 129
Sumber : SIPD 2014 (data tabular Pendidikan, Kebudayaan Nasional Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Wonosobo)
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-60
Selama kurun waktu 2011-2014 rasio ketersediaan sekolah untuk
jenjang pendidikan SD/MI mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan
jumlah sekolah SD/MI di Kabupaten Wonosobo yang cenderung menurun
dan diikuti oleh penurunan jumlah penduduk usia 7-12 tahun. Penurunan
jumlah sekolah SD/MI disebabkan oleh program penggabungan sekolah,
sedangkan penurunan julah penduduk usia 7-12 dapat mengindikasikan
keberhasilan KB. Pada tahun 2014, perbandingan ketersediaan sekolah
SD/MI di Kabupaten Wonosobo adalah 1 : 159. Angka ini menunjukkan
bahwa 1 sekolah SD/MI menampung 159 siswa. Rasio ideal Ketersediaan
Sekolah per penduduk usia sekolah adalah 1:190, sehingga jumlah sekolah
SD/ MI di Kabupaten Wonosobo cukup memadai.
Rasio ketersediaan sekolah untuk jenjang pendidikan SMP/MTS
cenderung mengalami peningkatan. Nilai Tahun 2011, nilai rasio sekitar 1 :
481 kemudian meningkat menjadi 1 : 303 atau dengan kata lain satu
sekolah SMP dan MTS di Kabupaten Wonosobo menampung 303
penduduk usia 13-15 tahun. Namun demikian kondisi tersebut
menunjukkan bahwa jumlah SMP/MTs relatif kurang memadai, karena
idealnya mencapai rasio satu sekolah idealnya menampung 190.
Rasio ketersediaan sekolah untuk jenjang pendidikan SMA/MA/SMK
mengalami peningkatan. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh dua hal,
yaitu meningkatnya jumlah sekolah SMA/MA/MK atau tingginya angka
putus sekolah pada jenjang SMP/MTs. Rasio Ketersediaan Sekolah SMA per
penduduk usia pendidikan SMA pda tahun 2014 adalah 1:129 artinya 1
sekolah menampung 129. Hal ini menggambarkan bahwa jumlah sekolah
SMA/MA/SMK di Kabupaten Wonosobo sudah memadai.
13) Rasio Guru / Murid (SD – SMA/K)
Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru berdasarkan tingkat
pendidikan per 10.000 jumlah murid berdasarkan tingkat pendidikan. Rasio
ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar juga mengukur jumlah
ideal murid untuk satu guru agar tercapai mutu pengajaran. Selama kurun
waktu tahun 2010-2014 rasio ketersediaan guru di Kabupaten Wonosobo
cukup stabil untuk seluruh jenjang pendidikan, baik SD/MI, SMP/MTs.
maupun SMA/MA/SMK per 10.000 jumlah murid mengalami kenaikan.
Pada tahun 2014, perbandingan jumlah guru terhadap jumlah murid
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-61
SD/MI di Kabupaten Wonosobo adalah 1:15. Hal ini dapat diinterpretasikan
bahwa 1 guru SD/MI melayani (mengajar) 15 murid SD, sedangkan 1 guru
SMP/MTS melayani 14 murid dan 1 guru SMA/MA/SMK melayani 13 murid.
Berikut secara lengkap disajikan data mengenai kondisi ketersediaan
guru/murid di Kabupaten Wonosobo per jenjang pendidikan selama kurun
waktu tahun 2010-2014.
Tabel II. 34
Rasio Guru dengan Peserta Didik
Jenjang Pendidikan 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Rasio Guru dengan peserta didik
SD/MI 1:16 1:20 1:16 1:15 1:15 1:15
Rasio Guru dengan peserta didik
SMP/MTs 1:15 1:20 1:15 1:14 1:14 1:14
Rasio Guru dengan peserta didik
SMA/SMK/MA 1:12 1:13 1:13 1:13 1:13 1:13
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
b. Urusan Kesehatan
Berikut ini diuraikan gambaran umum indikator kinerja dalam aspek
kesehatan selama lima tahun terakhir.
1) Angka Usia Harapan Hidup
Aspek kesehatan merupakan unsur penting yang berkaitan dengan
kapabilitas penduduk. Derajat kesehatan pada dasarnya dapat dilihat dari
seberapa lama harapan hidup yang mampu dicapai. Semakin lama
harapan hidup yang mampu dicapai merefleksikan semakin tinggi derajat
kesehatannya. Angka harapan hidup menunjukkan kualitas kesehatan
masyarakat, yaitu mencerminkan “lamanya hidup” sekaligus “hidup sehat”
suatu masyarakat.Dalam kurun waktu Tahun 2010-2014, Usia Harapan
Hidup di Wonosobo sebesar 69,8 tahun meningkat menjadi 70,8 tahun.
Meningkatnya Usia Harapan Hidup penduduk di Wonosobo disebabkan
semakin tingginya kesadaran masyarakat dalam memperhatikan
kesehatannya melalui perilaku hidup bersih dan sehat.
Tabel II. 35
Angka Harapan Hidup Kab. Wonosobo Tahun 2010-2015
Angka Harapan
Hidup
2010 2011 2012 2013 2014 2015
69,80 70,23 70,48 70,64 70,80 71,02
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
: Evaluasi Capaian Tahun Ketiga (2013) RPJMD
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-62
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
: Evaluasi Capaian Tahun Ketiga (2013) RPJMD
Gambar 2. 25 Angka Harapan Hidup Kab. Wonosobo Tahun 2011-2015
Berdasarkan gambar 2.23 capaian Angka harapan hidup selalu
lebih tinggi dibandingkan target RPJMD 2010-2015 dan diikuti pula
dengan peningkatan harapan hidup setiap tahun. Hal ini menunjukkan
kinerja pemerintah dalam meningkatkan kualitas kesehatan di Kabupaten
Wonosobo.
2) Persentase Balita Gizi Buruk
Prevalensi Balita Gizi Buruk di Kabupaten Wonosobo Tahun 2010–
2014 mengalami fluktuasi. persentase balita gizi buruk terendah pada
Tahun 2013 sebesar 0,015% (11 Balita) dan tertinggi Tahun 2010 sebesar
0,032% (23 balita). Prevalensi Balita Gizi Buruk di Kabupaten Wonosobo
Tahun 2010–2014 dapat dilihat pada Tabel II.36.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-63
Tabel II. 36
Jumlah Balita Gizi Buruk Tahun 2010-2014 Kab. Wonosobo
Indikator
Capaian Kinerja
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Persentase
Balita Gizi
Buruk
0,032
0,03 %
0,026%
0,0157%
0,020%
0,082%
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
Persentase gizi buruk di Kabupaten Wonosobo mengalami
penurunan dalam kurun waktu Tahun 2010 hingga Tahun 2013.
Penurunan tersebut terjadi karena berbagai upaya telah dilakukan
diantaranya melalui pemberian makanan tambahan dan perawatan
kepada balita gizi buruk. namun kembali meningkat di Tahun 2014 dan
2015. Peningkatan persentase gizi buruk bisa disebabkan oleh pola asuh
ibu terhadap anaknya, faktor ekonomi yang tidak mampu membeli
makanan bergizi dan dapat pula disebabkan oleh penyakit balita.
3) Angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup
Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) adalah kematian perempuan
pada saat hamil atau melahirkan dalam kurun waktu 42 hari sejak
terminasi kehamilan, tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat
persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan,
terjatuh dan lain sebagainya.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-64
Tabel II. 37
Angka Kematian Ibu Kab. Wonosobo Tahun 2011-2015
Indikator Capaian/
Target
2011
2012
2013
2014
2015
Angka Kematian Ibu
Capaian 112,72 129,07 84,25 85,38 84,33
Target 114,00 111,00 108,00 105,00 102,00
Sumber : Evaluasi Capaian Tahun Ketiga RPJMD
Setelah mengalami peningkatan pada tahun 2012 hingga
mencapai 129,07, angka kematian ibu turun secara signifikan pada tahun
2013 menjadi 84,25. Akan tetapi terjadi kenaikkan pada tahun 2014
sebesar 1,34% atau nilai angka kematian Ibu sekitar 85,38 per 100.000
kelahiran hidup. Penyebab tertinggi kematian ibu antara lain hipertensi,
pendarahan, masih rendahnya deteksi dini kehamilan risiko tinggi oleh
masyarakat dan masih kurangnya kesiapsiagaan keluarga dalam rujukan
persalinan pada kehamilan risiko tinggi. Tahun 2015, angka kematian ibu
menurun menjadi 84,33, tetapi masing tergolong tinggi. Kondisi ini
menggambarkan derajat kesehatan masyarakat khususnya status
kesehatan ibu masih perlu ditingkatkan.
4) Angka Kematian Bayi per 1.000 kelahiran hidup
Angka Kematian Bayi adalah kematian yang terjadi antara saat
setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun, dinyatakan
sebagai angka per 1.000 Kelahiran Hidup (KH), sebagaimana tercantum
dalam tabel II.38.
Tabel II. 38
Angka Kematian Bayi Kab. Wonosobo 2010-2015
Indikator Capaian/Target 2011 2012 2013 2014 2015
Angka
Kematian
Bayi
Capaian
13,23
12,98
13,10
9,55
7,50
Target 14,63 13,42 12,21 11,00 9,80
Sumber : Evaluasi Capaian Tahun Ketiga (2013) RPJMD
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-65
Capaian AKB dalam kurun waktu lima tahun cenderung menurun
dari 15,35 per 1.000 KH Tahun 2010 menjadi 7,5 per 1.000 KH pada tahun
Penyebab kematian bayi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
penyebab kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah
dilahirkan antara lain kehamilan risiko tinggi, berat badan lahir bayi rendah
serta penyakit konginetal dan penyebab kematian bayi yang terjadi setelah
usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun, antara lain karena masih
rendahnya pemberian ASI eksklusif, penyakit infeksi serta belum
optimalnya pola asuh bayi dan balita.
5) Angka Kematian Balita
Akaba adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan
meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per
1000 kelahiran hidup. Nilai normatif Akaba > 140 sangat tinggi, antara 71–
140 sedang dan < 20 rendah. Perkembangan angka kematian balita dapat
dilihat pada grafik berikut :
Sumber: LP2KD Kab Wonosobo Tahun 2014
Gambar 2. 26 Angka Kematian Balita Kab. Wonosobo Tahun 2010-2014
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-66
Angka kematian balita pada tahun 2011 menurun sebesar 0.59 dan
pada tahun 2012 dan 2013 adanya peningkatan walaupun melambat sebesar
0.23 dan 0.04 dan pada tahun 2014 mengalami penurunan yang cukup
tajam, melampau batas terendah indeks normatif AKABA yaitu sebesar
kurang dari 20. Maka dari itu tingkat kematian balita di Kabupaten
Wonosobo tergolong rendah.
6) Prevalensi Kekurangan Gizi (underweight) pada anak balita (persen)
Prevalensi Kekurangan Gizi (underweight) pada anak balita di Wonosobo
Tahun 2010–2015 cenderung mengalami penurunan.
Prevalensi Kekurangan Gizi (underweight) pada anak balita di Wonosobo
terendah pada Tahun 2015 sebesar 2,2% dan tertinggi Tahun 2010
sebesar 10%. Penyebab balita kurang gizi dipengaruhi oleh pola asuh dan
pengetahuan ibu tentang makanan bergizi. Prevalensi Kekurangan Gizi
(underweight) pada anak balita di Wonosobo selama Tahun 2010 – 2015
dapat dilihat pada Tabel II.39.
Tabel II. 39
Prevalensi Gizi Kurang Kab. Wonosobo 2010-2015
Indikator 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Prevalensi Gizi
Kurang 10,00 6,90 2,35 2,49 2,29 2,20
Sumber : Dinas Kesehatan
7) Prevalensi Stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta
(bawah 2 tahun)
Permasalahan gizi, khususnya anak stunting merupakan salah satu
keadaan kekurangan gizi yang menjadi perhatian utama di dunia terutama
di negara-negara berkembang, memberikan dampak lambatnya
pertumbuhan anak, daya tahan tubuh yang rendah, kurangnya kecerdasan
dan produktivitas yang rendah.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-67
Tabel II. 40
Prevalensi Stunting Kab. Wonosobo 2010-2015
Tahun
Stunting
2011 45,00%
2012 16,86%
2013 19,50%
2014 16,00%
2015 16,85%
Sumber: Dinas Kesehatan
Prevalensi stunting balita di bawah dua tahun menurun dari 45%
pada tahun 2011 menjadi 16,85% pada Tahun 2015. Penurunan ini
disebabkan oleh kebijakan pemerintah Kabupaten Wonosobo tentang
PMT dan kesadaran masyarakat terhadap gizi pada anaknya.
8) Rasio Posyandu Per Satuan Balita
Posyandu merupakan wadah peran serta masyarakat untuk
menyampaikan dan memperoleh pelayanan kesehatan dasar, diharapkan
pula strategi operasional pemeliharaan dan perawatan kesejahteraan ibu
dan anak secara dini, dapat dilakukan di setiap posyandu. Terkait dengan
hal tersebut perlu dilakukan analisis rasio posyandu terhadap jumlah
balita dalam upaya peningkatan fasilitas pelayanan pemenuhan
kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan, dan agar
status gizi maupun derajat kesehatan ibu dan anak dapat dipertahankan
dan atau ditingkatkan. Adapun perkembangan rasio jumlah posyandu
terhadap balita di Kabupaten Wonosobo dapat dilihat pada tabel berikut:
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-68
Tabel II.41
Rasio Posyandu Per Satuan Balita
Tahun Jumlah Balita Posyandu Rasio Posyandu Per Satuan
Balita
2010 71.273 1.312 0,0184
2011 71.038 1.312 0,0185
2012 70.563 1.312 0,0186
2013 69.988 1.321 0,0189
2014 62.813 1.257 0,0201
Rata-rata 0,0189
Sumber: SIPD (Diolah), 2015
9) Rasio Puskesmas, Poliklinik, Pustu Per Satuan Penduduk
Sarana kesehatan seperti Puskesmas, Poliklinik maupun Puskesmas
Pembantu merupakan faktor penting dalam pembangunan kesehatan
utamanya berfungsi sebagai pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang
tersebar di pelosok. Dengan tersebarnya sarana kesehatan sampai ke
pelosok berarti memudahkan jangkauan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Berikut ini disajikan tabel jumlah puskesmas, poliklinik dan
puskesmas pembantu di Kabupaten Wonosobo.
Tabel II. 42
Rasio Puskesmas, Poliklinik, Pustu Per Satuan Penduduk
Tahun
Jumlah
penduduk
Posyandu
Puskesmas
Puskesmas
Pembantu
(Pustu)
Poliklinik
Jumlah
Puskesmas,
Pustu dan
Poliklinik
Rasio
2010 758.078 1.312 23 46 128 1.509 1:10.000
2011 763.146 1.312 23 46 128 1.509 1:10.000
2012 773.243 1.312 24 45 128 1.509 1:10.000
2013 764.116 1.321 24 46 128 1.519 1:10.000
2013 773.280 1.257 24 43 138 1.462 1:10.000
Sumber: SIPD (Diolah), 2015
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-69
10) Rasio Rumah Sakit Per Satuan Penduduk
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis
professional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita
oleh pasien. Rasio rumah sakit per satuan penduduk di Kabupaten
Wonosobo adalah sebagai berikut:
Tabel II. 43
Rasio Rumah Sakit Per Satuan Penduduk
Tahun Rumah
sakit
jumlah
penduduk
Rumah sakit per satuan
penduduk
2010 3 758.078 0,0040
2011 3 763.146 0,0039
2012 3 773.243 0,0039
2013 3 764.116 0,0039
2014 4 773.280 0,0052
2015 4 849.112 0,0049
Sumber: SIPD (Diolah), 2015
Jumlah rumah sakit di Kabupaten Wonosobo selama periode
2010-2015 mengalami kenaikan. Jika pada tahun 2010 tercatat terdapat 3
rumah sakit, maka pada tahun 2015 telah mencapai 4 rumah sakit. Rasio
rumah sakit per satuan penduduk di Kabupaten Wonosobo pada tahun
2015 mencapai 0,0049. Pada tahun 2015 dapat dikatakan bahwa 1 rumah
sakit melayani penduduk sebanyak 220.000 penduduk.
11) Rasio Dokter Per Satuan Penduduk
Indikator rasio dokter per jumlah penduduk menunjukkan tingkat
pelayanan yang dapat diberikan oleh dokter dibandingkan julah
penduduk yang ada. Apabila dikaitkan dengan standar sistem pelayanan
kesehatan terpadu, idealnya satu orang dokter melayani 2.500 penduduk.
Jumlah Dokter dan Dokter spesialis di Kabupaten Wonosobon belum
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-70
memenuhi kebutuhan sesuai rasio jumlah penduduk di Kabupaten
Wonosobo. Selain itu distribusi dokter spesialis tidak merata serta
kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Berikut ini disajikan tabel rasio
dokter per satuan penduduk.
Tabel II. 44
Rasio Dokter Per Satuan Penduduk
Tahun Dokter jumlah penduduk Rasio dokter per satuan penduduk
2010 78 758.078 1: 10.000
2011 101 763.146 1: 10.000
2012 101 773.243 1: 10.000,
2013 131 764.116 1: 10.000,
2014 138 773.280 2 :10.000
2015 138 849.112 2 :10.000
Sumber: SIPD (Diolah), 2015
12) Rasio Tenaga Medis Per Satuan Penduduk
Tabel II. 45
Rasio Tenaga Medis Per Satuan Penduduk
Tahun
Jumlah Jumlah
penduduk
Rasio tenaga medis per satuan
penduduk
2010 1.089 758.078 0,0014
2011 1.464 763.146 0,0019
2012 1.700 773.243 0,0022
2013 1.821 764.116 0,0024
2014 1.889 773.280 0,0024
Sumber: SIPD (Diolah), 2015
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-71
Tabel II. 46
Capaian Indikator Cakupan
Kesehatan
No.
Indikator Kinerja Berdasarkan EKPPD Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1 Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 100,00% 107,36% 112,72% 111,87% 100,00%
2 Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan
98,13%
98,88%
99,53%
99,67%
99,77%
3 Cakupan Desa/kelurahan Universal Child
Immunization (UCI) 96,23% 98,87% 100,00% 100,00% 100,00%
4 Cakupan Balita Gizi Buruk mendapat perawatan 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
5 Cakupan penemuan dan penanganan penderita
penyakit TBC BTA 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
6 Cakupan penemuan dan penanganan penderita
penyakit DBD 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
7 Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien
masyarakat miskin
31,63%
10,72%
31,82%
-
1.70%
8 Cakupan kunjungan bayi 100,92% 100,92% 105,79% 96,90% 99,26%
Sumber: Buku LKPJ 2011-2015, Dinas Kesehatan, 2015 (diolah)
Untuk perkembangan cakupan komplikasi kebidanan yang
ditangani di Kabupaten Wonosobo selama periode 2011-2015
mengalami fluktuasi. Dalam hal ini, komplikasi kebidanan yang
dimaksud adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas yang
dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi. Pada tahun 2015 cakupan
komplikasi kebidanan yang ditangani sudah mencapai 100%,
Perkembangan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan di Kabupaten
Wonosobo mengalami perbaikan setiap tahunnya. Jika pada tahun 2011
cakupannya baru mencapai 98,13%, maka pada tahun 2015 sudah
mencapai 99,77%.
Perkembangan cakupan desa/kelurahan Universal Child
Immunization (UCI) di Kabupaten Wonosobo selama periode 2013-2014
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-72
telah mencapai 100%. Cakupan desa/kelurahan Universal Child
Immunization (UCI) adalah desa/kelurahan dimana >80% dari jumlah
bayi yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi
dasar lengkap dalam waktu satu tahun.
Untuk kinerja cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan di
Kabupaten Wonosobo sudah mencapai tingkat yang optimal, dimana dari
periode 2011 hingga 2014 sudah mencapai 100%. Hal ini menunjukkan
bahwa kasus balita gizi buruk sudah tertangani seluruhnya.
Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit TBC BTA
di Kabupaten Wonosobo juga sudah cukup optimal dilakukan, dari
periode 2011 hingga 2015 sudah mencapai 100%. Dalam cakupan
penemuan dan penanganan penderita penyakit DBD selama ini di
Kabupaten Wonosobo telah menunjukkan tingkat yang optimal. Selama
periode 2011-2014 cakupan penemuan dan penanganan penderita
penyakit DBD sudah mencapai 100%.
Perkembangan cakupan kunjungan bayi selama lima tahun terakhir
mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Cakupan kunjungan bayi di tahun
2011 dan 2012 telah mencapai 100,92% dan kemudian meningkat lagi
pada tahun 2013 mencapai 105,79%. Namun mengalami penurunan di
tahun 2015 menjadi sebesar 99,26%.
TB dan HIV menjadi penyakit menular yang menjadi prioritas
program di Kabupaten Wonosobo. Angka Prevalensi TB di Kabupaten
Wonosobo Tahun 2010-2014 cenderung mengalami penurunan,
sedangkan penemuan kasus HIV mengalami peningkatan. Kondisi
tersebut menjadi perhatian untuk meningkatkan langkah preventif melalui
advokasi, dan pemberian pemahaman bagi masyarakat serta
pendampingan bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Kondisi prevalensi
Tb dan HIV yang terdeteksi di Kabupaten Wonosobo dapat dilihat pada
Tabel II.47.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-73
Tabel II. 47
Prevalensi HIV dan TB
Tahun Jumlah
penduduk
Kasus
TB
Kasus
HIV
Prevalesi TB Prevalensi
HIV
2011 763.146 347 8 0,455 0,010
2012 773.243 347 8 0,449 0,010
2013 764.116 236 20 0,309 0,026
2014 773.280 223 42 0,288 0,054
2015 849.112 223 42 0,288 0,038
Sumber : Dinas Kesehatan Kab Wonosobo
13) Jumlah Kecamatan yang memiliki Minimal 1 Puskesmas Terakreditasi
Tabel II. 48
Jumlah Kecamatan yang Memiliki Minimal 1 Puskesmas
Terakreditasi
Tahun Jumlah
2011 1 (Kaliwiro) ISO 9001 tahun 2008
2012 1 (Kaliwiro) ISO 9001 tahun 2008
2013 1 (Kaliwiro) ISO 9001 tahun 2008
2014 4 (Mojotengah, Wonosobo, Garung, Selomerto)
2015 4 (Mojotengah, Wonosobo, Garung, Selomerto)
Sumber : Dinas Kesehatan Kab Wonosobo
Jumlah Kecamatan Yang memiliki Minimal 1 Puskesmas
Terakreditasi di Kabupaten Wonosobo meningkan selama 4 tahun
terakhir. Tahun 2011 hanya ada satu kecamatan yang memiliki puskesmas
terakreditasi, yaitu kecamatan Kaliwiro, tahun 2012 hingga 2013, masih
sama. Sedangkan tahun 2015 meningkat menjadi 4 kecamatan, yaitu
kecamatan Kaliwiro, Wonosobo, Garung, Selomerto. Peningkatan ini
disebabkan oleh faktor manajemen puskesmas, ketersediaan tenaga
kesehatan, dan pelayanan puskemas.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-74
c. Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Kondisi capaian urusan pekerjaan umum dan penataan ruang dapat
dilihat berdasarkan aspek sub urusan sumber daya air, air minum,
persampahan, air limbah, drainase, permukiman, bangunan gedung,
penataaan bangunan dan lingkungannya, jalan, jasa konstruksi, penataan
ruang. Urusan PU dan PR didominasi penyediaan infrastruktur.
Ketersediaan infrastruktur yang layak dan memadai merupakan aspek
dasar yang diperlukan dalam proses pembangunan. Berikut ini diuraikan hasil
kinerja Urusan Pekerjaan Umum dan penataan ruang di Kabupaten
Wonosobo selama periode 2011-2015.
Tabel II.49
Capaian Indikator Urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
NO
Indikator Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
sumberdaya air (SDA)
1
Persentase tersedianya air
baku untuk memenuhi
kebutuhan pokok minimal
92,00%
91,00%
92,00%
87,00%
82,00%
2
Persentase tersedianya air
irigasi untuk pertanian
rakyat pada sistem irigasi
kewenangan kabupaten
62,39%
68,21%
67,97%
69,41%
67,27%
3 Rasio jaringan irigasi 0,0713 0,0713 0,0714 0,0714 0,0714
4 Persentase Luas Irigasi
Kabupaten Baik 64,99% 71,05% 70,80% 72,30% 70,07
Air Minum
5
Persentase penduduk
yang mendapatkan akses
air minum yang aman
64,23%
76,50%
80,45%
83,58%
85,34%
6
Persentase Rumah Tangga
(RT) yang menggunakan
air minum
63,16%
75,32%
79,28%
82,42%
84,19%
7 Persentase desa yang
memiliki Badan Pengelola
Sistem Penyediaan Air
20,00%
24,00%
33,00%
36,00%
42,00%
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-75
NO
Indikator Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
Minum (BPSPAM)
Persampahan
8 Persentase pengurangan
sampah di perkotaan 0,50% 1,50% 2,00% 5,00% 7,50%
9 Persentase pengangkutan
sampah 15,65% 16,36% 18,39% 19,20% 21,00%
10 Persentase pengoperasian
TPA 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
11 Persentase penanganan
sampah 8,10% 7,66% 7,99% 6,48% 6,94%
12
Persentase Tempat
Pengolahan Sampah
Terpadu (TPST) 3R skala
kecamatan
0
0
0
0
0
Air Limbah
13
Persentase penduduk
yang terlayani sistem air
limbah yang memadai
0,41%
0,60%
0,91%
1,13%
1,46%
14 Persentase rumah tinggal
bersanitasi 22,22% 24,37% 30,03% 45,02% 47,75%
15 Persentase penduduk
berakses sanitasi 22,60% 24,75% 30,47% 45,65% 48,40%
16
Persentase Satuan
Permukiman (RW) yang
memiliki IPAL komunal
0,5%
0,8%
1,2%
1,54%
1,95%
17
Persentase Instalasi
Pengolah Lumpur Tinja
(IPLT) Tingkat Kecamatan
0%
0%
0%
0%
0%
Drainase
18
Persentase panjang
drainase perkotaan kondisi
baik
60%
59%
63%
58%
57%
19 Persentase jalan
lingkungan permukiman
perkotaan yang dilengkapi
57,5%
59 %
63%
68%
72%
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-76
NO
Indikator Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
saluran drainase
20
Jumlah titik genangan
(luapan limpasan saluran)
pada jalan utama
perkotaan
10
15
14
16
15
Bangunan Gedung
21
Persentase jumlah Izin
Mendirikan Bangunan
(IMB) yang diterbitkan
1,88%
2,10%
2,40%
2,51%
2,66%
Penataan Bangunan dan Lingkungan
22
Persentase kawasan
prioritas yang disusun
RTBL-nya
75,00%
50,00%
50,00%
75,00%
75,00%
23
Persentase berkurangnya
luasan permukiman
kumuh di kawasan
perkotaan
0%
0%
0%
0%
0,071%
jalan
24 Proporsi panjang jalan
dalam kondisi baik 0,51 0,52 0,51 0,43 0,46
25
Persentase panjang jalan
kabupaten dalam kondisi
baik
(jenis aspal dan agregat)
65,25%
65,93%
62,28%
54,12%
58,64%
26
Persentase panjang jalan
kabupaten dalam kondisi
baik dan sedang (hanya
jenis aspal sesuai SPM)
65,88%
66,47%
66,33%
60,22%
63,64%
27
Persentase terhubungnya
pusat-pusat kegiatan dan
pusat produksi di wilayah
kabupaten
100%
100%
100%
100%
100%
28 Tersedianya jalan lingkar 2 ruas 2 ruas 2 ruas 2 ruas 2 ruas
Jasa Konstruksi
29 Persentase tersedianya 7
(tujuh) layanan informasi 75% 75% 75% 75% 75%
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-77
NO
Indikator Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
jasa konstruksi tingkat
kabupaten pada SIPJAKI
30
Persentase tersedianya
layanan Izin Usaha Jasa
Konstruksi (IUJK) dengan
waktu penerbitan paling
lama 10 (sepuluh) hari
kerja setelah persyaratan
lengkap
100%
100%
100%
100%
100%
Penataan Ruang
31
Persentase tersedianya
informasi mengenai
Rencana Tata Ruang (RTR)
wilayah kabupaten beserta
rencana rincinya melalui
peta analog dan peta
digital
25%
43,75%
62,5%
68,75%
68,75%
32
Persentase peta dasar
RDTR yang mendapatkan
rekomendasi Badan
Informasi Geospasial (BIG)
0
0
0
0
0
33 Persentase RDTR yang
dilegalisasi 0 0 0 0 0
34
Persentase kesesuaian
pemanfaatan ruang
dengan rencana tata
ruang (ketaatan terhadap
RTRW)
66%
68%
72%
76%
78,15%
35
Persentase penjabaran
Rencana Tata Ruang
Wilayah
53,33%
66,66%
73,33
86,66%
86,66%
36 Persentase luas
permukiman yang tertata
68%
69%
70%
72%
76%
37
Rasio Ruang Terbuka
Hijau per satuan luas
wilayah (ber-HPL/HGB)
0,0464
0,0460
0,0458
0,0450
0,0446
38 Persentase luas RTH
perkotaan per luas wilayah
38,39%
38,45%
38,57%
38,62%
38,78%
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-78
NO
Indikator Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
perkotaan
39 Persentase luas RTH publik
per luas wilayah perkotaan
12%
12%
12%
13%
14%
40
Persentase tersedianya
luasan RTH publik sebesar
20% dari luas wilayah
perkotaan
60%
60%
60%
65%
70%
Sumber : analisis studio, 2016
ket: *kondisi baik dan sedang berdasarkan SPM PUPR tahun 2014, yaitu hanya pada jenis jalan aspal saja yang
memenuhi kriteria SPM indeks kekerasan,
Kondisi sumberdaya air di Kabupaten Wonosobo dapat diketahui
melalui gambaran indikator tersedianya air baku untuk kebutuhan pokok
minimal, Ketersediaan air baku ini tergolong tinggi di Kabupaten Wonosobo,
Hal ini didukung dengan kondisi wilayah Wonosobo yang berada di daerah
hulu Daerah aliran sungai dan berada pada kondisi bentanglahan vulkan,
Lebih lanjut yang perlu diwaspadai adalah adanya kecenderungan dari tahun
ke tahun ada n sumber air baku untuk air minum, Penurunan hampir 10%
menunjukkan ada gejala gangguan dalam peresapan airtanah sebagai sumber
mata air, Gangguan ini boleh jadi diakibatkan oleh pola guna lahan yang
kurang baik di daerah tangkapan air, Hal ini menjadi hal yang perlu
diwaspadai untuk konservasi mata air.
Adapun yang terkait dengan air baku untuk jaringan irigasi,
Ketersediaan air irigasi untuk pertanian rakyat dalam kategori cukup,
Sementara itu untuk rasio jaringan irigasi beserta persentase luas irigasi
kabupaten baik masih tergolong tinggi sesuai standar perlayanan minimal,
Berdasarkan data “time series”, capaian kondisi bersifat fluktuatif, Pada tahun
2011-2012, Kabupaten Wonosobo memperoleh dana DAK dan Banprov yang
nilainya cukup besar dengan paket yang banyak untuk irigasi, Hal ini turut
mendukung meningkatnya kinerja irigasi, sementara itu pada tahun 2013
rendahnya dana operasi dan pemeliharaan dan kurangnya SDM di bidang
pengairan turut menyebabkan memburuknya capaian kinerja irigasi,
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-79
selanjutnya, pada tahun 2014 ada peningkatan dana operasional dan
pemeliharaan, serta penambahan tenaga SDM dalam OP, serta suntikan dana
rehabilitasi dari DAK dan Banprov yang cukup signifikan terhadap
meningkatnya kinerja sektor irigasi, Pada tahun 2015 terjadi penurunan
kinerja irigasi yang disebabkan adanya bencana alam yang menyebabkan
saluran irigasi rusak dan beberapa bendung besar juga rusak, contoh D,I
Jimat.
Selanjutnya, terkait dengan kondisi pelayanan air minum, capaian
sudah termasuk tinggi yaitu mencapai 85,34%, Capaian baik ini diwujudkan
melalui beberapa program yang bersumber dari APBD Provinsi, APBD
kabupaten, swadaya, dan layanan PDAM, Secara kelembagaan kinerja sektor
air minum juga terlihat dari keberadaan lembaga badan pengelola sistem
penyediaan air minum (BPSPAM), namun baru 42% desa yang memiliki
BPSPAM.
Kinerja persampahan Kabupaten Wonosobo termasuk masih sangat
kecil, Persentase penanganan sampah hanya 6,94%, Penanganan ini baru
yang terangkut ke TPA dari sumber di perkotaan Wonosobo dan beberapa
pasar di tingkat kecamatan, Capaian yang kecil ini menunjukkan masih
banyaknya penduduk dan/atau rumah tangga yang membuang sampah
sembarangan, Kemudian jika dilihat dari indikator persentase pengoperasian
TPA hanya 0%, Hal ini karena, pengoperasian TPA Wonorejo masih open
dumping, nilai efluent air lindi masih di bawah baku mutu, dan tidak
berfungsinya pipa pengumpul gas.
Terkait capaian air limbah, persentase penduduk berakses sanitasi
masih tergolong rendah, meskipun telah ada kecenderungan peningkatan
dari tahun 2011-2015, akses sanitasi ini masih dalam kategori sanitasi dasar
berupa jamban layak yang terhubung septictank, Kondisi fisik Kabupaten
Wonosobo yang banyak ditemui saluran air permukaan dan kolam
menjadikan kondisi jamban banyak yang tidak dilengkapi septictank, Dalam
perkembangannya, kondisi sanitasi rendah mulai ditangani melalui kegiatan
sanitasi lingkungan berbasis masyarakat (SLBM), namun baru ditangani di
Rukun Warga (RW) di kelurahan-kelurahan di Kecamatan Wonosobo, Jika
dilihat dari total jumlah RW di kabupaten, baru ada 1,95% RW yang memiliki
IPAL komunal.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-80
Selanjutnya, terkait dengan drainase, persentase panjang drainase
perkotaan kondisi baik baru pada tahap 57%, Beberapa drainase terganggu
dengan adanya sumbatan sampah, Pada jalan nasional ruas Buntu-Pringsurat
yang ada di wilayah Wonosobo khususnya yang tegak lurus dengan kontur
banyak terkena luapan/limpasan air hujan sehingga menyebabkan genangan,
namun masih dibawa standar genangan nasional, Berdasarkan survei singkat
2016, terdapat 15 titik genangan akibat luapan limpasan saluran di sepanjang
jalan S,Parman hingga Kertek, Untuk persentase jalan lingkungan permukiman
perkotaan yang dilengkapi saluran drainase semakin meningkat.
Kondisi capaian kinerja dalam suburusan bangunan dan gedung
terlihat dari persentase jumlah izin mendirikan bangunan (IMB) yang
diterbitkan, Capaian IMB masih sangat rendah, Hal ini menjadi tantangan
dalam penataan bangunan dan gedung.
Kondisi infrastruktur dominan yang paling terlihat yaitu dari sisi
kondisi jalan, Kebutuhan jalan memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maupun terhadap kondisi sosial budaya
kehidupan masyarakat, Infrastruktur jalan yang baik adalah modal sosial
masyarakat dalam menjalani roda perekonomian, sehingga pertumbuhan
ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai tanpa ketersediaan infrastruktur
jalan yang baik dan memadai.
Pada tahun 2015, proporsi panjang jalan dalam kondisi baik sebanyak
0,46, kondisi baik pada rasio ini diukur pada jalan baik dengan jenis aspal dan
agregat, Indikator ini berdasarkan data EKPOD, Fluktuasi terutama penurunan
capaian kondisi panjang jalan dalam kondisi baik ini disebabkan oleh
beberapa hal yaitu adanya gagal lelang, keterbatasan waktu pelaksanaan
(terlambat lelang) dan anggaran pembangunan jalan dialokasikan pada jalan-
jalan di luar jalan kewenangan kabupaten, Selanjutnya pasca penerapan UU
no 23 tahun 2014 dan UU no 6 tentang desa, mulai dilakukan pengaturan
pelaksanaan pekerjaan pembangunan jalan, jalan-jalan desa diluar
kewenangan kabupaten mulai tidak didanai oleh APBD kabupaten,
Harapannya, pembangunan jalan desa didanai oleh anggaran dana desa, Pada
tahun 2015, sebanyak rasio 0,46 kondisi jalan di Wonosobo kondisinya baik
dari panjang total di Kabupaten Wonosobo 779,89 km, Namun, sejak tahun
2015 telah diberlakukan standar pelayanan minimal terkait jalan, Pada SPM ini
yang dihitung sebagai standar pelayanan minimal bukan hanya jalan kondisi
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-81
baik, kondisi sedang pun masuk kategori, Panjang jalan wewenang kabupaten
dalam kondisi baik dan sedang mencapai 63,64%, Jika berdasarkan standar
pelayanan minimal, kondisi jalan yang diukur yaitu yang dalam kondisi baik
dan sedang hanya pada jenis aspal, Hal ini karena menurut SPM,
menggunakan kondisi tingkat kekerasan yang baik dengan asumsi jalan aspal,
Jika melihat konektivitas wilayah, semua pusat kegiatan dan produksi
berdasarkan RTRW telah 100% terhubung, hanya saja ada beberapa ruas jalan
memiiliki lebar jalan yang sempit, Selain itu, tersedianya jalan lingkar untuk
mengurai kemacetan dan memperluas pertumbuhan wilayah baru ada jalan
lingkar utara dan lingkar selatan Wonosobo.
Terkait urusan penataan ruang digunakan indikator persentase
tersedianya informasi mengenai rencana tata ruang (RTR) wilayah kabupaten
beserta rencana rincinya yang baru sampai pada angka 68,75%, Aturan tata
ruang baru dalam tahap RTRW/rencana tata ruang wilayah yang pada tahun
2016 memasuki masa peninjauan kembali, Untuk penjabaran RTRW berupa
rencana detail tata ruang (RDTR), telah tersusun 13 RDTR kecamatan, namun
belum dapat dilegalisasi, karena terkendala tersedianya peta dasar yang
mendapat rekomendasi Badan Informasi Geospasial (BIG).
Selanjutnya untuk persentase ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan per
luas wilayah perkotaan telah tercapai 38,78% yang telah melebihi standar
30%, Hal ini menunjukkan kondisi perkotaan Wonosobo yang masih cukup
nyaman, Masalahnya hanya pada kepemilikan RTH publik yang baru capaian
14%, Jika dikaitkan dengan capaian standar 20% RTH publik, maka perkotaan
Wonosobo telah mencapai 70%.
d. Urusan Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Pasca UU no 23 tahun 2014, bidang perumahan dan kawasan
permukiman secara eksplisit telah menjadi urusan tersendiri, Pemerintah wajib
memberikan pelayanan bidang perumahan rakyat yang layak huni dan
terjangkau dalam lingkungan yang sehat dan aman yang didukung dengan
parasarana, sarana dan utilitas umum (PSU), Capaian indikator perumahan
rakyat dan kawasan permukiman Kabupaten Wonosobo dari tahun 2011 s,d
2015 sebagaimana terlampir pada tabel II.50 dibawah ini :
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-82
Tabel II.50
Capaian Indikator Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
No Indikator 2011 2012 2013 2014 2015
1 Rasio Rumah Layak Huni 0,208 0,211 0,254 0,257 0,201
2 Rasio Permukiman Layak Huni 0,858 0,864 0,869 0,874 0,884
3 Lingkungan Permukiman Kumuh 0,25% 0,25% 0,25% 0,87% 0,79%
4 Jumlah Backlog rumah -24,264 -24,891 -27,025 -30,482 -34,416
5
Cakupan ketersediaan Rumah
Layak Huni
0,74
0,76
0,91
0,92
0,72
6
Cakupan layanan Rumah Layak
Huni yang terjangkau
3,15%
11,22%
4,28%
7,10%
3,57%
7
Cakupan Lingkungan yang Sehat
dan Aman yang didukung dengan
PSU
6,42%
10,57%
13,21%
15,85%
17,74%
8
Rasio tempat pemakaman umum
per satuan penduduk
1,048
1,075
1,120
1,138
1,152
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
Cakupan ketersediaan rumah layak huni menunjukkan cakupan
pemenuhan kebutuhan rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan
bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan beserta kesehatan
penghuninya, Jumlah Rumah tidak layak huni di kabupaten Wonosobo
cenderung meningkat. Hal ini terjadi karena penggunaan data base sebagai
acuan berubah pada beberapa tahun, Pada tahun 2011 base data RTLH
Kabupaten menggunakan data rumah type A,B,C dari Bapermasdes karena
belum ada pendataan RTLH, Baru pada tahun 2013 dilakukan pendataan RTLH
oleh Bapermasdes, Namun demikian pada tahun 2015 sesuai dengan arahan
provinsi base data kembali berubah dengan mengacu data dari TNP2K dari
pendataan PBDT dengan angka base data RTLH pada tahun 2015 Kabupaten
Wonosobo sebanyak 60,151 unit rumah.
Pada tahun 2015, rasio rumah layak huni di Kabupaten Wonosobo
mencapai 0,201 yang diambil dari perhitungan jumlah rumah layak huni
dibagi jumlah penduduk, Solusi yang bisa diterapkan adalah dengan
memberikan bantuan stimulan untuk perbaikan rumah tidak layak huni
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-83
menjadi rumah layak huni dan sehat kepada Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR) yang tersebar di Kabupaten Wonosobo, Selain itu pemerintah
juga harus memaksimalkan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
(BSPS), yakni pemberian stimulan bedah rumah untuk Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) yang memiliki rumah tidak layak huni.
Pada indikator rumah layak huni yang terjangkau capaiannya masih
rendah, hal ini menunjukkan sedikitnya rumah dengan harga jual atau harga
sewa yang mampu dimiliki atau disewa oleh seluruh lapisan masyarakat,
Cakupan lingkungan yang sehat dan aman yang didukung dengan PSU
semakin lama semakin meningkat, meskipun angka masih kecil, Saat ini baru
terdapat 17,74% ckaupan lingkungan yang sehat dan aman didukung dengan
PSU.
Salah satu sasaran universal accsess 2019 adalah Pencapaian 0%
kawasan kumuh, Berdasarkan SK Bupati Wonosobo No, 653/247/2014 tanggal
11 Agustus 2014 lokasi Kawasan Kumuh Perkotaan Kabupaten Wonosobo
tersebar di 5 (lima) kelurahan Kecamatan Wonosobo yakni Kelurahan Mlipak,
Kelurahan Jaraksari, Kelurahan Sambek, Kelurahan Wonosobo Barat dan
Kelurahan Wonosobo Timur, Yang berada di 7 (tujuh) lokasi/kawasan yakni
Mlipak, Jaraksari, Sambek, Longkrang, Sumberan Barat, Puntuk dan Kliwonan,
Dari persentase kawasan kumuh terhadap kawasan permukiman di Kabupaten
Wonosobo pada tahun 2015 pada angka 0,79%, Selama tahun 2011 hingga
2014, lingkungan permukiman kumuh stabil pada angka 0,25%, kemudian
meningkat drastis, Meningkatnya kawasan kumuh lebih disebabkan adanya
perhitungan ulang dengan metode cepat di tahun 2014.
e. Urusan Sosial
Konsep pembangunan sosial dilaksanakan untuk meningkatkan
kualitas kesejahteraan masyarakat yang memiliki komponen dasar yakni
kecukupan (sustenance), jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom),
Target pembangunan sosial diarahkan pada pencapaian Standar Pelayanan
Minimal Bidang Sosial mencakup 2 (dua) komponen penting yaitu
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi dan Sumber
Kesejahteraan Sosial (PSKS).
Jumlah PMKS di Kabupaten Wonosobo yang terdiri dari 23 jenis PMKS
yaitu Anak Jalanan, Penderita Sakit Jiwa, Gepeng (Gembel dan Pengemis),
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-84
Jumlah Penderita HIV/AIDS, Jumlah Pecandu Narkoba, Sarana Rehabilitasi
Sosial, Fakir Miskin, Bayi Terlantar, Anak Terlantar, Lanjut Usia Terlantar,
Komunitas Adat Terpencil, Penyandang Tuna, Penyandang Tuna Rungu,
Penyandang Tuna Wicara, Penyandang Tuna Wicara-Rungu, Penyandang
Tuna Daksa, Penyandang Tuna Grahita, Penyandang Cacat Jiwa, Penyandang
Cacat Ganda, Tuna Susila, Bekas Narapidana, Pengidap HIV/AIDS, dan Korban
Penyalahgunaan NAPZA, Selama tahun 2010–2014, jumlah anak jalana
mengalami penurunan, sedangkan jumalh penderita sakit jiwa, pecandu
narkoba, anak terlantar, penyandang tuna netra, pengidap HIV/AIDS, tuna
susila dan bekas narapidana cenderung meningkat, Untuk lebih jelasnya
berikut gambaran jumlah PMKS di Kabupaten Kabupaten yang tergambar
dalam tabel berikut.
Tabel II. 51
Jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Kab, Wonosobo Tahun 2010-2014
Penduduk rawan Sosial dan Sarana
*
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Anak Jalanan 127 96 57 57 13
Penderita Sakit Jiwa *) 24 24 47 47 *) 47
Gepeng (Gembel dan Pengemis) 39 58 94 21 23
Jumlah Penderita HIV/AIDS 92 104 *) 104 89 89
Jumlah Pecandu Narkoba 51 73 65 57 *) 57
Sarana Rehabilitasi Sosial 57 *) 73 *) 73 15 15
Fakir Miskin 226.097 93.780 93.780 243.596 69.940
Bayi Terlantar 552 682 682 682 682
Anak Terlantar 9.492 8.876 8.876 9.759 9.759
Lanjut Usia Terlantar 7.327 9.492 9.492 4.549 4.549
Komunitas Adat Terpencil 3.274 4.549 4.549 *) 4.549 *)4.549
Penyandang Tuna Netra 1.075 1.075 1.075 1.311 1.505
Penyandang Tuna Rungu *) 935 *) 935 *) 935 *) 935 935
Penyandang Tuna Wicara
Penyandang Tuna Wicara-Rungu 925 925 935 595 935
Penyandang Tuna Daksa 2.125 2.125 2.125 2.125 1.220
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-85
Penduduk rawan Sosial dan Sarana
*
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Penyandang Tuna Grahita 900 900 900 795 535
Penyandang Cacat Jiwa 904 904 904 47 205
Penyandang Cacat Ganda 343 343 703
Tuna Susila 82 104 82 109 112
Bekas Narapidana 271 287 287 188 222
Pengidap HIV/AIDS 51 58 51 89 89
Korban Penyalahgunaan NAPZA 57 58 57 54 2
Jumlah 253.498 124.513 124.401 264.185 91.533
Sumber: SIPD Kabupaten Wonosobo
Tabel II. 52
PMKS yang Memperoleh Bantuan Sosial
No
,
Indikator Kinerja Pembangunan
Daerah
Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1
% PMKS yang memperoleh bantuan
sosial untuk pemenuhan kebutuhan
dasar
10,00
30,00
31,5
32,00
42,84
2 % PMKS mandiri 5,00 22,00 32,00 33,00 46,35
3 % PMKS terlayani jaminan sosial 5,89 40,00 100,00 100,00 98,61
4 % Anak Berhadapan dengan Hukum
(ABH) yang ditangani 70,00 60,00 100,00 100,00 100,00
5 % Korban bencana yang mendapat
pendampingan 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
6 Jumlah panti social 15,00 15,00 14,00 14,00 17,00
7 % Meningkatnya rehabilitasi berbasis
masyarakat (RBM) 10,00 55,00 66,90 66,94 72,23
Sumber : Dinas Sosial, 2014,
Persentase PMKS yang mendapatkan bantuan sosial untuk
pemenuhan kebutuhan dasar meningkat dalam kurun waktu 2011 hingga
2015, Pada tahun 2011, persentase PMKS yang mendapat bantuan hanya
10%, pada tahun 2015 menjadi 42,84%, Hal ini berarti ada 57,16%
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-86
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang tidak mendapatkan
bantuan.
2. Urusan Wajib Non Pelayanan Dasar
a. Urusan Tenaga Kerja
Urusan ketenagakerjaan memiliki aspek multi dimensi dan lintas
sektoral sehingga peranannya menjadi salah satu aspek yang strategis dalam
pembangunan daerah, Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) selama
tahun 2011-2015 fluktuatif antara 66%-84,15%, hal tersebut menunjukkan
bahwa dari 100 orang penduduk usia kerja, sekitar 66-84 orang termasuk
angkatan kerja, Atau dapat diartikan juga bahwa dari 1,000 orang penduduk
usia kerja, sekitar 660-841 orang diantaranya aktif secara ekonomi, Dengan
demikian sisanya atau sekitar 34%-16% merupakan penduduk usia kerja
yang tidak aktif secara ekonomi, baik itu dalam bentuk pengangguran
maupun setengah pengangguran, Kondisi ini tentunya menjadi
tanggungjawab pemerintah untuk mengupayakan agar semakin banyak
penduduk usia kerja yang bisa berpenghasilan atau aktif secara ekonomi
sehingga tidak menjadi beban bagi anggota keluarga lainnya.
Sumber : BPS Sakernas Tahun 2015
Gambar 2, 27 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Tingkat pencari kerja yang mendaftar selama tahun 2011-2014, yang
telah ditempatkan sebesar 50%-57%, sedangkan sisanya sekitar 43%-50%
masih belum memperoleh pekerjaan, atau masih menjadi pengangguran dan
setengah pengangguran, Hal ini tentu juga masih menjadi permasalahan,
yaitu jumlah kesempatan dan peluang kerja yang tersedia masih lebih sedikit
dibanding jumlah tenaga kerja yang siap untuk mengisinya, Apabila dilihat
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-87
dari kualitas tenaga kerja, ternyata jumlah tenaga kerja yang telah
berpendidikan tinggi, yaitu yang telah mengenyam pendidikan di perguruan
tinggi selama tahun 2011-2014 hanya sekitar 3,53%, sementara angka
terbesar adalah hanya berpendidikan SD sebesar 71,02%, Dengan demikian
secara kualitas, para pencari kerja memang masih terbatas pendidikan dan
ketrampilannya, sehingga menyulitkan untuk mengisi lapangan kerja yang
membutuhkan pendidikan dan ketrampilan tinggi atau berketrampilan
khusus.
Sementara itu, angka tingkat ketergantungan rasio ketergantungan
selama tahun 2011-2014 sebesar 36%-51,47% menunjukkan bahwa
tanggungan penduduk Kabupaten Wonosobo adalah sebesar 36%-51,47%,
yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung
antara 36-51 penduduk usia non produktif (usia anak-anak dan penduduk
usia lanjut), dan angka tersebut termasuk dalam kategori sedang.
Tabel II. 53
Urusan Tenaga Kerja Kab, Wonosobo Tahun 2010-2015
No,
Indikator Kinerja
Kunci (IKK)
Rumus Capaian Kinerja
2011
2012
2013
2014
2015
1 Tingkat partisipasi
angkatan kerja
(∑penduduk angkatan
kerja)/ (∑penduduk usia
kerja (15-64)) x 100%
66,00% 84,15% 76,24% 69,50% 73,90%
2 Pencari Kerja yang
ditempatkan
(∑pekerja yg ditempatkan)/
(∑pencari kerja yang
mendaftar) x 100%
57,86% 57,90% 50,21% 54,44% 45,43%
3 Kualitas tenaga kerja
rasio kelulusan S1,
S2, S3
(∑lulusan S1,S2,S3)/
(∑penduduk) x 10000
142,0229771 142,0229771 134,4974 3,53% 299,28
4 Tingkat
ketergantungan
rasio
ketergantungan
(∑penduduk usia<15th-
usia>64th)/ (∑penduduk
usia (15-64th) x 100%
36,00% 0,08% 50,49% 51,47% 56,76%
Sumber : Evaluasi Capaian RPJMD, 2015
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-88
b. Urusan Pemberdayaan Peremupuan dan Perlindungan Anak
1) Indeks Pembangunan Gender (IPG)
Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah indeks pencapaian
kemampuan dasar pembangunan manusia yang sama seperti IPM
dengan memperhitungkan ketimpangan gender, Implikasi kebijakan
pengarusutamaan Gender (PUG) berpengaruh terhadap capaian IPG dan
IDG, IPG merupakan indeks pencapaian kemampuan dasar
pembangunan manusia dalam dimensi yang sama dengan IPM, namun
lebih diarahkan untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia
antara laki-laki dan perempuan, terutama pada indikator pembentuk
UHH, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, dan sumbangan dalam
pendapatan kerja.
Tabel II. 54
Perkembangan IPG Tahun 2011-2014 Kabupaten Wonosobo
Tahun
2012 2013
Sumber : Statistik Makro 2015
Membangun kesetaraan dan keadilan gender adalah hal yang
sudah diupayakan oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo melalui
beberapa kebijakan, Jaminan tidak adanya perbedaan dalam status dan
kedudukan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara tercermin berbagai program pembangunan, IPG Kabupaten
Wonosobo terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, pada
Jenis Kelamin
2011 2014
Angka Harapan Hidup
Laki-laki 68,56 68,69 68,83 68,9
Perempuan 72,32 72,45 72,59 72,66
Harapan Lama Sekolah
Laki-laki 10,06 10,79 10,97 11,22
Perempuan 10,09 10,83 11,12 11,50
Rata-rata Lama Sekolah
Laki-laki 6,27 6,29 6,31 6,32
Perempuan 5,48 5,61 5,63 5,80
Pengeluaran
Laki-laki 12.990.554 13.046.852 13.103.394 13.158.719
Perempuan 7.578.625 8.032.222 8.226.211 8.421.036
IPG 90,04 91,15 91,67 92,51
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-89
Tahun 2010 sebesar 90,04 meningkat menjadi 92,51 pada Tahun 2014,
Angka tersebut lebih tinggi dari rata- rata Jawa Tengah dengan IPG
91,89 yang menunjukkan bahwa berbagai upaya pemberdayaan
perempuan yang dilakukan setiap tahun menghasilkan angka IPG yang
terus naik untuk menghilangkan kesenjangan gender dan mewujudkan
adanya kesetaraan gender.
2) Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
Indek Pemberdayaan Gender (IDG) merupakan indek yang
digunakan untuk mengkaji peranan perempuan dalam pengambilan
keputusan dalam bidang politik ekonomi, yang didasarkan pada tiga
komponen, yaitu keterwakilan perempuan dalam parlemen, perempuan
sebagai tenaga profesional, dan sumbangan pendapatan, Selama tahun
2010-2014 angka IDG cenderung naik yang menunjukkan bahwa
peranan perempuan dalam pengambilan keputusan di Kabupaten
Wonosobo semakin besar dan berarti.
Partisipasi pekerja perempuan di lembaga pemerintah cukup
tinggi yaitu berkisar antara 48% - 54%, dengan kata lain proporsi
perempuan hampir seimbang dengan jumlah laki-laki yang ada di
lembaga pemerintah, Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan
perempuan untuk mengabdikan diri di lembaga pemerintah sangat
terbuka dan berimbang, Namun di lain sisi, tingkat partisipasi
perempuan dalam lembaga legislatif atau keterwakilan perempuan
dalam bidang politik masih rendah atau masih di bawah 30% yaitu pada
tahun 2011-2013 hanya 3 orang anggota DPRD atau sebesar 6,67% dan
pada tahun 2014 hanya 2 orang anggota DPRD atau sebesar 4,44%,
Berbagai faktor yang menjadi penyebab rendahnya keterwakilan
perempuan di lembaga legislatif terutama adalah karena pandangan
masyarakat yang masih kurang yakin dan kurang percaya bahwa
perempuan mampu berkarya dan beraktualisasi di bidang politik.
Dalam bidang pendidikan, dari data diatas tampak bahwa
tingkat partisipasi perempuan di bidang pendidikan selama tahun 2011-
2014 cukup tinggi jika dilihat dari angka melek huruf perempuan di atas
usia 15 tahun, yaitu berkisar antara 93% - 99%, Angka tersebut
menunjukkan bahwa hampir semua perempuan usia di atas 15 tahun
telah dapat membaca dan menulis, atau dapat dikatakan hampir semua
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-90
perempuan usia di atas 15 tahun telah memperoleh pendidikan
sehingga dapat membaca dan menulis dengan baik, Namun demikian,
tingkat partisipasi perempuan di bidang pendidikan juga perlu dilihat
dari tingkat pendidikan yang berhasil diraih oleh perempuan.
Tabel II. 55
Capaian Kinerja Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
No,
Indikator Capaian Kinerja
2010 2011 2012 2013 2014
1 Indek Pembangunan
Gender (IPG)
90,04 90,04 91,15 91,67 92,51
2 Indek Pemberdayaan
Gender (IDG)
47,43 48,06 43,66 58,80 45,36
3 Jumlah kasus kekerasan
terhadap perempuan dan
anak
89,84 374,00 208,00 221,00 200,00
4 % kasus kekerasan
terhadap perempuan dan
anak yang ditangani
98,78 89,84 100,00 100,00 100,00
Sumber : Evaluasi Capaian RPJMD, 2015
Tabel II. 56
Perkembangan Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Tahun
2010-2015
No,
Indikator Capaian Kinerja
2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 Kasus Kekerasan
Terhadap Perempuan
182 159 147 150 133 107
2 Kasus Kekerasan
Terhadap Anak
66 132 61 71 79 71
Sumber : BKBPPPA, 2015
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-91
Data yang diperoleh dari BPS yaitu persentase penduduk 10
tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan, diperoleh
bahwa perempuan usia 10 tahun ke atas persentase tertinggi adalah
tamat SD/MI (40% - 44%) disusul dengan tamat SLTP (12% - 14%),
sedangkan lulus perguruan tinggi hanya sekitar 3%, sedangkan proporsi
antara laki-laki dan perempuan untuk masing-masing kategori tersebut
relatif sama, atau perbedaan angkanya kecil (BPS,2014), Data tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan hanya lulus SD/MI dan
SLTP, sedangkan lulus perguruan tinggi hanya sedikit saja, sehingga
dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat pendidikan perempuan
masih rendah.
Dalam konteks ketenagakerjaan, tingkat partisipasi angkatan
kerja wanita pada umumnya dipengaruhi oleh perubahan dalam struktur
ekonomi yang terjadi dalam proses pembangunan, Jika dilihat
perkembangannya, partisipasi angkatan kerja perempuan di Kabupaten
Wonosobo cenderung menurun, Jika pada tahun 2011 tingkat
partisipasi berada di posisi 59,5%, kemudian meningkat menjadi 60,65%,
kemudian tahun 2013 dan 2014 menurun dengan nilai 51,56%.
Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak selama
tahun 2011-2015 mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebanyak
374 kasus pada tahun 2011 menjadi 178 kasus pada tahun 2015, hal
tersebut merupakan hasil dari berbagai upaya untuk menyerukan dan
mengkampanyekan perlindungan terhadap perempuan dan anak,
Walaupun mengalami penurunan, namun angka ini tetap menunjukkan
bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih cukup
tinggi, Kondisi ini selayaknya menjadi perhatian bersama baik pihak
Pemkab Wonosobo maupun masyarakat secara umum, dan menjadi
alasan kuat untuk lebih menguatkan kembali fungsi dan peran keluarga
sebagai benteng pertahanan utama dimana perempuan dan anak-anak
tinggal dan tumbuh berkembang.
Semua kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
tersebut selama tahun 2010-2015 dapat tertangani semua atau 100%
dapat ditangani, hanya pada tahun 2010 dan 2011 saja yang tidak
sepenuhnya tertangani (89,78% dan 89,84%), hal tersebut merupakan
bentuk perhatian yang serius terhadap upaya perlindungan kepada
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-92
perempuan dan anak oleh Pemkab Wonosobo, Selain itu, tertanganinya
semua kasus tersebut juga dipengaruhi oleh dua hal, yaitu tersedianya
lembaga dan unit-unit pengaduan korban kekerasan berbasis gender
dan anak, dan juga meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat
serta korban sendiri untuk melapor.
c. Urusan Pertanahan
Tanah adalah aset masyarakat, aset rakyat, aset bangsa, Manajemen
aset tanah sangat penting dirasakan bagi mereka yang berpendapatan
sebagai pengusaha dari pada sebagai pegawai atau buruh, Petani adalah
pengusaha, sehingga tanah adalah aset yang penting bagi usaha taninya,
Begitu pentingnya manajemen aset tanah bagi semua, sehingga pada
awalnya UUPA (UU No, 5 Tahun 1960, dalam konsideran) telah
mengamanatkan bahwa dengan dibuatnya UUPA pemerintah/negara
berkewajiban memimpin penggunaan tanah, dan mengatur hak atas tanah,
Hal itu perlu disadari bahwa mengatur penggunaan tanah berpengaruh
sekali terhadap pendapatan dan kesejahteraan.
Dalam rangka pengamanan serta meningkatkan tertib administrasi
pertanahan khususnya yang berkaitan dengan aset Pemerintah Daerah yaitu
tanah, saat ini terus diupayakan secara bertahap dan periodik melaksanakan
pensertifikatan tanah menjadi atas nama Pemerintah Kabupaten, Sampai
dengan Tahun 2015, dari 1,419 bidang tanah aset Daerah yang ada, telah
bersertifikat sebanyak 43,91%, sedangkan 56,09% belum bersertifikat yang
sebagian besar adalah tanah eks bengkok desa yang berubah menjadi
kelurahan, tanah yang digunakan untuk sekolah dan tanah jalan.
Tabel II. 57
Capaian Kinerja EKPPD Urusan Pertanahan
Kabupaten Wonosobo Tahun 2011-2015
Indikator IKK EKPPD Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
Luas lahan bersertifikat 30,02% 30,12% 30,13% 30,98% 43,91
Penyelesaian Kasus Tanah
Negara
Tidak
ada
kasus
Tidak
ada
kasus
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-93
Indikator IKK EKPPD Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
Penyelesaian Ijin Lokasi Tidak
ada
kasus
100%
Sumber : Bagian Pemerintahan Setda, 2016
d. Urusan Penanaman Modal
Jumlah Nilai Investasi Berskala Nasional (PMDN/PMA)
Tabel II.58
Capaian Kinerja Urusan Penanaman Modal Tahun 2011 – 2015
No
,
Indikator Kinerja
Pembangunan
Daerah
Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1, Jumlah Investasi 1.747 2.348 2.966 2.611 2.856
2, Nilai Investasi (milyar
rupiah) 293,20 225,10 191,21 789,91 1.098,86
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015, LKPJ 2015
Semakin banyak nilai realisasi investasi PMDN dan PMA maka semakin
menggambarkan ketersediaan pelayanan penunjang yang dimililiki daerah
berupa ketertarikan investor untuk meningkatkan investasinya di daerah,
Dan semakin banyak realisasi proyek maka akan semakin menggambarkan
keberhasilan daerah dalam memberi fasilitas penunjang pada investor untuk
merealisasikan investasi yang telah direncanakan.
Jumlah investasi di Kabupaten Wonosobo berasal dari Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) yang dilihat dari jumlah modal usaha
berdasarkan penerbitan ijin usaha, Pada tahun 2011 jumlah investasi
sebanyak 1,747 dengan nilai sebesar 293,20 milyar, Jumlah investasi terus
meningkat hingga tahun 2015 sebesar 2,856 dengan nilai investasi 1,098,86
miliyar, Berdasarkan Tabel 2,48 nilai Investasi tidak selalu mengikuti jumlah
investasi, Jumlah investasi tertinggi pada tahun 2013 sebesar 2,966 dengan
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-94
nilai investasi 191,21 milyar, tetapi nilai investasi tertinggi justru pada tahun
2015 yaitu sebesar 1,098,86 dengan jumlah investasi 2,856.
1) Permasalahan Kemiskinan dan Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja pada suatu negara merupakan peluang bagi
penduduk untuk melaksanakan fungsinya sebaga sumber ekonomi
dalam proses produksi untuk mencapai kesejahteraan, Kesempatan kerja
adalah jumlah penduduk yang berpartisipasi dalam pembangunan
dengan melakukan suatu pekerjaan dan menghasilkan pendapatan.
Kesempatan kerja meliputi kesempatan untuk bekerja,
kesempatan untuk bekerja sesuai dengan pendidkan dan keterampilan,
dan kesempatan untuk mengembangkan diri, Semakin banyak orang
yang bekerja berarti semakin luas kesempatan kerja, Kesempatan kerja
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu : kesempatan kerja permanen
dan kesempatan kerja temporer.
Banyaknya Pencari Kerja Menurut Kecamatan di Kabupaten
Wonosobo pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel II. 59
Banyaknya Pencari Kerja Menurut Kecamatan
di Kabupaten Wonosobo tahun 2014
No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Wadaslintang 199 302 501
2 Kepil 212 226 438
3 Sapuran 74 176 250
4 Kalibawang 38 123 161
5 Kaliwiro 170 287 457
6 Leksono 189 310 499
7 Sukoharjo 178 182 360
8 Selomerto 154 370 524
9 Kalikajar 147 178 325
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-95
No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
10 Kertek 208 314 522
11 Wonosobo 407 576 983
12 Watumalang 265 272 537
13 Mojotengah 189 214 403
14 Garung 75 115 190
15 Kejajar 60 88 148
Jumlah 2014 2.565 3.733 6.298
2013 2.630 4.286 6.916
2012 2.233 3.770 6.003
2011 2.333 3.269 5.602
2010 3.242 4.074 7.316
2009 2.842 2.903 5.745
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Wonosobo, 2014
Sedangkan berdasarkan pendidikannya, pencari kerja dapat dilihat dari
tabel berikut ini:
Tabel II. 60
Pencari Kerja Menurut Pendidikan
Di Kabupaten Wonosobo Tahun 2014
Pendidikan
Sisa
Pencari
Kerja 2013
Pencari
Kerja
2014
Penempatan
2014
Sisa Pencari
Kerja 2014
(1) (2) (3) (4) (6)
SD 598 2.264 2.229 633
SLTP 1.657 984 774 1.867
SLTA 7.134 1.774 221 8.687
D1/D2 1.298 49 0 1.347
D3 2.830 290 4 3.116
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-96
Pendidikan
Sisa
Pencari
Kerja 2013
Pencari
Kerja
2014
Penempatan
2014
Sisa Pencari
Kerja 2014
D4/S1/S2/S3 3.522 937 3 4.456
Jumlah 17.039 6.298 3.231 20.106
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Wonosobo, 2014
Banyaknya Angkatan Kerja berdasarkan tingkat pendidikan di Kabupaten
Wonosobo, 2010-2015, dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel II. 61
Banyaknya Angkatan Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Kabupaten Wonosobo 2010- 2015
No Kecamatan 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1) (2) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 SD 281.798 58.051 75.674 63.567 300.429 383.868
2 SMP 60.003 93.603 97.258 85.834 71.099 104.720
3 SMA 42.715 98.415 80.903 90.044 28.989 65.227
4 Diploma/D3 7.539 78.712 64.883 75.975 6.024 7.152
5 PT/S1/S2 5.337 63.684 97.703 62.419 12.667 12.336
Jumlah 397.392 392.465 416.421 377.839 419.388 573.303
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Wonosobo, 2014
Perkiraan tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan persentase
rasio perkiraan angkatan kerja terhadap perkiraan penduduk usia kerja, Pada
tahun 2014, TPAK Kabupaten Wonosobo sebesar 73,90%, Dengan tingkat
pengangguran 5,34.
Dengan demikian memang sudah banyak penduduk Kabupaten
Wonosobo yang bekerja, namun bila dilihat dari tempat bekerjanya, maka
dapat dikatakan bahwa sebagian yang bekerja tidaklah di wilayah Kabupaten
Wonosobo, Mereka bekerja melalui Antar Kerja Antar Negara, yaitu sebagai
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-97
TKI di luar negeri yang sebagian besar pada sektor non formal dan juga
melalui Antar Kerja Antar Daerah, yang sebagian besar ke luar pulau yang
bekerja sebagai buruh perkebunan kelapa sawit.
2) Permasalahan Kemiskinan Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 hingga
65 tahun, Pada usia tersebut mereka dapat melakukan pekerjan, baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja untuk menghasilkan barang atau
jasa dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat.
Angkatan kerja adalah penduduk berumur lima belas tahun ke
atas yang selama seminggu sebelum pencacahan bekerja atau
mempunyai pekerjaan, sementara tidak bekerja, dan mereka tidak
bekerja tetapi mencari pekerjaan, Dari keseluruhan angkatan kerja
dalam suatu negara tidak semua mendapat kesempatan untuk bekerja
sehingga angkatan kerja dikelompokkan menjadi angkatan kerja yang
bekerja dan angkatan kerja yang menganggur (pengangguran terbuka).
Angkatan Kerja yang bekerja pada tahun 2014 berdasarkan
lapangan usaha dan daerahnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel II. 62
Angkatan Kerja yang bekerja berdasarkan lapangan usaha
dan daerahnya Tahun 2014
Lapangan Usaha Daerah (orang)
Total Perkotaan Perdesaan
Pertanian, kehutanan, perburuan
dan perikanan
16.636
197.946
214.582
Pertambangan dan penggalian 452 0 452
Industri Pengolahan 7.630 23.847 31.477
Listrik, gas dan air 226 0 226
Bangunan 6.122 9.460 15.582
Perdagangan besar, eceran, rumah
makan dan hotel
26.125
39.105
65.230
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-98
Lapangan Usaha Daerah (orang)
Total Perkotaan Perdesaan
Angkutan, pergudangan dan
komunikasi
4.296
7.148
11.444
Keuangan, asuransi, usaha
persewaan bangunan, tanah dan
jasa perusahaan
2.803
1.430
4.233
Jasa kemasyarakatan 24.375 29.401 53.776
JUMLAH 88.665 308.337 397.002
Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2014, diolah Pusdatinaker,
Angkatan Kerja yang bekerja pada tahun 2014 berdasarkan lapangan usaha
dan jenis kelaminnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel II. 63
Angkatan Kerja yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha
dan Jenis Kelaminnya, Tahun 2014
Golongan Umur
Jenis Kelamin (orang)
Total Laki-Laki Perempuan
Pertanian, kehutanan, perburuan dan
perikanan
145.318
69.264
214.582
Pertambangan dan penggalian 452 0 452
Industri Pengolahan 13.660 17.817 31.477
Listrik, gas dan air 226 0 226
Bangunan 15.078 504 15.582
Perdagangan besar, eceran, rumah
makan dan hotel
30.073
35.157
65.230
Angkutan, pergudangan dan
komunikasi
11.444
0
11.444
Keuangan, asuransi, usaha persewaan
bangunan, tanah dan jasa perusahaan
4.233
0
4.233
Jasa kemasyarakatan 20.130 33.646 53.776
JUMLAH 240.614 156.388 397.002
Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2014, diolah Pusdatinaker,
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-100
Tabel II. 64
Penduduk yang bekerja menurut Lapangan usaha
dan Status Pekerjaannya
Lapangan Usaha
Status Pekerjaan (Orang)
Total
Beru
sah
a
sen
dir
i
Beru
sah
a
dib
an
tu
bu
ruh
tid
ak
teta
p
Beru
sah
a
dib
an
tu
bu
ruh
teta
p
Bu
ruh
/
Kary
aw
an
/
Peg
aw
ai
Pekerj
a
beb
as
di
Pert
an
ian
P
ekerj
a
beb
as
di
No
n
Pert
an
ian
Pekerj
a
tid
ak
dib
ayar
Pertanian, kehutanan,
perburuan dan
perikanan
21.023
91.121
5.638
3.211
15.379
0
7.8210
21.4582
Pertambangan dan
penggalian
226
0
0
226
0
0
0
452
Industri Pengolahan 5.574 5.345 1.648 11.387 0 1.289 6.234 31.477
Listrik, gas dan air 0 0 0 226 0 0 0 226
Bangunan 5.102 0 875 1.467 0 7.462 676 15.582
Perdagangan besar,
eceran, rumah makan
dan hotel
19.282
13.031
8.308
10.737
0
5.709
8.163
65.230
Angkutan, pergudangan
dan komunikasi
6.034
999
409
3.260
0
742
0
11.444
Keuangan, asuransi,
usaha persewaan
bangunan, tanah dan
jasa perusahaan
484
0
226
3.222
0
0
301
4.233
Jasa kemasyarakatan 6.139 1.063 709 28.409 0 2.701 14.755 53.776
JUMLAH 63.864 111.559 17.813 62.145 15.379 17.903 108.339 397.002
Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2014, diolah Pusdatinaker,
Dari data yang tersaji di atas, maka bisa dibaca bahwa 54% lebih lapangan
usaha adalah pada sektor Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan,
e. Urusan Kepemudaan dan Olah Raga
Pemuda sebagai motor penggerak pembangunan mempunyai peran
serta dan arti penting bagi pelaksanaan pembangunan, Pembangunan
kepemudaan dan olahraga merupakan salah satu upaya penting dalam
peningkatan terhadap kualitas sumber daya manusia yang seutuhnya, Upaya
pembangunan kepemudaan dilakukan melalui kegiatan produktif
kepemudaan di Wonosobo sejumlah 7 pada Tahun 2012, sedangkan jumlah
Organisasi Kepemudaan yang difasilitasi dalam pelatihan kepemimpinan,
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-101
manajemen dan perencanaan program sebanyak 142 Organisasi
Kepemudaan dalam kurun waktu 2011 dan 2014, Selain itu, jumlah sarpras
olahraga standar nasional selama 4 tahun terahir hanya ada dua, Capaian
indikator Jumlah kegiatan produktif kepemudaan, jumlah organisasi
kepemudaan dan jumlah sarpras olahraga standar nasional tidak mengalami
pengurangan ataupun penambahan pada tahun 2011 hingga 2014,
Seharusnya pemerintah kabupaten Wonosobo lebih proaktif dalam
menggerakkan aktivitas produksi pemuda, hal ini dikarenakan pemuda calon
pemimpin masa depan, Perkembangan Kepemudaan selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel II.65.
Tabel II. 65
Capaian Urusan Kepemudaan dan Olah Raga
Kab, Wonosobo Tahun 2011-2015
No Indikator Kinerja
Pembangunan Daerah
Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah kegiatan produktif
kepemudaan 7 7 7 7 7
2 Jumlah organisasi
kepemudaan 142 142 142 142 142
4 Jumlah sarpras olahraga
standar nasional 2 2 2 2 2
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
f. Urusan Lingkungan Hidup
Urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup merupakan salah
satu kewenangan wajib pemerintahan daerah yang penyelenggaraannya
berpedoman pada standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup,
Pemerintah kabupaten menyelenggaran pelayanan di bidang lingkungan
hidup yang terdiri atas pelayanan pencegahan pencemaran air, pelayanan
pencegahan pencemaran udara, pelayanan informasi status kerusakan lahan
dan/atau tanah untuk produksi biomassa, serta pelayanan tindak lanjut
pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-102
Kondisi lingkungan hidup di Kabupaten Wonosobo dapat dilihat dari
salah dua unsur pendukung indeks kualitas lingkungan hidup, yaitu indeks
tutupan vegetasi dan indeks pencemaran air.
Tabel II. 66
Indeks Tutupan Vegetasi dan Indeks Pencemaran Air
Tahun 2015
No Indeks Nilai
1 Indeks Tutupan Vegetasi 46,51
2 Indeks Pencemaran Air 60,00
Sumber: analisis studio, 2016
Persoalan pengelolaan sampah di Kabupaten Wonosobo, harus
mendapat perhatian khusus, Jumlah sampah yang terangkut di empat tahun
terakhir cenderung mengalami peningkatan dari 842,860 pada tahun 2011
meningkat menjadi 846,741 pada tahun 2014, dengan jumlah sampah yang
terangkut hanya 8% pada tahun 2011 dan meningkat 9% sampah pada tahun
2014, yang berarti 91% sampah yang belum terangkut, bisa jadi 91% sampah
yang tidak terangkut ini dikelola oleh masyarakat sendiri atau dibuang ke
sungai, lahan kosong atau di pinggir jalan, perilaku ini yang harus segera
diubah.
Rasio Tempat Pembuangan Sampah (TPS) per satuan penduduk di
Kabupaten Wonosobo selama periode 2011-2014 relatif stagnan di angka
sekitar 0,15-0,17 TPS/satuan penduduk, Ini menunjukkan bahwa daya
tampung TPS (m3) mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan
jumlah penduduk yang ada, Namun peningkatan TPS masih sangat kecil
dibandingkan jumlah penduduk yang ada, yang berarti hanya 17% penduduk
di Wonosobo yang membuang sampahnya di TPS.
Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan AMDAL di Kabupaten
Wonosobo dalam kurun waktu 2011 sampai 2014 cenderung menurun,
Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan AMDAL pada tahun 2010 dan
2011 sudah mencapai 100 persen, tetapi pada tahun 2014 hanya 50%,. Hal ini
berarti jumlah perusahaan wajib AMDAL yang telah diawasi berkurang,
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-103
Pemerintah kabupaten Wonosobo harus mengawasi perusahaan wajib
AMDAL.
Penegakan hukum lingkungan dihitung dari hasil pembagian jumlah
kasus lingkungan yang diselesaikan Pemda dengan jumlah kasus lingkungan
yang ada, Penegakan hukum di Kabupaten Wonosobo dari tahun 2011
hingga 2014 mengalami peningkatan hingga mencapai 100% pada tahun
2012 sampai 2014, Peningkatan ini menunjukkan jumlah kasus lingkungan
yang diselesaikan Pemda sudah 100%.
Tabel II. 67
Capaian Urusan Lingkungan Hidup Kab, Wonosobo Tahun 2011-2015
No, Indikator Kinerja Kunci (IKK)
EKPPD
Capaian Kinerja (%)
2011 2012 2013 2014 2015
1
Persentase jumlah usaha dan/atau
kegiatan yang mentaati persyaratan
administrasi dan teknis pencegahan
pencemaran air
58,00%
62,00%
64,00%
67,00%
68,00%
2
Persentase jumlah usaha dan/atau
kegiatan sumber tidak bergerak
yang memenuhi persyaratan
administratif dan teknis pencegahan
pencemaran udara
66,00%
70,00%
72,00%
75,00%
76,00%
3
Persentase luasan lahan dan/atau
tanah untuk produksi biomassa
yang telah ditetapkan dan
diinformasikan status kerusakannya
14,24%
14,68%
12,45%
13,66%
14,87%
4
Persentase jumlah pengaduan
masyarakat akibat adanya dugaan
pencemaran dan /atau perusakan
lingkungan hidup yang
ditindaklanjuti
70,00%
100,00%
100,00%
100,00%
100,00
%
5 Persentase Terbentuknya Bank
Sampah Aktif per desa 5,66% 6,79% 7,54% 9,40% 11,30%
6 Rasio tempat pembuangan sampah
(TPS) per satuan penduduk 0,15 0,16 0,17 0,17 0,3
7
Persentase Tempat Pengolahan
Sampah Terpadu (TPST) skala
Desa/Kelurahan
0
0
0
0,37%
1,13%
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-104
No, Indikator Kinerja Kunci (IKK)
EKPPD
Capaian Kinerja (%)
2011 2012 2013 2014 2015
8 Indeks kualitas lingkungan hidup - - - - -
9 Jumlah sungai percontohan bebas
sampah 0 0 0 0 0
10
Persentase panjang sempadan
sungai utama (Serayu, Begaluh,
Semagung) berupa ruang terbuka
hijau
92,00%
91,00%
89,00%
89,00%
88,00%
Sumber : Analisis Studio, 2016
Pelayanan pencegahan pencemaran air terlihat adari indikator
Persentase jumlah usaha dan/atau kegiatan yang mentaati persyaratan
administrasi dan teknis pencegahan pencemaran air semakin meningkat dan
kondisi tahun 2015 mencapai layanan 68%, Hal itu menunjukkan masih
adanya kegiatan industri yang mencemaru badan air, misalnya dari limbah
industri rumah tangga tahu, pembuatan tapioka yang langsung membuang
limbah ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu, Capaian ini masih
menjadi tantangan dalam meningkatkan capaian hingga 100%.
Pelayanan pencegahan pencemaran udara dari sumber tidak bergerak
ditunjukkan melalui indikatir yang menunjukkan persentase jumah usaha
dan/atau kegiatan sumber tidak bergerak yang memenuhi persyaratan
admin dan teknis pencemaran udara, capaian layanan ini masih pada level
76%, Beberapa industri kayu dan agroindustri lainnya yang menimbulkan
polutan udara telah dilengkapi cerobong udara, namun yang masih
memerlukan pantauan lebih lanjut yaitu ketinggian teknis cerobong asap
dan juga operasionalnya.
Pelayanan informasi status kerusakan lahan dan/atau tanah untuk
produksi biomassa terlihat dari indikator persentase luasan lahan dan/atau
tanah untuk produksi biomassa yang telah ditetapkan dan diinformasikan
status kerusakannya, Capaian yang diperoleh Wonosobo baru dalam angka
14,87%, Capaian ini hanya pada luasan lahan perhitungan luasan lahan rusak
akibat produksi biomassa namun belum ditetapkan.
Pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat menunjukkan
persentase jumlah pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-105
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang ditindaklanjuti,
Capaian pada tahun 2015 sudah mencapai 100%, jika dilihat dari tren, maka
selama 5 tahun hampir 100% aduan pasti akan ditindaklanjuti.
Selain indikator dari SPM, urusan lingkungan hidup berdasarkan UU
23/2014 juga telah sama mengamanatkan suburusan persampahan
sebagaimana telah diamanatkan juga dalam urusan pekerjaan umum dan
penataan ruang, Jika pada urusan lingkungan hidup penanganan
persampahan lebih pada pengelolaan sampah terutama dari sumbernya,
Indikator yang terlihat dalam suburusan persampahan urusan lingkungan
hidup misalnya rasio TPS per satuan penduduk yang berdasarkan EKPOD,
Rasio TPS per satuan penduduk baru mencapai 0,3, Selanjutnya untuk
persentase TPST skala desa/kelurahan juga masih sangat rendah yaitu hanya
1,13%, Hal ini menunjukkan adanya tantangan berat dalam pelayanan
persampahan yang harus ditingkatkan pelayanannya.
Pada urusan lingkungan hidup terdapat indikator makro berupa
indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) yang diinisiasi juga oleh
Kementerian Lingkungan Hidup, indeks ini bersifat makro dan merupakan
komposit dari indeks pencemaran udara, pencemaran air dan indeks tutupan
vegetasi, jika ketahanan udara, air dan hutan baik maka IKLH meningkat
maka akan tercapai keseimbangan ekosistem sehingga ada ketahanan
energi, lingkungan dan ketahanan pangan sehingga kesejahteraan
masyarakat meningkat.
g. Urusan Administrasi Kependudukan Dan Catatan Sipil
Dengan jumlah penduduk sebanyak 773,280 pada tahun 2014, maka
penyenggaraan pelayanan kependudukan dan catatan sipil menjadi sangat
penting untuk dapat dikelola secara baik, Pada tahun 2011 penduduk yang
sudah memiliki KTP sebanyak 95,98%, kemudian meningkat pada tahun
2012 dan menurun pada tahun 2014 yang hanya mencapai 85,68%, Nilai ini
menurun tajam dari tahun 2013 yang sudah mencapai 98,08%.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-106
Sumber : Evaluasi Capaian RPJMD, 2014
Gambar 2. 28 Persentase Jumlah Pemilik KTP Berbasis NIK
Adapun kepemilikan akta kelahiran di Kabupaten Wonosobo pada
tahun 2010 hanya sekitar 56,84% meningkat hingga pada tahun 2015 sekitar
79,03%, Berikut secara lengkap disajikan data mengenai kepemilikan
administrasi kependudukan (KTP, KK, dan Akte Kelahiran) selama kurun
waktu tahun 2010-2015.
Tabel II. 68
Capaian Urusan Administrasi Kependudukan Dan Catatan Sipil
Kab, Wonosobo Tahun 2010-2015
No Indikator Kinerja
Pembangunan Daerah
Capaian Kinerja (Tahun)
2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 % jumlah pemilik KTP berbasis
NIK 79,23 95,98 99,53 98,08 85,68 88,52
2 % Jumlah kepemilikan KK 99,58 99,95 98,66 99,71 97,31 99,80
3 % kepemilikan Akta kelahiran 56,84 60,71 62,04 76,68 71,76 79,03
4 % penduduk yang
teregristrasi (jumlah
penduduk yang mempunyai
NIK)
99,95
98,66
99,71
97,31
100,00
5 % Anak Lahir yang membuat
Akta Kelahiran 90,84 97,53 99,38 96,65 96,42 99,58
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-107
No Indikator Kinerja
Pembangunan Daerah
Capaian Kinerja (Tahun)
2010 2011 2012 2013 2014 2015
6 % penduduk meninggal yang
membuat Akta Kematian 0,51 1,70 2,20 14,89 20,08 10,74
7 lama pengurusan Akte
kelahiran 14 hari 14 hari 14 hari 14 hari 10 hari 5 hari
8 lama pengurusan KTP 1 hari 1 hari 1 hari 1 hari 1 hari 5 hari
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015 dan Evaluasi Capaian RPJMD, 2015
Meskipun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan yang mengamanatkan bahwa setiap penduduk
wajib memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang berlaku seumur
hidup yang tertera di dalam KTP (Kartu Tanda Penduduk) telah direvisi
dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan namun kesadaran masyarakat untuk melengkapi dirinya
dengan dokumen kependudukan mengalami anomali.
Hal ini dapat ditunjukkan pada tabel di atas bahwa persentase jumlah
pemilik KTP berbasis NIK pada tahun 2015 mengalami penurunan hampir 10
persen apabila dibandingkan perolehan pada tahun 2011, Penurunan jumlah
tersebut antara lain disebabkan oleh masih banyaknya penduduk wajib KTP
baik itu wajib KTP baru (usia 17 tahun) maupun wajib KTP lama yang belum
melaksanakan perekaman KTP-E dan masih kurangnya kuantitas sosialisasi
terhadap masyarakat baik dari masyarakat penduduk lokal atau pun
penduduk pendatang tentang tata cara prosedur untuk pembuatan
dokumen identitas diri berupa KTP-E.
Selama kurun waktu empat tahun (2011-2015), persentase jumlah
kepemilikan Kartu Keluarga (KK) juga mengalami penurunan sebesar 0,05 %,
Hal ini disebabkan oleh masih adanya penduduk yang sudah menikah
namun belum memisah KK-nya dan masih menumpang KK pada orang
tuanya, Selanjutnya, persentase kepemilikan akte kelahiran dari tahun 2011-
2015 mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2011 sebesar 60,71 persen
menjadi 79,03 persen, Meningkatnya persentase kepemilikan akte kelahiran
ini disebabkan oleh adanya kebijakan penerbitan akte kelahiran secara gratis
atau bebas bea bagi bayi yang berusia kurang dari 60 hari, dan tumbuhnya
kesadaran dari orang tua akan pentingya dokumen kependudukan dalam hal
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-108
ini akte kelahiran sebagai identitas diri pertama dan hak sipil anak paling
utama yang dimiliki anak, Selain itu akta kelahiran juga merupakan bukti
yang diperlukan untuk mendapatkan perlindungan, kesehatan, pendidikan,
pemukiman, dan hak-hak lainnya sebagai warga negara, Capaian indikator
persentase penduduk meninggal yang membuat akte kematian dari tahun
2011-2015 mengalami kenaikan secara signifikan dari 1,70 persen pada
tahun 2011 menjadi 10,74 persen pada tahun 2015, Peningkatan persentase
penduduk meninggal yang membuat akte kematian membuktikan bahwa
masyarakat Wonosobo kini sudah menyadari pentingnya akte kematian,
karena adminstrasi kependudukan (Adminduk) bukan saja dibutuhkan bagi
Warga Negara Indonesia (WNI), yang masih hidup namun juga berlaku bagi
warga yang sudah meninggal dunia, Laporan masyarakat atau keluarga
perihal kematian seseorang sangat penting guna menghindari kesalahan
data jumlah penduduk.
h. Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan di mana
masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk
memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri, Pemberdayaan masyarakat
hanya bisa terjadi apabila warganya ikut berpartisipasi, Suatu usaha hanya
berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan masyarakat" apabila kelompok
komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan atau
dikenal juga sebagai subyek, Disini subyek merupakan motor penggerak,
dan bukan penerima manfaat atau obyek saja.
Rukun Waga atau Rukun Tetangga (RW/RT) sebagai ujung tombak
pelayanan kepada masyarakat hendaknya didorong untuk lebih berperan
dalam penyelenggaraan proses pembangunan mulai dari perencanaan
sampai dengan evaluasinya, Selain RT/RW, PKK menjadi aktor lain yang juga
perlu mendapat perhatian, Jumlah tim Penggerak Pemberdayaan dan
Kesejahteraan Keluarga (PKK) aktif di Kabupaten Wonosobo selama periode
2011-2014 mengalami peningkatan, Jika pada tahun 2011 hanya 3,27% PKK
yang aktif, maka di tahun 20124 capaian PKK aktif telah mencapai 78,98%,
Selama periode 2011-2014, Rata-rata jumlah kelompok binaan lembaga
pemberdayaan masyarakat (LPM) di Kabupaten Wonosobo mengalami
penurunan drastis, dari tahun 2011 yang telah mencapai 856, pada tahun
2014 hanya 217 LPM yang aktif sebagaimana terangkup dalam tabel 2,60
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-109
Tabel II. 69
Capaian Kinerja Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Kab, Wonosobo Tahun 2011 - 2015
No, Indikator 2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah LPM Aktif 856 212 227 217 265
2
Jumlah kelompok
PKK aktif
281/8591x
100%=3,2
7%
6,726/8,969
x 100%
(74,99%)
6,726/8,969
x 100% =
74,99%
7,084/8,96
9 x 100%
= 78,98%
8,731/8,96
9 x 100%
=97,34%
3 Jumlah kelompok
binaan PKK 15 15 30 45 281
Sumber : Evaluasi Capaian RPJMD, 2015
i. Urusan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
Keluarga merupakan penopang dasar perkembangan individu dalam
masyarakat, Semua aspek kehidupan berawal dari keluarga, Unggul dan
kuatnya individu dalam masyarakat pada awal selalu ditopang oleh institusi
keluarga yang baik, Keluarga yang bahagia dan sejahtera akan membentuk
masyarakat Kabupaten Wonosobo yang saling asih, bergotong dan
terdorong untuk maju, Gambaran umum kondisi daerah terkait dengan
urusan keluarga berencana dan keluarga sejahtera salah satunya dapat
dilihat dari indikator kinerja sebagai berikut :
Tabel II. 70
Capain Urusan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
Kab, Wonosobo Tahun 2010-2015
No, Indikator Capaian Kinerja
2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 Total Fertility Rate
(TFR)
2,35% 2,26% 2,00% 1,87% 1,78% 2,2
2 Contrasepsi
Participatory Rate
(CPR)
81,41% 81,15% 82,07% 80,98% 80,27% 80,2
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-110
No, Indikator Capaian Kinerja
2010 2011 2012 2013 2014 2015
3 Peserta KB baru Pria 4,10% 3,30% 2,57% 2,49% 2,40% 2,5
4 Cakupan PUS yang
ingin ber KB tidak
terpenuhi
8,14% 9,97% 9,39% 9,73% 8,51% 7,93
5 Dropout KB 9,65% 19,23% 17,30% 20,64% 19,63% 18,15
6 Terbentuknya PIK
KRR di setiap
kecamatan
29 35 39 55 63 63
7 Pasangan Usia Subur
(PUS) yang istrinya di
bawah usia 20 tahun
3,14% 3,12% 2,78% 3,00% 3,26% 3,26
Sumber : Evaluasi Capaian RPJMD
Tujuan Program Keluarga Berencana secara demografi adalah untuk
menurunkan angka kelahiran dan secara filosofis adalah untuk mewujudkan
keluarga kecil bahagia dan sejahtera, Jumlah anak dalam keluarga yang
dianjurkan oleh Pemerintah adalah 2 (dua) anak lebih baik, Berkaitan dengan
hal di atas, dapat diketahui bahwa Total Fertility Rate (TFR) di Kabupaten
Wonosobo tahun 2010 adalah 2,35% menurun menjadi 2,2 pada tahun 2015,
Hal ini berarti jumlah anak dalam keluarga di Kabupaten Wonosobo selama
kurun waktu tahun 2011-2015 rata-rata berjumlah 2-3 orang anak,
Penurunan rata-rata jumlah anak dapat berarti menurunnya rata-rata jumlah
anak yang dilahirkan oleh seorang wanita sampai dengan akhir masa
reproduksinya.
Laju pertumbuhan Kabupaten Wonosobo dari tahun 2010 hingga
2013 cenderung menurun, Tahun 2010 laju pertumbuhan penduduk
Kabupaten Wonosobo sekitar 1,01 kemudian menurun hingga pada tahun
2013 mencapai 0,82, Penurunan ini salah satunya pengaruh penurunan nilai
TFR yang berarti jumlah kelahiran semakin kecil dan sebagai indikator
keberhasilan KB, Peningkatan laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2014
dimungkinkan karena faktor migrasi penduduk mengingat TFR tidak naik
tapi justru menurun.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-111
Angka partisipasi KB (CPR) yang selama 5 tahun mengalami fluktuasi
dan cenderung turun disebabkan karena pertambahan jumlah peserta KB
tidak sebanding dengan pertambahan pasangan usia subur, Menurut teori
demografi jika angka TFR turun maka CPR naik, namun kejadian di
Kabupaten Wonosobo dengan angka TFR yang naik dan CPR turun
disebabkan karena jumlah pengguna KB jangka panjang terus meningkat
sehingga angka kegagalan KB menurun, Perkembangan penggunaan
metode kontrasepsi peserta KB sebagai berikut :
Tabel II. 71
Persentase Metode Kontrasepsi Kab, Wonosobo Tahun 2011-2015
No,
Metode
Kontrasepsi
2011
(%)
2012
(%)
2013
(%)
2014 (%)
2015
(%)
1 IUD 10,02 10,15 10,34 10,32 10,38
2 MOW 8,75 8,56 8,37 7,89 7,43
3 MOP 1,39 1,33 1,3 1,35 1,32
4 Kondom 0,89 0,97 0,91 1,05 1,17
5 Implant 18,45 19,49 20,95 20,95 21,91
6 Suntik 49,95 49,58 49,46 50,38 49,72
7 Pil 10,55 9,92 8,67 8,07 8,03
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
: Evaluasi Capaian Tahun Ketiga (2013) RPJMD
j. Urusan Perhubungan
Penyelenggaraan pelayanan perhubungan merupakan aspek strategis
yang berdampak lintas sektoral, Kondisi pelayanan perhubungan Kabupaten
Wonosobo dapat dilihat dari indikator kinerja yang diambil dari EKPOD dan
SPM bidang perhubungan sebagai berikut :
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-112
Tabel II. 72
Capaian Indikator Urusan Perhubungan
Kab Wonosobo Tahun 2010-2014
No Indikator 2011 2012 2013 2014 2015
1 Persentase Pelayanan
Angkutan Jalan
46,66% 46,66% 46,66% 48,47% 45,14%
2 Persentase jaringan trayek yang
sudah dilayani angkutan umum
yang menghubungkan daerah
tertinggal dan terpencil
43% 46% 50% 54% 57%
3 Persentase tersedianya halte
terhadap total kebutuhan halte
2% 4% 6% 8% 10%
4 Persentase jumlah terminal
penumpang yang telah dilayani
angkutan umum
6% 6% 6% 6% 6%
5 Persentase tersedianya
perlengkapan jalan (rambu,
marka, dan guard rail) dan
penerangan jalan umum (PJU)
pada jalan kabupaten
62,5% 64,75% 65% 66,75% 68%
6 Persentase pelayanan
pengujian kendaraan bermotor
54,53 63,43% 69,75% 54,23% 56,34%
7 Persentase terpenuhinya
standar keselamatan bagi
angkutan umum yang melayani
trayek dalam kabupaten
81,25% 81% 82% 82% 85%
8 Rasio ijin trayek 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001
9 Rasio panjang jalan per jumlah
kendaraan * (hanya panjang
jalan kabupaten)
0,017 0,014 0,013 0,012 0,010
10 Rasio jumlah kendaraan (unit)
per panjang jalan (km)
60 70 77 86 95
Sumber: SIPD Kab, Wonosobo, 2015
Berdasarkan tabel di atas, persentase pelayanan angkutan baru
mencapai 45,14%, Hal ini menunjukkan tersedianya angkutan umum yang
melayani awilayah yang telah tersedia jaringan jalan untuk jaringan jalan
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-113
kabupaten masih di bawah SPM yang mencapai 75%, Seluruh angkutan
umum yang ada di Kabupaten Wonosobo wajib memiliki izin trayek, Hal ini
dimaksudkan untuk penataan, pengaturan dan pengendalian trayek
angkutan umum, sehingga ini dapat meminimalisasi trayek ilegal yang
dilakukan para pengendara angkutan umum, secara persentase jaringan
trayek yang sudah dilayani angkutan umum yang menghubungkan daerah
tertinggal dan terpencil baru mencapai 57%, Pemerintah Kabupaten masih
memiliki tantangan kenaikan 3% untuk mencapai nilai SPM layanan yang
seharusnya minmal 60%, Selanjutnya jika dilihat rasio jumlah kendaraan per
panjang kendaraan, ada kecenderuangan kenaikan dari setiap 1 km terdapat
60 kendaraan menjadi setiap 1 km terdapat 95 kendaraan.
Izin trayek yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten
Wonosobo pada tahun 2010 sebanyak 517 izin, yang terdiri izin trayek
pedesaan dan perkotaan, Izin trayek perkotaan sebanyak 345 dan izin trayek
pedesaan sejumlah 172 izin, Tahun 2014 cenderung menurun dengan jumlah
izin trayek yang dikeluarkan pemerintah Kabupaten Wonosobo sebanyak
489.
Sumber: SIPD Kab, Wonosobo, 2015
Gambar 2. 29 Perkembangan Izin Trayek Kab, Wonosobo 2010-2014
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-114
Seluruh angkutan umum yang diimpor di Kabupaten Wonosobo, baik
yang dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri dan akan dioperasikan di jalan
wajib memiliki pengujian agar memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan,
Hal ini dimaksudkan menjamin keselamatan penumpang angkutan umum
dan menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan, Adapun persentase
layanan pengujian kendaraan bermotor telah mencapai 56,34%.
1) Jumlah Uji Kir Angkutan Umum
Sumber: SIPD Kab, Wonosobo
Gambar 2. 30 Jumlah Uji Kir Angkutan Umum
Jumlah angkutan umum yang telah melakukan uji kir pada tahun 2010
sebanyak 2,181 unit kendaraan kemudian meningkat pada tahun-tahun
berikutnya hingga mencapai 2790 pada tahun 2012, tetapi kemudian
menurun pada tahun 2013 yang hanya mencapai 2169 unit.
Jika diihat dari prasarana yang ada seperti persentase tersedianya
halte dan terminal pun masih rendah, saat ini, jumlah terminal penumpang
yang resmi baru ada 2 unit (terminal tipe A Mendolo yang menjadi
wewenang Pemerintah Provinsi dan terminal tipe C Sawangan), dan layanan
tersebut setara dengan layanan 6%, Sementara itu yang lainnya masih dalam
bentuk areal pangkal kendaraan yang terdapat di ibukota kecamatan untuk
menampung angkutan perkotaan dan perdesaan, Selain itu, kurang
optimalnya terminal Mendolo menyebabkan adanya pangkalan bus yang
tidak resmi seperti di area Jl, Muntang dan Pertigaan Pasar Kertek.
Selanjutnya terkait dengan sarana perlengkapan jalan berupa rambu,
marka, dan guard rail, capaian di Kabupaten Wonosobo telah mencapai angka
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-115
68%, Hal ini menunjukkan sebagian besar ruas jalan kabupaten telah
dilengkapi dengan rambu, marka dan guard rail, namun secara ragam kualitas
dan kuantitas tetap harus ditingkatkan meski telah melebihi nilai SPM 60%.
k. Urusan Komunikasi dan Informatika
Teknologi informasi dan komunikasi yang saat ini berkembang sangat
pesat menuntut kesiapan pengguna dalam hal ini Pemerintah Daerah dalam
memberikan layanan informasi yang mutakhir, Selain itu peningkatan
kualitas pengawasan dan pengevaluasian oleh publik, salah satunya
ditempuh melalui pemanfaatan e-government, Oleh karenanya sasaran
utama dari program dan kebijakan di bidang urusan komunikasi dan
informatika diarahkan untuk mencapai sasaran “ terinformasikanya hasil-
hasil penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
kepada masyarakat dan swasta” sehingga masyarakat dapat mengetahui,
menilai dan memberikan masukan atas jalannya pemerintahan dan
pembangunan, baik menyangkut input, ouput, outcome, benefit maupun
impact yang dirasakan dari keluarnya suatu kebijakan.
Tabel II. 73
Capaian kinerja Urusan Komunikasi dan Informatika
Tahun 2011-2015 berdasarkan Indikator Kinerja Kunci (IKK)
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Indikator IKK EKPPD
Rumus Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
Web site milik
pemerintah daerah
Ada / tidak ada Ada Ada ada ada ada
Pameran/expo Menunjukkan
Jumlah
pameran/expo
per tahun
1 1 1 1 1
Sumber: Bagian Komtel Setda, diolah, 2016
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-116
Tabel II. 74
Capaian kinerja Urusan Komunikasi dan Informatika
Tahun 2011-2015 Berdasarkan Indikator RPJMD 2010-2015
No,
Indikator Kinerja
Pembangunan Daerah
Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1 Tersedianya media
informasi publik yang
diterbitkan oleh
Pemerintah
2 paket 2 paket 2 paket 14 paket 17
paket
2 Tersedianya website
pemerintah daerah
Ada
(1,019
pengunjun
g)
Ada
(978
pengunjun
g)
ada
(10445
pengunjun
g)
ada
(10688
pengunjun
g)
Ada
(60,167
pengunj
ung)
3 % paket informasi yang
terpublikasikan secara
langsung maupun melalui
media
100 100 100 100 100
4 Jumlah SKPD yang
memiliki Sistem Informasi
Manajemen
8 9
(2 online 7
offline)
10
(3 online 7
offline)
12
(8 online 4
offline)
16 (16
online)
5 % Ter-Update-nya atribut
data spasial
100 100 100 100 100
6 % Jumlah Koneksi WAN
ke seluruh Kecamatan
100 100 100 93 93
7 % Terpasangnya VOIP di
setiap SKPD
2,50 2,50 2,50 2,50 2,50
Sumber: Bagian Komtel Setda, diolah, 2016
Dari tabel capaian kinerja Urusan Komunikasi dan Informasi dapat
dilihat pemanfaatan Sistem Informasi mengalami kenaikan, dengan
peningkatan pada jumlah SKPD yang memiliki Sistem Informasi Manajemen
yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan tugas menjadi lebih mudah
murah dan cepat.
Tahun 2013 terjadi kenaikan pengunjung yang signifikan dari 978
pengunjung menjadi 10,445 pengunjung, Hal ini mengindikasikan bahwa
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-117
daya minat masyarakat untuk memanfaatkan website resmi Pemkab
Wonosobo untuk mencari informasi semakin tinggi.
Pada indikator Jumlah SKPD yang memiliki Sistem Informasi
Manajemen juga mengalami peningkatan dari angka 5 di awal RPJMD 2010-
2015menjadi 12 (8 online 4 offline), peningkatan yang sangat mencolok dari
7 yang offline di tahun 2013 menjadi 8 online di tahun 2014 dikarenakan
perluasan jaringan WAN dan peningkatan kesadaran SKPD dalam kebutuhan
dan keterbukaan informasi dalam mendukung pelaksanaan tugas dalam
upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
l. Urusan Koperasi dan UMKM
Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sangat strategis
dalam perekonomian, sehingga perlu menjadi fokus pembangunan ekonomi
pada masa mendatang, Koperasi juga memegang peran penting dalam
pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat,
Peran koperasi dalam pembangunan perekonomian antara lain sebagai
penyedia lapangan kerja,pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta
sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.
Kinerja koperasi dapat diukur dari tingkat keaktifan koperasi, dan
tingkat kesehatan koperasi khususnya pada unit Koperasi Simpan Pinjam
(KSP), Tingkat keaktifan koperasi dalam kurun waktu 2011–2015 cenderung
meningkat, dari 189 koperasi aktif pada tahun 2011 meningkat menjadi 222
koperasi aktif pada Tahun 2015 atau selama lima tahun terjadi peningkatan
17,46%, Meningkatnya persentase koperasi aktif dipengaruhi oleh keaktifan
pengurus dalam melakukan pengelolaan koperasi dan juga meningkatnya
jumlah koperasi yang bermanajemen baik dalam mengembangkan usaha
koperasi, Perkembangan tingkat keaktifan koperasi dapat dilihat pada Tabel
2,50.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-118
Tabel II. 75
Capaian Indikator Urusan Koperasi dan UMKM Kab, Wonosobo Tahun
2010-2015
No,
Indikator Capaian
2011 2012 2013 2014 2015
1, Jumlah UMKM 55.909 57.192 58.216 59.794 59.192
2, Jumlah Koperasi 330 339 341 361 359
3, Jumlah Koperasi Aktif 189 200 206 223 222
4, Jumlah aset Koperasi (juta) 560 748 983 1.100 3.392
5, Jumlah asset UMKM (juta) 29.350 32.210 32.820 35.613 38.521
6, Usaha Mikro dan Kecil Aktif 99,98% 99,98% 98,78% 98,85% 98,99%
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015, LKPJ 2015
Jumlah usaha mikro dan kecil juga mengalami peningkatan dari 55,909
di tahun 2011 menjadi 59,192 di tahun 2015 atau meningkat 5,87%,
Peningkatan ini terjadi seiring bertambahnya wirausaha muda yang semakin
banyak mengembangkan usahanya, Begitu pula untuk persentase usaha
mikro kecil di tahun 2015 meningkat dibandingkan tahun 2014 yaitu sebesar
98,99%.
Jumlah asset koperasi meningkat cukup tajam dari tahun 2011 sebesar
560 juta rupiah menjadi 3,392 juta rupiah pada tahun 2015, apabila
dibandingka tahun 2014 naik sebesar 208,36%, sedangkan jumlah asset
UMKM meningkat dari tahun 2011 sebesar 29,350 juta rupiah menjadi
38,521 juta rupiah pada tahun 2015 atau dalam lima tahun meningkat
31,25%.
m. Urusan Statistik
Menurut Pasal 31 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, data adalah keterangan
objektif tentang suatu fakta baik dalam bentuk kuantitatif, kualitatif, maupun
gambar visual (images) yang diperoleh baik melalui observasi langsung
maupun dari yang sudah terkumpul dalam bentuk cetakan atau perangkat
penyimpan lainnya, Sedangkan, informasi adalah data yang sudah terolah
yang digunakan untuk mendapatkan interpretasi tentang suatu fakta. Data
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-119
dan informasi yang dihimpun berhubungan dengan potensi dan kondisi
daerah dan merupakan bahagian penting demi hasil perencanaan yang baik
dan komprehensif, Data dan informasi yang berkualitas harus dijadikan
rujukan bagi penentuan kebijakan dan program sasaran yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Capaian kinerja urusan Statistik tahun
2011-2015 dapat dilihat pada beberapa indikator sebagai berikut:
Tabel II. 76
Capaian Kinerja Urusan Statistik
Berdasarkan IKK Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(EKPPD)
No,
Indikator Capaian kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1, Buku "Kabupaten
dalam angka” Ada Ada Ada Ada Ada
2, Buku ”PDRB
Kabupaten” Ada Ada Ada Ada Ada
3, Buku “Statistik Daerah” Tidak
ada Ada Ada Ada Ada
4, Buku “Nilai Tukar
Petani”
Tidak
ada
Tidak
ada Ada Ada Tidak ada
Sumber : Bappeda Kab, Wonosobo, 2016
Tabel II. 77
Capaian Kinerja Urusan Statistik Berdasarkan
Indikator RPJMD 2011-2015
No
Indikator Kinerja
Pembangunan
Daerah
Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1 Tersedianya data
statistik daerah ada ada ada Ada Ada
2 % validitas data 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : Bappeda Kab, Wonosobo, 2016
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-120
n. Urusan Persandian
Urusan persandian adalah urusan pemerintahan konkuren yang
bersifat wajib bagi seluruh pemerintah daerah di tingkat provinsi, kabupaten,
dan kota, Dalam pengaturannya secara jelas diamanatkan bahwa instansi
pusat wajib melakukan pembinaan dan pengawasan teknis kepada
pemerintah provinsi, selanjutnya pemerintah provinsi melakukan pembinaan
dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bawahnya, Selama ini di tingkat
pusat, Lembaga Sandi Negara sebagai instansi pemerintah yang bertugas di
bidang persandian secara aktif melakukan pembinaan persandian di lingkup
nasional baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota.
Fungsi Persandian untuk pengamanan informasi merupakan
tantangan berat karena SDM Persandian yang ada saat ini belum
mempunyai kompetensi yang mencukupi untuk mengamankan informasi
berbasis IT, Adapun penjabaran fungsi persandian pada Pemerintah
Kabupaten Wonosobo diarahkan pada : tata kelola penjaminan keamanan
informasi berklasifikasi; pengelolaan sumber daya persandian; dukungan
layanan operasional persandian untuk keamanan informasi; dan pengawasan
penyelenggaraan persandian untuk keamanan informasi internal.
o. Urusan Perpustakaan
1) Jumlah Perpustakaan
Perpustakaan daerah mempunyai peran sangat strategis dalam
meningkatkan taraf hidup masyarakat, sebagai wahana belajar
sepanjang hayat mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan
nasional, serta merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa,
hal ini sesuai dengan apa yang telah diamanatkan oleh Undang-undang
Dasar 1945 yaitu sebagai wahana mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jumlah perpustakaan Kabupaten di Wonosobo dalam kurun waktu
2011 hingga 2015 hanya satu, sedangkan perpustakaan desa mengalami
peningkatan, Tahun 2011 jumlah perpustakaan desa hanya 58,
sedangkan tahun 2015 meningkat menjadi 85, begitu juga dengan
perpustakaan sekolah yang meningkat 197 pada tahun 2011 menjadi
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-121
641 pada tahun 2015, Hal ini mengindikasikan semakin banyak sekolah
yang sadar akan pentingnya perpustakaan.
Tabel II. 78
Jumlah Perpustakaan di Kabupaten Wonosobo
No, Jenis / Tipe 2011 2012 2013 2014 2015
1 Perpustakaan Kabupaten 1 1 1 1 1
2 Perpustakaan Kecamatan 0 0 0 0 0
3 Perpustakaan Desa 58 62 67 58 85
4 Perpustakaan
Kelurahan/Instansi 12 13 14 14 9
5 Perpustakaan Sekolah 197 197 360 641 641
6 Perpustakaan Rumah
Ibadah 24 24 24 16 26
7 Perpustakaan Pribadi 1 1 2 2 2
8 Rumah Belajar 19 19 19 21 21
9 Taman Bacaan
Masyarakat 0 0 0 23 23
10 Perpustakaan Khusus - - - - -
Jumlah 312 317 487 796 796
Sumber : Kantor Arpusda Kab, Wonosobo, 2015
2) Jumlah Pengunjung Pepustakaan Per Tahun
Jumlah kunjungan ke perpustakaan selama 5 tahun di Kabupaten,
Jumlah pengunjung pada tahun 2011 mencapai 521,610, kemudian
menurun drastis pada tahun 2015 yang hanya 470,774, Hingga saat ini,
peran perpustakaan dirasa masih kurang dalam rangka menarik minat
baca masyarakat agar mau membaca diperpustakaan, Selain itu,
ketersediaan sarana prasarana yang kurang memadai dan letak
perpustakaan yang masih relatif jauh dengan tempat tinggal masyarakat
juga menjadi salah satu penyebab minimnya pengunjung perpustakaan,
Di sisi lain, makin mudahnya akses internet juga menjadi salah satu
penyebab makin minimnya pengunjung perpustakaan.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-122
Koleksi buku yang tersedia di perpustakaan daerah Kabupaten
Wonosobo di tahun 2014 mencapai 0,45, Jika dibandingkan dengan tahun
2011, capaian ini mengalami penurunan, Koleksi buku yang tersedia di
perpustakaan daerah pada tahun 2011 mencapai 0,53. REVISI : Koleksi buku
yang tersedia merupakan jumlah koleksi judul buku yang tersedia dibagi
dengan jumlah buku yang tersedia. Dari tabel di bawah dapat kita lihat
bahwa pada tahun 2015 terjadi penurunan dalam jumlah judul buku yang
tersedia maupun dari jumlah buku yang tersedia dibanding pada tahun-
tahun sebelumnya.
Tabel II. 79
Capaian Kinerja Urusan Perpustakaan Kab, Wonosobo Tahun 2011-2014
No, IKK Berdasarkan
EKPPD
Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1
Koleksi buku yang
tersedia di
perpustakaan daerah
34,564/66,
019
= 0,53
46,679/7
4,480
= 0,63
46,850/74,
980 = 0,62
47,774/72,9
13 = 0,65
30,932/68,
5,15
=0,45
2 Pengunjung
perpustakaan 521.610 434.875 481.137 470.774 255.842
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
: Evaluasi Capaian Tahun Ketiga (2013) RPJMD
p. Urusan Kearsipan
Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, arsip
merupakan rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media
sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat
dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan,
perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan
dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Bagi pemerintah daerah, arsip merupakan rekaman informasi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, bukti otentik, sumber
informasi, memori kolektif dan bahan pertangungjawaban, sehingga arsip
merupakan bagian yang terpenting dalam suatu organisasi pemerintah daerah,
Tertib arsip merupakan suatu keharusan bagi pemerintah daerah, Selain sebagai
referensi, bukti kegiatan, maupun pilar dalam proses administrasi, arsip juga
merupakan bukti akuntabilitas kinerja instansi kepada masyarakat baik dari sisi
keberhasilan atau kegagalan misi instansi dalam mencapai tujuan dan sasaran
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-123
yang telah ditetapkan. Capaian kinerja urusan kearsipan tahun 2011-2015 dapat
dilihat pada beberapa indikator sebagai berikut:
Tabel II. 80
Capaian kinerja Urusan Kearsipan
Berdasarkan IKK Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(EKPPD)
No, Indikator Kinerja
Kunci (IKK) 2011 2012 2013 2014 2015
1 Penerapan
Pengelolaan arsip
secara baku
92,59 %
75,47 %
75,47 %
83,03 %
82,50%
2 Kegiatan
peningkatan
kualitas SDM
pengelola
pengarsipan
80
52
30
6
-
Sumber: Kantor Arsip, Kab, Wonosobo, 2016
Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa persentase SKPD yang
telah menerapkan pengelolaan arsip secara baku mengalami penurunan dari
92,59 persen pada tahun 2011 menjadi 82,50 persen pada tahun 2015,
Tabel II.81
Capaian kinerja Urusan Kearsipan Tahun 2011-2015
No Indikator Kinerja
Pembangunan Daerah
Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1 Jumlah SKPD yg
melaksanakan akuisisi
arsip
5
5
6
3
1
2 Tersedianya akses arsip/
dokumen elektronik
Ada (SIM
arsip aktif,
dan arsip in
aktif)
Ada (SIM arsip
aktif/ arsip in
aktif, dan arsip
satis
Ada
-
3 Jumlah tenaga kearsipan
yang memiliki sertifikat
kearsipan
5
5
5
5
5
4 Tersedianya kebijakan
pedoman kearsipan
Ada
1. Peraturan
Bupati No,
Ada
1. Peraturan
Bupati
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-124
No Indikator Kinerja
Pembangunan Daerah
Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
36 tahun
2012
tentang
Jadwal
Retensi
Arsip
Keuangan
No,26
tentang
Jadwal
Retensi
Arsip
Kepegawai
an
2. Peraturan
Bupati No,
30 Tahun
2013
tentang
Penyelengg
araan
Kearsipan
di
Wonosobo
Ada
Ada
5 Jumlah arsip yang
terseleksi
578 boks
(7,432
lembar arsip
tekstual, 16
buah arsip
peta, 612
arsip foto, 26
keping arsip
video, dan
442 buku)
548 boks
(7,432
lembar
arsip
tekstual, 16
buah arsip
peta, 612
arsip foto,
26 keping
arsip video)
2014
bungkus
2425
bungk
us
Sumber: Kantor Arsip Kab, Wonosobo, 2016
Tabel II. 82
Jumlah Layanan Peminjaman Arsip
No, Peminjam arsip Capaian kinerja/frekuensi
2011 2012 2013 2014 2015
1 Instansi Pemerintah 2 10 33 39 15
2 Masyarakat Umum - 4 5 - 4
3 Akademisi 5 5 14 4 6
Jumlah 7 19 52 42 25
Sumber: Kantor Arsip Kab, Wonosobo, 2016
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-125
q. Urusan Pariwisata
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu destinasi wisata
unggulan Provinsi Jawa Tengah bahkan Nasional, Perkembangan pariwisata
Kabupaten Wonosobo ditopang oleh kondisi geografis dan budaya seperti:
wisata alam, sejarah, budaya, heritage, kuliner dan lainnya, Kabupaten
Wonosobo saat ini didominasi oleh kegiatan wisata alam, khususnya wisata
Dieng.
Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB dari tahun 2011 hingga
2015 cenderung meningkan, meskipun peningkatannya tidak signifikan,
Tahun 2011 kontribusi sektor pariwisata hanya 1,08%, meningkat drastis
pada tahun 2015 sebesar 7,62% yang berasal dari sub sektor hotel, restoran
dan jasa hiburan/rekreasi.
Jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke Kabupaten Wonosobo
selama periode 2011-2015 meningkat tajam, Lonjakan terbesar ada di tahun
2015, Pada tahun 2014 jumlah wisatawan nusantara yang tercatat sebanyak
593,665 wisatawan, di tahun 2015 meningkat menjadi 864,735 atau
mengalami pertumbuhan sebesar 45,66%, Akan tetapi wisatawan manca
negara justru mengalami penurunan drastis sejak tahun 2013 di mana pada
tahun 2012 tercatat 19,089 wisatawan mancanegara yang berkunjung di
Wonosobo dan pada tahun 2013 menurun menjadi 10,335 tahun 2014
menurun lagi menjadi 7,294 dan menurun lagi di tahun 2015 menjadi 5,056,
Atau dalam tiga tahun terakhir rata-rata menurun 35,32%, Hal ini harus
menjadi perhatian bagi pemerintah, Salah satu caranya dengan
meningkatkan fasilitas pariwisata, seperti jalan, penginapan dan sebagainya,
Objek wisata juga seharusnya diperhatikan, karena sebagian wisata di
Wonosobo merupakan objek wisata alam, maka perawatan objek harus
bersifat holistik, dengan mempertimbangkan kelestarian alam melalui
intervensi fisik dan juga mempertimbangkan sosial masyarakat.
Kendati Kabupaten Wonosobo sudah menjadi destinasi wisata
unggulan, namun terdapat beberapa permasalahan yang dirasakan
mengganggu bagi wisatawan sehingga mengurangi kepuasan kunjungan di
Kabupaten Wonosobo, diantaranya kualitas jalan yang berlubang, fasilitas di
objek wisata seperti toilet, kualitas objek wisata yang menurun, seperti Objek
Wisata Tlaga Warna, dan transportasi antara objek wisata.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-126
Tabel II. 83
Capaian Urusan Pariwisata Kab, Wonosobo Tahun 2010-2015
INDIKATOR CAPAIAN
2011 2012 2013 2014 2015
Kontribusi terhadap PDRB 1,08 1,24 1,26 1,26 7,62
Wisatawan Manca Negara
(orang) 17.632 19.089 10.335 7.294 5.056
Wisatawan Nusantara
(kunjungan)
272.542
393.638
473.093
593.665
864.735
PAD (Juta Rupiah) 670,5 1.542,27 1.769,83 2.092,97 3.056,70
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015, LKPJ 2015
Tabel II. 84
Jenis, Kelas dan Jumlah Hotel/Penginapan
Hotel 2010 2011 2012 2013 2014
Bintang Lima 0 0 0 0 0
Bintang Empat 1 1 1 1 1
Bintang Tiga 1 1 1 1 1
Bintang Dua 0 0 1 0 1
Bintas Satu 0 0 1 0 0
Non Bintang 30 16 15 16 16
Sumber: BPS, 2015
Jumlah hotel di Kabupaten Wonosobo terus mengalami penurunan,
Hal ini dikarenakan menurunnya hotel berbintang karena kurangnya
pengunjung hotel, selain itu meningkatnya jumlah homestay sekitar objek
wisata Dieng juga menjadi faktor turunnya jumlah hotel non bintang, Pada
tahun 2011 jumlah hotel sekitar 32, dengan hotel berbintang empat dan
tiga, Namun tahun 2014 menurun drastis menjadi 18, dan tidak ada hotel
berbintang empat.
r. Urusan Industri
Perkembangan kontribusi sektor industri Kabupaten Wonosobo
cenderung berfluktuasi selama periode 2011-2015, Pada tahun 2011 sektor
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-127
industri bisa memberikan kontribusi sebesar 16,66% terhadap perekonomian
Kabupaten Wonosobo, di tahun 2012 meningkat menjadi 16,82 tetapi di
tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 16,41%, Tahun 2014 meningkat
menjadi 16,70% dan menurun di tahun 2015 menjadi 16,64%.
Semakin tingginya tingkat persaingan di sektor industri pengolahan,
baik secara nasional ataupun global, juga mempengaruhi kinerja industri
pengolahan lokal Kabupaten Wonosobo, khususnya yang berorientasi
ekspor, Adanya penandatanganan kesepakatan Perdagangan Bebas ASEAN
China Free Trade Area (ACFTA) juga memberikan tekanan pada tingkat daya
saing industri lokal, Makin meningkatnya serbuan produk-produk yang
berasal dari China seperti tekstil, mainan, elektronik, dan lain-lain
memberikan tekanan yang cukup signifikan atas kinerja industri pengolahan
Kabupaten Wonosobo.
Perkembangan industri yang positif ditunjukan oleh perkembangan
industri makanan dan minuman, Tahun 2011, jumlah industri makanan
sebesar 13,120 unit meningkat pada tahun 2015 menjadi 13,934 unit, Salah
satu industri olahan makanan dan minuman yang mengalami peningkatan
adalah minuman olahan buah carica, yang merupakan salah satu komoditas
buah-buahan yang tidak mudah ditemukan di daerah lain, namun tumbuh
subur di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo, Pengolahan carica
menjadi makanan khas unggulan daerah Wonosobo yang banyak diincar
oleh wisatawan atau sebagai buah tangan masyarakat Wonosobo yang
mengunjungi rekan di luar kota, Dengan dukungan sumber daya manusia
dan kondisi alam Kabupaten Wonosobo, ke depan industri ini diprediksi
akan semakin berkembang, Kabupaten Wonosobo memiliki potensi yang
sangat besar untuk menjadi kota wisata.
Capaian kinerja pertumbuhan industri di Kabupaten Wonosobo
cenderung mengalami fluktuasi, Pada tahun 2011 pertumbuhan industri
mencapai 4,99% kemudian meningkat menjadi 5% pada tahun 2012, Tahun
2013 pertumbuhan industri justru mengalami penurunan drastis menjadi
2,71% yang disebabkan oleh jumlah industri yang muncul lebih sedikit, dan
kembali meningkat pada tahun 2014 menjadi 4,99% dan meningkat kembali
di tahun 2015 menjadi 5,35%, Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-128
Tabel II. 85
Capaian Indikator Urusan Perindustrian
Kab, Wonosobo Tahun 2011-2014
Indikator 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Kontribusi Sektor
Industri Terhadap PDRB
(%)
12,3
10,37
10,56
16,39
16,32
Pertumbuhan Industri
(%) 4,93 4,99 5 2,71 4,99 5,35
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
s. Urusan Perdagangan
Nilai ekspor bersih perdagangan di Kabupaten Wonosobo pada tahun
2015 mencapai $50,123,595, Nilai ini mengalami penurunan bila
dibandingkan dengan tahun 2014, Penurunan ekspor ini terjadi karena
barang-barang ekspor Wonosobo kurang bersaing dengan barang-barang
sejenis dari negara lain.
Sektor perdagangan (perdagangan, hotel dan restoran) mempunyai
kontribusi cukup signifikan terhadap perolehan nilai PDRB Kabupaten
Wonosobo terbukti sektor ini berkontribusi nomor tiga paling besar setelah
sektor pertanian dan industri pengolahan, Dalam kurun waktu 2011 hingga
2015 kontribusi sektor perdagangan terhadap capaian PDRB Kabupaten
Wonosobo cenderung mengalami penurunan di mana pada tahun 2011
sebesar 17,82% dan menurun di tahun 2015 menjadi 16,10%.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-129
Tabel II. 86
Capaian Indikator Urusan Perdagangan
Kab, Wonosobo Tahun 2011-2015
No Indikator Kinerja Berdasarkan
EKPPD
Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014** 2015**
1 Kontribusi Sektor
Perdagangan terhadap
PDRB, (Jumlah Kontribusi
PDRB dari sektor
perdagangan) / (Jumlah total
PDRB)x100%
12,02%
11,35%
11,64%
17,98%
17,73%
2 Ekspor Bersih Perdagangan,
Nilai ekspor bersih = nilai
ekspor – nilai impor
$34,78
9,779,0
0
$40,43
0,534,0
0
$41,896,
616,50
$56,063,1
46,47
$50,123,
595
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
: Evaluasi Capaian Tahun Ketiga (2013) RPJMD
1) Transmigran Swakarsa
Tabel II. 87
Jumlah Calon Transmigran yang Ditempatkan
Tahun Jumlah Calon (KK) Transmigran yang ditempatkan
2010 46
2011 14
2012 25
2013 18
2014 5
2015 5
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
Jumlah calon (KK) transmigran yang ditempatkan dari tahun 2010
hingga 2014 cenderung menurun, Tahun 2010 calon transmigran sudah
mencapai 56 kk, Jumlah calon transmigran pada tahun 2011 menurun
menjadi 14 keluarga, kemudian meningkat pada tahun 2012 sebanyak 25 kk,
kembali menurun pada tahun 2013 dan terus menurun pada tahun 2015
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-130
yang hanya lima kk, walaupun sebenarnya jumlah peminat yang mendaftar
sejumlah 60 KK, Oleh karena itu untuk memberikan gambaran yang obyektif
dalam menilai kinerja urusan Ketransmigrasian harus dikaitkan dengan
tujuan pembangunan transmigarsi itu sendiri yaitu untuk menanggulangi
kemiskinan, akses penduduk untuk memperoleh tempat tinggal yang layak
serta fasilitasi dalam mobilitas penduduk.
D. Aspek Daya Saing Daerah
1. Kemampuan Ekonomi Daerah
a. Angka Konsumsi RT per Kapita
Rata-rata pengeluaran penduduk per kapita sebulan di Kabupaten
Wonosobo pada tahun 2011 sampai 2014 menunjukkan trend yang semakin
meningkat di mana pada tahun 2011 sebesar Rp, 473,437,- meningkat sampai
tahun 2014 menjadi sebesar Rp, 682,016,-, Pengeluaran penduduk ini
digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan dan non makanan, Di mana
pengeluaran untuk kebutuhan makanan cenderung lebih besar daripada
pengeluaran untuk kebutuhan non makanan.
Tabel II. 88
Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Penduduk dan
Persentase Makanan/Non Makanan Kabupaten Wonosobo
Tahun 2011-2014
Tahun
Rata-rata pengeluaran Per
Kapita Sebulan (Rp)
Persentase
Makanan Non Makanan
2011 473,537 53,18 46,82
2012 552,525 49,57 50,43
2013 607,431 50,67 49,33
2014 682,016 50,74 49,26
Sumber : BPS 2015
Pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita per tahun selalu
meningkat, berdasarkan harga konstan tahun 2010 maka peningkatan
konsumsi rumah tangga mulai tahun 2012 hingga 2014 berturut-turut yaitu
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-131
sejumlah Rp, 7,666,642,00 pada tahun 2012, Rp, 7,903,436,16 pada tahun
2013 dan Rp, 8,099,968,54 pada tahun 2014,
Regulasi Ketahanan Pangan
Tabel II. 89
Capaian Indikator Ketahanan Pangan Kab Wonosobo
Tahun 2010-2015
No Indikator Kinerja Berdasarkan
EKPPD
Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1 Ketersediaan Bahan Pangan
Utama, 124,15 120,91 112,47 172,63 178,23
2 Produktivitas Padi atau bahan
pangan utama lainnya per hektar 5,50 5,43 5,20 5,10 5,49
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015, LKPJ 2015
Ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan untuk memenuhi
kebutuhan seluruh penduduk dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan
keamanannya, dan merupakan prasyarat penting bagi keberlanjutan konsumsi
tingkat daerah serta rumah tangga, Sumber ketersediaan pangan berasal dari
produksi dalam negeri, pemasokan pangan dan pengelolaan cadangan
pangan, Dalam kerangka ketersediaan, secara umum Kabupaten Wonosobo
merupakan daerah yang berbasis pertanian yang mempunyai kemampuan
produksi yang mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya.
Apabila kita melihat capaian kinerja, bahwa ketersediaan bahan
pangan utama pada tahun 2011 sampai tahun 2013 menunjukkan nilai yang
cenderung menurun tetapi di tahun 2014 dan 2015 ada peningkatan yang
cukup tajam, Pada tahun 2011 sebesar 124,15 dan menurun sampai tahun
2013 dengan nilai 112,47 atau menurun 9,4%, Sedangkan untuk tahun 2014
ketersediaan bahan pangan meningkat cukup besar yaitu menjadi 172,63 dan
di tahun 2015 meningkat lagi menjadi 178,23, Kondisi ketersediaan bahan
pangan utama tidak dapat lepas dari produksi padi atau bahan pangan utama
lainnya di mana pada tahun 2011 produksi padi sebesar 5,50 mengalami
penurunan sampai tahun 2014 sebesar 5,10 dan meningkat di tahun 2015
menjadi 5,49. Meskipun ketersediaan bahan pangan utama dan produktivitas
padi di tahun 2015 mengalami peningkatan, tetapi kondisi ini tetap harus
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-132
diwaspadai karena sampai saat ini kebutuhan akan bahan pangan utama
terutama beras masih sangat tinggi dibandingkan komoditas lainnya, dan
kondisi kebutuhan ini akan semakin meningkat seiiring peningkatan jumlah
penduduk yang terus bertambah, Di sisi lain Kabupaten Wonosobo
dihadapkan pada kenyataan bahwa kualitas lahan dan air semakin menurun
serta adanya kecenderungan alih fungsi lahan pertanian dari tahun ke tahun
yang semakin meningkat, Hal ini tentunya merupakan ancaman bagi
ketahanan pangan Kabupaten Wonosobo, Untuk itu upaya yang dilakukan
adalah di samping melakukan intensifikasi pertanian juga harus
mempertahankan agar luas lahan pertanian tidak semakin menurun serta
tidak ada alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian melalui
pencanangan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B).
Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten
Wonosobo tahun 2011-2031 bahwa arahan pemanfaatan pola ruang untuk
LP2B sebesar 16.358 Ha, Sedangkan berdasarkan identifikasi yang
dilaksanakan pada tahun 2014 lahan sawah yang diusulkan menjadi LP2B di
Kabupaten Wonosobo sebesar 13.980,96 Ha, Nilai tersebut telah memenuhi
kebutuhan yang disyaratkan yaitu sebesar 16.358 Ha.
Selanjutnya dalam rangka mencapai dan mewujudkan ketahanan
pangan dan kelestarian sumber daya alam di Kabupaten Wonosobo dapat
dilihat dari capaian SPM Ketahanan Pangan sebagaimana tertera di Tabel
II.90.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-133
Tabel II. 90
Capaian Standar Pelayanan Minimal Ketahanan Pangan Kab Wonosobo
Tahun 2011-2015
No,
Indikator Target
2015
Capaian
2011 2012 2013 2014 2015
1 Ketersediaan Energi dan
Protein Per kapita
90,00 82,88 91,06 88,19 86,00 91,50
2 Penguatan Cadangan
Pangan
60,00 52,44 53,05 52,08 55,00 56,00
3 Ketersediaan Informasi
Pasokan, Harga dan Akses
Pangan di Daerah
90,00 81,17 82,00 85,30 87,43 85,00
4 Stabilitas Harga dan
Pasokan Pangan
90,00 80,00 84,00 86,00 88,00 86,00
5 Skor Pola Pangan Harapan
(PPH)
90,00 84,14 82,00 87,10 90,10 86,60
6 Pengawasan dan
Pembinaan Keamanan
Pangan
80,00 83,33 80,00 80,76 81,04 75,00
7 Penanganan Daerah Rawan
Pangan
60,00 49,00 50,00 52,00 55,00 53,00
Sumber : Kantor Ketahanan Pangan, 2015,
Pencapaian standar pelayanan minimal ketersediaan pangan
dioperasionalkan melalui dua indikator yaitu: 1) Ketersediaan energi dan
protein per kapita, 2) Penguatan cadangan pangan, Capaian kinerja kedua
indikator tersebut dalam lima tahun terakhir menunjukkan adanya
peningkatan, Capaian ketersediaan energi dan protein per kapita pada tahun
2011 sebesar 82,88 meningkat di tahun 2015 menjadi 91,50 dan sudah
melebihi target SPM 2015, Demikian pula untuk indikator penguatan
cadangan pangan pada tahun 2011 sebesar 52,44 meningkat pada tahun
2015 menjadi 56,00. Tetapi indikator ini masih berada di bawah target SPM
2015 sebesar 60,00, Untuk mencapai target SPM masih diperlukan kegiatan-
kegiatan yang mendukung penguatan cadangan pangan melalui kegiatan
peningkatan ketahanan pangan.
Pencapaian standar pelayanan minimal distribusi pangan dan akses
pangan, dioperasionalkan melalui dua indikator yaitu : 1) Ketersediaan
informasi pasokan, harga dan akses pangan, berupa penyediaan data dan
informasi mencakup komoditas gabah/beras, jagung, kedele, daging sapi,
daging ayam, telur, minyak goreng, gula pasir, cabe merah dan komoditas
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-134
lainnya yang disajikan dalam periode mingguan/bulanan/kuartalan/tahunan,
Untuk Kabupaten Wonosobo kondisinya di tahun 2011 mencapai 81,17 dan di
tahun 2015 sudah mencapai 85,00%, 2) Stabilisasi harga dan pasokan pangan,
kondisi tahun 2010 sebesar 80,00 dan meningkat tahun 2015 menjadi 86,00,
Untuk capaian indicator distribusi pangan di Kabupaten Wonosobo masih
keduanya masih di bawah target SPM sehingga perlu dibenahi supaya lebih
efektif dan efisien agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan
dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang
terjangkau, Untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh
pangan yang cukup dalam jumlah maupun kualitas secara berkelanjutan
sangat sulit diwujudkan, Hal ini terjadi karena masih ada sebagian masyarakat
yang tidak mampu mengakses pangan yang cukup, di mana penyebab
utamanya adalah kemiskinan, Sebagian besar penduduk miskin tersebut
adalah petani diperdesaan yang bekerja pada usaha tanaman pangan
khususnya padi dan jagung dengan skala usaha kecil bahkan buruh tani.
Pencapaian standar pelayanan minimal konsumsi pangan,
dioperasionalkan melalui dua indikator yaitu : 1) Skor Pola Pangan Harapan
(PPH), dan 2) Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan, berupa
informasi keamanan pangan, koordinasi/pengawasan/ monitoring pangan,
pengawasan mutu dan keamanan produk pangan, Di mana kondisinya untuk
skor PPH pada tahun 2011 sebesar 84,14 meningkat di tahun 2015 menjadi
86,60, Sedangkan apabila dibandingkan dengan capaian tahun 2014 yaitu
sebesar 90,10 capaian tahun 2015 mengalami penurunan, dan nilai ini juga
masih di bawah target SPM, Penurunan capaian tahun 2015 ini terjadi karena
mulai tahun 2016 penghitungan score PPH menggunakan aplikasi software
terbaru berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 75 Tahun 2013 pasal 4 bahwa rata-rata kecukupan energy dan protein
bagi penduduk Indonesia masing-masing sebesar 2,150 kkal/kap/hari dan 57
gr/kap/hr (semula proporsi energy sebesar 2,200 kkal/kap/hr) sehingga ada
penurunan proporsi energy sebesar 50 kkal/kap/hr, Untuk itu pemerintah
pusat/provinsi/kabutaten/kota perlu melakukan rasionalisasi target dan
capaian PPH, Sedangkan untuk pengawasan dan pembinaan keamanan
mengalami penurunan menjadi 75,00, capaian ini masih jauh di bawah target
SPM yaitu sebesar 80,00.
Keadaan rawan pangan merupakan bagian akhir dari rentetan tiga sub
sistem yang terjadi melalui proses perubahan situasi, Rawan pangan adalah
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-135
keadaan situasi daerah dimana banyak penduduk mengalami kekurangan
pangan, Dampak buruk akibat kerawanan pangan terlihat pada penurunan
status gizi masyarakat dan status kesehatan masyarakat, sedangkan dampak
buruk langsung dari terganggunya ketersediaan pangan serta berkurangnya
daya beli masyarakat dapat menimbulkan kemiskinan struktural sehingga
dengan usaha apapun pendapatannya tidak mencukupi kebutuhan
keluargannya, Kondisi yang terpuruk kerawanan pangan dapat menjurus
kepada adanya bencana kelaparan, Indikator pencapaian SPM dari kondisi
rawan pangan ini adalah penanganan daerah rawan pangan, Di mana pada
tahun 2011 mencapai 49,00 dan meningkat di tahun 2015 menjadi 53,00,
Kondisi ini masih di bawah target SPM sebesar 60,00 sehingga masih perlu
adanya kegiatan-kegiatan dalam rangka mengatasi kerawana pangan,, Untuk
mengatasi kondisi rawan pangan tersebut perlu kegiatan-kegiatan yang
terkait Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), Ketahanan dan
Kerentanan Pangan, pengembangan desa mandiri pangan serta
penyediaan/optimalisasi lumbung pangan.
Produksi tanaman pangan khususnya padi dan jagung pada tahun
2015 mengalami peningkatan sebesar 5,41% untuk padi dan 3,80% untuk
tanaman jagung, Kenaikan produksi pada tanaman padi dan jagung ini
menunjukkan intensifikasi pertanian berjalan dengan baik, Hal ini merupakan
hasil dari kerja keras semua pihak dalam pembangunan pertanian, Kita
berharap tren positif ini akan terus berlanjut pada tahun-tahun mendatang
karena tantangan ke depan akan lebih berat dan komplek.
Produksi daging dalam lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan,
Pada tahun 2011 sebesar 6,441 ton meningkat dari tahun ke tahun dan pada
tahun 2015 menjadi 9,849 ton, Meskipun produksi daging semakin meningkat
tetap perlu diwaspadai karena kebutuhan akan daging juga meningkat dan
untuk kebutuhan daging ini belum bisa dipenuhi dari produksi daging local
sehingga masih perlu mendatangkan dari luar daerah.
Sementara pembangunan perikanan budidaya telah menunjukkan
peningkatan yang signifikan, dengan meningkatnya volume produksi
perikanan budidaya dari 5,830,24 kg pada tahun 2011 menjadi 53,033,24 kg
pada tahun 2015 atau mengalami kenaikan rata-rata tiap tahun sebesar
15,62%, Konsumsi ikan juga mengalami kenaikan dari 12,86 (2011) menjadi
13,25 (2014) atau mengalami peningkatan sebesar 3,03 %. Peningkatan
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-136
produksi ikan ini berperan dalam mendukung tingkat konsumsi ikan di
Kabupaten Wonosobo yang pada tahun 2014 sebesar 101,92% dan
mengalami peningkata di tahun 2015 menjadi 102,38%, Hal ini menunjukan
bahwa tingkat kesadaran masyarakat Kabupaten Wonosobo dalam
memperoleh asupan protein hewani melalui produk perikanan semakin
meningkat.
Tabel II. 91
Produktivitas Padi Atau Bahan Pangan Utama Lainnya Per Hektar
No,
Indikator Kinerja
Berdasarkan EKPPD
Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1 Produktivitas padi atau
bahan pangan utama
5,50
5,43
5,28
5,10 5,49
2 Kontribusisektor
pertanian terhadap
PDRB
34,92%
34,33%
34,62%
33,61%
33,58%
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015, LKPJ 2015
Capaian kinerja urusan pertanian dapat dilihat dari produktivitas padi
atau bahan pangan utama, dimana dari tahun ke tahun selama 2011-2014,
Penurunan produktivitas ini terjadi karena menurunnya produksi, adanya
curah hujan yang lebih rendah menyebabkan pengisian malai kurang optimal
sehingga gabah kurang bernas/berisi serta adanya penurunan produktivitas
jagung, produktivitasnya semakin menurun, Akan tetapi di tahun 2015
produktivitas padi mengalami peningkatan mencapai 5,49, Peningkatan ini
terjadi adanya upaya intensifikasi pertanian dalam rangka meningkatkan
swasembada pangan dalam rangka mencapai target swasembada pangan
melalui rehabilitasi jaringan irigasi tersier (RIJT), percepatan optimalisasi lahan
(POL) dan gerakan penerapan pengelolaan tanaman terpadu (GPTT), Yang
dilaksanakan dengan cara menerapkan teknologi penanaman menggunakan
model pengelolaan tanaman terpadu yaitu memilih bibit unggul, pupuk yang
sesuai serta pengairan secara proporsional dan menerapkan metode jajar
legowo ketika menanam padi sehingga diharapkan produksi padi akan
meningkat hingga 0,3 ton per hektar lahan.
Terkait upaya perlindungan dalam lahan pertanian, Kabupaten
Wonosobo mendapatkah alokasi luas lahan pertanian berkelanjutan sebesar
16,458 hektar.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-137
Berdasarkan data dari neraca penggunaan tanah dari Kantor
pertanahan/BPN Kab, Wonosobo alih fungsi lahan pertanian khususnya sawah
menjadi penggunaan lain mencapai 16,2 hektar selama kurun waktu 2011-
2015.
Selanjutnya, apabila dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap
PDRB juga semakin menurun dari tahun ke tahun, Sektor pertanian
merupakan kontribusi terbesar dari delapan sektor lainnya, Kontribusi
terbesar berasal dari sub sektor tanaman bahan makanan diikuti peternakan,
kehutanan, tanaman perkebunan dan perikanan, Untuk meningkatkan
kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB dapat dilakukan melalui
peningkatan produksi pertanian, Selain itu, kemampuan pengusahaan dan
pengelolaan serta penerapan teknologi yang tepat pada usaha-usaha
pertanian perlu dilanjutkan dan ditingkatkan.
2. Fasilitas Wilayah / Infrastruktur
Kondisi infrastruktur di wilayah kabupaten Wonosobo dapat dilihat dari indikator
terkait jalan, air minum, listrik dan irigasi yang tercantum pada tabel di bawah ini.
Tabel II. 92
Capaian Kondisi Fasilitas Wilayah
No,
Indikator Kinerja Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1 Persentase penduduk yang
mendapatkan akses air
minum yang aman
64,23%
76,5%
80,45%
83,58%
85,34%
2 Persentase panjang jalan
kabupaten dalam kondisi
baik dan sedang
65,88%
66,47%
66,33%
60,22%
63,64%
3 Persentase tersedianya air
irigasi untuk pertanian
rakyat pada sistem irigasi
kewenangan kabupaten
62,39%
68,21%
67,97%
69,41%
67,27%
4 Persentase berkurangnya
luasan permukiman kumuh
di kawasan perkotaan
0%
0%
0%
0%
0,071%
5 Persentase penduduk
berakses sanitasi 22,60% 24,75% 30,47% 45,65% 48,40%
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-138
No,
Indikator Kinerja Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
6 % dusun berlistrik 94,76 94,83 99,80 100 100
7 % rumah tangga yg
terlektrifikasi 53,50 55,30 99,16 99,16 99,32
8 Rasio penyediaan daya
listrik terhadap kebutuhan 109 109 109 109 109
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015
Dusun yang berlistrik di Kabupaten Wonosobo sudah mencapai 100%
dari total 1,393 dusun pada tahun 2015, Dari tahun 2010 hingga 2014,
pesentase dusun yang berlistrik terus meningkat dari 88% menjadi 100%,
Sedangkan untuk rumah tangga yang terelektrifikasi dari tahun 2010 hingga
2014 mengalami peningkatan hingga mencapi 99,32% pada tahun 2015,
Rasio penyediaan daya listrik terhadap kebutuhan di Kabupaten Wonosobo
stabil pada tahun 2011 hingga 2015 dengan nilai 109, dengan nilai 62,5.
3. Iklim Berinvestasi
a. Kenaikan / Penurunan Nilai Realisasi PMDN
Tabel II. 93
Kenaikan / Penurunan Nilai Realisasi PMDN
No,
Indikator Kinerja Kunci (IKK) Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014
1, Kenaikan/ penurunan nilai realisasi
PMDN
-0,81%
-23,23%
-15,04%
15,29%
Sumber : LPPD AMJ 2010-2015 : Evaluasi Capaian Tahun Ketiga (2013) RPJMD
Dilihat dari kenaikan/penurunan nilai realisasi PMDN dari tahun 2011
sampai dengan 2014 tampak menurun nilai realisasi PMDN pada tahun 2011,
2012 dan 2013, Hal ini terjadi karena pengusaha dalam negeri mengetahui
kondisi riil, resiko bisnis dan suku bunga yang lebih tinggi dari asing
sedangkan bisnis yang digeluti tidak spesifik sehingga untuk prospek jangka
panjang kurang bagus, Apabila dilihat dari kurangnya minat pengusaha luar
dimungkinkan karena mereka tidak mempunyai lahan atau tempat usaha di
Wonosobo, sedangkan harga tanah di Wonosobo yang relatif tinggi sehingga
tidak menguntungkan secara bisnis, sementara apabila melalui sewa lahan
pemerintah, luas lahan kurang memenuhi syarat, Pada tahun 2014, nilai
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-139
realisasi PMDN mengalami kenaikan dibanding tahun 2013, Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat semakin berminat untuk membuka bisnis
baru dan sudah mulai melihat prospek dan peluang pasar yang lebih baik, Hal
ini didukung pula dengan kemudahan dalam proses pengurusan ijin usaha
yang telah menerapkan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi
Secara Elektronik (SPIPISE), Peningkatan dan penurunan realisasi investasi
secara umum dipengaruhi oleh: (1) faktor internal : regulasi, infrastruktur
(ketersediaan kawasan industri, sarana dan prasarana), bahan baku, upah
buruh, kemudahan perizinan/pelayanan investasi dan promosi investasi,
kualifikasi/kompetensi SDM/tenaga kerja; 2) faktor eksternal : suku bunga
kredit investasi, tingkat money policy, nilai tukar, inflasi, stabilitas polhukkam,
peluang pasar/usaha, kebijakan nasional dan perekonomian global.
b. Urusan Perencanaan
Pelaksanaan perencanaan pembangunan nasional sebagaimana
dimaksud dalam undang undang No, 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional bahwasanya dalam sistem perencanaan
pembangunan nasional dan daerah mengamanatkan adanya partisipasi dan
keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, selain itu
mengemban juga dua misi utama di dalamnya, Pertama, terciptanya
penyelenggaraan pembangunan di tingkat daerah yang partisipatif, Kedua,
Pemerataan pembangunan di seluruh daerah dengan mengoptimalkan
kemampuan, prakarsa, kreativitas, inisiasi dan partisipasi masyarakat, serta
kemampuan untuk mengurangi dominasi pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan dengan prinsip-prinsip good governance.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-140
Tabel II. 94
Capaian kinerja Urusan Perencanaan Pembangunan Tahun 2011-2015
Berdasarkan Indikator Kinerja Kunci (IKK) Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah
No,
Indikator Kinerja Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1 Tersedianya
dokumen
perencanaan
RPJPD yg telah
ditetapkan dgn
PERDA
Perda RPJP
ada
Perda
nomor 1
Tahun
2010
tentang
RPJP 2005-
2025
ada
Perda
nomor 1
Tahun
2010
tentang
RPJP 2005-
2025
Ada
Perda
nomor 1
Tahun
2010
tentang
RPJP 2005-
2025
Ada
Perda
nomor 1
Tahun
2010
tentang
RPJP 2005-
2025
Ada
Perda nomor
1 Tahun 2010
tentang RPJP
2005-2025
2 Tersedianya
Dokumen
Perencanaan :
RPJMD yg telah
ditetapkan dgn
PERDA/PERKADA
ada
Perda no, 1
Tahun
2011
tentang
RPJMD
Kab
Wonosobo
Tahun
2011-2015
Ada
Perda no, 1
Tahun
2011
tentang
RPJMD
Kab
Wonosobo
Tahun
2011-2015
Ada
Perda no, 1
Tahun
2011
tentang
RPJMD
Kab
Wonosobo
Tahun
2011-2015
Ada
Perda no, 1
Tahun
2011
tentang
RPJMD
Kab
Wonosobo
Tahun
2011-2015
Ada
Perda no, 1
Tahun 2011
tentang
RPJMD Kab
Wonosobo
Tahun 2011-
2015
3 % Ketepatan
waktu tahapan
Musrenbang RKPD
100% 100% 100% 100% 100%
4 % kesesuaian
program RKPD
dengan APBD
85,12% 85,12% 83,69% 1060/1667
x100%=
63,59
81,29%
5 Tersedianya
Dokumen
Perencanaan :
RKPD yg telah
ditetapkan dgn
PERDA
ada
Perbup no,
19 tahun
2011
tentang
Rencana
Kerja
Pemerinta
han
Daerah
Kab,
Wonosobo
Ada
Perbup no,
19 tahun
2011
tentang
Rencana
Kerja
Pemerinta
han
Daerah
Kab,
Wonosobo
Ada
Perbup No,
12 tahun
2012
tentang
Rencana
Kerja
Pemerinta
han
Daerah
Kab,
Wonosobo
Ada
Perbup
No,20
tahun 2014
tentang
Rencana
Kerja
Pemerinta
han
Daerah
Kab,
Wonosobo
Ada
Perbup No,51
tahun 2015
tentang
Rencana Kerja
Pemerintahan
Daerah Kab,
Wonosobo
Tahun 2016
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-141
No,
Indikator Kinerja Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
2012
Tahun
2012
Tahun
2013
Tahun
2015
6 Persentase
ketersediaan data
profil daerah
1 00% 1 00% 100% 1 00% 100%
7 Persentase
ketersediaan
dokumen evaluasi
pembangunan
100% 100% 100% 100% 100%
8 Penjabaran
Program RPJMD
ke dalam RKPD
(Jumlah program
RKPD tahun
berkenaan) /
(Jumlah program
RPJMD yang harus
dilaksanakan
tahun berkenaan)
x 100 %
121
---- x100
158
= 76,58%
131
---- x100
158
= 82,91%
128
---- x100
181
= 68,50%
142
---- x100
181
= 78,45%
150
---- x100
181
= 82,87%
Sumber: Buku LKPJ 2011-2014, Bappeda, 2015 (diolah)
c. Urusan Keuangan
Di era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami
berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu, Perubahan tersebut
merupakan rangkaian bagaimana suatu Pemerintah Daerah dapat
menciptakan good governance dan clean goverment dengan melakukan tata
kelola pemerintahan dengan baik, Pengelolaan Keuangan Daerah adalah
keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan
daerah, Pengelolaan keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan
manfaat untuk masyarakat.
Pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel
diimplementasikan melalui Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIMDA) yang
mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-142
Standar Akuntansi Pemerintahan, Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011.
Tabel II. 95
Capaian kinerja Urusan Keuangan Pembangunan
Tahun 2011-2015
No Indikator
Kinerja
Pembangunan
Daerah
Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1, Ketepatan waktu
penyelenggaraan
agenda rutin daerah
eksekutif-legislatif:
KUPA PPA, APBD,
LKPJ/LPPD,
Pertanggungjawaban
Pengelolaan Keuangan)
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
2, % kenaikan pendapatan
Asli Daerah (PAD)
31,05 22,19 32,1 51,50 4,16
3, % SKPD yang
melaporkan inventaris
barang tepat waktu,
100,00 100,00 98,60 98,60 50,00
% kesesuaian catatan
barang dalam buku
inventaris barang
dengan keadaan barang
74,00 75,00 98,60 98,60 91,00
Sumber: LKPJ 2011-2015
Berdasarkan tabel capaian kinerja pembangunan daerah Urusan
Keuangan di atas dapat terlihat bahwa capaian persentase kenaikan PAD pada
tahun 2011 hingga 2015 mengalami fluktuasi, yaitu dari dari 31,05 % pada
tahun 2011 menjadi 4,16% pada tahun 2015, Sementara itu untuk capaian
persentase SKPD yang melaporkan inventaris barang tepat waktu juga
mengalami penurunan dari 100 % pada tahun 2011 menjadi 50% pada tahun
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-143
2015, Rendahnya pencapaian indikator ini disebabkan oleh adanya perubahan
SOTK yang mulai berlaku pada tahun 2015 ini.
d. Urusan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia khususnya Sumber Daya
Aparatur menjadi prioritas utama sejalan dengan upaya pemerintah untuk
mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, Upaya yang dilakukan
antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, pembelajaran lansung di tempat
bekerja secara informal, guna meningkatkan kompetensi seorang Pegawai
Negeri Sipil, Undang undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara menjadi pendorong untuk merealisasikan terwujudnya Sumber Daya
Manusia dalam hal ini Sumber Daya Aparatur yang berkualitas, mempunyai
Kompetensi di bidangnya, profesional dalam bekerja serta berdaya saing
tinggi dalam mengejar kualitas kerja, Sehingga kedepannya pemerintah tidak
akan ragu merancang program khususnya sumber daya aparatur yang
bermuara pada pemenuhan kebutuhan dan peningkatan pelayanan kepada
masyarakat.
Untuk meningkatkan kompetensi Pegawai Negeri Sipil pastilah perlu
pendidikan dan pelatihan baik secara formal maupun informal yang tentunya
berkaitan dengan penganggaran, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pengevaluasian, Sejauh ini perencanaan terhadap peningkatan kapasitas dan
kompetensi pegawai sudah dilakukan antara lain pengadaan CPNS,
pengiriman tugas belajar, bintek, kursus, tes kompetensi, pembinaan disiplin,
dan sebagainya.
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-144
Tabel II. 96
Capaian kinerja Urusan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan
Pembangunan Tahun 2011-2015 Berdasarkan Indikator Kinerja Kunci (IKK)
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
No
Indikator Kinerja Pembangunan
Daerah
Capaian Kinerja
2011 2012 2013 2014 2015
1 % Jumlah struktur jabatan
struktural yang terisi
92,00 92,00 92,00 86,00 98,91
2 % Jumlah jabatan fungsional yang
terisi
82,00 82,00 80,00 80,0 60,90
3 % Jumlah pejabat struktural yang
memenuhi persyaratan
kepangkatan
100,00 95,00 100,0
0
100,0
0
100,0
0
%Jumlah pejabat fungsional yang
memenuhi persyaratan
kepangkatan
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
% jumlah pelanggaran disiplin
ringan
- - - - -
% jumlah pelanggaran disiplin
sedang
0,022 0,01 0,01 0,04 -
% jumlah pelanggaran disiplin
berat
0,022 0,01 0,01 0,04 0,024
% penyelesaian pengelolaan
pensiun pegawai
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: LKPJ 2011-2015
Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa persentase jumlah
struktur jabatan struktural yang terisi dari tahun 2011 sampai 2015 mengalami
peningkatan yaitu 92 % menjadi 98,91 %, Sedangkan persentase jumlah
jabatan fungsional yang terisi pada tahun 2011 sebesar 82% menurun
Bab II - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016-2021 II-145
menjadi 60,9%, Penurunan jumlah tersebut disebabkan oleh adanya kebijakan
moratorium sehingga tidak ada penambahan jumlah pegawai fungsional.
e. Urusan Penelitian dan Pengembangan
Pada dasarnya penelitian dan pengembangan harus berjalan seiring
dan sejalan dengan pembangunan termasuk di tingkat daerah. Hasil-hasil
penelitian dan pengembangan, secara valid harus mampu menopang seluruh
kerangka pembangunan. Kelitbangan terdiri dari kelitbangan utama dan
pendukung dan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan. Kelitbangan utama di arahkan pada penelitian,
pengkajian, pengembangan, perekayasaan, penerapan, pengoperasian, dan
evaluasi kebijakan. Sedangkan kelitbangan pendukung dirahkan untuk
peningkatan kapasitas kelembagaan; penguatan ketatalaksanaan;
peningkatan kapasitas sumberdaya manusia; peningkatan kualitas
perencanaan dan evaluasi program; fasilitasi inovasi daerah; pengembangan
basis data kelitbangan; penguatan kerjasama kelitbangan; dan pemenuhan
sumberdaya organisasi lainnya.