BAB II-Gambaran Umum

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II KONDISI UMUM

A.

Kondisi Kewilayahan Provinsi Jawa Tengah terletak pada 540' dan 830' dan 11130' Bujur Timur, selain daratan Jawa Tengah juga memiliki wilayah laut dengan garis pantai sepanjang 791,76 km yang terdiri dari pantai utara sepanjang 502,69 km dan pantai selatan sepanjang 289,07 km. Secara adminstratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota dan terdiri dari 568 kecamatan yang meliputi 8.573 desa/kelurahan. Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa (1,70 persen dari luas Indonesia), terdiri dari 992 ribu hektar (30,50 persen) lahan sawah, dan 2,26 juta hektar (69,5 persen) lahan bukan sawah.

Secara umum kondisi suhu udara berkisar antara 24,4 C dan 28,5 C. Tempat-tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi. Kelembaban udara rata-rata bervariasi, dari 73 persen sampai 86 persen. Curah hujan tertinggi tercatat di Sempor Kebumen sebesar 3.068 mm, dan hari hujan terbanyak tercatat di Kabupaten Cilacap sebesar 179 hari.

Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu Provinsi berkepadatan penduduk sangat tinggi, dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 mencapai 32.380.279 jiwa, dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 989 jiwa setiap kilometer persegi. Jumlah tersebut menempatkan Provinsi Jawa Tengah sebagai Provinsi ketiga dengan penduduk terbanyak setelah Jawa Timur dan Jawa Barat. Secara proporsional jumlah penduduk terbesar adalah penduduk usia produktif atau kelompok umur angkatan kerja (15-64 tahun), dengan demikian dapat dipastikan bahwa jumlah pencari kerja, angka pengangguran dan kebutuhan fasilitas-fasilitas yang berhubungan dengan pendidikan dan latihan kerja juga cukup tinggi. Apabila dilihat dari jenis pekerjaan penduduk, jumlah pekerja pada lapangan usaha di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan menempati proporsi tertinggi dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain, yaitu sebesar 6.147.989 orang pada tahun 2007.

7

Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumberdaya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan menyongsong era globalisasi. Angkatan kerja pada tahun 2007 sebanyak 17.664.277 jiwa, sedangkan jumlah angkatan kerja yang bekerja 16.304.058 jiwa. Dengan demikian terdapat penganguran terbuka 1.360.219 jiwa atau 7,70 % dari jumlah angkatan kerja. Tingkat pengangguran terbuka tersebut secara proporsional lebih rendah dibandingkan tahun 2006 yang sebesar 8,02%. Persentase tingkat pengangguran terbuka di Jawa Tengah tersebut masih di bawah angka nasional yang tercatat sebesar 9,75%.

B.

Kondisi Perekonomian Total Produk Domestik Regional Brutto (PDRB) Jawa Tengah atas dasar harga berlaku pada tahun 2007 sebesar Rp 312.428.807.090.000,-. Jumlah ini meningkat

dibandingkan tahun 2006 yaitu sebesar Rp 281.996.709.110.000,-. PDRB tahun 2007 menurut harga konstan 2000 sebesar Rp. 159.110.253.770.000,-, jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 150.682.654.740.000,-. PDRB Jawa Tengah baik menurut harga berlaku maupun harga konstan tahun 2000 dirinci menurut sektor terlihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2. Tabel 2.1 Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga Berlaku di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 (juta Rupiah)No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa PRDB Total 2002 33.668.128,27 1.407.809,14 48.176.165,61 1.544.504.66 7.393.911,77 31.830.470,70 7.924.190,39 5.767.937,39 14.255.707,94 151.968.825,74 2003 33.813.526,67 1.668.788,52 56.032.110,15 2.009.245,97 8.891.130,37 35.660.587,41 9.899.168,22 6.448.270,23 17.459.049,51 171.881.877,04 2004 38.492.121,60 1.855.129,61 63.136.583,39 2.361.913,35 10.899.131,66 38.870.547,20 10.959.329,41 7.212.976,80 19.647.530,03 193.435.263,05 2005 44.806.485,33 2.276.913,64 79.037.442,65 2.815.653,83 13.517.731,95 46.694.123,55 13.852.018,07 8.339.491,61 23.095.462,68 234.435.323,31 2006 57.364.981,87 2.869.481,96 92.646.434,52 3.153.227,05 15.962.321,08 55.362.794,99 16.801.494,45 9.592.396.,78 28.243.576,41 281.996.709,11

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2007)

8

Tabel 2.2 Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2002-2006No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa PRDB Total 2002 27.725.086,08 1.227.651,53 39.193.652,64 975.868,80 6.116.817,45 26.289.742,59 5.872.915,88 4.524.128,37 11.112.677,79 123.036.541,13 2003 27.157.595,62 1.295.356,44 41.347.172,12 980.306,54 6.907.250,46 27.666.472,01 6.219.922,79 4.650.861,38 12.941.524,67 129.166.462,45 2004 28.606.237,28 1.330.759,58 43.995.611,83 1.065.114,58 7.448.715,40 28.343.045,34 6.510.447,43 4.826.541,38 13.663.399,59 135.789.872,31 2005 29.924.642.25 1.454.230,59 46.105.706,52 1.179.891,98 7.960.948,49 30.056.962,75 6.988.425,43 5.067.665,70 14.312.739,85 143.051.213,88 2006 31.002.199,11 1.678.299,61 48.189.134,86 1.256.430,34 8.446.566,35 31.816.441,85 7.451.506,22 5.339.608,70 15.442.467,70 150.682.654,74

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2007)

PDRB per kapita pada tahun 2006 berdasarkan harga berlaku sebesar Rp 8.763.722,89, sedangkan menurut harga konstan tahun 2000 sebesar Rp 4.682.824,26. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2005. PDRB per kapita pada tahun 2005 berdasarkan harga berlaku sebesar Rp 7.349.965,06, sedangkan berdasarkan harga konstan 2000 PDRB per kapita sebesar Rp 4.484.910,42. Perkembangan PDRB per kapita selama lima tahun terakhir tercantum pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Produk Domestik Regional Brutto Perkapita di Jawa Tengah Tahun 2002-2006No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 PDRB Perkapita ADH Berlaku 4.795.199,68 5.362.453,91 5.970.697,59 7.123.777,44 8.763.722,89 9.648.737,34 PDRB Perkapita ADH konstan 2000 3.882.338,17 4.029.797,75 4.191.377,78 4.346.891,91 4.682.824,26 4.913.801,20

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2007)

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dalam lima tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang positif, yang ditandai dengan meningkatnya kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB. Meskipun ada sektor yang mengalami penurunan, namun secara umum sektor-sektor pendukung utama perekonomian Jawa Tengah

menunjukkan peningkatan hal ini dapat dilihat pada tabel 2.4

9

Tabel 2.4 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 (%)No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa PRDB Total 2002 2003 2004 4,95 -2,05 5,33 3,13 5,51 2,73 5,46 5,49 6,41 11,83 0,45 8,65 10,56 12,92 7,84 1,85 5,24 2,45 5,30 5,91 4,67 2,35 2,80 3,78 -6,05 3,55 16,46 4,98 5,58 5,13 2005 4,61 9,28 4,80 10,78 6,88 6,05 7,34 5,00 4,75 5,35 2006 3,60 15,41 4,52 6,49 6,10 5,85 6,3 6,55 7,89 5,33

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2007)

Dalam kurun 5 tahun terakhir (20022006), sektor industri pengolahan masih merupakan sektor yang menjadi andalan terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini ditandai oleh besarnya sumbangan sektor ini terhadap total PRDB Jawa Tengah pada tahun 2006 yaitu di atas 30 persen, tertinggi dibanding dengan sektor lain. Sektor lain yang memberikan sumbangan cukup besar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian, yaitu masing-masing sebesar 21,11 dan 20,57% terhadap PDRB. Sementara itu, sektor listrik, gas dan air minum memberikan sumbangan terkecil yakni hanya sebesar 0,83%. Perkembangan kontribusi sektorsektor perekonomian terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2002 sampai tahun 2006 tercantum pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Distribusi Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 (%)No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa PRDB TotalSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2007)

2002 22,53 1,00 31,85 0,79 4,97 21,37 4,77 3,68 9,03 100,00

2003 21,03 1,00 32,01 0,76 5,35 21,42 4,82 3,60 10,02 100,00

2004 21,07 0,98 32,40 0,78 5,49 20,87 4,79 3,55 10,06 100,00

2005 20,92 1,02 32,23 0,82 5,57 21,01 4,89 3,54 10,01 100,00

2006 20,57 1,11 31,98 0,83 5,61 21,11 4,95 3,58 10,25 100,00

10

Sektor industri merupakan prioritas utama pembangunan ekonomi Jawa Tengah. Sektor industri dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu : industri besar, industri sedang, industri kecil, industri rumah tangga. Jumlah perusahaan industri besar dan sedang di Jawa Tengah pada tahun 2005 tercatat sebanyak 3.476 unit perusahaan yang menyerap 555.230 tenaga kerja.

Perkembangan perekonomian daerah tidak lepas dari peranan investasi yang ditanamkan di Jawa Tengah. Realisasi investasi selama kurun waktu tahun 2003 - 2006 berfluktuatif. Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada tahun 2006 berdasarkan Surat Persetujuan Tetap (SPT) yang telah disetujui sebesar Rp 4,558 triliun, dan tenaga kerja yang akan diserap sebanyak lebih dari 18 ribu orang. Sementara itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) berdasarkan SPT yang dikeluarkan adalah sebesar 579,231 juta dolar Amerika. Investasi PMA tersebut diharapkan akan menyerap tenaga kerja sebesar kurang lebih 8 ribu orang.

Memasuki tahun 2007, perekonomian Jawa Tengah telah berhasil melewati berbagai tekanan berat akibat kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi dua kali sejak tahun 2005. Dampak kenaikan BBM tersebut secara bertahap dapat diatasi dengan baik, sehingga secara umum kondisi perekonomian Jawa Tengah menunjukan arah yang semakin baik pula.

Perkembangan harga-harga menunjukan arah yang makin stabil. Hal ini tercermin dari laju inflasi Jawa Tengah yang pada tahun 2007 dapat bertahan pada level satu digit (6,24%), sedangkan pada tahun 2006 sebesar 6,50%. Angka tersebut relatif rendah, mengingat pada beberapa bulan terakhir harga minyak goreng sempat naik, sebagai dampak kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar internasional yang cukup tinggi. Tingkat inflasi yang relatif rendah dan terkendali tersebut mengindikasikan bahwa berbagai kebutuhan bahan pokok masyarakat seperti BBM, beras, gula, minyak dan yang lainnya terjaga pasokan dan distribusinya selama tahun 2007.

Seiring dengan perkembangan harga-harga yang makin stabil, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah juga menunjukkan peningkatan. Berdasarkan hasil perhitungan PDRB tahun 2007, laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah mencapai 5,59%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan 2006, yang sebesar 5,33%.

11

Dari sisi produksi, seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif dan relatif tinggi, antara lain sektor pertanian meningkat 2,78%; sektor pertambangan dan penggalian 6,23%; bangunan/konstruksi 7,21%; sektor perdagangan, hotel dan restoran 6,54%; pengangkutan dan komunikasi 8,07%. Sementara itu sektor industri pengolahan tumbuh 5,56%, bank dan lembaga keuangan 6,81% dan jasa-jasa 6,71%. Ditinjau dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah antara lain digerakkan oleh konsumsi rumah tangga, yang tumbuh sebesar 5,13%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2006 sebesar 4,80%. Hal ini menunjukkan daya beli masyarakat pada tahun 2007 telah meningkat dibandingkan tahun 2006 yang sempat mengalami penurunan, sebagai dampak kenaikan BBM pada akhir tahun 2005. Sementara itu, konsumsi pemerintah pada tahun 2007 tumbuh sebesar 12,26% dan pembentukan modal tetap bruto 5,67%. Pada tahun 2006 konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 12,51% dan pembentukan modal tetap bruto sebesar 12,90%.

Indikator-indikator ekonomi makro Jawa Tengah tahun 2007 yang meliputi PDRB, PDRB perkapita, Laju Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), Investasi, Ekspor dan Impor, terinci pada tabel 2.6. Indikator-indikator tersebut menunjukkan adanya perkembangan positif ekonomi makro Provinsi Jawa Tengah. Meskipun demikian, perlu diwaspadai adanya penurunan realisasi investasi baik PMDN maupun PMA yang dapat berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Tabel 2.6 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Jawa Tengah Tahun 2006 dan 2007No 1. Indikator PDRB : Atas dasar harga berlaku (Milyar Rupiah) Atas dasar harga konstan 2000 (Milyar Rupiah) PDRB/kapita Atas harga berlaku (Juta Rupiah) Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rp.) Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Inflasi (%) Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) (Trilyun Rp) Perkembangan Persetujuan Investasi : a. PMDN (Milyar Rupiah) b. PMA (Juta US $) Perkembangan Realisasi Investasi : a. PMDN (Milyar Rupiah) b. PMA (Juta US $) Ekspor (US $ milyar) Impor (US $ milyar) Tahun 2006 281.996,71 150.682,65 8,78 4,69 5,33 6,50 48,52 3.820,00 142,39 5.070,31 385,79 3,11 6,27 Tahun 2007 312.428,81 159.110,25 9,65 4,91 5,59 6,24 55,16 1.190,00 317,17 348,93 106,63 2,64 5,27

2

3. 4. 5. 6.

7.

8. 9.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2007) dan BPM Provinsi Jawa Tengah (2008)

12

Pertumbuhan sektor PDRB di Jawa Tengah tahun 2006 dan 2007 dapat dilihat pada tabel 2.7. Tabel ini menunjukkan bahwa rata-rata setiap sektor mengalami pertumbuhan positif kecuali pada sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, dan jasa-jasa. Tabel 2.7 Pertumbuhan Sektor PDRB Jawa Tengah Tahun 2006-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (persen)No Sektor Pertumbuhan 2006 2007 3,60 2,78 15,41 6,23 4,52 5,56 6,49 6,72 6,10 7,21 5,85 6,54 6,63 8,07 6,55 6,81 7,89 6,71 5,33 5,59

1 Pertanian 2 Pertambangan dan Penggalian 3 Industri Pengolahan 4 Listrik, Gas dan Air Minum 5 Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Pertumbuhan ekonomi seluruh sektorSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah (2008)

C.

Capaian Hasil Pembangunan Jawa Tengah Capaian hasil pembangunan Propinsi Jawa Tengah sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 dapat digambarkan dalam beberapa indikator agregat, meliputi IPM (Indeks Pembangunan Manusia), Indeks Pembangunan Gender (IPG), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), Indeks Gini, Indeks Williamson, Nilai Tukar Petani (NTP), Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat inflasi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembanguan manusia berdasarkan sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM ini dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan empat komponen yaitu capaian umur panjang dan sehat (Usia Harapan Hidup - UHH); angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah serta kemampuan daya beli terhadap kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan.

IPM Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2006 sebesar 70,3 mengalami kenaikan yang cukup berarti jika dibandingkan tahun sebelumnya (2005) sebesar 69,8. Capaian IPM pada tahun 2006 ini berhasil memperbaiki peringkat dari 16 ke 15 (dari 33 provinsi). IPM yang berhasil dicapai oleh Jawa Tengah pada tahun 2006 tersebut sama dengan

13

Jawa Barat (70,3) dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan Jawa Timur 69,2 namun lebih rendah jika dibandingkan dengan DIY yaitu sebesar 73,7 (peringkat 4).

Jika dilihat dari komponen pembentuknya indeks masing-masing komponen yang dicapai pada tahun 2006 adalah sebagai berikut : AHH sebesar 70,8 tahun ; rata-rata lama sekolah 6,8 tahun; angka melek huruf 88,2 % dan pengeluaran per kapita Rp. 621.700,00. Tabel 2.8 Capaian IPM Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) 6,4 6,5 6,6 6,8 6,8

No 1 2 3 4 5

Tahun 2003 2004 2005 2006 2007

UHH (Tahun) 67,3 69,7 70,6 70,8 71,1

Angka Melek Huruf (%) tad 86,7 87,4 88,2 92,3

Pengeluaran Riil/Kapita (Rp) tad 618.700 621.400 621.700 622.800

IPM 66,3 68,9 69,8 70,3 71,2

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Tolok ukur untuk melihat keberhasilan peningkatan kesetaraan laki-laki perempuan adalah dengan IPG (Indeks Pembangunan Gender) dan IDG (Indeks Pemberdayaan Gender). Indeks Pembangunan Gender memiliki indikator komposit yang sama dengan IPM. Perbedaannya adalah IPG telah dipilah berdasarkan jenis kelamin. IPG Jawa Tengah menunjukkan angka rendah (tabel 2.9). Hal itu menunjukkan masih adanya kesenjangan gender (antara perempuan dan laki-laki) yang cukup besar pada indikator yang sama (melek huruf, rata-rata lama sekolah, usia harapan hidup dan pendapatan). Dibandingkan dengan angka nasional, IPG dan IDG Jawa Tengah dari tahun ke tahun masih berada di bawah angka nasional. Pada tahun 2006, IPG dan IDG Indonesia berada pada peringkat 11 dari 33 provinsi di Indonesia. Tabel 2.9 Capaian IPG dan IDG Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007 Indeks Pembangunan Gender (IPG) 58,9 59,8 60,8 63,7 64,3 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) 56,2 56,5 56,9 59,3 59,7

No 1 2 3 4 5

Tahun 2003 2004 2005 2006 2007

Sumber: BPS Jakarta (2008)

14

Keberhasilan pembangunan pada aspek pemerataan pendapatan dan pemerataan pembangunan antar wilayah dapat dinilai dengan Indeks Gini dan Indeks Williamson. Indeks Gini Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006 sebesar 0,27 sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun 2005 (0,28). Data tersebut menggambarkan bahwa tingkat pemerataan pendapatan di Jawa Tengah relatif baik. Indeks Gini berkisar antara 01, dimana semakin mendekati nol semakin merata. Dengan demikian perbedaan antar kelompok pendapatan di Jawa Tengah tidak terlalu besar.

Indeks Williamson Jawa Tengah pada tahun 2006 menunjukkan angka sebesar 0,73, sedikit turun dibandingkan tahun 2005 (0,75). Data tersebut menggambarkan bahwa pada tahun 2006 kesenjangan pembangunan antar wilayah masih cukup tinggi. Artinya ada kabupaten/kota tertentu yang memiliki PDRB tinggi (misalnya Kota Semarang dan Kota Surakarta) namun terdapat wilayah Kabupaten Kota yang memiliki PDRB rendah (misalnya Brebes dan Wonosobo). Tingginya kesenjangan antara kelompok

kabupaten/kota ber-PDRB tinggi dan ber-PDRB rendah mengakibatkan nilai Indeks Williamson Jawa Tengah tinggi (tabel 2.10). Tabel 2.10 Capaian Indeks Gini dan Indeks Williamson Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007 No 1 2 3 4 5 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Indeks Gini (IG) 0,25 0,25 0,28 0,27 0,25 Indeks Williamson (IW) 0,70 0,72 0,75 0,73 0,74

Sumber: BPS Jakarta (2008)

Dari sisi ekonomi, terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah mengalami kenaikan yang stabil. Demikian pula dengan perkembangan inflasi, kecuali pada tahun 2005 terjadi inflasi yang cukup tinggi (16,46%) yang antara lain disebabkan adanya kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak dua kali. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.11.

15

Tabel 2.11 Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi di Provinsi Jawa TengahNo 1 2 3 4 5 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Pertumbuhan Ekonomi (%) 4,98 5,13 5,35 5,33 5,59 Tingkat Inflasi (%) 6,07 5,98 16,46 6,50 6,24

Sumber: BPS Jakarta (2008)

Keberhasilan pembangunan juga diukur seberapa jauh kegiatan pembangunan mampu mengurangi jumlah penduduk miskin. Secara nominal jumlah penduduk miskin sulit untuk dikurangi, namun secara proporsional penduduk miskin dapat berkurang. Persentase penduduk miskin pada tahun 2007 sebesar 20,43 %. Persentase tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2006. Persentase penganggur dari tahun 2003 sampai tahun 2007 rata-rata mengalami peningkatan, yaitu dari 5,66 % pada tahun 2003, meningkat tahun 2004 sebesar 7,72 %, meningkat tahun 2005 8,51 % turun tahun 2006 sebesar 8,20 % dan turun lagi menjadi 7,77 pada tahun 2007 hal ini dapat dilihat pada tabel 2.12 Tabel 2.12 Jumlah, Persentase Penduduk Miskin serta Jumlah Penganggur Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 2007No 1 2 3 4 5 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Penduduk Miskin Jumlah 6.980.000 6.843.800 6.533.500 7.100.600 6.667.200 Persentase 21,78 % 21,11 % 20, 49 % 22, 19 % 20,43 % Penganggur Jumlah 912.513 1.299.220 1.446.404 1.356.909 1.360.219 Persentase 5,66 7,72 8, 51 8, 20 7,77

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2008)

Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Tengah pada tahun 2007 sebesar 103,12%, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan pertanian secara makro berhasil meningkatkan kesejahteraan petani. Meskipun demikian, tingkat kesejahteraan petani sampai tahun 2007 belum dapat kembali seperti pada tahun 2003 (tabel 2.13).

16

Tabel 2.13 Perkembangan Nilai Tukar Petani Di Jawa Tengah tahun 2003 2007No 1 2 3 4 5 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Nilai Tukar Petani (%) 124,05 91,42 91,89 96,65 103,12

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2008)

D. Kondisi Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan 1. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama a. Kependudukan dan Keluarga Berencana Jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2003 sebanyak 32.052.840 jiwa, tahun 2004 sebanyak 32.397.431 jiwa, tahun 2005 sebanyak 32.908.850 jiwa, tahun 2006 sebanyak 32.177.730 jiwa dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 32.380.279 jiwa (catatan perhitungan sampai bulan Juni 2007) yang terdiri dari perempuan sebanyak 16.316.157 jiwa (50,38 %) dan laki-laki sebanyak 16.064.122 jiwa (49,62 %). Laju pertumbuhan penduduk Jawa Tengah pada kurun waktu tahun 2003-2007 sebesar 0,8 % per tahun, angka tersebut lebih rendah dibanding laju pertumbuhan pada kurun waktu tahun 1990-2000 yang tercatat sebesar 0,84% per tahun.

Pada tahun 2007 di Jawa Tengah terdapat 8.048.000 rumah tangga dengan ratarata anggota rumah tangga 3,8 orang. Jika diperbandingkan dengan tahun 2003, jumlah tersebut meningkat 5,9%, namun jika dilihat berdasarkan rata-rata jumlah anggota rumah tangga terjadi penurunan, pada tahun 2003 rata-rata anggota rumah tangga 4 orang dan menurun menjadi 3,8 pada tahun 2006.

Berdasarkan kelompok umur, jumlah penduduk usia produktif Jawa Tengah (1564 tahun) sebesar 21.535.031 orang atau 66,92% sedangkan penduduk non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) sebesar 10.642.699 orang atau 33,07%. Berdasarkan data jumlah penduduk usia produktif dan non produktif tersebut dapat ketahui bahwa angka beban tanggungan atau rasio

ketergantungan (dependency ratio) sebesar 49,42%. Artinya, bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif di Jawa Tengah harus menanggung 49 orang

17

penduduk non produktif. Angka ini lebih rendah dibanding tahun 2005 yang tercatat sebesar 51,15. Sementara itu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk Jawa Tengah tahun 2004 mencapai 71,04 %, tahun 2005 menjadi 71,18 % , tahun 2006 turun menjadi 68,60 % dan tahun 2007 meningkat menjadi 70,16 %. Jumlah pengangguran terbuka tahun 2004 mencapai 7,72 %, tahun 2005 menjadi 8,51 % , tahun 2006 turun menjadi 8,2% dan tahun 2007 turun menjadi 7,70 %.

Terkait dengan partisipasi masyarakat dalam program Keluarga Berencana (KB), terjadi peningkatan peserta KB aktif. Pada tahun 2001 jumlah peserta KB aktif mencapai 4.447.887 dan mengalami peningkatan pada tahun 2007 sebesar 4.779.940. Jumlah peserta KB dengan sistem non hormonal sebanyak 940.927 (14,68%) dan hormonal sebanyak 3.839.013 (80,32%). Sementara itu, peserta KB aktif mandiri juga mengalami peningkatan, yaitu dari 2.338.351 pada tahun 2001 meningkat sebanyak 10,22% menjadi 2.577.340 pada tahun 2007. Tingkat partisipasi KB kaum pria relatif masih rendah, hal ini karena adanya keterbatasan pelayanan KB bagi kaum pria serta masih adanya anggapan bahwa KB adalah urusan yang lebih banyak berhubungan dengan kaum wanita. Pencapaian ini belum optimal karena masih banyak penduduk Usia Subur Wajib KB yang belum mengikuti KB serta tingginya unmet need (pasangan usia subur yang wajib KB namun belum terlayani) sebesar 752.706 (12%) dan angka drop out KB sebesar 687.386 atau 11 %.

b. Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah pada tahun 2002 sebanyak 15.735.322 orang, mengalami peningkatan sampai tahun 2007 menjadi 17.664.277 orang. Berdasarkan jumlah angkatan kerja tersebut, yang bekerja tercatat sebanyak 16.304.058 orang (92,70%) dan mencari pekerjaan (penganggur) sebanyak 1.360.219 orang (7,29%). Jumlah penduduk bukan angkatan kerja pada tahun 2007 tercatat sebanyak 7.513.895 orang, terdiri atas 1.899.719 orang sedang sekolah, 4.156.073 orang mengurus rumah tangga, dan lainnya sebanyak 1.458.895 orang.

Jika diperbandingkan dari tahun ke tahun selama kurun waktu tahun 2002-2006, jumlah penganggur nampak fluktuatif, yaitu sebanyak 984.234 orang (2002),

18

912.513 orang (2003), 1.299.220 orang (2004), 1.422.256 orang (2005) dan 1.296.000 (2006). Jumlah penduduk yang termasuk kelompok setengah penganggur (bekerja < 35 jam per minggu) cenderung mengalami penurunan walaupun pernah meningkat pada tahun 2004, yaitu 5.350.413 orang (2002), 5.238.231 orang (2003), 5.394.865 orang (2004), 5.185.409 orang (2005) dan 5.062.062 orang (2006).

Sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian. Pada tahun 2006 terdapat 5.562.775 orang bekerja di sektor pertanian, angka tersebut menunjukkan penurunan sebesar 5,32% dibanding tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 5.875.292 orang. Sektor terbesar berikutnya adalah perdagangan. Pada tahun 2006 terdapat 3.124.282 orang bekerja disektor perdagangan, dan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2005 yang tercatat sebanyak 3.429.845 orang atau menurun 8,91%.

Jumlah transmigran Jawa Tengah selama kurun waktu 2002-2007 cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2003 dari target 1.249 KK dapat terealisasi 1.087 KK dengan jumlah jiwa 3.989 orang, sementara pada tahun 2007 dari target 856 KK dapat terealisasi 581 KK dengan jumlah jiwa 2.158 orang. Jika dilihat berdasarkan daerah tujuan transmigrasi, Provinsi Kalimantan Timur adalah daerah yang paling banyak dituju, berikutnya adalah Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Provinsi lain sebagai daerah tujuan transmigrasi dari Provinsi Jawa Tengah adalah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Bangka Belitung, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara dan Provinsi Gorontalo.

c. Pendidikan Salah satu modal dasar pembangunan di Jawa Tengah adalah tersedianya sumber daya manusia pembangunan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya strategis yang ditempuh diantaranya adalah melalui pembangunan pendidikan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Sejalan dengan tujuan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bertekad mewujudkan insan Jawa Tengah yang berakhlak mulia,

19

kompetitif dan berwawasan kebangsaan yang dibangun melalui pendidikan formal (TK/RA, SD/SDLB/MI, SMP/SMPLB/MTs, SMA/SMALB/MA/SMK), pendidikan non formal (PAUD, pendidikan kesetaraan, pendidikan masyarakat, kursus dan kelembagaan) yang dilaksanakan secara berkelanjutan serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.

Di Jawa Tengah saat ini terdapat 39.991 satuan pendidikan formal, terdiri atas 14.530 TK/RA, 19.850 SD/SDLB, 3.329 SMP/SMPLB, dan 2.242 SMA/SMK. Di samping itu, terdapat pula lembaga pendidikan non formal (3.428 lembaga) dan Perguruan Tinggi (225 lembaga).

Pada kurun waktu tahun 2003-2008, pembangunan pendidikan di Jawa Tengah merupakan skala prioritas yang diakselerasikan melalui berbagai kebijakan, strategi dan program. Hasil-hasil pembangunan pendidikan yang dicapai dalam kurun waktu tersebut, merupakan salah satu landasan bagi pembangunan pendidikan tahun 2008-2013.

Keberhasilan program pembangunan pendidikan dapat diukur dari Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), Angka Transisi (AT), relevansi pendidikan dan aspek tata kelola. APK Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Jawa Tengah selama lima tahun terakhir meningkat cukup tinggi. Pada tahun 2003 APK PAUD sebesar 30,09% dan pada tahun 2007/2008 APK PAUD meningkat menjadi 59,22% (melebihi target nasional sebesar 53,9 %). Pada jenjang pendidikan dasar, APK SD/MI tahun 2003/2004 sebesar 106,56 % dan pada akhir tahun 2007/2008 menjadi 107,31 %. Kondisi APK SMP/MTs pada tahun 2003/2004 sebesar 81,16% dan terus menunjukkan peningkatan, sehingga pada tahun 2007/2008 mencapai 96,93 %. Dengan telah tercapainya APK SMP/MTs sebesar 96,93 % melebihi target nasional sebesar 95 % pada tahun 2007/2008, berarti program penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun di Jawa Tengah telah dapat diselesaikan ditandai dengan diperolehnya penghargaan WIDYA KRAMA dari Presiden Republik Indonesia pada tanggal 12 April 2008. Pencapaian APK jenjang SMA/MA/SMK mengalami kenaikan dari 41,79 % pada tahun 2003/2004 menjadi 54,87 % pada tahun 2007/2008 sekalipun masih berada di bawah target nasional sebesar 68,02 %.

20

APM SD/MI pada tahun 2003/2004 sebesar 90,67 % dan pada akhir tahun 2007/2008 menjadi 94,99 %. APM pada jenjang SMP/MTs juga mengalami kenaikan dari 62,20 % pada tahun 2003/2004 menjadi 75,29 % pada tahun 2007/2008. APM jenjang SMA/MA juga mengalami kenaikan dari 31,17 % pada tahun 2003/2004 menjadi 49,19 % pada tahun 2007/2008.

Angka Transisi (AT) jenjang SMP/MTs pada tahun 2003/2004 sebesar 84,77 % dan pada akhir tahun 2007/2008 sebesar 87,23 %. Angka Transisi (AT) jenjang SMA/MA pada tahun 2003/2004 sebesar 36,86 % dan pada tahun 2007/2008 mencapai sebesar 47,79%.

Data AT di atas menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun APK dan APM meningkat, namun masih banyak lulusan jenjang SMP/MTs yang belum memperoleh layanan pendidikan menengah. Sehingga pada kurun waktu 20082013 akses pendidikan menengah perlu mendapatkan prioritas dalam rangka memberikan kesempatan belajar minimal 12 tahun.

Bersamaan dengan upaya peningkatan akses pendidikan pada jalur formal, juga dilaksanakan penuntasan buta aksara sebagai salah satu upaya pemerataan akses pendidikan melalui jalur non formal. Pada tahun 2005 jumlah penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas sebanyak 2.985.005 orang. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar ke 2 penyumbang buta aksara di Indonesia. Untuk itu pemerintah Provinsi Jawa Tengah bertekad menuntaskan buta aksara, melalui pola reguler yang bekerjasama dengan lembaga dan organisasi sosial

kemasyarakatan (Aisiyah, NU, BKOW, LMDH) dan melalui pola percepatan yang mendayagunakan mahasiswa dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik penuntasan buta aksara, pada tahun 2007 jumlah penduduk buta aksara usia 15 s.d 45 tahun telah dapat dituntaskan. Atas keberhasilan ini pada tahun 2008, Gubernur Jawa Tengah mendapatkan penghargaan ANUGERAH AKSARA TINGKAT UTAMA dari Presiden Republik Indonesia. Selanjutnya pada kurun waktu 20082013 akan dilaksanakan penuntasan buta aksara tahap pembinaan dan pelestarian.

Disamping itu dalam rangka mengembangkan fungsi pendidikan non formal sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal, perlu terus

21

dikembangkan pendidikan kesetaraan, pendidikan masyarakat, kursus dan kelembagaan. Kedua, aspek peningatan mutu dan daya saing pendidikan diperoleh gambaran sebagai berikut : nilai rata-rata UASBN SD/MI pada tahun 2007/2008 sebesar 6,76. Nilai rata-rata UN SMP/MTs/SMPLB dari tahun 2004/2005 sampai dengan tahun 2007/2008 mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Pada Tahun 2004/2005 nilai rata-rata UN mencapai 6,33 dan mengalami kenaikan menjadi 6,83 pada tahun 2005/2006. Namun demikian tahun 2006/2007 mengalami penurunan menjadi 6,77 dan kembali turun menjadi 6,43 pada tahun 2007/2008.

Sementara itu pada jenjang SMA/SMK/MA/SMALB juga mengalami kecenderungan yang sama, yakni pada tahun 2004/2005 nilai UN sebesar 6,18 naik menjadi 7,01 pada tahun 2005/2006 dan 7,23 pada tahun 2006/2007. Namun demikian pada tahun 2007/2008 nilai UN menurun menjadi 6.89. Indikasi penurunan rata-rata nilai UN, antara lain disebabkan karena nilai batas kelulusan dinaikkan dan bertambahnya jumlah mata pelajaran yang di ujian nasionalkan.

Sampai dengan tahun 2008 jumlah Guru di Jawa Tengah sebanyak 356.582 orang. Dari jumlah tersebut yang memenuhi kualifikasi minimal guru S1/D4 sejumlah 155.016 (43,5%) dengan rincian : guru TK 3.902 (1,09%), SD/MI 41.756 (11,71%), SMP/MTs 63.424 (17,78%), SMA/MA 26.940 (7,56%), SMK 18.502 (5,18%) dan SLB 492 (0,14%). Sehingga guru yang belum S1/D4 sebanyak 201.566 orang (56, 5%).

Selain aspek kualifikasi, UU Nomor 14 Tahun 2005 juga mensyaratkan upaya peningkatan profesionalisme guru melalui sertifikasi pendidik. Saat ini dari 155.016 orang guru yang berhak mengikuti sertifikasi di Jawa Tengah, yang telah mengikuti sertifikasi sebanyak 59.699 orang (38,51%) dan yang lulus sebanyak 27.583 orang (17,73%). Dengan demikian agar para guru mampu memiliki sertifikasi pendidik sebagai prasyarat profesionalismenya perlu difasilitasi dan didorong secara intensif.

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk

22

dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Untuk memenuhi amanat tersebut, di Jawa Tengah sampai dengan tahun ini telah dikembangkan 136 Rintisan Sekolah Bartaraf Internasional (RSBI) yang terdiri dari 5 SD, 41 SMP, 34 SMA dan 56 SMK. Untuk meningkatkan RSBI menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) diperlukan pembinaan secara intensif memenuhi persyaratan standar nasional pendidikan.

Salah

satu

upaya

meningkatkan

kualitas

siswa

ditempuh

dengan

mengikutsertakan siswa pada ajang olimpiade sains nasional dan internasional. Berdasarkan perolehan medali emas pada ajang olimpiade sains nasional sejak tahun 2003 sampai dengan 2008 prestasi Jawa Tengah mengalami fluktuasi. Pada tahun 2003 perolehan medali emas sebanyak 5 medali dan pada tahun 2004 naik menjadi 9 medali. Namun demikian pada tahun 2005 perolehan medali turun menjadi 3 medali dan berhasil naik perolehan medali emasnya pada tahun 2006 sebanyak 26 medali. Pada tahun 2007 perolehan medali emas sebanyak 21 medali dan pada tahun 2008 turun menjadi 13 medali. Berdasarkan kondisi tersebut, maka ke depan diperlukan pola pembinaan yang terprogram dan berkesinambungan.

Upaya

peningkatan

mutu

di

atas

juga

ditempuh

melalui

akreditasi

sekolah/madrasah. Sampai dengan tahun 2007 jumlah sekolah/madrasah pada semua satuan pendidikan di Jawa Tengah sebanyak 39.991 dan yang telah terakreditasi sebanyak 23.289 sekolah dengan perincian 4.979 TK/RA, 13.465 SD/MI, 2.242 SMP/MTs, 327 SLB, 1.264 SMA/MA, dan khususnya untuk SMK akreditasi dilakukan melalui akreditasi program keahlian sebanyak 1.012. Untuk itu kedepan perlu terus didorong untuk akreditasi secara berkesinambungan setiap 5 (lima) tahun sekali.

Ketiga, aspek relevansi pendidikan capaian yang diperoleh adalah sebagai berikut: pada tahun 2006 rasio siswa SMK dan SMA sebesar 48 : 52. Rasio ini mengalami kenaikan menjadi 52,48 : 47,52 pada tahun 2007 dan menjadi 54 : 46 pada tahun 2008. Rasio ini akan terus didorong sehingga terwujud perbandingan siswa SMK dan SMA sebesar 70 : 30 pada tahun 2013.

23

Mewujudkan relevansi pendidikan ditempuh upaya mengembangkan SMK tempat penyelenggara Career Center (CC) sebanyak 18 sekolah, penyelenggara Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) sebanyak 49 sekolah, penyelenggara SMK Kecil dan Kelas Jauh sebanyak 47 sekolah dan SMK penyelenggara Tempat Uji Kompetensi (TUK) sebanyak 122 sekolah. Semua upaya ini diarahkan untuk meningkatkan relevansi sekolah dengan dunia usaha dan dunia industri dalam rangka mengatasi pengangguran dan kemiskinan.

Dengan komitmen Menteri Pendidikan Nasional, Gubernur dan Bupati/Walikota se-Jawa Tengah sebagaimana tercantum dalam Memorandum of Agreement (MoA) Jawa Tengah sebagai provinsi vokasi diharapkan perkembangan SMK dapat diwujudkan.

Keempat, aspek penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pendidikan di tingkat satuan pendidikan terus dikembangkan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada jenjang SD/MI dan SMP/MTs. Sampai dengan tahun 2007 telah dikembangkan pelaksanaan MBS di 35 kabupaten/kota yang mencakup 1.640 SD/MI. Sedangkan pada jenjang SMP/MTs telah dikembangkan MBS di 280 sekolah. Untuk meningkatkan kualitas implementasi MBS, pemerintah juga telah bekerjasama Internasional. dengan UNICEF/UNESCO, JICA, USAID, AUSAID dan Plan

Pada jenjang SMK/SMA telah dikembangkan Sistem Manajemen Mutu ISO 90012000. Sampai saat ini telah diterapkan ISO di 73 SMK di Jawa Tengah. Guna meningkatkan mutu layanan pendidikan pada tahun 2008 telah dikembangkan layanan ISO pada salah satu unit pelaksana teknis Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah dan pada tahun 2013 diharapkan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001-2000.

d. Perpustakaan Perpustakaan memiliki peranan yang strategis sebagai pusat ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Jumlah perpustakaan dan koleksi yang dimiliki di Provinsi Jawa Tengah belum dapat melayani seluruh masyarakat. Banyaknya perpustakaan umum kabupaten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2008 sebanyak 35 unit, artinya semua kabupaten/kota sudah memiliki perpustakaan daerah. Jumlah

24

perpustakaan

desa/kelurahan

sebanyak

1.679

unit,

dan

taman

bacaan

masyarakat sebanyak 289 unit. Jumlah perpustakaan sekolah SD/MI sebanyak 23.948 unit, SLTP/MTs sebanyak 4.101 unit dan SLTA/MA sebanyak 2.112 unit. Layanan perpustakaan keliling sebanyak 44 unit yang tersebar 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Angka ini menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas tersebut masih belum memadai.

e. Pemuda dan Olah Raga Jumlah pemuda di Jawa Tengah pada tahun 2005 mencapai 9.331.747 jiwa atau 28,80 % dari total penduduk. Upaya pembinaan terhadap pemuda dilakukan olah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui pendekatan institusional seperti Pramuka, KNPI dan Karang Taruna, serta organisasi pemuda lainnya. Jumlah organisasi pemuda di Jawa Tengah pada tahun 2005 tercatat 279 buah dan tersebar di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Upaya-upaya pembinaan yang telah dilakukan mampu memberikan hasil positif, diantaranya adalah juara I dalam Pemilihan Pemuda Pelopor Tingkat Nasional Bidang Kewirausahaan (Mebelair) pada tahun 2005, dan juara I Kontingen Pramuka Tergiat pada Perkemahan Saka Bayangkara Tingkat Nasional di Jakarta.

Target prestasi Jawa Tengah menjadi 3 besar dalam setiap event Pekan Olah Raga Nasional belum pernah tercapai, walaupun pada beberapa jenis olah raga prestasi atlet-atlet Jawa Tengah di tingkat nasional cukup membanggakan. Ketersediaan sarana dan prasarana olah raga dengan standar nasional dan internasional masih terbatas dan belum dikelola serta dimanfaatkan secara optimal. Jawa Tengah telah memiliki 2 (dua) stadion sepak bola yang besar dapat dipergunakan untuk menyelenggarakan pertandingan dengan skala nasional maupun internasional yaitu stadion Manahan Solo dan Stadion Jatidiri Semarang

Beberapa prestasi yang berhasil diraih oleh atlet-atlet tingkat nasional maupun internasional. Dalam Kejuaraan Nasional pada berbagai bidang olah raga tahun 2004, kontingen Provinsi Jawa Tengah memperoleh 1 perunggu; tahun 2005

memperoleh 6 emas, 3 perak, 2 perunggu; tahun 2006 memperoleh 10 emas, 3 perak, 5 perunggu; , 3 perunggu. Di tingkat internasional, atlet dari Provinsi Jawa Tengah pada kejuaraan SEA Games tahun 2004 memperoleh 1 emas; tahun 2005

25

memperoleh 1 emas, 6 perak, 5 perunggu; tahun 2007 meperoleh 6 emas, 3 perak, 3 perunggu.

f. Kesehatan Indikator utama yang dipergunakan untuk melihat kemajuan pembangunan bidang kesehatan di Jawa Tengah meliputi 3 hal, yaitu (1) Angka Kematian Bayi (AKB), (2) Angka Kematian Ibu (AKI), dan (3) Usia Harapan Hidup (UHH). Selama kurun waktu 2003-2006 terjadi penurunan walaupun pada tahun 2004 sempat naik. Pada tahun 2003 per 1000 kelahiran tercatat sebesar 31 AKB, pada tahun 2006 berkurang menjadi 25 AKB per 1000 kelahiran, dan pada tahun 2007 telah turun drastis menjadi 10,89 AKB per 1000 kelahiran. Pada tahun 2003 tercatat 116 AKI per 100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2007 menurun menjadi 101,36. Selama kurun waktu tahun 2003-2006 terus menunjukkan peningkatan UHH. Pada tahun 2003 UHH mencapai 67,3 tahun, dan pada tahun 2007 UHH telah meningkat menjadi 71,1 tahun.

Persentase status gizi anak balita dari tahun ke tahun cukup fluktuatif, sebagai hasil dari belum mantapnya kemampuan keluarga dalam menyediakan makanan bergizi seimbang. Sasaran persentase gizi buruk pada balita ditetapkan dibawah satu persen. Pada tahun 2008 persentase gizi buruk pada balita adalah 1,08 %; dan diharapkan pada tahun 2013 dapat diturunkan menjadi 0,82 %. Upaya penurunan angka gizi buruk dilakukan secara lebih intensif melalui kegiatan revitalisasi posyandu, rujukan kasus, dan pendampingan kasus gizi buruk. sejalan dengan hal tersebut secara sinergis dilaksanakan pula upaya pemasaran sosial Keluarga sadar Gizi (Kadarzi), sebagai indikator hasil-hasil upaya penanggulangan masalah gizi secara keseluruhan.

Dalam hal penyakit menular, kasus demam berdarah Dengue (DBD) yang terjadi pada tahun 2007 di Jawa Tengah tercatat 20.565 kasus dengan Incidence Rate (IR) sebesar 6,25 per 10.000 penduduk dan tersebar pada 874 desa endemis. Jumlah kematian karena DB tahun 2007 sebesar 329 orang dengan kasus tertinggi di Kabupaten Jepara. Untuk kasus malaria, pada tahun 2005 tercatat 2.590 kasus dan tersebar pada 28 desa endemis dengan Anual Parasit Index (API) 0,08 per 1000 penduduk. Kondisi ini menurun pada tahun 2007 dimana jumlah kasus malaria menjadi 1.799 yang tersebar di 13 kabupaten.

26

Penderita HIV/AIDS di Jawa Tengah pada tahun 2007 tercatat sebanyak 1.184 orang, terdiri atas HIV sebanyak 921 orang dan AIDS sebanyak 263 orang. Kondisi ini meningkat pada bulan Desember tahun 2007; kasus HIV/AIDS mencapai 1.477 orang dengan kasus 1.112 HIV dan 335 AIDS. Selain itu di Jawa Tengah juga telah muncul penyakit menular tertentu yang potensial menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), yaitu Flu Burung (Avian Influenza/AI). Sampai dengan tahun 2007 tercatat kasus positif Flu Burung sebanyak 9 kasus. Peningkatan prevalensi penyakit menular juga diikuti dengan peningkatan prevalensi penyakit tidak menular antara lain yaitu jantung koroner (0,81 per 1000 penduduk), kencing manis atau diabetes (224.324 penderita yang tidak tergantung insulin dan 18.499 tergantung insulin data tahun 2007) dan penderita neoplasma (2.022 kasus kanker hati, 855 kanker paru, 10.475 kanker payudara, 7.065 kanker serviks data tahun 2007).

Pada kasus penyakit TBC paru, pada tahun 2005 penderita penyakit TBC paru tercatat sebesar 17.524 orang dengan angka CDR (case detection rate) sebesar 50,92%, angka tersebut masih dibawah target, yaitu sebesar 70%, namun tingkat kesembuhan penderita TBC paru sudah sangat baik, yaitu mencapai 86,1%; berarti sudah melampaui angka target nasional sebesar >85%. Kondisi tersebut menurun pada tahun 2007 dimana jumlah kasus TBC paru menjadi 16.485 orang, dengan CDR 47,42% dan angka kesembuhan 85%.

Perkembangan jumlah Puskesmas dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan, pada tahun 2002 jumlah Puskesmas sebanyak 845 unit dan mampu meningkat menjadi 854 unit pada tahun 2007. Keberadaan Puskesmas tersebut juga didukung dengan Puskesmas Rawat Inap yang sampai dengan tahun 2007 tercatat sebanyak 254 unit dan Puskesmas Pembantu yang jumlahnya mencapai 1.824 unit. Puskesmas pendukung lainnya adalah Puskesmas Keliling yang jumlahnya mencapai 890 unit (2007). Selain itu, mulai tahun 2004 telah dikembangkan Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) sampai dengan 2008 yang jumlahnya telah mencapai 4.439 unit. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan melalui PKD antara lain adalah penyuluhan dan konseling kesehatan masyarakat, pembinaan kader/ masyarakat dan forum komunikasi pembangunan kesehatan di desa, dan pelayanan kesehatan dasar termasuk kefarmasian sederhana. Kegiatan

27

lain yang dilakukan di PKD adalah deteksi dini dan penanggulangan pertama kasus gawat darurat.

Perkembangan jumlah Rumah Sakit Umum (RSU) di Jawa Tengah sampai dengan tahun 2007, RSU milik pemerintah sebanyak 46 unit, RSU swasta 103 unit, RSU khusus milik pemerintah sebanyak 13 unit dan RSU khusus milik swasta 63 unit. Capaian persentase tersebut telah melebihi target Indonesia Sehat 2010 sebesar 90 %. Demikian pula untuk 5 Rumah Sakit Jiwa (RSJ), kesemuanya telah memiliki kemampuan gawat darurat, sehingga target Indonesia Sehat 2010 sebesar 90% terlampaui.

Dalam era otonomi daerah, penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan, utamanya menjadi tanggung jawab kabupaten/kota. Sedangkan dana/anggaran untuk pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan di kabupaten/kota berasal dari berbagai sumber. Namun demikian, kemampuan kabupaten/kota dalam penyediaan dana/anggaran untuk pengadaan obat publik dan perbekalan ternyata berbeda-beda, masih banyak kabupaten/kota yang belum sepenuhya mampu menyediakan dana/anggaran untuk pengadaan obat. Kondisi ini umumnya hanya memenuhi sekitar 60% - 80% total kebutuhan nyata kabupaten/kota. Untuk memenuhi kebutuhan kabupaten/kota yang masih kekurangan dalam rangka menjamin keberlangsungan pelayanan kesehatan yang optimal, maka Provinsi Jawa Tengah menyediakan Obat Buffer Stok Provinsi yang besarnya sekitar 10% - 20%, sedangkan kekurangan lainnya akan dipenuhi melalui dana/anggaran pusat. Nilai Obat Buffer Stok Provinsi pada tahun 2006 adalah Rp 8.000.000.000,-(12,86%); tahun 2007 nilainya Rp. 5.500.000.000,(9,7%) dan tahun 2008 nilainya Rp. 7.000.000.000,- (12,00%).

Jawa Tengah merupakan pusat industri obat tradisional di Indonesia yang telah menghasilkan berbagai macam produk obat tradisional. Hal ini merupakan potensi yang perlu dimanfaatkan secara optimal. Bahwa untuk pelayanan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan formal, masyarakat perlu diberikan alternatif dalam penggunaan obat untuk proses pengobatannya, terutama dalam kondisi krisis multidimensi yang menyebabkan daya beli masyarakat menjadi menurun. Selama ini, masyarakat sering menggunakan obat modern dalam proses pengobatannya, yang harganya relatif mahal. Oleh sebab itu penyediaan obat tradisional untuk

28

pelayanan kesehatan diperlukan sebagai pelayanan komplementer alternatif dalam pengobatan yang terjangkau oleh masyarakat.

Sebagai wujud implementasi hal tersebut, Provinsi Jawa Tengah berkomitmen menyediakan obat tradisional hasil produksi industri obat tradisional di Jawa Tengah di Puskesmas Kabupaten/kota dalam bentuk obat tradisional dengan kategori herbal terstandar dan fitofarmaka. Nilai dana/anggaran untuk

penyediaan obat tradisional pada tahun 2007 adalah Rp. 2,1 Milyar dengan tingkat pemanfaatan 100%, sedangkan tahun 2008 nilainya Rp. 2,3 Milyar.

Selain itu, sejak otonomi daerah, petugas pengelola obat kabupaten/kota di Jawa Tengah mengalami perubahan/pergantian, dimana sebelum otonomi daerah, semua kepala Instalasi Farmasi kabupaten/kota (dulu Gudang Farmasi

Kabupaten/kota = GFK) adalah Apoteker dan semua petugas pengelola obat di Puskesmas adalah Asisten Apoteker atau petugas yang terlatih. Namun setelah otonomi daerah, tidak semua kepala Instalasi Farmasi kabupaten/kota berlatar belakang pendidikan Apoteker dan tidak semua petugas pengelola obat di Puskesmas adalah Asisten Apoteker atau petugas yang terlatih. Perubahan tersebut juga mengakibatkan pola pengelolaan obat publik dan Perbekalan

Kesehatan (Perbekes) lainnya di kabupaten/kota menjadi bervariasi sesuai kebutuhan masing-masing, baik mengenai struktur organisasi unit pengelola obat publik dan perbekes kabupaten/kota, dana/anggaran obat, tim perencanaan, rumus penyusunan kebutuhan obat dan lain-lainnya. Kondisi ini dapat

menyebabkan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan menjadi kurang optimal.

Saat ini, unit pengelola obat publik dan perbekes kabupaten/kota terdiri dari: 28 unit sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan 7 unit menjadi bagian dari struktural Dinkes kabupaten/kota. Jumlah industri farmasi di Jawa Tengah adalah 25 buah, jumlah Industri Obat Tradisional (IOT) adalah 12 buah dan jumlah Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah sekitar 250 buah. Adapun jumlah industri kosmetika adalah sekitar 50 buah, jumlah industri alat kesehatan adalah sekitar 25 buah dan jumlah industri Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah sekitar 75 buah. Dari hasil pemeriksaan dan pengujian Balai Besar POM Semarang pada tahun 2005 didapatkan data

29

sebagai berikut: dari 21 industri farmasi yang diperiksa, semuanya belum menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sepenuhnya (100%); dari 66 industri obat tradisional yang diperiksa, 63 industri belum menerapkan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) sepenuhnya (100%); dari 2 industri PKRT yang diperiksa, semuanya belum menerapkan Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB) sepenuhnya (100%); dari 93 Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang diperiksa, 90 PBF belum menerapkan cara distribusi obat yang baik sepenuhnya (96%); masih ditemukan produk obat yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebesar 1,3%; masih ditemukan produk obat tradisional yang TMS sebesar 48%; masih ditemukan produk makanan yang TMS sebesar 15,51%; masih ditemukan produk kosmetik yang TMS sebesar 2,28%; masih ditemukan produk PKRT yang TMS sebesar 3,45%.

Sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan kesehatan mengakibatkan peningkatan pembiayaan kesehatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan biaya kesehatan antara lain : akibat penerapan teknologi canggih, pola pembayaran tunai langsung ke pemberi pelayanan kesehatan, pola penyakit kronik dan degeneratif serta inflasi. Kenaikan biaya pemeliharaan kesehatan itu semakin sulit untuk mampu dibiayai dengan kemampuan penyediaan dana pemerintah maupun masyarakat. Alokasi

pembiayaan kesehatan di tiap-tiap Kabupaten/Kota Jawa Tengah masih dibawah standar yang dianjurkan sebesar 15% dari total anggaran. Peningkatan biaya pelayanan kesehatan itu merupakan permasalahan bagi akses dan mutu

pelayanan kesehatan masyarakat dan oleh karenanya harus dicari solusi untuk mengatasi masalah pembiayaan kesehatan ini. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang terarah untuk kegiatan public health seperti pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan, promosi kesehatan serta pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Sedangkan pendanaan masyarakat harus diefisiensikan dengan pendanaan gotong-royong untuk berbagi risiko gangguan kesehatan, dalam bentuk jaminan kesehatan. Sehingga pengembangan program Pembiayaan Kesehatan merupakan salah satu program pokok yang perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan.

Dari sekitar 32 juta penduduk Provinsi Jawa Tengah, sebanyak 11.715.881 jiwa (36,7%) masyarakat miskin telah dijamin kesehatannya oleh Program Jaminan

30

Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sejak tahun 2008. Beberapa kabupaten/kota telah mengembangkan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)/ Jaminan Kesehatan Tingkat Daerah (Jamkesda). JPKM telah dikembangkan di Kabupaten Purbalingga secara mandiri dan di Kota Pekalongan melalui institusi pendidikan. Program Jamkesda dikembangkan pula di Kota Surakarta, yang kemudian diikuti oleh Kabupaten Jepara dan Kota Semarang. Pada pelaksanaanya pengembangan program JPKM/Jamkesda ini sangat mendukung program Jamkesmas yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

g. Kesejahteraan Sosial Permasalahan kesejahteraan sosial di Jawa Tengah saat ini terus diupayakan penanganannya oleh pemerintah daerah, namun hasilnya belum mampu menekan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Permasalahan PMKS yang terus berkembang diantaranya adalah jumlah penduduk miskin cenderung meningkat antara lain gelandangan, pengemis, anak jalanan dan anak terlantar. Permasalahan PMKS lainnya yaitu korban bencana alam, korban tindak kekerasan dan lain-lain.

Data PMKS pada tahun 2007 antara lain terdiri dari Anak Balita Terlantar sebanyak 40.071 orang, anak terlantar sebanyak 171.287 orang, anak korban tindak kekerasan sebanyak 2.581 orang, anak nakal 11.324 orang, anak jalanan 9.770 orang, anak cacat 60.465 orang, wanita rawan sosial ekonomi 208.254 orang, Wanita Korban Tindak Kekerasan 4.146 orang, Lanjut Usia Terlantar 206.392 orang, Penyandang Cacat sebanyak 346.721 orang, Tuna Susila

5.625 orang, pengemis 3.983 orang, gelandangan 1.751 orang, Korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza) 2.257 orang, Keluarga Fakir Miskin sebanyak 1.963.875 KK, Keluarga Berumah Tak Layak Huni sebanyak 339.352 KK, Keluarga Rentan sebanyak 35.599 KK, Komunitas Adat Terpencil (KAT) sebanyak 3.629 KK, Masyarakat Yang Tinggal Di Daerah Rawan Bencana sebanyak 170.138 KK, Korban Bencana Alam sebanyak 155.910 jiwa dan Korban Bencana Sosial sebanyak 5.433 jiwa. Upaya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk mengatasi PMKS antara lain dengan didukung oleh 52 panti milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, 7 panti milik Pemerintah Kabupaten/Kota, 5 panti milik Departemen Sosial, dan 388 panti milik masyarakat.

31

h. Kemiskinan Berdasarkan data SUSENAS, pada tahun 2003 jumlah penduduk miskin sebanyak 6.980.000 orang, tahun 2004 sebanyak 6.843.800 orang, tahun 2005 sebanyak 6.533.500 orang, tahun 2006 sebanyak 7.100.600 orang dan tahun 2007

6.557.200 orang. Pada tahun 2002 garis kemiskinan penduduk Jawa Tengah mencapai Rp 106.438,00, tahun 2005 sebanyak Rp 130.013,00 tahun 2006 sebanyak Rp 142.337,00 dan tahun 154.111,00. garis kemiskinan tahun 2007 sebesar Rp

Pada periode Maret 2007-Maret 2008, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun dari 3,84 pada bulan Maret 2007 menjadi 3,39 pada keadaan bulan Maret 2008. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) turun dari 1,08 menjadi 0,90 pada periode yang sama. Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin, cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.

i.

Kebudayaan Jawa Tengah merupakan pusat budaya Jawa, karena mayoritas penduduknya adalah Suku Jawa. Sampai saat ini masih terdapat dua istana kerajaan di Jawa Tengah yang keduanya berada di Kota Surakarta. Budaya Jawa ini mewarnai hampir semua daerah kota atau kabupaten yang ada, namun tiap daerah memiliki budaya daerah setempat, sejarah dan peninggalan purbakala serta kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berbeda-beda. Selain itu, Jawa Tengah juga dianggap sebagai pusat peninggalan sejarah dan sumber sejarah. Peninggalan sejarah di Jawa Tengah sangat banyak berupa candi-candi yang jumlahnya cukup banyak dan keraton yang berada di Surakarta. Peninggalan sejarah sebagai sumber sejarah terdapat di lokasi peninggalan sejarah maupun di museum. Jawa Tengah saat ini memiliki 43 museum, 1.800 benda cagar budaya, 59 organisasi penghayat dengan jumlah pengikut 162.000 orang, 189 upacara tradisional, 641 sanggar kesenian dan 2.930 sanggar kesenian non tradisional yang tersebar di berbagai wilayah dan terus bertambah setiap saat.

32

Budaya kesenian Jawa yang menonjol serta masih menunjukkan eksistensinya adalah kesenian karawitan tradisional, wayang kulit, wayang orang, ketoprak, dan seni tari Jawa. Upaya mempertahankan budaya di beberapa daerah sering dilakukan dengan pagelaran seni dan budaya secara rutin tahunan. Sementara itu, budaya gotong royong, tolong menolong dirasakan mengalami pergeseran nilai akibat pengaruh budaya asing dan globalisasi.

Aspek budaya Jawa Tengah ini merupakan modal dasar sekaligus kearifan lokal yang sangat penting dan potensial bagi Provinsi Jawa Tengah untuk

mengembangkan diri dalam jangka panjang tanpa harus tercabut dari akar budayanya. Pembangunan yang berbasis pada budaya dan kearifan lokal memiliki daya tahan terhadap pengaruh negatif dari budaya asing dan globalisasi yang kontraproduktif dengan nilai-nilai budaya lokal.

j. Agama Kehidupan umat beragama di Jawa Tengah menunjukkan keadaan yang harmonis dan tenang dikarenakan toleransi dan sikap saling menghargai antara umat beragama sangat tinggi. Kondusifitas kehidupan beragama ditunjukkan dengan jumlah sarana peribadatan yang cukup banyak dan beberapa kondisi nampak bahwa tempat peribadatan agama yang berbeda saling berdekatan namun hal ini tidak menimbulkan konflik antara agama.

Pada tahun 2006 jumlah peribadatan di Jawa Tengah terdiri dari masjid sebanyak 42.747 unit, mushola 94.305 unit, Gereja Protestan 2.738 unit, Gereja Katolik 179 unit, Kapel 340 unit, Pura 151 unit dan Vihara 607 unit. Sementara jumlah sarana lainnya seperti pondok pesantren pada tahun 2006 telah mencapai 2.514 unit dengan jumlah kyai sebanyak 7.752 orang, 26.501 orang ustadz dan santri sebanyak 467.404 orang. Perkembangan jumlah jamaah haji Jawa Tengah pada tahun 2005 memenuhi kuota yaitu sebanyak 19.742 orang dan meningkat menjadi 29.025 orang pada tahun 2006.

k. Perempuan dan Anak Jumlah penduduk perempuan di Jawa Tengah lebih banyak (50,19 %) dibandingkan laki-laki, namun besarnya perbedaan jumlah tersebut tidak diimbangi dengan kesetaraan dan keadilan gender. Pada beberapa sektor masih

33

terjadi kesenjangan gender pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, hukum dan HAM, lingkungan hidup, media, kekerasan berbasis gender, mekanisme kemajuan perempuan, penanganan konflik dan bencana alam dan kemiskinan.

Meskipun demikian, Indeks Pembangunan Gender (IPG) Jawa Tengah terus mengalami peningkatan. Tahun 2003, IPG Jawa Tengah mencapai, 58,9; tahun 2004 mencapai 59,8; tahun 2005 menjadi 60,8; tahun 2006 mencapai 63,7, tahun 2007 meningkat menjadi 63,4; tahun 2008 diperkirakan mencapai 65,0 dan pada akhir tahun 2013 diproyeksikan akan mencapai 65,9 (perhitungan metode power fungtions). Sementara Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) pada tahun 2003 mencapai 56,2; tahun 2004 mencapai 56,5; tahun 2005 mencapai 56,9 dan

tahun 2006 menjadi 59,3; tahun 2007 meningkat menjadi 59,7 diprediksikan tahun 2008 mencapai 60,4 dan pada tahun 2013 akan mampu mencapai 61,8.

Kondisi anak di Jawa Tengah masih perlu mendapat perhatian serius. Pada tahun 2007, gizi buruk mencapai 1,78%, angka kematian bayi 10,89. Sementara itu masih terdapat 171.308 anak terlantar, 32.149 anak balita terlantar, 2.229 anak korban tindak kekerasan, 11.178 anak nakal, 10.025 anak jalanan, 54.572 anak cacat, dan 1.273 pekerja anak. Anak berkelainan yang memerlukan perhatian khusus, tunarungu wicara 10.778, cacat mental retardasi 10.758, cacat ganda 4.192, cacat tubuh 19.243, cacat netra 6.273 dan cacat mental eks. Psikotik 3.328. Pada tahun 2006 jumlah pekerja anak mencapai 3.422 pekerja anak tersebar dibeberapa sektor pekerjaan.

Persoalan yang perlu mendapatkan perhatian adalah Hak Tumbuh Kembang anak karena banyak sarana dan prasarana permukiman dan sarana umum lainnya yang tidak menyediakan sarana bermain bagi anak, kesempatan anak memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan yang layak serta kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan. Selain itu meskipun Kabupaten/Kota telah menerbitkan Perda tentang Akte Kelahiran namun cakupannya belum maksimal. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan upayaupaya untuk menanggulangi hal tersebut dengan berbagai program yang responsif terhadap kebutuhan anak, serta dukungan berbagai lembaga

perlindungan anak yang mendukung upaya perlindungan anak.

34

2. Ekonomi a. Industri Sektor Industri merupakan salah satu motor penggerak perekonomian Jawa Tengah yang memberikan sumbangan cukup dominan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Pembangunan industri Jawa Tengah pada dasarnya tidak terlepas dari pengaruh lingkungan strategis industri baik dalam skala nasional, regional maupun internasional. Terkait dengan hal tersebut, pengembangan industri di Jawa Tengah diarahkan untuk mendorong peningkatan daya saing, struktur industri yang sehat dan berkeadilan,

berkelanjutan dan memperkokoh ketahanan ekonomi.

Laju pertumbuhan sektor industri di Jawa Tengah pada lima tahun terakhir menunjukkan angka yang cukup signifikan. Pada tahun 2003 laju pertumbuhan sektor industri mencapai 5,49% dan tahun 2007 sebesar 5,56%. Pada tahun 2003, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga yang berlaku sebesar 32,60% dan pada tahun 2007 menjadi 32,14%.

Industri di Jawa Tengah pada tahun 2008 menunjukkan perkembangan yang lebih baik dengan meningkatnya jumlah unit usaha dari 644.902 unit usaha pada tahun 2007 menjadi 645.054 unit usaha. Kenaikan jumlah unit usaha tersebut memberikan peluang lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja disektor industri sebanyak 3,33 juta orang pada tahun 2008, meningkat 1,22% dari tahun 2007 sebanyak 3,29 juta orang. Nilai produksi dan investasi sektor industri pada tahun 2008 mencapai Rp. 22,52 trilyun dan Rp. 14,14 trilyun atau meningkat 1,19% untuk nilai produksi dan 0,97% untuk nilai investasi

dibandingkan tahun 2007 nilai produksi sebesar Rp.22,25 trilyun dan nilai investasi sebesar Rp.14,01 trilyun

Beberapa kelompok industri yang merupakan penghela pertumbuhan sektor industri antara lain : mebel, tekstil dan produk tekstil (TPT), kulit dan barang dari kulit, komponen otomotif, perlogaman, keramik dan makanan/ minuman, pengolahan hasil tembakau. Kelompok industri dimaksud, penting untuk dikembangkan mengingat industri tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, banyak tersebar di

35

wilayah Jawa Tengah, menggunakan teknologi sederhana dan hasil produknya berorientasi ekspor.

Mengacu pada kebijakan industri nasional, pembangunan industri di Jawa Tengah antara lain ditempuh melalui penanganan panen dan pasca panen; perkuatan klaster industri dengan menggunakan pendekatan Kompetensi Inti Industri Daerah. Selanjutnya untuk lebih meningkatkan efektivitas pengembangan industri di tingkat Kabupaten/ Kota digunakan pendekatan One Village One Product (OVOP). Melalui pendekatan tersebut, diharapkan dapat menggali dan mempromosikan produk inovatif dan kreatif lokal, menggunakan sumber daya lokal, bersifat unik khas daerah, bernilai tambah tinggi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, memiliki brand image dan daya saing tinggi. Jenis Industri yang menjadi lingkup pengembangan industri di Jawa Tengah berbasis Kompetensi Inti Industri Daerah adalah : Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Industri Mebel, Industri Makanan Ringan, Industri Perlogaman, Industri Komponen Otomotif, Industri Hasil Tembakau (Rokok).

b. Koperasi dan UMKM Perkembangan jumlah koperasi di Jawa Tengah selama 5 (lima) tahun terakhir meningkat cukup signifikan. Jumlah Koperasi 12.678 unit pada tahun 2003 menjadi 17.090 unit pada tahun 2007 (bertambah 4.412 atau 34,80%), sedangkan jumlah anggota Koperasi dari 4.043.613 orang menjadi 4.387.110

(bertambah 343.497 atau 8,49%). Pada periode yang sama jumlah tenaga kerja Koperasi 29.329 orang meningkat menjadi 41.234 orang (bertambah 11.905 orang atau 40,59%), sedangkan jumlah asset/modal dari 4.192 triliyun menjadi 6.106 triliyun atau meningkat sebesar 45.65%. Volume usaha Koperasi juga meningkat dari Rp. 5,98 Trilyun menjadi Rp.10,75 Trilyun (79,8%).

Perkembangan Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi (KSP/USP Koperasi) menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan sebagai lembaga keuangan mikro alternatif, sampai dengan tahun 2007 jumlah KSP/USP Koperasi mencapai 7.405 unit dengan jumlah anggota sebanyak 3.176.745 orang, menyerap tenaga kerja 34.658 orang sedangkan asset Rp. 3,442 trilyun, tabungan Rp. 2,237 trilyun, pemberian pinjaman kepada UMKM mencapai

36

Rp. 6,337 trilyun serta pinjaman yang

diberikan Rp. 2,559 trilyun. Sisa Hasil

Usaha/SHU mencapai Rp. 89,482 milyar, modal sendiri Rp. 1,024 trilyun.

Dalam upaya mengembangkan kualitas SDM dan pengelolaan KSP/USP Koperasi maka telah dilaksanakan sertifikasi profesi Koperasi Jasa Keuangan terhadap pengelola KSP/USP Koperasi, sertifikasi bagi fasilitator dan pengelola Koperasi Jasa Keuangan bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Jasa Keuangan (LSP-KJK).

Keberadaan Koperasi Unit Desa (KUD) sangat strategis dalam menggerakkan roda ekonomi di wilayah perdesaan. KUD mempunyai sarana infrastruktur yang lengkap mulai dari Rice Mill Unit (RMU), gudang, lantai jemur dan Waserda yang dapat mencukupi kebutuhan petani. Jumlah KUD di Jawa Tengah tahun 2007 mencapai 590 unit. KUD/Koperasi telah menangani penyaluran pupuk ke PT Pusri dan pengadaan pangan dengan Dolog Divre Jawa Tengah.

Jumlah KUD/Koperasi yang menjadi distributor pupuk sebanyak 23 Unit sesuai dengan slogan Bali Ndeso Mbangun Deso maka KUD/Koperasi dimasa mendatang perlu diberi kesempatan yang lebih luas untuk menangani penyaluran pupuk dan pengadaan pangan, karena keberadaanya merupakan wadah para petani dalam memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan di bidang pertanian.

Perkembangan usaha Warung Serba Ada (Waserda) dan Sentra Perkulakan Koperasi (Senkuko) maupun Smescomart menunjukkan hasil yang cukup baik. Waserda Koperasi sampai dengan tahun 2007 sebanyak 1.733 unit dengan omset/hari Rp. 187 Juta, modal sendiri Rp. 21 Milyar, penyerapan tenaga kerja 2.746 orang. Senkuko sebanyak 67 unit dengan omset/hari Rp. 10,8 Juta, modal sendiri Rp. 8,6 milyar dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 5.497 orang. Sedangkan program Smescomart/pasar ritel modern yang dikerjasamakan dengan swasta sebanyak 3 unit dan yang mandiri 26 unit. Jumlah UMKM di Jawa Tengah sebanyak 4,1 juta orang/unit usaha mikro, kecil dan menengah yang bergerak di sektor pertanian (Sensus Pertanian BPS, 2003), dan 3,6 juta orang/unit UMKM non pertanian (Sensus Ekonomi BPS 2006) bergerak di bidang industri, perdagangan dan aneka jasa usaha. Jika 1 unit UMKM menyerap 2 orang tenaga kerja maka tenaga kerja yang terserap + 7,4 juta

37

tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM memiliki potensi yang besar dalam penciptaan lapangan kerja, sekaligus menciptakan wira usaha baru. Selanjutnya untuk peningkatan daya saing UMKM telah dilakukan melaui upaya peningkatan produktivitas dan kualitas produk unggulan daerah yang bertumpu pada sumberdaya lokal.

b. Investasi (Penanaman Modal) Selama 5 tahun terakhir (2003 2008), perkembangan realisasi investasi di Jawa Tengah sangat fluktuatif. Pada tahun 2003 sampai dengan 2005 perkembangan realisasi investasi di Jawa Tengah mengalami kenaikan yang signifikan dan telah melampaui dari target yang telah ditentukan , sedangkan pada tahun 2006 sampai 2007 dibanding tahun 2005 mengalami penurunan, tetapi bila

dibandingkan dengan target Realisasi Investasi PMA dan PMDN yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Tengah Tahun 20052009, kumulatif Realisasi Investasi sebesar Rp. 22.850.322.692.030,- maka pencapaian realisasi investasi selama 2003 -2008 sebesar 162.97%. Sampai dengan Desember 2008 realisasi investasi untuk PMA mencapai 34 proyek dengan nilai investasi mencapai U$ 39,223 juta dan Rp. 588,739 Milyar serta investasi PMDN sejumlah 14 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 880,422 Milyar.

Perkembangan rencana investasi PMA dan PMDN secara kumulatif tahun 2003 sampai 2008 sebesar Rp 70.114.971.569.250,-. Capaian kinerja Rencana Investasi selama 2003-2008 dibandingkan kebutuhan investasi adalah sebesar 362,71 %. Sampai dengan bulan Desember 2008 rencana investasi di Jawa Tengah untuk PMA mencapai 58 proyek dengan nilai investasi sebesar U$ 1,932 Milyar dan PMDN mencapai 14 proyek dengan nilai proyek mencapai Rp 2,518 Trilyun, sedangkan target investasi pada tahun 2008 sebesar Rp 4,016 trilyun.

c. Pertanian Dalam kurun waktu 20 tahun, Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu penyangga pangan nasional terutama beras. Luas lahan tanaman padi di Jawa Tengah adalah 1.614.095 ha dengan produktivitas 53,38 kw/ha. Produksi padi Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 8.616.854 ton Gabah Kering Giling/GKG (setara dengan 4.510.725 ton beras). Persentase sumbangan Provinsi Jawa

38

Tengah terhadap produksi beras nasional sebesar 15,07%. Sementara produksi jagung dan kedelai pada tahun 2007 masing-masing sebesar 2.233.992 ton dan 123.209 ton (kontribsi nasional sebesar 16,81 % dan 20,79 %).

Pada sektor peternakan, Jawa Tengah juga merupakan salah satu penyangga kebutuhan nasional. Produk andalan Jawa Tengah pada sektor peternakan antara lain daging, telur dan susu. Produksi daging Jawa Tengah pada tahun 2007 sebesar 177.892 ton, terbesar kedua setelah Jawa Timur; sementara konsumsi mencapai 135.013 ton, sehingga surplus 42.879 ton. Sementara itu, produksi telur 200.754 ton, sedangkan kebutuhan 183.458 ton, sehingga terjadi surplus 17,296 ton. Produksi susu sebesar 70.524 ton, sedangkan kebutuhan 259.534 ton, sehingga terjadi defisit sebesar 189.010 ton.

Produksi gula Jawa Tengah pada tahun 2007 sebesar 243.632,99 ton, dengan beroperasionalnya kembali 2 pabrik gula yang ada maka target swasembada gula regional akan tercapai. Produksi tanaman perkebunan jarak kepyar dan jarak pagar masing-masing sebesar 20,55 ton dan 35,81 ton. Penanaman jarak menunjang konsep Desa Mandiri Energi. Produksi kelapa tahun 2007 yang terbagi dalam kelapa dalam, kelapa deres, kelapa hibrida, dan kelapa kopyor masingmasing sebesar 178.295,44 ton, 219.669,27 ton, 428,58 ton dan 717,70 ton. Sementara itu, produksi tahun 2007 untuk tanaman perkebunan rakyat kopi robusta dan kopi arabica sebesar 12.341,74 ton dan 1.319,41 ton.

Peningkatan produksi komoditas pertanian di Jawa Tengah berdampak pula pada peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini dapat dilihat dari Nilai Tukar Petani (NTP), yang mengalami peningkatan dari 96,19 pada tahun 2006 menjadi 103,12 pada tahun 2007. Pada tahun 2007 nilai Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 82,08 yang berarti naik dari tahun 2005 sebesar 78,60. Skor PPH ideal adalah 100 yang direncanakan akan tercapai pada tahun 2020. Rata-rata tingkat konsumsi energi Jawa Tengah tahun 2007 adalah sebesar 1.924,94

kkal/kapita/hari, sedangkan rekomendasi dari Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004 adalah sebesar 2.000 kkal/kapita/hari yang berarti masih kurang 76,06 kkal/kapita/hari. Rata-rata tingkat konsumsi protein Jawa Tengah tahun 2007 adalah sebesar 55,94 gram/kapita/hari, sedangkan

rekomendasi dari Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004

39

adalah sebesar 52 gram/kapita/hari gram/kapita/hari.

yang berarti sudah kelebihan 3,94

d. Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah memiliki garis pantai sepanjang 828,82 km, terbagi atas pantai utara 540,27 km dan pantai selatan 288,55 km. Terdapat 33 buah pulaupulau kecil yang tersebar di Laut Jawa sebanyak 32 pulau (Pulau Marongan, Pulau Gede, Pulau Sualan, Pulau Mandalika, Pulau Panjang dan 27 pulau di gugusan Kepulauan Karimunjawa) serta pulau di Samudera Hindia, yaitu Pulau

Nusakambangan. Kondisi geografis semacam ini menyimpan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat besar termasuk perikanan tangkap dan budidaya, industri pengolahan produk perikanan dan bioteknologi, pariwisata bahari dan pantai, pertambangan dan energi, perhubungan laut, industri kapal, bangunan laut dan pantai, pulau-pulau kecil dan kegiatan pendayagunaan bendabenda berharga di dalam laut (the sunken treasures).

Dengan gambaran tersebut diatas, sumber daya kelautan dan perikanan bidang Kelautan dan Perikanan di Jawa Tengah memiliki potensi yang sangat besar, sehingga bisa menjadi sektor penghela (prime mover) apabila dikelola dengan baik. Dalam perkembangannya dari tahun ke tahun menunjukkan adanya usaha penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) di wilayah pantai utara Jawa Tengah. Sementara itu, wilayah laut di pantai selatan (PANSEL) Jawa Tengah mempunyai potensi sumberdaya perikanan laut yang sangat besar tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Dari kurun waktu tahun 2003 sampai tahun 2007, produksi perikanan tangkap mengalami penurunan dari 250.569,20 ton menjadi 169.690,50 ton. Sementara itu, produksi perikanan budidaya di Jawa Tengah menunjukkan peningkatan. Pada kurun waktu 2003-2007, produksi perikanan budidaya meningkat rata-rata sebesar 6,62% per tahun, dari 88.749,90 ton menjadi 114.007,80 ton.

Ekspor hasil perikanan mengalami peningkatan dari 17.118.728,15 kg pada tahun 2003 menjadi 19.938.399,15 kg pada tahun 2007 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,10%. Jika dilihat nilainya dalam dolar AS, persentase pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 10,73%. Pada tahun 2003 nilai ekspor hasil perikanan sebesar US $ 56.628.982,56, sedangkan pada tahun 2007 adalah sebesar US $

40

74.643.244,22.

Konsumsi

ikan

masyarakat

Jawa

Tengah

menunjukkan

peningkatan, yaitu dari 10,18 kg/kapita/tahun pada tahun 2003 menjadi 13,32 kg/kapita/tahun pada tahun 2007. Di Jawa Tengah terdapat 77 unit Tempat Pelelangan ikan (TPI), 2 (dua) buah Pelabuhan Perikanan, yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (PPNP) dan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC), serta 9 (sembilan) buah Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), yaitu : (1) PPP Tasikagung Kabupaten Rembang, (2) PPP Bajomulyo Juwana Kabupaten Pati (3) PPP Morodemak Kabupaten Demak, (4) PPP Wonokerto Kabupaten Pekalongan, (5) PPP Tawang Kabupaten Kendal, (6) PPP Klidang Lor Kabupaten Batang, (7) PPP Tegalsari Kota Tegal, dan (8) PPP Asemdoyong Kabupaten Pemalang dan (9) PPP Karimunjawa Kabupaten Jepara.

e. Pertambangan Pada bidang pertambangan umum berdasarkan hasil identifikasi telah diketahui 44 jenis bahan galian yang berpotensi di Jawa Tengah, yaitu : 3 (tiga) jenis bahan galian golongan A (strategis), 9 (sembilan) jenis bahan galian golongan B (vital) dan 32 jenis bahan galian golongan C. Bahan galian tersebut sangat bervariasi, baik dalam sebaran, kualitas dan kuantitas. Beberapa jenis bahan galian termasuk kedalam mineral logam dan hanya terdapat di beberapa wilayah, antara lain Barit, Emas, Pasir Besi, Pirit, Mangaan, Galena dan Timah Hitam. Di samping itu terdapat bahan galian yang berpotensi besar dan bahkan menjadi unggulan karena memiliki karakteristik khas, nilai tambah yang tinggi dan permintaan pasar yang besar, antar lain Feldspar, Phospat, Pasir Kuarsa, Pasir Besi, Batu Gamping, Andesit, Ball Cllay dan Bentonit.

Tahun 2007 telah tercatat 76 Surat Ijin Penambangan Daerah (SIPD) untuk bahan galian golongan C yang meliputi Kapur/batu gamping, Marmer, Tanah Urug, Pasir dan Batu, Felspar, Phospat, Pasir Kuarsa, Andesit, Bentonit, Ball Clay dan Trass dengan luas area eksploitasi mencapai sekitar 2.666,20 hektar. Kondisi tersebut diharapkan dalam 5 tahun mendatang akan meningkat dan dapat mendorong tumbuhnya industri besar seperti industri semen, sehingga dapat meningkatkan perekonomian Jawa Tengah.

41

Dalam rangka konservasi sumber daya mineral sampai tahun 2007 telah dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha pertambangan di 32 kabupaten/kota serta penataan kawasan pertambangan pada 4 (empat) kawasan, yaitu: Merapi Merbabu Ungaran, Gunung Muria, Pegunungan Kendeng dan Serayu Pantai Selatan. Di samping itu juga dilakukan pembuatan demplot reklamasi lahan bekas penambangan di 2 (dua) lokasi, yaitu Kabupaten Boyolali, dan Rembang.

Pada bidang air tanah telah diketahui 31 Cekungan Air Tanah (CAT) yang terdiri atas 6 (enam) CAT lintas Provinsi, 19 CAT lintas Kabupaten/Kota dan 6 (enam) CAT dalam Kabupaten/Kota. Sampai tahun 2007 telah dilakukan identifikasi potensi dan konfigurasi aquifer pada 17 CAT lintas Kabupaten/Kota untuk mengetahui volume air yang ada pada CAT tersebut. Dalam pemanfaatan air tanah tercatat sekitar 6.555 Surat Ijin Penambangan (SIP)/SIPMA dan untuk menangani daerah rawan kering telah dibangun sumur bor sebanyak 45 lokasi serta survey hidrologi sebanyak 45 lokasi.

Di bidang geologi telah dilakukan upaya mitigasi bencana alam ( tanah longsor, tektonik, tsunami dan letusan Gunung Merapi) melalui pemetaan wilayah, sosialisasi, bimbingan teknis dan pemasangan alat (patok pemantauan). Sampai tahun 2007 telah diketahui di Jawa Tengah terdapat 97 lokasi/kecamatan rawan longsor yang tersebar di 27 kabupaten/kota dan telah dilakukan sosialisasi mitigasi bencana pada sekitar 57 lokasi serta bimbingan teknis terhadap aparatur di 27 kabupaten dan pemasangan patok 32 buah di 8 (delapan) lokasi pada 8 (delapan) kabupaten. Selain itu juga telah dilakukan pemetaan geologi tata lingkungan di 6 (enam) kabupaten/kota.

f. Perdagangan Sektor perdagangan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang mempunyai keterkaitan luas dengan sektor-sektor lainnya. Secara makro diharapkan mampu berperan sebagai penggerak utama (prime mover) perekonomian nasional dan perekonomian daerah, dalam rangka mendorong peningkatan pendapatan masyarakat, mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.

42

Sejalan dengan semakin membaiknya perekonomian nasional, kinerja sektor perdagangan di Jawa Tengah telah mampu mendorong perkuatan struktur ekonomi daerah. Laju pertumbuhan sektor perdagangan pada tahun 2003

sebesar 5,24% dan meningkat cukup signifikan pada tahun 2007 yaitu sebesar 6,54%. Kontribusi sektor perdagangan terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga yang berlaku pada tahun 2003 sebesar 20,75% dan menjadi 20,30% pada tahun 2007. Masih dominannya kontribusi sektor perdagangan terhadap pembentukan PDRB tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari semakin membaiknya perkembangan sektor perdagangan di Jawa Tengah dengan segala sumber daya pendukungnya termasuk keterkaitan dengan sektor-sektor produksi dan jasa.

Kegiatan ekspor Jawa Tengah pada lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2003 nilai ekspor non migas Jawa Tengah sebesar 1.865,60 juta US dolar dan tahun 2007 meningkat menjadi 3.122,50 juta US dolar. Sementara nilai ekspor non migas pada tahun 2008, periode JanuariSeptember 2008 telah mencapai sebesar 2.497,26 juta US dolar atau mengalami peningkatan 6,80 % dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2007 yaitu 2.338,34 juta US dolar.

Komoditi utama ekspor non migas Jawa Tengah sebagian besar merupakan produk-produk industri pengolahan seperti : Tekstil dan Produk Tekstil (TPT),

mebel, kayu olahan, plastik dan produk plastik, kertas dan produk kertas, elektronika, barang dari kayu, barang pecah belah dan gondorukem. Beberapa negara tujuan utama ekspor Jawa Tengah adalah Amerika Serikat, Jepang,

Jerman, Belanda, Perancis, Belgia, Inggris, Australia, Hongkong, Singapura dan Korea Selatan.

Nilai impor non migas Jawa Tengah pada tahun 2003 sebesar 812,37 juta US dolar dan tahun 2007 meningkat menjadi 1.504,75 juta US dolar. Sementara, nilai impor non migas pada periode Januari September 2008 sebesar 1.911,79 juta US dolar, atau mengalami peningkatan 65,67% dibandingkan periode yang sama tahun 2007 yaitu sebesar 1.153,94 juta US dolar. Beberapa jenis produk impor yang dominan antara lain Serat Tekstil, Gandum dan Olahan Gandum, Mesin

43

Industri, Produk Industri Kimia, Benang Tenun, Kain Tekstil, Mesin dan Pesawat Mekanik, Barang dan Perlengkapan Listrik, dan Barang- barang Elektronik.

Dalam rangka meningkatkan

perluasan dan peningkatan akses pasar produk

ekspor non migas Jawa Tengah, telah dilakukan kegiatan promosi dan pameran luar negeri yang secara rutin telah dilaksanakan sejak tahun 2005 adalah Pameran Salone Internazionale Del Mobile di Milano Italia (khusus Produk mebel dan handycraft). Pada tahun 2007 juga dilaksanakan pameran di Lazaronte

Spanyol dan Pameran Produk Indonesia di Kopenhagen Denmark. Sedangkan untuk kegiatan promosi dan pameran dalam negeri antara lain : IFFINA, Inacraft, ICRA, PRJ, Pesta Kesenian Bali (PKB), Trade Expo Indonesia (TEI), Soropadan Agro Expo (SAE) dll.

Guna mendorong peningkatan kinerja para pelaku ekspor, telah dilakukan seleksi terhadap eksportir berprestasi untuk mendapatkan penghargaan Primaniyarta. Sejak tahun 2005 sampai dengan 2007 terdapat 12 perusahaan eksportir yang telah mendapatkan penghargaan Primaniyarta dari Pemerintah; dengan kategori : Eksportir Berkinerja (4 perusahaan), UKM Ekspor (4 perusahaan), Pembangunan Merek Global (4 Perusahaan).

Kegiatan perdagangan dalam negeri Jawa Tengah pada saat ini menunjukkan perkembangan yang relatif membaik dengan ditandai semakin meningkatnya

kelancaran distribusi barang dan jasa, tertib niaga, kepastian berusaha dan transparansi pasar. Seiring dengan perkembangan tersebut jumlah kelembagaan usaha, ketersediaan sarana dan segala bentuk dukungan fasilitasi terhadap dunia usaha juga semakin meningkat.

Salah satu upaya pemerintah daerah yang telah ditempuh dalam rangka meningkatkan kegiatan perdagangan dalam negeri Jawa Tengah adalah melalui perkuatan dari sisi suplai guna menjamin ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat dan mendorong peningkatan sisi permintaan; yang salah satunya melalui pembinaan pasar dan distribusi, prasarana pasar, pemberdayaan fasilitasi pengembangan sarana dan usaha perdagangan dan

kelembagaan

pengembangan pasar. Dalam rangka tertib niaga, tertib ukur dan perlindungan

44

konsumen telah ditempuh melalui peningkatan pelayanan publik di bidang kemetrologian serta pengawasan barang yang beredar.

Jumlah sarana pasar di Jawa Tengah sampai dengan tahun 2006 sebanyak 1.714 unit; yang terdiri atas Pasar Induk 26 unit, Pasar Tradisional 1.537 unit, Pasar Modern 44 unit dan Pasar Swalayan 107 unit. Sejalan dengan semakin berkembangnya usaha ritel/eceran modern dan pembangunan pasar penunjang komoditas serta pasar tradisional percontohan diperkirakan jumlah sarana pasar di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai sekitar 1.885 unit. Pada tahun anggaran 2008 telah dibangun Pasar Penunjang Beras dan Sayur-Sayuran; dan Pasar Tradisional yang aman, nyaman dan bersih di 13 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Lokasi pembangunan Pasar Penunjang Beras terdapat di Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Klaten, Pasar Penunjang Sayur-Mayur terdapat di Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Magelang, dan Pasar Tradisional yang Bersih, Aman dan Nyaman berlokasi di Kota Surakarta, Kabupaten Sragen, Kota Pekalongan, Kabupaten Kabupaten Jepara, Kabupaten

Pekalongan,

Semarang, Kabupaten Demak, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Rembang.

Jumlah unit usaha pedagang formal di Jawa Tengah sampai dengan tahun 2006 sebanyak 146.799 unit usaha; dan pada tahun 2007 diperkirakan jumlahnya telah mencapai sekitar 161.478 unit usaha. Jumlah pedagang skala besar adalah 1.085 unit usaha, pedagang skala menengah 6.589 unit usaha dan pedagang skala kecil 153.804 unit usaha.

Dalam rangka mendukung Jawa Tengah sebagai salah satu daerah penyangga pangan nasional dan khususnya peningkatan kesejahteraan para petani, selain membantu dalam hal produksi, juga tidak kalah pentingnya membantu mereka dalam hal memasarkan hasil produksi. Oleh karena itu, telah dilakukan fasilitasi dalam hal perbaikan jaringan pemasaran produk pertanian yang terintegrasi melalui pengembangan Pasar Lelang Komoditas Agro di Jawa Tengah.

Kegiatan Pasar Lelang Komoditas Agro di Jawa Tengah, telah dilakukan sejak tahun 2003 dan sampai dengan Bulan Agustus 2008 telah dilaksanakan sebanyak 28 kali. Pelaksanaan kegiatan Pasar Lelang Komoditas Agro di Jawa Tengah tersebut, telah memberikan andil yang cukup berarti dalam rangka mendukung

45

terciptanya integrasi pasar, transparansi harga dan peningkatan pendapatan petani produsen. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir nilai transaksi pelaksanaan Pasar Lelang menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Pada tahun 2006 nilai transaksi pelaksanaan Pasar Lelang sebesar Rp. 742.467, 32 milyar dan tahun 2007 mencapai sebesar Rp. 575,51 milyar. Pada tahun 2007, juga telah dilaksanakan Pasar Lelang Spot sebanyak 3 kali; dengan transaksi secara langsung antara penjual dan pembeli sebesar Rp. 7,36 milyar,-. Sedangkan nilai transaksi pelaksanaan Pasar Lelang tahun 2008 sebesar Rp. 448,21 milyar.

Realisasi nilai transaksi kegiatan Pasar Lelang Komoditas Agro Jawa Tengah pada tahun 2006 sebesar Rp. 589,33 milyar atau 76,68 %, realisasi nilai transaksi tahun 2007 sebesar Rp. 474, 82 milyar,- atau 82,5% dan tahun 2008 realisasi nilai transaksi sebesar Rp. 358,57 milyar atau 80%. Jenis komoditas yang dipasarkan pada pelaksanaan kegiatan Pasar Lelang antara lain meliputi komoditi pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, sayur mayur dan buah-buahan.

Guna mendukung terwujudnya tertib usaha, tertib ukur, perlindungan konsumen dan kepastian berusaha, secara intensif melakukan peningkatan pelayanan kemetrologian yang berupa pengelolaan standar, tera dan tera ulang, pengawasan Ukur Takar Timbang dan Perlengkapannya (UTTP), penyuluhan Kemetrologian dan pengawasan Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT). Pelayanan kemetrologian ini mencakup 35 Kabupaten/ Kota yang dalam pelaksanaan di tangani oleh 6 Balai Metrologi wilayah : Semarang, Surakarta, Pati, Magelang, Banyumas dan Tegal. Potensi jumlah pengusaha UTTP di Jawa Tengah tercatat sebanyak 60 unit usaha dan produksi UTTP 3.443.669 buah. Jumlah UTTP yang telah ditera dan tera ulang sebanyak 2.870.412 buah. Untuk mendukung optimalisasi pelayanan kemetrologian secara intensif dilakukan upaya-upaya yang mengarah pada peningkatan kemampuan SDM kemetrologian, peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan pelayanan dan koordinasi dengan pihak-pihak lain terkait yang dapat mendukung peningkatan PAD.

Dalam rangka membantu rendahnya posisi tawar petani saat panen, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah secara terus menerus mengupayakan langkah-langkah strategis yang terintegrasi dengan sektor-sektor pendukung terkait lainnya. Langkah-langkah tersebut pada dasarnya diarahkan pada upaya peningkatan

46

daya saing produk pertanian melalui peningkatan akses, penetrasi pasar dan pengembangan sistem tunda jual (Lumbung Desa, Resi Gudang, Pasar Lelang) untuk mendorong perluasan akses pasar (Pasar Lelang Komoditas Agro, Promosi dan Pameran, Lembaga Penjaminan dan Penyediaan Dana Bergulir untuk menyerap hasil petani). Disamping itu, untuk mengungkit daya juang IKM/ UKM dalam situasi Krisis Global maka akan ditingkatkan Inovasi Produk IKM/UKM yang berbasis pedesaan. Untuk itu terus diupayakan terselenggaranya pelatihan inovatif yang berorientasi pasar bagi IKM/UKM serta memfasilitasi bagi IKM/ UKM untuk mendapatkan partner di Pasar Lokal, Regional dan Internasional melalui promosi, pameran dan misi dagang.

g. Pariwisata Wilayah Provinsi Jawa Tengah memiliki sumber daya alam dan budaya yang cukup besar serta potensi kepariwisataan yang beraneka ragam menjadi salah satu daerah tujuan wisata nasional maupun internasional. Terdapat berbagai macam obyek dan daya tarik wisata, baik alam, budaya maupun buatan. Obyek dan daya tarik wisata di seluruh Jawa Tengah yang sudah dikelola dengan baik atau sudah siap menerima kunjungan wisatawan sebanyak 247 buah. Selain itu masih banyak obyek dan daya tarik wisata potensial yang masih alami dan belum dikembangkan/dikelola secara profesional, tersebar di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

Tersedianya fasilitas penunjang pariwisata yang cukup memadai seperti : akomodasi (hotel), terdapat 93 hotel klasifikasi bintang dengan jumlah kamar 5.160 dan 810 hotel klasifikasi melati (non bintang) dengan jumlah kamar 17.236 serta jumlah pondok wisata/homestay yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota se Jawa Tengah. Dukungan jaringan jalan dan sarana transportasi yang relatif baik, didukung pula oleh 2 Bandara Internasional yaitu Bandara A. Yani Semarang dan Bandara Adi Sumarmo Surakarta, 2 Bandara Perintis yaitu Bandara Tunggul Wulung Cilacap dan Bandara Dewa Daru Karimunjawa, 2 Pelabuhan Samudera yaitu Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dan Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap, Stasiun dan jaringan rel KA sepanjang jalur pantura dan jalur selatan, dan terminal-terminal bus di setiap kota akan memudahkan mobilitas/pergerakan wisatawan dari dan ke berbagai tujuan wisata di Jawa Tengah.

47

Perkembangan pariwisata Jawa Tengah selama tahun 2002 2007 cenderung menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2002 jumlah obyek dan daya tarik wisata yang ada di Jawa Tengah sebanyak 226 obyek dan meningkat pada tahun 2007 menjadi 247 buah. Jumlah wisatawan yang mengunjungi obyek dan daya tarik wisata di Jawa Tengah pada tahun 2002 sebanyak 14.744.000 orang, terdiri dari 288.576 orang wisatawan mancanegara (wisman) dan 14.455.424 orang wisatawan nusantara (wisnus), sedangkan pad