51
Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_as silahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir. ANALISIS WACANA PEMBERITAAN MEDIA MASSA TENTANG ISU PRO KONTRA RENCANA PENGESAHAN RUU ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI (RUU APP) TAHUN 2006 (Kasus Di Majalah Berita Mingguan TEMPO) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang “Syariat Islam Di Jalur Lambatdemikian judul pada majalah Tempo edisi 8-14 Mei 2006 rubrik Nasional Syariat Islam Di Daerah. Dari pembahasannya memang Tempo secara detail mengungkapkan bagaimana pelaksanaan ‘Perda Syariat’ di kabupaten dan kota. Namun yang menarik adalah tampilan gambar ukuran setengah halaman pada majalah Tempo adalah gambar wanita yang melakukan demonstrasi seraya membawa foster betuliskan Pornografi & Pornoaksi Membuat Rakyat Bejat”. Caption yang diberikan oleh Tempo bahwa demonstrasi tersebut dilakukan oleh mereka yang mendukung pengeahan RUU APP menjadi UU. Memang, dari gambar bendera yang terdapat pada foster itu dapat diketahui bahwa demonstran itu berasal dari Hizbut Tahrir organisasi Islam yang ingin menegakan khilafah Islamiyah/ideologi islam. 1

BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ANALISIS WACANA PEMBERITAAN MEDIA MASSA TENTANG ISU PRO KONTRA RENCANA PENGESAHAN RUU ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI (RUU APP) TAHUN 2006 (Kasus Di Majalah Berita Mingguan TEMPO)

Citation preview

Page 1: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

ANALISIS WACANA PEMBERITAAN MEDIA MASSA TENTANG ISU PRO

KONTRA RENCANA PENGESAHAN RUU ANTI PORNOGRAFI DAN

PORNOAKSI (RUU APP) TAHUN 2006

(Kasus Di Majalah Berita Mingguan TEMPO)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

“Syariat Islam Di Jalur Lambat” demikian judul pada majalah Tempo edisi 8-14

Mei 2006 rubrik Nasional Syariat Islam Di Daerah. Dari pembahasannya memang Tempo

secara detail mengungkapkan bagaimana pelaksanaan ‘Perda Syariat’ di kabupaten dan

kota. Namun yang menarik adalah tampilan gambar ukuran setengah halaman pada majalah

Tempo adalah gambar wanita yang melakukan demonstrasi seraya membawa foster

betuliskan “Pornografi & Pornoaksi Membuat Rakyat Bejat”. Caption yang diberikan oleh

Tempo bahwa demonstrasi tersebut dilakukan oleh mereka yang mendukung pengeahan

RUU APP menjadi UU. Memang, dari gambar bendera yang terdapat pada foster itu dapat

diketahui bahwa demonstran itu berasal dari Hizbut Tahrir organisasi Islam yang ingin

menegakan khilafah Islamiyah/ideologi islam.

Berita di atas juga dilengkapi dengan pengungkapan hasil temuan yang dilakukan

oleh Koalisi Perempuan Indonesia Dan Riset yang menunjukan bahwa 22 kota dan

kabupaten memberlakukan peraturan daerah yang bernuansa syariat Islam.

Bagaimana Tempo melihat peraturan daerah yang bernuansa syariat ini, dapat

dilihat pada judul lain. Berita dengan judul “Jika Malam Selalu Mencemaskan” Tempo

mengungkapkan bagaimana pelaksanaan perda syariat yang dimaksud diterapkan dalam

masyarakat. Dari lead beritanya Tempo mengungkapkan “melaksanakan peraturan

antipelacuran, petugas ketertiban di kota Tenggerang sering salah tangkap. Karyawan

perempuan jadi cemas pulang malam”. Pada berita ini Tempo menceritakan bagaimana Lia,

1

Page 2: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

karyawan pabrik permen yang ditangkap oleh aparat kepolisian setelah pulang kerja karena

dianggap pelacur. Berita Tempo ini terkesan tendensius, karena setalah membaca berita itu

akan terbangun kesan bahwa pelaksanaan perarturan daerah yang bernuansa syariat itu

tidak menciptakan keamanan sebagaimana tujuan pembuatan hukum itu tapi malah justru

menimbulkan keresahan masyarakat khususnya wanita yang menjadi objek.

Lantas apa kaitannya penampilan gambar demonstran wanita yang mendukung

pengesahan RUU APP menjadi UU itu dengan isu perda bernuansa syariat Islam. Secara

sederhana dapat diambil kesimpulan bahwa Tempo melihat adanya hubungan antara

rencana pengesahan RUU itu dengan syariat islam yang menurutnya “di jalur lambat” itu.

Lalu bagaimana sikap Tempo terhadap rencana pengesahan RUU APP itu sendiri?

Tempo dalam hal ini tak bisa lepas dari pembahasan RUU APP yang tengah

menghangat ini khususnya setelah Balkan Kaplale selaku ketua pansus RUU dari Partai

Demokrat tersebut tancap gas untuk mengesahkannya. Namun, hingga kini RUU tersebut

belum disahkan. Lambannya pengesahan RUU ini dari waktu yang ditergetkan (akhir Juli

2006) karena RUU itu menimbulkan perdebatan alot. RUU tersebut menimbulkan

bipolarisasi dalam masyarakat, antara yang menolak pengesahannya dan yang mendukung.

Mereka yang menolak RUU APP antara lain terdiri dari Kelompok Masyarakat

Arus Pelangi, Islam Liberal, Jiwa Merdeka, Srikandi Demokrasi Indonesia, Solaris, Aliansi

Mawar Putih, JP Online, Pokja Perempuan Mahardhika, Yayasan Jurnal Perempuan,

Senjata Kartini, Seknas Koalisi Perempuan Indonesia, Komnas Perempuan, Kalyanamitra,

dan Kepak Perempuan1

Alasan mereka menolak RUU itu adalah karena bangsa Indonesia adalah negara

multi-etnis dan multi-kepercayaan yang tentu saja memiliki banyak perbedaan di sana sini

dalam mempersepsikan suatu hal. Mereka juga beralasan bahwa penyusunan RUU itu

menggunakan paradigma berpikir yang "machoistik", bahwa lelaki selalu benar dan bahwa

perempuanlah yang berkewajiban menjaga birahi dan moralitas laki-laki. RUU APP –kata

mereka- bersifat misoginis, yaitu sikap membenci, menaklukkan, dan merepresi keberadaan

budaya dan spiritualitas perempuan.

2

Page 3: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

Logika pembuatan RUU itu-menurut mereka-adalah logika patriarkis, yaitu logika

yang menganggap nilai-nilai yang melekat pada laki-laki lebih baik daripada perempuan.

Menurut logika patriarkis atau phalus di dalam RUU ini, seksualitas dan tubuh penyebab

pornografi dan pornoaksi merupakan seksualitas dan tubuh perempuan; bahwa dengan

membatasi seksualitas dan tubuh perempuan maka akhlak mulia, kepribadian luhur,

kelestarian tatanan hidup masyarakat tidak akan terancam; dan seksualitas dan tubuh

perempuan didikotomikan sebagai kotor (perempuan) dan suci (Tuhan). Selain itu ada juga

yang khawatir RUU ini menjadi sebentuk penerapan Hukum Islam.

Adapun mereka yang mendukung Undang-Undang Antipornogarfi Dan Pornoaksi

antara lain Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama, Front Pembela Islam (FPI),

Pengurus Besar Nahdlotul Ulama (PBNU), Muhammadiyyah, Hizbut Tahrir (HT), Majelis

Ulama Indonesia (MUI), Hidayatullah, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan

Pembangunan (PPP), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Swaramuslim.net,

Gema Nusa, KAMMI, Gerakan Angkatan Muda Muhammadiyah Antipornografi dan

Pornoaksi (Geram APP).

Bagi mereka yang mendukung beralasan bahwa RUU APP itu justru berusaha

melindungi dari berbagai macam exploitasi. wanita menjadi objek pornografi dan

pornoaksi. Bahkan di dunia periklanan sendiri lebih banyak mengekploitasi wanita.

Eksploitasi tubuh wanita seakan sudah menjadi prasyarat agar produk iklan itu sendiri

digemari masyarakat. Di sini kaum wanita dipandang menarik, eksotis dan mengandung

unsur seni. Semua kenyataan ini bukan mengangkat derajat wanita itu sendiri tapi justru

wanita dijadikan tools untuk mendongkrak kepentingan mencari untung (profit).

Mereka berpandangan bahwa pornografi bukan urusan agama saja tapi negara. Hal

ini pernah diungkapkan oleh Ade Armando Ketua Jurusan Komunikasi Universitas

Indonesia. Dalam wawancara dengan Ulil Abshor Abdalla dari Jaringan Islam Liberal (JIL)

tanggal 15 Mei 2003. Dia mengatakan bahwa pornografi itu bukan urusan agama saja.

Bahkan, di negara-negara yang sangat sekuler pun, ada pengaturan masalah pornografi.

Sebagai contoh, majalah Playboy dan Penthouse tidak akan ditemukan di Singapura karena

3

Page 4: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

ada regulasi yang melarangnya. Begitu pula di negara-negara bagian di Amerika seperti

Utah, Calipornia dan lain-lain. Yang penting (pengaturan) pornografi itu tidak merugikan

masyarakat. Karena itu, harus ada kesepakatan tentang gradasi pornografi. Harus ada

pornografi yang jelas disepakati oleh siapa pun sebagai sesuatu yang tidak boleh sama

sekali. Intinya harus ada regulasi, dan regulasi itu yang mengeluarkan adalah pemerintah.2

Meraka para pendukung RUU APP menyatakan bahwa sanksi sosial selama ini

tidak memadai sehingga perlu adanya RUU khusus yang mengatur masalah pornografi dan

pornoaksi yang disertai sanksi tegas bagi pelanggarnya. Mereka merisaukan dampak

negatif pornografi dan pornoaksi yang tak dapat dinafikan lagi. Hal ini pernah dilontarkan

oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam sikap resminya tentang Rancangan

Undang Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Ormas Islam terbesar di

Indonesia ini mendukung penuh agar RUU itu segera disahkan menjadi undang-undang.

Sikap mendukung itu ditegaskan oleh Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dalam

pernyataan pers yang ditandatanganinya bersama Sekjen PBNU Endang Turmudzi, Rois

Aam PBNU KH Sahal Mahfudz, dan Katib (Sekretaris) PBNU Nasaruddin Umar. Menurut

Hasyim, “DPR tidak perlu ragu mengambil keputusan berdasar kepentingan bangsa yang

mayoritas mutlak dengan penuh ketegaran dan kearifan, demi keselamatan moral

masyarakat dan generasi muda”. Dalam pandangan PBNU, tambah Hasyim dalam

pernyataan tertulis yang dikirimkan ke berbagai media massa itu, tidak ada satu agama pun

yang menoleransi pornografi3.

Mereka berharap RUU APP itu menjadi dasar etika bangsa yang berakhlak dan

beradab. Untuk menyelematkan generasi sekarang dan mendatang dari kerusakan moral.

Pornografi dan pornoaksi --kata mereka—merupakan penyimpangan dalam

mempertunjukkan sisi-sisi keindahan tubuh manusia sebagai karunia Tuhan dengan

melanggar norma agama sebagai aturan Tuhan, dan mengikis budaya santun, serta malu

yang merupakan watak budaya ketimuran. Penyimpangan seperti itu tidak selayaknya

dibiarkan karena sikap itu sama saja dengan menjerumuskan masyarakat ke dalam

kubangan kebebasan yang kebablasan dan membiarkannya terjerumus lebih dalam lagi

4

Page 5: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

kepada pola hidup serba boleh. Penyakit pornografi dan pornoaksi yang ada di masyarakat

telah mencapai stadium yang mengerikan.

Pengesahan RUU APP diyakini sebagai solusi atas berbagai masalah moral bangsa

yang semakin merosot, meluasnya free sex, semakin maraknya aksi pornografi dan

pornoaksi, kekerasan sekaligus pelecehan seksual kepada perempuan.

Bagi mereka yang mendukung RUU APP itu beralasan bahwa bahwa KUHP, RUU

Perlindungan Anak, dan UU No. 40 tentang pers tahun 1999 jelas tidak memadai sebab jika

UU itu memadai tentunya praktek pornografi dan pornoaksi tidak terjadi di Indonesia.

Justru yang terjadi adalah semakin meluasnya dampak negatif pornografi seperti perilaku

seksual bebas, pelecehan seksual, perilaku seks menyimpang, penyebaran HIV/AIDS, seks

permisif di kalangan generasi muda, dan aborsi, sudah banyak dirasakan masyarakat.

Intinya peraturan yang sudah ada tak cukup mampu menangani kasus pornografi dan

pornoaksi dan karena itu pula perlu adanya regulasi khusus yang mengaturnya.

Demikianlah polemik tentang rencana pengesahan RUU itu yang sampai saat ini masih

terjadi. Lalu bagaimana politik pemberitaan yang dilakukan oleh majalah Tempo sebagai

pengejawantahan dari sikapnya terhadap masalah RUU yang kontroversial itu.

Hal ini dapat dilihatat dari keseluruhan pemberitaan majalah Tempo tentang RUU

APP. Sepanjang tahun 2006 majalah Tempo memberitakan masalah RUU APP antara bulan

Januari samapai Mei. Format berita yang diturunkannnya lebih banyak berbentuk kolom

yang ditulis oleh Jim Supangat (kurator seni rupa di Jakarta) Mudji Sutrisno ( budayawan,

pengajar pada Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara), Radhar Panca Dahana (sastrawan), Jaya

Suprana (budayawan, Ketua Pusat Studi Kelirumologi), Ayu Utami (penulis), Mohammad

Guntur Romli (aktivis JIL), wawancara dengan Balkan Kaplale dan berita mendalam

(Indepth News) tentang syariat Islam di daerah.

Bila dicermati politik pemberitaan Tempo, diketahui bahwa Tempo lebih banyak

memuat wacana yang mendukung RUU APP dengan memuat pendapat-pendapat mereka

yang menolak pengesahan RUU APP. Tidak satupun kolom yang berasal dari mereka yang

mendukung RUU APP.

5

Page 6: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

Mengapa pemberitaan Tempo seperti itu? Menjawab pertanyaan ini patut diungkap

disini pendapat Antonio Gramsci (m.1891-1937). Menurutnya media menjadi arena

pertarungan bagi kedua pihak yang bersebrangan. Gramsci melihat media sebagai ruang

tempat berbagai ideologi direpresentasikan. Ini berarti di satu sisi media bisa menjadi

sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi, dan kontrol atas wacana publik.

Namun, di sisi lain media bisa juga menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media bisa

menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi yang dominan, sekaligus bisa juga

menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi

tandingan. Media massa bukan sesuatu yang bebas, independen, tetapi memiliki keterkaitan

dengan realitas sosial, lebih jelasnya ada kepentingan yang bermain dalam media massa.

Di samping kepentingan ideologi antara masyarakat dengan negara, dalam diri

media massa juga terselubung kepentingan yang lain, misalnya kepentingan kapitalisme,

pemilik modal, kepentingan keberlangsungan (sustainable) lapangan kerja bagi karyawan.

Dalam kondisi dan profesi seperti ini, media massa tidak mungkin berdiri statis, di tengah-

tengah. Dia akan bergerak dinamis di antara pusaran-pusaran kepentingan yang sedang

bermain. Kenyataan inilah yang menyebabkan bias di media massa sulit dihindari4.

Dedi N. Hidayat mengatakan bahwa media memiliki fungsi ideologis dan

melakukan manuver politik sesuai dengan fungsi ideologisnya. Ini akan mencakup masalah

siapa, kepentingan apa, dan perspektif mana yang akan memeperoleh akses ke media.5

Majalah Tempo adalah salah satu dari sekian banyak media yang tak bisa lepas dari

segala atribut kepentingannya. Tempo menjadi medium penyebaran ideologi dan kontrol

atas wacana yang berkembang. Ketika menghadapi realitas media massa seperti ini,

masyarakat pun harus mengimbanginya dengan cara menyikapinya secara kritis, tidak asal

menerima berita yang disajikan tanpa reserve.

B. Perumusan Masalah

Ketika menghadapi realitas pemberitaan Tempo seperti digambarkan di latar belakang,

konsekuensinya masyarakat pun harus mengimbanginya dengan cara menyikapinya secara

kritis, tidak asal menerima berita yang disajikan tanpa reseve. Oleh karena itu, menguak

6

Page 7: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

kepntingan/ideologi suatu media bukan hanya penting tapi juga perlu. Sebab, berangkat dan

atas dasar inilah pemberitaan media massa mana pun dilakukan. Dengan begitu, social

criticism yang emansipatoris dapat dilakukan.

Majalah Tempo adalah majalah berita yang terbesar di Indonesia dan juga majalah

tertua. Selain itu Tempo juga tersebar ke beberapa negara Eropa dan Asia. Hal ini dapat

dlihat dan dibuktikan dari pembuatan majalah Tempo dalam versi bahasa Jepang, Mandarin

dan Inggris. Dengan begitu proses penyebaran wacana yang didasari oleh ideologi atau

vested intersest itu dapat berjalan secara luas pula. Tentu menjadi kepentingan bersama

untuk mengetahui ideologi atau kepentingan apa di balik semua wacana dalam pemberitaan

majalah Tempo seputar RUU APP, wacana apa yang mendominasi dan dipinggirkan di

majalah Tempo seputar rencana pengesahan RUU dan strategi apa yang digunakan olehnya

untuk tujuan itu.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui wacana dominan dan wacana yang

dimarginalkan dalam pemberitaan majalah Tempo terkait rencana pengesahan RUU APP

tahun 2006.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaaat Paraktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam

memahami secara kritis wacana yang ada di media massa. Selain itu penelitian ini

juga membantu menjelaskan wacana yang dikembangkan oleh Tempo terkait

dengan isu pro kontra pengesahan Rancangan Undang-Undang Antipornogarfi dan

Pornoaksi (RUU APP) tahun 2006.

a. Manfaat Teoretis

Secara teoritis penelitian ini bermaksud mengkaji penerapan analisis wacana

sebagai salah satu teori analisis teks media dalam konteks penelitian media massa di

Indonesia.

7

Page 8: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

E. Kerangka Teori

Idologi Dalam Pandangan Markisme

Ideologi -Dalam konsepsi Marx6- adalah sebentuk kesadaran palsu (Fals

Consciousness)7. Kesadaran seseorang, dan bagaimana mereka menghubungkan dirinya

dengan masyarakat dibentuk diproduksi oleh masyarakat, tidak oleh biologi yang alamiah.

Keasadaran kita tentang realitas sosial ditentukan oleh masyarakat, tidak oleh psikologi

individu. Mark dan Engel -seperti dikutip oleh Douglas Kellner–mengarakterkan ideologi

sebagai ide kelas penguasa (The Ruling Class) yang memperoleh dominasi (dominance)

pada era tertentu.8

Seorang Marxis struktruralis, Louis Althusser berpandangan bahwa kehidupan

manusia sebagai subjek identik dengan subjek bagi struktur, di mana struktur tadi bukan

ciptaannya melainkan kelompok atau kelas tertentu. Karena struktur itu diciptakan untuk

dan identik dengan kepentingan kelompok penciptanya, individu-individu di sini dikatakan

sebagai subjek bagi struktur tidak lain adalah pelayanan kepentingan dari kelas tertentu

yang menciptakan struktur tersebut.

Ideologi dalam pandangan Althusser bukan hanya membutuhkan subjek tetapi juga

menciptakan subjek. Bagaimana caranya? Individu hanya eksis sebagai subjek dalam

ideologi, menempatkan seseorang pada suatu identitas atau posisi imajiner tertentu. Dalam

konsepsi Althusser, ideologi menempatkan seseorang bukan hanya posisi tertentu dalam

suatu relasi sosial tetapi juga hubungan individu dengan relasi sosial tersebut. Dan relasi

tersebut bersifat imajiner karena ia bekerja melalui pengenalan/pengakuan dan identifikasi

untuk menempatkan atau menyapa seseorang dalam posisi tertentu. Ideologi

1 . http://ruuappri.blogsome.com/ diakses Sabtu 5 Agustus 2006. Pukul 14:30 WIB2 . http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=323, diakses selasa 5 September 2006

pukul 00: 2 WIB3 . www.republika.com diakses Sabtu 5 Agustus 2006. Pukul 14:33 WIB4 . Alex Sobur. 2003. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis

Semiotika, Dan Analisis Framing. PT Remaja Rosda Karya: Bandung, hal 305 . ibid, hal X

8

Page 9: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

menginterpelasi individu sebagai subjek dan menempatkan seseorang dalam posisi tertentu.

Interpelasi sebagaimana yang dikatakan oleh Althusser tadi bukan hanya terjadi

pada pembicaraan interpersonal saja, tapi juga di media massa. Bahkan menurut Tolson

seperti yang dikutip Eriyanto, teks media selalu menyapa seseorang dan menempatkan

seseorang ketika harus membaca atau melihat suatu teks. Kenapa? Karena teks media pada

dasarnya ditujukan bukan untuk dirinya sendiri, pesan media pada dasarnya ditujukan untuk

berkomunikasi dengan khalayak9.

Kalau dipahami teori interpelasi yang diajukan oleh Althusser (m.1918-1990), ia

menekankan bagaimana kekuatan kelompok dominan mengontrol kelompok lain. Maka

timbul pertanyaan, bagaimana penyebaran ideologi itu dilakukan? Menjawab pertanyaan

ini, patut dikemukakan teori hegemoni yang dikemukakan oleh Anthonio Gramsci. Secara

singkat, hegemoni melibatkan memenangkan dan memenangkan kembali secara terus

menerus kesepakatan di kalangan mayoritas terhadap sistem yang menempatkan mereka

sebagai subordinat.10. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa teori Gramsci menekankan

bahwa dalam lapangan sosial ada pertarungan untuk memperebutkan penerimaan publik.

Hegemoni diperlukan, dan harus bekerja begitu keras, karena pengalaman

kelompok subordinat (apakah oleh kelas, gender, ras, umur atau pun faktor lain) terus

menerus memberikan gambaran yang bertentangan dengan lukisan ideologi yang dominan

yang di buat untuk mereka oleh mereka dan relasi sosialnya. Dengan kata lain ideologi

dominan, terus menerus berhadapan dengan resistensi yang harus diatasinya dalam rangka

memenangkan kesepakatan rakyat atas tatanan sosial yang dipromosikan.

Oleh karena itu, perlu usaha untuk untuk menyebarkan ideologi dan kebenarannya

tersebut agar diterima tanpa perlawanan. Salah satu strategi kunci adalah mengkonstruksi

“anggapan umum” (common sense). Jika ide atau gagasan dari kelompok

dominan/berkuasa diterima sebagai anggapan umum (jadi tidak didasarkan pada kelas

sosial), maka tujuan ideologisnya tercapai dan kerja ideologisnya pun tersembunyi.11. Hal

senada dikemukakan oleh sejarawan asal Amerika, Todd Gitlin (1980) dengan mengacu

pada hasil penelitiannya tentang berita di media massa. Gitlin mengemukakan bahwa,

9

Page 10: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

“Hegemony is secured when those who control the dominant institutions

impress their definitions upon the ruled. The dominant class controls

ideological space and limits what is thinkable in society. Dominated

classes participate in their domination, as hegemony enters into everything

people do and think of as natural, or the product of common sense-

including what is news, as well as playing, working, believing, and

knowing. Hegemonic ideology permeates the common sense that people use

to understand the world and tries to become that common sense”12

Proses hegemoni ini terjadi dengan banyak cara dan terjadi di mana-mana. Intinya,

ia terjadi manakala peristiwa atau teks ditafsirkan dengan cara yang mampu mengangkat

kepentingan suatu terhadap yang lainnya. Ini dapat dibilang sebuah proses yang cerdik

dengan menjadikan kepentingan kelompok subordinat menjadi pendukung kepentingan

kelompok dominan.13

Walaupun istilah ideologi berbeda-beda, namun ia dapat diklasifikasikan menjadi

dua kategori, positif dan negatif. Secara positif ideologi dipersepsikan sebagai suatu

pandangan dunia14 yang menyatakan nilai-nilai suatu kelompok tertentu untuk membela dan

memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Sedangkan secara negatif, ideologi dilihat

sebagai kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara

memutarbalikan pemahaman orang mengenai realitas sosial. Demikianlah menurut Jorge

Larrain (1996) ketika berbicara mengenai konsep ideologi15

Media: Representasi Kelompok Dominan

Jamess Lull mengatakan Ideologi adalah ungkapan yang paling tepat untuk

mendeskripsikan nilai dan agenda publik dari bangsa, kelompok agama, kandidat dan

pergerakan politik, organisasi bisnis sekolah, serikat buruh, bahkan regu olah raga

profesional dan orkes rock.16 Termasuk juga media massa17.

Media massa setidak-tidaknya memiliki dua kepentingan  utama di balik media,

yaitu kepentingan ekonomi (economic interest) dan kepentingan kekuasaan (power

10

Page 11: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

interest), yang membentuk isi media (media content), informasi yang disajikan, dan makna

yang ditawarkannya. Di antara dua kepentingan utama tersebut, ada kepentingan lebih

dasar yang justru terabaikan, yaitu kepentingan  publik. Media yang seharusnya berperan

sebagai ‘ruang publik’ (public sphere), disebabkan oleh kepentingan-kepentingan di atas,

justru mengabaikan kepentingan publik itu sendiri.

Kuatnya kepentingan ekonomi dan kekuasaan politik inilah yang sesungguhnya

menjadikan media tidak dapat netral, jujur, adil, obyektif dan terbuka. Akibatnya, informasi

yang disuguhkan oleh media telah menimbulkan persoalan ‘obyektivitas pengetahuan’ yang

serius pada media itu sendiri. Kepentingan-kepentingan  ekonomi dan kekuasaan politik

akan menentukan apakah informasi yang disampaikan oleh sebuah media mengandung

kebenaran (Truth) atau kebenaran palsu (Pseudo-Truth); menyampaikan obyektivitas atau

subyektivitas; bersifat netral atau berpihak; merepresentasikan fakta atau memelintir fakta;

menggambarkan realitas (Reality) atau mensimulasi realitas (simulacrum).

Karena peran yang penting dimainkan oleh media tersebut, menurut Stuart Hall,

bahwa media massa adalah kunci utama dari sebuah pertarungan kekuasaan. Karena media

massa adalah alat bagi kelompok The haves untuk mendapat dukungan dari kelompok the

have-nots untuk memapankan status quo18. Stuart Hall yakin bahwa media berfungsi untuk

melanggengkan dominansi mereka yang berada pada kekuasaan19. Dalam proses

pembentukan realitas, Stuart Hall menekankan pada dua titik, yaitu bahasa dan penandaan

politik. Penandaan politik disini diartikan sebagai bagaimana praktik sosial dalam

membentuk makna, mengontrol, dan menentukan makna. Menurut Hall, media berperan

dalam menandakan peristiwa atau realitas dalam pandangan tertentu, dan menunjukkan

bagaimana kekuasaan ideologi di sini berperan – karena ideologi menjadi bidang di mana

pertarungan dari kelompok yang ada dalam masyarakat20.

Dalam sebuah tulisannya, “The Rediscovery Of Ideology”: Return Of The Repressed

In Media Studies.” Stuart Hall menyatakan, makna tidak tergantung pada struktur makna itu

sendiri, tetapi lebih kepada praktek pemaknaan. Menurut Hall, makna adalah produksi

sosial, suatu praktek konstruksi. Media massa menurut Hall, pada dasarnya tidak

11

Page 12: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

mereproduksi, melainkan menentukan (to define) realitas melalui pemakaian kata-kata

terpilih. Makna tidak secara sederhana bisa dianggap suatu produksi dalam bahasa, tetapi

sebuah pertentangan sosial (social struggle), sebuah pertentangan dalam memenangkan

wacana. Maka itu, pemaknaan yang berbeda-beda merupakan arena pertarungan tempat

memasukan bahasa di dalamnya (Hall, 1982:67)21. Karena pengaruh media yang besar tadi,

wajar kalau ada yang menyebut media sebagai Fourth Estate (kekuatan ke-empat) dalam

kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Karl Deutsch menyebut media sebagai “urat nadi

pemerintah” (The Nerves Of Government).

Apa yang dikatakan Stuart Hall pararel dengan apa yang dikemukakan oleh

Raymond William dalam Marxisme And Literature (1977: 109) seperti dikutip oleh Pamela

Shoemaker dan Stephen D. Reese dalam buku Mediating The Message: Theories Of

Influences On Mass Media Content. Raymond William mengklasifikasikan penggunaan

ideologi tersebut dalam tiga ranah salah satunya adalah ranah produksi makna dan ide22.

Ideologi di sisni adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan proses produksi makna 23.

Dalam produksi makna ini, tentu ideologi tak bisa dipisahkan dari pembahasan tentang

bahasa.

Bahasa: Konstruktor Realitas

Persoalan ideologis pada bahasa muncul ketika apa yang disampaikan (dunia

representasi) dikaitkan dengan kenyataan sosial (dunia nyata). Pertanyaannya adalah,

apakah bahasa merupakan cermin atau refleksi, sari realitas; atau, sebaliknya, ia

menceritakan separuh realitas dan menyembunyikan separuh lainnya?

Menurut Peter L. Berger & Thomas Luckman, di dalam The Social Construction of

Reality, berbicara mengenai sebuah konsep sosiologi tentang realitas. Apa yang diterima

sebagai realitas, sebagai pengetahuan, semuanya dikonstruksi secara sosial-artinya,

dibentuk oleh masyarakat di mana realitas itu mengambil tempat. Manusia hidup di sebuah

dunia, di mana pengetahuan direpresentasikan lewat tanda-tanda (sign), yang mempunyai

makna (meaning) tertentu bagi manusia. Tanda-tanda tersebut disediakan oleh elite-elite

(produser media) bagi anggota masyarakat untuk dipahami kode-kode (social code) dan

12

Page 13: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

maknanya, dan makna-makna tersebut akan 'mencetak' diri individu secara sosial24

Dari pernyataan Peter L. Berger & Thomas Luckman ini, dapat ditarik kesimpulan

bahwa bahasa tidak terlepas dari berbagai tekanan ideologi sehingga ketimbang menjadi

cermin realitas bahasa lebih tepat disebut sebagai perumus realitas. Bagaimana mekanisme

perumusan realitas? Tonny Bennet mengutarakan ada lima mekanisme perumusan realitas

dalam bahasa.25, yaitu:

Pertama, mekanisme oposisi biner, yaitu mekanisme penyusun kategori-kategori

simbolik berdasarkan sistem kategori pasangan, dimana kelompok sosial tertentu

mengidentifikasi dirinya sebagai kelompok simbolik kelas pertama (baik, benar, unggul),

dan kelompok lawan pada kategori kedua (buruk, salah, jahat). Mekanisme oposisi biner

biasanya digunakan oleh sebuah sistem kekuasaan dalam rangka mempertahankan

kekuasaan, seperti pada sistem oposisi biner.

Kedua, mekanisme sentralisasi bahasa. Sistem politik yang sentralistis dan otoriter

seperti Orde Baru, menghasilkan sistem bahasa yang cenderung dikomandokan dari atas,

sehingga berbagai potensi bahasa yang plural tidak mendapatkan ruang untuk berkembang

dan mengaktualisasikan dirinya di dalam berbagai bentuk ekspresi bahasa. Pengendalian

bahasa dari atas cenderung menciptakan konflik-konflik kultural yang tersembunyi atau

laten di antara berbagai kelompok-kelompok bahasa yang ada.

Ketiga, monologisme bahasa. Kekerasan simbolik menyebabkan sebuah sistem

kekuasaan memusatkan diri pada egonya sendiri. Penguasa berbicara, tetapi tidak mau

mendengarkan; ia mengucapkan kata-kata, tetapi tidak mau memahami. la menggunakan

bahasa; sebagai alat perintah (petunjuk bapak, instruksi bapak), bukan sebagai alat dialog

yang di dalamnya terjadi hubungan komunikasi dua arah. Padahal sikap dialogis tersebut

diperlukan untuk menjaga hubungan yang seimbang atau hubungan simetris dalam interaksi

antarbahasa.

Keempat, penyeragaman bahasa. Pengaturan kebudayaan dari atas telah

memunculkan pula penyeragaman bahasa di dalam berbagai aspek kebudayaan. Proses

pelembagaan keseragaman bahasa (bahasa istana, bahasa P4) menjadi sebuah faktor

13

Page 14: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

penghambat utama dari berkembangnya kemampuan berpikir kritis (critical thinking), yang

kemudian menyebabkan tidak berkembangnya kemampuan kreativitas masyarakat

pengguna bahasa.

Kelima, tafsiran monosemi. Dalam tirani penyeragaman dan sentralisasi tersebut di

atas, masyarakat kita kehilangan sikap komunikatif di antara sesama subbudaya.

Masyarakat dipaksa untuk menerima tafsiran-tafsiran tunggal yang dibuat oleh penguasa

dan tidak diberikan peluang untuk menafsirkan berbagai aspek budaya dengan sudut

pandang yang beraneka ragam. Tafsiran tunggal tersebut telah menyumbat saluran

komunikasi, baik antara penguasa dan rakyat maupun antara sesama kelompok masyarakat.

Mendukung apa yang dikatakan oleh Tonny Bennet, Teun Van Dijk

mengemukakan bahwa media massa melakukan apa yang dikenal dengan delegitimasi

simbolik. Tujuan Delegitimasi simbolik menurut -Teun Van Dijk dalam Ideology;

Multidisciplinary Study adalah tidak hanya menghasilkan establishment suatu kekuasaan,

tetapi juga dapat merefleksikan praktek dominasi dan penyalahgunaan kekuasaan.26

Delegitimasi simbolik menurut Teun A. Van Dijk dilakukan melalui tiga cara: pertama

dengan memanfaatkan konteks produk, akses dan kegunaan wacana untuk menggugat

konsistensi media yang menjadi musuhnya; kedua, dengan penekanan-penekanan,

symptom-symptom negatif/destruktif pada wacana yang menjadi musuhnya; ketiga,

memanfaatkan tokoh-tokoh otoritatif yang legitimate untuk membuat klasifikasi evaluasi

moral & dakwaan-dakwaan terhadap kelompok lain27.

Dari pebjelasan Tony Bennet dan Teun A Van Dijk ini, dapat dipahami bahwa

bahasa dipahami bukanlah sesuatu yang netral, tetapi bahasa dipahami sebagai representasi

yang berperan dalam membentuk subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun

strategi-strategi wacana di dalamnya. Di mata fenomenolog, bahasa bukan hanya diterima

apa adanya, tetapi ditanggapi sebagai perantara bagi pengungkapan-pengungkapan maksud-

maksud dan makna-makna tertentu. Bagi mereka wacana adalah suatu upaya pengungkapan

maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan.28

Bahasa yang beroperasi pada teks media massa menjadi aparatus hegemoni dari

14

Page 15: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

sebuah sistem kekuasaan melalui dua cara. Pertama, ketika ia tidak memberi ruang hidup

bagi bahasa-bahasa lain (yang plural) karena dianggap sebagai ancaman. Kedua, ketika ia

digunakan untuk meniyampaikan informasi (atau versi informasi) yang sesuai dengan

kepentingan kekuasaan. Bahasa di sini semata menjadi perpanjangan tangan dari sebuah

sistem kekuasaan hegemonis, sebuah corong untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan

ideologi dominan.

Bila istilah hegemoni digunakan dalam pengertiannya yang lebih luas, maka

sesungguhnya bahasa merupakan bagian dan sebuah sistem medan perang simbolik. Di

dalam medan tersebut terjadi perebutan dominasi bahasa di antara berbagai kepentingan

lewat berbagai cara dan strategi. Di antara strategi yang kerap kali digunakan di dalam

perebutan hegemoni adalah strategi kekerasan, khususnya apa yang disebut kekerasan

simbol

Bila istilah hegemoni digunakan dalam pengertiannya yang lebih luas, maka

sesungguhnya bahasa merupakan bagian dan sebuah sistem medan perang simbolik. Di

dalam medan tersebut terjadi perebutan dominasi bahasa di antara berbagai kepentingan

lewat berbagai cara dan strategi. Di antara strategi yang kerap kali digunakan di dalam

perebutan hegemoni adalah strategi kekerasan, khususnya apa yang disebut kekerasan

simbol dan kekerasan semiotika.29

Bahasa secara total (bersama bahasa tandingan) membentuk sebuah ruang tempat

berlangsungnya sebuah perang bahasa atau perang simbol, dalam rangka memperebutkan

penerimaan publik atas gagasan-gagasan ideologis yang diperjuangkan.

Untuk menjelaskan bahasa (dan media) sebagai alat kekuasaan, Bourdieu

menggunakan istilah kompetensi, yang bermakna bahwa orang yang mempunyai kecakapan

dan otoritas untuk berbicara, menafsirkan, menilai, atau melegitimasi bahasa. Kompetensi

ini biasanya dikaitkan dengan kepemilikan apa yang disebut Bourdieu sebagai modal

simbolik. Artinya, semakin besar seseorang (kelompok orang, negara) menguasai modal

simbolik, semakin besar otoritasnya dalam menentukan arah pasar simbol. Seperti sebuah

pasar pada umumnya, pasar simbol (baca: pasar bahasa) adalah sebuah ruang dimana posisi

15

Page 16: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

seseorang (kelompok orang, negara dan kesalingberkaitan di antaranya sangat ditentukan

oleh distribusi kepemilikan modal simbolik Yang mereka miliki. 30

Beroperasinya ideologi di balik bahasa di media, tidak bisa dipisahkan dari

mekanisme ketersembunyian dan ketidaksadaran yang merupakan kondisi dari keberhasilan

sebuah ideologi. Artinya ideologi itu menyusup dan menanamkan pengaruhnya lewat

media secara tersembunyi (tidak terlihat dan halus), dan ia mengubah pandangan seseorang

secara tidak sadar. Ada beberapa mekanisme beberapa mekanisme beroperasinya ideologi

di dalam media, yaitu sebagai berikut.

Pertama, mekanisme oposisi biner (binnary opposition), yaitu penciptaaan

distribusi makna simbolik berdasarkan sistem kategori pasangan yang bersifat polaristik

dan kaku. Setiap hal digeneralisasi dan direduksi sedemikian rupa, sehingga ia hanya

berada dalam satu kutub (makna simbolik) yang extrem, kalau tidak kutub extrem di

seberangnya. Tidak ada pilihan-pilihan tanda, kode, makna dan bahasa yang beraneka

ragam (polysemy). Yang ada hanya pilihan hitam putih. Mesin-mesin biner itu, menurut

Deleuze & Parnet di dalam dialogue, biasanya digunakan oleh sistem kekuasaan yang

represif dan totaliter dalam menciptakan segmentasi kultural. Secara kaku(dan keras)

dengan berbagai cara. Mesin biner ini hanya memproduksi berbagai oposisi biner di dalam

masyarakat31.

Kedua, akibat logis yang bisa ditimbulkan oleh mesin-mesin oposisi biner adalah

berupa mekanisme paralogisme dan kekerasan simbolik di dalam media. Dalam hal ini,

disebabkan otoritas kekuasaan yang dimilikinya, kelas dominan selalu mengidentifikasi diri

mereka selalu mulia, baik, benar; sementara orang yang dikuasai /dimusuhi sebagai buruk,

jahat, bersalah, subversif, kriminal. Kecendrungan pembenaran pada diri sendiri semacam

ini pada penguasa ketika diartikulasikan di dalam media, menciptakan sebuah media yang

didalamnya beroperasi apa yang di dalam teori politik informasi disebut Pierre Bourdieu

sebagai kekerasan simbolik, yaitu sebuah kekerasan yang halus dan tak tampak yang

menyembunyikan didalamnya pemaksaan dominasi.32

Ketiga, adalah apa yang disebut oleh Paul L. Jalbert di dalam language, image,

16

Page 17: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

media sebagai mekanisme de re/ de ricto. De re berarti tentang sesuatu hal, sedangkan de

dicto berarti tentang apa yang dikatakan (tentang sesuatu hal). De re mengandung

transparansi dan kejelasan fakta dan referensi, sedangkan de dicto mengandung kekaburan

dan ambiguitas fakta dan referensi.

Dari paparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa memiliki kekuatan

menyampaikan makna dan perhatian terhadap budaya populer. Untuk menganalisis

besarnya peran media massa tadi yang dikuasai oleh ideologi tertentu sehingga dengan

sendirinya suka atau tidak suka diorientasikan kepentingan kelompok dominan tertentu Di

sinilah Teori Kritis sebagai studi media sangat tepat untuk melihat hubungan yang berkuasa

(the powerfull) dengan yang tak berkuasa (the powerless)33.

a. Metode Penelitian

6. Jenis Dan Tipe Penelitian

Penelitian ini merupkan penelitian kualitatif, tidak bertumpu pada pengukuran,

sebab penjelasan mengenai suatu gejala diperoleh pelaku (peneliti) sendiri yang

menafsirkan mengenai wacana di media massa (Tempo). Adapun tipe penelitian ini

bersifat deskriptif, yaitu berusaha menggambarkan kondisi faktual yang terjadi pada

pemberitaan majalah Tempo mengenai kasus rencana pengesahan draft/rencana

Undang-Undang Anti Pornogarfi Dan Pornoaksi.

7. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini adalah teks berita di majalah Tempo yang

menyampaikan wacana tentang isu pornografi dan pornoksi pra pengesahan

Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi tahun 2006.

8. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang akan digunakan oleh penulis yaitu teknik dokumentasi data dari

majalah berita mingguan Tempo pada bulan Januari sampai Juli 2006 yang

memberitakan tentang isu rencana pengesahan Undang-Undang Anti Pornogarfi

Dan Pornoaksi.

17

Page 18: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

9. Teknik Analisis Data

Analisis data untuk kepentingan penelitian ini menggunakan model analisis Teun

A. Van Dijk. Ia mengelaborasi elemen-elemen analisisi wacana sehingga bisa

digunakan dan dipakai secara praktis. Wacana oleh Van Dijk dikelompokan

menjadi tiga dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Inti analisis

wacana Van Dijk adalah menggabungkan ketiga aspek tersebut ke dalam kesatuan

analisis. Tiga tingkatan wacana tersebut adalah:

41. Struuktur makro. Ini merupakan makna global atau umum dari suatu teks

yang dapat dipahami dengan melihat topik dari suatu teks. Tema wacana ini

bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa.

42. Supra stuktur adalah kerangka suatu teks; bagaimana struktur dan elemen-

wacana disusun dalam teks secara utuh

43. Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan

menganalisis kata, proposisi, anak kalimat, paraprase yang dipakai.

Bila digambarkan maka model analisis wacana Van Dijk sebagai berikut:

18

Page 19: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

ELEMEN WACANA VAN DIJK 34

Struktur Wacana Hal yang Diamati Elemen

Struktur MakroTematik

(apa yang dikatakan)Topik

superstruktur

Skematik

(bagaimana pendapat disusun dan

dirangkai)

skema

Struktur mikro

Semantik

(makna yang ditekankan dalam teks

berita)

Latar, detail, maksud,

praanggapan,

nominalisasi

Struktur mikroSintaksis

(bagaimana pendapat disampaikan)

Bentuk kalimat,

koherensi, kata ganti

Struktur mikroStilistik

(pilihan kata apa yang dipakai)leksikon

Struktur mikro

Retoris

(bagaimana dan dengan cara apa

penekanan dilakukan)

Grafis, metafora,

ekspresi

Analisis Van Dijk di sini menghubungkan analisis tekstual –yang memusatkan

melulu pada tekstual—ke arah analisis yang komprehensif bagaimana teks berita itu

diproduksi baik dalam hubungannya dengan individu wartawan maupun dengan

masyarakat.

Penelitian ini akan difokuskan pada analisis wacana dari dimensi teks. Menurutnya

meskipun terdapat berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan satu

kesatuan, saling berhubungan dan saling mendukung satu sama lainnya.

Berikut diuraikan satu persatu elemen wacana Van Dijk35.

1 Tematik

Elemen tematik menunjukan pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga

19

Page 20: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

disebut gagasan inti, ringkasan atau yang utama dari suatu teks. Topik

menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam

pemberitaannnya. Topik menunjukan konsep dominan, sentral dan paling

penting dari isi suatu berita. Oleh karena itu, ia sering juga disebut tema atau

topik. Topik menggambarkan tema umum dari suatu teks berita. Topik ini akan

didukung oleh subtopik-subtopik yang saling mendukung terbentuknya topik

umum. Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta yang ditampilkan

yang menunjuk dan menggambarkan subtopik, sehingga dengan subbagian

yang saling mendukung antara satu bagian dengan bagian yang lain, teks secara

keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh.36

2 Skematik

Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan

sampai akhir. Alur tersebut menunjukan bagaimana bagian-bagian dari teks

disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti meskipun

mempunyai bentuk dan skema yang beragam, berita umumnya secara hipotetik

mempunyai dua kategori skema besar. Pertama, summary yang umumnya

ditandai dengan adanya dua elemen yakni judul dan lead. Elemen skema ini

merupakan elemen yang dipandang elemen paling penting. Judul dan lead

umumnya menunjukan tema yang ingin ditampilkan oleh wartawan dalam

pemberitaannnya. Lead ini umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang

ingin dikatakan sebelum masuk lengkap. Kedua story, yakni isi berita secara

keseluruhan. Isi berita ini secara hipotetik juga mempunyai subkategori. Yang

pertama berupa situasi yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua

komentar yang ditampilkan dalam teks. Menurut Van Dijk, arti penting dari

skema adalah strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin

disampaikan dengan menyususn bagian–bagian dengan urutan tertentu. Skema

memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang kemudian

sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya

20

Page 21: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

penyembunyian dilakukan dengan menempatkan di bagian akhir agar terkesan

kurang menonjol.37

3 Semantik

Semantik dalam skema Van Dijk dikategorikan sebagai makna lokal (local

meaning), yaitu makna yang muncul dari hubungan antar kalimat, hubungan

amtarposisi, yang membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks.

Analisisi wacana banyak memusatkan perhatian pada dimensi teks seperrti

makna yang explisit ataupun implisit dan bagaimana orang lain berbicara

tentang hal itu. Semua strategi semantik selalu dimaksudkan untuk

menggambarkan diri sendiri atau kelompok sendiri secara positif dan

sebaliknya akan menggambarkan kelompok orang lain secara negatif.38 Elemen-

elemen yang ada dalam strategi semantik ini adalah:

3.1. Latar

Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi semantik

(arti) yang ingin ditampilkan. Seorang wartawan ketika menulis

berita biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang

ditulis. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan

hendak dibawa. latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang

diajukan dalam suatu teks. Oleh karena itu, latar merupakan elemen

yang berguna karena dapat membongkar apa maksud yang ingin

disampaikan oleh wartawan. Kadang, maksud atau isi utama tidak

dibeberkan dalam teks, tetapi dengan melihat apa yang ditampilkan

dan bagaimana latar tersebut disajikan, kita bisa menganalisis apa

maksud tersembunyi yang ingin dikemukakan oleh wartawan

seseungguhnya. Latar peristiwa itu dipakai untuk menyediakan

dasar hendak ke mana teks dibawa. Ini merupakan cerminan

ideologis, di mana wartawan dapat menyajikan latar belakang dapat

juga tidak, tergantung pada kepentingan mereka.39

21

Page 22: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

3.2. Detil

Elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang

ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara

berlebihan informasi yang menguntiungkan dirinya atau citra yang

baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah

yang sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau hal itu

merugikan kedudukannya. Informasi yang menguntungkan

6 . Karl Marx (m.1818-1883), lahir di Treves (daerah Rhin) ayahnya Yahudi yang kemudian memeluk agama Protestant dan menjadi pengacara liberal. Tahun m.1843 ia menikah dengan Jenny Von Westphallent yang memberinya tiga orang anak perempuan. Buku yang pernah ia tulis adalah: La Quetion Juive, Critique De La Philosophi Du Droit De Hegel, La Sainte Famille, L’ideologie Allemande, Travail Sallarie Et Capital, Manifesto Du Parti Communiste, Capial I. Kemudian Engel (m.1820-1895)lah yang menulis Capital II dan Capital III. Ia meninggal tanggal 14 Maret 1883 M. Ia adalah tokoh sosialis revolusioner yang banyak menulis naskah filsafat di bidang kehidupan masyarakat. Dalam dunia akademis Marx sering disebut Marx Muda dengan tulisan-tulisannya yang sarat dengan pemikiran-pemikiran filsafatnya, dan sebagai Marx Tua dengan tulisan-tulisan terapannya dalam bidang sosial ekonomi. Marx lewat tulisan-tulisannya tersebut sangat berpengaruh pada perkembangan sosialisme modern dan komunisme sebagai ideologi dunia yang menguasai lebih dari sepertiga penduduk bumi. Dikutip dari Poespowardojo, Soerjanto. Juli 1993. Strategi Kebudayaan, Pendekatan Praktis. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta hal 161. Ideologi itu sendiri untuk kali pertama ditulis Marx dan Engel dalam buku The German Ideologi.

7 . Suatu bentuk kesadaran-yaitu seperangkat kepercayaan, sikap-sikap, disposisi-disposisi batin, motivasi-motivasi, preferensi-preferensi, dst. Disebut palsu bila secara epistemis mengklaim dirinya satu-satunya yang paling benar yang secara fungsional melanggengkan, menstabilkan atau melegitimasikan dominasi dan secara genetis berasal dari kepentingan-kepentingan penguasaan tertentu. Dikutip dari “Kritik Ideologi Pertautan Pengetahuan Dan Kepentingan”, Francisco Budi Hardiman, Kanisius: Yogyakarta, hal 191

8 . Doglas Kellner.1995. Media Culture Culture, Identity And Politics Between The Modern And The Posmodern. Routledge: London. Hal 57.

9 . Eriyanto. 2003. Analisis Wacana:Pengantar Analisis Teks Media. Lkis: Yogyakarta, hal 10110 . John Fiske. Alih bahasa: Yosal Iriantara dan Idi Subandri Ibrahim. 2004. Introduction To

Communication Study, 2nd. Jalasutra: Yogyakarta, hal 243. Juga dijelaskan oleh Eriyanto (2003) dalam buku Analisis Wacana:Pengantar Analisis Teks Media. Lkis: Yogyakarta hal 107

11 . ibid., hal 243.12 . Paul Grosswoler, Jorge Reina Schement (eds). 2001. Cultural Study dalam Encyclopedia Of

Communication And Information, 1st volume. Macmillan Library reference: USA. Hal 201.

13 . Stephen W. Littlejohn.1996. Theories Of Human Communication, 5th Edition. Wadsworth

22

Page 23: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebihan tetapi juga

dengan detil yang lengkap kalau perlu dengan data-data. Detil yang

lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilkaukan

secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak.

Elemen detil merupakan strategi bagaimana wartawan

mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau

wacana yang dikembangkan oleh wartawan kadangkala tidak perlu

Publishing Company: California, USA., Hal 229. Bunyinya; “The process of hegemony can occur in many ways and in many settings. In essence, it happens when events or texts are interpretated in a way that promotes the interests of one group over those of another. This can be a subtle process of co-opting the interests of a subordinate group into supporting those of dominant one”.

14 . Bahasa Inggrisnya worldview; Bahasa Jermannya Weltanschauung/weltansicht15 . Dalam buku “Analisis Wacana Ideologi Gender Media Anak-Anak” Semarang. Diterbitkan

atas kerjasama penerbit Mimbar dan Yayasan Adikarya ikapi serta Ford Foundation. Tahun 2001 Hal 31

16 . Agus Sudibyo. 2001. Politik Media Dan Pertarungan Wacana Lkis Yogyakarta, hal 6517 . Hal senada juga dinyatakan oleh Everett M. Roger dalam bukunya yang berjudul A history

of Communication Study: A Biografical Approach seperti dikutip oleh Eriyanto, mengemukakan bahwa “media bukanlah entitas yang netral, tetapi bisa dikuasai oleh kelompok dominan”. Eriyanto (2003) dalam buku Analisis Wacana:Pengantar Analisis Teks Media. Lkis: Yogyakarta hal 48

18 . Dalam Emory Griffin. 1991. A First look At Communication Theory. McGrow-Hill: USA, Stuart Hall menulis: “Critical theorists view the mass media as a means by which the haves of society gain the willing support of the have-nots to maintain the status quo”. Hal 310

19 . op. cit. hal 31120 . Dalam bukunya Introduction Of Communication Studies, John Fisk seperti yang dikutip

Eriyanto dalam buku Analisis Wacan, Pengantar Analisis Teks Media. Lkis: Yogyakarta hal 87 mengatakan, “makna tidak intrinsik ada pada teks itu sendiri. Seorang yang membaca suatu teks berita tidak menemukan makna dalam teks, sebab yang dia temukan dan yang hadapi secara langsung adalah pesan dalam teks. Makna itu diproduksi lewat proses yang aktif dan dinamis, baik dari sisi pembuat maupun khalayak pembaca”.

21 . ibid hal 4822 . Kedua ranah tempat beroperasinya ideologi yang adalah 1) Sebuah sistem kepercayaan

yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu. Menurutnya Ideologi bukan sistem unik yang dibentuk oleh pengalaman seseorang, tetapi dibentuk oleh masyarakat di mana ia hidup, posisi sosial dia, pembagian kerja, dan sebagainya. 2) Sebuah sistem kepercayaan yang dibuat—ide palsu atau kesadaran palsu—yang bisa dilawankan dengan pengetahuan ilmiah. Ideologi dalam hal pengertian ini adalah seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu di mana kelompok yang berkuasa atau dominan menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain yang tidak dominan. Kelompok dominan mengeontrol kelompok lain dengan perangkat

23

Page 24: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

disampaikan secara terbuka, tetapi dari detil bagian mana yang

dikembangkan dan mana yang diberitakan dengan detil yang besar,

akan menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh

media.40

3.3. Maksud

ideologi yang disebarkan ke dalam masyarakat yang akan membuat membuat kelompok yang didominasi melihat hubungan itu nampak natural dan diterima sebagai kebenaran. Eriyanto, Hal 88, 92

23 . Kedua ranah tempat beroperasinya ideologi yang adalah 1) Sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu. Menurutnya Ideologi bukan sistem unik yang dibentuk oleh pengalaman seseorang, tetapi dibentuk oleh masyarakat di mana ia hidup, posisi sosial dia, pembagian kerja, dan sebagainya. 2) Sebuah sistem kepercayaan yang dibuat—ide palsu atau kesadaran palsu—yang bisa dilawankan dengan pengetahuan ilmiah. Ideologi dalam hal pengertian ini adalah seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu di mana kelompok yang berkuasa atau dominan menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain yang tidak dominan. Kelompok dominan mengeontrol kelompok lain dengan perangkat ideologi yang disebarkan ke dalam masyarakat yang akan membuat membuat kelompok yang didominasi melihat hubungan itu nampak natural dan diterima sebagai kebenaran. Eriyanto, Hal 88, 92

24 . Peter L. Berger & Thomas Luckman. 1981. The Social Construction of Reality. Penguin Books. Hal 49-61

25 . Tonny Bennet (1982) Media Reality Signification. dalam Mitchel Gurevitch (ed) Culture Society & Media Methuen hal 289

26 . Agus Sudibyo. 2001.Politik Media Dan Pertarungan Wacana. Lkis: Yogyakarta, hal 18327 . ibid, hal 182-183.28 . Hikam, dalam latif dan Ibrahim, Ed., 1996:81 hal 2229 . Yasraf A Piliang. 2005. Transpolitika Dinamika Politik Di Era Virtualitas.

Jalasutra:Yogyakarta Hal 9830 . Pierre Bordieu. 1992. Language And Symbolic Power. Polity Press, hal 1431 . Yasraf A Piliang. 2005. Transpolitika Dinamika Politik Di Era Virtualita. Jalasutra:

Yogyakarta hal 22032 . ibid, hal 22133 . Hanno Hardth. 2004. Crtical Communication Studies: Sebuah Pengantar Comprehensif

Sejarah Perjumpaan Tradisi Kritis Eropa Dan Tradisi Pragmatis Amerika. Jalasutra:Yogyakarta. Hal xvi-xvii

34 . Alex Sobur, 2003. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika Dan Analisis Framing. PT Remaja Rosda Karya: Bandung, Hal 78

35 . Uraian mengenai struktur wacana ini didasarkan pada tulisan Van Dijk seperti dikutip Eriyanto. 2003. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media Lkis: Yogyakarta

24

Page 25: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan

komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya

informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit

dan tersembunyi. Tujuannya adalah publik hanya disajikan

informasi yang menguntungkan komunikator. Informasi yang

menguntungkan disajikan secara jelas, dengan kata-kata yang tegas

dan menunjuk langsung ke fakta. Sebaliknya informasi yang

merugikan disajikan dengan kata tersamar, eufemistik, dan berbelit-

belit. Dengan semantik tertentu, seorang komunikator dapat

menyampaikan secara implisit informasi atai fakta yang merugikan

dirinya, sebaliknya secara explisit akan menguraikan informasi yang

menguntungkan dirinya. Dalam konteks media, elemen maksud

menunjukan bagaimana secara implisit dan tersembunyi wartawan

menggunakan praktek bahasa tertentu untuk menonjolkan basis

kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan versi

kebenaran lain. 41

36 . ibid, hal 23037 . ibid,hal 233-23438 . op. cit. Hal 7839 . op. cit. hal 235-23640 . ibid, hal 23841 . ibid , hal 240

25

Page 26: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

3.4. Praanggapan

Elemen wacana praanggapan (presupposition) merupakan

pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks.

Kalau latar berarti upaya mendukung pendapat dengan jalan

memberi latar belakang, maka praanggapan adalah upaya untuk

mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya

kebenarannya. Praanggapan hadir dengan pernyataan yang

dipandang terpercaya sehingga tidak perlu dipertanyakan. Teks pada

umumnya mengandung banyak sekali praanggapan. Praanggapan ini

merupakan fakta yang belum terbukti kebenarannya, tetapi

dijadikan dasar untuk mendukung gagasan tertentu42

3.5. Nominalisasi, nominalisasi merupakan strategi yang dapat

memberikan sugesti kepada khalayak adanya generalisasi. Elemen

yang hampir sama dengan nominalisasi adalah abstraksi –

berhubungan dengan pertanyaan apakah komunikator memandang

objek sebagai sesuatu yang tunggal berdiri sendiri ataukah sebagai

suatu kelompok komunitas.

4 Sintaksis43

4.1. Koherensi Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau

kalimat dalam teks. Dua kalimat yang menggambarkan fakta yang

berbeda dapat dihubungkan sehingga nampak koheren, sehingga fakta

yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika

seseorang menghubungkannya. Koherensi ini secara mudah dapat diamati

diantaranya dari kata hubung (konjungsi) yang dipakai untuk

menghubungkan fakta. Apakah dua kalimat dipandang sebagian

hubungan kausal (sebab-akibat), hubungan keadaan, waktu, kondisi dan

42 . ibid, hal 25643 . ibid, hal 242-247

26

Page 27: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

sebagainya. Koherensi merupakan elemen yang menggambarkan

bagaimana peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh

wartawan. Koherensi dibagi menjadi dua jenis. Pertama, Koherensi

Kondisional. Ini ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai

penjelas. Di sini ada dua kalimat, di mana kalimat kedua menjadi penjelas

atau keterangan dari proposisi pertama, yang dihubungkan dengan kata

hubung (konjungsi) seperti “yang” atau “dimana”. Kalimat kedua

fungsinya dalam kalimat semata hanya penjelas (anak kalimat), sehingga

ada atau tidak ada anak kalimat tidak mempengaruhi arti kalimat. Anak

kalimat itu menjadi kepentingan komunikator karena ia dapat

memberikan keterangan yang baik/ buruk terhadap suatu pernyataan.

Koherensi ini dalam banyak hal seringkali menggambarkan kepada kita

bagaimana sikap wartawan atas peristiwa, kelompok atau seseorang yang

ditulis. Bagaimana sikap tersebut dilekatkan dan tanpa disadari

menggiring pembaca pada pemahaman atau pemaknaan tertentu. Kedua,

Koherensi Pembeda ini berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua

peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan. Dua buah peristiwa dapat

dibuat seolah-olah saling bertentangan bersebrangan (contrast) dengan

koherensi ini. Efek koherensi pembeda ini bermacam-macam. Akan tetapi

yang terlihat nyata adalah bagaimana pemaknaan yang diterima oleh

khalayak berbeda. Karena satu fakta atau realitas dibandingkan dengan

realitas yang lain. Di sini yang harus dikritisi adalah bagaimana realitas

yang perbandingkan dan dengan cara apa perbandingan itu dilakukan.

Apa efek dari perbandingan tersebut, apakah membuat satu fakta menjadi

lebih baik atau bertambah buruk.

4.2. Bentuk kalimat Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang

berhubungan dengan cara berfikir logis, yaitu prinsip kasualitas. Di mana

ia menanyakan apakah A yang menjelaskan B ataukah B yang

27

Page 28: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

menjelaskan A. Logika kasualitas ini kalau diterjemahkan ke dalam

bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) atau objek (yang

diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya teknis kebenaran tata

bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.

Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari

pernyatannnya, sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek

dari pernyataannya. Bentuk lain adalah dengan urutan pemakaian kata-

kata yang mempunyai dua fungsi sekaligus. Pertama, menekankan atau

menghilangkan dengan penempatan dan pemakaian kata atau frase yang

mencolok dengan menggunakan permainan semantik. Yang juga penting

dalam sintaksis selain bentuk kalimat adalah proposisi dalam kalimat.

Bagaimana proposisi-proposisi diatur dalam rangkaian kalimat. Proposisi

mana yang yang ditempatkan diawal kalimat, dan mana yang diakhir

kalimat. Penempatan itu dapat mempengaruh makna yang timbul karena

akan menunjukan bagian mana yang lebih ditonjolkan kepada khalayak.

4.3. Kata ganti Elemen kata ganti merupakan elemen yang

memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif.

Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk

menunjukan di mana posisi seseorang dalam wacana. Dalam

mengungkapkan sikapnya, seeorang dapat menggunakan kata ganti

“saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut

merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Akan tetapi ketika

memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi

sikap bersama dalam komunitas tertentu. Batas antara komunikator dan

khalayak dengan sengaja dihilangkan untuk menunjukan apa yang

menjadi sikap komunikator juga menunjukan sikap komunitas secara

keseluruhan. Pemakaina kata jamak seperti kata “kami” atai “kita”

mempunyai imlikasi menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik,

28

Page 29: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

serta mengurangi kritik dan oposisi (hanya) kepada diri sendiri

4.4. Pengingkaran Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktek

wacana yang menggambarkan bagaimana wartawan menyembunyikan

apa yang ingin diekspresikan secara implisit. Dalam arti yang umum,

pengingkaran menunjukan seolah wartawan menyetujui sesuatu, padahal

ia tidak setuju dengan memberikan argumentasi atau fakta yang

menyangkal persetujuannya tersebut. Dengan kata lain, pengingkaran

merupakan bentuk strategi wacana di mana wartawan tidak secara tegas

dan eksplisit menyampaikan pendapat dan gagasannya kepada

khalayak.pengingkaran adalah sebuah elemen di mana kita bisa

membongkar sikap atau ekspresi wartawan yang disampaikan secara

tersembunyi itu dilakukan oleh wartawan seolah ia menyetujui pendapat,

padahal yang ia inginkan adalah sebaliknya. Oleh karena itu, perlu

dikritisi apa maksud yang sesungguhnya dari penulis atau wartawan dan

bagaimana pengingkaran itu dilakukan. Umumnya pengingkaran itu

dilakukan di bagian akhir, di mana wartawan wartawan sebelumnya

menampilkan pendapat umum terlebih dahulu, pendapat pribadi disajikan

sesudahnya. .

5 Stlistik

Elemen wacana yang masuk dalam kategori Stlistik yaitu Leksikon Pada

dasarnya elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata

atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. pemilihan kata bukan terjadi secara

kebetulan tetapi juga secara ideologis menunjukan bagaimana pemaknaan

seseorang terhadap fakta atau realitas.44

6 Retoris45

61. Grafis Elemen ini merupakan bagian untuk

44 . op. cit. Hal 25345 . op. cit. Hal 258

29

Page 30: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

memeriksa apa yang ditekankan atau yang

ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh

seseorang yang diamati dari teks. Dalam wacana

berita, grafis ini biasanya muncul lewat tulisan atau

bagian yang ditulis lain dibandingkan dengan lain.

Pemakaian hurup tebal, hurup miring, pemakaian

garis bawah, hurup yang dibuat dengan ukuran hurup

yang lebih besar.Termasuk didalamnya pemakaian

caption, raster, grafik, gambar, atau tabel yang

memandang arti penting sesuatu pesan. Bagian-

bagian yang ditonjolkan ini menekankan kepada

khalayak pentingnya bagian tersebut. Bagian yang

dicetak berbeda adalah bagian yang dipandang

penting oleh komunikator, di mana ia menginginkan

khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian

tersebut. Elemen grafis juga muncul dalam bentuk

foto, gambar atau tabel yang mendukung gagasan

atau bentuk lain yang tidak diinginkan. Pemakaina

angka-angka dalam berita diantaranya digunakan

untuk mensugestikan kebenaran, ketelitian, dan posisi

dari suatu laporan.

62. Metafora Dalam suatu wacana, seorang wartawan

tidak hanya menyampaikan pesan pokok mlewat teks,

tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora, juga sebagai

ornamen atau bumbu dari suatu berita. Akan tetapi

pemakaian metafora tertentu bisa jadi menjadi

petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks.

Metafora tertentu dipakai oleh wartawan secara

30

Page 31: BAB I Skripsi Jurusan Komunikasi

Di Upload oleh Dimas Aris Sera a.k.a dhennys_assilahkan hubungi saya jika ingin mendapatkan full versionnya sampai bab terakhir.

strategis sebagai landasan berfikir, alasan pembenar

atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik.

Wartawan menggunakan kepercayaan masyarakat,

ungkapan, sehari-hari, peribahasa, petuah leluhur,

kata-kata kuno, atau bahkan dari ayat-ayat suci—

yang semuanya dipakai untuk memperkuat pesan

utama.

31