26
BAB I LAPORAN KASUS I.1. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. S Usia : 55 tahun Alamat : Muncul 2/1, Banyubiru Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : SD Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Status Marital : Menikah Agama : Islam Kelompok Pasien : BPJS NON PBI Bangsal / Bed : Melati, kelas III / 3 Waktu Masuk : 19-6-2014 Rekam medis : 060535 - 2014 I.2. DATA DASAR I.2.1. Anamnesis (Subjektif) Autoanamnesis tanggal 19 Juni 2014 Keluhan Utama: Nyeri di seluruh lapang perut Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluh nyeri perut 3 minggu yang lalu SMRS. Pada mulanya nyeri dibagian ulu hati. Kemudian nyeri tersebut pindah ke perut bagian 1

Bab i Peritonitis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab i Peritonitis

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Usia : 55 tahun

Alamat : Muncul 2/1, Banyubiru

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status Marital : Menikah

Agama : Islam

Kelompok Pasien : BPJS NON PBI

Bangsal / Bed : Melati, kelas III / 3

Waktu Masuk : 19-6-2014

Rekam medis : 060535 - 2014

I.2. DATA DASAR

I.2.1. Anamnesis (Subjektif)

Autoanamnesis tanggal 19 Juni 2014

Keluhan Utama:

Nyeri di seluruh lapang perut

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluh nyeri perut 3 minggu yang lalu SMRS. Pada mulanya

nyeri dibagian ulu hati. Kemudian nyeri tersebut pindah ke perut bagian

kanan bawah. Pasien dibawa oleh keluarganya ke tukang pijat untuk

mengobati nyeri perutnya. Setelah 1 minggu dibawa ke dukun, ternyata

nyeri perut masih belom hilang. Seminggu sebelum ke RSUD nyeri

perut semakin bertambah berat dan menyebar ke seluruh lapang perut

pasien. Pasien mengeluh tidak bisa BAB , BAK dan kentut. Pasien

1

Page 2: Bab i Peritonitis

tidak mual tapi pernah muntah sebanyak 3 kali dengan isinya makanan

yang dimakan. Tidak ada batuk dan pasien mengeluh tubuhnya lemas.

Keluhan Tambahan

-

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Penyakit DM : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Alergi : Disangkal

Riwayata Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat Trauma : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat Penyakit DM : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat Alergi : Disangkal

Riwayata Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat Trauma : Disangkal

Riwayat Penggunaan Obat

-

Riwayat Pribadi Sosial dan Ekonomi

Riwayat Makan dan Minum : Pasien makan tidak teratur

Riwayat Olahraga : Pasien Jarang Olahraga

Riwayat Merokok dan Alkohol : (+)

Riwayat Pekerjaan : swasta

I.2.2. PEMERIKSAAN FISIK (Obyektif)

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80x/menit, reguler, isi cukup

Suhu : 37,8ºC

2

Page 3: Bab i Peritonitis

Frek. Napas : 20x/menit

Kulit : Sawo matang, ikterik (-)

Kepala : Normocephal, rambut hitam sedikit putih,

distribusi merata

Wajah : Simetris, ekspresi gelisah

Mata : Edema palpebra -/-, conjungtiva pucat -/-, sklera

ikterik -/-

Telinga : Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-

Mulut : Mukosa bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil

T1-T1

Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid,

Tidak ada devias trakhea, tidak teraba pembesaran

KGB

Thorak : retraksi suprasternal (+)

Pulmo : I : Normochest, dinding dada simetris

P : ekspansi dada simetris

P : Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler (-/-), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor I : Tidak tampak ictus cordis

P : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba

P : Batas Kiri atas ICS II linea parasternal

sinistra

Batas Kanan atas ICS II linea parasternal

dextra

Batas kiri bawah ICS IV linea midclavicula

Batas kanan bawah ICS IV linea stemalis dext

A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur

Abdomen : I : Perut agak cembung

A : Bising usus (+) normal

P : Dinding perut supel, turgor kulit baik,

3

Page 4: Bab i Peritonitis

hepatomegali (-), spleenomegali (-), nyeri

tekan (+)

P : Timpani

Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-), sianosis (-),capilary refill

<2detik

Pemeriksaan kelenjar limfe : DBN

Pemeriksaan genitourinarius : DBN

1.2.3. Status Lokalis

( Regio abdomen)

Inspeksi : Tampak seluruh abdomen pasien cembung

Palapasi : defens muskuler(+), nyeri tekan dan lepas diseluruh abdomen

pasien

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : bising usus menurun 1x/menit

Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium :

Tanggal : 27 Maret 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

darah rutin :

Hemoglobin 12,6 14,0 – 18,0 g/dl

Leukosit 12,3 4,0 – 10 ribu

Eritrosit 4,22 4,0 – 6,2 juta

Hematokrit 39,1 40 – 58 %

Trombosit 296 200 – 400 ribu

MCV 82,5 80 – 90 mikro m3

MCH 33,7 27 – 34 pg

MCHC 40,9 32 – 36 g/dl

RDW 12,4 10 – 16 %

4

Page 5: Bab i Peritonitis

MPV 7,6 7 – 11 mikro m3

Limfosit 1,2 1,7 – 3,5 103/mikroL

Monosit 0,4 0,2 – 0,6 103/mikroL

Granulosit 6,1 2,5 – 7 103/mikroL

Limfosit % 15,6 25 – 35 %

Monosit % 5,5 4 – 6 %

Granulosit % 78,9 50 – 80 %

PCT 0,261 0,2 – 0,5 %

PDW 12,5 10 – 18 %

Golongan Darah B

Clotting Time 4: 00 3-5 (menit:detik)

Bleeding Time 2: 00 1-3 (menit:detik)

Kimia Klinik

GDS 95 60 – 100 mg/dl

Ureum 20,8 10 – 50 mg/dl

Creatinin 0,94 0,62 – 1,1 mg/dl

SGOT 83 0 – 50 U/L

SGPT 112 0 – 50 IU/L

Serologi

HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

I.2.4. ASSESMENT

Diagnosis kerja

Peritonitis et causa appendisitis perforasi

Diagnosis Banding

Limfadenitis mesentrika

Gastroenteritis

I.2.5. PLANNING

Infus RL 20 tpm

5

Page 6: Bab i Peritonitis

Cateter urine

Inj. Cefotaxim 2x1 gram

Inj. Ketorolac 2x1 amp

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Konsul ke Sp.B untuk dilakukan tindakan pembedahan

6

Page 7: Bab i Peritonitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendix. Peradangan ini

pada umumnya disebabkan oleh infeksi yang akan menyumbat appendix.(3,4,9)

B. Anatomi

Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada

secum (bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih. Secara

anatomi appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau

umbai cacing.(3)

Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di

ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix

berada di sebelah postero-medial secum.Dari topografi anatomi, letak pangkal

appendix berada pada titik Mc.Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus

dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.(4,5)

Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai

mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan

appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan

appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang

daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang

panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-

organ pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix

bergerak ke belakang colon yang disebut appendix retrocolic.(3)

Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan

parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior

dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. thoracalis X.

Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar

7

Page 8: Bab i Peritonitis

umbilicus.Vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari a.ileocolica,

cabang dari a. mesenterica superior.(2)

C. Fisiologi

Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga

berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix

menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan

secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis

appendicitis.(1,3,5)

Dinding appendix terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian

dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang

dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yaitu Ig A.

Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.(2,3)

Etiologi

—Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang

bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia

jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.

Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini.2 namun ada

beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :

1. Faktor sumbatan (obstruksi)

—Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang

diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan

lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab

lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang

disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut

diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana,

65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus

apendisitis akut dengan rupture.1

2. Faktor Bakteri

—Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.

Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan

8

Page 9: Bab i Peritonitis

memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen

apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara

Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas,

Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah

kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.

3. Kecenderungan familiar

—Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,

apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang

mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan

dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya

fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.1

4. Faktor ras dan diet

—Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.

Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih

tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang,

kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke

pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi

serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang

lebih tinggi

D. Patofisiologi

Appendicitis pada umumnya disebabkan oleh obstruksi dan infeksi

pada appendix. Beberapa keadaan yang dapat berperan sebagai faktor

pencetus antara lain sumbatan lumen appendix oleh mukus yang terbentuk

terus menerus atau akibat feses yang masuk ke appendix yang berasal dari

secum. Feses ini mengeras seperti batu dan disebut fecalith. (3)

Adanya obstruksi berakibat mukus yang diproduksi tidak dapat keluar

dan tertimbun di dalam lumen appendix. Obstruksi lumen appendix

disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid

submukosa. Proses selanjutnya invasi kuman ke dinding appendix sehingga

terjadi proses infeksi. Tubuh melakukan perlawanan dengan meningkatkan

pertahanan tubuh terhadap kuman-kuman tersebut. Proses ini dinamakan

9

Page 10: Bab i Peritonitis

inflamasi. Jika proses infeksi dan inflamasi ini menyebar sampai dinding

appendix, appendix dapat ruptur. Dengan ruptur, infeksi kuman tersebut akan

menyebar mengenai abdomen, sehingga akan terjadi peritonitis. Pada wanita

bila invasi kuman sampai ke organ pelvis, maka tuba fallopi dan ovarium

dapat ikut terinfeksi dan mengakibatkan obstruksi pada salurannya sehingga

dapat terjadi infertilitas. Bila terjadi invasi kuman, tubuh akan membatasi

proses tersebut dengan menutup appendix dengan omentum, usus halus atau

adnexsa, sehingga terbentuk massa peri-appendicular. Di dalamnya dapat

terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.

Appendix yang ruptur juga dapat menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah

sehingga terjadi septicemia. (1,3,6,7)

Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi

akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan

jaringan sekitarnya. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut

kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang lagi dan disebut

mengalami eksaserbasi akut (2).

Secara ringkas patofisiologi dari appendicitis dapat di simpulkan :

Appendicitis disebabkan mula-mula oleh sumbatan lumen

Obstruksi lumen appendix disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hyperplasia

jaringan limpoid submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen appendix

mengalami penyerapan air dan terbentuklah fechalit yang akhirnya sebagai

penyebab sumbatan

Sumbatan lumen appendix menyebabkan keluhan sakit disekitar umbilicus dan

epigastrium, nausea dan muntah.

Proses selanjutnya ialah invasi kuman E.Coli dan spesibakteriodes dari lumen ke

lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum

parietalis terjadilah peritonitis local kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik.

Ganggren dinding appendix disebabkan oleh oklusi pembuluh darah dinding

appendix akibat distensi lumen appendix. Bila tekanan intra lumen terus

meningkat terjadi perforasi dengan ditandai kenaikan suhu tubuh meningkat

10

Page 11: Bab i Peritonitis

E. Gejala Klinis

Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain (4,5,6,7):

1. Nyeri abdominal.

Nyeri ini merupakan gejala klasik appendicitis. Mula-mula nyeri

dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di

daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri

berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc. Burney).

Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri

somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritoneum biasanya

penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.

2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.

3. Nafsu makan menurun.

4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.

5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi

biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,7-38,3 C.

Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering

hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa

nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendicitis

diketahui setelah terjadi perforasi (1,2).

F. Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan

memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak

ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita

dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat

pada massa atau abses appendiculer (2,6).

2. Palpasi

11

Page 12: Bab i Peritonitis

Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-

tanda peritonitis lokal yaitu:

- Nyeri tekan di Mc. Burney.

- Nyeri lepas.

- Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya

rangsangan peritoneum parietal (2,5,6).

Pada appendix letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada,

yang ada nyeri pinggang (2,5,6).

3. Auskultasi

Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus

paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata (2).

Pemeriksaan Colok Dubur

Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendicitis

pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur (5).

Tanda-Tanda Khusus

1. Psoas Sign

Dilakukan dengan rangsangan m.psoas dengan cara penderita dalam

posisi terlentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, penderita

disuruh hiperekstensi atau fleksi aktif. Psoas sign (+) bila terasa nyeri di

abdomen kanan bawah (5,6).

2. Rovsing Sign

Perut kiri bawah ditekan, akan terasa sakit pada perut kanan bawah (5,6).

3. Obturator Sign

12

Page 13: Bab i Peritonitis

Dilakukan dengan menyuruh penderita tidur terlentang, lalu dilakukan

gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul. Obturator sign (+) bila

terasa nyeri di perut kanan bawah (5,6).

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan

kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi.

Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat (4,7).

- Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri

di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam

menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau

batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan

appendicitis (4).

2. Abdominal X-Ray

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis.

Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak (4).

3. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan

USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan

USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti

kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya (4).

4. Barium enema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui

anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari

13

Page 14: Bab i Peritonitis

appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan

diagnosis banding.(4)

5. CT-Scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat

menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.(4,5)

6. Laparoscopi

Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang

dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara

langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila

pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix

maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan

appendix.(4)

H. Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit.

Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering

ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan

appendicitis.(2)

2. Limfadenitis mesenterica

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai

dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan

disertai dengan perasaan mual dan muntah. (2)

3. Peradangan pelvis

Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendix. Radang

kedua oergan ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis

14

Page 15: Bab i Peritonitis

atau adnecitis.Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan

riwayat kontak sexsual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis

dannyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan

keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa

nyeri. (2,3)

4. Kehamilan Ektopik

Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak

menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan

perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan

mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal

didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglas, dan pada kuldosentesis

akan didapatkan darah. (2)

5. Diverticulitis

Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi

kadang-kadang dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika terjadi peradangan

dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan

gejala-gejala appendicitis. (3)

6. Batu Ureter atau Batu Ginjal

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalarr ke inguinal

kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto

polos abdomen atau urografi intravena dapat memestikan penyakit

tersebut. (2)

I. Penatalaksanaan

15

Page 16: Bab i Peritonitis

Bila diagnosis appendicitis akut telah ditegakkan, maka harus segera

dilakukan appendektomi. Hal ini disebabkan perforasi dapat terjadi dalam

waktu <>(1,5,7)

Appendectomi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara terbuka

dan laparoscopi. Dengan cara terbuka dilakukan insisi di abdomen kanan

bawah kemudian ahli bedah mengeksplorasi dan mencari appendix yang

meradang.Setelah itu dilakukan pengangkatan appendix, dan abdomen ditutup

kembali.

Tindakan laparoscopi merupakan suatu tehnik baru untuk mengangkat

appendix dengan menggunakan lapariscop.Tindakan ini dilakukan pada

kasus-kasus yang meragukan dalam menegakkan diagnosis appendicitis. Pada

appendicitis tanpa komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik,

kecuali pada appendicitis perforata.(1,2,3,4)

J. Prognosis

Mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 15% jika

pecah pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau

aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan

antibiotic yang lebih baik. (8)

Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua. Komplikasi dini

adalah septik. Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit

yang merupakan predisposisi terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat

terjadi dari kontaminasi peritonalis setelah ganggren dan perforasi. Fistula

fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari sekum oleh abses atau

konstriksi dari jahitan kantong atau dari pengikatan yang tergelincir.

Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi.

Komplikasi lanjut mencakup pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis

dan hernia

BAB III

16

Page 17: Bab i Peritonitis

ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut 3 minggu yang lalu SMRS. Pada

mulanya nyeri dibagian ulu hati. Kemudian nyeri tersebut pindah ke perut bagian

kanan bawah. Setelah satu minggu nyer diulu hati berpindah ke abdomen bagian

kanan bawah. Pernah berobat ke dukun dan alternatif malah nyeri perutnya

semakin bertambah buruk dan pasien mengeluh nyeri diseluruh lapang abdomen.

Setelah 3 minggu berobat, pasien dibawa ke RSUD. Pasien mengeluh tidak bisa

BAB , kencing dan kentut. Pasien tidak mual tapi pernah muntah sebanyak 3 kali

dengan isinya makanan yang dimakan. Tidak ada batuk dan pasien mengeluh

tubuhnya lemas.

Pasien menyangkal pernah menderita penyakit sebelumnya dan tidak

terdapat penyakit heriditer dalam keluarga pasien. Pasien sulit untuk makan sayur

dan ibu pasien mengaku bahwa imunisasi pasien tidak lengkap.

Pasa pemeriksaan tanda vital suhu tubuh pasien meningkat yaitu 38C ,

pada pemeriksaan fisik pada regio abdomen teraba perut pasien keras seperti

papan, nyeri tekan dan lepas serta bising usus menurun.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hb menurun dan lekositosis

menandakan adanya infeksi

17