Upload
duongnhu
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan masyarakat di
negara maju dan berkembang. Penyakit ini dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu
gangguan fungsi jantung, gangguan struktur jantung, infeksi dan non inflamasi,
serta gangguan system vascular ( Brunner dan Suddarth, 2002 ). Secara umum
penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama di berbagai
penjuru dunia. Pada tahun 2005, di Amerika diperkirakan 12,4 juta orang
menderita penyakit ini, dan 1,1 juta diantaranya menjadi serius. Fenomena yang
sama juga terjadi di Indonesia. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah
Tangga Depkes RI tahun 1995 penyakit kardiovaskuler mencapai 24,5%, proporsi
penyakit ini meningkat pesat dibandingkan hasil survey tahun 1980, 1986 dan
1992. Bahkan diperkirakan sampai tahun 2006 penyakit kardiovaskuler
merupakan penyebab utama kematian di Indonesia ( http :// www. Pd.persi.
co.id/? show, 19 Januari 2007 ).
Peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat membawa dampak
terhadap perubahan gaya hidup masyarakat, antara lain (1) jumlah perokok
34
35
meningkat terutama usia remaja dan dewasa, (2) perubahan pola makan kearah
tinggi lemak dan banyak mengandung kolesterol dan alkohol. Hal ini berpengaruh
terhadap perubahan pola demografi dan perubahan ekologi di negara-negara
tropik sedang berkembang. Merokok dapat mengakibatkan penyempitan
pembuluh darah koroner, gangguan irama jantung dan hipertensi. Sedangkan
kolesterol dalam darah akan menimbulkan timbunan lemak yang disebut “plak”
pada dinding pembuluh darah koroner, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
serangan jantung ( Ulfah R, dkk, 2001 ). Di sisi lain, dalam era industrialisasi
manusia dituntut untuk bekerja 24 jam sehingga dapat menimbulkan stress yang
berkepanjangan. Semua itu dapat memicu terjadinya penyakit kardiovaskuler.
Faktor risiko penyakit kardiovaskuler dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Faktor risiko yang dapat
diubah adalah kadar lemak dalam darah, tekanan darah tinggi, merokok, kencing
manis, obesitas, kurang aktifitas jasmani, stress, dan asam urat yang tinggi.
Faktor risiko yang tidak dapat diubah mencakup jenis kelamin, umur, dan riwayat
keluarga ( Ulfah R, 2000 ).
Penyakit kardiovaskuler yang paling sering terjadi di Rumah Sakit Umum
(RSU) Tugurejo adalah gangguan fungsi jantung. Kejadian penyakit gangguan
fungsi jantung di ruang perawatan intensif RSU Tugurejo Semarang cukup tinggi.
Sejak bulan Januari hingga September 2006 tercatat 90 orang penderita, atau
rerata per bulan mencapai 10 orang (20,74%) dengan angka kematian mencapai
24 orang, atau rerata per bulan 2,67 orang (29,47%). Angka ini tidak menyimpang
36
jauh dari angka kematian di seluruh Indonesia (Catatan Rekam Medis ICCU RSU
Tugurejo, 2006).
Perawatan pasien dengan gangguan fungsi jantung disesuaikan dengan
jenis penyakitnya. Secara umum, perawatan pasien gangguan fungsi jantung
bertujuan untuk memperbaiki hemodinamik, mengurangi kecemasan,
meningkatkan konsep diri, menghilangkan rasa nyeri, mencukupi kebutuhan
oksigen, menjaga kenormalan pola eliminasi dan mencegah kematian (Faqih R,
2006; Brunner & Suddarth, 2002). Tercapainya tujuan ini akan memperpendek
waktu (hari) perawatan di ruang intensif, untuk selanjutnya pasien dirawat di
ruang HND ( high nursing dependent ).
Lama rawat merupakan rentang waktu sejak pasien masuk hingga keluar
dari rumah sakit. Rerata lama rawat merupakan akumulasi hari perawatan masing-
masing pasien (hidup dan mati) dibagi jumlah pasien keluar (hidup dan mati).
Rerata lama rawat merupakan indikator untuk mengukur efisiensi pelayanan
rumah sakit (Depkes RI, 1995). Disamping itu, lama rawat berdampak terhadap
biaya perawatan. Pengendalian terhadap factor-faktor yang mempengaruhi lama
rawat dapat membantu meringankan biaya yang harus dikeluarkan oleh keluarga
pasien. Lama rawat pasien dengan gangguan fungsi jantung di RSU Tugurejo
berkisar antara 1 hingga 5 hari dengan rerata 3 hari ( Catatan Rekam Medis ICCU
RSU Tugurejo, 2006 ). Variasi lama rawat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain keparahan penyakit, mekanisme koping, jenis penyakit, mutu
pelayanan dan status akhir pasien.
37
Kecemasan merupakan rasa tidak nyaman sebagai bentuk manifestasi rasa
ketakutan akan kehilangan sesuatu yang penting atau terjadinya peristiwa buruk
dari kondisi yang ada sekarang (Stuart & Sundeen, 1995). Bila kondisi ini
berlangsung lama dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan, antara lain
lemas, pingsan, atau dapat memperburuk keadaan. Kecemasan yang berlarut-larut
dan tidak terkendali dapat mendorong terjadinya respon defensif sehingga
menghambat mekanisme koping yang adaptif (Stuart dan Sundeen, 1995).
Sebaliknya, dengan kecemasan yang terkendali, pasien dapat mengembangkan
konsep diri dengan baik, sehingga pasien kooperatif terhadap tindakan
keperawatan. Mekanisme koping adalah kemampuan seseorang beradaptasi
terhadap suatu interaksi atau perubahan tertentu (Brunner & Suddarth, 2002).
Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan yang tepat, perlu diteliti
hubungan jenis penyakit dan tingkat kecemasan terhadap lama rawat pasien
gangguan fungsi jantung di ruang ICCU RSU Tugurejo Semarang.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat disusun rumusan masalah sebagai
berikut “Adakah hubungan jenis penyakit dan tingkat kecemasan dengan lama
rawat pasien gangguan fungsi jantung di ruang ICCU RSU Tugurejo Semarang?”
38
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
jenis penyakit dan tingkat kecemasan dengan lama rawat pasien gangguan
fungsi jantung di ruang ICCU RSU Tugurejo Semarang.
2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik jenis gangguan fungsi jantung di ruang
ICCU RSU Tugurejo Semarang.
b. Mendeskripsikan tingkat kecemasan pasien gangguan fungsi jantung di
ruang ICCU RSU Tugurejo Semarang.
c. Mendeskripsikan lama rawat pasien gangguan fungsi jantung di ruang
ICCU RSU Tugurejo Semarang
d. Menganalisis hubungan antara jenis gangguan fungsi jantung dengan lama
rawat pasien gangguan fungsi jantung di ruang ICCU RSU Tugurejo
Semarang
e. Menganalisis hubungan tingkat kecemasan dengan lama rawat pasien
gangguan fungsi jantung di ruang ICCU RSU Tugurejo Semarang.
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi tentang
karakteristik pasien, jenis penyakit, tingkat kecemasan dan lama rawat pasien
39
gangguan fungsi jantung di ruang ICCU RSU Tugurejo Semarang. Informasi ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Profesi
Manfaat penelitian ini bagi perawat ICCU dalam memberikan asuhan
keperawatan pasien dengan gangguan fungsi jantung, berupa pendekatan dini
terhadap individu dan keluarga dengan komunikasi terapeutik untuk
menurunkan tingkat kecemasan, sehingga penderita kooperatif.
2. Instansi rumah sakit
Manfaat penelitian ini bagi manajemen ICCU, sebagai bahan pertimbangan
dalam menyediakan sarana dan fasilitas untuk perawatan pasien dengan
gangguan fungsi jantung.
3. Institusi Pendidikan
Penelitian ini sebagai wacana ilmiah dan bahan pertimbangan dalam
penelitian selanjutnya.
4. Peneliti
Manfaat penelitian ini akan menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
E. Bidang Ilmu
Penelitian ini termasuk dalam lingkup ilmu keperawatan, khususnya
keperawatan psikiatri dan keperawatan medikal bedah.
40
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lama Rawat
1. Pengertian
Lama rawat inap (length of stay disingkat LOS) adalah rentang atau
periode waktu sejak pasien diterima masuk ke rumah sakit hingga berakhirnya
proses pengobatan secara administratif oleh suatu sebab tertentu. Berakhirnya
proses perawatan pasien dapat terjadi karena dinyatakan sembuh, meninggal,
rujuk / alih rawat ke rumah sakit lain, atau pulang paksa. Lama rawat dihitung
dalam satuan hari. Rerata lama rawat dihitung dari jumlah hari rawat dari
masing-masing pasien dibagi dengan jumlah pasien keluar baik hidup atau
mati. Rerata lama rawat merupakan indikator untuk mengukur efisiensi mutu
pelayanan rumah sakit (Depkes RI, 1995).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi lama rawat di ruang ICU/CCU
Meliputi faktor internal dan ekternal, antara lain :
a. Faktor internal
1) Standar mutu pelayanan Intensive Care Unit
41
Tingkat pelayanan ICU/ICCU disesuaikan dengan type rumah sakit.
Kualitas pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staff, kompetensi SDM,
fasilitas penunjang, manjemen ruangan rawat intensif.
2) Standar Prosedur Tindakan
Merupakan pedoman yang harus digunakan sebagai petunjuk dalam
melaksanakan proses keperawatan dan tindakan medis.
3) Kualitas SDM
Penanganan pasien-pasien kritis memerlukan kompetensi yang
beragam dan kerjasama yang baik, multidisipliner dari berbagai
profesi terkait.
b. Faktor eksternal
1) Jenis penyakit dan tingkat keparahan
Jenis penyakit tertentu dan tingkat keparahan memerlukan modifikasi
yang tepat dalam memberikan asuhan keperawatan, sehingga tercapai
pelayanan yang optimal.
2) Mekanisme koping
Kemampuan individu untuk beradaptasi baik fisiologis maupun
psikologis terhadap perubahan yang dialami ( Depkes RI, 2003 ).
3) Anxiety ( kecemasan )
Respon perilaku yang menunjukkan kecemasan bervariasi dari
perilaku tenang hingga panik. Pengendalian terhadap kecemasan ini
42
membutuhkan energi yang cukup tinggi, sehingga akan mengganggu
keseimbangan fisiologik & emosional individu. Hal ini akan
menghambat pola istirahat dan proses penyembuhan penyakit (
Huddak & Gallo,1997 ).
B. Jenis Penyakit Gangguan Fungsi Jantung
Gangguan fungsi jantung dimanifestasikan dalam beberapa jenis penyakit,
yaitu aterosklerosis, coronary artery disease (Angina pectoris, Infark Myocard
Acute), congestive heart failure (Gagal jantung), dan cardiomyopathy.
1. Aterosklerosis
a. Pengertian
Aterosklerosis merupakan suatu proses penebalan dan pengerasan arteri
besar dan menengah, seperti koronaria, basilar, dan aorta dan arteri iliaka.
Lesi-lesi pada arteri menyumbat aliran darah ke jaringan dan organ-organ
utama.
b. Manifestasi klinik.
Sebagai penyakit arteri koroner, myocard infark, aneurisma, dan
cerebrovascular accident serta adanya perubahan pola EKG. Proses
tersebut berlangsung dalam waktu yang lama (beberapa tahun). Akibatnya
pembuluh darah menjadi tebal, kehilangan sifat elastisitas. Sumbatan aliran
darah berlangsung progresif, dan suplai darah yang tidak adequate
43
(iskemik) menimbulkan sel-sel otot kekurangan komponen darah yang
untuk hidup.
c. Faktor risiko
1) Dapat diubah
Meliputi ; merokok, hipertensi, kolesterol darah tinggi, lemak,
hiperglikemia dan pola perilaku.
2) Tidak dapat diubah
Meliputi : riwayat keluarga aterosklerosis, peningkatan usia, jenis
kelamin kelamin, dan ras tertentu.
d. Tanda & Gejala
Meliputi ; klaudikasio intermitten, nyeri istirahat (malam hari), denyut
arteri lemah & keras, hipotrofia otot tungkai, ujung ekstremitas pucat,
cyanosis, dingin, atrofi kulit dan nekrosis.
e. Penatalaksanaan
Penanganan konserfatif dengan cara ; menghindari faktor resiko, latihan
olah raga, perawatan kaki, cegah cedera, minum anti koagulan,
trombolisis, PTCA (Percutaneus Transluminal Coronary Angiografi) /
IABP (Intra Aortic Ballon Pump), dan pembedahan / bypass ( Faqih, 2006
).
2. Penyakit arteri koroner
a. Angina Pektoris
44
1) Pengertian
Angina pectoris adalah nyeri dada sementara / suatu perasaan tertekan,
yang terjadi jika otot jantung mengalami kekurangan oksigen.
2) Tanda dan gejala
Angina pectoris merupakan suatu sindroma yang ditandai dengan episode
paroksisma nyeri atau perasaan tertekan didada depan ( sternum ), menjalar
ke bahu kiri/lengan kiri, punggung, tenggorokan, rahang & gigi.
Disebabkan akibat kekurangan aliran darah koroner , sehingga suplai
oksigen ke jantung tidak adequate (akibat aterosklerosis), stenosis aorta,
regurgitasi katup, spasme arterial.
3) Faktor risiko
Faktor – faktor yang dapat menimbulkan angina pectoris antara lain ;
latihan fisik, alergi terhadap dingin, makan makanan terlalu berat, stress,
anxiety.
4) Jenis – jenis Angina Pektoris
Ada 3 jenis angina pectoris antara lain ; stable angina, variant angina &
unstable angina.
5) Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan angina pectoris meliputi ; mencegah
penyakit arteri koroner, memperlambat progresivitas faktor resiko.
Pengobatan angina antara lain ; oksigen, akses intra vena, monitor tanda
45
vital, EKG, trombolitik, rontgen thorak dan pemeriksaan enzim kardiak
serta elektrolit.
b. Infark Myocard Acute (AMI)
1) Pengertian
Myocardial infark merupakan sumbatan total pada arteri koronaria.
Sumbatan ini mungkin kecil dan fokal, atau besar dan difus. Pembuluh
darah yang sering terkena antara lain arteri koronaria kiri, percabangan
anterior kiri dan circumflex.
2) Penyebab
Gangguan pada arteri koronaria akibat aterosklerosis, spasme atau obstruksi
total oleh thrombus/emboli. Kemudian akibat penurunan suplai oksigen
mengakibatkan ketidakseimbangan kebutuhan jaringan terhadap oksigen.
3) Tanda dan Gejala
Myocardial infark ditandai dengan nyeri dada menetap, tidak hilang dengan
istirahat dan minum nitrogliserin. Kemudian menyebar luas sehingga dapat
menyebabkan hypotensi, shock, aritmia dan gagal jantung. Pasien tampak
banyak keringat, muka pucat, dyspnea, nausea, vomit, cemas dan gelisah.
4) Penatalaksanaan
Sasaran perawatan adalah meningkatkan sirkulasi adequate, mencegah
perluasan infark, mengurangi nyeri, menurunkan kecemasan dan mencegah
kematian. Pengobatan dengan pemberian oksigen, analgetik, vasodilator,
antikoagulan, trombolitik dan streptokinase (Brunner & Suddarth, 2002).
46
c. Gagal jantung kongestif ( CHF )
1) Pengertian
Gagal jantung adalah ketidakmampuan kontraktilitas jantung yang
menyebabkan menurunnya cardiac output. Cardiac output / curah jantung
adalah jumlah darah yang dipompakan ventrikel dalam satu menit. Cardiac
output merupakan fungsi frekuensi jantung x volume sekuncup (stroke
volume). Frekunsi jantung merupakan fungsi sistem saraf otonom.
Sedangkan stroke volume adalah jumlah darah yang dipompa keluar dari
ventrikel setiap kali denyut / kontraksi. Stroke volume dipengaruhi pre load
(beban awal), after load (beban akhir), kontraltilitas (Hudak & Gallo , 1997
& Ulfah R, dkk, 2001).
2) Penatalaksanaan
Sasaran penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah untuk menurunkan
kerja jantung, menurunkan curah jantung, meningkatkan kontraktilitas
miokard dan untuk menurunkan retensi garam dan air. Pasien gagal jantung
dianjurkan untuk tirah baring (istirahat), menghindari latihan jasmani,
pemberian diuretik, analgetik, vasodilator, digitalis, inotropik dan reduksi
darah sirkulasi (Huddak & Gallo, 1997).
47
d. Kardiomiopati
1). Pengertian
Suatu penyakit miokard yang menyerang pada otot dan penyebabnya tidak
diketahui. Kardiomiopati mempengaruhi struktur dan fungsi jantung.
Kardiomiopati digolongkan berdasarkan patologis, fisiologi dan klinisnya ;
a) Kardiomiopati kongestif/dilatatik; b) Kardiomiopati hipertopik; c)
Kardiomiopati restriktif.
2) Tanda dan gejala
a) Kardiomiopati kongestif
Merupakan suatu suatu penyakit miokard primer/idiopatik.
(1) Tanda dan gejala
Ditandai dengan dilatasi rongga-rongga ventrikel, penipisan dinding
otot, pembesaran atrium kiri dan stasis darah dalam ventrikel.
(2) Etiologi
Penyebab idiopatik, kemungkinan ada hubungannya dengan konsumsi
alkohol berlebihan, hipertensi sistemik, infeksi virus, kelainan
autoimun dan pengaruh zat fisik kimia.
(3) Gejala
Meliputi payah jantung kongestif terutama kiri, kelelahan, lemas dan
dapat disertai tanda-tanda emboli sistemik paru.
48
b) Kardiomiopati Hipertropik
Merupakan hipertropi ventrikel tanpa penyakit jantung/penyakit
sistemik lain sebagai etiologinya. Pada kardiomiopati hipertropi massa
otot jantung bertambah berat, terutama sepanjang septum. Terjadi
peningkatan ukuran septum yang dapat menghambat aliran darah dari
atrium ke ventrikel.
(1) Etiologi
Penyebab idiopatik, diduga berhubungan dengan genetik/herediter
dan kelainan pembuluh darah koroner.
(2) Gejala
Meliputi ; dyspnea, angina pectoris, kelelahan, palpitasi dan
syncope.
c) Kardiomiopati Restriktif
Ditandai dengan adanya gangguan pada fungsi diastolik, dinding
ventrikel sangat kaku dan menghalangi pengisian ventrikel.
(1) Etiologi
Penyebab idiopatik, sering ditemukan pada hemokromatosis,
deposisi glikogen , endomiokardial, fibrosis, eosinophilia.
(2) Gejala
Meliputi lemah, sesak nafas, payah jantung sebelah kanan,serta
gejala sistemik.
49
3) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengoreksi gagal jantung. Apabila volume
jantung telah berkembang, dimana penatalaksanaan tidak efektif lagi,
alternatif terakhir dilakukan transplantasi jantung.
Pasien dengan gangguan fungsi jantung diatas, membutuhkan perawatan
diruang intensif untuk memonitor & menstabilkan hemodinamik secara adequate,
mencegah disritmia, memonitor terapi oksigen, menurunkan kecemasan,
memenuhi kebutuhan aktivutas, menjaga pola eliminasi normal dan mencegah
kematian mendadak. Perawatan diruang intensif kurang lebih 3 hingga 5 hari (
Huddak & Gallo, 1997 ).
C. Kecemasan
Cemas atau ansietas merupakan reaksi emosional yang timbul oleh
penyebab yang tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman
dan merasa terancam (Stuart & Sundeen, 1995). Keadaan emosi ini merupakan
pengalaman individu yang subyektif, yang tidak diketahui secara khusus
penyebabnya. Cemas berbeda dengan takut, seseorang yang mengalami
kecemasan tidak dapat mengidentifikasi ancaman. Cemas dapat terjadi tanpa rasa
takut, namun ketakutan biasanya tidak terjadi tanpa kecemasan.
Beberapa teori yang mengemukakan factor predisposisi (pendukung)
tentang kecemasan, antara lain :
1. Teori Psikoanalitik
50
Menurut pandangan psikoanalitik, kecemasan terjadi karena adanya konflik
yang terjadi antara emosional elemen kepribadian, yaitu id dan super ego. Id
mewakili insting, super ego mewakili hati nurani, sedangkan ego berperan
menegahi konflik yang terjadi antara dua elemen yang bertentangan.
Timbulnya kecemasan merupakan upaya mengingatkan ego ada bahaya.
2. Teori Interpersonal
Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penolakan dan penerimaan interpersonal. Ansietas juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik.
Tabel 2.1 Respon fisiologis terhadap ansietas
Sistem tubuh Respon
Kardiovaskuler Palpitasi, tekanan darah meninggi, rasa mau pingsan, pingsan, tekanan
darah menurun, denyut nadi menurun, jantung seperti terbakar.
Pernafasan Nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas dangkal,
pembengkakan pada tenggorok, sensasi tercekik, terengah-engah.
Neuromuskuler Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, imsomnia, tremor,
rigiditas, wajah tegang, kelemahan umum, gerakan yang janggal.
Gastrointestinal Kehilangan nafsu makan, menolak makan, abdomen discomfort, mual,
diare
Traktus urinarius Tidak dapat menahan kencing, sering kencing.
Kulit Wajah kemerahan, telapak tangan berkeringat, gatal, rasa panas dan dingin
pada kulit, wajah pucat.
51
Sumber : Stuart & Sundeen (1995)
3. Teori Perilaku ( Behavior )
Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan.
4. Teori Perspektif keluarga
Kajian keluarga menunjukan pola interaksi yang terjadi dalam keluarga.
Kecemasan menunjukan adanya pola interaksi yang mal adaptif dalam system
keluarga.
5. Teori Perspektif Biologis
Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus yang
mengatur ansietas, antara lain : benzodiazepines, penghambat asam amino
butirik-gamma neroregulator serta endorfin. Kesehatan umum seseorang
sebagai predisposisi terhadap ansietas.
Beberapa faktor pencetus yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan,
antara lain :
1. Ancaman terhadap integritas biologi, antara lain : penyakit, trauma fisik, dan
menurunnya kemampuan fisiologis untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
2. Ancaman terhadap konsep diri, antara lain : proses kehilangan, perubahan
peran, perubahan lingkungan atau status ekonomi (Stuart dan Sundeen, 1995,
Ann Isaacs ,1996).
52
Manifestasi cemas dapat meliputi aspek fisik, emosi, kognitif dan tingkah
laku (Stuart dan Sundeen, 1995).Tingkatan ansietas, antara lain :
1. Cemas Ringan
Ketegangan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan
seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lapangan persepsinya.
Ansietas dapat memotifasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas.
2. Cemas Sedang
Seseorang masih memungkinkan untuk memusatkan pada sesuatu yang
penting dan mengesampingkan yang lainnya. Sehingga sesorang mengalami
perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3. Cemas Berat
Kecemasan ini menyebabkan persepsi terkurangi sehingga cenderung untuk
memusatkan pada sesuatu yang terperinci, spesifik dan tidak dapat berfikir
tentang hal lain.
4. Cemas Panik
Kecemasan yang berhubungan dengan ketakutan, terror, individu mengalami
panik tidak dapat mengontrol persepsi walaupun dengan pengarahan. Panik
merupakan disorganisasi kepribadian, terjadi peningkatan aktivitas motorik,
53
menurunkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,
penyimpangan pemikiran rasional (Stuart dan Sundeen, 1995).
Alat ukur yang dipakai untuk mengetahui tingkat kecemasan mengunakan
Hamilton Rate Scale for Anxiety (HRSA) yang sudah dikembangkan oleh
Kelompok Psikiatri Biologi Jakarta (KPBJ) dalam bentuk Anxiety Analog Scale
(AAS).
Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing dirinci
lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (skor)
antara 0 – 4, yaitu : 0) tidak ada gejala atau keluhan, 1) gejala ringan (satu gejala
dari pilihan yang ada ); 2) gejala sedang (Separuh dari gejala yang ada); 3) gejala
berat ( lebih dari separuh gejala yang ada ); 4) gejala berat sekali / panik ( semua
gejala ada ) ( Hawari , 2001).
Validitas AAS sudah diukur. Sedangkan teknik pelaksanaannya melalui
wawancara atau observasi langsung untuk masing-masing angka (skor) dari ke 14
kelompok gejala. Kemudian hasilnya dijumlahkan , skor diinterprestasikan sesuai
derajat kecemasan, yaitu : skor kurang dari 14 tidak ada kecemasan, skor 14 - 20
kecemasan ringan, skor 21 - 27 kecemasan sedang, skor 28 - 41 kecemasan berat
dan skor 42 - 56 kecemasan berat sekali ( panik ).
54
D. Tindakan Perawatan di ICCU sebagai Stresor
Masalah kecemasan, ketakutan dan agitasi seringkali dijumpai di ruang
ICCU. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya stress
pada pasien. ICCU tampak sangat menakutkan bagi pasien karena dikelilingi
oleh alat-alat monitor dan alat-alat penunjang yang terasa asing bagi pasien yang
dirawat. Pasien merasa akan menjadi obyek dari semua tindakan invasif yang
menyakitkan. Ruangan yang tertutup, AC yng dingin, system pencahayaan di
ruang ICCU juga meningkatkan masalah psikis bagi pasien ( Borgeat and Suter,
1992 ).
Menurut Borgeat dan Suter, faktor-faktor yang mendorong kearah
terjadinya stress pada pasien yang dirawat di ICCU adalah :
1. Physicall Stress meliputi lingkungan, prosedur tindakan invasive, pemasangan
ventilator mekanik dan disorientasi / kelelhan.
2. Psycological Stress meliputi kecemasan, ketakutan, depresi, nyeri /
ketidaknyamanan dan pola tidur yang terganggu.
ICCU membutuhkan tempat yang tenang dan bersahabat. Kombinasi dari
faktor-faktor yang meliputi sistem monitor, tindakan kateterisasi, aktivitas staff
dan bunyi yang terus menerus dari peralatan monitor, akan menyebabkan
peningkatan secara ekstrem terhadap tingkat kecemasan pasien. Tetapi fakta
menunjukkan bahwa kemampuan koping pasien terhadap lingkungan ini
55
menurun sejalan dengan waktu. Munculnya efek kecemasan pada pasien akan
meningkatkan respon terhadap stress dan akan meningkatkan konsumsi oksigen.
Sikap & perilaku perawat juga berpengaruh besar pada pasien di ICCU.
Sebagai satu ukuran, penjelasan dan jaminan dari staff ICCU akan memberikan
sesuatu yang sangat berguna bagi pasien untuk berinteraksi terhadap perawatan
medis yang berteknologi tinggi dan hal ini akan menurunkan kecemasan pasien,
stess psikis dan konsekuensi penggunaan obat sedatif bagi pasien (Borgeat and
Suter, 1992).
E. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka teori Hubungan Jenis Penyakit dan Tingkat Kecemasan
terhadap Lama Rawat
Keparahan penyakit
Lama rawat
Mekanisme koping
Jenis penyakit
Sumber: Kompilasi Brunner da
Depkes RI, 1995; Borg
Status akhirpasien
Mutu pelayanan Kualitas SDM Standar prosedur tindakan
Tindakan perawatan ICCU
Kecemasan
n Suddarth, 2002; Stuart dan Sundeen, 1998;
eat & Suter, 1992.
56
F. Kerangka Konsep
Bagan 2.2 Keranngka konsep Hubungan Jenis Penyakit dan Tingkat Kecemasan
terhadap Lama Rawat
Variabel bebas : Variabel terikat :
Lama rawat
Tingkat kecemasan
Jenis Penyakit
G. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel
terikat, yaitu :
1. Variabel Terikat ( Dependent )
Variabel terikat adalah variabel yang dihipotesiskan dapat dipengaruhi
(dependent) oleh variable lain ( Bhisma Murti, 2003 ). Dalam penelitian ini
variabel terikat adalah lama rawat.
2. Variabel Bebas ( Independent )
Variabel bebas adalah variabel yang di hipotesiskan dapat mempengaruhi
(independent) variabel lainnya. ( Bhisma Murti, 2003 ). Dalam penelitian ini
57
terdapat 2 (dua) variabel bebas, yaitu jenis penyakit kardiovaskuler dan
tingkat kecemasan pasien.
H. Hipotesis
1. Ada hubungan antara jenis penyakit dengan lama rawat pasien gangguan
fungsi jantung
2. Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan lama rawat pasien gangguan
fungsi jantung.
58
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini diteliti hubungan antara jenis penyakit dan tingkat
kecemasan dengan lama rawat pasien gangguan fungsi jantung. Penelitian ini
bertujuan menjelaskan hubungan kausal antara 2 variabel atau lebih, sehingga
penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik (Notoatmodjo, 2005). Penelitian
ini dilaksanakan dengan metode pendekatan belah lintang ( cross sectional ),
yaitu penelitian yang mengambil data pada variabel bebas dan variabel terikat
hanya satu kali ( sesaat ) saja tanpa mengikuti ke depan (prospesktif) atau ke
belakang / retrospektif ( Bhisma Murti, 2003 ).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan variabel yang menyangkut masalah yang diteliti
(Nursalam, 2003). Populasi penelitian ini adalah semua pasien gangguan
fungsi jantung yang dirawat di ruang ICCU RSU Tugurejo Semarang.
Berdasarkan catatan pelaporan dari bulan Januari – September 2006, dalam 1
bulan jumlah pasien gangguan fungsi jantung kurang lebih 10 orang, sehingga
dalam 2 bulan jumlah populasi diperkirakan mencapai 20 orang (Catatan
Rekam Medis ICCU Tugurejo, 2006).
59
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap
mewakili populasinya (Notoatmodjo,2005). Rata-rata pasien gangguan fungsi
jantung per bulan adalah 10 orang sehingga dalam waktu 2 bulan diperkirakan
terdapat 20 orang penderita. Seluruh populasi dalam 2 bulan dilakukan
penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan sampel jenuh yaitu seluruh
anggota populasi digunakan sebagai sample penelitian (Sugiyono, 2005).
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 7 Februari - 8 April 2007.
C. Definisi Operasional, Variabel Penelitian, dan Skala Pengukuran
Variabel bebas adalah jenis penyakit dan tingkat kecemasan pasien,
sedangkan variabel terikat adalah lama rawat pasien. Variabel tersebut
didefinisikan berikut:
60
Tabel 3.1 Definisi Operasional, Variabel Penelitian, dan Skala Pengukuran
No Variabel Definisi operasional Cara ukur Hasil ukur Skala
1 Jenis penyakit
Variasi penyakit yang diderita pasien (subyek penelitian), merupakan diagnosa dokter, dibedakan berdasarkan kode penyakit internasional
Pengukuran menggunakan lembar observasi, yang terdiri dari 5 pilihan, denganKode 1 - 5
Untuk men-jelaskan secara deskriptif, maka dikategorikan: AMI; 1 CHF; 2 IHD; 3 Angina pectoris;4 Kardiomiopati;5
Nominal
2 Tingkat kecemasan
Keadaan yang menggambarkan ketidaknyamanan pasien terhadap kondisinya
Menggunakan lembar observasi, skalalikert terdiri dar14 pernyataan: Tidak cemas; 0 Cemas ringan;1Cemas sedang;2Cemas berat;3 Panik ; 4
Skor tertinggi;56Skor terendah;14Untuk menjelaskan secara deskriptif maka Dikategorikan: < 14 ; tidak cemas 14-20 ; ringan 21-27 ; sedang 28-41; berat 42-56 ; panik
Interval
3 Lama rawat Waktu yang dibutuhkan pasien untuk menjalani perawatan diruang ICCU RS Tugurejo
Menggunakan lembar obser-vasi, caranya mengurangi tanggal keluar dengan tanggalmasuk. Diberi kode 1-2.
Untuk menjelaskan secara deskriptif maka ; 1. Dikategorikan;
< 5 hari ; 1 ≥ 5 hari ; 2
2. Jumlah hari rawat
1.Nominal
2. Ratio
61
D. Metode Pengumpulan Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini melalui wawancara dengan instrument
lembar observasi dan pencatatan data sekunder. Data sekunder mencakup
jumlah pasien, jenis penyakit dan umur pasien diperoleh dari catatan rekam
medis ruang ICCU RSU Tugurejo. Sedangkan data primer meliputi tingkat
kecemasan dan lama rawat pasien. Lama rawat dihitung dari tanggal keluar
pasien dikurangi tanggal masuknya, dengan alat bantu lembar observasi. Data
tingkat kecemasan diperoleh melalui observasi, denan alat bantu lembar
observasi (Hawari, 2001). Meliputi :
a. Penilaian (skor) :
1 : Gejala ringan ( Satu gejala dari pilihan yang ada )
2 : Gejala sedang ( Separuh dari gejala yang ada )
3 : Gejala berat ( Lebih dari separuh gejala yang ada )
4 : Gejala sangat berat ( Semua gejala ada )
b. Penilaian Derajat Kecemasan :
Skor < 14 Tidak ada kecemasan
Skor 14 – 20 Kecemasan ringan
Skor 21 – 27 Kecemasan sedang
Skor 28 – 41 Kecemasan berat
Skor 42 – 56 Kecemasan berat sekali
62
2. Alat Penelitian
Dalam penelitian ini, menggunakan instrumen penelitian berupa lembar
observasi yang diisi oleh peneliti.
E. Metode Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan data
Pengolahan data mencakup editing, koding, dan tabulating. Tahap-tahap
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Editing
Tahap editing dilakukan dengan mengecek kembali kebenaran isian data
dasar, agar benar-benar siap diproses.
b. Coding
Tahap koding adalah pemberian kode-kode angka untuk membedakan
kategori data pada masing-masing variabel penelitian. Jenis penyakit
dikodekan sebagai berikut : 1) Acut myocard infark; 2) Congestive heart
failure; 3)Ischemic heart disease; 4)Angina pektoris dan 5)
Cardiomyopathy. Tingkat kecemasan menurut Hawari (2001) dibedakan
atas : tidak cemas (kode 0); ringan (kode 1); sedang (kode 2); berat (kode
3); dan panik (kode 4). Lama rawat dikategorikan : kurang dari 5 hari
(kode 1); lebih dari sama dengan 5 hari (kode 2).
63
c. Processing
Setelah lembar observasi terisi penuh dan sudah melewati pengkodingan,
maka langkah selanjutnya memproses data dengan cara mengentri data
dari lembar observasi ke dalam program komputer.
d. Tabulating
Tabulating adalah pembuatan tabel-tabel tiap-tiap variabel berdasarkan
kategori-kategori yang ada.
2. Analisa data
Analisis data dilakukan secara diskriptif dan analitik. Analisis diskriptif
dilakukan dengan membuat tabel distribusi frekuensi, sedangkan analisis
analitik menggunakan uji statistik yang tepat. Untuk menentukan uji statistik
yang tepat, telah dilakukan uji kenormalan data, yaitu dengan menggunakan
uji Kolmogorov Smirnov. Karena data berdistribusi normal maka digunakan
uji statistik parametrik (Sugiyono, 2005). Analisa data dilakukan dengan
mengunakan alat bantu komputer melalui Program SPSS 10.0. Analisa data
dilakukan dengan analisis Univariat dan analisis Bivariat (Notoatmodjo,
2005) sebagai berikut :
64
a. Analisis Univariat
Analisis Univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian,
untuk melihat distribusi dengan melihat prosentase masing – masing
variabel. Analisis Univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data
hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut
berubah menjadi informasi yang berguna, peringkasan tersebut dapat
berupa ukuran statistik, tabel, grafik.
b. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi yang dibuat dalam bentuk tabel distribusi.
Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel pada kedua penelitian
ini yaitu variabel bebas yang terdiri dari jenis penyakit (berskala nominal)
dengan variabel terikat lama rawat (dikategorikan menjadi skala nominal)
digunakan uji statistic Chi Square.Sedangkan variabel bebas tingkat
kecemasan (berskala interval) dengan variabel terikat lama rawat (berskala
ratio) digunakan uji statistik Pearson's Product Moment, karena data
berdistribusi normal.
65
F. Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat ijin dari Direktur Rumah Sakit
Umum Tugurejo Semarang, pada tanggal 13 Desember 2006. Kemudian
penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – April 2007. Peneliti
memperhatikan etika penelitian sebagai berikut :
1. Lembar persetujuan responden
Peneliti tidak membuat lembar persetujuan responden, karena peneliti hanya
melakukan observasi, tidak melakukan wawancara formal kepada pasien dan
keluarga, tidak ada tindakan invasif / melukai fisik pasien. Apabila pasien /
keluarga diberi tahu akan diteliti, dikhawatirkan menimbulkan respon
psikologi yang berbeda.
2. Anonimity ( Tanpa nama )
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama
dalam lembar pengumpulan data, cukup diberi kode.
3. Confidentiality ( Kerahasiaan )
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan dijadikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
G. Jadwal Penelitian
Terlampir.
66
H. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dilingkup ruang intensif RSU Tugurejo
Semarang
dengan kapasitas 6 tempat tidur, dalam waktu 2 bulan. Dalam penelitian ini hanya
ditemukan 21 sampel, sehingga dengan keterbatasan waktu & sampel, tidak
menutup kemungkinan timbulnya bias penelitian.
67
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Tugurejo Semarang,
khususnya di ruang Intensive Cardiac Care Unit (unit perawatan penyakit jantung
intensif). Penelitian berlangsung selama 2 bulan, dimulai minggu kedua bulan
Februari hingga minggu kedua bulan April 2007. Selama waktu penelitian,
jumlah pasien dengan gangguan fungsi jantung adalah 21 orang.
B. Analisis Univariat
1. Jenis kelamin responden
Tabel 4.1 Distribusi Responden Penelitian Menurut Jenis Kelamin di Ruang
ICCU RSU Tugurejo Tahun 2007
Jenis kelamin n % Laki-laki 12 57,1 Perempuan 9 42,9 Jumlah 21 100
Responden penelitian ini lebih banyak (57,1%) yang berjenis kelamin
laki-laki daripada perempuan (42,9%).
68
2. Umur responden
Tabel 4.2 Distribusi Responden Penelitian Menurut Umur di Ruang ICCU
RSU Tugurejo Tahun 2007
Umur n %
12 - 19 th 1 4,8 20 - 55 th 13 61,9 > 55 th 7 33,3 Jumlah 21 100
Umur responden berkisar antara 19 hingga 76 tahun, dengan rerata
52,67 tahun dan simpangan baku 14,385 tahun. Data ini menunjukkan bahwa
responden pada umumnya adalah kelompok usia 52 th. Selanjutnya, data
umur dikategorikan sebagai berikut ; sebagian besar responden adalah
kelompok usia antara 20 – 55 th (61,9%), usia > 55 th (33,3%) dan usia 12 –
19 th (4,8%). Data ini menunjukkan bahwa penyakit gangguan fungsi jantung
juga terjadi pada usia < 20 th, walaupun persentasenya sangat kecil, karena
merupakan penyakit jantung bawaan.
3. Pendidikan responden
Tabel 4.3 Distribusi Responden Penelitian Menurut Pendidikan di Ruang
ICCU RSU Tugurejo Tahun 2007
Pendidikan n % Tidak sekolah 3 14,3 Tamat SD 8 38,1 Tamat SMP 7 33,3 Tamat SLTA 3 14,3 Jumlah 21 100
69
Pendidikan responden bervariasi dari tidak sekolah hingga yang
tertinggi tamat SLTA. Namun, persentase tertinggi (38,1%) adalah responden
berpendidikan SD, diikuti tamat SMP (33,3%). Responden/pasien yang tidak
sekolah sama banyaknya dengan yang berpendidikan SMA/SLTA, yaitu
14,3%.
4. Pekerjaan responden
Tabel 4.4 Distribusi Responden Penelitian Menurut Pekerjaan di Ruang
ICCU RSU Tugurejo Tahun 2007
Pekerjaan n %
Buruh 7 33,3 Wiraswasta 5 23,8 Karyawan 3 14,3 Pensiunan 4 19,0 Ibu rumah tangga 2 9,5 Jumlah 21 100
Pekerjaan responden juga bervariasi, dengan persentase terbanyak
(33,3%) buruh, diikuti wiraswasta (23,8%), pensiunan (19%), karyawan
swasta (14,3%) dan hanya 9,5% yang bekerja sebagi ibu rumah tangga.
5. Jenis penyakit
Tabel 4.5 Distribusi Responden Penelitian Menurut Jenis Penyakit di Ruang
ICCU RSU Tugurejo Tahun 2007 Jenis penyakit n %
AMI 5 23,8 CHF 11 52,4 IHD 5 23,8 Jumlah 21 100
70
Jenis penyakit gangguan fungsi jantung pada responden ditemukan
tiga jenis, yaitu infark miokard akut (AMI), gagal jantung kongestif (CHF),
dan penyakit jantung iskemik (IHD). Diantara ketiga jenis penyakit yang
ditemukan, paling banyak (52,4%) adalah gagal jantung kongestif (CHF),
disusul AMI dan IHD dengan persentase sama, masing-masing 23,8%.
6. Kecemasan
Tabel 4.6 Distribusi Responden Penelitian Menurut kecemasan di Ruang
ICCU RSU Tugurejo Tahun 2007
Kecemasan n % Tidak cemas 15 71,4 Ringan 3 14,3 Sedang 3 14,3 Jumlah 21 100
Kecemasan diukur dengan Hamilton Rate Scale For Anxiaty (HRSA)
dalam bentuk skor (Hawari, 2001). Skor kecemasan berkisar antara 2 hingga
27 dengan rerata 12,1 dan simpangan baku 6,956.
Data kecemasan tersebut menggambarkan kecemasan pasien yang
cenderung tidak mengalami kecemasan. Selanjutnya, kecemasan ini
dikategorikan sebagai berikut ; sebagian besar (71,4%) responden tidak
mengalami kecemasan, sedangkan lainnya mengalami kecemasan ringan dan
sedang dalam persentase yang sama, masing-masing 14,3%.
71
7. Lama rawat
Tabel 4.7 Distribusi Responden Penelitian Menurut lama rawat di Ruang
ICCU RSU Tugurejo Tahun 2007 Lama rawat n %
< 5 hari 13 61,9 ≥ 5 hari 8 38.1 Jumlah 21 100
Lama rawat pasien dengan gangguan fungsi jantung berkisar antara 1
hingga 10 hari, dengan rerata 4,29 hari, dan simpangan baku 2,3 hari.
Selanjutnya, lama rawat dikategorikan sebagai berikut ; bahwa lama rawat
pasien (61,9%) yang dirawat kurang dari 5 hari dan lebih dari 5 hari (38,1%).
8. Alasan berakhirnya perawatan di ICCU
Tabel 4.8 Distribusi Responden Penelitian Menurut Alasan berakhirnya
perawatan di Ruang ICCU RSU Tugurejo Tahun 2007
Alasan n % Pindah ruang 14 66,7 Meninggal 5 23,8 Pulang paksa 2 9,5 Jumlah 21 100
Alasan meninggalkan runag atau berakhirnya perawatan di ruang
ICCU (unit perawatan penyakit jantung intensif) ditemukan tiga macam, yaitu
pendah ruang (66,7%), meninggal (23,8%), dan alihrawat/pulang paksa
(9,5%).
72
C. Analisis Bivariat
1. Hubungan Jenis Penyakit dengan Lama Rawat
Tabel 4.9 Hubungan Jenis Penyakit dengan Lama Rawat di Ruang
ICCU RSU Tugurejo Tahun 2007 Jenis penyakit Lama rawat Total X2 p
< 5 hari ≥ 5 hari n % n % n %
AMI 3 60,0 2 40,0 5 100 1,571 0,456 CHF 8 72,7 3 27,3 11 100 IHD 2 40,0 3 60,0 5 100 Jumlah 13 61,9 8 38,1 21 100
Hubungan antara jenis penyakit dan lama rawat pada pasien dengan
gangguan jantung ditampilkan pada tabel 4.9 diatas. Pasien dengan gangguan
fungsi jantung AMI 60% dirawat kurang dari 5 hari, dan 40% lebih dari 5
hari. Pasien dengan CHF 72,7% dirawat kurang dari 5 hari dan 27,3% lebih
dari 5 hari. Pasien dengan IHD 40% dirawat kurang dari 5 hari dan 60% lebih
dari 5 hari.
Meskipun ada sedikit perbedaan, khususnya pada kelompok IHD
namun secara statistik tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini
dapat dibuktikan dengan hasil uji Chi Square yang diperoleh nilai statistik
hitung atau x2 = 1,571 dan p = 0,456. Karena nilai p > 0,05, x2 hitung (1,571)
< x2 tabel (5,591) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara jenis penyakit dengan lama rawat pada pasien dengan
gangguan fungsi jantung di ruang ICCU RSU Tugurejo Semarang.
73
2. Hubungan kecemasan dengan lama rawat
TOTCEMAS
3020100
LAM
A_R
WT
12
10
8
6
4
2
0
Grafik 4.1 Hubungan Kecemasan dengan Lama Rawat di Ruang
ICCU RSU Tugurejo Tahun 2007
Hubungan antara skor kecemasan dengan lama rawat dapat
digambarkan dalam grafik 4.1 diatas. Dalam grafik tersebut, dapat diketahui
bahwa peningkatan pada skor kecemasan diikuti peningkatan lama rawat.
Fenomena ini menunjukkan adanya hubungan antara skor kecemasan dengan
lama rawat, dimana hasil uji statistik Pearson’s Product Moment
menunjukkan nilai r = 0,457 dan p = 0,037. Karena r hitung (0,457) > r tabel
(0,433) dan p < 0.05 maka ada hubungan yang signifikan antara tingkat
kecemasan dengan lama rawat pada pasien gangguan fungsi jantung diruang
ICCU RSU Tugurejo. Nilai positif, artinya hubungan tersebut bersifat searah:
kenaikan skor kecemasan akan diikuti makin panjangnya lama rawat.
74
D. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang dikumpulkan dalam penelitian ini
mencakup jenis kelamin, umur, pendidikan, dan pekerjaan. Responden
penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (57,1%) daripada
perempuan (42,9%). Distribusi ini sesuai dengan gambaran umum pasien di
ICCU RSU Tugurejo Semarang pada tahun 2006 (Data Rekam Medis RSU
Tugurejo, 2006). Distribusi penderita penyakit jantung yang ditemukan di
RSU Tugurejo Semarang sejak pertengahan Februari hingga pertengahan
April 2007 ini juga sesuai dengan Brunner & Suddarth ( 2002 ) yang
menyatakan bahwa faktor resiko gangguan fungsi jantung lebih banyak terjadi
pada laki-laki daripada perempuan, khususnya pada usia di bawah 50 tahun.
Distribusi responden menurut umur paling banyak adalah usia dewasa
(rerata umur responden 52,67 tahun). Hal ini juga sesuai dengan distribusi
pasien ICCU RSU Tugurejo Semarang secara umum (Catatan Rekam Medik
ICCU, 2006). Distribusi ini juga sesuai dengan (Ulfah R, dkk.,2001) yang
menyebutkan bahwa kejadian penyakit jantung meningkat secara tajam pada
usia di atas 40 tahun.
Distribusi pasien menurut pendidikan didominasi oleh tamatan SD
(38,1%). Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan pasien berpendidikan
rendah. Sehingga sesuai dengan tingkat pendidikannya, jenis pekerjaan
responden terbanyak adalah buruh (33,3%).
75
Kondisi ini juga sesuai dengan keadaan pasien RSU Tugurejo secara
umum yang kebanyakan berasal dari kelompok masyarakat golongan ekonomi
menengah ke bawah, sehingga sangat wajar jika berpendidikan rendah dan
pekerja keras (Catatan Medik RSU Tugurejo, 2006). Hal ini juga sesuai
dengan faktor resiko dari penyakit jantung yang dapat diubah adalah
pekerjaan (Brunner & Suddarth, 2002).
2. Analisis Univariat
Jenis penyakit atau gangguan fungsi jantung yang teridentifikasi dari
21 pasien adalah Acute Myocard Infarction (AMI) 23,8%, Congestive Heart
Failure (CHF) 52,4%, dan Ischaemic Heart Disease (IHD) 23,8%. Hasil
temuan ini sesuai dengan Hudak & Gallo (1997) dan Faqih R(2006) yang
menyebutkan bahwa jenis gangguan fungsi jantung yang paling umum terjadi
adalah AMI, CHF, IHD dan Angina pektoris. Dalam penelitian ini Angina
pectoris dan Cardiomyopathy tidak ditemukan , walaupun pada catatan medik
sebelumnya pernah dijumpai sebesar 0,1% pada tahun 2006.
Pasien gangguan fungsi jantung di ICCU RSU Tugurejo mayoritas
tidak mengalami kecemasan (71,4%), dan sebagian kecil mengalami
kecemasan ringan (14,3%) dan sedang (14,3%). Kecemasan ini diukur dengan
Hamilton Rate Scale for Anxiety (HRSA) yang sudah menjadi ukuran baku
(Hawari, 2001). Sebagian besar pasien tidak mengalami kecemasan,
kemungkinan karena ketidaktahuannya tentang penyakit yang dideritanya.
76
Hal ini sesuai dengan dokumentasi keperawatan di ruang ICCU pada
saat pengkajian awal yang menemukan bahwa pasien mengalami keluhan
subjektif berupa rasa sebah di bagian uluhati (epigastrik). Mereka
menganggap bahwa keluhan itu adalah angin duduk atau masuk angin yang
terlambat.
Hal ini dibuktikan dengan adanya bekas-bekas goresan “kerikan” pada
punggung dan dada. Ternyata setelah menjalani serangkaian pemeriksaan
medis terbukti mengalami gangguan fungsi jantung (Catatan Rekam medik,
2007).
Lama perawatan pasien gangguan fungsi jantung di ruang ICCU RSU
Tugurejo berkisar antara 1 – 10 hari. Dengan rerata lama perawatan 4,29 hari.
Hasil temuan ini sesuai dengan catatan hari rawat untuk pasien gangguan
fungsi jantung yang ada selama ini, yaitu berkisar antara 1 hingga 5 hari
dengan rerata 3 hari (Catatan Rekam medik, 2006). Hal ini sesuai dengan
asuhan keperawatan kritis yang menyatakan bahwa rata - rata pasien
gangguan cardiovaskuler membutuhkan perawatan intensif 3 - 5 hari (
Huddak & Gallo, 1997 ).
Beberapa alasan pasien mengakhiri perawatan di ruang ICCU yang
ditemukan dalam penelitian ini adalah pindah ruang rawat 66,7%, meninggal
23,8%, dan pulang paksa 9,5%. Namun, sebagian besar pasien adalah pindah
ruang rawat biasa (bangzal) karena kondisinya yang sudah membaik ( stabil ).
77
3. Analisis Bivariat
Jenis penyakit terbukti tidak ada hubungan yang signifikan dengan
lama rawat. Hal ini sesuai hasil uji statistik Chi Square, diperoleh nilai x2 =
1,571, p = 0,456 dan df = 2. Karena p > 0,05 dan x2 hitung (1,571) < x2 tabel
(5,591). Hal ini dapat dipahami bahwa masing-masing jenis penyakit dapat
mengalami keparahan yang bervariasi, dari ringan hingga sangat parah. Oleh
karena itu, dengan jumlah sampel yang sedikit (21 pasien) ternyata belum
dapat membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara jenis penyakit
yang berbeda terhadap lama rawat.
Tingkat kecemasan berhubungan secara signifikan dengan lama rawat.
Semakin cemas pasien, semakin panjang hari rawat yang diperlukan. Hal ini
sesuai dengan hasil uji statitik Pearson's Product Moment, diperoleh nilai r =
0,457 dan p = 0,037.Karena r hitung (0,457) > r tabel (0,433), dan p < 0,05.
Hal ini dapat dipahami bahwa kondisi cemas mengakibatkan pasien tidak
kooperatif dengan tindakan keperawatan yang direncanakan, bahkan dapat
mengakibatkan kondisi penyakit yang lebih buruk. Stuart dan Sundeen (1995)
menyebutkan bahwa bila kondisi cemas berlangsung terus-menerus dan tidak
terkendali dapat memperburuk keadaan dan mendorong respon defensif
sehingga menghambat mekanisme kooping yang adaptif. Respon fisiologis
dari kecemasan akan meningkatkan frekuensi nadi, tekanan darah, pernafasan,
dan aritmia ( Huddak & Gallo,1997 ).
78
Sebaliknya dengan kecemasan yang terkendali, pasien dapat
mengembangkan konsep diri dengan baik, sehingga pasien kooperatif dengan
tindakan keperawatan (Brunner dan Suddarth, 2002). Selain itu perilaku
koping pasien yang adaptif akan dapat langsung mengurangi kecemasan, stres
penyakit dan memudahkan tubuh mencapai keseimbangan homeostasis
(Huddak & Gallo, 1997). Sehingga dampaknya akan membantu
memperpendek waktu perawatan diruang intensif.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Jenis penyakit jantung yang ditemukan dalam penelitian ini ada 3 macam yaitu
AMI (23,8%), CHF (52,4%), dan IHD (23,8%).
2. Sebagian besar responden tidak mengalami kecemasan (71,4%), dan sebagian
kecil mengalami kecemasan ringan (14,3%) dan sedang (14,3%).
3. Lama rawat pasien gangguan fungsi jantung berkisar 1 – 10 hari. Rerata lama
rawat pasien gangguan fungsi jantung adalah 4,29 hari (4 hari), berarti sesuai
dengan teori keperawatan kritis (Huddak & Gallo,1997). Alasan berakhirnya
perawatan di ruang ICCU adalah diperbolehkan pindah ruang (66,7% ),
meninggal (23,8% ), dan pulang paksa (9,5% ).
4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis penyakit dengan lama rawat.
Karena dari uji statistik Chi Square dipeoleh x2 = 1,571, p = 0,546 dan df = 2
pada α = 5%.
5. Ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan dengan lama rawat.
Karena dari uji statistik Pearson's Product Moment diperoleh nilai r = 0,457
dan p = 0,037 dengan N = 21, α = 5%.
6. Hasil analisis uji statistik membuktikan bahwa jenis penyakit tidak
mempengaruhi lama rawat, sedangkan tingkat kecemasan mempengaruhi lama
1
80
rawat secara signifikan pada pasien gangguan fungsi jantung diruang ICCU
RSU Tugurejo.
B. Saran
1. Perlu peningkatan mutu asuhan keperawatan kritis untuk menurunkan tingkat
kecemasan pasien sehingga memperpendek lama perawatan di ruang intensif.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui lama rawat ditinjau dari faktor
jenis penyakit, tingkat keparahan penyakit dan dukungan keluarga terhadap
pasien yang dirawat diruang intensif.