Upload
vandieu
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ombudsman Republik Indonesia (sebelumnya bernama Komisi
Ombudsman Nasional) adalah lembaga negara di Indonesia yang mempunyai
kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang
diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk yang
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan
Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi
tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman
Republik Indonesia).
Pemerintah mulai sadar akan perlunya lembaga Ombudsman di Indonesia
menyusul adanya tuntutan masyarakat yang amat kuat untuk mewujudkan
pemerintah yang bersih dan penyelenggaraan negara yang baik atau clean and
good governance. Sehingga dibentuklah lembaga ini atas dasar Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang disahkan
dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 9 September 2008. Kemudian
setahun berikutnya, keberadaan lembaga Ombudsman ini diperkuat dengan UU
No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Tujuan dibentuknya lembaga ini tertuang dalam visi lembaga ini yaitu
“ Mewujudkan Pelayanan Publik Prima yang Menyejahterakan dan Berkeadilan
2
bagi Seluruh Rakyat Indonesia.” (http://www.ombudsman.go.id/
index.php/en/tentangkami/visimisi.html). Tujuan mulia ini tentunya memerlukan
proses panjang untuk mewujudkannya. Mengingat pelayanan publik kondisi saat
itu secara umum masih rendah kualitasnya, masih banyak masalah yang
mengakibatkan terjadinya ketidakpuasan atas pelayanan publik di masyarakat
secara luas.
Sebelum reformasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan diwarnai
dengan praktek Maladministrasi antara lain terjadinya korupsi, kolusi, dan
nepotisme sehingga mutlak diperlukan reformasi birokrasi penyelenggaraan
negara dan pemerintahan demi terwujudnya penyelenggaraan negara dan
pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, bersih, terbuka serta bebas dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang
baik hanya dapat tercapai dengan peningkatan mutu aparatur Penyelenggara
Negara dan pemerintahan dan penegakan asas-asas pemerintahan umum yang
baik. Untuk penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan upaya meningkatkan
pelayanan publik dan penegakan hukum diperlukan keberadaan lembaga
pengawas eksternal yang secara efektif mampu mengontrol tugas Penyelenggara
Negara dan pemerintahan.
Pengawasan internal yang dilakukan oleh pemerintah sendiri dalam
implementasinya ternyata tidak memenuhi harapan masyarakat, baik dari sisi
obyektifitas maupun akuntabilitasnya. Dari kondisi di atas, pada Tahun 2000,
Presiden berupaya untuk mewujudkan reformasi penyelenggaraan negara dan
pemerintahan dengan membentuk Komisi Ombudsman Nasional ( saat ini
3
Lembaga Ombudsman RI) melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000.
Komisi Ombudsman Nasional bertujuan membantu menciptakan dan
mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan
korupsi, kolusi, nepotisme serta meningkatkan perlindungan hak masyarakat agar
memperoleh pelayanan publik, keadilan, dan kesejahteraan. (Penjelasan UU No.
37 Tahun 2008).
Untuk lebih mengoptimalkan fungsi, tugas, dan wewenang Komisi
Ombudsman Nasional, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Ombudsman
Republik Indonesia sebagai landasan hukum yang lebih jelas dan kuat. Hal ini
sesuai pula dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan
Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang salah satunya memerintahkan
dibentuknya Ombudsman dengan undang-undang. Maka lahirlah Undang-Undang
No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Sebelum ada Lembaga Ombudsman, pengaduan pelayanan publik hanya
disampaikan kepada instansi yang dilaporkan dan penanganannya sering
dilakukan oleh pejabat yang dilaporkan sehingga masyarakat belum memperoleh
perlindungan yang memadai. Selain itu, untuk menyelesaikan pengaduan pelayan
publik, selama ini dilakukan dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan.
Penyelesaian melalui pengadilan tersebut memerlukan waktu cukup lama dan
biaya yang tidak sedikit. Untuk itu, diperlukan lembaga tersendiri yakni
Ombudsman Republik Indonesia yang dapat menangani pengaduan pelayanan
publik dengan mudah dan dengan tidak memungut biaya. Ombudsman Republik
4
Indonesia tersebut merupakan lembaga negara yang dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.
Dalam perkembangnya Ombudsman Republik Indonesia (ORI)
mempunyai perwakilan-perwakilan di setiap propinsi di seluruh Indonesia yang
didirikan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan negara. Pembentukan
kantor perwakilan ini tentu saja dengan tujuan untuk mendekatkan fungsi
ombudsman sebagai lembaga pengawasan pelayanan publik kepada masyarakat di
daerah-daerah. Hal ini tidak terkecuali bahwa Lembaga Ombudsman Republik
Indonesia juga mempunyai perwakilan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kantor Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia DIY beralamat di Jl.
Wolter Mongonsidi No. 20, Karangwaru, Tegalrejo Yogyakarta. Melalui kantor-
kantor perwakilannya, Ombudsman ingin mewujudkan pelayanan publik Prima
sampai pada tingkat daerah, termasuk di DIY melalui kantor Perwakilan DIY
yang selanjutnya disebut Lembaga Ombudsman Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (LOD DIY).
LOD DIY adalah lembaga pengawas independen terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah daerah di DIY. Lembaga ini
dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No. 134 Tahun 2004 tentang
Pembentukan dan Organisasi Ombudsman Daerah di Provinsi DIY sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Gubernur No. 21 Tahun 2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Ombudsman Daerah di Provinsi DIY. Pembentukan LOD DIY
awalnya diinisiasi oleh organisasi masyarakat sipil di Yogyakarta khususnya
PUSHAM UII yang bekerjasama dengan Kemitraan Regional Yogyakarta untuk
5
mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi DIY. Melalui Gubernur, ide
pembentukan ini akhirnya direspon positif dengan dikeluarkannya SK seperti
tersebut di atas. Selanjutnya pada tanggal 8 Juni 2005 LOD DIY dilaunching oleh
Gubernur DIY yang menandai mulai bertugasnya anggota LOD DIY
( http://www.lod-diy.or.id/index.php/halaman-utama/profil-lod)
Tujuan yang diharapkan dengan adanya LOD DIY seperti tertuang dalam
Pasal 5 Pergub 21 Tahun 2008 antara lain (1) mendorong dan mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersih, demokratis, transparan, dan
akuntabel serta bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme, penyalahgunaan kekuasaan,
atau jabatan, dan tindakan sewenang-wenang, serta kesadaran hukum masyarakat
dan menjunjung tinggi supremasi hukum, (2) membantu setiap warga masyarakat
memperoleh pelayanan yang baik, berkualitas, profesional dan proporsional
berdasarkan asas kepastian hukum, keadilan, dan persamaan dari pemerintahan
daerah, (3) memfasilitasi dan memberikan mediasi untuk mendapatkan
perlindungan hukum kepada setiap warga masyarakat untuk memperoleh
pelayanan yang baik, berkualitas, profesional dan proporsional berdasarkan asas
kepastian hukum, keadilan, dan persamaan dalam segala bidang dari
penyelenggara pemerintahan daerah ( http://www.lod-diy.or.id/index.php
/halaman-utama/profil-lod).
Fungsi LOD DIY sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 Pergub 21
Tahun 2008 adalah sebagai lembaga pengawasan dan mediasi pelayanan
masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan asas-asas
umum penyelenggaraan pemerintahan daerah dan untuk mewujudkan
6
demokratisasi. Dengan demikian lembaga ini konsen pada pengawasan pelayanan
publik oleh penyelenggara pelayanan publik. Masyarakat punya lembaga untuk
mengadukan pelayanan publik yang merugikan dirinya. Pelayanan publik yang
tidak adil, pelayanan publik yang diskriminatif, pelayanan publik yang tidak
transparan dan hal-hal lain yang merugikan.
Sampai saat ini, dengan usianya yang menginjak tahun ke 10, LOD DIY
masih lebih fokus terhadap pelayanan pengawasan dan pengaduan serta
penyelesaian pengaduan melalui investigasi, advokasi dan mediasi serta
menerbitkan rekomendasi. Hal ini terlihat dari laporan akhir tahun 2013 yang
menyebutkan pengaduan yang masuk di LOD DIY pada kurun waktu (Januari-
Desember 2013) ada 315 laporan yang masuk melalui pengaduan langsung,
bidang kesehatan menempati posisi pengaduan yang tertinggi, yaitu 130
pengaduan. Selain itu pengaduan yang masuk melalui sms gateway ada 916
pengaduan (Laporan Tahunan LOD DIY Tahun 2013).
LOD DIY dengan fungsinya memediasi pelayanan masyarakat terhadap
pelayanan publik, maka perlu melakukan sosialisasi baik itu tentang lembaga
ombudsman (tupoksi dan wewenangnya) itu sendiri maupun penyadaran akan hak
masyarakat akan pelayanan publik. Penyadaran masyarakat tentang pentingnya
perlindungan hak-hak masyarakat yang dalam hal ini adalah hak terhadap
pelayanan publik. Hak pelayanan publik masyarakat diantaranya adalah mendapat
pelayanan yang berkualitas, trasparan, tidak diskriminatif dan pelayanan yang
berkeadilan. Karena menurut pengamatan peneliti sebagian besar dari masyarakat
masih belum tahu apa haknya, belum tahu bagaimana kalau haknya dilanggar,
7
atau belum berani bertindak jika haknya dilanggar. Banyak juga masyarakat yang
masih belum tahu apa itu LOD DIY, apa fungsi dan tugasnya, serta bagaimana
memanfaatkannya. Pertanyaan-pertanyaan semacam itu masih banyak dalam
masyarakat DIY secara umum.
LOD DIY dengan segala tugas dan wewenangnya, serta kendala dan
hambatan yang ada seharusnya masih perlu melakukan optimalisasi kinerja
ombudsman terhadap penyadaran hak-hak masyarakat atas pelayanan publik yang
diterima. Hal ini penting dilakukan karena akan meningkatkan partisipasi publik
DIY dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik
sehingga dari lembaga penyelenggara pelayanan publik dengan sendirinya akan
melakukan peningkatan pelayanan dan menghormati hak-hak masyarakat dalam
pelayanan publik.
Atas dasar tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang
optimalisasi kinerja lembaga Ombudsman DIY ini terhadap penyadaran hak
masyarakat atas pelayanan publik di DIY. Hal-hal apa yang telah dilakukan
selama ini terkait penyadaran masyarakat, strategi apa yang dilakukan atau baru
direncanakan terkait persoalan ini. Selain itu, hambatan-hambatan apa yang
ditemui LOD DIY terkait dengan penyadaran masyarakat serta faktor-faktor apa
saja yang dapat mempengaruhi penyadaran hak atas pelayanan publik ini. Dengan
demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang utuh terkait
masalah penyadaran hak masyarakat DIY atas pelayanan publik oleh LOD DIY.
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka dapat dirumuskan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Lembaga Ombudsman DIY menjalankan tupoksinya sebagai
lembaga yang menangani masalah pelayanan publik di DIY?
2. Bagaimana optimalisasi kinerja Lembaga Ombudsman DIY dalam
penyadaran hak masyarakat atas pelayanan publik di DIY?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi optimalisasi kinerja Lembaga
Ombudsman DIY dalam peningkatan pelayanan publik di DIY?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang di atas, maka dapat tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bagaimana Lembaga Ombudsman DIY menjalankan
tupoksinya sebagai lembaga yang menangani masalah pelayanan publik di
DIY.
2. Mengetahui optimalisasi kinerja Lembaga Ombudsman DIY dalam
penyadaran hak masyarakat atas pelayanan publik di DIY.
3. Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi optimalisasi kinerja
Lembaga Ombudsman DIY dalam peningkatan pelayanan publik di DIY.
D. Kegunaan Penelitian
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan bahan
pertimbangan untuk meningkatkan langkah-langkah untuk melakukan
9
penyadaran hak masyarakat terkait dengan masalah pelayanan publik di
DIY, melalui fungsi Lembaga Ombudsman DIY. Dengan demikian akan
tercipta masyarakat yang sadar terhadap hak-haknya dalam menerima
pelayanan publik dari penyelenggaran pelayanan publik di DIY.
2. Manfaat Teoritis
Dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
pelayanan publik, penyadaran hak masyarakat atas pelayanan publik,
fungsi-fungsi lembaga ombudsman dan tentang kualitas pelayanan publik
yang baik. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
10
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Kajian Pustaka
Penelitian tentang Lembaga Ombudsman sebagai lembaga pengawasan
pelayanan publik telah beberapa kali dilakukan, baik dari sudut pandang Ilmu
Administrasi Negara, Administrasi Publik, Ilmu Hukum, atau ilmu sosial lainnya.
Oleh karena itu untuk mengawali penelitian ini, ada beberapa kajian pustaka yang
relevan dengan tema penelitian. Hal ini penting untuk mengambil entry point
penelitian, positioning penelitian serta perbedaan dengan penelitian terdahulu.
Beberapa penelitian sebelumnya diantaranya adalah penelitian yang
dilaksanakan oleh Siti Roswati Handayani, S.H., Tesis, Megister Administrasi
Publik UGM, tahun 2012, berjudul “Kinerja Lembaga Ombudsman Daerah
(LOD) Dalam Menyelesaikan Pengaduan Masyarakat Bidang Kesehatan Tahun
2008-2011 di DIY” yang membahas Kinerja Pelayanan LOD dalam
menyelesaikan Pengaduan Masyarakat Bidang Kesehatan Tahun 2008-2011.
Penelitian ini hanya fokus pada penyelesaian masalah oleh Ombudsman dan
hanya menyoroti bidang kesehatan saja, sedangkan bidang lainnya tidak.
Penelitian ini terlalu fokus penyelesaian masalah kesehatan oleh Lembaga
Ombusdman Daerah DIY saja, sehingga kinerja secara umum terhadap pelayanan
publik di DIY belum terlihat, terlebih peran Ombudsman itu sendiri. Tentang
upaya-upaya penyadaran hak di masyarakat belum terlihat.
Penelitian yang dilaksanakan Fl. Switi Andari, S.H., Tesis, Megister
Hukum UGM Tahun 2012, yang berjudul “Pelaksanaan Fungsi Lembaga
11
Ombudsman Daerah Yogyakarta Dalam Rangka Mewujudkan Good
Governance” . Penelitian ini menititikberatkan pada masalah apakah Ombudsman
Daerah Yogyakarta sudah secara efektif melakukan perbaikan pada pelayanan
publik. Penelitian ini mempunyai sudut pandang hukum, dimana untuk payung
hukum pembentukan Ombudsman Daerah dalam masa mendatang perlu untuk
dipertimbangkan lagi, agar lebih memberikan kekuatan pada Ombudsman Daerah
baik dari sisi yuridis maupun dari sisi moral. Oleh karena penelitian ini focus
kepada aspek hukum dalam operasional, maka LOD DIY secara kelembagaan
tidak terbahas dalam penelitian ini, termasuk perannya secara makro dalam
peningkatan pelayanan publik di DIY.
Penelitian yang dilaksanakan Agus Triono S.H., Tesis, Megister Hukum
UGM Tahun 2011, yang berjudul “Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Lembaga
Ombudsman Daerah Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik Di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan
fungsi pengawasan LOD DIY belum mampu mewujudkan pemerintahan yang
baik di Provinsi DIY pada bidang pendidikan dan pertanahan, maka perlu
penyelesaian melalui pendekatan hukum dan aturan yang seringkali menjadi
kendala teknis dan implementatif. Penelitian ini belum melihat peran keseluruhan
LOD DIY terhadap pelayanan publik di DIY, namun hanya melihat fungsi
pengawasan saja pada lembaga Ombudsman. Fungsi penyadaran hak masyarakat
atas pelayanan publik belum terlihat.
Penelitian lain tentang ombudsman juga dilakukan Noor Sheila, Skripsi
Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Universitas Mulawarman Tahun 2014
12
yang berjudul “Peran Perwakilan Lembaga Ombudsman Wilayah Provinsi
Kaltim dalam Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik”. Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa Perwakilan Lembaga Ombudsman Republik
Indonesia Wilayah Provinsi Kalimantan Timur sudah menjalankan tugas yang
telah ditetapkan oleh peraturan yang ada, namun masih kekurangan sumberdaya
manusia dan minimnya sosialisasi tentang peran perwakilan lembaga ombudsman
Republik Indonesia Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dalam pengawasan
penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga masih banyak masyarakat
Kalimantan Timur yang belum mengetahui peran Perwakilan Lembaga
Ombudsman Republik Indonesia Wilayah Provinsi Kalimantan Timur.
Penelitian yang dilakukan Indra Pratama Putra, Skripsi Jurusan Ilmu
Administrasi Negara, Universitas Negeri Surabaya Tahun 2014 yang berjudul
“Peran Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Timur Dalam
Penyelesaian Laporan Atas Dugaan Maladministrasi Penyelenggaraan
Pelayanan Publik (Studi Kasus Penerimaan Peserta Didik Baru 2013 di Kota
Surabaya”. Hasil penelitian Ombudsman perwakilan Propinsi Jawa Timur
memiliki peran dalam permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk
dalam pelayanan pendidikan. Pada tahun 2013, ombudsman memiliki peran
penting dalam proses penyelesaian kasus dugaan maladministrasi Penerimaan
Peserta Didik Baru 2013 di Kota Surabaya. Berfokus pada tindak lanjut dari
laporan warga, pencarian fakta permasalahan, dianalisis dengan teori pelayanan
publik dan didasarkan pada peraturan ombudsman maka penyelesaian masalah ini
berjalan dengan baik.
13
Penelitian yang dilakukan Muhammad Suhendra, Magister Hukum
Universitas Lampung Tahun 2014 yang berjudul “Eksistensi Lembaga
Ombudsman Dalam Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Di Provinsi
Lampung”. Hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa eksistensi lembaga
Ombudsman terhadap pengawasan penyelenggaran pelayanan publik di Provinsi
Lampung terlihat belum terlaksana secara optimal dalam melaksanakan perannya
dan fungsinya sebagai lembaga pengawas eksternal penyelenggaraan pelayanan
publik di Provinsi Lampung. Hal ini dapat diketahui dari masih buruknya tingkat
kepatuhan para penyelenggara pelayanan publik terhadap peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang pelayanan publik di Indonesia. Serta faktor-
faktor yang menghambat Ombudsman dalam melaksanakan fungsi, tugas dan
wewenangnya disebabkan dari kurangnya sumber daya manusia dan begitu
luasnya wilayah kerja Ombudsman Perwakilan Provinsi Lampung. Sebagai
lembaga baru di Provinsi Lampung Ombudsman perwakilan lebih
mengedepankan agar pelaksaaan pelayanan publik di Provinsi Lampung dapat
terlaksana dengan baik sehingga hal tersebut menjadi faktor utama Ombudsman
sampai saat ini belum melakukan investigasi atas berbagai kasus maladministrasi
yang ada.
Dari penelitian di atas, dapat digambarkan secara tabel tentang review
literature penelitian terdahulu:
14
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
Penelitian Judul Hasil
Penelitian yang
dilaksanakan oleh Siti
Roswati Handayani, S.H.,
Tesis, Megister
Administrasi Publik
UGM, tahun 2012.
“Kinerja Lembaga
Ombudsman Daerah
(LOD) Dalam
Menyelesaikan
Pengaduan Masyarakat
Bidang Kesehatan Tahun
2008-2011 di DIY”
Bahwa dalam skala mikro
kehadiran LOD masih
cukup efektif dan efisien
dalam menyelesaikan
permasalahan pelayanan
publik yang dialami
masyarakat. Peran LOD
dalam mendorong
penyelenggaraan
pemerintahan yang baik
belum optimal dapat
dilaksanakan, diperlukan
pendekatan alternative
temasuk dalam
menyelesaikan kasus yang
bersifat kompleks dan
bersinggungan dengan
kekuatan politik yang
besar.
Penelitian yang
dilaksanakan Fl. Switi
Andari, S.H., Tesis,
Megister Hukum UGM
Tahun 2012.
“Pelaksanaan Fungsi
Lembaga Ombudsman
Daerah Yogyakarta
Dalam Rangka
Mewujudkan Good
Governance”
Ombudsman Daerah
Yogyakarta masih kurang
efektif melakukan
perbaikan pada pelayanan
publik karena persoalan
payung hukum. Maka
payung hukum lembaga ini
di Daerah perlu diperkuat,
agar lebih memberikan
15
kekuatan pada Ombudsman
Daerah baik dari sisi
yuridis maupun dari sisi
moral.
Penelitian yang
dilaksanakan Agus
Triono S.H., Tesis,
Megister Hukum UGM
Tahun 2011.
“Pelaksanaan Fungsi
Pengawasan Lembaga
Ombudsman Daerah
Dalam Mewujudkan
Pemerintahan Yang Baik
Di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta”.
Bahwa pelaksanaan fungsi
pengawasan LOD DIY
belum mampu
mewujudkan pemerintahan
yang baik di Provinsi DIY
pada bidang pendidikan
dan pertanahan. Hal ini
diantaranya disebabkan
oleh kendala teknis dan
implementatif aturan
hukum yang ada kurang
memadai.
Penelitian yang dilakukan
oleh Noor Sheila, Skripsi
Program Studi Ilmu
Administrasi Negara,
Universitas Mulawarman
Tahun 2014.
“Peran Perwakilan
Lembaga Ombudsman
Wilayah Provinsi Kaltim
dalam Pengawasan
Penyelenggaraan
Pelayanan Publik”.
Hasil penelitian diketahui
bahwa Perwakilan
Lembaga Ombudsman
Republik Indonesia
Wilayah Provinsi
Kalimantan Timur sudah
menjalankan tugas yang
telah ditetapkan oleh
peraturan yang ada, namun
masih kekurangan
sumberdaya manusia dan
minimnya sosialisasi
tentang peran perwakilan
lembaga ombudsman
16
Republik Indonesia
Wilayah Provinsi
Kalimantan Timur dalam
pengawasan
penyelenggaraan pelayanan
publik, sehingga masih
banyak masyarakat
Kalimantan Timur yang
belum mengetahui peran
Perwakilan Lembaga
Ombudsman Republik
Indonesia Wilayah Provinsi
Kalimantan Timur.
Penelitian yang dilakukan
oleh Indra Pratama
Putra, Skripsi Jurusan
Ilmu Administrasi
Negara, Universitas
Negeri Surabaya Tahun
2014.
Peran Ombudsman
Republik Indonesia
Perwakilan Provinsi
Jawa Timur Dalam
Penyelesaian Laporan
Atas Dugaan
Maladministrasi
Penyelenggaraan
Pelayanan Publik (Studi
Kasus Penerimaan
Peserta Didik Baru 2013
di Kota Surabaya”.
Hasil penelitian
Ombudsman perwakilan
Propinsi Jawa Timur
memiliki peran dalam
permasalahan
penyelenggaraan pelayanan
publik, termasuk dalam
pelayanan pendidikan.
Pada tahun 2013,
ombudsman memiliki
peran penting dalam proses
penyelesaian kasus dugaan
maladministrasi
Penerimaan Peserta Didik
Baru 2013 di Kota
Surabaya. Berfokus pada
tindak lanjut dari laporan
warga, pencarian fakta
17
permasalahan, dianalisis
dengan teori pelayanan
publik dan didasarkan pada
peraturan ombudsman
maka penyelesaian masalah
ini berjalan dengan baik.
Penelitian yang
dilakukan Muhammad
Suhendra, Magister
Hukum Universitas
Lampung Tahun 2014.
Eksistensi Lembaga
Ombudsman Dalam
Pengawasan
Penyelenggaraan
Pelayanan Publik Di
Provinsi Lampung”.
Hasil penelitian dapat
disimpulkan, bahwa
eksistensi lembaga
Ombudsman terhadap
pengawasan
penyelenggaran pelayanan
publik di Provinsi
Lampung terlihat belum
terlaksana secara optimal
dalam melaksanakan
perannya dan fungsinya
sebagai lembaga pengawas
eksternal penyelenggaraan
pelayanan publik di
Provinsi Lampung.
Ombudsman sampai saat
ini belum melakukan
investigasi atas berbagai
kasus maladministrasi yang
ada.
Sumber: diolah dari berbagai sumber.
Dari penelitian telah dilaksanakan di atas, fokus penelitian semua lebih
kepada fungsi pengawasan dan penyelesaian masalah yang merupakan tugas
pokok dari LOD. Namun sebenarnya tugas-tugas lain selain pengawasan dan
18
menyelesaikan pengaduan, ada tugas penting yang arahnya lebih kepada
sosialisasi, penyadaran hak masyarakat dan pencegahan maladministrasi.
Penelitian yang dilakukan peneliti berusaha melihat lebih jauh bahwa masih
banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang keberadaan, fungsi dan peran
dari lembaga Ombudsman. Hal ini mengakibatkan tingkat kesadaran akan hak
publik juga rendah. Untuk memberikan sudut pandang yang berbeda, peneliti akan
melihat kinerja LOD DIY ini terkait masalah penyadaran hak masyarakat atas
hak-hak dalam pelayanan publik di DIY.
B. Kerangka Teori
1. Konsep Optimalisasi
Pengertian Optimalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Depdikbud, 1995:628) adalah optimalisasi berasal dari kata optimal yang
berarti terbaik, tertinggi jadi optimalisasi adalah suatu proses meninggikan
atau meningkatkan.
Dalam beberapa literatur manajemen, tidak dijelaskan secara tegas
pengertian optimalisasi, namun dalam Kamus Bahasa Indonesia, W.J.S.
poerwadarminta ( 1997 :753 ) dikemukakna bahwa : “Optimalisasi adalah
hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan, jadi optimalisasi merupakan
pencapaian hasil sesuai harapan secara efektif dan efisien”. Optimalisai
banyak juga diartikan sebagai ukuran dimana semua kebutuhan dapat
dipenuhi dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.
Menurut Winardi (1999 : 363) Optimal adalah ukuran yang
menyebabkan tercapainya tujuan sedangkan jika dipandang dari sudut
19
usaha, Optimalisasi adalah usaha memaksimalkan kegiatan sehingga
mewujudkan keuntungan yang diinginkan atau dikehendaki. Dari uraian
tersebut diketahui bahwa optimalisasi merupakan suatu proses yang
dilakukan dengan cara terbaik dalam suatu pekerjaan untuk mendapatkan
keuntungan tanpa mengurangi kualitas pekerjaan. Optimalisasi hanya
dapat diwujudkan apabila dalam pewujudannya secara efektif dan efisien.
Dalam penyelenggaraan organisasi, senantiasa tujuan diarahkan untuk
mencapai hasil secara efektif dan efisien agar optimal.
Dalam penyelenggaraan organisasi, senantiasa tujuan diarahkan
untuk mencapai hasil secara efektif dan efisien agar optimal. Dengan kata
lain pencapaian tujuan diharapkan mampu berhasil guna dan berdayaguna.
Untuk itu dalam pembahasan ini, akan dikemukakan pengertian efektifitas
dan efisiensi terlebih dahulu.
a. Efektifitas
The Liang Gie (1991 : 53 ), memberikan pengertian bahwa
Efektivitas adalah Perbandingan terbalik antara input dan output, antara
keuntungan dan biaya, antara hasil pelaksanaan dengan sumber- sumber
yang dipergunakan seperti halnya juga hasil maksimum yang dicapai
dengan penggunaan sumber yang terbatas, dengan kata lain hubungan
antara apa yang telah diselesaikan dengan apa yang harus diselesaikan.
Pada pengertian tersebut, input yang dimaksudkan adalah semua sumber
yaitu sarana dan prasarana yang digunakan organiasi untuk mencapai
tujuan.
20
Koemaruddin (1991 : 83 ), dikemukakan bahwa : “Efektivitas
adalah Pencapaian sasaran menurut perhitungan terbaik mengenai suasana
dagang dan kemungkinan daripada Laba”. Efektivitas sebagaimana
dikemukakan oleh LAN RI (2000 : 13 ), adalah: “Mencapai hasil
sepenuhnya seperti yang benar-benar diinginkan, setidak-tidaknya
berusaha mencapai hasil semakasimal mungkin”. Lebih jelas pengertian
Efektivitas yang dikemukakan oleh Parieta Westera (1991: 109) sebagai
berikut: “ Keadaan atau berhasilnya suatu suatu kerja yang dilakukan oleh
manusia dan memberikan guna yang diharapkan”.
Jadi efektivitas dilihat dari hasil pekerjaan yang dilakukan dengan
manfaat yang diberikan bagi organisasi. Efektivitas itu sendiri dapat dilihat
dari efek dan akibat yang dikehendaki untuk menjadi suatu kenyataan.
Yang tentu saja dilakukan dengan kemampuan maksimal yang dimiliki
oleh seseorang yang merupakan komponen penting dalam organisasi.
Pengertian efektivitas tersebut nampak lebih luas dan memiliki
kriteria yang beragam pula dalam memandang efektivitas, yaitu dapat
sudut ekonomi, phsykoligis, psikologi dan sosial. Dan secara jelas
memberikan suatu standar korelasi yang dapat menentukan hasil akhir dari
kegiatan dan efektifitas juga digunakan sebagai standar nilai apabila
dilakukan dengan dengan sepenuh kemampuan yang ada sebagai unsur
peningkatan yang ada sebagai unsur peningkatan presatasi kerja dan
produktivitas kerja secara maksimal dalam menjangkau aspek yang
diinginkan secara kolektif.
21
b. Efisiensi
Disamping efektivitas, keberhasilan organiasasi juga perlu
didukung dengan efisisensi. Adapun pengertian Efisiensi menurut Ibnu
Syamsi (1994:3), adalah adalah perbandingan antara hasil rill yang dicapai
seseorang dengan standar hasil minimumnya. Apabila hal rill itu diatas
standar minimum yang telah ditetapkan, berarti kerjanya efisien. Apabila
hasilnya sama dengan standar hasil yang katakan berarti kerjanya normal.
Tetapi apabila hasilnya rill itu berada dibawah standar minimum, berarti
kerjanya tidak efisien.
Sedangkan Fandy Tjiptono (1998:4) mengemukakan pengertian
Efisiensi sebagai berikut : “efesiensi merupakan suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan jasa, proses dan lingkungan yang memenuhi
atau melebihi harapan”. Hal ini dikemukakan juga oleh Malayu S.P.
Hasibuan (1996:165) yang mengatakan bahwa : “ Efesisen adalah
perbandingan antara output dengan input atau perbandingan manfaat
dengan biaya’.
Mengacu pada beberapa pengertian di atas maka efesiensi harus
dilihat dari keberhasilannya minimal sesuatu tolak ukur yang ada yaitu
segi pengorbanan riil yang diberikan dengan standar pengorbanan
maksimum. Untuk itu, standar harus ditetapkan dengan cermat,
berdasarkan hasil normal dari :
a. Pengalaman-pengalaman yang banyak
b. Percobaan berkali-kali
22
c. Menggunakan perkiraan untuk hal-hal yang sulit diukur.
Berdasarkan uraian di atas, maka optimalsasi terhadap suatu
kegiatan adalah merupakan gambaran dari wujud efisiensi dan efektivitas
yang dilaksanakan dan sangat berkaitan erat, karena optimalisasi kegiatan
tidak akan terwujud apabila efisiensi dan efektivitas tidak dapat
diwujudkan terlebih dahulu.
Terkait dengan optimalisasi fungsi ombudsman dalam penyadaran
hak masyarakat atas pelayanan publik adalah bagaimana ombudsman
sebagai lembaga mampu melakukan penyadaran hak masyarakat secara
efektif dan efisien. Dengann demikian semakin banyak masyarakat DIY
mengerti dan paham tentang ombudsman dan hak-haknya sebagai
penerima pelayanan publik dari pemerintah daerah.
2. Konsep Organisasi Publik dan Kinerja Organisasi Publik Organisasi
Publik
a. Konsep Organisasi Publik
Untuk memahami konsep organisasi publik secara utuh, perlu
memahami definisi dan teori “organisasi” dan makna kata “publik” itu
sendiri. Pengertian organisasi adalah sebuah unit sosial yang
dikoordinasikan secara sadar, terdiri atas dua orang atau lebih dan yang
relatif terus-menerus guna mencapai satu atau serangkaian tujuan bersama
(Robbins dan Judge, 2007:5).
Sedangkan menurut Wibowo (2007: 1) Organisasi adalah suatu
wadah yang dibentuk untuk mencapai tujuan bersama secara efektif.
23
Kemudian Hasibuan juga memberikan pengertian bahwa Organisasi
adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur, dan terkoordinasi dari
sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu.
Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja (Hasibuan, 2004:120).
Miftah Thoha ( 2008: 35) memaknai organisasi sebagai kesatuan
rasional dalam upaya untuk mengejar tujuan, sebagai koalisi pendukung
yang kuat di mana organisasi merupakan instrumen untuk mengejar
kepentingan masing-masing, sebagai suatu sistem terbuka di mana
kelangsungan hidup organisasi sangat tergantung input dari lingkungan,
sebagai alat dominasi dan banyak lagi perspektif yang dapat dipakai untuk
memaknai organisasi.
Paling tidak ada 2 (dua) pendekatan yang dapat digunakan untuk
memaknai organisasi yaitu pendekatan struktural dan pendekatan
behavioral atau perilaku. Pendekatan struktural menyoroti organisasi
sebagai wadah sehingga dapat dikatakan pendekatan ini melihat organisasi
sebagai sesuatu yang statis. Organisasi disini diartikan sebagaitempat
penyelenggaraan berbagai kegiatan dengan penggambaran yang jelas
tentang hierarki kedudukan, jabatan serta saluran wewenang dan
pertanggungjawaban. Adapun organisasi dengan pendekatan perilaku
menyoroti organisasi sebagai suatu organisasi yang bersifat dinamis yang
dapat juga dikatakan bahwa organisasi merupakan proses kerjasama yang
serasi antara orang-orang di dalam perwadahan yang sistematis, formal
24
dan hirarkial yang berfikir dan bertindak seirama demi terciptanya tujuan
secara efektif dan efisien.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas maka pada dasarnya
terdapat kesamaan pengertian dari keseluruhan definisi tentang organisasi
yaitu menyatakan bahwa organisasi sebagai satu kesatuan sosial dari
kelompok manusia, yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu
sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-
masing. Dari pengertian tersebut maka jika diuraikan secara lebih
terperinci setiap organisasi pasti akan memiliki berbagai dimensi yang
penting sebagai ciri suatu organisasi yaitu, antara lain: (Thoha, 2008: 36)
a. Wadah atau struktur yang menjadi kerangka orang-orang yang
menjadi bagian dari organisasi tersebut melakukan aktivitasnya;
b. Anggota yang menjadi bagian dari organisasi;
c. Interaksi yang terpolakan dengan mekanisme tertentu sehingga
terjadi koordinasi yang baik antara satu orang atau bagian dengan
orang atau bagian yang lain; dan
d. Tujuan bersama yang ingin diwujudkan oleh orang-orang yang
menjadi bagian dari organisasi tadi.
Publik berasal dari bahasa latin “Public” yang berarti “of people”
berkenaan dengan masyarakat. Mengenai pengertian publik, Inu Kencana
Syafiie dkk (1999) memberikan pengertian sebagai berikut: “Sejumlah
manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap
dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang
25
mereka miliki”. Itulah sebabnya, Inu Kencana Syfiie dkk., mengatakan
bahwa publik tidak langsung diartikan sebagai penduduk, masyarakat,
warga negara ataupun rakyat, karena kata-kata tersebut berbeda (Syafi’i,
2006: 113).
Organisasi publik sering dilihat pada bentuk organisasi pemerintah
yang dikenal sebagai birokrasi pemerintah (organisasi pemerintahan).
Menurut Prof. Dr. Taliziduhu Ndraha Organisasi publik adalah organisasi
yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan msyarakat akan jasa publik dan
layanan civil. Organisasi publik adalah organisasi yang terbesar yang
mewadahi seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup Negara dan
mempunyai kewenangan yang absah (terlegitimasi) di bidang politik,
administrasi pemerintahan, dan hukum secara terlembaga sehingga
mempunyai kewajiban melindungi warga negaranya, dan melayani
keperluannya, sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan,
serta menjatuhkan hukuman sebagai sanksi penegakan peraturan. (Ndraha,
2005: 18)
Miftah Thoha telah memprediksi organisasi-organisasi dimasa
mendatang yang salah satunya di bidang penataan organisasi, dimana
organisasi dimasa mendatang akan mempunyai sifat-sifat yang unik.
Struktur organisasi formal akan mengalami penambahan dan perubahan
yang bervariasi, sehingga banyak dijumpai organisasi-organisasi baru
tanpa menganalisis lebih lanjut struktur formal yang ada. Sehingga banyak
dijumpai organisasi-organisasi tandingan yang nonstruktural. Keadaan
26
seperti ini sering dinamakan gejala proliferation dalam organisasi. Suatu
pertumbuhan yang cepat dari suatu organisasi, sehingga banyak dijumpai
organisasi-organisasi formal yang nonstruktural yang dibentuk untuk
menerobos kesulitan birokrasi.
Hal di atas memposisikan organisasi akan lebih memberikan
perhatian terhadap pemecahan persoalan dibandingkan dari penekanan
program. Dengan demikian, organisasi-organisasi masa mendatang akan
merupakan suatu kombinasi dari gejala-gejala adaptasi (adaptive process),
pemecahan masalah (problem solving), sistem temporer (temporary
system) dari aneka macam spesialis, dan evaluasi staf tidak lagi didasarkan
atas hierarki vertikal berdasarkan posisi dan pangkat. Inilah bentuk
organisasi masa depan yang bakal menganti birokrasi (Thoha, 2008: 196).
b. Kinerja Organisasi Publik
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning
suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi
atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja
bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut
mempunyai criteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria
keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang
hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau
27
organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya
(Mahsun, 2013: 25).
Pengukuran kinerja adalah proses penilaian kemajuan pekerjaan
terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk
informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan
barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa
diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan
terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan,
dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson, 2002 dalam
Mahsun, 2013: 25).
Menurut Keban, menyebutkan bahwa kinerja (performance) dalam
organisasi didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil “the degree of
accomplishment “ atau kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan
organisasi secara berkesinambungan (Keban, 2003:43). Menurut Steers
pengertian kinerja organisasi adalah tingkat yang menunjukan seberapa
jauh pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara aktual dan misi organisasi
tercapai (Steers, 2003:67).
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa kinerja organisasi
adalah seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki dan program/kebijakan/ visi dan misi yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pengertian Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari
berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para
28
instansi sering tidak memperhatikan kinerja instansi atau organisasi
kecuali kinerja sudah amat buruk.
Kinerja suatu organisasi publik dapat dilihat dari tingkatan sejauh
mana organisasi dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada visi dan misi
yang sudah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu, diperlukan beberapa
informasi tentang kinerja organisasi. informasi tersebut dapat digunakan
untuk melakukan evaluasi terhadap proses kerja yang dilakukan organisasi
selama ini, sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum.
Dalam organisasi publik, sulit untuk ditemukan alat ukur kinerja
yang sesuai. Bila dikaji dari tujuan dan misi utama dari suatu organisasi
publik adalah untuk memenuhi kebutuhan dan melindungi kepentingan
publik. Ukuran kinerja organisasi publik terlihat sederhana, namun
tidaklah demikian kenyataannya, karena hingga kini belum ditemukan
kesepakatan tentang ukuran kinerja organisasi publik.
Berkaitan dengan kesulitan yang terjadi dalam pengukuran kinerja
organisasi publik ini menurut Agus Dwiyanto bahwa kesulitan dalam
pengukuran kinerja organisasi pelayanan publik sebagian muncul karena
tujuan dan misi organisasi publik seringkali bukan hanya kabur akan tetapi
juga bersifat multidimensional. Organisasi publik memiliki stakeholders
yang jauh lebih banyak dan kompleks ketimbang organisasi swasta.
Stakeholders dari organisasi publik seringkali memiliki kepentingan yang
berbenturan satu dengan yang lainnya, akibatnya ukuran kinerja organisasi
29
publik dimata para stakeholders juga menjadi berbedabeda. (Dwiyanto,
2008: 49).
Beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur
kinerja birokrasi publik menurut Agus Dwiyanto dalam bukunya
Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, indikator-indikator atau kriteria-
kriteria kinerja organisasi publik adalah produktivitas, kualitas layanan,
responsivitas, responsibilitas, akuntabilitas. Indikator-Indikator atau
kriteria-kriteria tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi,
tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya
dipahami sebagai rasio antara input dengan output.
2) Kualitas Layanan
Kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam
menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Kepuasan
masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja
organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan
masyarakat sebagai indicator kinerja adalah informasi mengenai
kepuasan masyarakat sering kali tersedia secara mudah dan murah
yang dapat diperoleh dari media massa dan diskusi publik.
3) Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali
kebutuhan masyarakat menyusun agenda dan prioritas pelayanan
30
dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai
dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas
dimasukan sebagai salah satu indikator kinerja organisasi publik
karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan
organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas sangat
diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan
bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai
dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
4) Responsibilitas
Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan
organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi,
baik yang eksplisit maupun implisit.
5) Akuntabilitas
Akuntabilitas publik menunjukan pada seberapa besar kebijakan
dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik
yang dipilih oleh rakyat, asumsinya adalah bahwa para pejabat
politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan
selalu merepresentasikan kepentingan rakyat (Dwiyanto, 2008 :
50-51).
31
3. Konsep Pelayanan Publik
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik (UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik)
Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik. Penggunaan istilah pelayanan publik (public service) di
Indonesia dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan
umum atau pelayanan masyarakat. Oleh sebab itu ketiga istilah tersebut
dipergunakan bersamaan dan tidak memiliki perbedaan yang mendasar.
Pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa
yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sementara istilah publik, yang berasal
dari bahasa Inggris (public), terdapat beberapa pengertian, yang memiliki
arti dalam bahasa Indonesia, yaitu umum, masyarakat dan negara.
Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public
authorities (otoritas negara), public building (bangunan negara), public
revenue (penerimaan negara) dan public sector (sektor negara). Dalam hal
ini, pelayanan publik merujuk pada pengertian masyarakat atau umum.
32
Sedangkan menurut Agung Kurniawan (Pasalong, 2007:135)
pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang
lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu
sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut AG. Subarsono seperti yang dikutip oleh Agus
Dwiyanto (2005:141) pelayanan publik didefinisikan sebagai serangkaian
aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan
warga pengguna.
Dalam Keputusan Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, pengelompokan
pelayanan publik secara garis besar adalah :
a. Pelayanan administratif
b. Pelayanan barang
c. Pelayanan jasa
Lebih lanjut dalam Keputusan Menpan tersebut menyebutkan
untuk menciptakan kegiatan pelayanan publik yang berkualitas, maka pola
penyelenggaraan pelayanan publik dapat dibedakan secara :
a. Fungsional, yaitu Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara
pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
b. Terpusat, yaitu Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh
penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari
penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan.
c. Terpadu, yaitu:
33
1) Terpadu Satu Atap, Pola pelayanan terpadu satu atap
diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis
pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani
melelui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat
dengan masyarakat tidak perlu disatu atapkan.
2) Terpadu Satu pintu, Pola pelayanan terpadu satu pintu
diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis
pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui
satu pintu.
3) Gugus Tugas, Petugas pelayanan secara perorangan atau dalam
bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan
dan lokasi pemberian pelayanan tertentu.
Agar kualitas pelayanan yang diharapkan dapat dicapai maka
penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada “lima dimensi kualitas yaitu
tangible, reliable, responsiveness, assurance dan emphaty” (Widodo
2001:274). Penjelasan dari kelima dimensi tersebut adalah :
a. Tangible (berwujud), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai
dan sarana komunikasi.
b. Reliability (handal), yaitu kemampuan perusahan untuk memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu dan memuaskan.
c. Responsiveness (daya tanggap/ respon), yaitu kemampuan para staf
untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan
tanggap.
34
d. Assurance (jaminan) , mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau
keraguraguan.
e. Emphaty (empati) , mencakup kemudahan dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan.
Pelayanan publik yang baik, seperti yang diuraikan oleh Mahmudi
(2005:234) adalah instansi atau lembaga penyedia pelayanan harus
memperhatikan asas pelayanan publik, yaitu:
a. Transparansi, pemberian pelayanan publik harus bersifat terbuka,
mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan
disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. Transparansi
meliputi prosedur, biaya pelayanan dan waktu selesainya pelayanan.
b. Akuntabilitas, pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional, pemberian pelayanan publik harus sesuai dengan kondisi
dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap
berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. Artinya pelayanan
publik tidak bersifat sangat kaku, terdapat hal-hal kondisional yang
dikecualikan asal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pelayanan.
d. Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan
harapan masyarakat. Perlunya peran aktif dari masyarakat yang
menerima pelayanan, baik dalam memberikan kritik, saran dan usulan.
35
e. Tidak diskriminatif (kesamaan hak), pemberian pelayanan publik tidak
boleh bersifat diskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, ras,
agama, golongan, gender, status sosial dan ekonomi.
f. Keseimbangan hak dan kewajiban, pemberi dan penerima pelayanan
publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Selain beberapa asas pelayanan publik yang harus dipenuhi,
instansi penyedia pelayanan publik menurut Mahmudi (2005:235-236)
perlu juga memperhatikan:
Prinsip-prinsip dalam pelayanan publik antara lain:
a. Kesederhanaan prosedur, prosedur pelayanan hendaknya mudah dan
tidak berbelit-belit. Mudah artinya bisa dilakukan hampir setiap orang
dan tidak dipersulit, sedangkan tidak berbelit-belit artinya prosedur
yang paling sederhana.
b. Kejelasan, kejelasan dalam hal persyaratan teknis dan administratif
pelayanan publik; unit kerja/pejabat yang berwenang dan
bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian
keluhan, persoalan, sengketa, atau tuntutan dalam pelaksanaan
pelayanan publik; serta rincian biaya pelayanan publik dan tata cara
pembayarannya.
c. Kepastian waktu, pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan
dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
d. Akurasi produk pelayanan publik, produk pelayanan publik yang
diberikan kepada masyarakat harus akurat, benar, tepat, dan sah.
36
e. Kelengkapan sarana dan prasarana, tersedianya sarana dan prasarana
kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk
penyedian sarana teknologi informasi dan komunikasi.
f. Keamanan, proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman
dan kepastian hukum. Artinya harus ada jaminan keamanan dalam
proses pelayanan dan hasil pelayanan diakui secara hukum.
g. Tanggung jawab, pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau
pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan
pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
h. Kemudahan akses, tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang
memadai, mudah dikangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan
teknologi komunikasi dan informatika.
i. Kedisplinan, kesopanan, dan keramahan, pemberi pelayanan harus
bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan
pelayanan dengan sepenuh hati (ikhlas).
j. Kenyamanan, lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan
ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan
sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti
parkir, toilet, tempat ibadah, dan sebagainya.
4. Konsep Ombudsman
Definisi Ombudsman secara kontemporer yang cukup relevan
dengan perkembangan Ombudsman modern pada masa sekarang ini,
37
seperti Pope (2003, 158) mengemukakan bahwa ombudsman adalah
sebuah jabatan yang secara independen menampung dan memeriksa
pengaduan mengenai pelayanan administrasi publik.
Menurut Rosenbloom dan Kravcuk (2002: 496) ombudsman adalah
lembaga bentukan legislatif yang bersifat independen, yang diberikan
wewenang untuk menyelidiki keluhan-keluhan yang bersifat khusus dari
individu warga masyarakat berkenaan dengan tindak maladministrasi yang
dilakukan pemerintah.
Menurut UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia menyebutkan bahwa Ombudsman Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai
kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang
diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk
yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau
perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
Tetapi sesungguhnya ombudsman tidak sekedar sebuah sistem untuk
menyelesaikan keluhan masyarakat kasus demi kasus, yang utama
mengambil inisiatif untuk mengkhususkan perbaikan administratif atau
sistemik dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan masyarakat.
38
Maladministrasi adalah perbuatan koruptif yang meskipun tidak
menimbulkan kerugian negara, namun mengakibatkan kerugian bagi
masyarakat (warga negara dan penduduk) karena tidak mendapatkan
pelayanan publik yang baik (mudah, murah, cepat, tepat dan berkualitas).
Memasuki abad ke-21 (1989) hingga dewasa ini, banyak negara
yang sedang mengalami transisi menuju sistem pemerintahan yang
demokratis, penghormatan kebebasan individu mulai ditegakkan untuk
melawan ketidakadilan dan penyalahgunaan kewenangan birokrasi publik,
maka terdoronglah banyak negara didunia menginisiasi pembentukan
Ombudsman dalam bentuk komisi-komisi independen yang
keberadaannya baik di tingkat nasional maupun di regional.
Ombudsman telah berkembang menjadi salah satu pilar penting
dalam sistem demokrasi dan negara hukum modern. Lebih dari 130 negara
di dunia memiliki lembaga Ombudsman dengan nama yang bervariatif,
bahkan lebih dari 50 negara mencantumkannya dalam konstitusi. Lembaga
Ombudsman saat ini telah menjadi simbol/identitas negara yang:
a. Bertekad menciptakan asas-asas pemerintahan yang baik (good
governance)
b. Ingin menegakkan demokrasi dengan memberi pelayanan sebaik-
baiknya kepada masyarakat.
c. Melindungi Hak Asasi Manusia.
d. Memberantas Korupsi. ( Antonius Sujata, 2002: 69-72)
39
Di Indonesia sendiri, tujuan dibentuknya lembaga Ombudsman
seperti yang tercantum dalam Pasal 4, UU No. 37 Tahun 2008 adalah:
a. mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera;
b. mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif
dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme;
c. meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap
warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan
kesejahteraan yang semakin baik;
d. membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk
pemberantasan dan pencegahan praktek-praktek Maladministrasi,
diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme;
e. meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat,
dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.
Kemudian dalam Pasal 2, UU No. 37 Tahun 2008, dijelaskan
Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak
memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi
pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya
bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Hal ini berarti lembaga ini
bersifat independen dalam menjalankan tupoksinya.
Fungsi dari Lembaga Ombudsman itu sendiri telah termuat dalam
Pasal 6, UU No. 37 Tahun 2008, Ombudsman berfungsi mengawasi
penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
40
Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah
termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan
Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta
atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu.
Kemudian terkait dengan tugasnya diatur dalam Pasal 7, UU No. 37
Tahun 2008, Ombudsman bertugas:
a. menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
b. melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;
c. menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup
kewenangan Ombudsman;
d. melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan
Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
e. melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau
lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan
perseorangan;
f. membangun jaringan kerja;
g. melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik; dan
h. melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.
Lembaga Ombudsman RI mempunyai perwakilan di setiap propinsi,
termasuk di DIY yang dikenal dengan Lembaga Ombudsman Daerah DIY
41
(LOD DIY). Tugas dan fungsi dari LOD DIY ini sesuai dengan UU No.37
Tahun 2008 dan PP No. 21 Tahun 2011 tentang Pembentukan, Susunan,
Dan Tata Kerja Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Di Daerah.
Selain itu, LOD DIY mempunyai tugas yang lebih spesifik (sebagai
penjabaran fungsi) berdasarkan karakteristik daerah yang tertuang dalam
Pergub No. 21 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja
Ombudsman Daerah Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu:
a. Ombudsman Daerah Menyusun program kerja Ombudsman Daerah.
b. Menyebarluaskan pemahaman mengenai kedudukan, fungsi, tugas,
wewenang, dan program kerja Ombudsman Daerah kepada seluruh
masyarakat di daerah.
c. Melakukan koordinasi dan atau kerjasama dengan berbagai lembaga
baik pemerintah maupun swasta dalam rangka mendorong dan
mewujudkan pemerintahan daerah yang bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi, nepotisme, penyalahgunaan kekuasaan, atau jabatan dan
tindakan sewenang-wenang.
d. Menerima pengaduan dari masyarakat atas keputusan, tindakan dari
penyelenggara pemerintahan daerah, dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang dirasakan tidak adil, diskriminatif, tidak patut,
merugikan atau bertentangan dengan hukum.
e. Menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat mengenai penyimpangan
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah
42
f. Membuat laporan triwulanan dan tahunan kepada gubernur terhadap
pelaksanaan tugas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku.
5. Penyadaran Hak-Hak Masyarakat Dalam Pelayanan Publik
Penyadaran (kesadaran) menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah
proses membuat orang sadar, dalam arti membuat sadar akan sesuatu. Dalam
Cambridge International Dictionary of English (1995) ada sejumlah definisi
tentang kesadaran. Pertama, kesadaran diartikan sebagai kondisi terjaga atau
mampu mengerti apa yang sedang terjadi. Kedua, kesadaran diartikan sebagai
semua ide, perasaan, pendapat, dan sebagainya yang dimiliki seseorang atau
sekelompok orang. Selain itu kesadaran diartikan sebagai pemahaman atau
pengetahuan seseorang tentang dirinya dan keberadaan dirinya.
Secara harfiah kata “kesadaran” berasal dari kata “sadar”, yang berarti
insyaf, merasa tahu dan mengerti. Kita sadar jika kita tahu, mengerti, insyaf,
dan yakin tentang kondisi tertentu, khususnya sadar atas hak dan
kewajibannya sebagai warga Negara. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Widjaja (1984:46) menyatakan bahwa “Kita sadar jika kita tahu, mengerti,
insyaf dan yakin tentang kondisi tertentu”. Kesadaran masyarakat lahir dari
masyarakatnya itu sendiri yang lahir dari kebiasaaan dalam masyarakat,
dipengaruhi oleh lingkungan, peraturan-peraturan dan peranan
pemerintahnya.
Berdasarkan tingkatannya, N.Y Bull (Kosasih Djahiri, 1985: 24)
mengemukakan bahwa kesadaran dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan
43
yang masing-masing tingkatan menunjukan derajat kesadaran seseorang.
Tingkatan-tingkatan kesadaran tersebut antara lain:
a. Kesadaran yang bersifat anomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang
tidak jelas dasar dan alasan atau orientasinya
b. Kesadaran yang bersifat heteronomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan
yang berlandaskan dasar/orientasi/motivasi yang beraneka ragam atau
berganti-ganti
c. Kesadaran yang bersifat sosionomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan
yang berorientasi kepada kiprah umumatau karena khalayak ramai.
d. Kesadaran yang bersifat autonomous yaitu kesadaran atau kepatuhan yang
terbaik karena didasari oleh konsep atau landasan yang ada dalam diri
sendiri.
Sedangkan hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh
setiap orang yang telah ada sejak lahir atau bahkan sebelum lahir. Di dalam
Kamus Bahasa Indonesia hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang
benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu
(karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya),
kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau
martabat. Penyadaran hak dalam hal ini adalah proses membuat orang sadar,
orang tahu, orang paham dan mengerti tentang segala sesuatu yang harus
mereka dapatkan berdasarkan ketentuan atau aturan yang ada.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyadaran
hak adalah memberikan pengertian, pemahaman dan mengajak untuk sadar
44
seseorang atau masyarakat terhadap hal-hal yang menjadi kepunyaannya,
kewenangannya atau hal yang harus didapatnya. Konsep ini intinya mengajak
orang atau kelompok orang untuk menyadari hak (sesuatu yang seharusnya
menjadi miliknya) agar mereka dapat bersikap dan bertindak sesuai dengan
hak tersebut.
Subarsono seperti yang dikutip oleh Agus Dwiyanto (2005:141)
pelayanan publik didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan
oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Pelayanan
publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi
setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dalam konteks pelayanan publik, hak masyarakat terhadap pelayanan
publik dapat dilihat dalam UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
Pasal 18 menyebutkan bahwa hak masyarakat adalah:
a. mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;
b. mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;
c. mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;
d. mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan pelayanan;
e. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki
pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar
pelayanan;
45
f. memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila
pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
g. mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan
dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan
ombudsman;
h. mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar
pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada Pembina
penyelenggara dan ombudsman; dan
i. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan
pelayanan.
Sedangkan setelah hak tersebut, masyarakat juga dituntut dengan
kewajiban terhadap pelayanan publik. Hal ini seperti yang tercantum dalam
Pasal 19, UU No. 25 Tahun 2009, dimana masyarakat berkewajiban:
a. mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan dalam
standar pelayanan;
b. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau fasilitas
pelayanan publik; dan
c. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik.
46
C. Definisi Konseptual
Definisi konseptual dari penelitian ini adalah:
a. Optimalisasi kinerja Lembaga Ombudsman Daerah DIY adalah usaha
memaksimalkan kegiatan sehingga mewujudkan tujuan yang diinginkan
atau dikehendaki dari fungsi LOD DIY.
b. Penyadaran hak masyarakat atas pelayanan publik adalah upaya atau
kegiatan membuat masyarakat untuk sadar akan hak-haknya dalam
pelayanan publik sehingga mereka menjadi tahu, menemukan peluang dan
manfaat, menjadi tajam dan kritis terhadap segala sesuatu yang
berhubungan dengan pelayanan publik.
D. Definisi Operasional
Definisi Operasional dari penelitian ini adalah:
a. Optimalisasi kinerja Lembaga Ombudsman DIY dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsinya dapat dilihat dari sejauh mana tugas dan fungsi LO
DIY berjalan secara efektif dan efisien, yaitu:
a) Menyusun program kerja Ombudsman Daerah.
b) Menyebarluaskan pemahaman mengenai kedudukan, fungsi, tugas,
wewenang, dan program kerja Ombudsman Daerah kepada seluruh
masyarakat di daerah.
c) Melakukan koordinasi dan atau kerjasama dengan berbagai lembaga,
baik pemerintah maupun swasta.
d) Menerima pengaduan dari masyarakat.
e) Menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat
47
f) Membuat laporan triwulanan dan tahunan.
b. Penyadaran hak masyarakat atas pelayanan publik merupakan proses atau
kegiatan membuat masyarakat untuk sadar akan hak-haknya dalam
pelayanan publik sehingga mereka menjadi tahu, menemukan peluang dan
manfaat, menjadi tajam dan kritis terhadap segala sesuatu yang
berhubungan dengan pelayanan publik. Kegiatan penyadaran ini dapat
dilihat dari:
a) Program-program sosialisasi yang dilakukan
b) Intensitas program Sosialisasi
c) Kualitas program Sosialisasi
d) Porsi program sosialisasi dari keseluruhan program
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
48
TUGAS LOD DIY
Gambar 1. Kerangka pemikiran
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa LOD DIY mempunyai kinerja
yang dijabarkan dengan tugas-tugasnya, diantara tugas-tugas tersebut ada 2
yang terkait dengan penyadaran hak masyarakat atas pelayanan publik. Tugas
tersebut adalah menyebarluaskan pemahaman mengenai kedudukan, fungsi,
tugas, wewenang, dan program kerja ombudsman daerah kepada masyarakat
dan tugas melakukan koordinasi dan kerjasama dengan berbagai lembaga baik
pemerintah maupun swasta (biasanya terkait sosialisasi). Apakah dalam
menjalankan fungsi tersebut dapat dikategorikan optimal atau tidak, maka
penelitian ini akan mengkajinya.
Menyusun program kerja
Ombudsman Daerah
Menyebarluaskan pemahaman
mengenai kedudukan, fungsi, tugas, wewenang, dan program kerja Ombudsman Daerah kepada seluruh masyarakat di daerah
Menindaklanjuti pengaduan dari
masyarakat
Melakukan koordinasi dan atau
kerjasama dengan berbagai lembaga
baik pemerintah maupun swasta
Menerima pengaduan dari
masyarakat
Penyadaran Hak
Masyarakat atas
Pelayanan Publik
Membuat laporan triwulanan dan
tahunan
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif. Konsep
penelitian kualitatif sebenarnya menunjuk dan menekankan pada proses, dan
berarti tidak diteliti secara ketat atau terukur ( jika memang dapat diukur), dilihat
dari kualitas, jumlah, intensitas atau frekuensi. Penelitian kualitatif menekankan
sifat realita yang dibangun secara sosial, hubungan yang intim antara peneliti
dengan yang diteliti dan kendala situasional yang membentuk penyelidikan
(Salim, 2001:11). Tujuan penelitian kualitatif tidak selalu mencari sebab akibat
sesuatu, tetapi lebih berupaya memahami situasi tertentu. Mencoba menerobos
dan mendalami gejalanya dengan menginterpretasikan masalahnya/menyimpulkan
kombinasi dari berbagai arti permasalahan sebagaimana disajikan oleh situasinya.
Secara spesifik penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan deskriptif,
dimana peneliti berusaha mendeskripsi-kan suatu fenomena yang terjadi secara
utuh dan sistematis.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Lembaga Ombudsman Daerah DIY, yaitu
yang beralamat di Jl. Wolter Mongonsidi No. 20, Karangwaru, Tegalrejo
Yogyakarta.
C. Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan
50
penelitian melalui wawancara langsung dan merupakan informasi utama dalam
penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari instansi-
instansi terkait di Kota Yogyakarta guna mendukung data pada penelitian ini.
Serta data-data media masa yang terpublikasi secara luas.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi dalam penelitian ini dilakukan di lingkungan kerja atau
kantor ombudsman DIY. Yang termasuk dalam obyek observasi adalah
bagaimana suasana kantor, bagaimana para pegawai bekerja dalam
tugasnya masing-masing, bagaimana hal-hal terkait penelitian ini
dilakukan dan bagaimana gambaran secara deskriptif tentang keadaan
kantor. Observasi juga dapat berfungsi sebagai cross cek informasi dari
informan yang telah kita wawancarai. Observasi sangat penting, terutama
untuk mengamati secara detail bagaimana warga melaporkan ketika ada
pelanggaran hak publik dilayani oleh petugas, bagaimana sosialisasi
dilakukan, bagaimana proses penanganan kasus serta tugas-tugas yang
lain. Kinerja pegawai terlihat juga dalam prilaku, maka observasi juga
dilakukan bagaimana prilaku dalam menjalankan tugas.
Observasi dilakukan peneliti mulai dari mengamati keadaan fisik
kantor LO DIY, mengamati setiap ruangan baik secara bagian maupun
fungsinya. Kemudian mengamati SDM yang ada, baik ketika menjalankan
51
tugas dalam pelayanan pengaduan maupun tugas-tugas administratif yang
lain. Observasi terhadap prosedur tata organisasi, sikap dan perilaku
pegawai serta masyarakat yang sedang datang ke kantor LO DIY.
Observasi juga dilakukan secara keseluruhan tentang setting suasana,
ketersediaan sarana-prasarana, kendala dan hambatan yang ada serta
segala hal yang mampu dilihat dan diintepretasikan.
2. Wawancara Mendalam ( Depth Interviews)
Wawancara mendalam akan dilaksanakan kepada ketua, anggota
yang membidangi sosialisasi, bagian humas, kesekertariatan, asisten dan
orang-orang yang terlibat dalam sosialisasi LOD DIY ke masyarakat.
Interview atau wawancara ini akan dilengkapi atau dibantu dengan adanya
daftar pertanyaan ( interview guide). Hal ini dimaksudkan untuk lebih
memfokuskan suatu pertanyaan dan jawaban yang diinginkan, karena
sering kali wawancara bisa melebar dan tidak terkendali.
Data-data yang digali dari wawancara ini adalah data-data yang
tergambar dalam fokus penelitian sebagaimana dalam defisinisi konseptual
dan operasional. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi secara
mendalam terkait masalah tersebut. Wawancara dilakukan dalam kantor
LOD DIY dengan maksud fokus wawancara akan didukung oleh suasana
kantor dimana mereka bekerja.
3. Penggunaan Dokumentasi
Data dokumentasi dimaksudkan untuk mendukung data-data yang
di dapat dari wawancara (data primer). Selain itu dokumentasi penting
52
juga untuk melihat data-data tertulis yang menunjukkan keterangan
dinamika suatu lembaga atau dokumentasi setiap kegiatan lembaga.
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen resmi,
baik dokumen internal maupun eksternal. Dokumen internal berupa memo,
pengumuman, instruksi, laporan, dan sebagainya yang merupakan
informasi tentang keadaan, aturan, disiplin, proses dan lainnya. Dokumen
eksternal dapat berupa bahan-bahan informasi yang dikeluarkan oleh suatu
lembaga sosial (majalah, koran, buletin, jurnal, dan lainnya) yang relevan
dengan penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan beberapa dokumen pokok dari LO
DIY yang didapat melalui proses penelitian ini. Dokumen sebagai data
pendukung utama dari data primer yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dokuen laporan tahunan dan laporan triwulanan, dokumen anggaran
dari tahun ke tahun, dokumen struktr organisasi, dikumen kajian terhadap
lembaga Ombudsman, serta dokumen-dokumen kegiatan dari LO DIY.
Seluruh dokumen tersebut diolah untuk dijadikan laporan dan pelengkap
data hasil wawancara.
E. Unit Analisis Data
Unit analisis dari penalitian ini adalah Lembaga Ombudsman Daerah DIY
( LOD DIY). Unit analisis berupa lembaga bukan perorangan, namun yang akan
diwawancarai adalah orang-orang (narasumber) yang mempunyai peran penting
dalam lembaga tersebut, misalkan pimpinan, asisten, humas, pelaku, atau bagian
tertentu yang ditugasi dalam urusan sosialisasi.
53
F. Narasumber
Narasumber adalah orang-orang yang akan diwawancarai dalam
penelitian ini. Data yang diperoleh dari wawancara dengan narasumber ini
merupakan data primer. Narasumber dalam penelitian ini direncanakan ketua
LOD DIY sebagai wakil lembaga, Wakil ketua, bagian sosialisasi, kerjasama dan
penguatan jaringan, assisten pelaksana, bagian kesekretariatan, pelaksana teknis
dan pegawai-pegawai yang tahu betul atau terlibat dalam hal sosialisasi lembaga
ombudsman dan upaya penyadaran hak masyarakat atas pelayanan publik.
G. Teknik Analisis Data
Analisa dan interpretasi data mengunakan metode penelitian deskriptif
(kualitatif) dilakukan dengan cara :
a. Peringkasan data (reduksi data) dimana data mentah diseleksi,
disederhanakan, dan diambil intinya.
b. Data disajikan secara tertulis berdasarkan kasus-kasus faktual yang saling
berkaitan. Tampilan data (displai data) ini digunakan untuk memahami
tentang fenomena apa yang sebenarnya terjadi.
c. Menjabarkan dan menghubungkan proposisi-proposisi yang muncul dari
data di atas dan kemudian menyusunnya kembali sehingga mampu
menjelaskan fenomena yang terjadi.
d. Menarik kesimpulan (verifikasi data) atau pola keteraturan/pola
penyimpangan yang terjadi dalam fenomena-fenomena tersebut, membuat
prediksi atas kemungkinan perkembangan selanjutnya.