Upload
dangtruc
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kondisi Umum
Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia telah menunjukkan banyak
kemajuan, terutama bagi warga masyarakat yang kurang beruntung, yang lebih
dikenal dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), termasuk di
dalamnya adalah Orang Dengan Kecacatan (ODK) atau Penyandang Disabilitas.
Disabilitas adalah ketidakmampuan melaksanakan suatu aktivitas/kegiatan tertentu
sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan oleh kondisi impairment
(kehilangan atau ketidakmampuan) yang berhubungan dengan usia dan masyarakat
(Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial | 2009). Dahulu istilah disabilitas
dikenal dengan sebutan penyandang cacat. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons
with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) tidak lagi
menggunakan istilah penyandang cacat, diganti dengan penyandang disabilitas.
Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama, dimana ketika ia berhadapan
dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menyulitkannya untuk berpartisipasi
penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesamaan hak.
Pemerintah sendiri telah menetapkan isu disabilitas sebagai salah satu masalah
prioritas yang perlu ditangani. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 2
Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) 2015 -
2019 dimana Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial telah menetapkan 3 prioritas
yaitu : 1) Ketelantaran 2) Kecacatan3) Ketunaan Sosial. Penyandang disabilitas atau
Orang Dengan Kecacatan adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana ketika berhadapan
dengan berbagai hambatan. Hambatan tersebut dapat menghalangi partisipasi
penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang
lainnya.
Isu strategis dalam percepatan penurunan kemiskinan dan peningkatan pemerataan
pada periode 2015-2019 adalah: (i) pertumbuhan ekonomi yang inklusif terutama
bagi masyarakat kurang mampu dan rentan, (ii) peningkatan penyelenggaraan
perlindungan sosial yang komprehensif bagi penduduk rentan dan pekerja informal,
(iii) perluasan dan peningkatan pelayanan dasar untuk masyarakat kurang mampu
2
dan rentan, dan (iv) pengembangan penghidupan berkelanjutan (RPJMN 2015-
2019).
Berkaitan dengan kondisi permasalahan penyandang disabilitas, yang tidak hanya
menyangkut permasalahan individu tetapi juga berkaitan dengan masalah sosial.
Cara penanganannya pun telah mengalami pergeseran paradigma dari pendekatan
belas kasihan (charity based approach), ke arah yang lebih mengedepankan
pendekatan yang mengutamakan pemenuhan hak-hak orang dengan kecacatan
(right based approach). Pergeseran paradigma tersebut juga menjadi landasan
Pemerintah Indonesia untuk menandatangani Convention on the Rights of Persons
with Disabilities / CRPD (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) pada
tanggal 30 Maret 2007 di New York yang diwakili oleh Menteri Sosial Republik
Indonesia. Penandatanganan tersebut menunjukan kesungguhan Pemerintah
Indonesia untuk menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak
orang dengan kecacatan, yang pada akhirnya diharapkan dapat memenuhi
kesejahteraan para orang dengan kecacatan. Ratifikasi yang telah dilakukan
Pemerintah Indonesia dimaksudkan untuk memajukan, melindungi, dan menjamin
kesetaraan hak dan kesamaan kesempatan, kebebasan yang mendasar bagi semua
orang dengan kecacatan. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa setiap orang
dengan kecacatan harus bebas dari penyiksaan, perlakuan yang salah, tidak
manusiawi, semena-mena, eksploitasi, dan merendahkan martabat manusia.
Menurut data Susenas (2012), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia adalah
6.008.640 orang. Berdasarkan data Susenas (2012), diketahui bahwa penduduk
Indonesia yang menyandang disabilitas sebesar 2,45%. Jumlah peyandang
disabilitas ini cenderung meningkat dengan berbagai sebab, diantaranya kecacatan
yang dikarenakan kesalahan proses persalinan, atau kecacatan yang diakibatkan
keracunan pencemaran lingkungan yang mengakibatkan kecacatan mulai dalam
janin maupun manusia dewasa yang menjadi korban bencana, kecelakaan lalulintas,
kecelakaan kerja, konflik sosial, atau perlakuan salah.
Data jumlah dan sebaran penyandang Disabilitas berdasarkan Susenas dapat
dilihat gambar berikut :
3
Penanganan permasalahan penyandang disabilitas telah mengalami pergeseran dari
paradigma pelayanan dan rehabilitasi menuju pendekatan berbasis hak dimana
penanganan penyandang disabilitas diarahkan pada pemeliharaan dan penyiapan
kondisi lingkungan fisik yang dapat mendukung perluasan aksesibilitas pelayanan
terhadap penyandang disabilitas. Pergeseran paradigma ini telah menjadi landasan
bagi komitmen Pemerintah Indonesia melalui penandatanganan Konvensi Hak
Orang Dengan Kecacatan Resolusi PBB Nomor 106/61 tahun 2006 oleh Menteri
Sosial RI dan ditindak lanjuti dengan UU. No. 19 / 2011, tentang pengesahan
ratifikasi konvensi hak-hak penyandang disabilitas
Pendekatan berbasis hak dengan menggunakan metode dan teknik pekerjaan sosial
dilaksanakan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas yang
memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Pendekatan ini
berhubungan langsung dengan harkat dan martabat manusia yang tidak bisa
dinegosiasikan dan menempatkan negara (pemerintah, pemerintah daerah, serta
masyarakat) sebagai pemangku kepentingan yang menyelenggarakan upaya
kesejahteraan sosial dalam upaya-upaya perlindungan dan pemenuhan hak
penyandang disabilitas.
Pembangunan kesejahteraan sosial bagi Penyandang Disabilitas saat ini diarahkan
pada upaya rehabilitasi dan perlindungan sosial, dimana secara teknis dilaksanakan
oleh Direktorat Rehabilitasi Sosial penyandang disabilitas Kementerian Sosial
Republik Indonesia. Sebagai panduan bagi kebijakan, program dan kegiatan dalam
melaksanakan rehabilitasi dan perlindungan sosial, diperlukan Rencana Strategis
lima tahun ke depan, yaitu tahun 2015-2019 untuk mengurangi dampak sosial di
masa yang akan datang bila tidak ditangani dengan cepat, tepat, dan akurat. Rencana
strategis bagi suatu organisasi dapat membantu dalam melakukan evaluasi secara
berkala untuk proses pencapaian tujuan. Rencana strategis lima tahun ke depan
tidak terlepas dari hasil kerja yang telah dicapai selama lima tahun sebelumnya.
Dalam kurun waktu tahun 2010 – 2015 Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan
Kecacatan Kementerian Sosial Republik Indonesia, telah melaksanakan berbagai
program dan kegiatan pelayanan rehabillitasi sosial bagi penyandang Disabilitas,
yang antara lain meliputi:
1. Rehabilitasi Sosial Berbasis Institusi
Direktorat RSODK membawahi 20 Unit Pelaksana Teknik (UPT) yang melayani
Penyandang Disabilitas netra, rungu wicara, tubuh dan eks penyakit kronis,
4
mental retardasi, mental eks psikotik. Selain itu, terdapat 22 panti yang dikelola
pemerintah daerah dan 321 panti yang diselenggarakan oleh masyarakat.
2. Rehabilitasi Sosial Berbasis Non-Institusi
a. Unit Pelayanan Sosial Keliling (UPSK) yang berada di seluruh wilayah
Indonesia (33 propinsi), merupakan sarana pelayanan bergerak yang
kegiatannya diarahkan untuk menjangkau lokasi Orang Dengan Kecacatan
atau PMKS lain sampai ke tingkat desa.
b. Loka Bina Karya (LBK), ditujukan agar Orang Dengan Kecacatan
mendapatkan akses dan rehabilitasi sosial dan perlindungan dengan
menitikberatkan pada bimbingan keterampilan. Jumlah LBK yang masih
berfungsi saat ini adalah 204, dari sebelumnya 321, dimana pada saat
otonomi daerah pengelolaannya diserahkan pada pemerintah
kabupaten/kota. Sebanyak 104 beralih fungsi, dan 13 sama sekali tidak
berfungsi.
3. Rehabilitasi Berbasis Keluarga/Masyarakat (RBM), ditujukan untuk
memobilisasi masyarakat dalam memberikan bantuan dan dukungan bagi Orang
Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas dan keluarganya dengan
memanfaatkan potensi sumber kesejahteraan sosial setempat. Kegiatan
utamanya adalah melakukan deteksi dini terhadap kecacatan.
4. Bantuan Sosial bagi Organisasi Sosial Kecacatan, ditujukan untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dan memperluas jangkauan rehabilitasi dan
perlindungan sosial Orang Dengan Kecacatan.
5. Bantuan tanggap darurat terhadap Orang Dengan Kecacatan / Penyandang
Disabilitas Korban Bencana dan perlakuan yang salah, ditujukan untuk Orang
Dengan Kecacatan yang mengalami keterlantaran, diskriminasi, eksploitasi,
tindak kekerasan, korban bencana, maupun orang yang mengalami kecacatan
sebagai akibat dari bencana.
6. Pemberian Bantuan bagi Penyandang Disabilitas berat bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar Orang Dengan Kecacatan Berat sehingga taraf
kesejahteraan sosialnya terpelihara. Jumlah Orang Dengan Kecacatan Berat
adalah 163.232 orang. Program tersebut diluncurkan mulai tahun 2006 ini
sampai tahun 2009 telah memberikan bantuan kepada 17.000 Penyandang
Cacat / disabilitas Berat.
7. Pelaksanaan sosialisasi Rencana Aksi Nasional (RAN) Orang Dengan Kecacatan /
Penyandang Disabilitas di 34 propinsi di Indonesia,
8. Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksana rehabilitasi sosial
Orang Dengan Kecacatan / bagi Penyandang Disabilitas.
9. Kampanye Sosial dalam rangka memperingati Hari Internasional Penyandang
Cacat (Hipenca), dilaksanakan pada setiap Bulan Desember.
10. Pengembangan Model berupa Uji Coba Refungsionalisasi Loka Bina Karya (LBK)
di dua provinsi, yaitu di Jawa Barat dan Sumatera Selatan.
11. Koordinasi lintas sektor dan diseminasi program Direktorat Rehabilitasi Sosial
Orang Dengan Kecacatan.
5
12. Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan di 33 propinsi.
13. Pengembalian panti daerah yaitu Panti Sosial Orang Dengan Kecacatan Tubuh
(PSBD) Bahagia di Sumatera Utara ke pemerintah pusat pada tahun 2008 untuk
menjadi UPT Kementerian Sosial.
14. Konferensi mengenai Orang Dengan Kecacatan / penyandang disabilitas baik di
dalam dan luar negeri (antara lain di Swedia, Vietnam, Thailand, China, dan
Australia).
B. Potensi dan Permasalahan
1. Potensi
Berdasarkan hasil analisis, Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan
Kecacatan (Direktorat Rehabilitasi Sosial ODK) memiliki potensi dalam
melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial, yang diamanatkan oleh
RPJMN dan untuk mewujudkan visi dan melaksanakan misi Kementerian Sosial.
Potensi tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Sumber Daya Manusia Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan
Kecacatan
Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan pada tahun 2015
memiliki sejumlah 45 orang pegawai yang siap melaksanakan kegiatan.
Mereka terdiri dari 8,89% golongan II; 60% golongan III dan 31,11%
golongan IV. Latar belakang pendidikan mereka adalah SLTA, Diploma III,
Diploma IV/S1 dan Magister/S2. Selain itu, jumlah tersebut ditambah dengan
1.247 orang SDM yang bertugas di 20 Unit Pelaksana Teknis (UPT) di seluruh
Indonesia. Mereka terdiri dari 5,37 % pegawai golongan I; 22,61 % golongan
II; 65,35 % golongan III; 6,66 % golongan IV. Sementara latar belakang
pendidikan mereka adalah 4,89 % SD; 4,73 % SMP; 35,20 % SLTA; 0,40 %
D2; 9,30 % D3; 6,98 % D4; 32,64 % S1; 5,85 % S2.
b. Pilar Partisipan Usaha Kesejahteraan Sosial
Keberadaan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang antara lain
terdiri dari Karang Taruna, Organisasi Sosial Kecacatan, Pekerja Sosial
Masyarakat (PSM), Satuan Bhakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos), dan Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), Tim Reaksi Cepat (TRC),
Pendamping Jaminan Sosial Orang Dengan Kecacatan Berat, dan Kader
Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM), secara fungsional telah
banyak memberikan dukungan terhadap proses rehabilitasi dan
perlindungan sosial kepada Orang Dengan Kecacatan / penyandang
disabilitas.
c. Sarana dan Prasarana Rehabilitasi Sosial
6
Selain SDM, sarana dan prasarana mempunyai peranan yang sangat penting.
Sarana dan prasarana Rehabilitasi Sosial di lingkungan Direktorat
Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan itu berupa balai dan panti
rehabilitasi sosial. Semua sarana dan prasarana pembangunan kesejahteraan
sosial harus memiliki standar minimum yang ditetapkan.
Tabel 1 Jumlah Panti Sosial Orang Dengan Kecacatan / penyandang
disabilitas di Lingkungan Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan
Kecacatan Kementerian Sosial
No Jenis Kecacatan Nama Panti/UPT Jumlah
1 ODK Netra Panti Sosial Bina Netra, Balai Penerbitan Braille
Indonesia 5
2 ODK Rungu Wicara Panti Sosial Bina Rungu Wicara 3
3 ODK Tubuh
Panti Sosial Bina Daksa, Balai Besar Rehabilitasi
Sosial Bina Daksa, Balai Besar Rehabilitasi
Vokasional Bina Daksa
5
4 ODK Grahita Panti Sosial Bina Grahita & Balai Besar
Rehabilitasi Sosial Bina Grahita 3
5 ODK Eks Psikotik Panti Sosial Bina Laras 3
6 ODK Bekas Penderita
Penyakit Kronis Panti Sosial Bina Lara Kronis 1
Jumlah 20
Sumber : Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan 2015
Seluruh balai dan panti pelayanan dan rehabilitasi sosial Orang Dengan
Kecacatan dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk
memfasilitasi penyelenggaraan rehabilitasi sosial serta keterampilan seperti
asrama, aula, ruang bimbingan, poliklinik, ruang latihan keterampilan, dan
sebagainya.
d. Legislasi
Dalam menjalankan programnya, Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang
Dengan Kecacatan memiliki landasan peraturan perundang-undangan, yaitu:
1) UU No. 4 / 1997 tentang Penyandang Cacat;
2) UU No. 11 /2009 tentang Kesejahteraan Sosial;
3) UU No. 19/ 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Penyandang
Disabilitas
4) Peraturan Pemerintah No. 43/1998 tentang Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat;
5) Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1999, Tentang Lembaga Koordinasi
dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat;
7
6) Resolusi UN ESCAP No. 58/4 Tahun 2002 Asian and Pacific Decade of
Persons With Disability (Dekade II se Asia Pasific tentang Penyandang
Cacat)
7) Rencana Aksi Nasional Pemberdayaan Penyandang Cacat ( 2004 – 2013);
8) Regulasi lain yang relevan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Peraturan perundang-undangan tersebut diperkuat dengan dukungan
kebijakan lain, seperti Inpres No. 1 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional Tahun 2010 dan Inpres No. 3 tentang Program
Pembangunan Yang Berkeadilan.
Peraturan perundang-undangan tersebut mengatur dan menjamin agar
program rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi Orang Dengan Kecacatan
diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan.
e. Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha
Pembangunan kesejahteraan sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah, khususnya Kementerian Sosial, namun juga tanggung jawab
masyarakat dan dunia usaha. Partisipasi dunia usaha dilakukan melalui
program Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu mengimplementasikan
tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat melalui kegiatan dan
pelayanan kesejahteraan sosial. Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan
Kecacatan telah memberikan kepercayaan kepada dunia usaha dan
melakukan kerja sama untuk turut mendukung upaya pelayanan dan
rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas, antara
lain dengan bentuk penempatan Orang Dengan Kecacatan dalam program
pemagangan atau penempatan kerja.
f. Komitmen, Dukungan, dan Kerja Sama Internasional
Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan ikut serta menjadi
bagian upaya menghimpun kekuatan bersama untuk memberikan kontribusi
di bidang kecacatan di tingkat internasional, antara lain diwujudkan dalam
bentuk : keikutsertaan dalam berbagai pertemuan tingkat menteri berkaitan
dengan pendayagunaan penyandang; menghadiri undangan dan kunjungan
kerja ke negara lain (Jerman, Jepang, Thailand, Korea, Australia, dan lain-
lain), kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional (seperti JICA,
Handicaped International, NLR, World Bank, APCD) dan sebagainya.
Pertukaran informasi dan pengalaman megenai bidang disabilitas dengan
organisasi disabilitas internasional, seperti : Asia - Australia Mental Health
(AAMH), dan MIND Australia, serta peningkatan kemampuan petugas
disabilitas dengan Flinders University dan Melbourne.
2. Permasalahan
8
Berdasarkan kenyataan dan hasil analisis, masih banyak permasalahan yang
dihadapi oleh Penyandang Disabilitas di Indonesia, yang tidak saja menyangkut
kecacatan itu sendiri namun juga mempengaruhi berbagai aspek. Kecacatan
diartikan sebagai hilang/terganggunya fungsi fisik atau kondisi abnormal fungsi
struktur anatomi, psikologi, maupun fisiologi seseorang. Kecacatan telah
menyebabkan seseorang mengalami keterbatasan atau gangguan terhadap
fungsi sosialnya sehingga mempengaruhi keleluasaan aktivitas fisik,
kepercayaan, dan harga diri dalam berhubungan dengan orang lain ataupun
dengan lingkungan. Kondisi seperti ini menyebabkan Orang Dengan Kecacatan /
Penyandang Disabilitas kurang mendapat kesempatan bergaul, bersekolah,
bekerja dan bahkan kadang-kadang menimbulkan perlakuan diskriminatif dari
mereka yang tidak cacat.
Sisi lain dari kecacatan adalah pandangan sebagian orang yang menganggap
kecacatan sebagai kutukan, sehingga mereka perlu disembunyikan oleh
keluarganya. Perlakuan seperti ini menyebabkan hak Orang Dengan Kecacatan /
Penyandang Disabilitas untuk berkembang dan berkreasi tidak dapat terpenuhi.
Masalah kecacatan seringkali menjadi semakin berat karena disertai dengan
masalah kemiskinan, ketelantaran, dan keterasingan.
Jumlah Orang Dengan Kecacatan di Indonesia berdasarkan data dari Pusdatin
Kesejahteraan Sosial Tahun 2009 adalah sebanyak 1.541.942 orang, yang
meliputi cacat fisik, mental, dan cacat ganda. Namun demikian, jumlah yang
sebenarnya jauh lebih besar dari data yang ada. Hal ini karena keluarga dan
masyarakat yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami kecacatan
sering kali menyembunyikannya sehingga Orang Dengan Kecacatan tidak dapat
tersentuh rehabilitasi dan perlindungan sosial.
Permasalahan mendasar yang dihadapi dalam penyelenggaraan rehabilitasi
sosial bagi Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas adalah:
a. Isu tentang kecacatan belum menjadi isu nasional, sehingga cakupan atau
jangkauan program Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan /
Penyandang Disabilitas belum meluas sampai ke seluruh wilayah Indonesia.
b. Sarana dan prasarana yang aksesibel bagi Orang Dengan Kecacatan /
Penyandang Disabilitas masih sangat terbatas.
c. Aspek kelembagaan, anggaran yang tersedia dan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) pelaksana masih terbatas, sehingga penyelenggaraan
Rehabilitasi dan Perlindungan Sosial Orang Dengan Kecacatan / Penyandang
Disabilitas belum optimal.
d. Peran pemerintah masih dominan dalam program penyelenggaraan
Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas
sehingga mengurangi esensi dari upaya pemberdayaan sosial.
9
e. Implementasi peraturan perundang-undangan berkaitan dengan Orang
Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas belum maksimal.
f. Komitmen pemerintah daerah dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial
masih rendah.
g. Peran masyarakat melalui organisasi nirlaba dan dunia usaha dalam
Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas belum
dapat didayagunakan secara optimal.
Selain permasalahan tersebut di atas, di dalam pelaksanaan program selama
kurun waktu 2005-2009, terdapat beberapa persoalan yang dihadapi Direktrorat
Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan yang juga bisa menjadi faktor
penghambat pencapaian kinerja pada masa yang akan mendatang jika tidak
diberi perhatian. Permasalahan tersebut adalah konstelasi faktor internal
(khususnya yang berkaitan dengan sumber daya manusia, dana, sarana dan
prasarana), dan faktor eksternal (keluarga, masyarakat serta nilai-nilai sosial
yang beragam), serta terbatasnya ketersediaan dalam pencapaian kinerja
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Meskipun sudah banyak kemajuan yang telah dicapai dalam pelaksanaan
rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas, masih
banyak tantangan yang harus dihadapi. Selain disebabkan karena permasalahan
kecacatan yang semakin kompleks, juga masih banyak permasalahan yang belum
sepenuhnya terselesaikan sejalan dengan dinamika sosial ekonomi masyarakat.
Untuk itu, penanganan masalah Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas
melalui rehabilitasi dan perlindungan sosial perlu terus dilanjutkan secara
berkesinambungan dan ditingkatkan agar apa yang telah dicapai dapat terus
ditingkatkan dan jangkauan pelayanan dapat diperluas. Hal ini sesuai dengan
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial yang
mengamanatkan agar pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi warga masyarakat yang kurang
beruntung dan rentan, dan melakukan penanggulangan kemiskinan.
Perkembangan pembangunan kesejahteraan sosial saat ini diwarnai oleh adanya
perubahan paradigma pembangunan nasional, yang bergeser dari sentralistik ke
arah desentralistik. Hal ini merupakan penjabaran dari kebijakan pemerintah
untuk memberikan peran dan posisi yang lebih besar kepada masyarakat
sebagai pelaku dan pelaksana utama pembangunan. Melalui kebijakan otonomi
daerah, pemerintah memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada
daerah, khususnya daerah kabupaten/kota untuk menyelenggarakan
pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kenyataan menunjukkan
bahwa pemberian otonomi tersebut tidak sepenuhnya berjalan mulus, karena
masih sering ditemukan adanya ekses negatif yang mengakibatkan terjadinya
hambatan dalam pelaksanaan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial.
10
Perubahan ini hendaknya disikapi secara arif, bijaksana, dan diarahkan pada
terwujudnya pemahaman dan komitmen pelaku pembangunan kesejahteraan
sosial di setiap daerah kabupaten dan kota.
Sehubungan dengan hal itu, kiranya perlu dikembangkan sistem rehabilitasi
yang lebih memberikan keleluasaan dan kesempatan yang luas kepada keluarga
dan masyarakat, khususnya yang berada di sekitar Orang Dengan Kecacatan/
Penyandang Disabilitas untuk turut mengembangkan program-program bagi
kesejahteraan Orang Dengan Kecacatan. Selain itu perluasan sistem rehabilitasi
sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat dapat dilaksanakan lebih optimal, karena
masyarakat melihat, merasakan dan terlibat langsung dengan berbagai upaya
rehablitasi dan perlindungan sosial yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
permasalahan serta sumber daya yang ada di masyarakat itu sendiri. Hal ini
untuk mempercepat capaian jangkauan kepada Orang Dengan Kecacatan /
Penyandang Disabilitas yang sampai saat ini belum memadai.
Upaya mengangkat derajat kesejahteraan sosial dapat dipandang sebagai bagian
dari investasi sosial yang ditujukan untuk meningkatkan dan mengembangkan
kualitas SDM bangsa Indonesia, sehingga mampu menjalankan tugas-tugas
kehidupannya secara mandiri sesuai dengan nilai-nilai yang layak bagi
kemanusiaan.
Terkait dengan masalah disabilitas, Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan
Kecacatan menghadapi tantangan eksternal yang mencakup perubahan
lingkungan global, regional, dan nasional. Dalam lingkungan global, Direktorat
Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan menyadari bangsa-bangsa di dunia
sedang mengalami perubahan yang dinamis atas penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam segenap aspek kehidupan. Nilai-nilai kehidupan yang
bersifat tradisional bergeser kepada nilai-nilai kehidupan modern yang disertai
munculnya dampak negatif berupa kesenjangan sosial diantara bangsa-bangsa
yang memerlukan perhatian lebih serius. Perkembangan global lainnya adalah
munculnya kecenderungan yang menyatukan bangsa-bangsa ke dalam suatu
kesatuan berdasarkan kepentingan dan kesepahaman seperti meningkatnya
kesadaran akan demokratisasi dan desentralisasi, HAM, lingkungan hidup,
gender, civil society, serta komitmen terhadap penanggulangan kemiskinan dan
berbagai masalah sosial lainnya, termasuk masalah disabilitas.
Komitmen bersama dan kerjasama yang harmonis antara pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat sangat diperlukan, dalam upaya menggalang
kekuatan untuk menyelenggarakan rehabilitasi dan perlindungan sosial yang
terencana, terintegrasi dan terpadu bagi Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang
Disabilitas. Rencana Strategis tahun 2015 – 2019 disusun untuk menjadi
pedoman/panduan dalam mewujudkan cita-cita yang luhur yaitu kesejahteraan
sosial bagi Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas di Indonesia.
11
BAB II
VISI, MISI, DAN TUJUAN
DIREKTORAT REHABILITASI SOSIAL ORANG DENGAN KECACATAN
A. Visi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan
Visi yang ingin dicapai adalah:
Terwujudnya Rehabilitasi Sosial bagi Penyandang Disbilitas Berbasiskan
Pemenuhan Hak Asasi Manusia.
Visi ini mengandung arti bahwa rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan /
penyandang disabilitas telah, sedang, dan akan dilakukan oleh pemerintah dan
masyarakat ditujukan untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak orang dengan
kecacatan.
Kondisi ini merupakan tujuan ideal dan sekaligus upaya agar masyarakat dapat
terbebas dari masalah-masalah sosial, menghindari terjadinya kesenjangan yang
tinggi di bidang kesejahteraan sosial dengan negara-negara di kawasan Asia
Tenggara dan Asia, serta sebagai pencerminan negara yang berketuhanan, aman,
makmur, dan berkeadilan sosial.
Secara konstitusional, visi ini merupakan jawaban atas amanat Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial serta komitmen untuk melaksanakan
kesepakatan tujuan-tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals)
2015. Oleh karena itu, setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh taraf kesejahteraan sosial dan kualitas hidup yang sebaik-baiknya.
Dalam hal ini pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk dapat memfasilitasi,
mendukung, dan membawa masyarakat khususnya Orang Dengan Kecacatan pada
kondisi sejahtera yang dicita-citakan.
B. Misi
Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan mengemban dan
melaksanakan tugas sesuai dengan visi yang telah ditetapkan agar tujuan organisasi
dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. Agar pelaksanaan tugas dan fungsi dapat
mencapai hasil yang optimal sesuai dengan visi yang telah ditetapkan, maka
ditetapkan misi sebagai berikut:
1. Mewujudkan rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan yang berkeadilan,
2. Profesionalisme rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan,
12
3. Mewujudkan keselarasan peraturan perundangan dan kebijakan teknis terhadap
rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan.
C. Tujuan
Tujuan Rehabilitasi Sosial yang ingin dicapai Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang
Dengan Kecacatan tahun 2015-2019 adalah:
1. Menyelaraskan peraturan perundangan dan kebijakan terhadap rehabilitasi
sosial Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas.
2. Mewujudkan rehabilitasi sosial Penyandang Orang Dengan Kecacatan/
Penyandang Disabilitas yang berkeadilan,
3. Meningkatkan kualitas rehabilitasi sosial terhadap Orang Dengan Kecacatan/
Penyandang Disabilitas yang terpadu dan terintegrasi melalui institusi dan
masyarakat
D. Sasaran Strategis
Tujuan yang akan dicapai Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan,
ditetapkan ke dalam empat sasaran Strategis sebagai berikut :
1. Meningkatnya keselarasan peraturan perundang-undangan dan kebijakan
teknis terhadap rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas.
2. Meningkatnya rehabilitasi dan perlindungan sosial penyandang disabilitas.
3. Meningkatnya kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) bidang rehabilitasi sosial
penyandang Disabilitas
4. Meningkatnya rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas berbasis institusi
masyarakat.
Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan melalui berbagai
kegiatan dan program rehabillitasi sosial terus berupaya meningkatkan kualitas
kehidupan dan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan, mendorong dan
mempercepat pemenuhan hak-hak orang dengan kecacatan dalam berbagai aspek
kehidupan dalam rangka memberikan kesetaraan hak dan kesamaan kesempatan
bagi orang dengan kecacatan yang berkoordinasi dengan instansi teknis terkait. Hal
tersebut sebagai upaya pemerintah Indonesia mewujudkan masyarakat yang
inklusif dan bebas hambatan semua pihak sejalan dengan Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2011 tentang Pemenuhan Hak-Hak Orang dengan kecacatan.
13
E. Indikator Kinerja Utama
Untuk mencapai sasaran strategis yang telah disebutkan di atas, ditetapkan
indikator kinerja sebagai berikut :
1. Sasaran Strategis 1 :
a. Jumlah kebijakan teknis yang diselaraskan terkait pemenuhan hak-hak
penyandang disabilitas
b. Jumlah kebijakan teknis yang diselaraskan terkait rehabilitasi sosial
penyandang disabilitas
2. Sasaran Strategis 2 :
Jumlah penyandang disabilitas yang berhasil dilindungi, direhabilitasi, dan
mandiri, baik di dalam dan di luar panti
3. Sasaran Strategis 3 :
Jumlah SDM yang meningkat kapasitasnya (kompetensi / kemampuan ) untuk
merehabilitasi dan melindungi penyandang disabilitas.
4. Sasaran Strategis 4 :
Jumlah lembaga rehabilitasi sosial penyandang disabilitas yang meningkat
kualitas pelayanannya.
No. TUJUAN
SASARAN STRATEGIS
2015 INDIKATOR KINERJA
TARGET Keterangan
2015 2016 2017 2018 2019
F. 1
1
Menyelaraskan peraturan perundangan dan kebijakan terhadap rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas.
Meningkatnya keselarasan peraturan perundang-undangan dan kebijakan teknis terhadap rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas.
Jumlah kebijakan teknis yang diselaraskan yang diselaraskan terkait rehabilitasi sosial penyandang disabilitas dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas
27 buku 1 rekomendasi
24 buku
26 buku
19 buku
13 buku
G. Mewujudkan rehabilitasi sosial Penyandang Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas yang berkeadilan,
Meningkatnya rehabilitasi dan perlindungan sosial penyandang disabilitas.
Jumlah penyandang disabilitas yang berhasil dilindungi, direhabilitasi, dan mandiri, baik di dalam dan di luar panti
52. 333 PD
53.440 PD
54.040 PD 56.040 PD 57.940 PD
Dicapai melalui kegt. Pusat, UPT, dan Dekon
H. Meningkatkan kualitas rehabilitasi sosial terhadap Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas yang terpadu dan terintegrasi melalui institusi dan masyarakat
Meningkatnya kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) bidang rehabilitasi sosial penyandang Disabilitas
Jumlah SDM yang meningkat kapasitasnya (kompetensi / kemampuan ) untuk merehabilitasi dan melindungi penyandang disabilitas.
1.565 SDM
695 SDM
840 SDM
1.004 SDM
900 SDM
Kegiataan Pusat dan UPT ODK
Meningkatnya rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas berbasis institusi masyarakat.
Jumlah lembaga rehabilitasi sosial penyandang disabilitas yang meningkat kualitas pelayanannya.
20 lbg 36 lbg (pusat : 28)
40 lbg (pusat : 31)
44 lbg 30 lbg Kegiatan Pusat dan dekon
14
BAB III
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
DIREKTORAT REHABILITASI SOSIAL ORANG DENGAN KECACATAN
A. Arah Kebijakan
1. Arah Kebijakan
a. Mendukung penataan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan
termasuk peraturan daerah yang berkenaan dengan penyelenggaraan
rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas.
b. Meningkatkan kualitas hidup dan akses seluas-luasnya bagi orang dengan
kecacatan / Penyandang Disabilitas, khususnya orang dengan kecacatan
yang memerlukan rehabilitasi sosial.
c. Menata kembali kelembagaan dan peningkatan profesionalisme rehabilitasi
sosial orang dengan kecacatan yang berbasis pekerjaan sosial, baik yang
dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.
d. Memantapkan kualitas dan akuntabilitas manajemen rehabilitasi sosial orang
dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas, mencakup aspek perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan, penyediaan data dan
koordinasi atau keterpaduan.
e. Meningkatkan prakarsa dan peran aktif masyarakat termasuk masyarakat
mampu, dunia usaha, perguruan tinggi, dan Orsos/LSM dalam
penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan / Penyandang
Disabilitas secara terpadu dan berkelanjutan.
f. Menciptakan iklim yang dapat memperkuat ketahanan sosial masyarakat dan
mengembangkan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan tanggung jawab
sosial untuk berpartisipasi dalam mencegah masalah sosial orang dengan
kecacatan serta mendukung rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan /
Penyandang Disabilitas.
g. Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan
rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan yang terkoordinasi dengan
kebijakan pemerintah.
15
h. Mengoptimalkan penyediaan data dan pengembangan indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur capaian rehabilitasi sosial orang dengan
kecacatan / Penyandang Disabilitas.
i. Mengembangkan advokasi dan pendampingan sosial di dalam pengelolaan
program rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.
B. Strategi:
1. Kampanye sosial, mengandung makna memberikan pemahaman, sosialisasi,
penyadaran, dan kepedulian terhadap pelaku rehabilitasi sosial orang dengan
kecacatan / Penyandang Disabilitas dalam upaya penyelenggaraan rehabilitasi
sosial
2. Kemitraan sosial, mengandung makna adanya kerja sama, kepedulian,
kesetaraan, kebersamaan,dan jaringan kerja yang menumbuh kembangkan
kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra
3. Partisipasi sosial, mengandung makna adanya prakarsa dan peranan dari
penerima pelayanan dan lingkungan sosialnya dalam pengambilan keputusan
serta melakukan pilihan terbaik untuk peningkatan kesejahteraan sosialnya.
4. Advokasi dan pendampingan sosial, mengandung arti adanya upaya memberikan
perlindungan, pembelaan, dan asistensi terhadap hak-hak dasar orang dengan
kecacatan / Penyandang Disabilitas.
5. Penyediaan aksesibilitas fisik dan non fisik bagi orang dengan kecacatan /
Penyandang Disabilitas dimaksudkan guna mempermudah mobilitas dan akses
terhadap pelayanan-pelayanan dasar.
C. Tugas Pokok Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan
1. Tugas
Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan mempunyai tugas
melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.
2. Fungsi
Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan menyelenggarakan
fungsi :
a. Perumusan kebijakan di bidang rehabiliasi sosial dengan kecacatan tubuh
dan bekas penyakit kronis, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan netra
dan rungu wicara, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental,
16
kelembagaan dan advokasi sosial, serta bantuan dan pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan
tubuh dan bekas penyakit kronis, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan
netra da rungu wicara, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental,
kelembagaan dan advokasi sosial, serta bantuan dan pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang rehabilitasi
sosial orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas tubuh dan bekas
penyakit kronis, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan netra da rungu
wicara, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental, kelembagaan dan
advokasi sosial, serta bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial;
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang rehabilitasi sosial orang dengan
kecacatan tubuh dan bekas penyakit kronis, rehabilitasi sosial orang dengan
kecacatan netra da rungu wicara, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan /
Penyandang Disabilitas mental, kelembagaan dan advokasi sosial, serta
bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial;
e. Evaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan
kecacatan / Penyandang Disabilitas tubuh dan bekas penyakit kronis, netra
rungu wicara, rehabilitasi mental, kelembagaan dan advokasi sosial, serta
bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial;
f. Pelaksanaan urusan tata usaha, perencanaan program dan anggaran,
kepegawaian, dan rumah tangga direktorat.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial Orang dengan kecacatan memiliki stuktur yang terdiri dari :
a. Sub Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan Tubuh dan
Bekas Penderita Penyakit Kronis, mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis, dan
evaluasi di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan/ Penyandang
Disabilitas tubuh dan bekas penderita penyakit kronis,
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Subdirektorat dan
Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Tubuh dan Bekas Penderita
Penyakit Kronis menyelenggarakan fungsi:
1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang
dengan kecacatan tubuh dan bekas penderita penyakit kronis dalam dan
luar panti;
2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang
dengan kecacatan tubuh dan bekas penderita penyakit kronis dalam dan
luar panti;
17
3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dan penderita penyakit
kronis dalam dan luar panti;
4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang rehabilitasi sosial
orang dengan kecacatan tubuh dan bekas penderita penyakit kronis
dalam dan luar panti
5) Penyiapan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial
orang dengan kecacatan tubuh dan bekas penderita penyakit kronis
dalam dan luar panti.
Subdirektorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Tubuh dan
Bekas Penderita Penyakit Kronis terdiri dari :
1) Seksi Rehabilitasi Sosial Dalam Panti; dan
2) Seksi Rehabilitasi Sosial Luar Panti.
b. Sub Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Netra dan
Rungu Wicara, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang rehabilitasi sosial
orang dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Subdirektorat
Rehabilitasi Orang Dengan Kecacatan Netra dan Rungu Wicara
menyelenggarakan fungsi:
1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang
dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara;
2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang
dengan Netra dan Rungu Wicara;
3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara;
4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang rehabilitasi sosial orang
dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara, dan
5) Penyiapan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial
orang dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara.
Subdirektorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Netra dan
Rungu Wicara terdiri dari :
1) Seksi Rehabilitasi Sosial Dalam Panti; dan
2) Seksi Rehabilitasi Sosial Luar Panti
c. Sub Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Mental,
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
18
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang rehabilitasi sosial orang
dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas mental.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Subdirektorat
Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan Mental menyelenggarakan fungsi:
1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang
dengan kecacatan mental dan orang dengan kecacatan eks psikotik,
2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang
dengan kecacatan mental dan orang dengan kecacatan eks psikotik;
3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental dan orang dengan
kecacatan eks psikotik;
4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang rehabilitasi sosial orang
dengan kecacatan mental dan orang dengan kecacatan eks psikotik, dan
5) Penyiapan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial
orang dengan kecacatan mental dan orang dengan kecacatan eks psikotik
Subdirektorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan
Mental terdiri dari :
1) Seksi standarisasi dan bimbingan teknis.
2) Seksi monitoring dan evaluasi
d. Sub Direktorat Kelembagaan dan Advokasi Sosial, mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian
bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang kelembagaan dan advokasi orang
dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Subdirektorat
Kelembagaan dan Advokasi Sosial menyelenggarakan fungsi:
1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang kelembagaan dan advokasi
sosial orang orang dengan kecacatan,
2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan dan advokasi
sosial orang orang dengan kecacatan,
3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
kelembagaan dan advokasi sosial orang orang dengan kecacatan,
4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang kelembagaan dan
advokasi sosial orang orang dengan kecacatan, dan
5) Penyiapan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan dan
advokasi sosial orang orang dengan kecacatan,
Subdirektorat Kelembagaan dan Advokasi Sosial terdiri dari :
19
1) Seksi Kelembagaan,
2) Seksi Advokasi Sosial
e. Sub Direktorat Asistensi dan Pemeliharaan Kesejahteraan Sosial;
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta
pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang asistensi dan
pemeliharaan kesejahteraan sosial.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Subdirektorat
Asistensi dan Pemeliharaan Kesejahteraan Sosial menyelenggarakan fungsi:
1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang asistensi dan
pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan.
2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang asistensi dan
pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan
3) Penyiapan bahan penyusunan standar teknis, norma, pedoman, kriteria,
dan prosedur di bidang asistensi dan pemeliharaan kesejahteraan sosial
orang dengan kecacatan.
4) Penyiapan bahan pemberian bimbingan teknis di bidang asistensi dan
pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan
5) Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis di bidang
asistensi dan pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan.
Subdirektorat asistensi dan pemeliharaan kesejahteraan sosial orang
dengan kecacatan terdiri dari :
1) Seksi Asistensi Sosial, dan.
2) Seksi Pemeliharaan Kesejahteraan Sosial.
f. Subbagian Tata Usaha
Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha,
kepegawaian, dan rumah tangga Direktorat.
D. Indikator
Berdasarkan gambaran di atas, maka Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan
Kecacatan menyusun strategi dan arah kebijakan penyelenggaraan rehabilitasi
sosial orang dengan kecacatan tahun 2015 - 2019 yang mengintegrasikan tujuan,
sasaran, kebijakan, program, dan kegiatan yang terukur untuk mencapai misi
Direktorat yang telah ditetapkan. Adapun strategi, proses dan indikator capaian
kinerja Direktorat tahun 2010 – 2014 merujuk pada Peraturan Menteri Sosial RI
Nomor 111/HUK/2009 tentang Indikator Kinerja Pembangunan Kesejahteraan
Sosial.
20
Pengukuran capaian indikator kinerja dari strategi dan proses yang digunakan
dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan, dilakukan
dengan pengukuran indikator dengan jumlah sasaran yang diberikan, dalam hal ini
persentase dihitung berdasarkan jumlah orang dengan kecacatan yang diintervensi
selama tahun 2015-2019.
Sesuai dengan UU No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, maka kebijakan
dan strategi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan diarahkan pada
Rehabilitasi Sosial, yang dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan
kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga,
masyarakat maupun panti sosial. Berdasarkan kebijakan dan strategi tersebut maka
kebijakan Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan sebagaimana
ketentuan dalam RPJMN 2015-2019 diarahkan untuk :
1. Meningkatkan dan meratakan rehabilitasi sosial yang adil, dalam arti bahwa
orang dengan kecacatan berhak memperoleh rehabilitasi sosial,
2. Meningkatkan profesionalisme SDM rehabilitasi sosial berbasis pekerjaan sosial
dalam penanganan masalah dan potensi kesejahteraan sosial
3. Memantapkan manajemen penyelenggaraan rehabilitasi sosial dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan serta
koordinasi.
4. Menciptakan iklim dan system yang mendorong peningkatan dan pengembangan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial penyandang
disabilitas.
5. Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan
rehabilitasi sosial berdasarkan jenis dan derajat kecacatan, pengakuan keunikan
nilai sosial budaya serta mengedepankan potensi dan sumber keluarga dan
masyarakat setempat.
E. Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan 2015 - 2019
Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan melaksanakan berbagai
kegiatan Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan. Kegiatan Rehabilitasi Sosial
Orang dengan Kecacatan pada intinya diarahkan pada :
1. Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan Tubuh dan Bekas Penderita
Penyakit Kronis, Cacat Rungu Wicara, Cacat Netra, Cacat Mental, Cacat Fisik dan
Mental,
2. Pemberian Dana Jaminan Sosial / Asistensi Sosial bagi Orang dengan Kecacatan /
Penyandang Disabilitas Berat,
21
3. Peningkatan SDM melalui bimbingan teknis bidang Rehabilitasi Sosial Orang
dengan kecacatan, terdiri dari :
a. Peningkatkan keterampilan instruktur bidang Rehabilitasi Sosial Orang
dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas,
b. Pembekalan Keterampilan Pengasuhan (parenting skills) bagi orang tua
orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas,
c. Peningkatan keterampilan pendamping program Rehabilitasi Sosial Orang
dengan Kecacatan,
4. Bantuan operasional bagi pengembangan Lembaga Rehabilitasi Sosial Orang
dengan Kecacatan,
5. Penyusuan Buku Pedoman Bidang Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan /
Penyandang Disabilitas,
6. Perumusan Rekomendasi melalui Pertemuan dan atau Workshop bidang
Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, melalui :
a. Pertemuan Kepala Seksi Penca / ODK seluruh Indonesia,
b. Workshop Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan,
c. Review Program Rehabilitasi dan Perlindungan Sosial Orang dengan
Kecacatan,
d. Pertemuan Tim Koordinasi UPKS Orang dengan Kecacatan,
e. Pertemuan Kelompok Kerja (POKJA) Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial
(UPKS) Orang dengan Kecacatan,
f. Pendataan Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan,
g. Sosialisasi Naskah Akademis RUU Ratifikasi Konvensi Hak Penyandang
Disabilitas,
h. Monitoring dan Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan
Kecacatan,
i. Konferensi Internasional Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan
Kecacatan
j. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
k. Rapat Kerja Teknis bidang Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan
Kecacatan
l. Bimbingan Teknis Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan
7. Penyusunan Laporan baik Laporan Keuangan, Laporan Kinerja, Laporan
Monitoring, Evaluasi, dan Publikasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Orang
dengan Kecacatan, melalui kegiatan :
a. Sosialisasi Pedoman Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan
b. Sosialisasi Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan
c. Pertemuan Evaluasi dan Konsultasi Petugas Rehabilitasi Sosial Orang dengan
Kecacatan
d. Uji Coba Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan
e. Evaluasi Uji Coba Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan
22
8. Penyusunan Dokumen Perencanaan / Program / Anggaran / Data dan Informasi
/ Kebijakan bidang Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan,
9. Pencetakan Buku Bantu Bagi Orang dengan Kecacatan,
10. Penyediaan Layanan Perkantoran.
F. Program Jangka Panjang
Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan diarahkan pada pencapaian
hasil berupa meningkatnya fungsi sosial orang dengan kecacatan sebagai bagian dari
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) penerima manfaat melalui
pelaksanaan rehabilitasi sosial. Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan
diarahkan pada :
1. Peningkatan Kualitas Hidup Orang dengan kecacatan.
Kualitas hidup adalah terpenuhinya kebutuhan dalam empat bidang yaitu
kebutuhan untuk melakukan sesuatu secara bebas di lingkungannya, kebutuhan
untuk bebas dari campur tangan dari orang lain, kebutuhan untuk
merealisasikan diri, dan kebutuhan untuk menyenangkan diri (Blane at al-2002).
Kualitas hidup dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu :
a. Being, merujuk aspek fisik, psikologikal dan spiritual kualitas hidup
b. Belonging, terkait dengan ketepatan hubungan interpersonal individu dengan
lingkungan fisik, sosial, dan masyarakatnya.
c. Becoming, kemampuan mewujudkan aspirasi personal dengan aktivitas yang
bertujuan aktivitas instrumental, kesenangan dan pertumbuhan pribadi.
(Nolan at al-2001)
Kualitas hidup orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas yang ingin
dicapai mencakup tiga dimensi di atas. Namun demikian pada umumnya
populasi orang dengan kecacatan di Indonesia terkonsentrasi di pedesaan yang
tidak terjangkau oleh pelayanan sosial. Kondisi ini dapat mengakibatkan
rendahnya kualitas hidup orang dengan kecacatan. Oleh sebab itu perlu disusun
program untuk meningkatkan kualitas hidup orang dengan kecacatan, berupa
penyusunan kebijakan pelayanan dan rehabilitasi sosial Orang dengan
kecacatan, peningkatan sarana dan prasarana pelayanan, implementasi
standardisasi pelayanan, peningkatan kapasitas dan kompetensi petugas
pelayanan, organisasi sosial, dan orang dengan kecacatan, benchmarking sistem
23
pelayanan, serta sistem pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial melalui
perlindungan sosial.
2. Pemenuhan Hak Dasar Orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas
Penanganan orang dengan kecacatan dewasa ini sudah berbasis kepada
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM).
Sehingga dalam konsep rehabilitasi sosial diarahkan kepada pemenuhan HAM,
yang pada prinsipnya terdiri dari penghormatan kepada martabat yang melekat
pada diri orang dengan kecacatan, kebebasan dan kemerdekaan, non
diskriminasi, partisipasi masyarakat, menghargai perbedaan, kesamaan
kesempatan, aksesibilitas, kesetaraan gender, dan penghormatan untuk
pengembangan kapasitas anak yang mengalami kecacatan.
G. Program dan Kegiatan Jangka Menengah
Dalam rangka peningkatan kualitas hidup serta terpenuhinya HAM orang dengan
Kecacatan, maka perlu disusun program dan kegiatan jangka menengah, sebagai
berikut:
1. Rencana Aksi Nasional (RAN) Penyandang Cacat / Orang dengan Kecacatan
2004-2013 Indonesia mempunyai kekuatan hukum yg disahkan oleh Presiden
RAN sudah tersusun dan dilaksanakan namun pencapaiannya belum optimal. Hal
ini disebabkan karena RAN belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat
semua pihak, baik instansi pemerintah, organisasi sosial, maupun masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, disusunlah program sebagai berikut :
a. Melakukan pengkajian tentang legalitas RAN.
b. Harmonisasi pelaksanaan butir-butir aksi dalam RAN
c. Melakukan review dan evaluasi terhadap implementasi RAN, yang terdiri dari
mid-term review, dan final review, dan exit summary berupa keputusan RAN
tentang tindak lanjutnya.
2. Terwujudnya Undang-Undang tentang Ratifikasi Konvensi tentang Hak Orang
dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas.
Sebagai negara yang ikut menandatangani Konvensi tentang Hak Orang dengan
Kecacatan / Penyandang Disabilitas, dituntut untuk meratifikasi Konvensi
tersebut. Beberapa upaya telah dilakukan, diantaranya pembahasan tentang
dokumen konvensi, penetapan lembaga pemrakarsa ratifikasi, hingga
penyusunan draft Naskah Akademis. Untuk mencapai terwujudnya Undang-
Undang tentang Ratifikasi Konvensi tentang Hak Orang dengan Kecacatan, maka
perlu disusun program sebagai berikut:
a. Pengkajian terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam Konvensi dan Kesiapan
seluruh pihak untuk melaksanakannya.
b. Pembahasan dan analisa draft Naskah Akademis.
24
c. Advokasi kepada pihak-pihak terkait dalam rangka ratifikasi.
d. Sosialisasi Konvensi tentang Hak Orang dengan kecacatan.
3. Revisi Keppres 83/1999 dan terbentuknya lembaga baru tingkat pusat dan
daerah.
Dalam rangka mempercepat pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi orang dengan
kecacatan telah dibentuk Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan
Kesejahteraan Sosial (LKP2KS) Orang dengan kecacatan, berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 83 tahun 1999. Pada kenyataannya lembaga ini tidak terealisasi.
Oleh sebab itu diperlukan revisi terhadap Keppres tersebut melalui program
sebagai berikut:
a. Pengkajian terhadap Keppres tersebut.
b. Penyusunan draft revisi untuk disahkan menjadi Peraturan Presiden.
c. Advokasi terhadap semua pihak yang terkait.
d. Sosialisasi isi Perpres dan Lembaga baru tersebut.
4. Ketersediaan Aksesibilitas bagi Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas di
lembaga pelayanan
Penyediaan aksesibilitas bagi orang dengan kecacatan saat ini belum
sepenuhnya dilaksanakan pada bangunan, gedung dan transportasi umum. Oleh
karena perlu disusun program sebagai berikut :
a. Aksesibilitas fisik dan non fisik dalam lingkungan bangunan kantor dan
gedung Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kementerian Sosial dan UPTD Dinas
Sosial Provinsi dan Kabupaten/ Kota
b. Menjalin koordinasi dan komunikasi dengan para stakeholder dalam
penyediaan aksesibilitas bagi orang dengan kecacatan / Penyandang
Disabilitas.
c. Pengembangan website yang memuat informasi akurat tentang orang dengan
kecacatan / Penyandang Disabilitas (data, pelayanan, program, dan
sebagainya).
5. Meningkatnya Kesadaran dan Kepedulian
Kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap orang dengan kecacatan /
Penyandang Disabilitas dewasa ini belum optimal. Berbagai bentuk perlakuan
seperti stigma dan diskriminasi oleh masyarakat, karena itu perlu disusun
program sebagai berikut :
a. Kampanye dan sosialisasi kesadaran dan kepedulian masyarakat
b. Pemberian bantuan sosial kepada organisasi sosial kecacatan dan panti sosial
milik masyarakat
25
c. Memberikan peningkatan kapasitas kepada SDM panti sosial masyarakat dan
tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki kepedulian kepada orang dengan
kecacatan.
d. Memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang mempunyai prestasi
dalam pelayanan kepada orang dengan kecacatan dalam peristiwa tertentu
seperti HIPENCA / Hari Disabilitas Internasional, HKSN, dan sebagainya.
e. Membangun dan meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan kepada
orang dengan kecacatan misalnya sarana dan prasarana panti disertai
dengan penempatan/bantuan tenaga pemerintah di lembaga/panti tersebut.
f. Melaksanakan seminar/ workshop/ lokakarya/sarasehan tentang upaya
peningkatan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan.
2. Kampanye sosial, mengandung makna memberikan pemahaman, sosialisasi, penyadaran, dan kepedulian terhadap pelaku rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan dalam upaya penyelenggaraan rehabilitasi sosial
3. Kemitraan sosial, mengandung makna adanya kerja sama, kepedulian, kesetaraan, kebersamaan,dan jaringan kerja yang menumbuh kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra
4. Partisipasi sosial, mengandung makna adanya prakarsa dan peranan dari penerima pelayanan dan lingkungan sosialnya dalam pengambilan keputusan serta melakukan pilihan terbaik untuk peningkatan kesejahteraan sosialnya.
5. Advokasi dan pendampingan sosial, mengandung arti adanya upaya memberikan perlindungan, pembelaan, dan asistensi terhadap hak-hak dasar orang dengan kecacatan.
6. Penyediaan aksesibilitas fisik dan non fisik bagi orang dengan kecacatan dimaksudkan guna mempermudah mobilitas dan akses terhadap pelayanan sosial.
Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan
Kecacatan serta terkait upaya penanganan permasalahan sosial orang dengan kecacatan
pada tingkat global, regional, nasional dan berbagai komitmen yang telah disepakati, maka
ditetapkan kebijakan teknis rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan yaitu :
a. Mendukung penataan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah yang berkenaan dengan penyelenggaraan rehabilitasisosialorang dengan kecacatan.
b. Meningkatkan kualitas hidup dan akses seluas-luasnya bagi orang dengan kecacatan, utamanya orang dengan kecacatan yang memerlukan rehabilitasi sosial.
c. Menata kembali kelembagaan dan peningkatan profesionalisme rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan yang berbasis pekerjaan sosial, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.
26
d. Memantapkan kualitas dan akuntabilitas manajemen rehabilitasi sosialorang dengan kecacatan, mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan, penyediaan data dan koordinasi atau keterpaduan.
e. Meningkatkan prakarsa dan peran aktif masyarakat, dunia usaha, perguruan tinggi, dan Orsos/LSM dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan secara terpadu dan berkelanjutan.
f. Menciptakan iklim yang dapat memperkuat ketahanan sosial masyarakat dan mengembangkan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan tanggung jawab sosial untuk berpartisipasi dalam mencegah permasalahan sosial orang dengan kecacatan serta mendukung rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.
g. Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan yang terkoordinasi dengan kebijakan pemerintah.
h. Mengoptimalkan penyediaan data dan pengembangan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur capaian rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.
i. Mengembangkan advokasi dan pendampingan sosial di dalam pengelolaan
program rehabilitasi sosialorang dengan kecacatan.
6. Terwujudnya mekanisme sistem perlindungan sosial orang dengan kecacatan /
Penyandang Disabilitas
Derajat kecacatan orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas memiliki
tingkatan yang berbeda, mulai dari tingkat ringan, sedang dan berat. Orang
dengan kecacatan yang termasuk kategori cacat berat memiliki kriteria yaitu
kecacatannya tidak dapat direhabilitasi, aktivitas sehari-harinya sangat
tergantung kepada bantuan orang lain dan tidak mampu memenuhi kebutuhan
standar hidupnya sendiri. Oleh karena itu disusun program sebagai berikut :
a. Perlindungan terhadap orang dengan kecacatan berat.
b. Advokasi dan bantuan hukum terhadap orang dengan kecacatan yang
mendapatkan perlakuan salah, eksploitasi dan diskriminasi.
c. Evaluasi terhadap program perlindungan sosial yang telah berjalan.
7. Meningkatnya kapasitas organisasi Orang Dengan Kecacatan dan LSM/orsos
bidang Orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas
Norma-norma Pemenuhan dan Peningkatan Hak dan Martabat orang dengan
kecacatan yang terdapat dalam Mukadimah Konvensi tentang Hak Orang dengan
kecacatan / Penyandang Disabilitas dan Biwako Milennium Framework salah
satunya adalah keterlibatan orang dengan kecacatan dalam setiap tahap proses
mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi, sumber daya
manusia yang diharapkan dapat memenuhi kapasitas tersebut bertumbuh dalam
organisasi-organisasi perwakilannya (organisasi sosial kecacatan), sehingga
untuk meningkatkan sumber daya manusia maupun organisasi kecacatan dalam
27
kapasitasnya sebagai representatif dari masyarakat orang dengan kecacatan,
maka perlu didukung dalam program – program sebagai berikut :
a. Adanya dukungan biaya operasional tahunan bagi organisasi kecacatan yang
mempunyai legitimasi dan managemen sesuai dengan persyaratan standar
baku serta mendapat rekomendasi mitra Kementerian Sosial.
b. Menyediakan anggaran dan kesempatan–kesempatan pelatihan peningkatan
kapasitas kepada masyarakat orang dengan kecacatan melalui organisasi
sosial kecacatan baik secara lokal, nasional maupun internasional.
c. Memfasilitasi konferensi–konferensi masyarakat orang dengan kecacatan
baik lokal, nasional maupun internasional dalam kaitannya pada kampanye
issue - issue pemenuhan hak orang dengan kecacatan.
d. Melibatkan orang dengan kecacatan melalui organisasi sosial kecacatan
dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
28
BAB IV
PENUTUP
Rencana Strategis Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Tahun
2015-2019 merupakan kelanjutan dari Rencana Strategis 2010-2014 yang telah
dilaksanakan pada periode lalu. Pelayanan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan
mengacu pada Visi, Misi, dan Strategi Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, yang
masih akan menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi di masa mendatang sesuai
dengan perkembangan zaman. Dokumen ini diharapkan dapat mempertegas posisi dan
peranan Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan (Dit.RSODK) dalam
pembangunan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas. Hal ini juga diharapkan
dapat menyatukan derap langkah semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
pembangunan kesejahteraan sosial baik pemerintah, dunia usaha, maupun institusi
kemasyarakatan untuk mencapai terlaksananya perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian program yang sesuai dengan paradigma pembangunan serta kebutuhan
dan aspirasi masyarakat sebagai beneficiaries/customer pembangunan kesejahteraan
sosial.
Rencana Strategis Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Tahun 2015–
2019 disusun dengan memperhatikan RPJPN 2005-2025, pelaksanaan pembangunan
kesejahteraan sosial sampai saat ini dan perkembangan terakhir, termasuk dampak
berbagai krisis yang menimbulkan permasalahan sosial yang semakin kompleks, serta
perubahan paradigma yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan yang
terjadi.
Sebagai rencana strategis untuk 5 (lima) tahun mendatang, rencana strategis
pembangunan kesejahteraan sosial tahun 2015–2019 diharapkan dapat menjadi
dokumen yang mampu memberikan arah strategis, target, dan sasaran yang tepat,
tetapi fleksibel dengan perkembangan situasi yang terjadi, khususnya dalam bidang
pembangunan kesejahteraan sosial dan kondisi setempat yang unik dan spesifik.