Upload
dangquynh
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang
menyita perhatian publik baik dunia maupun Indonesia. Dikutip dari laman
departemen kesehatan berdasarkan data WHO (2016) sebanyak 35 juta orang
mengalami depresi, 60 orang terdiagnosis bipolar, 21 juta orang terkena
skizoprenia serta 47,5 orang mengalami demensia. Data Riskesdas (2013)
menunjukkan adanya prevalensi gangguan mental emosional yang ditujukkan
dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan yang dialami oleh penduduk
Indonesia yang berumur diatas 15 tahun mencapai 14 juta orang atau 6% dari
jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan penderita skizoprenia di Indonesia
sebanyak 400.000 orang atau 1,7 per 1000 penduduk.
Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan sejahtera yang dikaitkan
dengan kebahagian ,kegembiraan, kepuasan, pencapaian, optimisme atau
harapan. Sedangkan gangguan jiwa merupakan bentuk dari pola perilaku atau
psikologis yang ditunjukan oleh individu sehingga seorang individu dapat
mengalami distress,disfungsi dan menurunnya kualitas kehidupan. Gangguan
jiwa secara luas diklasifikasikan menjadi gangguan jiwa neurosis dan
gangguan jiwa psikotik. (Stuart,2014).
Psikosis merupakan bentuk gangguan jiwa dengan karakteristik berupa
adanya perilaku regresif,disintegrasi kepribadian,penurunan bermakna pada
tingkat kesadaran,kesulitan besar dalam berfungsi secara adekuat,kerusakan
yang nyata,berat pada uji realitas.Bukti langsung dari psikosis adalah adanya
waham dan halusinasi dalam diri mereka. (Stuart,2014)
Menurut PPDGJ-IV(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia edisi IV) atau DSM IV-TR (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders) gangguan jiwa psikotik ditandai hilangnya
kemampuan menilai realitas ditandai dengan waham(delusi),halusinasi
misalnya skizoprenia. Psikososis (gangguan jiwa) diartikan sebagai keadaaan
jiwa yang tidak berhubungan dengan realitas. Selama episode gangguan jiwa
2
orang tersebut tidak menyadari yang dialami orang lain tentang hal yang sama
dan ajaib mengapa orang lain tidak bereaksi dengan sama. Halusinasi sendiri
merupakan distrotrsi persepsi palsu yang terjadi pada respon neurologis
maladaptive.
Gangguan Psikosis mengakibatkan timbulnya beberapa masalah
psikososial seperti menjadi beban,menimbulkan kebingungan,ketakutan pada
penderitaan akibat stigma,rasa malu,isolasi,kehilangan penguasaan dan
kontrol,penurunanan harga diri, terganggunya pendidikan dan pekerjaan dan
seringkali menimbulkan ketidakmampuan dalam mengambil suatu
keputusan.Selain berdampak pada penderita psikosis juga menimbulkan
beban bagi keluarga dan menjadi stressor yang sangat berat yang ditanggung
oleh keluarga (Afriyeni dan Subandi,2015)
Menurut Sutomo (2014) , keluarga atau kerabat merupakan faktor
penting dalam pelaporan kasus gangguan psikotik terutama gangguan
psikotik tahap awal. Kedekatan antara penderita dengan caregiver diharapkan
dapat memberi dampak positif bagi penderita psikosis fase awal. Hal serupa
juga diuraikan bahwa peran keluarga sangatlah penting, karena sebanyak 60-
70 % individu yang mengalami gangguan psikosis episode pertama masih
tinggal serumah dengan keluarga mereka (Addington & Burnett dalam
Afreyeni & Subandi 2015). Penelitian yang pernah dilakukan terhadap
penderita psikosis episode pertama mempertegas bahwa keluarga berperan
penting dalam mempercepat pengobatan. (O’Callaghan dalam Afreyeni &
Subandi 2015) keluarga sebagai care giver diharapkan menjadi tombak utama
dalam perawatan keluarga yang menderita gangguan psikosis.
Keluarga adalah kelompok pelaku rawat utama bagi mereka yang
mengalami gangguan jiwa.Keluarga yang berfungsi dengan baik dapat
berganti peran,tingkat tanggung jawab dan pola interaksi jika mengalami
perubahan kehidupan yang menimbulkan stress. Arti dari gangguan jiwa pada
keluarga merujuk pada adanya beban keluarga. (Stuart,2014)
Gangguan jiwa yang dialami oleh anggota keluarga akan
mempengaruhi keluarga secara keseluruhan. Dampak ini seringkali disebut
sebagai beban keluarga. Beban keluarga tersebut dapat berkaitan dengan
3
timbulnya kekhawatiran tentang masa depan,konsentrasi yang buruk, marah
merasa bersalah karena adanya perubahan pada anggota keluarga.Rasa
bersalah merupakan masalah emosi yang dialami terkait dengan gangguan
jiwa yang dialami oleh anggota keluarganya.
Stress dalam merawat penderita gangguan jiwa menjadi sebuah
tantangan bagi keluarga dengan orang tua asuh tunggal atau single parent
dikarenakan mereka merupakan satu-satunya yang harus mampu
menyeimbangkan emosi,fisik dan keuangan. Dengan kata lain keluarga
dengan orang tua asuh tunggal memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
mengalami kesulitan daripada keluarga dengan orang tua utuh. (John,2012)
Beberapa keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan
jiwa masih kurang baik dalam pengasuhan di rumah. Ini disebabkan karena
orang dengan gangguan jiwa masih mendapat stigma yang negative sehingga
banyak keluarga yang bingung dengan kondisi seperti ini.
Carson (2000) dalam Nurhalimah (2015) menjelaskan dampak
negative yang dihadapi oleh keluarga dalam merawat pasien halusinasi akan
mempengaruhi perilaku keluarga dalam merawat. Dalam hal ini pasien dan
keluarga juga merupakan pemeluk agama yang taat.Berdasarkan fenomena
yang terjadi partisipan merupakan Ibu tunggal setelah setahun yang lalu
suaminya meninggal dunia. Memiliki 4 orang anak, ibu yang berprofesi
sebagai pembuat kerudung terpaksa harus menjalankan peran ganda. Tinggal
bersama kedua anaknya dimana anak terakhir merupakan pasien yang
menderita gangguan jiwa psikotik akut (halusinasi). Pasien pernah ikut dalam
suatu kegiatan yang dicurigai berafiliansi HTI. Setelah mengikuti beberapa
kajian, ibu merasakan adanya perubahan-perubahan sikap pada anak
bungsunya tersebut.
Pasien terus menerus mengatakan bahwa ia terkena ilmu sihir dan
seiring berjalannya waktu pasien mulai mengeluhkan melihat sesuatu yang
orang lain tidak dapat melihat bahkan ibunya sendiri. Namun, tak patah
semangat ibu selalu merawat anaknya dan selalu mengajari untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Ibu menganggap ini merupakan ujian,
terlepas dari ia yang hanya merawat anak seorang diri. Berbagai upaya pun
4
dilakukan ibu menginggat ini merupakan kasus pertama yang dialami dalam
keluarga tersebut. Selain itu, memeriksakan anak ke dokter untuk mengetahui
sejak dini penyakit yang dialami oleh anak merupakan wujud awal dari usaha
yang dilakukan untuk mencapai kesembuhan.Sehingga penulis tertarik untuk
meneliti apa saja upaya yang dilakukan dalam merawat anak yang pertama
kali terdiagnosis gangguan pada kesehatan jiwanya..
Ada beberapa yang diidentifkasi dalam masalah ini yaitu persepsi
keluarga mengenai gangguan jiwa,pengetahuan mengenai penyakit dan
pengobatan, pengalaman pertama dalam merawat anggota keluarga dengan
gangguan jiwa tahap awal serta usaha yang telah dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana upaya single parent dalam merawat anggota keluarga
dengan gangguan jiwa (Psikotik Akut:Halusinasi)?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang hendak di capai
dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui upaya single parent dalam
merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa (Psikotik Akut : Halusinasi)
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini, diharapkan memberikan manfaat bagi :
1.4.1 Bagi Pasien
Dengan adanya penelitian ini pasien mendapatkan langkah awal
penanganan yang tepat terhadap sakitnya.
1.4.2 Bagi Keluarga
Untuk menambah wawasan dan mengerti upaya yang dapat dilakukan
ketika terdapat anggota keluarga yang menderita sakit jiwa tahap awal.
5
1.4.3 Bagi Institusi
Dapat menjadi masukan dalam melengkapi tentang keperawatan yang
berkaitan dengan upaya penanganan pasien jiwa.
1.4.4 Bagi Lembaga Kesehatan
Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai bahan masukan pihak
Lembaga Kesehatan dalam memberikan asuhan Keperawatan Jiwa pada
pasiennya.