Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hubungan antara manusia dengan tanah dapat menimbulkan beberapa fungsi
tanah, yaitu fungsi ekonomis dan fungsi sosial. Fungsi ekonomis atas tanah dimana
tanah berfungsi untuk mendirikan rumah, diperjualbelikan, disewakana tau
dikontrakkan dan lain sebagainya.
Sedangkan tanah dalam fungsi sosial adalah hak atas tanah yang dimiliki oleh
perseorangan atau badan hukum, tidak semata- mata boleh dipergunakan untuk
kepentingan pribadi dengan sewenang-wenang tanpa menghiraukan kepentingan
masyarakat ataupun mentalitas tanah tersebut sehingga tidak ada manfaatnya.1
Permasalahan waris merupakan salah satu permasalahan yang sampai saat ini
sering menimbulkan sengketa yang menyebabkan perpecahan dalam keluarga bahkan
tidak jarang waris menjadi alasan orang menghilangkan nyawa orang lain. Hal ini
umumnya karena persepsi bahwa waris sangat erat hubungannya dengan harta dengan
asumsi pasti ahli waris akan menerima harta dari pewaris seberapapun jumlahnya
sehingga menjadi pemicu perpecahan dalam keluarga.
Bentuk penyelesaian sengketapun bermacam-macam dari mulai penyelesaian
di luar pengadilan bahkan sampai ke pengadilan dimana anggota keluarga menggugat
anggota keluarga yang lainnya tidak mengenal agama, jenis kelamin bahkan orang
yang sudah mapan secara ekonomi seolah merasa penasaran dan wajib mencicipi
1 K. Wantjik Saleh, 1997, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta,hal.16.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
harta warisan. Akumulasi kepentingan ekonomi, adat istiadat, agama dan pendidikan
semakin membuat sengketa waris menjadi keras, walaupun kepentingan ekonomi
tampaknya lebih dominan daripada yang
lainnya.
Masalah waris sesungguhnya sudah diatur sedemikian dalam banyak
peraturan-peraturan. Diantara peraturan atau hukum, baik agama maupun negara,
permasalahan waris termasuk permasalahan yang diatur secara jelas dan rinci bahkan
dengan kepastian akan timbulnya konflik yang berhubungan dengan waris. Berbagai
kajian akademis yang dilakukan masih belum bisa menurunkan kasus waris yang
berujung dengan konflik.
Konflik tentang waris umumnya berkisar pada dua hal yaitu tentang siapa
yang menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing ahli waris. Selebihnya
merupakan turunan dari dua hal tersebut. Itulah juga mungkin masalah waris diatur
secara rinci dan jelas dalam berbagai peraturan. Paling tidak siapapun tidak akan
pernah terhindar dari masalah waris dimana seseorang bisa menjadi pewaris (pemberi
waris) dan atau menjadi ahli waris (penerima waris). Walaupun digolongkan ke
dalam masalah perdata2 , tidak jarang berkembang menjadi
masalah pidana.
Faktanya bahwa sengketa waris tidak akan pernah akan berhenti sampai
kapanpun dikerenakan sifat dasar manusia yang cenderung tamak hanya saja
bagaimana sengketa itu dapat diselesaikan dengan baik tanpa konflik yang keras
2 Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia,masalah waris dimasukan ke dalam
Buku Ke Dua yaitu Tentang Kebendaan di Bab XII.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
apalagi kemudian berujung kepada perpecahan keluarga atau tindak pidana. Untuk itu
maka diperlukan suatu lembaga yang diharapkan bisa menjawab harapan tadi. Suatu
lembaga yang memiliki kekuatan penyelesai yang kuat yang tidak memihak, tidak
memiliki kepentingan dan tidak dapat diintervensi oleh siapapun.
Secara aksiologis, tanah sangat berguna bagi kehidupan manusia karena tanpa
tanah manusia tidak bisa hidup. Sejarah perkembangan atau kehancurannya
ditentukan oleh tanah, masalah tanah dapatmenimbulkan persengketaan dan
peperangan yang dahsyat karena manusia-manusia atau sesuatu bangsa ingin
menguasai tanah orang/bangsa lain karena sumber-sumber alam yang terkandung di
dalamnya”.3 Manusia akan dapat hidup senang serba berkecukupan jika mereka
mampu menggunakan tanah yang dikuasai atau dimilikinya sesuai dengan hukum
alam yang berlaku, dan manusia akan dapat hidup tenteram dan damai kalau mereka
dapat menggunakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan batas-batas
tertentu dalam hukum yang berlaku yang mengatur kehidupan manusia itu dalam
bermasyarakat. Hukum alam telah menentukan bahwa :
a. Keadaan tanah yang statis itu akan menjadi tempat tumpuan manusia yang tahun
demi tahun akan berkembang dengan pesat.
b. Pendayagunaan tanah dan pengaruh-pengaruh alam akan menjadikan instabilitas
kemampuan tanah tersebut.4
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanah dalam kehidupan manusia
mempunyai peranan yang sangat penting baik karena sifatnya yang tetap maupun
3 G.Kartasapoetra, dkk, 1991, Hukum Tanah : Jaminan UUPA bagi Keberhasilan
Pendayagunaan Tanah, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 1. 4 Ibid Hal 50
UNIVERSITAS MEDAN AREA
sebagai tempat tinggal. Sehubungan dengan ini, Surojo Wignjodipuro,
mengemukakan bahwa ada dua hal yang menyebabkan tanah itu memiliki kedudukan
yang sangat penting yaitu :5
a. Karena sifatnya.
Yakni merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami
keadaan yang bagaimanapun juga, masih bersifat tetap dalam keadaannya,bahkan
terkadang menjadi lebih menguntungkan. Contohnya : sebidang tanah itu dibakar, di
atasnya terdapat bom, tanah tersebut tidak akan lenyap; setelah api padam ataupun
setelah pemboman selesai sebidang tanah tersebut akan muncul kembali tetap
berwujud tanah seperti semula. Jika dilanda banjir misalnya, setelah airnya surut
muncul kembali sebagai sebidang tanah yang lebih subur dari semula.
b. Karena Fakta
Yaitu suatu kenyataan, bahwa tanah itu :
1. merupakan tempat tinggal persekutuan.
2. memberikan penghidupan kepada persekutuan.
3. merupakan tempat di mana para warga persekutuan yang meninggaldunia
dikebumikan.
4. merupakan pula tempat tinggal kepada dayang-dayang pelindung persekutuan dan
roh para leluhur persekutuan.
Dengan demikian, di atas tanah manusia “dapat mencari nafkah seperti
5 Surojo Wignjodipuro, 1982, Pengantar Dan Asas-asas Hukum Adat, PT.Gunung Agung,
Jakarta, hal. 1977.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
bertani, berkebun dan berternak. Di atas tanah pula manusia membangun rumah
sebagai tempat bernaung dan membangun berbagai bangunan lainnya untuk
perkantoran dan sebagainya. Tanah juga mengandung berbagai macam kekayaan
alam yang dapat dimanfaatkan manusia”.6
Di Indonesia, lembaga yang diharapkan tersebut sudah diatur dengan cukup
jelas dalam berbagai ketentuan yang pada akhirnya memberikan pilihan kepada
warga negara untuk menyelesaikan masalah waris. Ada dua instrumen penyelesaian
masalah waris yaitu penyelesaian di luar pengadilan dan penyelesaian di dalam
pengadilan. Masing-masing lembaga mempunyai sifat yang tidak sama. Ada lembaga
yang tidak mempunyai kekuatan memaksa dan ada lembaga yang memiliki kekuatan
yang memaksa. Lembaga pertama disebut lembaga non pengadilan dan lembaga
kedua disebut lembaga pengadila
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (selanjutnya disingkat UUPA) pada pokoknya menentukan jenis-jenis hak
atas tanah yang dapat dimiliki oleh subyek hukum. Beberapa diantaranya yaitu: Hak
Milik, Hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka
tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-
hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA. Namun lebih
lanjut yang akan diba has adalah mengenai Hak Milik atas tanah.
6 Adrian Sutedi, 2007, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah
Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 45.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
Dalam pergaulan hukum dewasa ini maka segala sesuatu hal yang diperbuat
harus dapat dibuktikan oleh para pihak yang membuatnya. Pentinganya pembuktian
atas suatu perbuatan adalah untuk mengantisipasi akibat hukum yang akan terjadi
dibelakang hari. Sehingga dari akibat perselisihan tersebut diperlukan bukti-bukti
dalam bentuk surat atau lebih dikenal dengan sebutan akta.
Akta dibuat oleh pejabat umum yang berwenang untuk itu atau para pihak.
Dengan demikian disebutkan sebagai akta adalah yang memang di dalamnya
menerangkan kejadian –kejadian yang terjadi pada waktu yang lampau dan juga pada
waktu yang akan datang sesuai dengan kegiatan para pihak yang membuat akta jual
beli tanah tersebut.7
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (selanjutnya disingkat UUPA) pada pokoknya menentukan jenis-jenis hak
atas tanah yang dapat dimiliki oleh subyek hukum.
Beberapa diantaranya yaitu: Hak Milik, Hak guna usaha, hak guna bangunan,
hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak
lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan
undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam
Pasal 53 UUPA. Namun lebih lanjut yang akan dibahas adalah mengenai Hak Milik
atas tanah.
Dalam suatu perbuatan hukum, dimana pihak-pihak yang terlibat di dalamnya
terkadang melupakan kepentingan akan keberadaan suata akta jual beli tanah
6 Dr. Habib Adjie,SH,M.hum “Kebatalan Dan Pembatalan Notaris” Pt Refika Aditama April
2013 Cetakan kedua
UNIVERSITAS MEDAN AREA
sehingga dari akibat yang sedemikian apabila timbul perselisihan barulah para pihak
tersebut menyadari kepentingan akan keberadaan suatu akta jual beli tanah.
Salah satu kepentingan suatu akta jual beli tanah adalah dalam pelaksanaan
perjanjian jual beli tanah, baik itu sebagai beban pembuktian maupun juga sebagai
syarat sahnya perjanjian jual beli tanah itu sendiri.
Jual beli pada dasarnya di atur dalam KUHPerdata, tetapi karena objeknya
adalah tanah maka selain memperhatikan ketentuan-ketentuan yang di dalam jual
beli tanah tersebut.
Tanah warisan yang akan diperjualbelikan tentu memiliki konsekuensi dengan
para ahli warisanya yakin setiap ahli waris berhak atas kepemilikan tanah tersebut.
Maka ketika ada satu orang ahli waris menjual tanah warisan dan telah terjadi
kesepakatan antara pihak penjual tanah warisan tersebut dengan pihak pembelinya.8
Namun, setela tanah dijual dan dibayar oleh pembeli secara sah dihadapin saksi, ada
alih waris lain sebenarnya juga berhak atas kepemilikan tanah warisan tersebut
memperseketakan karena merasa dirinya tidak diikutin dalam jual beli tersebut.
Dengan kata lain ahli waris dari tanah warisan tersebut tidak menyetujui untuk
adanya peralihan hak atas tanah untuk dimiliki orang lain sehingga terjadi sengketa
saat jual beli tanah tersebut.
Masalah waris terkait dengan hak-hak kewarisan yaitu siapa yang menjadi
7
Dra. Hasniah Hasan, “Hukum Warisan Dalam Islam” PT. Bina Ilmu, Jl. Tanjung 53E
Surabaya Tahun 1987 hal 30
UNIVERSITAS MEDAN AREA
ahli waris dan berapa bagian ahli waris. Secara logis, penyelesaian masalah sulit
diharapkan jika diserahkan kepada ahli waris karena masing-masing ahli waris
mempunyai kepentingan didalamnya. Secara praktis, masalah waris merupakan pintu
masuk ke permasalahan lain.
Seorang ahli waris harus meminta persetujuan dari ahli waris lainnya apabila
hendak menjual tanah warisanya, sebab ahli waris yang lainnya juga mempunyai hak
atas tanah tersebut. Jika seseorang yang berhak atas tanah warisan membangkitkan
dugaan bahwa dia adalah pemilik satu-satunya dari tanah tersebut, maka pemilikan
tersebut tidak boleh dianggap diadakan berdasarkan persyaratan-persyaratan secara
diam-diam. Akan tetapi jika ada ahli waris lainya yang juga berhak atas tanah
tersebut tidak dilibatkan, dalam arti tidak ada persetujuannya, maka akan terjadi
sengketa atas jual beli tanah tersebut. Timbulnya sengketa bermula dari pengaduan
ahli waris yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah warisan, baik
terhadap status tanah, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat meperoleh
penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada saat
sekarang ini banyak terjadi penjualan tanah yang merupakan warisan dari pewaris
tanpa sepengetahuan dari seluruh ahli waris yang ada. Dalam arti bahwa salah satu
ahli waris tersebut berusaha untuk menguasai tanah warisan tersebut serta tidak mau
lagi dengan ahli waris lainnya. Hal tersebut diatas pada ahkirnya akan menjadi suatu
permasalahkan yang harus diselesaikan melaliun jalur pengadilan, karena para pihak
beranggap tidak dapat lagi menyelesaikan permasalahan tersebut secara kekeluargaan
dan secara musyawarah dan mufakat.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
Notaris adalah salah satu instrumen lembaga yang disebutkan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang kewenangannya berhubungan erat dengan
pembuatan akta otentik dan kewenangan lainnya. Berangkat dari kebutuhan akan
suatu alat pembuktian yang sempurna sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata selain juga kebutuhan akan
suatu kebenaran materil, Notaris mempunyai peran dan tugas yang penting dan
strategis serta kedudukan yang terhormat, setidaknya itulah yang dapat dibaca dari
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Penguatan dan penegasan akan peran dan tugas Notaris semakin
disempurnakan dengan dilengkapi dan disempurnakannya aturan-aturan kenotarisan
diantaranya adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris selain memang karena amanat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
kehadiran unang-undang yang populer dengan nama Undang-Undang Jabatan Notaris
adalah untuk memenuhi kebutuhan tentang aturan yang jelas tentang Notaris.
Dalam masalah waris, Notaris diberikan peran dan tugas tertentu. Pemisahan
harta waris dilaksanakan dalam suatu akta di muka seorang Notaris. Perlu dicatat
bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberlakukan ketentuan ini bagi
golongan Tiong Hoa, artinya untuk golongan warga negara Indonesia asli
diberlakukan ketentuan lain di luar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Ketentuan tentang pemberlakuan tersebut menjadi semacam acuan bagi
instansi lain dalam membuat aturan yang bersifat lokal yang lama-lama menjadi
bersifat nasional karena menjadi suatu kebiasaan umum. Contohnya adalah instansi
Badan Pertanahan Nasional
UNIVERSITAS MEDAN AREA
Secara formal, output yang dihasilkan dalam pemisahan harta peninggalan
adalah Akta Pembagian dan Pemisahan Harta Peninggalan yang dibuat oleh Notaris
sedangkan secara materil adalah sebagaimana tercantum dalam isi Akta Pembagian
dan Pemisahan Harta Peninggalan meliputi siapa ahli warisnya, berapa bagian
masing-masing ahli waris dan harta peninggalan mana saja yang kemudian
dipisahkan untuk kemudian menjadi hak ahli waris.
Keterangan mewaris yang dibuat oleh Notaris pada hakikatnya adalah puncak
dari suatu keyakinan Notaris terhadap apa yang didengarnya, dilihatnya melalui
dokumen resmi yang diberikan oleh pihak/ahli waris yang hendak dibuatkan
keterangan mewarisnya sehingga itulah kebenaran dari sudut pandang Notaris.
Walaupun demikian, ternyata pada prakteknya keterangan mewaris yang dibuat olen
Notaris tidak selamanya mampu memuaskan ahli waris atau bahkan pihak ketiga
sehingga keterangan mewaris yang dibuat oleh Notaris digugat oleh pihak yang
merasa kepentingannya dirugikan.
Pembacaan akta oleh notaris merupakan keharusan dalam setiap pembuatan
akta otentik, pembaca akta merupakan bagian dari verlijen atau peresmian akta (
pembaca dan penandatangan ). Oleh karena akta tersebut dibuat oleh notaris.
Berdasarkan latar belakang diatas makan penulis tertarik untuk melakukan
penulisan dengan judul : kedudukan notaris dalam perjanjian jual beli tanah warisan
tanpa persetujuan ahli waris.
1.2. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah yang diajukan dalam penelitian skripsi ini adalah
sebagai berikut :
UNIVERSITAS MEDAN AREA
1. Peran notaris dalam pembuatan akta jual beli tanah.
2. Surat apa saja yang bisa dikeluarkan oleh notaris.
3. Kedudukan notaris dalam melakukan perjanjian tanpa ahli waris.
1.3. Pembatasan Masalah
Untuk manfokuskan permasalahan, maka dari identifikasi masalah diatas,
penulis pada skripsi yang berjudul “KEDUDUKAN NOTARIS DALAM
PERJANJIAN JUAL BELI TANAH WARISAN TANPA PERSETUJUAN AHLI
WARIS” yang akan melakukan studi di kantor notaris lubuk pakam dengan
pembatasan masalah tentang bagaimana peran notaris dalam pembuatan akta jual beli
tanah.
1.4. Perumusan Masalah
Dilihat dari idenfikasi dan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Akibat Hukum terhadap Notaris dalam membuat perjanjian jual beli tanah
warisan tanpa perjanjian ahli waris?
2. Bagaiman Kedudukan notaris dalam melakukan perjanjian tanpa ahli
waris?
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kedudukan notaris dalam perjanjian jual beli
terkhususnya tanah waris
UNIVERSITAS MEDAN AREA
2. Untuk mengetahui peran dan hambatan yang dihadapi notaris dalam menjadi
pihak ketiga di sengketa tanah ahli waris. Dan apa saja yang dilakukan oleh
notaris dalam menghadapai hambatan yang dihadapi serta solusinya.
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang peneliti lakukan ini antara
lain :
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk
melahirkan beberapa konsep ilmiah yang pada gilirannya akan memberikan
sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum keperdataan
khususnya mengenai kedudukan notaris dalam sengketa tanah waris. Dan
diharapkan dapat menambah literatur dan bahan-bahan informasi ilmiah yang
dapat dijadikan acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap
berikutnya. Dan jugan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang
diteliti.
2. Secara Praktis
a. Sebagai pedoman dan masukan bagi semua pihak terutama masyarakat agar
lebih memahami apa itu waris dan bagaimana penyelesaiannya jika terjadi
suatu sengketa atau adanya wanprestasi di dalam waris. Sebagai bahan
informasi semua pihak yang berkaitan dengan perkembangan ilmu hukum
keperdataan.
b. Sebagai bahan kajian lebih lanjut terhadap kalangan akademis untuk
menambah wawasan dalam bidang hukum keperdataan khususnya dalam
perjanjian jual beli tanah warisan.
UNIVERSITAS MEDAN AREA
UNIVERSITAS MEDAN AREA