Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
38
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Informasi yang berkaitan dengan laba (earnings) mempunyai peran
sangat penting bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap suatu
perusahaan. Laba dapat digunakan sebagai dasar didalam pengambilan
keputusan seperti pembagian bonus atau insentif kepada manajer,
pengukur prestasi atau kinerja manajemen, dan dasar penentuan
besarnya pengenaan pajak oleh pihak internal dan eksternal perusahaan
(Wijayanti, 2006). Oleh karena itu, kualitas laba menjadi pusat
perhatian bagi investor, kreditor, pembuat kebijakan akuntansi, dan
pemerintah. Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat
mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings), dapat
mempertahankan jumlah laba dimasa depan, relevan, dan reliabel
(Penman, 2001).
Kualitas laba dari suatu perusahaan sering dikaitkan dengan
persistensi laba, karena persistensi laba merupakan komponen dari
karakteristik kualitatif relevansi yaitu predictive value (Jonas dan
Blanchet, 2000).
Laba yang tidak terlalu berfluktuatif merupakan ciri-ciri dari laba
yang persisten dan kualitas laba yang dilaporkan perusahaan adalah baik
(Andi dan Ida, 2013).
39
Informasi mengenai laba dapat ditemukan pada laporan keuangan
perusahaan. Penyusunan laporan keuangan oleh perusahaan salah
satunya digunakan sebagai dasar penilaian kinerja dan keadaan
finansial. Laporan keuangan perusahaan selain ditujukan untuk
kepentingan pemegang saham juga ditujukan untuk kepentingan
perpajakan, sehingga untuk perhitungan pajak perusahaan harus
membuat laporan keuangan fiskal. Standar yang mengatur
penyusunan laporan keuangan fiskal adalah peraturan perpajakan,
sedangkan standar yang mengatur penyusunan laporan keuangan
komersial adalah Standar Akuntansi Keuangan. Dasar yang berbeda
dalam penyusunan laporan keuangan tersebut dapat menimbulkan
terjadinya perbedaan penghitungan laba (rugi) perusahaan. Perbedaan
itulah yang menimbulkan istilah book-tax differences dalam analisis
perpajakan (Resmi, 2011:369). Adanya 2 jenis laba tersebut
menyebabkan laba yang dihasilkan perusahaan berbeda sehingga
mempengaruhi kualitas laba. Persistensi merupakan salah satu
karakteristik kualitatif relevansi laba, maka semakin besar perbedaan
antara laba akuntansi dengan laba fiskal persistensi laba perusahaan akan
semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil perbedaan laba akuntansi
dengan laba fiskal, maka semakin tinggi persistensi laba yang
dimiliki oleh perusahaan. Persistensi laba ditentukan oleh komponen
akrual dan aliran kas yang terkandung dalam laba saat ini yang
mewakili sifat transitori dan permanen laba (Hanlon, 2005). Laporan
arus kas merupakan salah satu laporan keuangan pokok, di samping neraca
40
dan laporan laba rugi. Nilai yang terkandung didalam arus kas atau aliran
kas pada suatu periode mencerminkan nilai laba dalam metode kas (cash
basis). Data arus kas merupakan indikator keuangan yang lebih baik
dibandingkan dengan akuntansi karena arus kas relatif lebih sulit
untuk dimanipulasi. Arus kas dari aktivitas operasi terutama
diperoleh dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan sehingga
semakin tingginya aliran kas operasi terhadap laba, maka akan semakin
tinggi pula kualitas laba tersebut (Andreani dan Vera, 2014).
Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba tidak dapat
terlepas dari sumber modal perusahaan guna membiayai kegiatan
perusahaan agar dapat terus mengembangkan usahanya dan
menghasilkan laba yang maksimal. Salah satu sumber modal
perusahaan adalah hutang. Tingkat hutang yang tinggi dari perusahaan
akan menyebabkan perusahaan meningkatkan persistensi laba dengan
tujuan untuk mempertahankan kinerja perusahaan yang baik di mata
auditor dan investor (Fanani, 2010).
TABEL 1.1
TAHUN ALIRAN KAS
OPERASI
LABA AKUNTANSI-
LABA FISKAL
TINGKAT
HUTANG
PERSISTENSI
LABA
2010 1,919,864,074 -0.00359 0.62583 16,849,363,559
2011 -351,459,738 0.00660 0.68131 20,238,873,881
2012 36,586,058,071 0.00938 0.83348 14,259,705,007
2013 18,935,641,209 -0.00175 0.87980 48,843,003,420
2014 35,119,929,804 0.00409 0.82305 38,627,797,717
41
Pada tabel 1.1 dan gambar 1.1 dapat dilihat bahwa pada tahun 2011
terjadi adanya kenaikan persistensi laba meskipun aliran kas operasi
mengalami penurunan sedangkan pada laba akuntansi dengan laba fiskal
dan tingkat hutang mengalami kenaikan hal ini bertentangan pada aliran
kas operasi dan laba akuntansi dengan laba fiskal yang menyatakan bahwa
kenaikan aliran kas operasi menyebabkan terjadinya kenaikan pada
persistensi laba begitupun sebaliknya dan kenaikan laba akuntansi dengan
laba fiskal menyebabkan penurunan pada persistensi laba begitupun
sebaliknya.
Pada tahun 2012 terjadi kenaikan aliran kas operasi, laba akuntansi
dengan laba fiskal dan tingkat hutang, akan tetapi kenaikan dari ketiga
variabel tersebut berdampak persistensi laba pada tahun 2012 mengalami
penurunan dari tahun 2011. Hal tersebut bertentangan dengan pernyataan
bahwa kenaikan pada laba akuntansi dengan laba fiskal menyebabkan
penurunan persistensi laba.
Tahun 2013 mengalami penurunan pada aliran kas operasi dan laba
akuntansi dengan laba fiskal serta adanya kenaikan pada tingkat hutang
42
dan kenaikan pada persistensi laba pada tahun 2013. Di tahun 2014 terjadi
penurunan persistensi laba yang diiringi dengan kenaikan pada aliran kas
operasional dan laba akuntansi dengan laba fiskal, serta penurunan pada
tingkat hutang.
Kenaikan signifikan persistensi laba dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2014 ada pada tahun 2013, yaitu sebesar 48.843.003.420,
sehingga perusahaan harus berupaya mempertahankan laba atau bahkan
meningkatkan labanya. Salah satu faktor untuk menarik investor adalah
dengan laba yang tidak berfluktuasi dengan demikian investor tetap akan
berinvestasi pada perusahaan.
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian ini menguji
pengaruh aliran kas operasi, perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal, dan
tingkat hutang terhadap persistensi laba di perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan
jasa yang terdaftar di BEI. Hal ini dilakukan dengan alasan pemilihan
sektor perdagangan jasa dan investasi merupakan perusahaan musiman
yang memiliki laba lebih berfluktuasi dibandingkan perusahaan
manufaktur dan yang lainnya sehingga dalam upaya mempertahankan laba
persisten lebih sulit.
2. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
a. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat
diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:
43
1) Arus kas dari aktivitas operasi diperoleh dari aktivitas
penghasil utama pendapatan perusahaan sehingga
mencerminkan nilai laba, arus kas merupakan indikator
keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan akuntansi
karena arus kas relatif lebih sulit untuk dimanipulasi.
2) Adanya 2 jenis laba yaitu laba akuntansi dan laba fiskal
menyebabkan laba yang dihasilkan perusahaan berbeda
sehingga mempengaruhi kualitas laba yang diukur melalui
salah satu komponen nilai prediktif laba yaitu persistensi laba.
3) Tingkat hutang yang tinggi dari perusahaan akan
menyebabkan perusahaan meningkatkan persistensi laba
dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja perusahaan yang
baik di mata auditor dan investor.
4) Volatilitas penjualan menunjukkan fluktuasi lingkungan operasi
dan penyimpangan aproksimasi yang besar dan berhubungan
dengan kesalahan estimasi yang lebih besar sehingga
menyebabkan persistensi laba yang rendah dan besaran akrual
mempengaruhi persistensi laba karena semakin banyak akrual
berarti semakin banyak estimasi dan error estimasi, dan karena
itu persistensi laba akan semakin rendah.
44
b. Pembatasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1) Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2010 sampai dengan 2014.
2) Data yang digunakan adalah data sekunder laporan keuangan
perusahaan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2010 sampai dengan 2014.
3) Variabel independen dalam penelitian ini yaitu Aliran Kas
Operasi, Perbedaan antara Laba Akuntansi dengan laba Fiskal,
dan Tingkat Hutang.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
a. Apakah aliran kas operasi mempunyai pengaruh terhadap
persistensi laba?
b. Apakah perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal
mempunyai pengaruh terhadap persistensi laba?
c. Apakah tingkat hutang mempunyai pengaruh terhadap persistensi
laba?
d. Apakah aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi dengan
laba fiskal, dan tingkat hutang mempunyai pengaruh simultan
terhadap persistensi laba?
45
4. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
a. Menganalisis pengaruh aliran kas operasi terhadap
persistensi laba.
b. Menganalisis pengaruh perbedaan antaralaba akuntansi
dengan laba fiskal terhadap persistensi laba.
c. Menganalisis pengaruh tingkat hutang terhadap persistensi
laba.
d. Menganalisis pengaruh simultan aliran kas operasi,
perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal, dan
tingkat hutang terhadap persistensi laba.
5. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah :
a. Manfaat akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan
dibidang ekonomi khususnya akuntansi keuangan.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
diperlukan kepada pihak-pihak yang terkait dalam usaha
meningkatkan dan mengembangkan perusahaan untuk lebih baik.
46
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
1. KAJIAN PUSTAKA
a. Teori keagenan
Teori keagenan adalah kumpulan kontrak antara pemilik
sumber daya ekonomis dan manajer yang mengurus penggunaan serta
pengendalian sumber daya tersebut (Jensen dan Meckling, 1976).
Kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemilik tersebut dapat
menimbulkan konflik yang secara eksplisit maupun implisit tercermin
dalam laporan keuangan (Astika, 2010:65).
Sesuai dengan agency theory, motivasi manajemen dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu opportunistic dan signaling
(Beaver, 2002). Pada motivasi opportunistic, manajemen melalui
kebijakan aggressive accounting menghasilkan angka laba lebih tinggi
daripada laba yang sesungguhnya. Apabila laporan laba tidak dapat
menggambarkan laba yang sesungguhnya, maka laporan laba mengarah
pada overstate earnings. Laba yang mengarah pada overstate earnings
mengakibatkan laba menjadi kabur (opaque). Motivasi opportunistic yang
dilakukan oleh manajemen berhubungan dengan kompensasi berdasarkan
kontrak yang disepakati dengan pihak pemilik.
Pada motivasi signaling, manajemen menyajikan informasi
keuangan (khususnya laba) diharapkan dapat memberikan sinyal
47
kemakmuran kepada para pemegang saham. Laporan laba yang dapat
memberikan sinyal kemakmuran adalah laba yang relatif tumbuh dan
stabil (sustainable). Sustainable earnings adalah laba yang mempunyai
kualitas tinggi dan sebagai indikator future earnings disebut sebagai
persistensi laba (Penman dan Zhang, 2002).
b. Persistensi Laba
Persistensi laba mengindikasikan laba yang berkualitas karena
menunjukkan bahwa perusahaan dapat mempertahankan laba dari waktu
ke waktu. Investor menginginkan laba yang persisten karena investor
dapat memprediksi nilai perusahaan yang tercermin dalam harga
saham.
Persistensi laba merupakan revisi laba yang diharapkan di masa
depan yang tercermin dari laba tahun berjalan (Meythi, 2006).
Persistensi laba adalah revisi laba yang diharapkan di masa mendatang
(expected future earnings) yang diimplikasikan oleh laba tahun berjalan
yang dihubungkan dengan perubahan harga saham (Scot, 2009).
Semakin permanen laba dari waktu ke waktu semakin tinggi earnings
response coefficientnya. Hal ini mengindikasikan laba yang diperoleh
perusahaan tersebut meningkat terus menerus.
Persistensi laba sering digunakan sebagai pertimbangan kualitas
laba karena persistensi laba merupakan komponen dari karakteristik
kualitatif relevansi yaitu predictive value (Jonas dan Blanchet, 2000)
dalam Martani dan Aulia (2008). Persistensi diukur dengan
48
menggunakan koefisien dari regresi antara laba akuntansi periode
sekarang dengan periode yang akan datang (Wijayanti,2006).
Di dalam penelitian ini yang digunakan sebagai proxy dari
persistensi laba adalah laba akuntansi sebelum pajak (PTBI) atau laba
operasi (Asma, 2013).Laba yang digunakan adalah laba operasi. Laba
operasi memiliki tingkat persistensi yang tinggi karena merupakan
pendapatan yang berasal dari kegiatan utama perusahaan (Sugiri, 2003).
Laba akuntansi sebelum pajak (PTBI) adalah laba atau rugi bersih
yang diperoleh perusahaan sebelum dikurangi dengan beban pajak.
Persistensi laba dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Ket : PTBIt+1 = Laba akuntansi sebelum pajak periode mendatang.
PTBIt = Laba akuntansi sebelum pajak periode saat ini.
c. Aliran kas
1) Pengertian aliran kas
Menurut IAI dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor 2 tahun 2009, aliran kas masuk dan aliran kas keluar atau setara
kas adalah investasi yang sifatnya sangat liquid, berjangka pendek dan
dapat dengan cepat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa
menghadapi resiko perubahan pada nilai yang signifikan. Informasi
aliran kas sering digunakan sebagai indikator dari jumlah waktu dan
kepastian aliran kas masa depan.
PTBI t+1 = γ0 + γ1 PTBI t + Ut+1
49
Aliran kas masuk (cash inflow) merupakan sumber-sumber dari
mana kas diperoleh sedangkan arus kas keluar (cash outflow) merupakan
kebutuhan kas untuk pembayaran-pembayaran (Martono dan Harjito,
2012).
Dari definisi diatas, dapat diketahui bahwa aliran kas atau arus kas
merupakan jumlah kas yang mengalir masuk dan keluar dari suatu periode
tertentu. Dengan kata lain, aliran kas adalah perubahan yang terjadi dalam
pos kas suatu periode tertentu.
2) Pengertian laporan aliran kas
Kieso et al. (2011) menyatakan definisi laporan aliran kas adalah :
“The statement of cash is a primary statements that reports the cash
receipt, cash payment and net change resulting from the operating,
investing and financial activities of an enterprise during a period”.
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 2 Tahun 2009
menyatakan, laporan aliran kas melaporkan aliran kas selama periode
tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi dan
pendanaan (Ikatan Akuntansi Indonesia 2013).
3) Klasifikasi aliran kas
a) Aktivitas operasi
Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan
perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang
bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Aliran
kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari aktivitas penghasil
50
utama pendapatan entitas. Pada umumnya arus kas tersebut berasal
dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi penentapan laba
atau rugi bersih (Syakur, 2009).
Dalam PSAK Nomor 2 paragraf 13 (IAI : 2009) menyatakan
bahwa jumlah aliran kas yang berasal dari aktivitas operasi
merupakan indikator yang menentukan apakah dari operasinya
perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi
pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar
deviden dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada
sumber pendanaan dari luar. Informasi mengenai unsur tertentu arus kas
historis bersama dengan informasi lain, berguna dalam memprediksi
arus kas operasi masa depan.
b) Aktivitas investasi
Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva jangka
panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas.
Pengungkapan terpisah arus kas yang berasal dari aktivitas investasi
perlu dilakukan sebab arus kas tersebut mencerminkan penerimaan dan
pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan untuk
menghasilkan pendapatan dan arus kas masa depan (Syakur, 2009).
c) Aktivitas pendanaan
Aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan
perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman
perusahaan. Pengungkapan arus kas yang timbul dari transaksi ini berguna
51
untuk memprediksi klaim terhadap arus kas masa depan oleh para
pemasok modal perusahaan (Syakur, 2009).
Informasi arus kas berguna untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas, sehingga
memungkinkan para pengguna mengembangkan model untuk menilai
dan membandingkan nilai sekarang dari laporan arus kas dengan
laporan arus kas masa depan dari berbagai perusahaan.
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus utama adalah dari
aktivitas operasi. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya aliran kas
operasi terhadap laba maka akan semakin tinggi pula kualitas laba
tersebut.
d. Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal
Rekonsiliasi fiskal merupakan penyesuaian-penyesuaian terhadap
laporan keuangan komersial berdasarkan ketentuan peraturan
perpajakan di Indonesia. Rekonsiliasi fiskal tersebut dilakukan pada
akhir periode pembukuan yang menyebabkan terjadi perbedaan antara
laba akuntansi dan laba fiskal. Perbedaan tersebut disebabkan oleh
ketentuan pengakuan dan pengukuran yang berbeda antara standar
akuntansi keuangan dan peraturan pajak. Perbedaan tersebut secara umum
dikelompokkan kedalam perbedaan permanen dan perbedaan temporer
atau waktu (Martani dan Persada, 2009).
52
Perbedaan permanen disebabkan oleh pengaturan yang berbeda
terkait dengan pengakuan penghasilan dan biaya antara standar
akuntansi keuangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Jadi dapat dikatakan bahwa berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, ada beberapa penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak, sedangkan secara komersial penghasilan
tersebut diakui sebagai penghasilan. Begitu juga sebaliknya, ada
beberapa biaya sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan
termasuk biaya fiskal yang tidak boleh dikurangkan, sedangkan
menurut komersial biaya tersebut diperhitungkan sebagai biaya (Lestari,
2011).
Perbedaan temporer atau waktu disebabkan karena adanya
perbedaan waktu pengakuan penghasilan dan biaya untuk penghitungan
laba. Perbedaan ini terjadi karena berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan terdapat penghasilan atau biaya yang
boleh dikurangkan pada periode akuntansi terdahulu atau periode
akuntansi berikutnya dari periode akuntansi sekarang. Sementara itu,
komersial mengakuinya sebagai penghasilan atau biaya pada periode
yang bersangkutan (Lestari, 2011).
Penghasilan kena pajak atau laba fiskal merupakan terminologi
pada perpajakan yang berarti laba atau rugi selama satu periode yang
dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan menjadi dasar
penghitungan pajak penghasilan. Di sisi lain, laba akuntansi yang
digunakan standar akuntansi keuangan merupakan laba bersih atau
53
rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi dengan beban pajak.
(Martini dan Persada, 2009).
Tujuan pajak perusahaan hanya untuk mengakui pendapatan yang
diterima dan biaya yang dikeluarkan pada periode yang bersangkutan
(Wijayanti, 2006). Dengan kata lain, pendapatan dicatat ketika kas
diterima, penangguhan pendapatan (unearned) tidak dimasukkan dalam
laba fiskal, dan biaya diakui pada saat kas dikeluarkan (cash basic). Lagi
pula, peraturan pajak tidak memberikan banyak kebebasan bagi
manajemen untuk memilih prosedur akuntansi dalam pelaporan
pajaknya. Peraturan pajak tidak memperkenankan adanya
pengestimasian dan pencadangan biaya yang dapat mengurangi
penghasilan kena pajak.
Penelitian ini hanya memfokuskan pada perbedaan temporer sesuai
dengan model penelitian Hanlon (2005). Penelitian ini tidak
menggunakan perbedaan permanen dalam analisis utama, karena
perbedaan permanen hanya mempengaruhi periode terjadinya saja dan
tidak mengindikasikan kualitas laba , selain itu perbedaan permanen
tidak menimbulkan konsekuensi adanya penambahan atau pengurangan
jumlah pajak masa depan. Sebaliknya, perbedaan temporer dapat
menimbulkan jumlah pajak yang dapat ditambahkan atau dikurangkan
dimasa depan (future taxable and future deductible amounts),
sehingga dapat digunakan untuk penilaian kualitas laba masa depan.
Perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah pajak di
masa depan akan diakui sebagai utang pajak tangguhan dan
54
perusahaan harus mengakui adanya biaya pajak tangguhan (deferred
tax expense), sehingga kenaikan utang pajak tangguhan konsisten
dengan perusahaan yang mengakui pendapatan lebih awal atau
menunda biaya untuk pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak.
Sebaliknya, perbedaan temporer yang dapat mengurangi jumlah pajak
dimasa depan akan diakui sebagai aktiva pajak tangguhan dan
perusahaan harus mengakui adanya keuntungan atau manfaat pajak
tangguhan (deferred tax benefit), yang berarti bahwa kenaikan aktiva
pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui biaya
lebih awal atau menangguhkan pendapatannya untuk tujuan pelaporan
keuangan dibanding pelaporan pajak (Phillips et al., 2003 dalam
Wijayanti, 2006).
Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal
menggunakan proksi beban pajak tangguhan (Wiryandari:2008), dengan
formula sebagai berikut:
e. Tingkat Hutang
Hutang diartikan sebagai seluruh kewajiban perusahaan kepada
kreditor atau pihak lain yang memberikan pinjaman modal kepada
perusahaan (Munawir, 2004:18). Kewajiban atau hutang adalah semua
kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak-pihak lain yang belum
terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal suatu
Beban pajak tangguhan it
Total aset i (t-1)
55
perusahaan. Kewajiban dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu
kewajiban lancar (kewajiban jangka pendek) dan kewajiban jangka
panjang.
Tingkat hutang yang besar akan menyebabkan perusahaan
meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk mempertahankan
kinerja perusahaan yang baik di mata auditor dan investor (Fanani,
2010). Hasil penelitian Pagalung (2006) menunjukan bahwa adanya
pengaruh positif antara tingkat hutang terhadap persistensi laba. Tingkat
hutang diukur dengan proksi rasio hutang terhadap total aktiva. Rasio
hutang terhadap total aktiva didapat dari membagi total hutang perusahaan
dengan total aktivanya, yaitu :
f. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
no Judul, Nama, Tahun Variabel Hasil
1 Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Persistensi Laba Pada
Perusahaan Manufaktur di BEI
(Andreani dan Vera, 2014)
Variabel Dependen :
Persistensi laba
Variabel Independen :
Aliran Kas Operasi,
Perbedaan Laba
Akuntansi dengan Laba
Fiskal, Tingkat Hutang
Aliran kas operasi
berpengaruh signifikan
terhadap persistensi laba,
perbedaan laba akuntansi
dengan laba fiskal dan
tingkat hutang tidak
berpengaruhi signifikan
terhadap persistensi laba.
2 Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi,
Laba Fiskal, Tingkat Hutang Pada
Persistensi Laba (Andi dan Ida, 2013)
Variabel Dependen :
Persistensi Laba dengan
proxy laba sebelum pajak
tahun depan.
Variabel Independen :
Large negative book-tax
large negative book-tax
differencestidak memiliki
persistensi laba yang
lebih rendah darismall
book-tax differences.
large positive book-tax
differences memiliki
Debt to Total Assets Ratio : Total Hutang
Total Aktiva
56
differences,Large positive
book—tax differences,
Small book-tax
differences, Tingkat
hutang diukur dengan
rasio solvabilitas.
persistensi laba yang
lebih rendah dari small
book-tax differences.
Tingkat hutang tidak
berpengaruh signifikan
pada persistensi laba.
3 Pengaruh Aliran Kas dan Perbedaan
Antara Laba Akutansi dengan Laba
Fiskal terhadap Persistensi Laba (Asma,
2013)
Variabel Dependen :
Persistensi Laba dengan
koefisien regresi antara
laba akuntansi sebelum
pajak periode masa depan
dengan laba akuntansi
sebelum pajak periode
sekarang.
Variabel independen :
Aliran Kas dihitung
berdasarkan total aliran
kas operasi. Perbedaan
Laba Akuntansi dengan
Laba Fiskal
menggunakan proxy
beban pajak tanggguhan.
Aliran kas operasi
berpengaruh signifikan
positif terhadap
persistensi laba.
Perbedaan laba akuntansi
dengan laba fiskal
berpengaruh signifikan
negatif terhadap
persistensi laba.
4 Analisis Faktor-Faktor Penentu
Persistensi Laba (Fanani, 2010)
Variabel Dependen :
Persistensi Laba
Variabel Independen :
Volatilitas arus kas,
besaran akrual, volatilitas
penjualan, operasi
peruusahaan.
Volatilitas arus kas
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap
persistensi laba, besaran
akrual berpengaruh
negatif dan signifikan
terhadap persistensi laba,
volatilitas penjualan
berpengaruh negatif dan
signifikan secara
signifikan terhadap
persistensi laba, tingkat
hutang berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap persistensi laba,
siklus operasi tidak
berpengaruh signifikan
terhadap persistensi laba
5 Hubungan Perbedaan Laba Akuntansi
dan Laba Pajak dengan Perilaku
Manajemen Laba dan Persistensi Laba
(Wiryandari dan Yulianti, 2008).
Laba akuntansi sebelum
pajak, pajak tangguhan,
large positive book tax
differences, aliran kas
operasi, laba akrual.
Beban pajak tangguhan
dan akrual tidak terbukti
dapat digunakan untuk
mendeteksi manajemen
laba dengan tujuan untuk
menghindari penurunan
laba. large positive book
tax differences
mempunyai persistensi
laba yang lebih rendah
6 Analisis Perbedaan Antara Laba
Akuntansi dan Laba FiskalTerhadap
Persistensi Laba, Akrual, dan Aliran
Kas pada Perusahaan Perbankan yang
Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
(Djamaluddin,dkk, 2008)
Laba sebelum pajak masa
depan.Kumulatif return
tidak normal masa depan.
Aliran kas operasi.Laba
akrual. book-tax
differences
perusahaan dengan book-
taxdifferencesbesar dan
akrual tidak terbukti
secara statistikmempunyai
persistensi laba lebih
rendah dibanding
perusahaan dengan book
tax differences kecil harga
saham mampu
mencerminkan informasi
laba sekarang untuk
memprediksikan laba
mendatang.
57
7 Pengaruh Arus Kas Operasi Terhadap
Harga Saham Dengan Persistensi Laba
Sebagai Variabel Intervening (Meythi,
2006).
Variabel Dependen :
Harga Saham
Variabel Independen :
Arus kas operasi, dan
persistensi laba
Arus kas operasi tidak
berpengaruh terhadap
harga saham dan
persistensi laba,
persistensi laba juga tidak
berpengaruh terhadap
harga saham.
8 AnalisisPengaruhPerbedaanantara
LabaAkuntansidan LabaFiskal terhadap
Persistensi Laba, Akrual, dan Arus Kas
(Wijayanti, 2006)
Variabel Dependen :
Laba sebelum pajak
masa depan (PTBIt+1)
sebagai proksi laba
akuntansi dan Kumulatif
return tidak normal
masa depan (CARt+1)
sebagai proksi perubahan
harga saham.
Variabel Independen :
Aliran kas operasi
(PTCF) sebagai proksi
komponen laba
permanen, laba akrual
(PTACC) sebagai proksi
komponen laba
transitori, perbedaan
antara laba akuntansi
dan laba fiskal (book-tax
differences) sebagai
proksi discretionary
accrual.
Book-tax differences
secara negatif
berpengaruh signifikan
secara statistik terhadap
persistensi laba akuntansi
satu periode ke depan,
perusahaan dengan large
(negative) positive book
tax differences signifikan
secara statistik
mempunyai persistensi
laba lebih rendah yang
disebabkan oleh
komponen akrualnya
daripada
perusahaandengan small
book-tax differences, dan
harga saham tidak
mencerminkan informasi
yang digunakan dalam
model ekspektasi.
9 The Persistence and Pricing of
Earnings, Accrual and Cash Flows
when Firm Have Large Book Tax
Differences(Hanlon, 2005).
Earning persistence,
accrual, cash flow,
deffered tax.
perusahaan dengan
positive book tax
differences yang besar
cenderung memiliki
persistensi laba yang lebih
rendah dibandingkan
perusahaan dengan small
book tax differences yang
kecil, dan perusahaan
dengan negative book tax
differences yang besar
cenderung memiliki
persistensi laba, akrual,
dan arus kas yang lebih
rendah dibandingkan
perusahaan dengan book
tax differences yang kecil.
2. Kerangka pemikiran
Informasi laba digunakan untuk menilai kinerja suatu
perusahaan, apakah perusahaan tersebut melaporkan labanya lebih
tinggi atau lebih rendah dari tahun sebelumnya serta menilai prospek
perusahaan di masa mendatang. Pentingnya informasi laba dalam
58
mengambil keputusan menyebabkan kualitas laba yang dilaporkan
perusahaan menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan oleh para
pengguna laporan keuangan. Kualitas laba yang rendah akan membuat
investor dan kreditor salah dalam pengambilan keputusan. Namun
tidak jarang perusahaan melakukan manipulasi laba dalam melaporkan
labanya, sehingga mengakibatkan kualitas laba menjadi buruk dan
kurang persisten.
Laba yang berkualitas adalah laba yang persisten, yaitu laba yang
lebih bersifat permanen dan tidak bersifat transitori (sementara).
Investor akan lebih melirik angka laba yang memilikipersistensi diatas
nol dan di bawah satu.Sifat transitori dan permanen dari persistensi laba
umumnya ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kas yang
tercermin dalam laba saat ini (Diana dan Indra, 2004). Aliran kas
operasi disebut sebagai proksi kualitas laba, dimana kualitas laba akan
semakin baik seiring semakin tingginya aliran kas operasi terhadap laba.
Dalam melakukan keputusan pendanaan (struktur modal),
perusahaan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis sumber
pendanaan yang ekonomis. Sumber pendanaan yang dipilih oleh
perusahaan harus bertujuan mendatangkan keuntungan dan lebih besar
dari biaya aset. Apabila perusahaan memilih hutang sebagai sumber
pendanaanya maka akan timbul beberapa konsekuensi dari pinjaman
tersebut seperti pembayaran bunga dan pokok pinjaman.
Sesuai dengan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
persistensi laba dipengaruhi oleh aliran kas dan perbedaan laba
59
akuntansi dengan laba fiskal. Pengukuran aliran kas menggunakan
aliran kas operasi, yaitu dari total aliran kas dari aktivitas operasi pada
tahun berjalan. Pengukuran perbedaan laba akuntansi dengan laba
fiskal menggunakan proksi beban pajak tangguhan.
Gambar 2.1
Kerangka pemikiran pengaruh aliran kas, perbedaan antara laba akuntansi
dengan laba fiskal, dan tingkat hutang terhadap persistensi laba
H1
H2
H3
H4
3. Hipotesis penelitian
Hipotesis adalah penjelasan sementara yang harus diuji
kebenarannya mengenai masalah yang dipelajari, dimana suatu hipotesis
selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua
variabel atau lebih.
Aliran Kas Operasi (X1)
Perbedaan Laba
Akuntansi dengan Laba
Fiskal (X2)
Persistensi Laba (Y)
Tingkat Hutang (X3)
60
a. Pengaruh aliran kas operasi terhadap persistensi laba
Data arus kas merupakan indikator keuangan yang lebih
baik dibandingkan dengan akuntansi karena arus kas relatif lebih
sulit untuk dimanipulasi. Sehingga semakin tingginya aliran kas
operasi terhadap laba maka akan semakin tinggi pula kualitas laba
tersebut (Andreani dan Vera, 2014). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Andreani dan Vera (2014) serta Asma (2013) menyatakan bahwa
aliran kas operasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
persistensi laba, hasil ini berbeda dengan penelitian Hanlon (2005)
yaitu aliran kas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi
laba sedangkan pada penelitian Meythi (2006) yaitu aliran kas tidak
berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba, maka penulis akan
mengembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut :
Ha1: Aliran kas operasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
persistensi laba.
b. Pengaruh perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal
terhadap persistensi laba.
Adanya 2 jenis laba tersebut menyebabkan laba yang
dihasilkan perusahaan berbeda sehingga mempengaruhi kualitas
laba. Persistensi merupakan salah satu karakteristik kualitatif
relevansi laba. Peneliti yang melakukan penelitian perbedaan antara
laba akuntansi dan laba fiskal seperti Wijayanti (2006), Wiryandari dan
Yulianti (2008) serta Hanlon (2005) memperoleh hasil penelitian yang
sama bahwa perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal
61
mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi laba,
maka penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut :
Ha2 : Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba.
c. Pengaruh tingkat hutang terhadap persistensi laba
Manajemen yang memilih hutang sebagai alternatif sumber
modal dituntut untuk dapat bekerja keras agar penggunaan modal
tersebut dapat memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan,
sehingga perusahaan dapat berkembang dan mampu membayar
hutang tersebut kepada kreditor. Andreani dan Vera (2014)
menyatakan bahwa tingkat hutang tidak berpengaruh signifiikan
terhadap persistensi laba, hal ini berbeda dengan penelitian Fanani
(2010) yaitu tingkat hutang berpengaruh positif dan signifikan terhadap
persistensi laba, sehingga penulis dapat mengemukakan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
Ha3 : Tingkat hutang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
persistensi laba.
4) Pengaruh aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi
dengan laba fiskal, dan tingkat hutang terhadap persistensi laba.
Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran diatas penulis
dapat mengemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut :
Ha4 : Aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi dengan laba
fiskal dan tingkat hutang berpengaruh signifikan secara simultan
terhadap persistensi laba.
62
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan termasuk kedalam kategori
kuantitatif dengan metode korelasional, yaitu suatu metode penelitian untuk
membuktikan ada atau tidaknya hubungan dan pengaruh antara dua variabel
atau lebih dengan menggunakan model regresi linier sederhana.
2. Sumber dan Cara Penentuan Data
a. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder,
dimana data diperoleh secara tidak langsung, artinya data-data tersebut
berupa data yang telah diolah lebih lanjut dan data yang disajikan oleh
pihak lain.
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
laporan-laporan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti
yaitu data tentang Aliran Kas Operasi, Perbedaan antara Laba Akuntansi
dengan Laba Fiskal, dan Tingkat Hutang pada perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi yang terdaftar di BEI. Data yang
digunakan yaitu laporan keuangan tahunan. Periode yang digunakan dari
tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.
b. Teknik Penentuan Data
63
Adapun Teknik Penentuan data terbagi menjadi dua bagian, yaitu
populasi dan sampel.
1) Populasi
Dalam setiap penelitian, populasi yang dipilih erat
kaitannya dengan yang akan diteliti. Populasi yang menjadi obyek
penelitian ini adalah laporan tahunan perusahaan-perusahaan jasa
sektor perdagangan jasa dan investasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2010 sampai 2014 yaitu sebanyak 115
perusahaan.
2) Sampel
Bila jumlah populasi besar dan tidak mungkin dilakukan
penelitian terhadap seluruh anggota populasi maka dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu
dengan menggunakan teknik nonprobability sampling. Menurut
Sugiyono (2010:84), diungkapkan bahwa: “Nonprobability
sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi
untuk dipilih menjadi sampel”.
Teknik nonprobability sampling yang digunakan penulis
dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode sampling
purposive. Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu.
64
Penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi:
a) Perusahaan jasa sektor perdagangan jasa dan investasi yang
terdaftar di BEI dan konsisten ada selama periode penelitian
(tahun 2010 – 2014).
b) Perusahaan jasa sektor perdangan jasa dan investasi yang
menyediakan data laporan keuangan lengkap selama kurun
waktu penelitian (tahun 2010 – 2014).
Berdasarkan pada kriteria ini, jumlah perusahaan jasa
sektor perdagangan jasa dan investasi yang terdaftar di BEI dan
perusahaan yang memiliki laporan keuangan tahunan yang
lengkap sebanyak 27 perusahaan. Sehingga diperoleh jumlah
sampel dalam penelitian ini sebanyak 27 perusahaan.
3. Obyek penelitian (unit of analysis)
Objek penelitian menurut Sugiyono (2010:32) diartikan bahwa,
“Objek penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variabel tertentu yang
ditetapkan untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan.”
Berdasarkan pengertian tersebut, obyek penelitian merupakan
variable yang ditetapkan untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aliran Kas Operasi,
Perbedaan antara Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal, Tingkat Hutang,
dan Persistensi Laba.
65
4. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang bersifat kuantitatif yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka yang
diperoleh dari laporan keuangan tahunan pada perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi yang terdaftar di BEI. Teknik pengumpulan
data yang digunakan penulis dalam penelitian ini dengan dua cara, yaitu:
a. Penelitian dengan metode dokumentasi
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode
dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data
sekunder dari laporan keuangan yang telah dipublikasikan di BEI melalui
www.idx.co.id.
b. Studi pustaka (Library Research)
Penelitian kepustakaan dilakukan sebagai usaha guna memperoleh data
yang bersifat teori sebagai pembanding dengan data penelitian yang
diperoleh. Data tersebut dapat diperoleh dari literatur, catatan kuliah serta
tulisan lain yang berhubungan dengan penelitian. Dalam hal ini penulis
juga menggunakan media internet sebagai penelusuran informasi
mengenai teori maupun data-data penelitian yang dilakukan.
5. Operasionalisasi Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
a. Variabel Bebas / Independen (Variabel X)
Variabel bebas merupakan variabel stimulus atau variabel
yang dapat mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas merupakan
66
variabel yang diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk
menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi.
Variabel bebas dalam penelitian ini ada tiga yaitu Aliran Kas
Operasi (X1), Perbedaan antara Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal
(X2), dan Tingkat Hutang (X3) dengan rumus sebagai berikut :
X1 = Total Aliran Kas Operasi
X2 = Beban Pajak Tangguhan t / Total Aktiva i (t-1)
X3 = Tingkat Hutang / Total Aktiva
b. Variabel Terikat / Dependen (Variabel Y)
Variabel terikat adalah variabel yang memberikan reaksi/respon
jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah persistensi laba (Y). Persistensi laba adalah
revisi laba yang diharapkan di masa depan yang terkandung
dalam laba saat ini (Meythi, 2006). Persistensi laba dapat diukur
dengan menggunakan koefisien regresi antara laba akuntansi
sebelum pajak satu periode masa depan dengan laba akuntansi
sebelum pajak periode sekarang (Wijayanti, 2006). Laba
akuntansi dianggap semakin persisten apabila koefisien regresinya
semakin kecil. Persitensi laba dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
PTBI(t+1) = y0 + y1PTBIt + Ut+1
Berdasarkan uraian di atas, operasionalisasi variabel penelitian ini
dapat dijelaskan dalam tabel 3.1 sebagai berikut:
67
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel Definisi Indikator Skala Referensi
Persistensi
Laba (Y)
Persistensi laba merupakan
revisi laba yang diharapkan
di masa depan yang tercermin
dari laba tahun berjalan.
PTBI(t+1)= y0 + y1PTBIt
+Ut+1
Nominal Meythi,
2006
Aliran kas
operasi (X1)
Aktivitas operasi adalah
aktivitas penghasil utama
pendapatan perusahaan
(principal revenue-producing
activities) dan aktivitas lain
yang bukan merupakan
aktivitas investasi dan
aktivitas pendanaan.
Aliran kas yang dihitung
berdasarkan total aliran
kas operasi pada tahun
berjalan.
Nominal Syakur,
2009
Perbedaan
antara Laba
Akuntansi
dengan
Laba Fiskal
(X2)
Perbedaan laporan keuangan
akuntansi (komersial) dengan
laporan keuangan fiskal
adalah perbedaan yang
terjadi karena tidak semua
peraturan akuntansi dalam
standar akuntansi keuangan
diperbolehkan dalam
peraturan pajak.
Beban Pajak Tangguhan it =
Beban Pajak Tangguhan t /
Total Aktiva (t-1)
Rasio Andreani
dan Vera,
2014
Tingkat
Hutang(X3)
Hutang diartikan sebagai
seluruh kewajiban
perusahaan kepada kreditor
atau pihak lain yang
memberikan pinjaman modal
kepada perusahaan.
DAR = Total Hutang / Total
Aktiva
Rasio Munawir,
2004:18
6. Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis
a. Teknik Analisis Data.
Adapun langkah-langkah analisis kuantitatif yang digunakan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik ini bertujuan untuk mengetahui dan
menguji kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam
68
penelitian ini. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk memastikan
bahwa di dalam model regresi yang digunakan tidak terdapat
multikolinieritas dan heteroskedastisitas serta untuk memastikan
bahwa data yang dihasilkan berdistribusi normal (Imam Ghozali,
2006).
a) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah model
regresi mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Asumsi
normalitas merupakan persyaratan yang sangat penting pada
pengujian signifikansi koefisien regresi. Model regresi yang baik
adalah model regresi yang memiliki distribusi normal atau
mendekati normal, sehingga layak dilakukan pengujian secara
statistik. Dasar pengambilan keputusan bisa dilakukan
berdasarkan probabilitas yaitu:
(1) Jika probabilitas > 0,05 maka distribusi dari populasi adalah
normal.
(2) Jika probabilitas < 0,05 maka populasi tidak berdistribusi
secara normal
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui bahwa data
yang diambil berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji yang
digunakan untuk menguji kenormalan adalah uji Kolmogorov-
Smirnov. Berdasarkan sampel ini akan diuji hipotesis nol bahwa
sampel tersebut berasal dari populasi berdistribusi normal
69
melawan hipotesis tandingan bahwa populasi berdistribusi tidak
normal.
b) Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas merupakan suatu situasi dimana beberapa
atau semua variabel bebas berkorelasi kuat. Jika terdapat korelasi
yang kuat di antara sesama variabel independen maka
konsekuensinya adalah:
(1) Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir.
(2) Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tidak
terhingga.
Dengan demikian berarti semakin besar korelasi diantara
sesama variabel independen, maka tingkat kesalahan dari
koefisien regresi semakin besar yang mengakibatkan standar
errornya semakin besar pula. Cara yang digunakan untuk
mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas adalah dengan
menggunakan Variance Inflation Factors (VIF). Jika nilai VIF
nya kurang dari 10 maka dalam data tidak terdapat
Multikolinieritas (Gujarati, 2004: 362).
c) Uji Heteroskedastisitas
Situasi heteroskedastisitas akan menyebabkan penaksiran
koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien dan hasil taksiran
dapat menjadi kurang atau melebihi dari yang semestinya. Dengan
demikian, agar koefisien-koefisien regresi tidak menyesatkan,
70
maka situasi heteroskedastisitas tersebut harus dihilangkan dari
model regresi.
Untuk menguji apakah varian dari residual homogen
digunakan uji Glejser test, yaitu dengan mengregresikan variabel
bebas terhadap nilai absolut dari residual (error). Apabila
koefisien regresi dari masing-masing variabel modal kerja ada
yang signifikan pada tingkat kekeliruan 5%, mengindikasikan
adanya heteroskedastisitas. Jika nilai koefisien korelasi dari
masing-masing variabel bebas terhadap nilai absolut dari residual
(error) ada yang signifikan, maka kesimpulannya terdapat
heteroskedastisitas (Gujarati, 2004: 406).
Selain itu, dengan menggunakan program SPSS.21,
heteroskedastisitas juga bisa dilihat dengan melihat grafik
scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED
dengan residualnya SDRESID. Jika ada pola tertentu seperti titik-
titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur, maka telah
terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika tidak membentuk pola
tertentu yang teratur, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
d) Uji Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antar observasi
yang diukur berdasarkan deret waktu dalam model regresi atau
dengan kata lain error dari observasi yang satu dipengaruhi oleh
error dari observasi yang sebelumnya. Akibat dari adanya
autokorelasi dalam model regresi, koefisien regresi yang diperoleh
71
menjadi tidak effisien, artinya tingkat kesalahannya menjadi
sangat besar dan koefisien regresi menjadi tidak stabil.
Untuk mendeteksi autokorelasi, dapat dilakukan uji statistik
melalui uji Durbin-Watson (DW test) (Ghozali, 2006). Dasar
pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah:
Tabel 3.2
Kriteria Autokorelasi Durbin Watson
2) Analisis regresi linier berganda.
Penjelasan garis regresi menurut Andi Supangat (2007:325)
yaitu:
“Garis regresi (regression line/line of the best fit/estimating line)
adalah suatu garis yang ditarik diantara titik-titik (scatter diagram)
sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk menaksir
besarnya variabel yang satu berdasarkan variabel yang lain, dan dapat
Jika Keputusan
d < dl Terjadi masalah autokorelasi yang positif dan
perlu perbaikan
dl < d < du Ada masalah autokorelasi positif tetapi lemah,
dimana perbaikan akan lebih baik
du < d < 4 – du Tidak ada masalah autokorelasi
4 – du < d < 4 - dl Masalah autokorelasi lemah, dimana perbaikan
akan lebih baik
4 – dl < d Masalah autokorelasi serius
72
juga dipergunakan untuk mengetahui macam korelasinya (positif atau
negatifnya).”
Dalam penelitian ini, analisis regresi linier berganda digunakan
untuk membuktikan sejauh mana pengaruh aliran kas operasi,
perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal, dan tingkat hutang terhadap
persistensi laba di perusahaan jasa sektor perdagangan jasa dan
investasi yang terdaftar di BEI.
b. Teknik Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini berkaitan
dengan ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Hipotesis nol (Ho) tidak terdapat pengaruh yang signifikan dan Hipotesis
alternatif (Ha) menunjukkan adanya pengaruh antara variabel bebas dan
variabel terikat.
Pengujian statistik yang dilakukan adalah :
a. Uji signifikansi parsial (Uji statistik t).
Uji statistik t dilakukan untuk menunjukan seberapa jauh pengaruh
satu variabel independen secara individual dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Dasar pengambilan keputusannya adalah :
1) Jika thitung < ttabel, maka variabel independen secara individual
tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (hipotesis
ditolak).
2) Jika thitung > ttabel, maka variabel independen secara individual
berpengaruh terhadap variabel dependen (hipotesis diterima).
73
Uji t dapat juga dilakukan dengan melihat nilai signifikansi t
masing-masing variabel pada output hasil regresi menggunakan
Statistical Package for the Social Sciences 21 (SPSS 21) dengan
significance level 0,05 (α = 5%). Jika nilai signifikansi lebih besar
dari α maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan),
yang berarti secara individual variabel independen tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
Jika nilai signifikansi lebih kecil dari α maka hipotesis diterima
(koefisien regresi signifikan), berarti secara individual variabel
independen.
b. Uji signifikansi simultan (Uji statistik F).
Uji F dilakukan untuk menguji apakah model regresi yang
digunakan fit. Dasar pengambilan keputusannya adalah :
1) Jika Fhitung < Ftabel, maka model regresi tidak fit (hipotesis
ditolak)
2) Jika Fhitung > Ftabel, maka model regresi fit (hipotesis diterima).
Uji F dapat juga dilakukan dengan melihat nilai signifikan F pada
output hasil regresi menggunakan SPSS.21 dengan significance level
0,05 (α = 5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari α maka hipotesis
ditolak, yang berarti model regresi tidak fit. Jika nilai signifikan lebih
kecil dari α maka hipotesis diterima, yang berarti bahwa model
regresi fit.
c. Koefisien Determinasi
74
Analisis Koefisiensi Determinasi (KD) digunakan untuk
melihat seberapa besar variabel independen (X) berpengaruh terhadap
variabel dependen (Y) yang dinyatakan dalam persentase.
Untuk memudahkan pelaksanaan analisis data, maka penelitian
ini akan menggunakan program SPSS.21.
75
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Obyek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan jasa sektor perdangan
jasa dan investasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010 – 2014
yang terdiri dari 115 perusahaan. Sampel dipilih dalam penelitian ini adalah
perusahaan go public yang tercatat di BEI dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 4.1
No Kriteria Jumlah
1 Jumlah perusahaan jasa sektor perdagangan jasa dan
investasi 2010 – 2014
115
2 Perusahaan jasa sektor perdagangan jasa dan investasi yang
tidak konsisten menerbitkan laporan keuangannya di BEI
selama periode 2010 - 2014 (delisting)
(55)
3 Perusahaan perdagangan jasa sektor perdagangan jasa dan
investasi yang tidak ada akun beban pajak tangguhan
(33)
Total sampel yang dipakai 27
Total sampel selama 5 tahun 135
2. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran dari
masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian. Dari analisis
42
tersebut, dapat diketahui nilai minimum, maksimum, rata-rata (mean), dan
standar deviasi dari masing-masing variabel. Berikut ini merupakan statistik
deskriptif dari variabel dependen dan masing-masing variabel independen
dalam penelitian ini.
Tabel 4.2
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Ln_Persistensi Laba 135 .00 26.87 19.2969 8.86887
Ln_Arus Kas Operasi 135 .00 26.80 17.1998 9.65560
Laba Akuntansi vs Laba Fiskal 135 -.14 .24 .0029 .02721
Tingkat Hutang 135 .02 11.84 .7687 1.49979
Valid N (listwise) 135
Berdasarkan tabel diatas, penjelasan mengenai hasil pengujian statistik
diuraikan sebagai berikut:
a. Persistensi Laba
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa Persistensi Laba memiliki nilai
minimum 0,00, nilai maksimum 26,87. Nilai rata-rata (mean)
menunjukkan nilai 19,2969 yang berarti bahwa rata-rata perusahaan
untuk merevisi laba akuntansi sebelum pajak untuk periode mendatang
sebesar 19,2969. Standar deviasinya menunjukkan nilai 8,86887 lebih
kecil dari rata-ratanya yang menunjukkan bahwa tingkat penyebaran
datanya homogen.
b. Arus Kas Operasi
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa Arus Kas Operasi memiliki nilai
minimum 0,00, nilai maksimum 26,80. Nilai rata-rata (mean)
43
menunjukkan nilai 17,1998 yang berarti bahwa rata-rata perusahaan
dengan arus kas operasi yang pendapatan utama mempengaruhi laba
sebesar 17,1998. Standar deviasinya menunjukkan nilai 9,65560 lebih
kecil dari rata-ratanya menunjukkan bahwa tingkat penyebaran datanya
homogen.
c. Perbedaan antara Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa Perbedaan antara Laba Akuntansi
dengan Laba Fiskal memiliki nilai minimum -0,14, nilai maksimum 0,24.
Nilai rata-rata (mean) menunjukkan nilai 0,0029 yang berarti bahwa rata-
rata perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal sebesar 0,29%.
Standar deviasinya menunjukkan nilai 0,02721 lebih besar dari rata-
ratanya menunjukkan bahwa tingkat penyebaran datanya heterogen.
d. Tingkat Hutang
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa Tingkat Hutang memiliki nilai
minimum 0,02, nilai maksimum 11,84. Nilai rata-rata (mean)
menunjukkan nilai 0,7687 yang berarti bahwa rata-rata perusahaan
memiliki hutang 76,87% dari total aktiva. Standar deviasinya
menunjukkan nilai 1,49979 lebih besar dari rata-ratanya menunjukkan
bahwa tingkat penyebaran datanya heterogen.
3. Hasil Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi
linier berganda, ada beberapa asumsi yang harus terpenuhi agar kesimpulan
dari regresi tersebut tidak bias, diantaranya adalah uji normalitas, uji
multikolinieritas (untuk regresi linear berganda), uji heteroskedastisitas dan
44
uji autokorelasi (untuk data yang berbentuk deret waktu). Pada penelitian ini
keempat asumsi yang disebutkan diatas tersebut diuji karena variabel bebas
yang digunakan pada penelitian ini lebih dari satu (berganda) dan data yang
dikumpulkan mengandung unsur deret waktu (5 tahun pengamatan).
a. Hasil Pengujian Normalitas Data Residual
Pengujian normalitas data residual hasil taksiran model regresi
(error term) dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov
terhadap data residual hasil taksiran model regresi. Hasil perhitungan
untuk model yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3
Hasil Pengujian Asumsi Normalitas
Hasil perhitungan nilai Kolmogorov untuk model regresi yang
diperoleh sebesar 0,085 dengan probability (p-value) sebesar 0,08. Nilai
probability uji Kolmogorov lebih besar dari tingkat kekeliruan 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa nilai residual dari model regresi berdistribusi
normal.
b. Hasil Pengujian Multikolinearitas
Multikolinieritas berarti adanya hubungan yang kuat di antara
beberapa atau semua variabel bebas pada model regresi. Jika terdapat
Multikolinieritas maka koefisien regresi menjadi tidak tentu, tingkat
kesalahannya menjadi sangat besar dan biasanya ditandai dengan nilai
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 112
Normal Parametersa,b
Mean 0E-7 Std. Deviation .57858309
Most Extreme Differences Absolute .119 Positive .058 Negative -.119
Kolmogorov-Smirnov Z 1.256 Asymp. Sig. (2-tailed) .085
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
45
koefisien determinasi yang sangat besar tetapi pada pengujian parsial
koefisien regresi, tidak ada ataupun kalau ada sangat sedikit sekali
koefisien regresi yang signifikan. Pada penelitian ini digunakan nilai
variance inflation factors (VIF) sebagai indikator ada tidaknya
multikolinieritas diantara variabel bebas. Hasil uji multikolinearitas dapat
dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini :
Tabel 4.4
Hasil Uji Asumsi Multikolinearitas
Berdasarkan nilai VIF yang diperoleh seperti terlihat pada tabel 4.4
diatas menunjukkan tidak ada korelasi yang cukup kuat antara sesama
variabel bebas, dimana nilai VIF dari ketiga variabel bebas lebih kecil dari
10 dan nilai Tolerance di atas 0.10 dapat disimpulkan tidak terdapat
multikolinieritas diantara ketiga variabel bebas.
c. Hasil Pengujian Heterokedastisitas
Heteroskedastisitas merupakan indikasi varian antar residual tidak
homogen yang mengakibatkan nilai taksiran yang diperoleh tidak efisien.
Untuk menguji apakah varian dari residual homogen digunakan uji Glejser
test, yaitu dengan mengregresikan variabel bebas terhadap nilai absolut dari
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1
(Constant)
Arus Kas Operasi .979 1.021
Laba Akuntansi vs Laba Fiskal .962 1.039
Tingkat Hutang .968 1.033
a. Dependent Variable: Log_Persistensi_Laba
46
residual (error). Apabila koefisien korelasi dari masing-masing variabel
independen ada yang signifikan pada tingkat kekeliruan 5%,
mengindikasikan adanya heteroskedastisitas. Pada tabel 4.5 berikut dapat
dilihat nilai signifikansi masing-masing koefisien korelasi variabel bebas
terhadap nilai absolut dari residual (error).
Tabel 4.5
Hasil Pengujian Heterokedastisitas
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) .431 .047
9.110 .000
Arus Kas Operasi 3.776E-013 .000 .072 .741 .460
Laba Akuntansi vs Laba Fiskal -.105 1.334 -.008 -.079 .937
Tingkat Hutang -.020 .046 -.042 -.433 .666
a. Dependent Variable: ABSRESID
Dari tabel di atas, diperoleh korelasi nilai residual dengan variabel
X1, X2, dan X3 tidak signifikan yang ditunjukkan dengan nilai signifikan
(X1 = 0.460, X2 = 0.937, X3 = 0.666) lebih dari 0,05. Sehingga
disimpulkan tidak terjadi heterokedastisitas dalam model regresi yang
diperoleh.
d. Hasil Pengujian Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antar observasi yang
diukur berdasarkan deret waktu dalam model regresi atau dengan kata lain
error dari observasi tahun berjalan dipengaruhi oleh error dari observasi
tahun sebelumnya. Pada pengujian autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson
47
untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi pada model regressi dan berikut
nilai Durbin-Watson yang diperoleh melalui hasil estimasi model regressi.
Tabel 4.6
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .301a .091 .066 .58656 1.836
a. Predictors: (Constant), Tingkat Hutang, Arus Kas Operasi, Laba Akuntansi vs Laba
Fiskal
b. Dependent Variable: Log_Persistensi_Laba
Berdasarkan hasil pengolahan diperoleh nilai statistik Durbin-
Watson (D-W) = 1,836. Karena nilai Durbin-Watson model regressi
(1,836) lebih besar dari dU (1.7645) dan kurang dari 4-dU (2.2355), yaitu
daerah tidak ada autokorelasi maka dapat disimpulkan tidak terjadi
autokorelasi pada model regresi.
4. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda ini digunakan untuk melakukan
prediksi, perubahan nilai variabel dependen yaitu persistensi laba apabila
nilai variabel bebas yaitu aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi
dengan laba fiskal, dan tingkat hutang naik atau turun nilainya. Dalam
penelitian ini, analisis regresi linier berganda digunakan karena variabel yang
menjadi kajian dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu aliran kas
operasi sebagai variabel X1, perbedaan antara laba akuntansi dengan laba
fiskal sebagai variabel X2, dan tingkat hutang sebagai X3 dan satu variabel
dependen yaitu persistensi laba. Untuk model matematis untuk hubungan
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3
48
antara ketiga variabel tersebut adalah persamaan regresi berganda, yaitu
sebagai berikut:
Hasil perhitungan koefisien regresi linier berganda dengan
menggunakan bantuan program SPSS berdasarkan data penelitian adalah
berikut :
Tabel 4.7
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil koefisien regresi yang diperoleh dari tabel di atas dapat ditulis
dalam bentuk persamaan yang menggambarkan hubungan data X dan Y yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Y = 17.510 + 0.168 X1 + 12.138 X2 + (1.476) X3
Persamaan regresi linear berganda yang diperoleh dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Konstanta sebesar 17.510 persen menunjukkan nilai rata-rata persistensi laba
pada Perusahaan Jasa Sektor Perdagangan Jasa dan Investasi selama periode
tahun 2010-2014 tidak ada perubahan pada aliran kas operasi, perbedaan
antara laba akuntansi dengan laba fiskal maupun tingkat hutang.
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 17.510 1.734
10.098 .000
Arus Kas Operasi .168 .081 .183 2.068 .003
Laba Akuntansi vs
Laba Fiskal 12.138 27.554 .037 .441 .408
Tingkat Hutang -1.476 .515 -.250 -2.865 .303
a. Dependent Variable: Log_Persistensi_Laba
49
b. Aliran kas operasi memiliki koefisien bertanda positif sebesar 0.168, artinya
setiap peningkatan aliran kas operasi sebesar 1 kali diprediksi akan
meningkatkan persistensi laba sebesar 0.168 persen dengan asumsi perbedaan
antara laba akuntansi dengan laba fiskal dan tingkat hutang tidak berubah.
c. Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal memiliki koefisien
bertanda positif sebesar 12.138, artinya setiap peningkatan perbedaan antara
laba akuntansi dengan laba fiskal sebesar 1 kali diprediksi akan meningkatkan
persistensi laba sebesar 12.138 persen dengan asumsi aliran kas operasi dan
tingkat hutang tidak berubah.
d. Tingkat hutang memiliki koefisien bertanda negatif sebesar -1.476, artinya
setiap peningkatan tingkat hutang sebesar 1 kali diprediksi akan menurunkan
persistensi laba sebesar -1.476 persen dengan asumsi aliran kas operasi dan
perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal tidak berubah.
5. Hasil Pengujian Hipotesis
a. Hasil Uji Parsial (Uji t)
Pengujian secara parsial dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen. Statistik uji yang
digunakan pada pengujian parsial adalah uji t. Nilai statistik uji t yang
digunakan pada pengujian secara parsial dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 17.510 1.734
10.098 .000
Arus Kas Operasi .168 .081 .183 2.068 .003
Laba Akuntansi vs Laba Fiskal 12.138 27.554 .037 .441 .408
Tingkat Hutang -1.476 .515 -.250 -2.865 .303
a. Dependent Variable: Log_Persistensi_Laba
50
Nilai statistik uji t yang terdapat pada tabel 4.8 selanjutnya akan
dibandingkan dengan nilai ttabel untuk menentukan apakah variabel yang sedang
diuji berpengaruh signifikan atau tidak.
1) Pengaruh Aliran Kas Operasi Secara Parsial Terhadap Persistensi Laba.
Untuk melihat pengaruh aliran kas operasi terhadap persistensi laba,
hipotesis statistik yang digunakan adalah sebagai berikut :
H01: Aliran kas operasi secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap persistensi laba.
Ha1: Aliran kas operasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
persistensi laba.
Tingkat signifikansi tersebut adalah sebesar α = 0,05 atau 5 % dengan
derajat kebebasan (df= n-k-1) df= 135-3-1= 131, dimana nilai ttabel pengujian
dua arah sebesar 1.97824. Dan Dengan bantuan software SPSS, seperti
terlihat pada tabel 4.8 diperoleh nilai thitung variabel aliran kas operasi sebesar
2.068. Hasil yang diperoleh dari perbandingan thitung dengan ttabel
menunjukkan thitung lebih besar dari ttabel (2.068 > 1.97824) dengan nilai
signifikansi (p-value) = 0,000 lebih kecil dari 0,05 artinya dengan tingkat
kepercayaan 95% dapat disimpulkan pada tingkat Ho1 ditolak dan Ha1
diterima yang berarti aliran kas operasional secara parsial memiliki pengaruh
signifikan terhadap persistensi laba.
Dengan pengaruh yang signifikan tersebut menunjukkan bahwa hasil
uji hipotesis variabel aliran kas operasi terhadap persistensi laba dalam
penelitian ini dapat digeneralisasikan atau diberlakukan umum pada anggota
populasi secara keseluruhan. Hal ini disebabkan kenaikan dan penurunan
51
persistensi laba tidak hanya tercemin pada aliran kas operasi, namun adanya
faktor lain yang mempengaruhi persistensi laba.
2) Pengaruh Perbedaan Antara Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal
Secara Parsial Terhadap Persistensi Laba.
Untuk melihat pengaruh perbedaan antara laba akuntansi dengan laba
fiskal terhadap persistensi laba, hipotesis statistik yang digunakan adalah
sebagai berikut :
H02: Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal secara parsial
tidak berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba.
Ha2: Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba.
Tingkat signifikansi tersebut adalah sebesar α = 0,05 atau 5 % dengan
derajat kebebasan (df= n-k-1) df= 135-3-1= 131, dimana nilai ttabel pengujian
dua arah sebesar 1.97824. Dan Dengan bantuan software SPSS, seperti
terlihat pada tabel 4.8 diperoleh nilai thitung variabel perbedaan laba akuntansi
dengan laba fiskal sebesar 0.441. Hasil yang diperoleh dari perbandingan
thitung dengan ttabel menunjukkan thitung lebih kecil dari ttabel (0.441 < 1.97824)
dengan nilai signifikansi (p-value) = 0,408 lebih besar dari 0,05 artinya
dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan pada tingkat Ho2
diterima dan Ha2 ditolak yang berarti perbedaan antara laba akuntansi dengan
laba fiskal secara parsial tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
persistensi laba.
Dengan tidak berpengaruh tersebut menunjukkan bahwa hasil uji
hipotesis variabel perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal terhadap
52
persistensi laba dalam penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan atau
diberlakukan umum pada anggota populasi secara keseluruhan. Hal ini
disebabkan kenaikan dan penurunan persistensi laba tidak hanya tercemin
pada perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal. Secara konseptual tentunya
perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal berpengaruh terhadap
persistensi laba, karena semakin besar perbedaan antara laba akuntansi
dengan laba fiskal maka persistensi laba perusahaan akan semakin kecil.
Sebaliknya semakin kecil perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal,
maka semakin tinggi persistensi laba yang dimiliki oleh perusahaan.
3) Pengaruh Tingkat Hutang Secara Parsial Terhadap Persistensi Laba.
Untuk melihat pengaruh tingkat hutang terhadap persistensi laba,
hipotesis statistik yang digunakan adalah sebagai berikut :
H03: Tingkat hutang secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap persistensi laba.
Ha3: Tingkat hutang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
persistensi laba.
Tingkat signifikansi tersebut adalah sebesar α = 0,05 atau 5 % dengan
derajat kebebasan (df= n-k-1) df= 135-3-1= 131, dimana nilai ttabel pengujian
dua arah sebesar 1.97824. Dan Dengan bantuan software SPSS,seperti terlihat
pada tabel 4.8 diperoleh nilai thitung variabel tingkat hutang sebesar -2.865.
Hasil yang diperoleh dari perbandingan thitung dengan ttabel (-2.865< -1.97824)
dengan nilai signifikansi (p-value) = 0,303 lebih besar dari 0,05 artinya
dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan pada tingkat Ho3 ditolak
53
dan Ha3 diterima yang berarti tingkat hutang secara parsial memiliki
pengaruh tetapi tidak signifikan terhadap persistensi laba.
Berdasarkan data sekunder yang ada dan dari hasil penelitian yang
diperoleh, mengindikasikan bahwa variabel tingkat hutang berpengaruh
terhadap persistensi laba. Dengan berpengaruh tersebut menunjukkan bahwa
hasil uji hipotesis variabel tingkat hutang terhadap persistensi laba dalam
penelitian ini dapat digeneralisasikan atau diberlakukan umum pada anggota
populasi secara keseluruhan.
b. Hasil Uji Simultan (Uji F)
Pengaruh Aliran Kas Operasi, Perbedaan antara Laba Akuntansi
dengan Laba Fiskal, dan Tingkat Hutang Secara Simultan Terhadap
Persistensi Laba
Selanjutnya untuk menguji apakah terdapat pengaruh aliran kas
operasi, perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal, dan tingkat
hutang terhadap persistensi laba hipotesis statistik yang digunakan adalah
sebagai berikut :
H04: Aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi dengan laba
fiskal dan tingkat hutang secara simultan tidak berpengaruh
signifikan terhadap persistensi laba.
Ha4: Aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi dengan laba
fiskal dan tingkat hutang secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap persistensi laba.
Untuk melakukan pengujian hipotesis secara simultan yang dapat
dilihat dari tabel ANOVA hasil pengolahan SPSS sebagai berikut:
54
Tabel 4.9
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression 3.710 3 1.237 3.594 .016b
Residual 37.158 108 .344
Total 40.868 111
a. Dependent Variable: Log_Persistensi_Laba
b. Predictors: (Constant), Tingkat Hutang, Arus Kas Operasi, Laba Akuntansi vs Laba Fiskal
Berdasarkan tabel di atas, diketahui nilai Fhitung untuk model regresi
yang diperoleh adalah 3,594 dengan nilai signifikansi sebesar 0,016.
Sedangkan perhitungan untuk Ftabel adalah dengan tingkat signifikansi
tersebut adalah sebesar α = 0,05 atau 5 % dengan derajat kebebasan (k-1;-n-k)
df = 3;131. Pada tabel F untuk df1= 3, df2=131, maka diperoleh nilai Ftabel
sebesar 2,67 sehingga dari hasil yang diperoleh dari perbandingan Fhitung
dengan Ftabel adalah Fhitung > Ftabel (3,594 > 2,67), sehingga pada tingkat
kekeliruan 5% H04 ditolak dan Ha4 diterima yang berarti ketiga variabel
bebas, yaitu aliran kas operasional, perbedaan antara laba akuntansi dengan
laba fiskal dan tingkat hutang secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap persistensi laba pada perusahaan jasa sektor perdagangan jasa dan
investasi di BEI.
Hal ini disebabkan kenaikan dan penurunan persistensi laba tidak hanya
tercemin pada nilai aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi
dengan laba fiskal dan tingkat hutang. Dengan pengaruh yang signifikan
tersebut menunjukkan bahwa hasil uji hipotesis variabel aliran kas operasi,
perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal dan tingkat hutang
55
terhadap persistensi laba dalam penelitian ini dapat digeneralisasikan atau
diberlakukan umum pada anggota populasi secara keseluruhan.
Persistensi laba mengindikasikan laba yang berkualitas karena
menunjukkan bahwa perusahaan dapat mempertahankan laba dari waktu ke
waktu. Investor menginginkan laba yang persisten karena investor dapat
memprediksi nilai perusahaan yang tercermin dalam harga saham. Hal ini
mengindikasikan laba yang diperoleh perusahaan tersebut meningkat terus
menerus.
c. Hasil Uji Determinasi (Uji R Square)
Koefisien Determinasi (KD) yang menunjukkan besarnya
pengaruh aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi dengan
laba fiskal dan tingkat hutang terhadap persistensi laba dapat dilihat
dari tabel 4.10 sebagai berikut:
Table 4.10
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .301a .091 .066 .58656 1.836
a. Predictors: (Constant), Tingkat Hutang, Arus Kas Operasi, Laba Akuntansi vs Laba
Fiskal
b. Dependent Variable: Log_Persistensi_Laba
Berdasarkan tabel 4.10 diperoleh Nilai Adjusted R square sebesar
0,066 atau 6,6%. Hasil ini berarti bahwa ada kontribusi sebesar 6,6%
pengaruh aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi dengan
laba fiskal dan tingkat hutang secara simultan terhadap persistensi laba
56
dan sisanya yaitu 93,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
diikutsertakan dalam penelitian.
6. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian data diatas dapat dibuktikan bahwa :
a. Aliran Kas Operasi Pada Perusahaan Jasa Sektor Perdagangan
Jasa dan Investasi di BEI.
Penelitian pertama yang diajukan pada penelitian ini adalah
aliran kas operasi. Untuk menjaga laba yang persistensi atau laba yang
tidak berfluktuasi maka perusahaan perlu meningkatkan aliran kas
operasinya karena aliran kas operasi diperoleh dari penghasil utama
pendapatan perusahaan sehingga semakin tinggi aliran kas operasi
terhadap laba maka akan semakin tinggi pula persistensi laba.
Berdasarkan data yang diperoleh serta dari hasil penelitian dapat
dilihat bahwa aliran kas operasi mengalami fluktuasi naik dan turun
setiap tahunnya, hal ini dapat mencerminkan penghasil utama
pendapatan perusahaan tidak persisten setiap tahunnya, menyebabkan
aliran kas operasi terhadap laba yang dimiliki perusahaan berfluktuasi
atau bersifat transitori (sementara).
Penjelasan untuk data aliran kas operasi pada perusahaan jasa
sektor perdagangan jasa dan investasi dari tahun ke tahun sebagai
berikut:
1) Pada tahun 2010 rata-rata aliran kas operasi perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi adalah 10,367,265,999. Pada tahun
tersebut masih ada beberapa perusahaan yang mempunyai aliran
57
kas operasi rendah seperti PT. Pembangunan Graha Lestari Indah
Tbk (PGLI), PT. Hotel Sahid Jaya Internasional Tbk (SHID), PT.
Leo Investments Tbk (ITTG), PT. Lautan Luas Tbk (LTLS), PT.
Multi Indocitra Tbk (MICE), PT. Millennium Pharmacon
International Tbk (SDPC), PT. Wahana Phonix Mandiri Tbk
(WAPO), perusahaan tersebut memiliki aliran kas operasi yang
sangat rendah bahkan sampai dengan minus.
2) Pada tahun 2011 rata-rata aliran kas operasi perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi adalah -1,897,882,584. Terjadi
penurunan dari tahun 2010 sebesar 12.265.148.583. Hal ini
disebabkan adanya penurunan aliran kas operasi dari beberapa
perusahaan pada tahun tersebut.
3) Pada tahun 2012 rata-rata aliran kas operasi mengalami kenaikan
dari tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut merupakan rata-rata
tertinggi selama 5 tahun yaitu dari tahun 2010 sampai tahun 2014.
Rata-rata aliran kas operasi pada tahun 2012 yaitu sebesar
197,564,713,583.
4) Pada tahun 2013 rata-rata aliran kas operasi pada perusahaan jasa
sektor perdagangan jasa dan investasi mengalami penurunan
sebesar 95.312.251.054. Penurunan tersebut terjadi karena adanya
perusahaan yang mengalami penurunan aliran kas operasi yang
signifikan yaitu pada PT. Millennium Pharmacon International Tbk
(SDPC), dan PT. Rimo Catur Lestari Tbk (RIMO).
58
5) Pada tahun 2014 rata-rata aliran kas operasi pada perusahaan jasa
sektor perdagangan jasa dan investasi mengalami kenaikan dari
tahun 2013. Rata-rata aliran kas operasi pada tahun 2014 yaitu
sebesar 189,647,620,942 yang merupakan angka tertinggi kedua
setelah tahun 2012.
b. Perbedaan antara Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal Pada
Perusahaan Jasa Sektor Perdagangan Jasa dan Investasi di BEI.
Rekonsiliasi fiskal merupakan penyesuaian-penyesuaian
terhadap laporan keuangan komersial berdasarkan ketentuan
peraturan perpajakan di Indonesia. Standar yang mengatur
penyusunan laporan keuangan fiskal adalah peraturan perpajakan,
sedangkan standar yang mengatur penyusunan laporan keuangan
komersial adalah Standar Akuntansi Keuangan. Dasar yang berbeda
dalam penyusunan laporan keuangan tersebut dapat menimbulkan
terjadinya perbedaan penghitungan laba (rugi) perusahaan.
Penjelasan untuk data perbedaan antara laba akuntansi dengan
laba fiskal pada perusahaan jasa sektor perdagangan jasa dan investasi
dengan menggunakan proxi beban pajak tangguhan dari tahun ke tahun
sebagai berikut:
1) Pada tahun 2010 perbedaan antara laba akuntansi dengan laba
fiskal pada perusahaan jasa sektor perdagangan jasa dan investasi
terbilang rendah yaitu sebesar -0.01941. Semakin rendahnya
perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal maka
persistensi laba yang dimiliki oleh perusahaan semakin tinggi.
59
2) Pada tahun 2011 perbedaan antara laba akuntansi dengan laba
fiskal pada perusahaan jasa sektor perdagangan jasa dan investasi
mengalami peningkatan dari tahun 2010. Perbedaan antara laba
akuntansi dengan laba fiskal pada tahun 2011 yaitu sebesar
0.03566.
3) Pada tahun 2012 perbedaan antara laba akuntansi dengan laba
fiskal mengalami kenaikan sebesar 0,01501. Pada tahun 2012
tersebut merupakan perbedaan antara laba akuntansi dengan laba
fiskal terbesar dalam periode 5 tahun yaitu dari tahun 2010 sampai
tahun 2014. Kenaikan yang tinggi akan menyebabkan penurunan
pada persistensi laba perusahaan.
4) Pada tahun 2013 perbedaan antara laba akuntansi dengan laba
fiskal sebesar -0.00944. Dengan kata lain adanya penurunan
sebesar 0,06011 pada tahun 2013 dari tahun 2012.
5) Hasil perhitungan data perbedaan antara laba akuntansi dengan laba
fiskal pada tahun 2014 sebesar 0.02207. Pada tahun 2014 adanya
kenaikan perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal dari
tahun 2013 sebesar 0,03151.
c. Tingkat Hutang Pada Perusahaan Jasa Sektor Perdagangan Jasa
dan Investasi di BEI.
Tingkat hutang yang besar akan menyebabkan perusahaan
meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk
mempertahankan kinerja perusahaan yang baik di mata auditor dan
investor.
60
Berdasarkan data yang diperoleh serta dari hasil penelitian dapat
dilihat bahwa tingkat hutang cenderung meningkat meskipun pada
tahun 2014 mengalami penurunan.
Penjelasan untuk data tingkat hutang pada perusahaan jasa
sektor perdagangan jasa dan investasi dari tahun ke tahun sebagai
berikut:
1) Pada tahun 2010 tingkat hutang, perusahaan tercatat pada nilai
3.37951 atau 338% sehingga kemampuan perusahaan untuk
membayar kembali utang jangka panjang dengan menggunakan
aktiva yang dimiliki perusahaan tinggi dan dikatakan solvabel
karena hasil lebih dari 100%.
2) Pada tahun 2011 tingkat hutang pada perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi naik dari tahun 2010 yaitu
3.67909 atau 368%. Kemampuan perusahaan untuk membayar
kembali utang jangka panjang dengan menggunakan aktiva yang
dimiliki perusahaan tinggi dan dikatakan solvabel karena hasil
lebih dari 100%.
3) Pada tahun 2012 tingkat hutang pada perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi naik dari tahun 2011 yaitu
4.50077 atau 450%. Kemampuan perusahaan untuk membayar
kembali utang jangka panjang dengan menggunakan aktiva yang
dimiliki perusahaan tinggi dan dikatakan solvabel karena hasil
lebih dari 100%.
4) Pada tahun 2013 tingkat hutang pada perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi naik dari tahun 2012 yaitu
4.75091 atau 475%. Kemampuan perusahaan untuk membayar
kembali utang jangka panjang dengan menggunakan aktiva yang
dimiliki perusahaan tinggi dan dikatakan solvabel karena hasil
lebih dari 100%.
61
5) Pada tahun 2014 tingkat hutang pada perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi turun dari tahun 2013 yaitu
4.44445 atau 444%. Meskipun terjadinya penurunan tingkat
hutang perusahaan di tahun 2014 akan tetapi kemampuan
perusahaan untuk membayar kembali utang jangka panjang
dengan menggunakan aktiva yang dimiliki perusahaan tinggi
dan dikatakan solvabel karena hasil lebih dari 100%.
Tingkat hutang pada perusahaan jasa sektor perdagangan jasa dan
investasi yang terdaftar di BEI dari tahun 2010 hingga 2014 dapat
dikatakan solvable karena lebih dari 100%. Semakin tinggi tingkat hutang
maka semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan untuk
investasi pada aktiva guna menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
d. Persistensi Laba Pada Perusahaan Jasa Sektor Perdagangan Jasa
dan Investasi di BEI.
Persistensi laba mengindikasikan laba yang berkualitas karena
menunjukkan bahwa perusahaan dapat mempertahankan laba dari
waktu ke waktu. Investor menginginkan laba yang persisten karena
investor dapat memprediksi nilai perusahaan yang tercermin dalam
harga saham.
Penjelasan untuk data persistensi laba pada perusahaan jasa
sektor perdagangan jasa dan investasi dari tahun ke tahun sebagai
berikut:
1) Pada tahun 2010 persistensi laba pada perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi sebesar 90,986,563,221. Pada
tahun 2010 beberapa perusahaan memiliki persistensi laba yang
rendah (minus) yaitu PT. Leo Investments Tbk (ITTG) dan PT.
Rimo Catur Lestari Tbk (RIMO).
62
2) Pada tahun 2011 persistensi laba pada perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi naik dari tahun 2010 yaitu sebesar
109,289,918,956. Disebabkan adanya beberapa perusahaan yang
persistensi labanya naik dari tahun sebelumnya.
3) Pada tahun 2012 persistensi laba mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya. Penurunan tersebut merupakan penurunan terendah
selama 5 tahun yaitu dari tahun 2010 sampai tahun 2014.
Persistensi laba pada tahun 2012 yaitu sebesar 77,002,407,037.
4) Pada tahun 2013 persistensi laba mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya. Kenaikan tersebut merupakan kenaikan tertinggi
selama 5 tahun yaitu dari tahun 2010 sampai tahun 2014.
Persistensi laba pada tahun 2013 yaitu sebesar 263,752,218,470.
5) Pada tahun 2014 persistensi laba pada perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi sebesar 208,590,107,672. Pada
tahun 2014 adanya perusahaan yang memiliki persistensi laba
rendah (minus) yaitu PT. Rimo Catur Lestari Tbk (RIMO).
63
BAB V
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis mengenai pengaruh aliran kas operasi,
perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal, dan tingkat hutang
terhadap persistensi laba yang dilakukan dengan menggunakan data tahunan
dari laporan keuangan perusahaan jasa sektor perdagangan jasa dan investasi
yang terdaftar di BEI tahun 2010 sampai dengan 2014 diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
a. Hasil penelitian dengan menggunakan regresi linear berganda
membuktikan bahwa variabel aliran kas operasi memiliki pengaruh
signifikan terhadap persistensi laba pada perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi yang terdaftar di BEI. Dengan demikian
menerima hipotesis pertama (Ha1) yang menyatakan aliran kas operasi
secara parsial berpengaruh terhadap persistensi laba.
b. Hasil penelitian dengan menggunakan regresi linear berganda
membuktikan bahwa variabel perbedaan antara laba akuntansi dengan
laba fiskal tidak memiliki pengaruh terhadap persistensi laba pada
perusahaan jasa sektor perdagangan jasa dan investasi yang terdaftar di
BEI. Dengan demikian menerima hipotesis nol (Ho2) yang menyatakan
perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal secara parsial tidak
berpengaruh terhadap persistensi laba.
64
c. Hasil penelitian dengan menggunakan regresi linear berganda
membuktikan bahwa variabel tingkat hutang memiliki pengaruh tetapi
tidak signifikan terhadap persistensi laba pada perusahaan jasa sektor
perdagangan jasa dan investasi yang terdaftar di BEI. Dengan demikian
menerima hipotesis (Ha3) yang menyatakan tingkat hutang secara parsial
berpengaruh terhadap persistensi laba.
d. Hasil analisis regresi memperlihatkan secara simultan atau bersama-sama
aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal,
dan tingkat hutang mempunyai pengaruh signifikan terhadap persistensi
laba pada perusahaan jasa sektor perdagangan jasa dan investasi yang
terdaftar di BEI. Dengan demikian menerima hipotesis (Ha4) yang
menyatakan aliran kas operasi, perbedaan antara laba akuntansi dengan
laba fiskal, dan tingkat hutang secara simultan berpengaruh terhadap
persistensi laba.
2. Keterbatasan
Keterbatasan penelitian ini antara lain :
a. Penelitian ini hanya meneliti aliran kas aktivitas operasi, masih ada
beberapa aktivitas lainnya seperti aliran kas aktivitas investasi dan aliran
kas aktivitas pendanaan.
b. Penelitian ini hanya meneliti perusahaan jasa sektor perdagangan jasa
dan investasi. Sampel data yang digunakan sangat terbatas yaitu 27
perusahaan.
65
3. Saran
Saran yang dapat digunakan bagi pihak yang ingin melanjutkan
penelitian ini adalah:
a. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lainnya, tidak hanya
menggunakan variabel aliran kas operasi, perbedan antara laba akuntansi
dengan laba fiskal dan tingkat hutang.
b. Jumlah sampel yang diambi lebih banyak dan luas dengan menambahkan
jenis-jenis perusahaan Go Public yang lain dengan periode pengamatan
yang lebih lama serta menggunakan data-data yang literatur Pusat
Referensi Pasar Modal Bursa Efek Indonesia, Indonesian Capital Market
Library (ICaMEL), Indonesian Capital Market Directory (ICMD), dan
situs BEI (www.idx.co.id).
DAFTAR PUSTAKA
Asma, T. N. 2013. Pengaruh Aliran Kas dan Perbedaan antara Laba Akuntansi
dengan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba. Jurnal Akuntansi. Vol 1,
No. 1, seri E. Universitas Negeri Padang. Padang.
Astika, Ida Bayu Putra. (2010). Hubungan Keagenan dan Hukum Besi dalam
Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi dan Bisnis. Vol 4 No. 2.
Barus, Andreani Caroline.,Vera Rica. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Persistensi Laba Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa
Efek Indonesia. Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil. Medan.
Beaver, W.H. (2002). Perspectives on Recent Capital Market Research. The
Accounting Review, Vol 77, No 2.
Diana, Shinta Rahma., Kusuma, Indra Wijaya. (2004). Pengaruh Faktor
Kontekstual terhadap Kegunaan Earnings dan Arus Kas Operasi
dalam Menjelaskan Return Saham. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol
7, No. 1.
66
Djamaluddin, Subekti., Handayani Tri Wijayanti dan Rahmawati. (2008). Analisis
Pengaruh Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal
terhadap Persistensi Laba, Akrual Dan Aliran Kas pada Perusahaan
Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia. Vol 11, No. 1.
Fanani, Z. (2010). Analisis Faktor-Faktor Penentu Persistensi Laba, Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol 7, No 1. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta.
Ghozali, Imam. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Badan Penerbit UNDIP. Semarang.
Gujarati, Damodar. (2004). Basic Economietrics. Fourth Edition. Mc.Graw Hill
International Edition. Singapore.
Hanlon, M. (2005). The Persistence and Pricing of Earnings, Accruals, and
Cash Flows When Firms Have Large Booktax Differences. The
Accounting Review 80 (March).
Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.
Salemba Empat. Jakarta.
Jensen, M. and Meckling, W. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior
Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Finance Economic.
Vol 3, No 4.
Jonas, G. and J. Blanchet. (2000). Assessing Quality of Financial Reporting.
Accounting Horizons.
Kieso, D. E., Weygandt, J. J, Warfiled,T.D. (2011). Intermediate Accounting.
Volume 1. IFRS Edition. John Wiley & Son. New York.
Lestari, Budi. (2011). Analisis Pengaruh Book Tax Differences terhadap
Pertumbuhan Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di BEI. Skripsi Universitas Diponegoro. Semarang.
Martani, Dwi., Persada, Aulia Eka. (2008). Pengaruh Book Tax Gap terhadap
Persistensi Laba. Jurnal Akuntansi Keuangan. Jakarta.
Martani, Dwi., Persada, Aulia Eka. (2009). Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Book Tax Gap dan Pengaruhnya Terhadap Persistensi
Laba. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol 7, No 2 .
Universitas Indonesia. Jakarta.
Martono., Harjito, D. Agus. (2012). Manajemen Keuangan. Ekonosia.
Yogyakarta.
Meythi. (2006). Pengaruh Arus Kas Operasi terhadap Harga Saham dengan
Persistensi Laba Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional
Akuntansi 9. Padang.
67
Munawir, S. (2004). Analisis Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta.
Pagalung, G. (2006). Kualitas Informasi Laba:Faktor-Faktor Penentu dan
Konsekuensi Ekonominya. Disertasi. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Penman, S. (2001). Financial Statement Analysis and Security Valuation.
McGrawHill Irwan. New York.
Penman, S., X.J. Zhang. (2002). Accounting Conservatism, The Quality of
Earnings, and Stock Return. The Accounting Review. Vol 77, No 2.
Resmi, Siti. (2011). Perpajakan Teori dan Kasus. Buku 1 Edisi 6. Salemba
Empat. Jakarta.
Scott, William R. (2000). Financial Accounting Theory. Prentice Hall Inc.
Ontario. Canada.
Sugiri, Slamet. (2002). Akuntansi Pengantar 2. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Bandung.
Supangat, Andi. (2007). Statistika Dalam Kajian Deskriptif, Inferensi, dan
Nonparametrik. Kencana. Jakarta.
Suwandika, I Made Andi., Astika, Ida Bagus Putra. (2013). Pengaruh
Perbedaan Laba Akuntansi, Laba Fiskal Tingkat Hutang Pada Persistensi
Laba. Bali.
Syakur, Ahmad Syafi’I .(2009). Intermediate Accounting. Publisher. Jakarta.
Wijayanti, Handayani. (2006). Analisis Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan
Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba, Akrual dan Arus Kas. Simposium
Nasional Akuntansi 9. Padang.
www.idx.co.id