Upload
joe-kerenz
View
124
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 1/32
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kabupaten Sorong Selatan merupakan sebuah kabupaten baru yang dibentuk
pada tahun 2002 melalui Undang-Undang No 26 Tahun 2002. Sebagai sebuah
kabupaten yang terbentuk pada era otonomi daerah, kemandirian daerah menjadi kata
kunci bagi masa depan kabupaten. Salah satu bidang yang penting bagi kemandirian
daerah di era otonomi adalah kapasitas keuangan daerah. Kapasitas keuangan daerah
yang baik merupakan prasyarat penting agar berbagai program pembangunan maupun
kewenangan yang dimiliki oleh daerah dapat disukseskan, mengingat di era otonomi
sudah seharusnya daerah yang menjadi tulang punggung pemerintahan.
Sebagai tulang punggung pemerintahan, terdapat banyak pengalihan
kewenangan dari pusat ke daerah di era otonomi. Pengalihan kewenangan ini juga
disertai dengan pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D).
Tuntutan inilah yang harus mampu direspon oleh daerah dalam bentuk strategi dan
inovasi untuk meningkatkan PAD. Selain itu kemampuan daerah untuk mengelola
PAD—merencanakan, menggali, mengelola dan menggunakan keuangan—dapat
digunakan sebagai salah satu indicator atau kriteria untuk menilai tingkat
ketergantungan atau kemandirian daerah kepada pusat. Semakin besar kontribusi
PAD terhadap APBD maka semakin mandiri suatu daerah.
Berbagai daerah telah melakukan inovasi maupun strategi yang berbeda-beda
dalam rangka mewujudkan kemandirian di bidang pendapatan daerah.
Mengintensifkan perekonomian daerah yang berbasis produksi skala kecil/rumah
tangga1, pembenahan administrasi kepegawaian dan menciptakan program sinergi
1 Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu contoh kabupaten yang melakukan
pemberdayaan industri skala kecil sebagai bidang penting dalam usaha meningkatkan pendapatan asli
1
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 2/32
dengan sektor swasta seperti yang dilakukan oleh Kabupaten Jembrana, hingga
strategi peningkatan PAD melalui pajak dan retribusi daerah. Opsi terakhir—
peningkatan PAD melalui pajak dan retribusi daerah—dapat dikatakan merupakan
opsi yang sering mengundang kontra pendapat.
Fenomena ketidakhati-hatian beberapa pemerintah daerah dalam menentukan
objek pajak maupun retribusi, di beberapa daerah telah menimbulkan efek
kontraproduktif yang justru menurunkan potensi pemasukan PAD. Misalnya sejak
otonomi daerah diimplementasikan selama kurang lebih 7 tahun, hingga bulan Juli
2008 tercatat ada sekitar 7.200 Peraturan Daerah (Perda) di bidang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRB) yang 28% atau sekitar 2000 Peraturan Daerah yang oleh
Departemen Keuangan direkomendasikan untuk direvisi ataupun dibatalkan. Lebih
dahsyat lagi, Departemen Keuangan (Depkeu) telah merekomendasikan revisi atau
pembatalan terhadap 28% atau sekitar 2.000 Perda tersebut. Alasan pembatalan
disampaikan bahwa perda-perda tersebut justru menghambat minat investasi di
daerah dan tidak mendorong peningkatan tata kelola ekonomi daerah yang baik .2
Terkait dengan pengalaman-pengalaman daerah lain seperti di atas, maka
strategi pengelolaan PAD yang didapatkan dari pajak dan retribusi daerah harus
dilakukan secara hati-hati agar tidak berdampak kontra produktif bagi perekonomian
daerah. Thesis ini secara khusus akan membahas tentang “Upaya Pemerintah
Kabupaten Sorong Selatan Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Melalui Pajak
dan Retribusi Daerah Guna Menunjang Pelaksanaan Otonomi Daerah”.
Diharapkan dari studi ini dapat diidentifikasikan usaha-usaha yang efektif untuk
meningkatkan PAD melalui pajak dan retribusi daerah.
Seperti diketahui, implementasi otonomi daerah yang secara formal diatur
menggunakan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004
memberikan kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar pada daerah.
daerah. (Studi Lapangan Mahasiswa Kabupaten Sorong Selatan ke Kabupaten Purbalingga).
2 Perda yang Bermasalah Masih Terus Bermunculan, Harian Kontan, 24 Juli 2008.
2
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 3/32
Tujuannya adalah menciptakan pemerintahan yang lebih responsif dan akuntabel
terhadap masyarakat di daerah. Kabupaten Sorong Selatan juga mengalami dinamika
yang serupa. Hanya saja regulasi yang digunakan untuk konteks Kabupaten Sorong
Selatan tidak dapat dilepaskan dari Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, selain tentu saja dua undang-undang yang
telah disebutkan sebelumnya.
Undang-Undang No 32 Tahun 2004 memberikan kewengan yang luas bagi
daerah untuk menyelenggarakan berbagai urusan wajib maupun urusan pilihan di
daerah. Pelimpahan kewenangan tersebut juga diikuti dengan pelimpahan pendanaan
meskipun secara riil masih ada beberapa kegiatan yang menjadi tanggungjawab
pemerintah pusat. Kondisi ini menyebabkan di era otonomi pemerintah daerah
dituntut kemandiriannya dari sektor pendanaan dan keuangan, meskipun pada
prinsipnya masih ada Dana Alokasi Umum yang dapat digunakan untuk membantu
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Pengelolaan keuangan daerah di era otonomi secara khusus kemudian diatur
dalam UU No 33 Tahun 2004 menyebutkan beberapa ketentuan tentang pendapatan
asli daerah yang terdiri dari:
1. Pajak daerah
2. Retribusi daerah
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan
4. Lain-lain pendapatan yang sah.
Dari undang-undang tersebut terlihat bahwa pajak dan retribusi daerah
merupakan pos pendapatan asli daerah yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah
daerah untuk mengoptimalkan kemandirian keuangan daerahnya. Regulasi yang
secara khusus mengatur tentang dua pos pendapatan asli daerah tersebut adalah
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang No. 34
3
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 4/32
Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam undang-undang
tersebut diatur objek-objek pajak yang dapat dikelola oleh pemerintah daerah.
Sebagai daerah yang menjadi bagian dari implementasi kebijakan otonomi
khusus, di Kabupaten Sorong Selatan berlaku beberapa ketentuan tentang sumber-
sumber PAD yang membedakannya dengan daerah lain. Dalam Undang-Undang No
21 Tahun 2001 proporsi pendapatan daerah yang berasal dari pajak dan bagi hasil
memiliki proporsi yang berbeda dengan yang berlaku di daerah lain di Indonesia.
Misalkan terkait dengan PAD pasal 34 UU No 21 Tahun 2001 menyebutkan salah
satu sumber pendapatan daerah adalah dana perimbangan yang berasal dari bagi hasil
beberapa pos pajak.
Elaborasi di atas menunjukkan pentingnya pengelolaan sektor perpajakan dan
retribusi daerah untuk mewujudkan kemandirian suatu daerah otonom. Terkait
dengan urgensi tersebut, topik penelitian yang dipilih dalam tesis ini adalah terkait
dengan pengelolaan retribusi dan pajak daerah sebagai strategi peningkatan PAD di
Kabupaten Sorong Selatan.
2. Rumusan Masalah
Pentingnya kemandirian keuangan daerah di era otonomi, yang salah satunya
dicerminkan dari besaran PAD, mengharuskan daerah secara bijak mengelola sektor
ini. Pajak dan retribusi daerah sebagai salah satu pos pendapatan daerah merupakan
bagian penting bagi keberhasilan daerah dalam mengelola keuangannya. Namun
seperti yang telah disampaikan pada bagian latar belakang, bidang pajak dan retribusi
merupakan bidang yang sering memberikan efek kontra produktif di berbagai daerah
karena pengelolaan yang tidak sesuai.
Berangkat dari persoalan tersebut, maka penelitian ini mengambil rumusan
masalah tentang “ Bagaimana upaya pemerintah Kabupaten Sorong Selatan dalam
4
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 5/32
mengelola pajak dan retribusi daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah?”
3. Tujuan
Tujuan utama penelitian ini secara umum memiliki dua tujuan utama:
1. Menemukan model pengelolaan pajak dan retribusi yang efektif bagi
peningkatan Pendapatan Asli Daerah dan peningkatan kekuatan
perekonomian daerah di Kabupaten Sorong Selatan.
2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan Pemerintah Kabupaten Sorong
Selatan untuk meningkatkan PAD melalui sektor pajak dan retribusi
daerah guna meningkatkan kemandirian perekonomian daerah.
4. Manfaat Penelitian
Dari tujuan penelitian yang dirumuskan, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi:
1. Teridentifikasinya model usaha peningkatan PAD melalui sektor
retribusi dan pajak daerah yang bersahabat terhadap kegiatan
perekonomian di daerah.
2. Kontribusi ilmiah untuk pengembangan studi tentang peningkatan
PAD.
5. Landasan Teori
Sesuai dengan rumusan permasalahan yang disampaikan pada bab
sebelumnya, maka landasan teori yang akan digunakan dalam thesis ini adalah teori
yang terkait dengan usaha peningkatan kemandirian daerah terutama dalam sektor
keuangan di era otonomi.
5.1. Esensi Kemandirian Otonomi
5
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 6/32
Kemandirian otonomi daerah tidak sekedar dimaknai sebagai pengalihan
kewenangan dari pusat ke daerah. Seperti telah disampaikan sebelumnya, pengalihan
kewenangan ini diikuti dengan pelimpahan P3D. Kemampuan daerah untuk
menerima—tidak sekedar kewenangan—namun juga kemampuan untuk menerima
tanggungjawab membiayai berbagai kewenangan yang dilaksanakan dalam
kerangkan otonomi tersebut.
Kemandirian semacam ini penting karena konsep otonomi yang menekankan
pada proses pembuatan kebijakan maupun penyelenggaraan fungsi-fungsi
pemerintahan yang berbasis pada mekanisme bottom up. Skema semacam ini
mengharuskan daerah untuk membangun kemandiriannya dalam mengelola dan
menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, termasuk kemandirian di bidangkemampuan keuangan, sebab pusat tidak lagi berfungsi sebagai “filantropi” atau
penyokong pendanaan kegiatan.
Perubahan format sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi
membawa angin segar untuk pertumbuhan demokratisasi di daerah. Pembangunan
tidak lagi terpusat di Jakarta sebagai pusat pemerintahan nasional melainkan
menyebar ke daerah-daerah dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat bawah
(bottom up) sehingga terjadi pemerataan. Pemerintah pusat memberikan kepercayaan
kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan
melalui pemberian kewenangan (sharing authority) kepada daerah.
Pemerintah pusat juga melakukan desentralisasi politik dan desentralisasi
administrasi kepada pemerintah daerah. Daerah diberikan kewenangan penuh oleh
pemerintah pusat untuk mengelola pemerintahannya sendiri tetapi masih dalam batas
penyelenggaraan yang bersifat lokal sedangkan kewenangan nasional tetap dipegang
oleh pemerintah pusat diantaranya politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
moneter & fiskal nasional, dan agama sehingga yang terjadi daerah masih berada
dibawah pemerintah pusat atau dengan kata lain hubungan pusat dan daerah menurut
Hanif Nurcholis (2005) sebagai hubungan yang bersifat dependence dan sub-ordinat
dimana di dalam suatu Negara tidak terdapat Negara bagian yang memiliki
6
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 7/32
kedaulatan sendiri melainkan pemerintahan daerah yang mempunyai kewenangan
sendiri dan masih ada ketergantungan kepada pusat.
Konsekuensi dari sistem desentralisasi mengenai pembagian kewenangan ini
melahirkan adanya otonomi daerah. Otonomi daerah diartikan sebagai kewenangan
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.3
Sementara dalam UU yang mengatur pemerintah daerah yaitu UU No. 32 tahun 2004
menyebutkan bahwa otonomi daerah merupakan hak, kewenangan, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Secara garis besar pada prinsipnya sama bahwa otonomi daerah merupakan
keleluasaan suatu daerah untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri sesuaidengan kepentingan daerah. Dalam hal ini kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah
daerah sifatnya luas, nyata dan bertanggungjawab. Daerah diberi local discretion
untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahannya sendiri sehingga apa yang
menjadi kebutuhan masyarakat setempat tercapai.
Pemerintah daerah memperoleh desentralisasi kekuasaan dari pemerintah
pusat sehingga mempunyai keleluasaan terhadap daerahnya untuk menggali dan
mengembangkan berbagai potensi sumber daya alam yang dimilikinya untuk
kemajuan daerahnya sehingga tercipta berbagai kreatifitas yang dimunculkan setiap
daerah. Daerah dituntut mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki untuk
mengoptimalkan kemampuan daerahnya dan bersaing dengan daerah lain untuk
memajukan daerahnya. Melalui desentralisasi dan otonomi daerah ini maka
penyelenggaraan pemerintahan daerah diharapkan mencapai tujuan-tujuan strategis
sebagai berikut:4
• Efisiensi-efektifitas penyelenggaraan pemerintahan
• Pendidikan politik
3 Widjaja, Haw, 2005, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta , PT Rajagrafindo
Persada.
4 ___________, Otonomi, Desentralisasi, dan Federasi_____________
7
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 8/32
• Pemerintah daerah sebagai persiapan karir politik yang berkelanjutan
• Kesetaraan politik
• Akuntabilitas publik
Sedangkan tujuan otonomi daerah dari sisi kepentingan pemerintah daerah
menurut Smith (Halim,2001) terdapat 3 (tiga) tujuan yaitu:
• Mewujudkan political equality dimana melalui otonomi daerah dapat
membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai
aktivitas politik di tingkat lokal atau daerah
• Menciptakan local accountability dimana otonomi akan meningkatkan
kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan hak-hak masyarakat.
• Mewujudkan local responsiveness dimana otonomi akan mempermudah
antisipasi terhadap berbagai masalah yang muncul dan sekaligus
meningkatkan akselerasi pembangunan social dan ekonomi daerah.
5.2. Otonomi Daerah dan Kemandirian Daerah
Pemberian kewenangan pemerintah pusat kepada daerah untuk
menyelenggarakan urusannya sendiri merupakan esensi dari otonomi daerah.
Desentralisasi kewenangan yang diberikan pemerintah pusat meliputi : materikewenangan yang berupa semua urusan pemerintahan, manusia yang diserahi
wewenang yaitu masyarakat di daerah yang bersangkutan dan wilayah yang diserahi
wewenang yaitu daerah otonom.5 Pemberi kewenangan ini sekaligus memberi
kekuasaan kepada pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahan yang bersifat
lokal. Beban yang ditanggung oleh pemerintah pusat terhadap daerah berkurang
kekomplekkannya karena urusan tersebut sudah sepenuhnya diserahkan kepada
daerah. Timbulnya permasalahan yang ada di daerah yang dahulunya diselesaikan
oleh pemerintah pusat akibat system sentralisasi dirasa tidak sesuai dengan animo
5 Nurcholis, Hanif, 2005, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah , Jakarta,
Gramedia Widiasarana Indonesia
8
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 9/32
masyarakat lokal. Terdapatnya misorientasi antara kehendak pusat dengan kebutuhan
masyarakat. Otonomi daerah berusaha menjembatani animo masyarakat lokal secara
bottom up dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan public
terhadap masyarakat. Daerah dituntut secara mandiri untuk mampu
menyelenggarakan kewenangan sendiri dan menyelesaikan permasalahan yang ada di
daerah sesuai dengan kepentingan masyarakat. Otonomi ini diharapkan daerah dapat
secara mandiri dalam mengelola kewenangan pemerintahan sendiri maupun
pengelolaan keuangan daerah sendiri. Kemandirian suatu daerah adalah bagaimana
daerah tersebut mampu menjalankan fungsinya untuk menyejahterakan masyarakat
daerahnya tanpa bergantung pada daerah lain.6 Daerah dianggap mampu berotonomi
apabila bisa menciptakan kemandirian bagi daerahnya. Halim (2001) menyebutkan bahwa ciri yang dimiliki daerah yang berotonomi yaitu : (1) kemampuan keuangan
daerah dimana daerah mempunyai kewenangan dan kemampuan dalam
menggali,mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri dalam rangka
penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan, (2) tingkat ketergantungan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat harus seminimal mungkin sehingga PAD menjadi
sumber pemasukan keuangan terbesar dalam keuangan daerah.
Kemandirian suatu daerah dalam mengelola kewenangan maupun sumber
pendapatan ini yang diterapkan dalam otonomi daerah. Kemandirian ini nantinya
akan tercermin dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan sendiri dan
pembiayaan sendiri penyelenggaraan tersebut. Tingkat kemandirian setiap daerah
tidak sama sesuai dengan kemampuan daerahnya dan ketergantungannya terhadap
pusat. Biasanya kondisi PAD ini sangat mempengaruhi kemandirian daerah karena
PAD merupakan capacity fiskal daerah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang selalu mengalami deficit sehingga memerlukan ketergantungan dari
6 Yvonny H. Leiwakabessy & Mochammad Solichin, Rasio Kemandirian: Ketergantungan
Penerimaan dari Luar, dalam Forum Dosen Akuntansi Sector Publik, 2006, Runtuhnya Sistem
Managemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, BPFE
9
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 10/32
pusat. Untuk itu daerah seringkali berusaha meningkatkan PAD untuk untuk
meningkatkan tingkat kemandirian dalam berotonomi atas prakarsa sendiri.
5.3. Keuangan Daerah sebagai Pendukung Otonomi Daerah
Penerapan sistem desentralisasi kepada daerah tidak hanya sebatas
pelimpahan kewenangan yang bersifat politik maupun administratif tetapi diimbangi
dengan kewenangan dalam bidang keuangan Kewenangan keuangan tersebut
tercermin dengan adanya desentralisasi fiskal yang diberikan kepada pemerintah
daerah untuk mengelola keuangannya sendiri. Prinsip yang diterapkan dalam
desentralisasi fiskal ini yaitu rules money should follow function dimana setiap
penyerahan atau pelimpahan kewenangan pemerintahan membawa konsekuensianggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut. Jadi
pelaksanaan desentralisasi administrasi maupun politik harus dibarengi dengan
desentralisasi keuangan sebagai pembiayaan. Konsekuensi dari implementasi
penerapan desentralisasi fiskal ini diantaranya adanya alokasi keuangan daerah
dimana daerah memiliki fleksibilitas & diskersi dalam pemanfaatan sumber-sumber
pembiayaan untuk membangun daerah, pedoman agar desentralisasi fiskal sesuai
dengan keinginan perencana dan diperlukan beberapa terobosan untuk menyiasati
kekurangan fiscal gap dengan memperluas basis penerimaan.7
Daerah dituntut untuk melakukan pembiayaan sendiri dalam
menyelenggarakan kewenangan-kewenangan yang ada di daerah sehingga keuangan
daerah ini sangat menentukan operasionalisasi dari penyelenggaraan fungsi &
kebutuhan masyarakat daerah. Adanya kewenangan yang diberikan oleh daerah
dalam mengelola sumber-sumber pendapatan dari daerahnya ini merupakan bagian
dari local discretion dari pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pemerintah daerah dapat menentukan alokasi dana yang sesuai dengan kebutuhan
7 Chalid, Pheni. 2005, Keuangan Daerah, Investasi,dan Desentralisasi, Jakarta, PT
Percetakan Penebar Swadaya
10
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 11/32
masyarakat. Untuk itu pemerintah daerah perlu melihat kapasitas fiskal dari
daerahnya untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Besarnya kapasitas fiskal dari suatu daerah selalu berbeda-beda sesuai dengan
potensi daerah masing-masing yang digali sebagai sumber penerimaan. Davey(1989)
menyatakan bahwa kemampuan keuangan daerah ditentukan oleh sumber pendapatan
daerah dan tingkat lukratifnya yang dipengaruhi oleh responsivitas pajak terhadap
inflasi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi.8 Kecenderungan kapasitas
fiskal daerah yang kecil dan identifikasi kebutuhan masyarakat yang besar
menyebabkan fiscal gap dimana besarnya input tidak sama dengan output. Daerah
harusnya memperhitungkan adanya kemampuan basis penerimaan yang dimiliki
untuk menyeimbangkan penerimaan dan kebutuhan namun ketika terjadi misalokasidalam perhitungan berimplikasi terhadap keseimbangan makroekonomi dalam bentuk
penurunan kualitas layanan masyarakat dan ketergantungan daerah yang tinggi
terhadap pusat.9 Kecenderungan basis penerimaan daerah yang kecil apabila dikelola
secara efektif dan efisien dapat mengurangi ketergantungan terhadap pusat.
Penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan dan kepentingan masyarakat ini
sangat dipengaruhi oleh ketersediaan keuangan yang ada di daerah. Ada hubungan
kesinergisan antara keduanya. Operasionalisasi dari kegiatan-kegiatan yang
dijalankan oleh pemerintahan daerah sangat memerlukan pembiayaan dari keuangan
daerah. Keuangan daerah ini dikelola untuk menunjang urusan pemerintah daerah.
Peranan keuangan daerah yang cukup besar dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi
pemerintahan ini memberikan dikotomi pada pola hubungan yang terjalin antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini diungkapkan Paul Hersey dan
Kenneth blanchard dalam Halim (2001) yang membagi pola hubungan pusat dan
daerah kedalam 4 kategori :
8 Nurcholis, Hanif, 2005, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah , Jakarta,
Gramedia Widiasarana Indonesia.
9 Chalid, Pheni, 2005, Keuangan Daerah, Investasi & Desentralisasi. Jakarta, Penebar
Swadaya
11
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 12/32
• Pola hubungan instruktif: pemerintah pusat lebih dominant daripada
kemandirian yang dimiliki daerah
• Pola hubungan konsultatif: campur tangan pemerintah pusat terhadap daerah
sudah berkurang dan peran pusat cenderung memberikan konsultasi karena
daerah dianggap sedikit mampu melaksanakan otonomi daerah
• Pola hubungan partisipatif: peran pemerintah pusat semakin berkurang dan
tingkat kemandirian daerah mendekati mampu melaksanakan otonomi.
• Pola hubungan delegatif : campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada
karena daerah mampu melaksanakan otonomi secara mandiri.
Berdasarkan pengkategorian tersebut, maka dikemukakan tabel dengan
melihat pola hubungan dan kemampuan daerah.
Tabel 2: Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah
KEMAMPUAN
KEUANGAN
KEMANDIRIA
N (%)
POLA
HUBUNGAN
Rendah sekali 0% - 25% Instruktif
Rendah 25% - 50% Konsultatif
Sedang 50% - 75 % Partisipatif
Tinggi 75 % - 100% Delegatif
Sumber: Abdul Halim, 2001, Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, UPP AMP YKPN.
5.4. Peran PAD terhadap Otonomi Daerah.
Desentralisasi fiskal yang diberikan kepada pemerintah daerah tercermin
dengan dikelolanya keuangan oleh pemerintah daerah sendiri. Daerah diberi
kewenangan untuk mencari sumber-sumber penerimaan dari potensi sumber daya
yang ada di daerah untuk pembiayaan daerah berdasarkan asas desentralisasi.
Sementara penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas dekonsentrasi dan asas
pembantuan didanai APBN. Kewenangan dari asas desentralisasi ini menyebabkan
setiap daerah berlomba-lomba untuk meningkatkan pendapatan daerahnya. Dengan
kata lain adanya kewenangan dari daerah-daerah untuk meningkatkan pendapatan asli
daerah. Daerah diberi kewenangan untuk menarik pajak daerah dan retribusi daerah
12
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 13/32
sebagai sumber utama penerimaan daerah. Pendapatan asli daerah ini merupakan
komponen dalam pendapatan daerah yang digunakan untuk membiayai kebutuhan
dari daerah secara mandiri. Namun sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki
daerah, besar pendapatan asli daerah yang diperoleh dari sumber-sumber potensial
setiap daerah berbeda sehingga PAD yang dihasilkan pun berbeda-beda pula.
Umumnya terdapat kecenderungan dalam pemasukan PAD dipengaruhi oleh pusat.
Di Negara-negara maju cenderung memberikan kewenangan untuk mengelola
sumber-sumber keuangan yang lukratif sedangkan Negara-negara berkembang
sumber-sumber lukratif dikuasai oleh pemerintah pusat dan yang tertinggal sumber-
sumber pendapatan yang kurang memiliki potensi.10
Peran PAD ini sangat penting bagi daerah untuk bisa melakukan pelayanankepada masyarakat secara mandiri. Namun yang terjadi ketika PAD yang kecil harus
ditopang oleh adanya sumber-sumber lain yang menjadi komponen dari pendapatan
daerah sehingga output untuk masyarakat tercapai. Penopang terhadap rendahnya
PAD dilakukan dengan skala ketergantungan kepada pusat. Daerah yang mempunyai
PAD rendah akan selalu memiliki ketergantungan kepada pemerintah pusat tinggi
dari pada daerah yang memiliki PAD besar untuk mengimbangi adanya input &
output (penyeimbangan fiskal). Keberadaan PAD yang rendah ini tergantung pada
pertumbuhan ekonomi di daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berjalan lambat
berpengaruh pada penerimaan pendapatan sehingga diperlukan iklim yang kondusif
untuk meningkatkan investasi.
Adanya otonomi daerah ini memberi kebebasan dan keleluasaan dalam
penyelenggaraan daerah sehingga PAD daerah menjadi salah satu indikator yang
menentukan kemampuan daerah dalam menyelenggarakan urusan-urusan melalui
pembiayaan. Tinggi rendahnya PAD daerah menunjukkan kemampuan daerah dalam
menumbuhkan pertumbuhan ekonomi di daerah dan daerah mempunyai kreatifitas
10 Nurcholis, Hanif, 2005, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta,
Gramedia Widiasarana Indonesia.
13
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 14/32
dalam mencari sumber-sumber penerimaan yang baru. Bukan berarti peningkatan
PAD hanya dilakukan melalui peningkatan pajak maupun retribusi daerah oleh
pemerintah daerah. Kontribusi PAD sangat besar dalam menunjukkan tingkat
kemandirian keuangan suatu daerah di dalam otonomi daerah. Peranan PAD yang
besar menunjukkan kemampuan daerah untuk mandiri sangat besar sedangkan PAD
yang sangat kecil menunjukkan ketergantungan dan rendahnya kemandirian daerah
dalam melakukan otonomi. Daerah dituntut mampu secara mandiri melakukan
pembiayaan rumah tangganya sendiri dalam rangka otonomi daerah. Kemandirian
daerah tidak sepenuhnya daerah lepas dari pemerintah pusat dan membiayai semua
urusan rumah tangganya sendiri karena pemerintah daerah memiliki sifat independent
& subordinate melainkan tingkat ketergantungannya kecil kepada pemerintah pusat.PAD ini lah sebagai tolak ukur dari capacity fiskal daerah sehingga dengan capacity
fiskal yang diperoleh dari PAD akan dapat melaksanakan otonomi daerah dengan
lancar karena daerah menunjukkan kemampuan & kreatifitasnya sendiri untuk dapat
menggali PAD. Untuk itu setiap daerah yang mempunyai kontribusi PAD rendah
dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan berlomba-lomba melakukan
peningkatan PAD untuk mewujudkan kemandirian yang tinggi dalam otonomi
daerah.
5.5. Pengertian Pendapatan Daerah dan Pendapatan Asli Daerah
Komponen pembiayaan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah berdasarkan system desentralisasi berasal dari pendapatan
daerah. Pengertian pendapatan daerah diartikan sebagai komponen utama yang
digunakan daerah untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan berdasarkan asas
desentralisasi. Pendapatan daerah sesuai dengan UU no 33 tahun 2004 diartikan
sebagai hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Jadi pendapatan daerah merupakan
dana yang dimiliki daerah untuk melakukan pembiayaan daerah. Namun keberadaan
14
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 15/32
pendapatan daerah dalam perolehannya juga harus memiliki kriteria-kriteria tertentu
disesuaikan dengan daerahnya. Adapun standar penilaian pendapatan daerah:11
• Kriteria bagi hasilnya harus mencukupi dimana besarnya pungutan
mencukupi kebutuhan daerah
• Kriteria adil dan pemerataan dari segi tegak lurus (tingkat atau besar
pendapatan), mendatar ( sumber pungutan dikenakan), geografis (lokasi
dimana dilaksanakan)
• Kriteria kemampuan administrasi
• Kriteria pengaruh pajak terhadap ekonomi
Pendapatan asli daerah merupakan sumber utama pendapatan daerah yang
diperoleh dari kemampuan daerah dalam menggali potensi sumber daya yang dapat
dijadikan sebagai sumber penerimaan daerah. Pendapatan asli daerah digunakan
sebagai komponen utama suatu daerah menuju kemandirian dalam era otonomi.
Pengertian PAD menurut UU Nomor 33 tahun 2004 adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan UU no 33 tahun 2004, sumber pendapatan daerah diperoleh dari :
• Pendapatan asli daerah, meliputi; pajak, retribusi, hasil perusahaan milik
daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang sah serta lain-lain
pendapatan yang sah.
• Dana perimbangan, meliputi; bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak, dana
alokasi umum dan dana alokasi khusus.
• Lain-lain pendapatan, meliputi; dana penyesuaian dan dana otonomi khusus
dan bantuan keuangan dari Provinsi atau pemerintah daerah lainnya.
11 Kusuma Dewi, Rima, Pendapatan Daerah Sebagai Salah Satu Masalah Pada Pengelolaan
Keuangan Daerah dalam Halim, Abdul, 2004, Managemen Keuangan Daerah edisi Revisi, Yogyakarta
: UPP AMP YKPN
15
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 16/32
5.6. Pengertian Pajak & Pajak Daerah
5.6.1. Pengertian Pajak
Pajak menurut Marihot P. Siahaan adalah pungutan dari masyarakat oleh
negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan
terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali
(kontra prestasi / balas jasa) secara langsung yang hasilnya digunakan untuk
membiayai pengeluaran Negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan. Berdasarkan pengertian diatas Marihot P. Siahaan mengidentifikasi
ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak :
• Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.• Pembayaran pajak harus masuk kas Negara yaitu kas pemerintah pusat atau
kas pemerintah daerah
• Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi
individu oleh pemerintah
• Penyelenggaraan pemerintahan secara umum merupakan manifestasi kontra
prestasi dari Negara kepada para pembayar pajak
• Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang
menurut peraturan perundang-undangan pajak dikenakan pajak
• Pajak memiliki sifat dapat dipaksakan.
Pajak mempunyai peranan yang besar bagi pemerintah untuk menjalankan
roda pemerintahannya. Adapun fungsi yang diemban pajak diantaranya:12
• Fungsi budgetair
Pajak berfungsi untuk menutup biaya yang harus dikeluarkan pemerintah
dalam menjalankan pemerintahannya. Fungsi ini merupakan fungsi utama pajak atau
fungsi fiskal yaitu suatu fungsi dalam mana pajak digunakan sebagai alat
12 Devana, Sony & Siti Kurnia Rahayu, 2006, Perpajakan, Konsep, Teori dan Isu, Jakarta,
Prenada Media Group.
16
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 17/32
memasukkan dana secara optimal ke kas Negara berdasarkan undang-undang pajak
yang berlaku.
• Fungsi regulered atau fungsi mengatur
Pajak merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu.
5.6.2. Pengertian Kriteria, Jenis, Pungutan Pajak Daerah.
Penerapan desentralisasi kepada daerah telah memberi local discretion bagi
daerah untuk melakukan pungutan yang dapat menjadi sumber penerimaan asli
daerah. Daerah diberi kewenangan salah satunya memungut pajak yang ada di daerah
sesuai yang ditetapakan UU dan kewenangan untuk memungut pajak yang ada di
daerah sesuai dengan potensi-potensi riil yang ada di daerah (UU No 28 Tahun 2009).Dikotomi pajak kemudian tidak hanya sekedar pajak pusat tetapi juga pajak daerah
yang berada di daerah. Pemerintah pusat melakukan pembagian kewenangan kepada
pemerintah daerah terhadap pungutan jenis pajak. Pemerintah pusat melakukan
pertimbangan tertentu dalam melakukan distribusi kewenangan pungutan pajak
daerah. Adapun kriteria atau pertimbangan dalam penerapan pajak menurut Teresa
Ter-Misnassian:13
• Pajak yang dikenakan bertujuan untuk stabilitas ekonomi dan distribusi
pendapatan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
• Basis pajak yang merupakan kewenangan daerah seharusnya tidak terlalu
“mobile”
• Basis pajak yang sangat timpang distribusinya antar daerah menjadi tanggung
jawab pemerintah pusat
• Pajak daerah seharusnya visible dalam arti pajak tsb jelas bagi pembayar,
objek dan subyek pajak dan besarnya pajak terutang mudah dihitung sehingga
mendorong akuntabilitas daerah
13 Adi, Wijaya. 2004, Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta, LIPI.
17
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 18/32
• Pajak daerah tidak dapat dibebankan kepada penduduk daerah lain karena
akan memperlemah hubungan antara pembayar pajak dan pelayanan yang
diterima
• Pajak daerah seharusnya dapat dijadikan sumber penerimaan yang memadai
• Pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya relative mudah
diadministrasikan.
Kewenangan daerah dalam menarik pajak sebagai sumber pendapatannya
tersebut yang menjadi pajak daerah. Pajak daerah merupakan pajak-pajak yang
dipungut oleh pemerintah daerah yang diatur berdasarkan peraturan daerah masing-
masing dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga
daerahnya (Marihot P. Siahaan, 2005). Berdasarkan UU No 28 Tahun 2009
pengertian pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah-daerah
kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah. Kontribusi pajak sangat besar sekali peranannya dalam pemerintah daerah.
Pajak mempunyai peranan ganda yaitu sebagai budgetary yang berperan sebagai
sumber pendapatan daerah dan sebagi regulatory yang berperan sebagai alat untuk
mengatur distribusi suatu kegiatan ekonomi ( Suparmoko, 2002). Namun peranan
pajak lebih cenderung digunakan untuk sumber pembiayaan daerah yang berasal dari
PAD.
Adapun jenis-jenis pajak yang menjadi kewenangan daerah menurut UU No
28 Tahun 2009 diantaranya :
1. Pajak Provinsi terdiri dari : pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas
air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, pajak bahan
bakar kendaraan bermotor dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah
tanah dan air permukaan.
18
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 19/32
2. Pajak Kabupaten / kota terdiri dari : pajak hotel, restoran, hiburan, reklame,
penerangan jalan, pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir.
Dalam UU ini menyebutkan adanya fleksibilitas dalam menarik pungutan
pajak daerah sehingga pungutan pajak daerah yang lainnya disesuaikan dengan
kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber penerimaan yang potensial.
Daerah harus melakukan penilaian terhadap potensi lokal yang akan dijadikan obyek
pajak sehingga bisa layak dilakukan pungutan. Adapun kriteria suatu potensi
pendapatan agar menjadi obyek pengenaan pajak daerah (Davey,1988)14
• Kecukupan dan elastisitas
• Keadilan
• Kemampuan administrative
• Kesepakatan politis
Setelah pengidentifikasian adanya suatu kelayakan dari potensi sumber daya
lokal sebagai obyek pajak,daerah melakukan pungutan pajak daerah. Adapun tolak
ukur keberhasilan pajak Daerah15
• Hasil pemungutan pajak ( yield ) apakah cukup memadai dalaam kaitannya
dengan pelayanan jasa yang diberikan pemerintah.
•Agar dapat keadilan maka pemungutan pajak harus disertai dengan dasar pajak dan tarif pajak yang jelas serta tidak sewenang-wenang.
• Economic efficiency (tidak menghambat kegiatan ekonomi daerah).
• Ability to implement dimana pajak dapat dilaksanakan baik secara politik
maupun administratif.
• Pajak harus cocok sebagai sumber pendapatan di daerah yang bersangkutan.
5.7.Pengertian Retribusi Daerah.
14 Bambang Prakosa,2003, Pajak & Retribusi Daerah, Yogyakarta : UII Press
15 Nick Devas dalam Suparmoko, Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan
Daerah, Yogyakarta , ANDI.
19
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 20/32
Salah satu komponen sumber penerimaan dari pendapatan asli daerah adalah
retribusi daerah. Retribusi diartikan sebagai pembayaran wajib dari penduduk kepada
Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya
secara perseorangan (Marihot P. Siahaan) sedangkan Retribusi daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau perijinan tertentu yang khusus
disediakaan dan atau diberikan oleh pemda untuk kepentingan pribadi maupun badan
(Suparmoko,2002). Jadi ciri yang melekat pada retribusi daerah yang disimpulkan
Marihot P. Siahaan sebagai berikut :
• retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan uu dan peraturan
yang berkenan.
•hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah
• pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa)
secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.
• retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemda yang
dinikmati oleh orang atau badan
• sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis yaitu jika
tidak membayar retribusi tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan
pemerintah daerah.Besarnya retribusi tidak dapat dikenakan untuk semua orang tetapi hanya
mereka yang mengakses pelayanan dan jasa tertentu. Jadi sifat retribusi tidak
memaksa atau mewajibkan seseorang untuk membayar. Hanya orang yang
menginginkan pelayanan dan jasa tertentu harus membayar retribusi. Biasanya
besarnya pungutan yang ditarik harus mencerminkan kepuasan yang diperoleh dalam
pelayanan yang diberikan. Penerapan retribusi diklasifikasikan menurut macamnya
menjadi :16
16 P. Siahaan, Marihot, 2005, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, Jakarta, Rajawali Press.
20
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 21/32
a. Retribusi Jasa Umum merupakan retribusi atas jasa yang diberikan oleh
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
b. Retribusi Jasa Usaha merupakan retribusi atas jasa yang disediakan
pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya
dapat disediakan oleh sector swasta
c. Retribusi Perizinan Tertentu merupakan retribusi atas kegiatan tertentu
pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau
badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentinganumum dan menjaga kelestarian lingkungan.
5.8. Upaya-upaya yang Dilakukan untuk Meningkatkan PAD
Kewenangan daerah dalam penyelenggaran urusan rumah tangganya secara
otonom memiliki konsekuensi dibutuhkannya kemampuan daerah untuk melakukan
pembiayaan sendiri terhadap program maupun kebijakan daerah. Namun, idealisme
ini belum sepenuhnya berhasil dilakukan oleh sebagian besar pemerintah daerah di
Indonesia. Ketergantungan daerah terhadap subsidi pusat maupun ketergantungan
daerah miskin sumber daya terhadap dana bagi hasil yang didapatkan dari daerah lain
masih menjadi fenomena yang banyak terjadi. Hal ini salah satunya tercermin dari
komposisi APBD yang masih memiliki prosentase PAD yang rendah.
Keberadaan potensi sumberdaya daerah yang melimpah juga belum menjadi
jaminan kemandirian perekonomian daerah mengingat fakta mayoritas daerah yang
kaya sumber daya alam belum memiliki kapasitas yang mencukupi untuk
mengelolanya. Misalnya meskipun Papua dipercaya menjadi wilayah dengan
berbagai potensi sumber daya alam yang melimpah, namun fakta menunjukkan
hingga tahun 2007, Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Papua adalah yang terkecil di
21
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 22/32
Indonesia. PAD yang dimiliki oleh Provinsi Irian Jaya Barat baru mencapai 3,90%
dan PAD Provinsi Papua hanyalah 3,95% dari total pendapatan.17 Jika PAD secara
total saja masih kurang dari 4% dari total pendapatan daerah, dapat dibayangkan
betapa masih kecilnya sumbangan pajak dan retribusi dalam membangun
kemandirian ekonomi daerah.
Rendahnya PAD yang pada akhirnya menyebabkan ketergantungan daerah
terhadap ketersediaan sumber dana dari pusat secara umum dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor seperti:18
• Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah
• Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan
• Walaupun jumlah pajak daerah yang beragam, hanya sedikit yang bisa
diandalkan sebagai sumber penerimaan
• Alasan politis yang berupa kekhawatiran munculnya disintegrasi dan
sparatisme.
• Kelemahan dalam memberikan subsidi dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah
Fenomena masalah “miskinnya” daerah kaya yang disebabkan hambatan
semacam ini menunjukkan bahwa keberadaan upaya-upaya maksimalisasi
kemampuan daerah untuk berdaya dalam bidang ekonomi lokal mutlak diperlukan
untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam rangka berotonomi secara efektif.
Pajak dan retribusi daerah sebagai salah satu pos penting dalam PAD
memiliki potensi yang menjanjikan untuk menopang kemandirian keuangan daerah,
jika terkelola dengan baik. Namun demikian, bidang ini termasuk ke dalam salah satu
bidang yang rawan terhadap munculnya efek kontra produktif. Ketidak hati-hatian
dalam mengelola bidang ini justru dapat memberikan dampak negatif terhadap
17Departemen Keuangan Republik Indonesia, Profil Pendapatan APBD Propini Tahun
Anggaran 2007.
18 Kuncoro, Mudrajat, 2004, Otonomi & Pembangunan Daerah, Jakarta, Erlangga.
22
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 23/32
perkembangan perekonomian daerah seperti yang telah diungkapkan pada bagian
latar belakang.
5.8.1. Memaksimalkan Pemungutan: Program Meningkatkan
Kemampuan Membayar Pajak dan Retribusi
Seperti yang telah disinggung sebelumnya sebagai salah satu komponen PAD,
keberhasilan daerah untuk menarik pajak dan retribusi dari masyarakat akan menjadi
langkah awal meningkatnya pendapatan asli daerah. Semakin banyak objek pajak dan
retribusi yang berhasil diidentifikasi serta semakin banyak masyarakat yang taat
membayar pajak dan retribusi, maka akan semakin meningkatkan PAD. Logika ini
memang benar, namun ada satu sisi paling penting yang justru banyak dilupakan.
Belajar dari “kesalahan” pemerintah daerah di banyak daerah, dimana
ekstensifikasi dan intensifikasi penarikan pajak dan retribusi daerah yang dilakukan
dengan sangat masif yang ternyata justru berdampak buruk bagi ekonomi di daerah,
penulis menyimpulkan adanya satu faktor terpenting yang belum dijadikan kesatuan
dalam kegiatan penarikan pajak dan retribusi daerah. Faktor yang dilupakan tersebut
adalah pengaruh tingkat kemampuan masyarakat—dan pengusaha—untuk membayar
pajak dan retribusi daerah.
Keinginan banyak daerah untuk meningkatkan PADnya secara cepat dengan
menentukan berbagai macam objek pajak dan retribusi baru ternyata tidak diikuti
dengan kesadaran pemerintah daerah untuk membangun kemampuan membayar
pajak dikalangan masyarakat atau pengusaha. Pemerintah sekedar giat menarik
berbagai macam pajak, yang karena tidak dibarengi dengan kemampuan membayar
yang mencukupi dari masyarakat, justru semakin menurunkan kemampuan ekonomi
daerah. Masyarakat dan pengusaha merasa terbebani dengan pajak karena memang
kemampuan membayar mereka masih rendah, dan akhirnya justru menurunkan roda
perekonomian daerah.
23
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 24/32
Sehingga agar program identifikasi objek-objek pajak dan retribusi serta wajib
pajak baru bisa dilakukan secara optimal, perlu dilakukan secara bersamaan dengan
program pemberdayaan ekonomi daerah. Jika program pemberdayaan perekonomian
ini berhasil dilakukan, maka tingkat kemampuan wajib pajak untuk membayar
kewajibannya juga akan meningkat. Sehingga intensifikasi dan ekstensifikasi
pemungutan objek pajak dan retribusi baru tidak akan membebani kegiatan ekonomi
masyarakat maupun pengusaha mengingat kemampuan mereka untuk membayar
telah terbangun sebelumnya.
Sehingga pada intinya, usaha untuk meningkatkan PAD dari sektor pajak dan
retribusi daerah harus menjadi skema yang menjadi kesatuan dengan usaha-usaha dan
dukungan pemerintah daerah dalam meningkatkan kegiatan perekonomian riil yang
lain di daerah. Terdapat 4 (empat) skema yang dapat digunakan sebagai kerangka
dasar program peningkatan PAD: 19
• Melakukan intensifikasi & ekstensifikasi pajak & retribusi daerah
• Melakukan eksplorasi sumber daya alam
• Menggiatkan upaya untuk menarik investor menanamkan investasi di daerah
• Melakukan inventarisasi aset-aset pemerintah daerah.
Intensifikasi serta ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah tidak boleh
dilakukan secara terpisah dari tiga skema yang lain. Penarikan pajak dan retribusi
daerah harus dilakukan secara bersamaan dengan program membangun kemampuan
masyarakat dan pelaku ekonomi untuk membayar pajak. Kemampuan membayar ini
dapat dibangun melalui tiga skema yang lain seperti ditawarkan di atas.
Pengidentifikasian potensi-potensi daerah merupakan sarana yang paling
mudah dalam menerapkan kebijakan apa yang cocok diambil untuk meningkatkan
PAD. Hasil identifikasi terhadap sektor potensial ini dapat dimanfaatkan untuk dua
19 Busyro Karim, Abuyana, 2005, Indonesia Globalisasi & Otonomi Daerah, Yogyakarta,
Nuansa Aksara
24
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 25/32
hal; mengidentifikasikan sektor ekomoni prioritas yang perlu memdapatkan
dukungan kebijakan dari pemerintah daerah serta mengidentifikasikan potensi-potensi
yang dapat dimasukkan sebagai objek pajak. Dari kegiatan identifikasi ini juga dapat
disusun skala prioritas pembangunan daerah serta untuk menentukan bidang-bidang
apa saja yang memerlukan upaya peningkatan minat investor untuk menanamkan
modalnya di daerah sesuai dengan potensi ekonomi yang dimiliki.
Dengan demikian salah satu tawaran konsepsual yang diberikan dalam thesis
ini untuk meningkatkan PAD dari sektor pajak dan retribusi daerah adalah dengan
membangun kemampuan wajib pajak untuk membayar “beban” tersebut. Program
membangun kemampuan membayar ini melibatkan berbagai usaha pemerintah daerah
untuk menggerakkan sektor ekonomi riil mulai dari skala kecil hingga besar.Memang metode semacam ini tidak dapat dirasakan hasilnya dalam satu atau dua
tahun secara signifikan. Namun untuk jangka panjang, metode ini diyakini efektif
untuk meningkatkan PAD. Konsep semacam ini menekankan pada pentingnya
perencanaan “multi years” sehingga yang menjadi titik berat untukjangka pendek
justru bukan “memetik buah” namun bagaimana “menanam pohon”.
5.8.2. Bijak Menarik Pajak: Mengidentifikasikan Potensi Pajak dan
Retribusi
Setelah skema memperkuat kemampuan masyarakat dan dunia usaha untuk
membayar pajak dan retribusi daerah, langkah selanjutnya yang penting dilakukan
untuk merealisasi peningkatan kontribusi pajak dan retribusi terhadap PAD adalah
menemukan mekanisme yang bijak dalam menarik pajak dan retribusi daerah. Tidak
sekedar membuat sederet daftar objek dan wajib pajak baru, pemerintah daerah juga
harus dengan hati-hati mempertimbangkan segi besaran pajak maupun
mengidentifikasikan sektor-sektor yang potensial untuk ditarik pajaknya.
Seperti diketahui, salah satu cara yang biasa digunakan oleh pemerintah
daerah dalam meningkatkan PAD adalah menggunakan upaya pajak (tax effort ).
25
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 26/32
Upaya pajak (tax effort ) merupakan upaya peningkatan pajak daerah yang diukur
melalui perbandingan hasil penerimaan (realisasi) sumber-sumber PAD dengan
potensi sumber-sumber PAD.20 Adapun upaya peningkatan pajak dan retribusi daerah
dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Upaya intensifikasi pendapatan
daerah menurut Ramdan Ruhedi Dedi adalah usaha untuk memperbesar penerimaan
dengan cara melakukan pungutan yang lebih giat dan teliti. Kegiatan yang dilakukan
dalam upaya intensifikasi:21
• Menyesuaikan/ memperbaiki aspek kelembagaan pengelola pendapatan asli
daerah berikut perangkatnya sesuai dengan kebutuhan yang berkembang
dengan menerapkan secara optimal system dan prosedur mapatda
• Memperbaiki/menyesuaikan aspek ketatalaksanaan yang meliputi:
administrasi pungutan, tarif dan system pelaksanaan pungutan
• Peningkatan pengawasan dan pengendalian
• Peningkatan sumber daya manusia pengelola PAD
• Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat untuk menumbuhkan
kesadaran masyarakat membayar pajak maupun retribusi
Tawaran ini menekankan pentingnya kehati-hatian dalam mengidentifikasi
potensi objek pajak maupun retribusi. Dalam kegiatan identifikasi ini yang dilakukan
tidak hanya sekedar membuat daftar objek pajak, namun lebih dari itu kegiatan ini
juga mencakup persiapan-persiapan yang dibutuhkan untuk melakukan pengelolaan.
Memastikan kesiapan daerah dalam mengadministrasi pajak, menciptakan sistem
pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan pajak, hingga mempersiapkan
kedewasaan dan kesadaran masyarakat setempat untuk taat membayar pajak dan
retribusi merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya dari proses tersebut.
20
Adi, Priyo Hary dalam Relevensi Transfer Pemerintah Pusat dengan Upaya Pajak Daerahhttp://lpks1.wima.ac.id/pphks/accurate/makalah/IE7.pdf
21 Ruhedi Dedy, Ramdan, Upaya Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah
dalam Halim, Abdul,2004, Managemen Keuangan Daerah, Edisi Revisi,Yogyakarta, UPP AMP
YKPN.
26
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 27/32
5.8.3. Tertib Administrasi: Tanggungjawab dan Profesionalisme
Pengelolaan Pajak dan Retribusi
Setelah tahapan-tahapan jangka panjang untuk mengoptimalkan peningkatan
PAD dari sektor pajak dan retribusi seperti telah disampaikan di atas, langkah penting
lainnya yang dibutuhkan adalam menciptakan mekanisme yang sehat untuk
mengelola pendapatan yang didapatkan dari sektor pajak dan retribusi.
Mengutip perumpamaan sebelumnya tentang “menanam pohon”, maka
setelah pohon yang ditanam berbuah, diperlukan cara yang tepat untuk memanen agar
buah yang dipetik memiliki kualitas yang baik sehingga memberikan keuntungan
yang maksimal. Setelah daerah mampu meningkatkan pendapatan asli dari sektor
pajak dan retribusi—yang dilakukan berbasis pemberdayaan ekonomi—langkah
selanjutnya adalah bagaimana mengadministrasikan agar pajak dan retribusi yang
diterima dapat menjadi pendukung kemandirian daerah dalam berotonomi. Terdapat
beberapa upaya yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD
yang terkait dengan pengelolaan sektor pajak dan retribusi daerah. Salah satu bagian
penting adalah terkait dengan kemampuan pemerintah daerah untuk
mengadministrasikan potensi-potensi dan penerimaan riil yang didapatkan dari pajak
dan retribusi tersebut. Menurut Sidik Machfud upaya tersebut bisa meliputi:22
• Memperluas basis penerimaan melalui perhitungan ekonomi terhadap
penerimaan potensial dengan memperbaiki basis data objek pajak dan
menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.
• Memperkuat proses pemungutan dilakukan dengan menyusun perda,
mengubah tarif, dan peningkatan SDM
• Meningkatkan pengawasan dengan menetapkan sanksi terhadap penunggak
pajak, meningkatkaan pelayanan
22 Machfud Sidik, Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam rangka
Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah
27
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 28/32
• Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan dengan
memperbaiki prosedur administrasi pajak, meningkatkan efisiensi
pemungutan
• Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik
dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait didaerah
Dengan upaya-upaya di atas, pajak dan retribusi yang diperoleh pemerintah
daerah dapat dikelola secara bertanggungjawab karena dilandasi dengan proses
pengadministrasian dan perencanaan yang baik. Harapannya peningkatan PAD tidak
sekedar menaikkan kuantitas pendapatan di daerah, namun lebih dari itu peningkatan
PAD diharakan dapat tercermin dari peningkatan kualitas dan
kesejahteraanmasyarakat di wilayah tersebut secara riil. Dan kondisi semacam iniakan sulit dicapai jika pengelolaan pajak dan retribusi tidak dilakukan secara tertib
dan bertanggung jawab melalui pengadminstrasian yang baik.
6. Metode Penelitian
6.1. Jenis Penelitian.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Metode ini
pada dasarnya adalah langkah melakukan interpretasi obyektif tentang kenyataan danfenomena yang terdapat dalam permasalahan yang sedang diteliti. Penelitian ini juga
bermakna pemecahan masalah yang diteliti dengan mengambarkan keadaan suatu
obyek pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
adanya (Hariwijaya. H, 2007).
Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, maka metode yang
digunakan adalah kualitatif. Hal ini sesuai dengan penjelasan Bogdan dan Taylor
(Moleong 1991:3 dan Nasution, dkk 2006) bahwa penelitian kualitatif merupakan prosudur penelitian, apabia data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan
bukan angka-angka. Istilah penelitian kualitatif pada mulannya bersumber
pengamatan yang dipertentangkan dengan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif
28
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 29/32
ini melibatkan pada perhitugan angka. Atas dasar itulah maka penelitian kualitatif
diartikan sebagai penelitian yang tidak menggunakan perhitungan.
6.2. Unit Analisis.
Unit analisis penelitian ini adalah semua orang atau instansi Kabupaten
Sorong Selatan yang terkait dengan judul penelitian ini. Namun karena keterbatasan
yang dimiliki, maka penulis mengunakan teknik pengambilan sampel purposive yang
ditentukan sesuai dengan kriteria menurut tujuan peneltian.
Dasar penggunan “purposive sampling” atau penentuan sampel bertujuan
sesuai dengan data yang hendak diperoleh. Pengambilan purposive sampling ini
dipilih karena populasi yang akan diambil tidak bersifat homogen. Sampel dalam
penelitian ini adalah kepala-kepala dinas, kepala bidang pada istansi terkait yang
merupakan “key informan” untuk memberikan informasi. Informasi yang dimaksud
adalah faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya peneriman PAD Kabupaten
Sorong Selatan serta upaya yang sudah dilakukan dan upaya yang akan dilakukan
dalam meningkatkan pajak dan retribusi daerah untuk mendukung penerimaan
pendapatan asli daerah.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka penulis mengambil
sampel pada dinas-dinas terkait sebagai berikut:
a. Dinas Pendapatan Daerah
b. Bagian Keuangan Setda Kabupaten Sorong Selatan
c. BAPEDA
d. Dinas Kehutanan
e. Dinas Perindagkop dan UKM
f. Dinas Perikanan
6.3. Data yang Dibutuhkan.
29
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 30/32
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer melalui wawancara dan observasi karena data primer
merupakan jawaban utama dari para responden, sedangkan data sekunder merupakan
pendukung jawaban data primer yang diambil dari arsip, literatur dan dokumentasi.
6.4. Teknik Pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data yang sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan
jenis sumber data yang akan digunakan dalam rencana penelitian ini adalah:
a. Wawancara mendalam: wawancara jenis ini dilakukan bersifat
lentur dan terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak dalam suasana yang formal,
dan bisa dilakukan berulang-ulang pada informan yang sama (Hariwijaya. H,
2007). Pertanyaan yang diajukan bisa semakin terfokus sehingga informasi
yang bisa dikumpulkan semakin rinci dan mendalam. Teknik wawancara ini
akan dilakukan pada semua informan. Data yang dikumpulkan secara umum
ada dua yaitu data pertama adalah faktor-faktor yang menyebabkan seperti:
(1) data kelembagaan mencakup kapasitas, keuangan daerah, kualitas
aparatur, dan perda/indikator perda; (2) sosial politik seperti sosial politik,
keamanan, dan budaya; (3) ekonomi daerah mencakup potensi ekonomi dan
sturktur ekonomi, (4) tenaga kerja dan produktifitas mencakup biaya tenaga
kerja, ketersedian tenaga kerja dan produktifitas; (5) ketersediaan infrastruktur
mencakup dua hal yaitu ketersedian infrastruktur dan kualitas infrastruktur.
Data kedua adalah upaya apa yang dilakukan dalam meningkatkan pajak dan
retribusi daerah mendukung penerimaan pendapatan asli daerah.
b. Mencatat Dokumen: teknik ini akan dilakukan dalam mengumpulkan data
yang bersumber pada literatur, dokumen dan arsip yang terdapat di
Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, khususnya dokumen yang berkaitan
dengan data pertama dan data kedua di atas.
30
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 31/32
6.5. Teknik Analisis Data.
Analisis data dalam penelitian ini prosesnya dimulai dengan menelah seluruh
data yang tersedia dari berbagai sumber. Menurut Hariwijaya. H, 2007 dalam setiap
penelitian diskriptif maka data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan
kemudian dianalisa, dengan teknik analisa data yang mengacu pada langkah-langkah
yang ditempuh dalam penelitian ini.
Secara tegas digunakan langkah-langkah dalam penelitian ini meliputi:
a. Pengumpulan Data
b. Penilaian Data
c. Penafsiran Data
d. Penyimpulan Data
Memulai dari usaha pengumpulan data yang dibutuhkan, diperoleh dari
wawancara, obsevasi dan literatur berupa dokumen, arsip dan tinjauan pustaka lain,
selanjutnya dilakukan penilaian data. Setelah melaksanakan penilaian, langkah
selanjutnya yang ditempuh adalah melakukan penafsiran terhadap data tersebut.
Penafsiran data artinya memberi makna pada analisi, menjelaskan pola dan mencari
hubungan antara berbagai konsep.
Penafsiran sebagai langkah dalam mendapatkan kebenaran, yang hakekatnya
lebih didasarkan pada pengetahuan atau pandangan subyektif dari penulis, jadi belum
sepenuhnya benar.
Tahapan selanjutnya dari kegiatan penelitian ini adalah membuat suatu
kesimpulan terhadap penafsiran data tersebut yang merupakan rangkaian dari
pelaporan hasil penelitian.
6.6. Sistematika Penulisan.
Laporan hasil penelitian dalam bentuk tesis yang terdiri dari 4 bab yang saling
terkait secara garir besar akan berisi Bab-bab sebagai berikut:
31
5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 32/32
Bab I Pendahuluan, yang akan memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II Gambaran umum daerah penelitian yang mencakup kondisi daerah secara
umum, kondisi perekonomian daerah dan pendapatan daerah yang ada di
kabupaten Sorong Selatan
Bab III Menganalisis potensi pajak dan retribusi daerah sehingga dapat digunakan
sebagai acuan dalam upaya peningkatan PAD di kabupaten Sorong Selatan.
Analisis akan difokuskan pada kondisi aktual berupa kemampuan
masyarakat membayar pajak dan retirbusi daerah sebagai salah satu
komponen PAD, khususnya yang sudah berlangsung selama 5 tahun
terakhir sejak berdirinya kabupaten Sorong Selatan.
Bab IV Berdasarkan analisis kondisi dan potensi Pendapatan Asli Daerah
sebagaimana dipaparkan bada Bab III, analisis pada Bab IV lebih diarahkan
untuk melakukan identifikasi langkah-langkah strategis apa yang dapat
dilakukan oleh pemerintah kabupaten Sorong Selatan dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah. Akan dianalisis, apakah peningkatan PAD harus
dilakukan dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi sumber-sumber
pendapatan yang sudah ada (khususnya pajak dan retribusi) ataukah bisa
dilakukan dengan menggali potensi-potensi baru.
Bab V Penutup. Terdiri dari kesimpulan dari pemaparan pada Bab-bab sebelumnya
dan upaya untuk menjawab pertanyaan yang sudah dipaparkan dalam
Rumusan Masalah. Juga akan dipaparkan saran-saran yang lebih konkrit
berdasarkan hasil analisis pada Bab-bab sebelumnya.
32