32
 BAB I PENDAHULUAN 1. La ta r B el ak ang Kabupat en Soron g Sela tan merupakan sebuah kabupat en baru yang dibent uk  pa da tahun 2002 melal ui Unda ng- Undang No 26 Tahun 2002. Sebaga i sebuah kabupaten yang terbentuk pada era otonomi daerah, kemandirian daerah menjadi kata kunci bagi masa depan kabupate n. Salah satu bidang yang penting bagi kemandiri an daerah di era otonomi adalah kapasitas keuangan daerah. Kapasitas keuangan daerah yang baik merupakan prasyarat penting agar berbagai program pembangunan maupun kewenangan yang dimiliki oleh daerah dapat disukseskan, mengingat di era otonomi sudah seharusnya daerah yang menjadi tulang punggung pemerintahan. Sebagai tulang punggun g pemeri nt aha n, te rdapat banyak pen gali han kewenangan dari pusat ke daerah di era otonomi. Pengalihan kewenangan ini juga disertai dengan pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D). Tuntutan inilah yang harus mampu direspon oleh daerah dalam bentuk strategi dan inovasi untuk meningkatkan PAD. Selain itu kemampuan daerah untuk mengelola PAD—merenc anakan, mengga li, mengel ola dan menggu nakan keuanga n—dapa t di guna ka n se ba gai sa la h sa tu in di ca tor at au kr it er ia untuk me ni la i ti ngka t keter gantun gan atau kemandiria n daerah kepada pusat . Semak in besar kontribu si PAD terhadap APBD maka semakin mandiri suatu daerah. Berbagai daerah telah melakukan inovasi maupun strategi yang berbeda-beda da la m ra ng ka me wu judka n ke man di ria n di bi da ng pe nd apat an da er ah . Mengin tensi fkan perekon omian daerah yang berbas is produk si skala kecil/rumah tangga 1 , pemben ahan admini stras i kepegawai an dan menci ptakan progr am sinergi 1 Kab upa ten Pur bal ing ga mer upa kan sal ah satu con toh kab upa ten ya ng mel aku kan  pemberdayaan industri skala kecil sebagai bidang penting dalam usaha meningkatkan pendapatan asli 1

BAB I Murafer 2012

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 1/32

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kabupaten Sorong Selatan merupakan sebuah kabupaten baru yang dibentuk 

  pada tahun 2002 melalui Undang-Undang No 26 Tahun 2002. Sebagai sebuah

kabupaten yang terbentuk pada era otonomi daerah, kemandirian daerah menjadi kata

kunci bagi masa depan kabupaten. Salah satu bidang yang penting bagi kemandirian

daerah di era otonomi adalah kapasitas keuangan daerah. Kapasitas keuangan daerah

yang baik merupakan prasyarat penting agar berbagai program pembangunan maupun

kewenangan yang dimiliki oleh daerah dapat disukseskan, mengingat di era otonomi

sudah seharusnya daerah yang menjadi tulang punggung pemerintahan.

Sebagai tulang punggung pemerintahan, terdapat banyak pengalihan

kewenangan dari pusat ke daerah di era otonomi. Pengalihan kewenangan ini juga

disertai dengan pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D).

Tuntutan inilah yang harus mampu direspon oleh daerah dalam bentuk strategi dan

inovasi untuk meningkatkan PAD. Selain itu kemampuan daerah untuk mengelola

PAD—merencanakan, menggali, mengelola dan menggunakan keuangan—dapat

digunakan sebagai salah satu indicator atau kriteria untuk menilai tingkat

ketergantungan atau kemandirian daerah kepada pusat. Semakin besar kontribusi

PAD terhadap APBD maka semakin mandiri suatu daerah.

Berbagai daerah telah melakukan inovasi maupun strategi yang berbeda-beda

dalam rangka mewujudkan kemandirian di bidang pendapatan daerah.

Mengintensifkan perekonomian daerah yang berbasis produksi skala kecil/rumah

tangga1, pembenahan administrasi kepegawaian dan menciptakan program sinergi

1 Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu contoh kabupaten yang melakukan

 pemberdayaan industri skala kecil sebagai bidang penting dalam usaha meningkatkan pendapatan asli

1

Page 2: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 2/32

dengan sektor swasta seperti yang dilakukan oleh Kabupaten Jembrana, hingga

strategi peningkatan PAD melalui pajak dan retribusi daerah. Opsi terakhir— 

 peningkatan PAD melalui pajak dan retribusi daerah—dapat dikatakan merupakan

opsi yang sering mengundang kontra pendapat.

Fenomena ketidakhati-hatian beberapa pemerintah daerah dalam menentukan

objek pajak maupun retribusi, di beberapa daerah telah menimbulkan efek 

kontraproduktif yang justru menurunkan potensi pemasukan PAD. Misalnya sejak 

otonomi daerah diimplementasikan selama kurang lebih 7 tahun, hingga bulan Juli

2008 tercatat ada sekitar 7.200 Peraturan Daerah (Perda) di bidang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (PDRB) yang 28% atau sekitar 2000 Peraturan Daerah yang oleh

Departemen Keuangan direkomendasikan untuk direvisi ataupun dibatalkan. Lebih

dahsyat lagi, Departemen Keuangan (Depkeu) telah merekomendasikan revisi atau

 pembatalan terhadap 28% atau sekitar 2.000 Perda tersebut. Alasan pembatalan

disampaikan bahwa perda-perda tersebut justru menghambat minat investasi di

daerah dan tidak mendorong peningkatan tata kelola ekonomi daerah yang baik .2

Terkait dengan pengalaman-pengalaman daerah lain seperti di atas, maka

strategi pengelolaan PAD yang didapatkan dari pajak dan retribusi daerah harus

dilakukan secara hati-hati agar tidak berdampak kontra produktif bagi perekonomian

daerah. Thesis ini secara khusus akan membahas tentang “Upaya Pemerintah

Kabupaten Sorong Selatan Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Melalui Pajak 

dan Retribusi Daerah Guna Menunjang Pelaksanaan Otonomi Daerah”.

Diharapkan dari studi ini dapat diidentifikasikan usaha-usaha yang efektif untuk 

meningkatkan PAD melalui pajak dan retribusi daerah.

Seperti diketahui, implementasi otonomi daerah yang secara formal diatur 

menggunakan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004

memberikan kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar pada daerah.

daerah. (Studi Lapangan Mahasiswa Kabupaten Sorong Selatan ke Kabupaten Purbalingga).

2  Perda yang Bermasalah Masih Terus Bermunculan, Harian Kontan, 24 Juli 2008.

2

Page 3: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 3/32

Tujuannya adalah menciptakan pemerintahan yang lebih responsif dan akuntabel

terhadap masyarakat di daerah. Kabupaten Sorong Selatan juga mengalami dinamika

yang serupa. Hanya saja regulasi yang digunakan untuk konteks Kabupaten Sorong

Selatan tidak dapat dilepaskan dari Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang

Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, selain tentu saja dua undang-undang yang

telah disebutkan sebelumnya.

Undang-Undang No 32 Tahun 2004 memberikan kewengan yang luas bagi

daerah untuk menyelenggarakan berbagai urusan wajib maupun urusan pilihan di

daerah. Pelimpahan kewenangan tersebut juga diikuti dengan pelimpahan pendanaan

meskipun secara riil masih ada beberapa kegiatan yang menjadi tanggungjawab

  pemerintah pusat. Kondisi ini menyebabkan di era otonomi pemerintah daerah

dituntut kemandiriannya dari sektor pendanaan dan keuangan, meskipun pada

 prinsipnya masih ada Dana Alokasi Umum yang dapat digunakan untuk membantu

 pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Pengelolaan keuangan daerah di era otonomi secara khusus kemudian diatur 

dalam UU No 33 Tahun 2004 menyebutkan beberapa ketentuan tentang pendapatan

asli daerah yang terdiri dari:

1. Pajak daerah

2. Retribusi daerah

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan dan

4. Lain-lain pendapatan yang sah.

Dari undang-undang tersebut terlihat bahwa pajak dan retribusi daerah

merupakan pos pendapatan asli daerah yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah

daerah untuk mengoptimalkan kemandirian keuangan daerahnya. Regulasi yang

secara khusus mengatur tentang dua pos pendapatan asli daerah tersebut adalah

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang No. 34

3

Page 4: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 4/32

Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam undang-undang

tersebut diatur objek-objek pajak yang dapat dikelola oleh pemerintah daerah.

Sebagai daerah yang menjadi bagian dari implementasi kebijakan otonomi

khusus, di Kabupaten Sorong Selatan berlaku beberapa ketentuan tentang sumber-

sumber PAD yang membedakannya dengan daerah lain. Dalam Undang-Undang No

21 Tahun 2001 proporsi pendapatan daerah yang berasal dari pajak dan bagi hasil

memiliki proporsi yang berbeda dengan yang berlaku di daerah lain di Indonesia.

Misalkan terkait dengan PAD pasal 34 UU No 21 Tahun 2001 menyebutkan salah

satu sumber pendapatan daerah adalah dana perimbangan yang berasal dari bagi hasil

 beberapa pos pajak.

Elaborasi di atas menunjukkan pentingnya pengelolaan sektor perpajakan dan

retribusi daerah untuk mewujudkan kemandirian suatu daerah otonom. Terkait

dengan urgensi tersebut, topik penelitian yang dipilih dalam tesis ini adalah terkait

dengan pengelolaan retribusi dan pajak daerah sebagai strategi peningkatan PAD di

Kabupaten Sorong Selatan.

2. Rumusan Masalah

Pentingnya kemandirian keuangan daerah di era otonomi, yang salah satunya

dicerminkan dari besaran PAD, mengharuskan daerah secara bijak mengelola sektor 

ini. Pajak dan retribusi daerah sebagai salah satu pos pendapatan daerah merupakan

 bagian penting bagi keberhasilan daerah dalam mengelola keuangannya. Namun

seperti yang telah disampaikan pada bagian latar belakang, bidang pajak dan retribusi

merupakan bidang yang sering memberikan efek kontra produktif di berbagai daerah

karena pengelolaan yang tidak sesuai.

Berangkat dari persoalan tersebut, maka penelitian ini mengambil rumusan

masalah tentang “ Bagaimana upaya pemerintah Kabupaten Sorong Selatan dalam

4

Page 5: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 5/32

mengelola pajak dan retribusi daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli

 Daerah?”

3. Tujuan

Tujuan utama penelitian ini secara umum memiliki dua tujuan utama:

1. Menemukan model pengelolaan pajak dan retribusi yang efektif bagi

  peningkatan Pendapatan Asli Daerah dan peningkatan kekuatan

 perekonomian daerah di Kabupaten Sorong Selatan.

2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan Pemerintah Kabupaten Sorong

Selatan untuk meningkatkan PAD melalui sektor pajak dan retribusi

daerah guna meningkatkan kemandirian perekonomian daerah.

4. Manfaat Penelitian

Dari tujuan penelitian yang dirumuskan, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi:

1. Teridentifikasinya model usaha peningkatan PAD melalui sektor 

retribusi dan pajak daerah yang bersahabat terhadap kegiatan

 perekonomian di daerah.

2. Kontribusi ilmiah untuk pengembangan studi tentang peningkatan

PAD.

5. Landasan Teori

Sesuai dengan rumusan permasalahan yang disampaikan pada bab

sebelumnya, maka landasan teori yang akan digunakan dalam thesis ini adalah teori

yang terkait dengan usaha peningkatan kemandirian daerah terutama dalam sektor 

keuangan di era otonomi.

5.1. Esensi Kemandirian Otonomi

5

Page 6: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 6/32

Kemandirian otonomi daerah tidak sekedar dimaknai sebagai pengalihan

kewenangan dari pusat ke daerah. Seperti telah disampaikan sebelumnya, pengalihan

kewenangan ini diikuti dengan pelimpahan P3D. Kemampuan daerah untuk 

menerima—tidak sekedar kewenangan—namun juga kemampuan untuk menerima

tanggungjawab membiayai berbagai kewenangan yang dilaksanakan dalam

kerangkan otonomi tersebut.

Kemandirian semacam ini penting karena konsep otonomi yang menekankan

  pada proses pembuatan kebijakan maupun penyelenggaraan fungsi-fungsi

  pemerintahan yang berbasis pada mekanisme bottom up. Skema semacam ini

mengharuskan daerah untuk membangun kemandiriannya dalam mengelola dan

menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, termasuk kemandirian di bidangkemampuan keuangan, sebab pusat tidak lagi berfungsi sebagai “filantropi” atau

 penyokong pendanaan kegiatan.

Perubahan format sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi

membawa angin segar untuk pertumbuhan demokratisasi di daerah. Pembangunan

tidak lagi terpusat di Jakarta sebagai pusat pemerintahan nasional melainkan

menyebar ke daerah-daerah dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat bawah

(bottom up) sehingga terjadi pemerataan. Pemerintah pusat memberikan kepercayaan

kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan

melalui pemberian kewenangan (sharing authority) kepada daerah.

Pemerintah pusat juga melakukan desentralisasi politik dan desentralisasi

administrasi kepada pemerintah daerah. Daerah diberikan kewenangan penuh oleh

 pemerintah pusat untuk mengelola pemerintahannya sendiri tetapi masih dalam batas

 penyelenggaraan yang bersifat lokal sedangkan kewenangan nasional tetap dipegang

oleh pemerintah pusat diantaranya politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,

moneter & fiskal nasional, dan agama sehingga yang terjadi daerah masih berada

dibawah pemerintah pusat atau dengan kata lain hubungan pusat dan daerah menurut

Hanif Nurcholis (2005) sebagai hubungan yang bersifat dependence dan sub-ordinat 

dimana di dalam suatu Negara tidak terdapat Negara bagian yang memiliki

6

Page 7: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 7/32

kedaulatan sendiri melainkan pemerintahan daerah yang mempunyai kewenangan

sendiri dan masih ada ketergantungan kepada pusat.

Konsekuensi dari sistem desentralisasi mengenai pembagian kewenangan ini

melahirkan adanya otonomi daerah. Otonomi daerah diartikan sebagai kewenangan

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.3

Sementara dalam UU yang mengatur pemerintah daerah yaitu UU No. 32 tahun 2004

menyebutkan bahwa otonomi daerah merupakan hak, kewenangan, dan kewajiban

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Secara garis besar pada prinsipnya sama bahwa otonomi daerah merupakan

keleluasaan suatu daerah untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri sesuaidengan kepentingan daerah. Dalam hal ini kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah

daerah sifatnya luas, nyata dan bertanggungjawab. Daerah diberi local discretion

untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahannya sendiri sehingga apa yang

menjadi kebutuhan masyarakat setempat tercapai.

Pemerintah daerah memperoleh desentralisasi kekuasaan dari pemerintah

 pusat sehingga mempunyai keleluasaan terhadap daerahnya untuk menggali dan

mengembangkan berbagai potensi sumber daya alam yang dimilikinya untuk 

kemajuan daerahnya sehingga tercipta berbagai kreatifitas yang dimunculkan setiap

daerah. Daerah dituntut mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki untuk 

mengoptimalkan kemampuan daerahnya dan bersaing dengan daerah lain untuk 

memajukan daerahnya. Melalui desentralisasi dan otonomi daerah ini maka

 penyelenggaraan pemerintahan daerah diharapkan mencapai tujuan-tujuan strategis

sebagai berikut:4

• Efisiensi-efektifitas penyelenggaraan pemerintahan

• Pendidikan politik 

3 Widjaja, Haw, 2005,  Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta , PT Rajagrafindo

Persada.

4 ___________, Otonomi, Desentralisasi, dan Federasi_____________ 

7

Page 8: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 8/32

• Pemerintah daerah sebagai persiapan karir politik yang berkelanjutan

• Kesetaraan politik 

• Akuntabilitas publik 

Sedangkan tujuan otonomi daerah dari sisi kepentingan pemerintah daerah

menurut Smith (Halim,2001) terdapat 3 (tiga) tujuan yaitu:

• Mewujudkan   political equality dimana melalui otonomi daerah dapat

membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai

aktivitas politik di tingkat lokal atau daerah

• Menciptakan local accountability dimana otonomi akan meningkatkan

kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan hak-hak masyarakat.

• Mewujudkan local responsiveness dimana otonomi akan mempermudah

antisipasi terhadap berbagai masalah yang muncul dan sekaligus

meningkatkan akselerasi pembangunan social dan ekonomi daerah.

5.2. Otonomi Daerah dan Kemandirian Daerah

Pemberian kewenangan pemerintah pusat kepada daerah untuk 

menyelenggarakan urusannya sendiri merupakan esensi dari otonomi daerah.

Desentralisasi kewenangan yang diberikan pemerintah pusat meliputi : materikewenangan yang berupa semua urusan pemerintahan, manusia yang diserahi

wewenang yaitu masyarakat di daerah yang bersangkutan dan wilayah yang diserahi

wewenang yaitu daerah otonom.5 Pemberi kewenangan ini sekaligus memberi

kekuasaan kepada pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahan yang bersifat

lokal. Beban yang ditanggung oleh pemerintah pusat terhadap daerah berkurang

kekomplekkannya karena urusan tersebut sudah sepenuhnya diserahkan kepada

daerah. Timbulnya permasalahan yang ada di daerah yang dahulunya diselesaikan

oleh pemerintah pusat akibat system sentralisasi dirasa tidak sesuai dengan animo

5 Nurcholis, Hanif, 2005, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah , Jakarta,

Gramedia Widiasarana Indonesia

8

Page 9: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 9/32

masyarakat lokal. Terdapatnya misorientasi antara kehendak pusat dengan kebutuhan

masyarakat. Otonomi daerah berusaha menjembatani animo masyarakat lokal secara

bottom up dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan public

terhadap masyarakat. Daerah dituntut secara mandiri untuk mampu

menyelenggarakan kewenangan sendiri dan menyelesaikan permasalahan yang ada di

daerah sesuai dengan kepentingan masyarakat. Otonomi ini diharapkan daerah dapat

secara mandiri dalam mengelola kewenangan pemerintahan sendiri maupun

 pengelolaan keuangan daerah sendiri. Kemandirian suatu daerah adalah bagaimana

daerah tersebut mampu menjalankan fungsinya untuk menyejahterakan masyarakat

daerahnya tanpa bergantung pada daerah lain.6 Daerah dianggap mampu berotonomi

apabila bisa menciptakan kemandirian bagi daerahnya. Halim (2001) menyebutkan bahwa ciri yang dimiliki daerah yang berotonomi yaitu : (1) kemampuan keuangan

daerah dimana daerah mempunyai kewenangan dan kemampuan dalam

menggali,mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri dalam rangka

 penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan, (2) tingkat ketergantungan pemerintah

daerah terhadap pemerintah pusat harus seminimal mungkin sehingga PAD menjadi

sumber pemasukan keuangan terbesar dalam keuangan daerah.

Kemandirian suatu daerah dalam mengelola kewenangan maupun sumber 

  pendapatan ini yang diterapkan dalam otonomi daerah. Kemandirian ini nantinya

akan tercermin dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan sendiri dan

  pembiayaan sendiri penyelenggaraan tersebut. Tingkat kemandirian setiap daerah

tidak sama sesuai dengan kemampuan daerahnya dan ketergantungannya terhadap

 pusat. Biasanya kondisi PAD ini sangat mempengaruhi kemandirian daerah karena

PAD merupakan capacity fiskal daerah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat yang selalu mengalami deficit sehingga memerlukan ketergantungan dari

6 Yvonny H. Leiwakabessy & Mochammad Solichin,  Rasio Kemandirian: Ketergantungan

  Penerimaan dari Luar, dalam Forum Dosen Akuntansi Sector Publik, 2006,  Runtuhnya Sistem

Managemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, BPFE

9

Page 10: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 10/32

  pusat. Untuk itu daerah seringkali berusaha meningkatkan PAD untuk untuk 

meningkatkan tingkat kemandirian dalam berotonomi atas prakarsa sendiri.

5.3. Keuangan Daerah sebagai Pendukung Otonomi Daerah

Penerapan sistem desentralisasi kepada daerah tidak hanya sebatas

 pelimpahan kewenangan yang bersifat politik maupun administratif tetapi diimbangi

dengan kewenangan dalam bidang keuangan Kewenangan keuangan tersebut

tercermin dengan adanya desentralisasi fiskal yang diberikan kepada pemerintah

daerah untuk mengelola keuangannya sendiri. Prinsip yang diterapkan dalam

desentralisasi fiskal ini yaitu rules money should follow function dimana setiap

  penyerahan atau pelimpahan kewenangan pemerintahan membawa konsekuensianggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut. Jadi

  pelaksanaan desentralisasi administrasi maupun politik harus dibarengi dengan

desentralisasi keuangan sebagai pembiayaan. Konsekuensi dari implementasi

  penerapan desentralisasi fiskal ini diantaranya adanya alokasi keuangan daerah

dimana daerah memiliki fleksibilitas & diskersi dalam pemanfaatan sumber-sumber 

  pembiayaan untuk membangun daerah, pedoman agar desentralisasi fiskal sesuai

dengan keinginan perencana dan diperlukan beberapa terobosan untuk menyiasati

kekurangan fiscal gap dengan memperluas basis penerimaan.7

 Daerah dituntut untuk melakukan pembiayaan sendiri dalam

menyelenggarakan kewenangan-kewenangan yang ada di daerah sehingga keuangan

daerah ini sangat menentukan operasionalisasi dari penyelenggaraan fungsi &

kebutuhan masyarakat daerah. Adanya kewenangan yang diberikan oleh daerah

dalam mengelola sumber-sumber pendapatan dari daerahnya ini merupakan bagian

dari local discretion dari pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pemerintah daerah dapat menentukan alokasi dana yang sesuai dengan kebutuhan

7 Chalid, Pheni. 2005,   Keuangan Daerah, Investasi,dan Desentralisasi, Jakarta, PT

Percetakan Penebar Swadaya

10

Page 11: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 11/32

masyarakat. Untuk itu pemerintah daerah perlu melihat kapasitas fiskal dari

daerahnya untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Besarnya kapasitas fiskal dari suatu daerah selalu berbeda-beda sesuai dengan

 potensi daerah masing-masing yang digali sebagai sumber penerimaan. Davey(1989)

menyatakan bahwa kemampuan keuangan daerah ditentukan oleh sumber pendapatan

daerah dan tingkat lukratifnya yang dipengaruhi oleh responsivitas pajak terhadap

inflasi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi.8 Kecenderungan kapasitas

fiskal daerah yang kecil dan identifikasi kebutuhan masyarakat yang besar 

menyebabkan  fiscal gap dimana besarnya input tidak sama dengan output. Daerah

harusnya memperhitungkan adanya kemampuan basis penerimaan yang dimiliki

untuk menyeimbangkan penerimaan dan kebutuhan namun ketika terjadi misalokasidalam perhitungan berimplikasi terhadap keseimbangan makroekonomi dalam bentuk 

  penurunan kualitas layanan masyarakat dan ketergantungan daerah yang tinggi

terhadap pusat.9 Kecenderungan basis penerimaan daerah yang kecil apabila dikelola

secara efektif dan efisien dapat mengurangi ketergantungan terhadap pusat.

Penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan dan kepentingan masyarakat ini

sangat dipengaruhi oleh ketersediaan keuangan yang ada di daerah. Ada hubungan

kesinergisan antara keduanya. Operasionalisasi dari kegiatan-kegiatan yang

dijalankan oleh pemerintahan daerah sangat memerlukan pembiayaan dari keuangan

daerah. Keuangan daerah ini dikelola untuk menunjang urusan pemerintah daerah.

Peranan keuangan daerah yang cukup besar dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi

 pemerintahan ini memberikan dikotomi pada pola hubungan yang terjalin antara

 pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini diungkapkan Paul Hersey dan

Kenneth blanchard dalam Halim (2001) yang membagi pola hubungan pusat dan

daerah kedalam 4 kategori :

8 Nurcholis, Hanif, 2005, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah , Jakarta,

Gramedia Widiasarana Indonesia.

9 Chalid, Pheni, 2005,   Keuangan Daerah, Investasi & Desentralisasi. Jakarta, Penebar 

Swadaya

11

Page 12: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 12/32

• Pola hubungan instruktif: pemerintah pusat lebih dominant daripada

kemandirian yang dimiliki daerah

• Pola hubungan konsultatif: campur tangan pemerintah pusat terhadap daerah

sudah berkurang dan peran pusat cenderung memberikan konsultasi karena

daerah dianggap sedikit mampu melaksanakan otonomi daerah

• Pola hubungan partisipatif: peran pemerintah pusat semakin berkurang dan

tingkat kemandirian daerah mendekati mampu melaksanakan otonomi.

• Pola hubungan delegatif : campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada

karena daerah mampu melaksanakan otonomi secara mandiri.

Berdasarkan pengkategorian tersebut, maka dikemukakan tabel dengan

melihat pola hubungan dan kemampuan daerah.

Tabel 2: Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah

KEMAMPUAN

KEUANGAN

KEMANDIRIA

 N (%)

POLA

HUBUNGAN

Rendah sekali 0% - 25% Instruktif  

Rendah 25% - 50% Konsultatif  

Sedang 50% - 75 % Partisipatif  

Tinggi 75 % - 100% Delegatif  

Sumber: Abdul Halim, 2001, Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, UPP AMP YKPN.

5.4. Peran PAD terhadap Otonomi Daerah.

Desentralisasi fiskal yang diberikan kepada pemerintah daerah tercermin

dengan dikelolanya keuangan oleh pemerintah daerah sendiri. Daerah diberi

kewenangan untuk mencari sumber-sumber penerimaan dari potensi sumber daya

yang ada di daerah untuk pembiayaan daerah berdasarkan asas desentralisasi.

Sementara penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas dekonsentrasi dan asas

 pembantuan didanai APBN. Kewenangan dari asas desentralisasi ini menyebabkan

setiap daerah berlomba-lomba untuk meningkatkan pendapatan daerahnya. Dengan

kata lain adanya kewenangan dari daerah-daerah untuk meningkatkan pendapatan asli

daerah. Daerah diberi kewenangan untuk menarik pajak daerah dan retribusi daerah

12

Page 13: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 13/32

sebagai sumber utama penerimaan daerah. Pendapatan asli daerah ini merupakan

komponen dalam pendapatan daerah yang digunakan untuk membiayai kebutuhan

dari daerah secara mandiri. Namun sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki

daerah, besar pendapatan asli daerah yang diperoleh dari sumber-sumber potensial

setiap daerah berbeda sehingga PAD yang dihasilkan pun berbeda-beda pula.

Umumnya terdapat kecenderungan dalam pemasukan PAD dipengaruhi oleh pusat.

Di Negara-negara maju cenderung memberikan kewenangan untuk mengelola

sumber-sumber keuangan yang lukratif sedangkan Negara-negara berkembang

sumber-sumber lukratif dikuasai oleh pemerintah pusat dan yang tertinggal sumber-

sumber pendapatan yang kurang memiliki potensi.10

Peran PAD ini sangat penting bagi daerah untuk bisa melakukan pelayanankepada masyarakat secara mandiri. Namun yang terjadi ketika PAD yang kecil harus

ditopang oleh adanya sumber-sumber lain yang menjadi komponen dari pendapatan

daerah sehingga output untuk masyarakat tercapai. Penopang terhadap rendahnya

PAD dilakukan dengan skala ketergantungan kepada pusat. Daerah yang mempunyai

PAD rendah akan selalu memiliki ketergantungan kepada pemerintah pusat tinggi

dari pada daerah yang memiliki PAD besar untuk mengimbangi adanya input &

output (penyeimbangan fiskal). Keberadaan PAD yang rendah ini tergantung pada

  pertumbuhan ekonomi di daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berjalan lambat

 berpengaruh pada penerimaan pendapatan sehingga diperlukan iklim yang kondusif 

untuk meningkatkan investasi.

Adanya otonomi daerah ini memberi kebebasan dan keleluasaan dalam

  penyelenggaraan daerah sehingga PAD daerah menjadi salah satu indikator yang

menentukan kemampuan daerah dalam menyelenggarakan urusan-urusan melalui

 pembiayaan. Tinggi rendahnya PAD daerah menunjukkan kemampuan daerah dalam

menumbuhkan pertumbuhan ekonomi di daerah dan daerah mempunyai kreatifitas

10 Nurcholis, Hanif, 2005, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta,

Gramedia Widiasarana Indonesia.

13

Page 14: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 14/32

dalam mencari sumber-sumber penerimaan yang baru. Bukan berarti peningkatan

PAD hanya dilakukan melalui peningkatan pajak maupun retribusi daerah oleh

  pemerintah daerah. Kontribusi PAD sangat besar dalam menunjukkan tingkat

kemandirian keuangan suatu daerah di dalam otonomi daerah. Peranan PAD yang

 besar menunjukkan kemampuan daerah untuk mandiri sangat besar sedangkan PAD

yang sangat kecil menunjukkan ketergantungan dan rendahnya kemandirian daerah

dalam melakukan otonomi. Daerah dituntut mampu secara mandiri melakukan

 pembiayaan rumah tangganya sendiri dalam rangka otonomi daerah. Kemandirian

daerah tidak sepenuhnya daerah lepas dari pemerintah pusat dan membiayai semua

urusan rumah tangganya sendiri karena pemerintah daerah memiliki sifat independent

& subordinate melainkan tingkat ketergantungannya kecil kepada pemerintah pusat.PAD ini lah sebagai tolak ukur dari capacity fiskal daerah sehingga dengan capacity

 fiskal  yang diperoleh dari PAD akan dapat melaksanakan otonomi daerah dengan

lancar karena daerah menunjukkan kemampuan & kreatifitasnya sendiri untuk dapat

menggali PAD. Untuk itu setiap daerah yang mempunyai kontribusi PAD rendah

dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan berlomba-lomba melakukan

  peningkatan PAD untuk mewujudkan kemandirian yang tinggi dalam otonomi

daerah.

5.5. Pengertian Pendapatan Daerah dan Pendapatan Asli Daerah

Komponen pembiayaan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

  pembangunan daerah berdasarkan system desentralisasi berasal dari pendapatan

daerah. Pengertian pendapatan daerah diartikan sebagai komponen utama yang

digunakan daerah untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan berdasarkan asas

desentralisasi. Pendapatan daerah sesuai dengan UU no 33 tahun 2004 diartikan

sebagai hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih

dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Jadi pendapatan daerah merupakan

dana yang dimiliki daerah untuk melakukan pembiayaan daerah. Namun keberadaan

14

Page 15: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 15/32

 pendapatan daerah dalam perolehannya juga harus memiliki kriteria-kriteria tertentu

disesuaikan dengan daerahnya. Adapun standar penilaian pendapatan daerah:11

• Kriteria bagi hasilnya harus mencukupi dimana besarnya pungutan

mencukupi kebutuhan daerah

• Kriteria adil dan pemerataan dari segi tegak lurus (tingkat atau besar 

  pendapatan), mendatar ( sumber pungutan dikenakan), geografis (lokasi

dimana dilaksanakan)

• Kriteria kemampuan administrasi

• Kriteria pengaruh pajak terhadap ekonomi

Pendapatan asli daerah merupakan sumber utama pendapatan daerah yang

diperoleh dari kemampuan daerah dalam menggali potensi sumber daya yang dapat

dijadikan sebagai sumber penerimaan daerah. Pendapatan asli daerah digunakan

sebagai komponen utama suatu daerah menuju kemandirian dalam era otonomi.

Pengertian PAD menurut UU Nomor 33 tahun 2004 adalah pendapatan yang

diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan

 peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan UU no 33 tahun 2004, sumber pendapatan daerah diperoleh dari :

• Pendapatan asli daerah, meliputi; pajak, retribusi, hasil perusahaan milik 

daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang sah serta lain-lain

 pendapatan yang sah.

• Dana perimbangan, meliputi; bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak, dana

alokasi umum dan dana alokasi khusus.

• Lain-lain pendapatan, meliputi; dana penyesuaian dan dana otonomi khusus

dan bantuan keuangan dari Provinsi atau pemerintah daerah lainnya.

11 Kusuma Dewi, Rima, Pendapatan Daerah Sebagai Salah Satu Masalah Pada Pengelolaan

Keuangan Daerah dalam Halim, Abdul, 2004, Managemen Keuangan Daerah edisi Revisi, Yogyakarta

: UPP AMP YKPN

15

Page 16: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 16/32

5.6. Pengertian Pajak & Pajak Daerah

5.6.1. Pengertian Pajak 

Pajak menurut Marihot P. Siahaan adalah pungutan dari masyarakat oleh

negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan

terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali

(kontra prestasi / balas jasa) secara langsung yang hasilnya digunakan untuk 

membiayai pengeluaran Negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

 pembangunan. Berdasarkan pengertian diatas Marihot P. Siahaan mengidentifikasi

ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak :

• Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

 berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.• Pembayaran pajak harus masuk kas Negara yaitu kas pemerintah pusat atau

kas pemerintah daerah

• Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi

individu oleh pemerintah

• Penyelenggaraan pemerintahan secara umum merupakan manifestasi kontra

 prestasi dari Negara kepada para pembayar pajak 

• Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang

menurut peraturan perundang-undangan pajak dikenakan pajak 

• Pajak memiliki sifat dapat dipaksakan.

Pajak mempunyai peranan yang besar bagi pemerintah untuk menjalankan

roda pemerintahannya. Adapun fungsi yang diemban pajak diantaranya:12

• Fungsi budgetair 

Pajak berfungsi untuk menutup biaya yang harus dikeluarkan pemerintah

dalam menjalankan pemerintahannya. Fungsi ini merupakan fungsi utama pajak atau

fungsi fiskal yaitu suatu fungsi dalam mana pajak digunakan sebagai alat

12 Devana, Sony & Siti Kurnia Rahayu, 2006,  Perpajakan, Konsep, Teori dan Isu, Jakarta,

Prenada Media Group.

16

Page 17: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 17/32

memasukkan dana secara optimal ke kas Negara berdasarkan undang-undang pajak 

yang berlaku.

• Fungsi regulered atau fungsi mengatur 

Pajak merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu.

5.6.2. Pengertian Kriteria, Jenis, Pungutan Pajak Daerah.

Penerapan desentralisasi kepada daerah telah memberi local discretion bagi

daerah untuk melakukan pungutan yang dapat menjadi sumber penerimaan asli

daerah. Daerah diberi kewenangan salah satunya memungut pajak yang ada di daerah

sesuai yang ditetapakan UU dan kewenangan untuk memungut pajak yang ada di

daerah sesuai dengan potensi-potensi riil yang ada di daerah (UU No 28 Tahun 2009).Dikotomi pajak kemudian tidak hanya sekedar pajak pusat tetapi juga pajak daerah

yang berada di daerah. Pemerintah pusat melakukan pembagian kewenangan kepada

  pemerintah daerah terhadap pungutan jenis pajak. Pemerintah pusat melakukan

  pertimbangan tertentu dalam melakukan distribusi kewenangan pungutan pajak 

daerah. Adapun kriteria atau pertimbangan dalam penerapan pajak menurut Teresa

Ter-Misnassian:13

• Pajak yang dikenakan bertujuan untuk stabilitas ekonomi dan distribusi

 pendapatan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

• Basis pajak yang merupakan kewenangan daerah seharusnya tidak terlalu

“mobile”

• Basis pajak yang sangat timpang distribusinya antar daerah menjadi tanggung

 jawab pemerintah pusat

• Pajak daerah seharusnya visible dalam arti pajak tsb jelas bagi pembayar,

objek dan subyek pajak dan besarnya pajak terutang mudah dihitung sehingga

mendorong akuntabilitas daerah

13 Adi, Wijaya. 2004, Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta, LIPI.

17

Page 18: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 18/32

• Pajak daerah tidak dapat dibebankan kepada penduduk daerah lain karena

akan memperlemah hubungan antara pembayar pajak dan pelayanan yang

diterima

• Pajak daerah seharusnya dapat dijadikan sumber penerimaan yang memadai

• Pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya relative mudah

diadministrasikan.

Kewenangan daerah dalam menarik pajak sebagai sumber pendapatannya

tersebut yang menjadi pajak daerah. Pajak daerah merupakan pajak-pajak yang

dipungut oleh pemerintah daerah yang diatur berdasarkan peraturan daerah masing-

masing dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga

daerahnya (Marihot P. Siahaan, 2005). Berdasarkan UU No 28 Tahun 2009

  pengertian pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah-daerah

kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, dapat

dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang

digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan

daerah.  Kontribusi pajak sangat besar sekali peranannya dalam pemerintah daerah.

Pajak mempunyai peranan ganda yaitu sebagai budgetary yang berperan sebagai

sumber pendapatan daerah dan sebagi regulatory yang berperan sebagai alat untuk 

mengatur distribusi suatu kegiatan ekonomi ( Suparmoko, 2002). Namun peranan

 pajak lebih cenderung digunakan untuk sumber pembiayaan daerah yang berasal dari

PAD.

Adapun jenis-jenis pajak yang menjadi kewenangan daerah menurut UU No

28 Tahun 2009 diantaranya :

1. Pajak Provinsi terdiri dari : pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas

air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, pajak bahan

 bakar kendaraan bermotor dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah

tanah dan air permukaan.

18

Page 19: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 19/32

2. Pajak Kabupaten / kota terdiri dari : pajak hotel, restoran, hiburan, reklame,

 penerangan jalan, pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir.

Dalam UU ini menyebutkan adanya fleksibilitas dalam menarik pungutan

  pajak daerah sehingga pungutan pajak daerah yang lainnya disesuaikan dengan

kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber penerimaan yang potensial.

Daerah harus melakukan penilaian terhadap potensi lokal yang akan dijadikan obyek 

  pajak sehingga bisa layak dilakukan pungutan. Adapun kriteria suatu potensi

 pendapatan agar menjadi obyek pengenaan pajak daerah (Davey,1988)14

• Kecukupan dan elastisitas

• Keadilan

• Kemampuan administrative

• Kesepakatan politis

Setelah pengidentifikasian adanya suatu kelayakan dari potensi sumber daya

lokal sebagai obyek pajak,daerah melakukan pungutan pajak daerah. Adapun tolak 

ukur keberhasilan pajak Daerah15

• Hasil pemungutan pajak ( yield ) apakah cukup memadai dalaam kaitannya

dengan pelayanan jasa yang diberikan pemerintah.

•Agar dapat keadilan maka pemungutan pajak harus disertai dengan dasar  pajak dan tarif pajak yang jelas serta tidak sewenang-wenang.

•  Economic efficiency (tidak menghambat kegiatan ekonomi daerah).

• Ability to implement dimana pajak dapat dilaksanakan baik secara politik 

maupun administratif.

• Pajak harus cocok sebagai sumber pendapatan di daerah yang bersangkutan.

5.7.Pengertian Retribusi Daerah.

14 Bambang Prakosa,2003, Pajak & Retribusi Daerah, Yogyakarta : UII Press

15 Nick Devas dalam Suparmoko,  Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan

 Daerah, Yogyakarta , ANDI.

19

Page 20: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 20/32

Salah satu komponen sumber penerimaan dari pendapatan asli daerah adalah

retribusi daerah. Retribusi diartikan sebagai pembayaran wajib dari penduduk kepada

 Negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh Negara bagi penduduknya

secara perseorangan (Marihot P. Siahaan) sedangkan Retribusi daerah adalah

 pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau perijinan tertentu yang khusus

disediakaan dan atau diberikan oleh pemda untuk kepentingan pribadi maupun badan

(Suparmoko,2002). Jadi ciri yang melekat pada retribusi daerah yang disimpulkan

Marihot P. Siahaan sebagai berikut :

• retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan uu dan peraturan

yang berkenan.

•hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah

•   pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa)

secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.

• retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemda yang

dinikmati oleh orang atau badan

• sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis yaitu jika

tidak membayar retribusi tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan

 pemerintah daerah.Besarnya retribusi tidak dapat dikenakan untuk semua orang tetapi hanya

mereka yang mengakses pelayanan dan jasa tertentu. Jadi sifat retribusi tidak 

memaksa atau mewajibkan seseorang untuk membayar. Hanya orang yang

menginginkan pelayanan dan jasa tertentu harus membayar retribusi. Biasanya

 besarnya pungutan yang ditarik harus mencerminkan kepuasan yang diperoleh dalam

 pelayanan yang diberikan. Penerapan retribusi diklasifikasikan menurut macamnya

menjadi :16

16 P. Siahaan, Marihot, 2005, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, Jakarta, Rajawali Press.

20

Page 21: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 21/32

a. Retribusi Jasa Umum merupakan retribusi atas jasa yang diberikan oleh

 pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta

dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

  b. Retribusi Jasa Usaha merupakan retribusi atas jasa yang disediakan

 pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya

dapat disediakan oleh sector swasta

c. Retribusi Perizinan Tertentu merupakan retribusi atas kegiatan tertentu

 pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau

 badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan

 pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,

 barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentinganumum dan menjaga kelestarian lingkungan.

5.8. Upaya-upaya yang Dilakukan untuk Meningkatkan PAD

Kewenangan daerah dalam penyelenggaran urusan rumah tangganya secara

otonom memiliki konsekuensi dibutuhkannya kemampuan daerah untuk melakukan

 pembiayaan sendiri terhadap program maupun kebijakan daerah. Namun, idealisme

ini belum sepenuhnya berhasil dilakukan oleh sebagian besar pemerintah daerah di

Indonesia. Ketergantungan daerah terhadap subsidi pusat maupun ketergantungan

daerah miskin sumber daya terhadap dana bagi hasil yang didapatkan dari daerah lain

masih menjadi fenomena yang banyak terjadi. Hal ini salah satunya tercermin dari

komposisi APBD yang masih memiliki prosentase PAD yang rendah.

Keberadaan potensi sumberdaya daerah yang melimpah juga belum menjadi

 jaminan kemandirian perekonomian daerah mengingat fakta mayoritas daerah yang

kaya sumber daya alam belum memiliki kapasitas yang mencukupi untuk 

mengelolanya. Misalnya meskipun Papua dipercaya menjadi wilayah dengan

  berbagai potensi sumber daya alam yang melimpah, namun fakta menunjukkan

hingga tahun 2007, Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Papua adalah yang terkecil di

21

Page 22: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 22/32

Indonesia. PAD yang dimiliki oleh Provinsi Irian Jaya Barat baru mencapai 3,90%

dan PAD Provinsi Papua hanyalah 3,95% dari total pendapatan.17 Jika PAD secara

total saja masih kurang dari 4% dari total pendapatan daerah, dapat dibayangkan

  betapa masih kecilnya sumbangan pajak dan retribusi dalam membangun

kemandirian ekonomi daerah.

Rendahnya PAD yang pada akhirnya menyebabkan ketergantungan daerah

terhadap ketersediaan sumber dana dari pusat secara umum dapat diakibatkan oleh

 beberapa faktor seperti:18 

• Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah

• Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan

• Walaupun jumlah pajak daerah yang beragam, hanya sedikit yang bisa

diandalkan sebagai sumber penerimaan

• Alasan politis yang berupa kekhawatiran munculnya disintegrasi dan

sparatisme.

• Kelemahan dalam memberikan subsidi dari pemerintah pusat ke pemerintah

daerah

Fenomena masalah “miskinnya” daerah kaya yang disebabkan hambatan

semacam ini menunjukkan bahwa keberadaan upaya-upaya maksimalisasi

kemampuan daerah untuk berdaya dalam bidang ekonomi lokal mutlak diperlukan

untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam rangka berotonomi secara efektif.

Pajak dan retribusi daerah sebagai salah satu pos penting dalam PAD

memiliki potensi yang menjanjikan untuk menopang kemandirian keuangan daerah,

 jika terkelola dengan baik. Namun demikian, bidang ini termasuk ke dalam salah satu

 bidang yang rawan terhadap munculnya efek kontra produktif. Ketidak hati-hatian

dalam mengelola bidang ini justru dapat memberikan dampak negatif terhadap

17Departemen Keuangan Republik Indonesia,   Profil Pendapatan APBD Propini Tahun

 Anggaran 2007.

18 Kuncoro, Mudrajat, 2004, Otonomi & Pembangunan Daerah, Jakarta, Erlangga.

22

Page 23: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 23/32

  perkembangan perekonomian daerah seperti yang telah diungkapkan pada bagian

latar belakang.

5.8.1. Memaksimalkan Pemungutan: Program Meningkatkan

Kemampuan Membayar Pajak dan Retribusi

Seperti yang telah disinggung sebelumnya sebagai salah satu komponen PAD,

keberhasilan daerah untuk menarik pajak dan retribusi dari masyarakat akan menjadi

langkah awal meningkatnya pendapatan asli daerah. Semakin banyak objek pajak dan

retribusi yang berhasil diidentifikasi serta semakin banyak masyarakat yang taat

membayar pajak dan retribusi, maka akan semakin meningkatkan PAD. Logika ini

memang benar, namun ada satu sisi paling penting yang justru banyak dilupakan.

Belajar dari “kesalahan” pemerintah daerah di banyak daerah, dimana

ekstensifikasi dan intensifikasi penarikan pajak dan retribusi daerah yang dilakukan

dengan sangat masif yang ternyata justru berdampak buruk bagi ekonomi di daerah,

 penulis menyimpulkan adanya satu faktor terpenting yang belum dijadikan kesatuan

dalam kegiatan penarikan pajak dan retribusi daerah. Faktor yang dilupakan tersebut

adalah pengaruh tingkat kemampuan masyarakat—dan pengusaha—untuk membayar 

 pajak dan retribusi daerah.

Keinginan banyak daerah untuk meningkatkan PADnya secara cepat dengan

menentukan berbagai macam objek pajak dan retribusi baru ternyata tidak diikuti

dengan kesadaran pemerintah daerah untuk membangun kemampuan membayar 

  pajak dikalangan masyarakat atau pengusaha. Pemerintah sekedar giat menarik 

 berbagai macam pajak, yang karena tidak dibarengi dengan kemampuan membayar 

yang mencukupi dari masyarakat, justru semakin menurunkan kemampuan ekonomi

daerah. Masyarakat dan pengusaha merasa terbebani dengan pajak karena memang

kemampuan membayar mereka masih rendah, dan akhirnya justru menurunkan roda

 perekonomian daerah.

23

Page 24: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 24/32

Sehingga agar program identifikasi objek-objek pajak dan retribusi serta wajib

 pajak baru bisa dilakukan secara optimal, perlu dilakukan secara bersamaan dengan

 program pemberdayaan ekonomi daerah. Jika program pemberdayaan perekonomian

ini berhasil dilakukan, maka tingkat kemampuan wajib pajak untuk membayar 

kewajibannya juga akan meningkat. Sehingga intensifikasi dan ekstensifikasi

 pemungutan objek pajak dan retribusi baru tidak akan membebani kegiatan ekonomi

masyarakat maupun pengusaha mengingat kemampuan mereka untuk membayar 

telah terbangun sebelumnya.

Sehingga pada intinya, usaha untuk meningkatkan PAD dari sektor pajak dan

retribusi daerah harus menjadi skema yang menjadi kesatuan dengan usaha-usaha dan

dukungan pemerintah daerah dalam meningkatkan kegiatan perekonomian riil yang

lain di daerah. Terdapat 4 (empat) skema yang dapat digunakan sebagai kerangka

dasar program peningkatan PAD: 19

• Melakukan intensifikasi & ekstensifikasi pajak & retribusi daerah

• Melakukan eksplorasi sumber daya alam

• Menggiatkan upaya untuk menarik investor menanamkan investasi di daerah

• Melakukan inventarisasi aset-aset pemerintah daerah.

Intensifikasi serta ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah tidak boleh

dilakukan secara terpisah dari tiga skema yang lain. Penarikan pajak dan retribusi

daerah harus dilakukan secara bersamaan dengan program membangun kemampuan

masyarakat dan pelaku ekonomi untuk membayar pajak. Kemampuan membayar ini

dapat dibangun melalui tiga skema yang lain seperti ditawarkan di atas.

Pengidentifikasian potensi-potensi daerah merupakan sarana yang paling

mudah dalam menerapkan kebijakan apa yang cocok diambil untuk meningkatkan

PAD. Hasil identifikasi terhadap sektor potensial ini dapat dimanfaatkan untuk dua

19 Busyro Karim, Abuyana, 2005,   Indonesia Globalisasi & Otonomi Daerah, Yogyakarta,

 Nuansa Aksara

24

Page 25: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 25/32

hal; mengidentifikasikan sektor ekomoni prioritas yang perlu memdapatkan

dukungan kebijakan dari pemerintah daerah serta mengidentifikasikan potensi-potensi

yang dapat dimasukkan sebagai objek pajak. Dari kegiatan identifikasi ini juga dapat

disusun skala prioritas pembangunan daerah serta untuk menentukan bidang-bidang

apa saja yang memerlukan upaya peningkatan minat investor untuk menanamkan

modalnya di daerah sesuai dengan potensi ekonomi yang dimiliki.

Dengan demikian salah satu tawaran konsepsual yang diberikan dalam thesis

ini untuk meningkatkan PAD dari sektor pajak dan retribusi daerah adalah dengan

membangun kemampuan wajib pajak untuk membayar “beban” tersebut. Program

membangun kemampuan membayar ini melibatkan berbagai usaha pemerintah daerah

untuk menggerakkan sektor ekonomi riil mulai dari skala kecil hingga besar.Memang metode semacam ini tidak dapat dirasakan hasilnya dalam satu atau dua

tahun secara signifikan. Namun untuk jangka panjang, metode ini diyakini efektif 

untuk meningkatkan PAD. Konsep semacam ini menekankan pada pentingnya

 perencanaan “multi years” sehingga yang menjadi titik berat untukjangka pendek 

 justru bukan “memetik buah” namun bagaimana “menanam pohon”.

5.8.2. Bijak Menarik Pajak: Mengidentifikasikan Potensi Pajak dan

Retribusi

Setelah skema memperkuat kemampuan masyarakat dan dunia usaha untuk 

membayar pajak dan retribusi daerah, langkah selanjutnya yang penting dilakukan

untuk merealisasi peningkatan kontribusi pajak dan retribusi terhadap PAD adalah

menemukan mekanisme yang bijak dalam menarik pajak dan retribusi daerah. Tidak 

sekedar membuat sederet daftar objek dan wajib pajak baru, pemerintah daerah juga

harus dengan hati-hati mempertimbangkan segi besaran pajak maupun

mengidentifikasikan sektor-sektor yang potensial untuk ditarik pajaknya.

Seperti diketahui, salah satu cara yang biasa digunakan oleh pemerintah

daerah dalam meningkatkan PAD adalah menggunakan upaya pajak (tax effort ).

25

Page 26: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 26/32

Upaya pajak (tax effort ) merupakan upaya peningkatan pajak daerah yang diukur 

melalui perbandingan hasil penerimaan (realisasi) sumber-sumber PAD dengan

 potensi sumber-sumber PAD.20 Adapun upaya peningkatan pajak dan retribusi daerah

dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Upaya intensifikasi pendapatan

daerah menurut Ramdan Ruhedi Dedi adalah usaha untuk memperbesar penerimaan

dengan cara melakukan pungutan yang lebih giat dan teliti. Kegiatan yang dilakukan

dalam upaya intensifikasi:21

• Menyesuaikan/ memperbaiki aspek kelembagaan pengelola pendapatan asli

daerah berikut perangkatnya sesuai dengan kebutuhan yang berkembang

dengan menerapkan secara optimal system dan prosedur mapatda

• Memperbaiki/menyesuaikan aspek ketatalaksanaan yang meliputi:

administrasi pungutan, tarif dan system pelaksanaan pungutan

• Peningkatan pengawasan dan pengendalian

• Peningkatan sumber daya manusia pengelola PAD

• Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat untuk menumbuhkan

kesadaran masyarakat membayar pajak maupun retribusi

Tawaran ini menekankan pentingnya kehati-hatian dalam mengidentifikasi

 potensi objek pajak maupun retribusi. Dalam kegiatan identifikasi ini yang dilakukan

tidak hanya sekedar membuat daftar objek pajak, namun lebih dari itu kegiatan ini

  juga mencakup persiapan-persiapan yang dibutuhkan untuk melakukan pengelolaan.

Memastikan kesiapan daerah dalam mengadministrasi pajak, menciptakan sistem

 pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan pajak, hingga mempersiapkan

kedewasaan dan kesadaran masyarakat setempat untuk taat membayar pajak dan

retribusi merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya dari proses tersebut.

20

Adi, Priyo Hary dalam Relevensi Transfer Pemerintah Pusat dengan Upaya Pajak Daerahhttp://lpks1.wima.ac.id/pphks/accurate/makalah/IE7.pdf 

21 Ruhedi Dedy, Ramdan, Upaya Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah

dalam Halim, Abdul,2004, Managemen Keuangan Daerah, Edisi Revisi,Yogyakarta, UPP AMP

YKPN.

26

Page 27: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 27/32

5.8.3. Tertib Administrasi: Tanggungjawab dan Profesionalisme

Pengelolaan Pajak dan Retribusi

Setelah tahapan-tahapan jangka panjang untuk mengoptimalkan peningkatan

PAD dari sektor pajak dan retribusi seperti telah disampaikan di atas, langkah penting

lainnya yang dibutuhkan adalam menciptakan mekanisme yang sehat untuk 

mengelola pendapatan yang didapatkan dari sektor pajak dan retribusi.

Mengutip perumpamaan sebelumnya tentang “menanam pohon”, maka

setelah pohon yang ditanam berbuah, diperlukan cara yang tepat untuk memanen agar 

  buah yang dipetik memiliki kualitas yang baik sehingga memberikan keuntungan

yang maksimal. Setelah daerah mampu meningkatkan pendapatan asli dari sektor 

  pajak dan retribusi—yang dilakukan berbasis pemberdayaan ekonomi—langkah

selanjutnya adalah bagaimana mengadministrasikan agar pajak dan retribusi yang

diterima dapat menjadi pendukung kemandirian daerah dalam berotonomi. Terdapat

 beberapa upaya yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD

yang terkait dengan pengelolaan sektor pajak dan retribusi daerah. Salah satu bagian

  penting adalah terkait dengan kemampuan pemerintah daerah untuk 

mengadministrasikan potensi-potensi dan penerimaan riil yang didapatkan dari pajak 

dan retribusi tersebut. Menurut Sidik Machfud upaya tersebut bisa meliputi:22

• Memperluas basis penerimaan melalui perhitungan ekonomi terhadap

  penerimaan potensial dengan memperbaiki basis data objek pajak dan

menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.

• Memperkuat proses pemungutan dilakukan dengan menyusun perda,

mengubah tarif, dan peningkatan SDM

• Meningkatkan pengawasan dengan menetapkan sanksi terhadap penunggak 

 pajak, meningkatkaan pelayanan

22 Machfud Sidik, Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam rangka

Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah

27

Page 28: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 28/32

• Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan dengan

memperbaiki prosedur administrasi pajak, meningkatkan efisiensi

 pemungutan

• Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik 

dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait didaerah

Dengan upaya-upaya di atas, pajak dan retribusi yang diperoleh pemerintah

daerah dapat dikelola secara bertanggungjawab karena dilandasi dengan proses

 pengadministrasian dan perencanaan yang baik. Harapannya peningkatan PAD tidak 

sekedar menaikkan kuantitas pendapatan di daerah, namun lebih dari itu peningkatan

PAD diharakan dapat tercermin dari peningkatan kualitas dan

kesejahteraanmasyarakat di wilayah tersebut secara riil. Dan kondisi semacam iniakan sulit dicapai jika pengelolaan pajak dan retribusi tidak dilakukan secara tertib

dan bertanggung jawab melalui pengadminstrasian yang baik.

 

6. Metode Penelitian

6.1. Jenis Penelitian.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Metode ini

 pada dasarnya adalah langkah melakukan interpretasi obyektif tentang kenyataan danfenomena yang terdapat dalam permasalahan yang sedang diteliti. Penelitian ini juga

 bermakna pemecahan masalah yang diteliti dengan mengambarkan keadaan suatu

obyek pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana

adanya (Hariwijaya. H, 2007).

Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, maka metode yang

digunakan adalah kualitatif. Hal ini sesuai dengan penjelasan Bogdan dan Taylor 

(Moleong 1991:3 dan Nasution, dkk 2006) bahwa penelitian kualitatif merupakan prosudur penelitian, apabia data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan

  bukan angka-angka. Istilah penelitian kualitatif pada mulannya bersumber 

 pengamatan yang dipertentangkan dengan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif 

28

Page 29: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 29/32

ini melibatkan pada perhitugan angka. Atas dasar itulah maka penelitian kualitatif 

diartikan sebagai penelitian yang tidak menggunakan perhitungan.

6.2. Unit Analisis.

Unit analisis penelitian ini adalah semua orang atau instansi Kabupaten

Sorong Selatan yang terkait dengan judul penelitian ini. Namun karena keterbatasan

yang dimiliki, maka penulis mengunakan teknik pengambilan sampel purposive yang

ditentukan sesuai dengan kriteria menurut tujuan peneltian.

Dasar penggunan “purposive sampling” atau penentuan sampel bertujuan

sesuai dengan data yang hendak diperoleh. Pengambilan purposive sampling ini

dipilih karena populasi yang akan diambil tidak bersifat homogen. Sampel dalam

  penelitian ini adalah kepala-kepala dinas, kepala bidang pada istansi terkait yang

merupakan “key informan” untuk memberikan informasi. Informasi yang dimaksud

adalah faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya peneriman PAD Kabupaten

Sorong Selatan serta upaya yang sudah dilakukan dan upaya yang akan dilakukan

dalam meningkatkan pajak dan retribusi daerah untuk mendukung penerimaan

 pendapatan asli daerah.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka penulis mengambil

sampel pada dinas-dinas terkait sebagai berikut:

a. Dinas Pendapatan Daerah

 b. Bagian Keuangan Setda Kabupaten Sorong Selatan

c. BAPEDA

d. Dinas Kehutanan

e. Dinas Perindagkop dan UKM

f. Dinas Perikanan

6.3. Data yang Dibutuhkan.

29

Page 30: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 30/32

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu data primer dan

data sekunder. Data primer melalui wawancara dan observasi karena data primer 

merupakan jawaban utama dari para responden, sedangkan data sekunder merupakan

 pendukung jawaban data primer yang diambil dari arsip, literatur dan dokumentasi.

6.4. Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data yang sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan

 jenis sumber data yang akan digunakan dalam rencana penelitian ini adalah:

a. Wawancara mendalam: wawancara jenis ini dilakukan bersifat

lentur dan terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak dalam suasana yang formal,

dan bisa dilakukan berulang-ulang pada informan yang sama (Hariwijaya. H,

2007). Pertanyaan yang diajukan bisa semakin terfokus sehingga informasi

yang bisa dikumpulkan semakin rinci dan mendalam. Teknik wawancara ini

akan dilakukan pada semua informan. Data yang dikumpulkan secara umum

ada dua yaitu data pertama adalah faktor-faktor yang menyebabkan seperti:

(1) data kelembagaan mencakup kapasitas, keuangan daerah, kualitas

aparatur, dan perda/indikator perda; (2) sosial politik seperti sosial politik,

keamanan, dan budaya; (3) ekonomi daerah mencakup potensi ekonomi dan

sturktur ekonomi, (4) tenaga kerja dan produktifitas mencakup biaya tenaga

kerja, ketersedian tenaga kerja dan produktifitas; (5) ketersediaan infrastruktur 

mencakup dua hal yaitu ketersedian infrastruktur dan kualitas infrastruktur.

Data kedua adalah upaya apa yang dilakukan dalam meningkatkan pajak dan

retribusi daerah mendukung penerimaan pendapatan asli daerah.

  b. Mencatat Dokumen: teknik ini akan dilakukan dalam mengumpulkan data

yang bersumber pada literatur, dokumen dan arsip yang terdapat di

Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, khususnya dokumen yang berkaitan

dengan data pertama dan data kedua di atas.

30

Page 31: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 31/32

6.5. Teknik Analisis Data.

Analisis data dalam penelitian ini prosesnya dimulai dengan menelah seluruh

data yang tersedia dari berbagai sumber. Menurut Hariwijaya. H, 2007 dalam setiap

 penelitian diskriptif maka data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan

kemudian dianalisa, dengan teknik analisa data yang mengacu pada langkah-langkah

yang ditempuh dalam penelitian ini.

Secara tegas digunakan langkah-langkah dalam penelitian ini meliputi:

a. Pengumpulan Data

 b. Penilaian Data

c. Penafsiran Data

d. Penyimpulan Data

Memulai dari usaha pengumpulan data yang dibutuhkan, diperoleh dari

wawancara, obsevasi dan literatur berupa dokumen, arsip dan tinjauan pustaka lain,

selanjutnya dilakukan penilaian data. Setelah melaksanakan penilaian, langkah

selanjutnya yang ditempuh adalah melakukan penafsiran terhadap data tersebut.

Penafsiran data artinya memberi makna pada analisi, menjelaskan pola dan mencari

hubungan antara berbagai konsep.

Penafsiran sebagai langkah dalam mendapatkan kebenaran, yang hakekatnya

lebih didasarkan pada pengetahuan atau pandangan subyektif dari penulis, jadi belum

sepenuhnya benar.

Tahapan selanjutnya dari kegiatan penelitian ini adalah membuat suatu

kesimpulan terhadap penafsiran data tersebut yang merupakan rangkaian dari

 pelaporan hasil penelitian.

6.6. Sistematika Penulisan.

Laporan hasil penelitian dalam bentuk tesis yang terdiri dari 4 bab yang saling

terkait secara garir besar akan berisi Bab-bab sebagai berikut:

31

Page 32: BAB I Murafer 2012

5/14/2018 BAB I Murafer 2012 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-murafer-2012 32/32

Bab I Pendahuluan, yang akan memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika

 penulisan.

Bab II Gambaran umum daerah penelitian yang mencakup kondisi daerah secara

umum, kondisi perekonomian daerah dan pendapatan daerah yang ada di

kabupaten Sorong Selatan

Bab III Menganalisis potensi pajak dan retribusi daerah sehingga dapat digunakan

sebagai acuan dalam upaya peningkatan PAD di kabupaten Sorong Selatan.

Analisis akan difokuskan pada kondisi aktual berupa kemampuan

masyarakat membayar pajak dan retirbusi daerah sebagai salah satu

komponen PAD, khususnya yang sudah berlangsung selama 5 tahun

terakhir sejak berdirinya kabupaten Sorong Selatan.

Bab IV Berdasarkan analisis kondisi dan potensi Pendapatan Asli Daerah

sebagaimana dipaparkan bada Bab III, analisis pada Bab IV lebih diarahkan

untuk melakukan identifikasi langkah-langkah strategis apa yang dapat

dilakukan oleh pemerintah kabupaten Sorong Selatan dalam meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah. Akan dianalisis, apakah peningkatan PAD harus

dilakukan dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi sumber-sumber 

 pendapatan yang sudah ada (khususnya pajak dan retribusi) ataukah bisa

dilakukan dengan menggali potensi-potensi baru.

Bab V Penutup. Terdiri dari kesimpulan dari pemaparan pada Bab-bab sebelumnya

dan upaya untuk menjawab pertanyaan yang sudah dipaparkan dalam

Rumusan Masalah. Juga akan dipaparkan saran-saran yang lebih konkrit

 berdasarkan hasil analisis pada Bab-bab sebelumnya.

32