85
1 BAB I PENDAHULUAN Domai T. 1.1 Tujuan dari mempelajari Kepemimpinan adalah : a. Memperluas cakrawala serta membantu meningkatkan kemampuan anda sebagai seorang pemimpin b. Mengusahakan peningkatan sikap dan kepribadian kita serta meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan c. Mengusahakan para pemimpin yang juga merupakan panutan yang berkemampuan memimpin, membina organisasi serta mengembangkan tugasnya, berdasarkan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen yang efisien dan rasional. Penulis pikir kita mempunyai kebutuhan pribadi yang langsung dengan kepemimpinan. Kita, mungkin menduduki jabatan yang kita cari, yang membutuhkan kepemimpinan. Kita mungkin seorang pemimpin yang berpengalaman atau kita mungkin baru memasuki tahap permulaan dalam cara- cara pengelolaan dan berharap untuk menjadi seorang pemimpin. Dalam hal ini kita mempunyai hubungan dengan kepemimpinan. Bagaimana cara memajukan daya kepemimpinan yang kita miliki ? Kita perlu merangsang ketidak sadaran kita tentang kepemimpinan dengan segala aspek-aspeknya. Kita perlu mempelajari pengertian tentang prinsip-prinsip syarat, sifat- sifat atau fungsi-fungsi kepemimpinan Kita perlu mengembangkan keahlian untuk memberikan fungsi-fungsi yang penting. 1.2 Cara-Cara Mempelajari Kita tidak dapat mempelajari hal-hal kepemimpinan, jika kita tidak membuat usaha-usaha yang disengaja untuk menghubungkan point-point tersebut dengan pengalaman hidup kita yang nyata. Seperti kita ketahui bahwa orang belajar dengan suatu hubungan timbal balik dari :

BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

  • Upload
    hatuong

  • View
    231

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

1

BAB I

PENDAHULUAN

Domai T.

1.1 Tujuan dari mempelajari Kepemimpinan adalah :

a. Memperluas cakrawala serta membantu meningkatkan kemampuan anda

sebagai seorang pemimpin

b. Mengusahakan peningkatan sikap dan kepribadian kita serta

meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan

c. Mengusahakan para pemimpin yang juga merupakan panutan yang

berkemampuan memimpin, membina organisasi serta mengembangkan

tugasnya, berdasarkan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen yang

efisien dan rasional.

Penulis pikir kita mempunyai kebutuhan pribadi yang langsung dengan

kepemimpinan. Kita, mungkin menduduki jabatan yang kita cari, yang

membutuhkan kepemimpinan. Kita mungkin seorang pemimpin yang

berpengalaman atau kita mungkin baru memasuki tahap permulaan dalam cara-

cara pengelolaan dan berharap untuk menjadi seorang pemimpin. Dalam hal ini

kita mempunyai hubungan dengan kepemimpinan.

Bagaimana cara memajukan daya kepemimpinan yang kita miliki ?

• Kita perlu merangsang ketidak sadaran kita tentang kepemimpinan

dengan segala aspek-aspeknya.

• Kita perlu mempelajari pengertian tentang prinsip-prinsip syarat, sifat-

sifat atau fungsi-fungsi kepemimpinan

• Kita perlu mengembangkan keahlian untuk memberikan fungsi-fungsi

yang penting.

1.2 Cara-Cara Mempelajari

Kita tidak dapat mempelajari hal-hal kepemimpinan, jika kita tidak

membuat usaha-usaha yang disengaja untuk menghubungkan point-point

tersebut dengan pengalaman hidup kita yang nyata.

Seperti kita ketahui bahwa orang belajar dengan suatu hubungan timbal

balik dari :

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

2

Proses itu terus berlangsung menurut kebalikannya. Pengetahuan dan

pengalaman praktek yang kita miliki pasti diperlukan untuk menunjang suatu

cara yang kritis dalam mencetuskan ide-ide.

1.3 Masalah Kepemimpinan

Masalah kepemimpinan merupakan problem yang tidak pernah habis-

habisnya. Hal ini disebabkan :

a. Pemimpin perlu dalam setiap kerjasama

b. Seorang pemimpin selalu mengalami siklus lahir - tumbuh - berkembang -

mencapai puncak - menurun - hilang dan diganti dengan yang lain

c. Dalam mengelola organisasi baik publik/ pemerintah, bisnis maupun

sosial diperlukan para eksekutif (manajer) yang profesional yang

mempunyai jiwa kepemimpinan.

1.3.1. Istilah Kepemimpinan

Kepemimpinan :

Kemampuan untuk mempengaruhi, penggerakkan dan mengarahkan suatu

tindakan pada diri seorang atau kelompok orang, untuk mencapai tujuan

tertentu pada situasi tertentu.

Manajemen :

Kemampuan menggerakkan dan mengarahkan untuk mencapai tujuan yang

telah ditentukan dengan menggunakan tenaga orang lain.

Kepemimpinan Executive :

Adalah kemampuan seorang executive untuk mempengaruhi, menggerakkan

dan mengarahkan seorang atau sekelompok orang pada suatu organisasi

dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, sumber daya material,

Prinsip-Prinsip

atau Teori

Prinsip-Prinsip Contoh dari

orang ketiga

Pengalaman

Anda

Pengalaman

atau Praktek

Dan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

3

teknologi maupun finansial demi tercapainya tujuan organisasi secara

efektif.

Kepemimpinan Manajer :

Adalah kemampuan seorang manajer menggerakkan, mengarahkan seorang

atau sekelompok orang pada suatu organisasi dalam upaya pendayagunaan

sumber daya manusia, sumber daya material, teknologi maupun finansial

demi tercapainya tujuan organisasi secara efisien dan efektif.

Kepemimpinan Sosial :

Adalah kemampuan seorang tokoh masyarakat mempengaruhi orang atau

sekelompok orang yang ada disekitarnya melalui keteladanannya sehingga

orang-orang mau mengikutinya.

Disamping itu kita kenal pula istilah :

• Pemimpin (leader) :

Ia mempunyai jiwa kepemimpinan, bukan hanya didapatkan pada

seseorang seperti kepala (ketua) akan tetapi melihat pada orangnya,

meskipun ia tidak diangkat sebagai pemimpin.

• Kepala (head) :

Ialah pemimpin yang diangkat secara resmi oleh atasan, biasanya dengan

surat keputusan

• Ketua (chairman) :

Hampir sama dengan kepala kadang-kadang sudah disertai pengangkatan

resmi oleh atasan.

• Manajer :

Adalah kemampuan menggerakkan orang lain melalui planning,

organizing actuating dan controlling (POAC).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

4

1.3.2 Perbedaan Kepemimpinan dan Manajemen

Kepemimpinan Manajemen

1. Mengarah pada kemampuan

individu

1. Mengarah pada sistem dan

mekanisme kerja

2. Merupakan kwalitas hubungan 2. Merupakan fungsi, status,

wewenang

3. Menggantungkan diri pada

sumber yang ada pada dirinya

3. Pengarahan daya dan dana untuk

mencapai tujuan

4. Diarahkan untuk mewujudkan

keinginan si pemimpin

4. Diarahkan untuk mencapai tujuan

5. Bersifat hubungan personal 5. Bersifat impersonal

Pemimpin Manajer

1. Diangkat oleh pengikut 1. Diangkat oleh kekuasaan

2. Mengandalkan kewibawaan 2. Mengandalkan kekuasaan

3. Bertindak sebagai pencetus ide 3. Bertindak sebagai pengusaha

4. Bertanggung jawab pada anak

buah

4. Bertanggung jawab pada atasan

5. Bagian dari pengikut 5. Bagian dari orang

1.3.3. Hubungan Manajemen dan Kepemimpinan

1. Agar organisasi berhasil dengan baik diperlukan manajemen

2. Manajemen dalam mencapai tujuan harus melewati proses kegiatan

mempengaruhi orang lain yang disebut kepemimpinan

3. Seorang pemimpin belum tentu seorang manager

4. Seorang manager dapat berperilaku seorang pemimpin

5. Seorang pemimpin mempunyai arti yang lebih luas dari manager

1.3.4. Fungsi Pemimpin

1. Sebagai pengambil keputusan

2. Memotivasi anak buah

3. Sumber inspirasi

4. Menciptakan keadilan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

5

5. Memberi sugesti

6. Katalisator

7. Sebagai wakil organisasi

8. Menyelesaikan konflik

1.3.5. Fungsi Manager

1. Sebagai figur head

2. Sebagai pemimpin

3. Information role

4. Pembuat keputusan

5. Sebagai negotisator

6. Sebagai pelaksana pencapaian tujuan

Sumber : Hasil Kajian LPTP FIA-UB dalam Domai T. Kepemimpinan. FIA-UB.

• Domai, T. (2010). Kepemimpinan : Petunjuk Mutakhir untuk Mengembangkan

Kemampuan dalam Memimpin. Buku Ajar FIA-UB. Malang.

• Adair John (1987). Effective Leadership. Penerbit Bahasa Prize. Semarang.

• Herbert N. Casson (1986). Bagaimana Seharusnya Jadi Pemimpin. Alih Bahasa

Ibrahim Anang. Penerbit PT. Al-Maarif. Bandung.

• Charles J. Keating (1991). Kepemimpinan Teori dan Pengembangannya. Alih

Bahasa A.M. Mangunhardjana. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

• William A. Cohen (1991). The Art of The Leader. Alih Bahasa Anton

Adiwiyono. Penerbit Mitra Utama Jakarta.

• Warren Bennis (1992). Leader on Leadership: Intervies With TOP Executives. A

Harvard Business Review Book.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

6

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

7

BAB II

KEPEMIMPINAN

Domai T.

2.1 Pengertian Kepemimpinan

Pengertian leadership (kepemimpinan) dapat dikelompokkan menurut

fokus pembahasannya, antara lain :

I. Kepemimpinan sebagai Suatu Fokus dari pada Proses Kelompok :

Disini maka Pemimpin dipandang sebagai fokus perubahan kelompok

(group charge) aktivitas dan proses.

Diantara mereka yang memberikan definisi dalam kelompok ini, antaranya:

1. MUMFORD (1906 – 1907)

Leadership is the preeminence of one or few individuals in a group in

the process of control of societal phenomena (Kepemimpinan adalah

kelebihan yang dipunyai oleh seseorang atau beberapa orang, dalam

suatu kelompok, didalam proses pengendalian masalah-masalah sosial/

kemasyarakatan)

2. BLACKMAR (1911)

Leadership as the centralization of effort in one as, an expression of

power of all. (Kepemimpinan adalah pemusatan usaha/ budidaya

seseorang, sebagai suatu kekuatan yang menyeluruh).

3. REDL (1942)

The leader is a central or focal person who integrates the group.

(Pemimpin adalah pusat atau pembawa suara yang meng-integrasi-kan

kelompok).

II. Kepemimpinan sebagai Kepribadian dan Pengaruhnya

Dalam hubungan ini, maka Kepemimpinan dianggap sebagai suatu usaha

yang dilakukan oleh seseorang, agar ia lebih baik daripada orang lain,

dalam melaksanakan kepemimpinan. Antara lain dikemukakan oleh :

1. DINGHAM, (1927),

A leader as, a person who possesses the greatest number of desirable

traits of personality and character. (Pemimpin adalah seorang

pengelola sejumlah sikap kepribadian dan watak).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

8

2. ORDWAY TEAD, (1927),

Leadership as a combination of traits which enables an individual to

induce others to accomplish a given task. (Kepemimpinan adalah

serangkaian kepribadian yang mendorong seseorang untuk

menggerakkan orang lain guna mencapai suatu maksud / tujuan

tertentu).

III. Kepemimpinan sebagai Seni untuk Menimbulkan Ketaatan (Art Of

Inducing Compliance),

Antara lain dikemukakan oleh :

1. MUNSON, (1921),

Leadership as the ability to handle men so as to achieve the most with

the least friction and the greatest cooperation (Kepemimpinan adalah

kemampuan menggerakkan orang-orang, guna mencapai yang

dimaksud, dengan sedikit pertikaian atau kerjasama yang besar).

2. MOORE, (1927),

Leadership as the ability to impress the will of the leader on those led

and induce obedience, respect, loyalty and cooperation.

(Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan kesan sang

pemimpin, kepada mereka yang dipimpin, dan menimbulkan kesan

taat, setia dan kerjasama)

3. BENNIS, (1959),

Leadership can be defined as the process by which an agent induces a

subordinate to behave in a desired manner. (Kepemimpinan dapat

didefinisikan sebagai suatu proses dengan mana seseorang dapat

bertindak sebagai wakil yang berperan didalam suatu cara yang

dikehendaki).

IV. Kepemimpinan sebagai penggunaan pelaksanaan daripada pengaruh

Antara lain diutarakan oleh :

1. ORDWAY TEAD, (1935)

Leadership as the activity of influencing people to corporate toward

some goal which they cam to find desirable. (Kepemimpinan adalah

kegiatan mempengaruhi orang-orang, untuk bekerjasama menuju

beberapa kepentingan, yang mana dikehendaki oleh mereka).

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

9

2. STOGDILL, (1950)

Leadership is the process (act) of influencing the activities of an

organized group in its efforts toward goal setting and goal

achievement. (Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan

suatu kelompok yang terorganisir, dalam usahanya mengola suatu

tujuan dan mencapai suatu tujuan tertentu).

3. HOLANDER & JULIAN, (1965)

Leadership in the broadest sense implies the presence of a particular

influence relationship between two or more persons. (Kepemimpinan

dalam arti yang luas mencakup pengetrapan suatu pengaruh tertentu,

hubungan antara dua orang atau lebih).

V. Kepemimpinan sebagai Tindakan atau Tingkah Laku

Dikemukakan antara lain oleh :

1. HEMPHILL, (1949),

Leadership may be defined as the behavior of an individual while he is

involved in directing group activities. (Kepemimpinan dapat

didefinisikan sebagai suatu pembawaan perseorangan yang mana dia

melibatkan diri dalam mengendalikan kegiatan kelompok).

2. FIEDLER, (1967),

By leadership behavior we generally mean the particular acts in which a

leader engages the course of directing and coordinating the work of his

group members. (Dengan pembawaan kepemimpinan, umumnya kami

artikan sebagai suatu kegiatan tertentu dalam mana sang pemimpin

giat dalam pengendalian, dan mengkoordinir kegiatan kerja kelompok

anggotanya).

VI. Kepemimpinan sebagai Bentuk Persuasi (Membujuk/Keajakan)

Antara lain dikemukakan oleh :

1. SCHENK, (1928),

Leadership is the management of men by persuasion and inspiration

rather than by the direct or implied threat of coercion. (Kepemimpinan

adalah lebih bersifat pengelolaan manusiawi dengan ajakan-ajakan dan

inspirasi daripada dengan pengendalian atau ancaman/paksaan

terhadap manusia).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

10

2. KOONTZ & O’DONNEL, (1955)

Leadership as the activity of persuading people to cooperate in the

achievement of common objective. (Kepemimpinan adalah kegiatan

mengajak orang-orang untuk bekerjasama dalam pencapaian suatu

tujuan pada umumnya).

VII. Kepemimpinan sebagai Hubungan Kekuasaan Kekuatan

Dikemukakan antara lain oleh :

1. FRENCH & RAVEN, (1958),

Leadership in terms of differential power relationships among members

of a group. (Kepemimpinan adalah dalam artian pembedaan hubungan

kekuatan diantara anggota kelompok).

Dalam hubungan ini dikenal 5 (lima) sumber kekuasaan, yaitu :

a. Expert power : kekuasaan yang timbul karena keahlian

b. Respect power : kekuasaan yang timbul karena rasa hormat

c. Reward power : kekuasaan yang timbul karena seseorang

mampu memberikan hadiah kepada orang lain

d. Coorship power : kekuasaan yang timbul karena kemampuan

untuk memberikan hukuman

e. Legitimate power : kekuasaan yang timbul karena ke-syah-an

/resmi

2. GRETH & MILLS, (1953),

Leadership as relation between leader and led in which the leader

influences more than he is influenced, because of the leader those who

are led act or feel differently than they otherwise would.

(Kepemimpinan adalah hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin,

dalam mana sang pemimpin lebih bersifat mempengaruhi daripada

dipengaruhi, karena pemimpinnya (dari) mereka yang dipimpin

bertindak atau secara menonjol berperan daripada apa yang dikerjakan

oleh orang-orang yang bijaksana).

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

11

VIII. Kepemimpinan sebagai Alat Untuk Mencapai/Pencapaian Tujuan

Antara lain dikemukakan oleh :

1. COWLEY, (1926),

A leader is a person who has a program and is moving toward an

objective with his group in a definite manner. (Seorang pemimpin

adalah seseorang yang memiliki program dan dengan kelompoknya

sedang bergerak kearah tujuan dalam suatu cara yang tertentu).

2. BELLOWS, (1959),

Leadership as the process of arranging a situation so that various

members of a group, including the leader can achieve common goals

with maximum economy and a minimum of time and work.

(Kepemimpinan adalah proses pengaturan waktu sehingga berbagai

anggota suatu kelompok, termasuk pimpinannya dapat mencapai

tujuan-tujuan umum dengan manfaat yang maximum dan dengan

waktu dan kerja yang minimum).

3. K. DAVIS, (1962),

Leadership as the human factor which binds a group together and

motivates it toward goals. (Kepemimpinan adalah faktor kemanusiaan

yang mengikat suatu kelompok menjadi kesatuan dan memberikan

dorongan guna mencapai maksud).

IX. Kepemimpinan sebagai Akibat dari Interaksi

Antara lain dikemukakan oleh :

1. ANDERSON, (1940),

A true leader in the psychological sense is one who can make the most

of individual differences, who can bring out the most differences in the

group and therefore reveal to the group a sounder base for defining

common purposes. (Seorang pimpinan dalam artian psychologis adalah

seseorang yang dapat membuat yang paling dari perbedaan individu,

yang dapat melayani perbedaan-perbedaan yang ada dalam kelompok

dan karenanya mewujudkan pada kelompok suatu dasar yang sehat

guna mendefinir maksud- maksud yang lumrah).

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

12

2. MERTON, (1969),

Leadership as an interpersonal relation in which others comply,

because they want to, not because they have to. (Kepemimpinan

adalah hubungan antar pribadi dalam mana orang mau tunduk, karena

ingin, bukannya karena mereka harus).

X. Kepemimpinan sebagai suatu Peranan yang Berbeda

Dikemukakan oleh :

1. GORDON, (19o5),

Leadership can be conceptualized as an interaction between a person

and a group or more accurately, between a person and the group

members. Each participant in this interaction may be said to play a role

and in some way these roles must be differenced from each other. The

basis for this differentiation seems a matter of influence that is, one

person, the leader influences while the other persons respond.

(Kepemimpinan dapat dikonsepkan sebagai suatu interaksi antara

seorang dan sekelompok atau lebih, antara seorang dengan anggota

kelompok. Masing-masing yang terlibat dalam interaksi ini dapat

dikatakan memainkan suatu peranan dan didalam beberapa hal

peranan-peranan ini haruslah dibedakan satu sama lainnya. Dasar

untuk perbedaan ini agaknya merupakan suatu pengaruh, yakni; satu

orang, pimpinan mempengaruhi sedang yang lainnya memberikan

tanggapannya).

XI. Kepemimpinan sebagai suatu Pembentukan daripada Struktur

Dikemukakan antara lain oleh :

1. HOMANS, (1950),

The leader of a group as a member who originates interaction.

(Pimpinan suatu kelompok adalah seorang anggota yang mula-mula

menimbulkan interaksi).

2. HEMPHILL, (1954),

To lead is to engage in an act that initiates a structure in the interaction

as part of the process of solving mutual problem. (Memimpin adalah

mengikut sertakan dalam suatu kegiatan yang memulai suatu struktur

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

13

dalam interaksi sebagai bagian daripada proses penyelesaian suatu

masalah).

3. STOGDILL, (1959),

Leadership as the initiation and maintenance of structure in

expectation and interaction. (Kepemimpinan adalah permulaan dan

pemeliharaan struktur dalam harapan dan interaksi).

Sumber : Hasil Kajian LPTP – FIA – UB dalam Domai T. Kepemimpinan. FIA – UB.

• Mumford (1906 – 1907). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB.

Malang.

• Blackmar (1911). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Redl (1942). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Dingham (1927). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Tead Ordway (1927). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB.

Malang.

• Munson (1921). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Moore (1927). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Bennis (1959). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Stogdill (1950). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Holander dan Julian (1965). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB.

Malang.

• Hemphill (1949). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Fiedler (1967). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Schenle (1928). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Koontz dan O’Donnel (1955). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA –

UB. Malang.

• French dan Raven (1958). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB.

Malang.

• Greth dan Mills (1953). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB.

Malang.

• Cowley (1926). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Bellows (1959). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Davis K. (1962). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

14

• Anderson (1940). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Merton (1969). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Gordon (1905). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Homans (1950). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Hemphill (1954). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

• Stogdill (1959). Dikutip Domai T. dalam Kepemimpinan. FIA – UB. Malang.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

15

BAB III

TEORI TIMBULNYA KEPEMIMPINAN

Domai T.

3.1 Pemikiran Dasar tentang Leader Diawali dari Pemahaman Kata Tentang :

1. Pemimpin itu memerlukan serangkaian sifat, ciri, dan karakteristik,

2. Bahwa sifat itu dibawa sejak lahir,

3. Pemimpin itu merupakan hasil dari waktu, tempat dart keadaan,

4. Pemimpin itu dibentuk bukan dilahirkan,

5. Bahwa pengikut dapat mempengaruhi pemimpin,

6. Pemimpin yang memperhitungkan bawahan akan menimbulkan

kepuasan kerja,

7. Pemimpin lahir dengan bakat kemudian dikembangkan melalui

pendidikan dan pengalaman,

8. Pemimpin sangat dipengaruhi oleh situasi yang dialaminya,

Meliputi :

• Tugas dan masalah yang dihadapi

• Orang yang dipimpin

• Keadaan yang mempengaruhi tugas

9. Semakin tinggi interaksi,

• Semakin meningkat perasaan disukai

• Semakin jelas pengertian atau norma kelompok

• Semakin tinggi orang dalam satu kelompok

• Semakin luas jangkauan interaksi,

• Semakin besar jumlah kelompok yang tergerak

10. Perilaku pemimpin akan diterima apabila merupakan sumber yang bisa

memberi kepuasan.

Kesimpulan sederhana tentang teori-teori timbulnya kepemimpinan

dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok teori sebagai berikut :

1. Kelompok Teori Keturunan

Dasar kepemimpinan itu harus ditekankan pada sifat-sifat keturunan sejak

orang dilahirkan seperti bakat dan sebagainya. Yang berarti bahwa orang itu

akan menjadi pemimpin karena memang ia telah dilahirkan dengan bakat-

bakat kepemimpinan.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

16

2. Kelompok Teori Pengaruh Lingkungan

Dasar kepemimpinan itu harus ditekankan pada sifat-sifat yang diperoleh

karena pengaruh lingkungan hidupnya dan bukan karena keturunan ini

berarti setiap orang mampu menjadi pemimpin apabila diberi kesempatan

dan pendidikan yang cukup.

3. Kelompok Campuran Antara Keturunan dan Teori Pengaruh Lingkungan

Dasar kepemimpinan apabila waktu dilahirkan memiliki bakat-bakat

kepemimpinan dan memperoleh pendidikan dan pengalaman yang cukup

dikemudian hari.

3.2 Tipologi Kepemimpinan

Sepanjang diketahui sekarang ini, para pemimpin dalam berbagai bentuk

organisasi dapat digolongkan kepada lima tipe pemimpin, tipe-tipe itu adalah :

1. Tipe Otokratis

Seorang pemimpin yang otokratis adalah pemimpin yang

- Menganggap organisasi sebagai milik pribadi mengidentikan tujuan

pribadi dengan tujuan organisasi

- Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata

- Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat

- Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya dan sebagainya

2. Tipe Militeristis

Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah pemimpin yang mempunyai

sifat-sifat :

- Dalam menggerakkan bawahan sistem perintah yang sering digunakan

- Dalam menggerakkan bawahan senang menggunakan/bergantung pada

pangkat dan jabatannya

- Senang kepada formalitas yang berlebih—lebihan

- Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan

- Sukar menerima kritikan dari bawahan

- Menggemari upacara-upacara dalam berbagai keadaan

3. Tipe Paternalistis

Pemimpin tipe ini memiliki sifat-sifat, antara lain :

- Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa

- Bersikap terlalu melindungi (overly protective)

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

17

- Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil

keputusan dan inisiatif serta untuk mengembangkan daya kreasi

fantasinya

- Bersikap maha tahu.

4. Tipe Karismatis

Hingga sekarang ini para sarjana belum berhasil menemukan sebab –sebab

mengapa seseorang pemimpin memiliki kharisma, yang diketahui hanya

bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya penarik yang amat besar

dan karenanya mempunyai pengikut yang amat besar jumlahnya, meskipun

para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka

menjadi pengikut pemimpin itu.

Seringkali dinyatakan bahwa pemimpin kharismatis memang telah diberkahi

dengan kekuatan gaib (supernatural power). Karenanya kekayaan, profil,

umur, kesehatan tidak dapat digunakan sebagai kriteria untuk kepemimpinan

ini.

Sebagai contoh: Gandhi bukanlah seorang yang kaya Iskandar Zulkarnaen

bukanlah seorang dengan fisik sehat. Mengenai profil pula, Gandhi tidak

dapat digolongkan sebagai orang yang “ganteng”.

5. Tipe Demokratis

Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe

pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern

karena :

- Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat

bahwa manusia itu adalah mahluk yang termulia di dunia

- Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi

dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya

- Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya

- Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan ‘team work’ dalam usaha

mencapai tujuan selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih

sukses daripadanya

- Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin

- Dengan ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada

bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian dibandingkan dan

diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, akan

tetapi berani untuk berbuat kesalahan yang lain.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

18

Sumber : Hasil Kajian LPTP – FIA – UB dalam Domai T. Kepemimpinan. FIA – UB.

• Charles J. Keating (1991). Kepemimpinan Teori dan Pengembangannya. Alih

Bahasa A.M. Mangunhardjana. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

• Adair John (1987). Effective Leadership. Penerbit Bahasa Prize. Semarang.

• Herbert N. Casson (1986). Bagaimana Seharusnya Jadi Pemimpin. Alih Bahasa

Ibrahim Anang. Penerbit PT. Al-Maarif. Bandung.

• Charles J. Keating (1991). Kepemimpinan Teori dan Pengembangannya. Alih

Bahasa A.M. Mangunhardjana. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

• Warren Bennis (1992). Leader on Leadership: Intervies With TOP Executives. A

Harvard Business Review Book.

• William A. Cohen (1991). The Art of The Leader. Alih Bahasa Anton

Adiwiyono. Penerbit Mitra Utama Jakarta.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

19

BAB IV

SIFAT KEPEMIMPINAN

Edwin A. Locke and Sheley Kirk Patrick et al., Domai T.

4.1 Pengertian Sifat Kepemimpinan adalah

Rupa, keadaan, kodrat, perangai, ciri dan watak seorang yang nampak

dan dimiliki lebih banyak oleh seseorang secara berlebih dari orang lain.

Sementara ahli berpendapat keberhasilan seorang pemimpin banyak

ditentukan oleh sifat-sifat ini, sifat-sifat ini dapat bersifat pisik dan dapat bersifat

psikologis.

1. Dari segi sifat :

Ada 2 sifat utama yakni :

A. Yang bersifat obyektif :

a. Fisik

b. Kecakapan (Skill)

c. Teknologi

d. Daya tanggap (Perception)

e. Pengetahuan (Knowledge)

f. Daya ingat (Memory)

g. Imajinasi (Imagination)

h. Kemampuan mengambil keputusan

i. Kemajuan komunikasi

B. Yang bersifat subyektif

a. Keunggulan dalam keyakinan (Determination)

b. Ketekunan (Persistence)

c. Daya tahan (Endurance)

d. Keberanian (Courage)

e. Ramah

f. Tangguh

g. Ulet

2. SRI RAMAWIJAYA dalam ASTABRATA memberikan perumpamaan sebagai

berikut :

Seorang pemimpin dilambangkan memiliki watak:

A. Watak matahari - Semangat

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

20

B. Watak Bulan - Memberi terang dalam kegelapan

C. Watak Bintang - Tauladan, taqwa

D. Watak Angin - Teliti

E. Watak Mendung - Wibawa, bermanfaat

F. Watak Api - Adil, punya prinsip

G. Watak Samudera - Pandangan luas

H. Watak Bumi - Sentosa, jujur, mau memberi anugerah pada

yang berjasa

3. Pancasila

A. Sikap Dasar : Konsisten dan konsekwen pada nilai Pancasila

B. Sifat :

- Taqwa

- Adil

- Arif

- Penuh Prakarsa

- Percaya diri

- Penuh daya pemikat

4.2 Sifat Leadership

Tidak akan pernah ada masyarakat, negara, atau organisasi yang tanpa

leader. Jika ada, maka mereka tidak akan bertahan lama. Pentingnya leadership

dalam urusan manusia sudah dikenal sejak awal sejarah.

Warren Bennis dan Burt Nanus (1985) mengemukakan gambaran ini

lewat leadership bisnis: “Sebuah bisnis yang kurang modal bisa meminjam uang,

dan bisnis berlokasi buruk bisa pindah. Tapi, bisnis yang kurang leadership akan

sulit bertahan”. Ini benar di waktu sekarang karena beberapa faktor seperti

peningkatan laju perubahan teknologi, intensifnya persaingan global, deregulasi,

dan tuntutan akan respon kompetitif lebih cepat.

Sebuah artikel majalah Fortune melaporkan bahwa:

“Karena harus menebak rencana CEO, banyak pegawai hanya mengira-

ngira saja. Konfidensi ke kompetensi top management berkurang.

Gochman, wakil direktur Opinion Research Ilene, merasa bahwa turunnya

suara konfidensi ini adalah mengejutkan”. Gochman menyimpulkan

bahwa rendahnya rating manajemen muncul akibat pekerja tahu ada

tantangan baru di luar sana.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

21

Kondisi diperburuk dengan keyakinan bahwa top management tidak bisa

melawan tantangan ini (Farnham, 1989).

Meski banyak praktek leadership yang baik di sini bisa juga efektif dalam

terapan politis, fokus di buku ini adalah pada leadership organisasi dan bisnis.

Ada banyak contoh ketika leader bisnis mendirikan sebuah industri baru (seperti

John D. Rockefeller di Standar Oil), merombak perusahaan gagal (seperti Lee

Iacocca di Chrysler), memandu organisasi lewat periode pertumbuhan yang

panjang (Tom Watson di IBM, Harold Geneen di ITT, dan Alfred Sloan di General

Motors), dan menciptakan postur strategis perusahaan (Jack Welsh di General

Electrics). Prestasi leader ini mencerminkan ratusan ribu kasus leadership

organisasi efektif yang terjadi setiap hari di skala kecil.

Tidak sampai peralihan abad ilmuwan sosial mulai mempelajari

leadership secara sistematik. Satu artikel terbaru mengestimasi bahwa ada lebih

dari tiga ribu studi leadership di 70 tahun terakhir (Schriesheim, Tolliver, dan

Behling, 1983). Banyak studi tersebut, meski begitu, bukan tentang leader

sebenarnya, tapi tentang supervisor, dan banyak dari ulasannya kurang jelas.

Pendapat Bennis dan Nanus bahwa “leadership adalah konsep yang paling

banyak dipelajari dan jarang dipahami di ilmu sosial” dan “yang tidak pernah

banyak didalami” didukung kuat dengan digunakannya lagi literatur leadership

“klasik” (1985). Karena jasa ilmuwan sosial, maka gambaran ini berubah cepat di

beberapa dekade terakhir. Studi berskala sempit mulai didukung oleh studi

tentang apa yang dilakukan leader efektif – bukan supervisor. Lebih jauh,

gambaran baru tentang apa yang dibutuhkan leadership efektif sangat konsisten

dari satu studi ke studi lain.

4.2.1 Apa yang dimaksud leadership?

Kita mendefinisikan leadership sebagai proses mendorong orang lain mengambil

tindakan ke tujuan umum. Definisi ini digolongkan ke tiga elemen:

• Leadership adalah konsep hubungan. Leadership hanya ada saat ada

hubungan dengan orang lain, yaitu pengikut. Jika tidak ada pengikut,

tidak ada leader. Menurut konsep ini, leader efektif harus tahu

bagaimana menginspirasi dan berhubungan dengan pengikut.

• Leadership adalah proses. Untuk memimpin, leader harus melakukan

sesuatu. Seperti yang dikatakan John Gardner (1986-88), leadership lebih

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

22

dari sekadar memiliki posisi otoritas. Meski posisi formal dari otoritas

tersebut bisa membantu proses leadership, sekadar menempati posisi

tersebut dianggap tidak cukup membuat orang menjadi leader.

• Leadership membutuhkan mendorong orang lain untuk mengambil

tindakan. Leader mendorong pengikut untuk bertindak dalam beberapa

cara, seperti menggunakan otoritas legitimate, membuat model

(menetapkan contoh), menetapkan tujuan, memberikan reward dan

hukuman, merestrukturisasi organisasi, membangun tim, dan

mengkomunikasikan visi.

Perbedaan antara leadership dan diktator harus ada. Seorang diktator

meminta orang lain bertindak lewat paksaan fisik atau ancaman kekuatan fisik.

Beberapa diktator, pasatinya, menunjukkan karakteristik aktivitas leader, seperti

menawarkan visi. Contoh, Hitler menginspirasi orang Jerman dengan

memberikannya visi dunia didominasi oleh Jerman. Lenin menginspirasi

pengikutnya dengan memberikan visi sebuah utopia komunis. Tapi, seorang

diktator menggunakan kekuatan untuk mewujudkan visi yang dimiliki. Seperti

yang dikatakan Mao Zedong, “Power tumbuh dari sekumpulan senjata”. Ini benar

untuk power diktator, tapi tidak benar untuk leader.

Beberapa orang berdalih bahwa seorang leader efektif bisa mendorong

pengikutnya untuk mengorbankan self-interestnya untuk memperjuangkan

organisasi (Bass, 1985). Banyak orang, kecuali yang diperah atau korban cuci otak

dari pemerintah komunis atau diktator lain, atau filosofi yang self-destruktif,

tidak bisa bertindak dalam jangka panjang melawan self-interest-nya.

Deskripsi lebih baik tentang apa yang dilakukan leader efektif ke bawahan

adalah bahwa mereka bisa meyakinkan bawahan bahwa self-interest tetap

berada di visi yang dirumuskan dan yang diwujudkan leader. Bagaimana leader

memotivasi bawahan, tapi kita perlu menyadari bahwa ini dilakukan dengan:

• meyakinkan bawahan bahwa visi organisasi (dan peran bawahan di

dalamnya) adalah penting dan bisa dicapai;

• memberikan tantangan bagi bawahan dengan tujuan, proyek, tugas dan

tanggungjawab yang membuatnya merasakan kesuksesan, pencapaian,

dan penyelesaian personal (baik dalam kelompok atau organisasi); dan

• memberikan reward bagi bawahan yang berkinerja baik dengan rekognisi,

uang, dan promosi.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

23

Leader bisa meminta pegawai mendahulukan kesenangan, kesuksesan dan

reward dalam waktu sementara, atau dalam kondisi darurat, karena mereka

tidak bisa melakukan itu secara permanen atau selama hidupnya. Leader dalam

dunia bisnis yang memaksakan lingkungan kerja yang penuh penyusutan

membuat pegawainya – khususnya yang terbaik – mencari kerja lain. Orang yang

bertahan mungkin melakukan unjuk rasa atau mencoba kembali ke organisasi

dalam cara lain.

4.2.2 Leadership versus Manajemen

Meski ada perselisihan antar peneliti leadership tentang apakah ada

perbedaan valid antara leadership dan manajemen, kita yakin bahwa perbedaan

bukan hanya valid dan penting, tapi juga sangat sederhana.

• Fungsi kunci dari seorang leader adalah menciptakan visi dasar (tujuan,

misi, tujuan atau agenda) dari organisasi. Leader menjelaskan hasil atau

strategi untuk mencapai itu (Kotter, 1990).

• Fungsi kunci dari seorang manajer adalah mengimplementasikan visi.

Manajer dan bawahan bisa bertindak dalam cara yang cocok menjadi alat

untuk meraih hasil.

Dalam realita, seperti yang dikatakan John Gardner (1986-88), perbedaan

ini sering samar. Ini bukan karena perbedaan ini tidak valid, tapi karena dalam

prakteknya, peran leader dan manajer belum memiliki garis demarkasi yang

jelas. Leader fektif harus memainkan peran dalam mengimplementasikan visi

sendiri, dan manajer efektif bukan hanya harus memahami visi leader, tapi harus

bertindak, sebagian, sebagai leader untuk pihak di bawahnya. Manajer level-atas

(eksekutif) memainkan peran dalam formulasi dan implementasi visi organisasi.

Seringkali, leader hanya melakukan sebagian kerja manajerial. Banyak

organisasi sekarang ini, menurut Bennis dan Nanus (1985), terkesan “terlalu

dimenej tapi minim leadership” (dikutip di Kotter, 1990). Ada pendapat bahwa di

masa depan, bukan hanya leader yang harus memimpin secara efektif, tapi juga

manajer, yang diberi delegasi tanggungjawab. Manajer juga suatu saat nanti

harus memainkan peran leadership. Pendeknya, harus ada arahan untuk

manajemen.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

24

4.2.3 Leadership Transformasional versus Transaksional

Perbedaan antara leader transformasional dan transaksional, yang

menjadi dua konsep populer saat ini, tidak sesederhana seperti perbedaan

antara leadership dan manajemen, karena definisi konsep ini sangat rumit.

• Leadership transformasional didefinisikan (Bass, 1985; Burns, 1978; Tichy

dan Devanna, 1986) sebagai leadership yang merubah organisasi

(berbeda dengan leadership yang dimaksudkan untuk menjaga status

quo). Ini juga didefinisikan sebagai leadership yang memotivasi bawahan

untuk bekerja mencapai tujuan “level-tinggi” yang pastinya

mengorbankan self-interest.

• Leadership transaksional didefinisikan sebagai leadership yang menjaga

atau melanjutkan status quo. Ini didefinisikan sebagai leadership yang

melibatkan proses pertukaran, dimana pengikut mendapat reward cepat

dan terukur dalam menjalankan perintah leader.

Kerumitan terjadi antara dua hal ini saat dihadapkan dengan isu perubahan.

Lawan sebenarnya dari leadership transformasional adalah leadership statis atau

status quo, bukan leadership transaksional, karena lawan perubahan adalah tidak

ada perubahan.

Terkait dengan definisi tipe reward, istilah di atas menjadi tidak cocok.

Tidak ada hubungan antara leadership transformasional (terfokus-perubahan)

dan leadership non-transformasional (statis) di satu pihak dan tipe reward yang

digunakan di lain pihak.

Semua leadership faktanya adalah transaksional, tapi transaksi ini tidak

selalu dibatasi ke reward moneter jangka pendek. Semua leader efektif harus

memperhatikan self-interest dari pengikutnya, karena pengikut cenderung

mempersepsikan self-interest-nya atau terbujuk untuk mempersepsikan itu.

Interest yang dimaksud di sini bisa jangka pendek, jangka panjang atau

keduanya. Interest ini bisa berupa reward tangibel (seperti upah) dan reward

intangibel (seperti proses meraih tujuan yang dipersepsikan penting). Leader

transformasional dan transaksional menggunakan dua tipe reward ini (Yukl,

1989), dan leader yang menggunakan beragam reward jangka pendek dan jangka

panjang cenderung efektif dibanding yang tidak.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah leadership non-transformasional

bisa disebut leadership. Mungkin, tidak perlu disebut leadership. Bekerja untuk

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

25

sebuah tujuan adalah seperti memandu organisasi ke arah sebuah hasil yang

tidak dicapai sebelumnya, bukan mengulangi apa yang telah dilakukan

sebelumnya. Leader yang hanya melakukan apa yang dilakukan pendahulunya

tidak akan bertindak seperti leader atau manajer. Leader riil harus membawa

organisasi ke arah baru. Ini bukan berarti bahwa leader harus melakukan

perubahan demi untuk perubahan. Perubahan harus sebagai respon terukur ke

dunia yang sedang mengalami perubahan cepat. Leader yang tidak

mengantisipasi perubahan ini, atau tidak meresponnya, beresiko menghasilkan

organisasi yang stagnan dan gagal.

4.2.4 Model Leadership

Buku ini difokuskan ke model leadership yang dibuat dari sebuah perpaduan

berbagai tulisan tentang leadership. Banyak tulisan ini berisi studi kualitatif yang

dibuat leader organisasi. Ini berisi empat bagian.

Motif dan sifat yang menjadi karakteristik leader efektif bisa berbeda dari

yang dimiliki non-leader. Leader efektif:

• bisa penuh dorongan, energi dan ambisi;

• cenderung ulet dan proaktif dalam meraih tujuan;

• ingin memimpin – tidak menggunakan power untuk mendominasi pihak

lain tapi meraih tujuan;

• jujur dan punya integritas – bukan hanya bisa dipercaya, tapi juga

mempercayai orang lain;

• memiliki konfidensi yang tinggi, yang membuatnya bukan hanya

bertanggungjawab dan memberikan konfidensi ke orang lain, tapi juga

menghadapi situasi stress dengan tenang;

• sering kreatif;

• fleksibel ketika situasi membutuhkan;

• kadang karismatik (tapi ini bukan hal penting bagi leadership efektif);

• pengetahuan ekstensif tentang lingkungan industri, teknologi dan

organisasi tempat mereka kerja, yang biasanya didapat dari pengalaman

tahunan;

• beragam skill. Karena sifat hubungan di leadership, maka “skill hubungan

orang” menjadi penting. Ini meliputi mendengar, komunikasi lisan,

pembentukan network, manajemen konflik, dan penilaian self dan orang

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

26

lain. Penyelesaian masalah, pembuatan keputusan, dan skill penetapan

tujuan juga penting di sini;

• kemampuan kognitif, khususnya intelejensi untuk memproses banyak

informasi, memadukannya, dan menarik kesimpulan logis dari itu.

Visi adalah komponen leadership vital lainnya. Dorongan leader, motivasi untuk

memimpin, pengalaman, dan intelejensi, bisa memberikan leader kapasitas

untuk:

• mendefinisikan apa yang harus dilakukan organisasi;

• menjelaskan visi secara ringkas;

• merumuskan visi strategis yang menjelaskan alat untuk mencapai visi;

• membangun komitmen dari pengikut dengan mengkomunikasikan visi

secara jelas dan mendorong.

Implementasi visi adalah kebutuhan akan kesuksesan leadership. Sebuah visi

yang tidak diimplementasikan hanyalah mimpi. Leader yang efektif harus

bertindak untuk memastikan bahwa visi diterjemahkan menjadi aksi spesifik,

yang biasanya bisa dicapai dengan bantuan manajer dan bawahan.

Aksi implementasi efektif memiliki enam kategori utama:

• Strukturisasi memudahkan inovasi dan respon cepat ke kondisi pasar

tanpa gangguan dari atas. Organisasi modern efektif bisa bergerak cepat

ke beberapa layer otoritas (hirarki datar bukan tinggi), sedikit aturan

birokratik, rentang kontrol besar, desentralisasi, staff sentral yang kecil,

dan subunit ukuran kecil.

• Seleksi, pelatihan, dan akulturasi personel bisa diamati secara hati-hati

sehingga hanya individu yang mampu berkinerja efektif-lah yang terpilih.

Pelatihan terfokus di sini menunjukkan bahwa mereka memahami dan

menerima visi organisasi.

• Memotivasi bawahan dilakukan dalam beberapa cara oleh leader efektif,

seperti

o menggunakan otoritas legitimate untuk meminta orang

melakukan apa yang diinginkan;

o menjadi model peran dengan melakukan sesuatu yang nantinya

akan dilakukan oleh bawahan (seperti bertanya ke konsumen

tentang jasa atau produk perusahaan);

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

27

o membangun konfidensi dalam bawahan dengan mengekspresikan

konfidensi ke diri mereka dan ke kemampuannya;

o menetapkan tujuan yang spesifik dan menantang;

o mendelegasikan tanggungjawab dan otoritas untuk mencapai

tujuan ke pihak manajer dan pegawai;

o mereward orang yang memahami visi dan mencapainya dengan

rekognisi, kenaikan upah, bonus dan promosi; sebaliknya,

menghukum orang yang tidak berkinerja dengan menahan reward

dan melakukan terminasi.

• Mengelola informasi adalah hallmark lain dari leader efektif. Leader

efektif adalah pengumpul informasi. Mereka mendengar bawahan dan

mendengar sumber di luar organisasi, khususnya konsumen. Mereka

berkeliling dan terbuka, bukan menyendiri dan tidak bisa didekati.

Mereka membaca situasi. Mereka membuat network informasi yang luas.

Mereka berbagi dan menyebarkan informasi secara tepat di dalam

organisasi.

• Pembentukan tim terjadi di level top management dan ini didorong untuk

dilakukan di semua level bawah organisasi.

• Memperkenalkan perubahan adalah praktek leader efektif karena

kesadaran bahwa organisasi yang tidak berubah adalah yang tidak bisa

bertahan dalam jangka panjang. Kebutuhan akan perubahan dan inovasi

perlu dikomunikasikan secara konstan. Tujuan untuk perubahan positif

diciptakan dan reward diberikan ketika tujuan dicapai. Pengambilan

resiko yang terukur dijadikan norma.

4.2.5 Bagaimana dengan gaya leadership?

“Gaya leadership” yang menjadi inti teori leadership tradisional tidak tersentuh

dalam model yang digunakan di buku ini. Ini bukanlah kecelakaan. Sekali lagi,

orang yang mempelajari leader melihat bahwa gaya leadership (seperti berapa

banyak partisipasi yang diminta leader, seberapa ekstrover leader, seberapa

intensif leader) bisa berbeda antar leader.

Yang menjadi persamaan antar leader adalah substansinya. Leader efektif

adalah yang termotivasi dan jujur. Mereka tahu cara menghadapi orang. Mereka

punya visi, dan mereka bekerja keras untuk meraihnya. Ini penting bagi

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

28

leadership, sehingga inilah yang dibicarakan buku ini. Masing-masing dari empat

aspek leadership akan dibahas selama satu bab.

Model menunjukkan bahwa apa yang disebut “teori sifat” (atau apa yang

disebut teori “great man”) tidak sepenuhnya salah tapi bukan sepenuhnya cukup

untuk menjadi teori leadership. Mengapa demikian. Kepemilikan sifat tertentu

adalah prekondisi yang dibutuhkan untuk leadership efektif. Contoh, leader

harus energik dan jujur, dan harus ingin memimpin. Tapi sifat itu saja tidak

cukup. Jika leader ingin efektif, mereka harus menggunakan sifat untuk

membentuk skill, merumuskan visi, dan mengimplementasikan visi secara riil.

Karena itu, sifat ini hanya menjadi bagian dari gambar.

4.1.6 Teori Kontingensi

Dalam “teori kontingensi” dari leadership, pakar teori leadership tradisional

mengklaim bahwa teori leadership harus kontingen situasi. Prinsip leadership

berbeda harus diterapkan di situasi berbeda. Kontingensi bisa berisi faktor

seperti volatilitas lingkungan, ukuran organisasi, jumlah otoritas yang diberikan

leader, kompleksitas tugas atau teknologi, dan seterusnya (Yukl, 1989). Karena

sebagian besar teori kontingensi berbicara tentang supervisi bukan leadership

riil, maka sulit mengevaluasi validitas klaim tersebut.

Situasi berbeda pastinya membutuhkan tipe leader berbeda di dalam

kondisi tertentu. Tujuan model, meski begitu, adalah memperlihatkan inti

leadership, atau esensi dari proses leadership. Jika ada kontingensi, berarti ada

bobot atau kadar kepentingan di berbagai bagian atau sub-bagian model, bukan

komponen inti itu sendiri. Contoh, intelejensi bisa kurang penting di sebuah

industri dengan kompleksitas teknologi yang lebih rendah dibanding

kompleksitas teknologi tinggi. Dalam cara ini, pengalaman bisa jadi lebih penting

di beberapa industri dibanding lainnya. Sifat entrepreneurial bisa dibutuhkan

dalam mengawali perusahaan baru (meski laju perubahan bisa sangat cepat

sehingga semua leader efektif harus memperkuat perubahan dan inovasi sampai

kadar tertentu).

Beberapa aspek dari model bisa jadi penting bagi semua leader jika ingin

efektif. Keinginan memimpin, kejujuran dan integritas, berhubungan secara

efektif dengan orang, dan menciptakan dan mengkomunikasikan visi adalah hal

penting di semua setting leadership. Karena model ini didasarkan pada data

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

29

kualitatif, maka, bukti ilmiahnya masih membutuhkan uji empiris. Sampai saat

itu, model yang ada sekarang disarankan untuk digunakan leader sebagai

panduan atau digunakan sebagai aspirasi untuk leader.

4.3 Motif Dan Sifat Leadership

Beberapa isu memiliki sejarah lebih kontroversial dibanding sifat

leadership. Di abad 19 dan awal abad 20, teori leadership “great man" sangat

populer (Bass, 1990). Teori “great man” menyatakan bahwa kualitas leadership

adalah warisan, khususnya oleh orang dari kelas atas. Dengan

mempertimbangkan keunggulan herediter, teori “great man” telah berkembang

di paruh awal abad 20 menjadi teori sifat. Teori sifat tidak berasumsi apakah sifat

leadership diwarisi atau didapatkan, tapi menyatakan bahwa leader bisa berbeda

dari non-leader dalam karakteristiknya.

Pandangan sifat mengalami saling-silang di pertengahan abad ketika

review awal dari penelitian leadership menghasilkan kesimpulan bahwa tidak ada

ikatan jelas antara sifat leader dan leadership efektif (Lord, de Vader, dan Alliger,

1986). Preview yang menarik kesimpulan semacam ini berhenti melakukan

penelitian lebih jauh tentang sifat leader selama sekian tahun. Tapi psikolog Gary

Yukl (1989) mengatakan bahwa ketika peneliti leadership menyimpulkan bahwa

sifat leader tidak berbeda sama sekali, mereka dianggap bereaksi berlebihan ke

review pesimistik. Sudah jelas bahwa sifat dan motif bisa mempengaruhi

efektivitas leader, meski seberapa penting ini ke kesuksesan sifat atau motif

masih ditentukan oleh situasi. Sulit menghasilkan keseimbangan emphasis yang

tepat, dan Bass (1990) menyatakan bahwa pereview sebelumnya “memberikan

emphasis besar ke situasi, dan kurang peduli dengan sifat personal dari

leadership”.

Alasan utama dari sulitnya menemukan sebuah hubungan kuat antar sifat

leader dan efektivitas leader adalah bahwa meski sifat tertentu dibutuhkan

untuk leadership efektif, ini tidak cukup. Sifat ini sering berkombinasi dengan

faktor lain. Bahkan ketika leader memiliki sifat penting, agar efektif, leader harus

memiliki atau mendapat pengetahuan, skill dan kemampuan, dan harus

mengembangkan dan mengimplementasikan sebuah visi.

Memiliki motif dan sifat inti adalah prakondisi dari individu agar menjadi

seorang leader efektif. Motif inti adalah dorongan dan motivasi leadership, dan

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

30

sifat inti adalah integritas/jujur dan konfidensi diri. Ada bukti bahwa sifat lain –

orisinalitas, fleksibilitas dan karisma – berhubungan erat dengan leadership

efektif, tapi bukti apakah ini dibutuhkan masih tidak jelas.

4.3.1 Motif Inti

Sebuah motif adalah keinginan yang menggerakkan orang menuju aksi. Beberapa

motif bisa bersifat general, dan ini membuat orang bertindak sama ke berbagai

situasi berbeda. Sejumlah motif bisa ditemukan di leader sukses.

A. Drive

Istilah drive digunakan untuk menggambarkan beragam motif yang terkait meski

tidak identik.

Pencapaian (achievement) adalah salahsatunya. Pencapai tinggi bisa

mendapat kepuasan dengan menyelesaikan tugas menantang dengan sukses,

dengan meraih standar ekselensi, dan dengan mencari cara melakukan sesuatu

secara baik (Wexley dan Yukl, 1984). Untuk menempuh bagian atas organisasi,

leader harus punya keinginan untuk menyelesaikan tugas dan proyek

menantang. Ini membuat mereka mendapat keahlian teknis lewat pendidikan

dan pengalaman kerja, dan mengawali dan menindaklanjuti perubahan

organisasi.

Seorang individu yang ingin memimpin tapi tidak ingin melakukan

pencapaian adalah yang jarang sukses dalam menciptakan atau

mengimplementasikan visi. Literatur tentang ini menemukan bahwa leader

memiliki keinginan tinggi untuk pencapaian (Bass, 1990; Yukl, 1989). Psikolog

Bernard Bass (1990) mereview 28 studi dan menemukan bukti bahwa keinginan

akan pencapaian adalah faktor motivasi penting antar leader efektif. David

McClelland (1965) melakukan penelitian ekstensif tentang kebutuhan akan

pencapaian dan menemukan bahwa ini adalah motif penting antar enterpreneur

yang sukses.

Usaha konstan ke arah perbaikan digambarkan oleh Tom, seorang

manajer yang bertanggungjawab atas divisi produk industri dan perkantoran

bernilai aset 260 juta dolar:

Setelah 27 bulan bekerja, Tom merasakan hasil kerjanya. Divisinya meraih

hasil terbaik di kuarter pertama. Di 31 bulan kerjanya, Tom merasa bahwa

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

31

dia bisa menguasai keadaan. Tom akhirnya merasa bahwa dia punya

struktur dan kelompok manajemen yang bisa meningkatkan pendapatan

divisi menjadi 400 juta dolar, dan dia sekarang memberikan perhatian ke

divestasi sebuah kelompok produk yang dianggapnya tidak lagi cocok

dengan target divisi (Gabarro, 1987).

Agar berkinerja baik, seorang leader membutuhkan usaha konstan ke arah

sukses dan perbaikan. Henry Mintzberg (1973) merasa bahwa leader dan

manajer melakukan sebuah kerja besar dalam laju yang tidak pernah berhenti.

Richard Boyatzis (1982) berpendapat bahwa manajer dan eksekutif atasan bisa

lebih tinggi dibanding eksekutif rata-rata dalam “orientasi efisiensi”-nya, yang

didefinisikan sebagai pertimbangan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik

dibanding yang dilakukan orang sebelumnya atau lebih baik daripada yang

dilakukan orang lain. Di PepsiCo, hanya “pencapai agresif” yang bertahan

(Dumaine, 1989). Tom Watson dari IBM dideskripsikan sebagai “yang tergerak

(drive) oleh usaha personal untuk menciptakan sebuah perusahaan yang lebih

besar dibanding NCR” (Smith dan Harrison, 1986).

Ambisi adalah motif leadership yang kedua dan saling terkait yang bisa

digambarkan lewat kata drive. Leader harus punya keinginan untuk maju dalam

karirnya dan membuat divisi dan perusahaannya bisa tumbuh dan makmur.

Untuk naik dalam jabatan, leader harus aktif mengambil tindakan guna

menunjukkan drive dan determinasinya. Ambisi membuat leader bisa bekerja

keras, menantang diri dan organisasinya dengan tujuan, dan sangat ambisius

dalam kerja dan karirnya (Bass, 1990; Cox dan Cooper, 1988; Howard dan Bray,

1988). Leader bisa lebih ambisius dibanding non-leader. Menurut Ken G. Smith

dan Kline Harrison, Walt Disney, pendiri Walt Disney Production, memiliki

“determinasi yang ulet untuk sukses” (1986), sedangkan “ambisi yang tidak

pernah lelah” adalah slogan dari C. E. Woolman dari Delta Air Lines.

Di antara sampel manajer AT&T, ambisi – spesifiknya, keinginan akan

prestasi – adalah prediktor sukses terkuat selama 20 tahun. Psikolog Ann Howard

dan Douglas Bray memberikan sketsa karakter tentang dua manajer yang sukses

maju lewat perpangkatan perusahaan.

Seorang manajer merasa mampu menunjukkan apa yang didapatnya di

perguruan tinggi untuk naik sampai atas. Dia berencana naik sampai tiga

level dalam lima tahun, minimal direktur, dan setelah itu, naik ke level

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

32

berikutnya di tahun selanjutnya. Gelar MBA-nya digunakan untuk

membantu itu. Jika tidak merasakan kemajuan, atau tantangannya

kurang, dia keluar dari perusahaan.

Manajer lainnya dipromosikan di level distrik (setelah 8 tahun) dan

berharap bisa berkembang lebih jauh. Meski dia tidak ingin menjadi

direktur (meski istrinya ingin itu), dia hanya berpikir mencapai wakil

direktur (level keenam) setelah promosi pertamanya, persis bayangan

tahun kedua studinya (Howard dan Bray, 1988).

Sebaliknya, perhatikan dua gambaran dari orang yang kurang ambisius:

Meski Chet memiliki gelar perguruan tinggi, kinerjanya yang di bawah

rata-rata tidak lalu memberikannya konfidensi dalam kapabilitas. Dia

sering menghindari pertanyaan pewawancara ketika ditanya aspirasinya,

dengan mengatakan bahwa dia tidak pasti dengan berapa level

manajemennya. Ketika ditekan lebih jauh, dia menjawab, “Saya suka

merasa bahwa semua pekerjaan bisa saya lakukan, tapi saya tidak begitu

memiliki banyak ambisi. Kadang, saya ingin mengatakan, “Biarlah semua

apa adanya”.

Setelah promosi sampai level dua, manajer lain ingin naik ke manajemen

tengah, tapi dia masih puas di level kedua. Dia memang berniat

mendapatkannya bila posisi tengah itu datang. Dia memang melihat ke

depan, tapi tidak pernah melihat ke atas (Howard dan Bray, 1988).

Tiga motif “lainnya” yang bisa digambarkan dengan kata drive bisa dilihat sebagai

sifat implementasi atau wujud perilaku dari motif pencapaian dan ambisi.

Kelimanya bisa dikelompokkan karena memang berkaitan erat.

Energi dibutuhkan bagi leader untuk merasakan drive pencapaian yang

tinggi dan maju di dalam organisasi (Bass, 1990; Cox dan Cooper, 1988). Kerja

yang panjang, dan pekan kerja yang intensif (dan banyak liburan) selama sekian

tahun – sebuah pola kerja yang sering dirasakan leader – mengharuskan individu

memiliki level fisik, mental dan vitalitas emosi yang tinggi. Tampilan energi

seorang leader bisa mencerminkan visi dan membantu meningkatkan komitmen

pegawai.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

33

Leader cenderung dibanding non-leader untuk memiliki level energi dan

stamina yang tinggi, dan bahkan kemampuan atletis yang tinggi (Bass, 1990).

Mereka aktif, kadang tidak pernah lelah, dan bisa digambarkan sebagai “elektrik,

giat, aktif, hidup” (Kouzes dan Posner, 1987). Eksekutif Sears yang sukses

ditemukan “memiliki vitalitas fisik untuk menjaga laju kerja produktif” (Bentz,

1967). Bahkan di umur 70-an, Sam Walton, pendiri toko diskon Wal-Mart, masih

mengikuti Saturday Morning Meeting di Wal Mart, acara whoop-it-up jam 7.30

pagi, dan lomba sales untuk 3000 manajer (Huey, 1989).

Ekspansi geografik memunculkan tuntutan akan energi yang lebih besar

di waktu sekarang dibanding masa lalu, karena semakin banyak perusahaan yang

berharap atas pegawainya, baik di level eksekutif dan lainnya, untuk memberikan

lebih banyak waktu di jalan untuk mengunjungi lokasi lain, konsumen dan

suplaier (Peters, 1987).

Tenacity (kegigihan) adalah sebuah motif yang membutuhkan energi

terarah tujuan di antar waktau ketika dihadapkan dengan hambatan. Leader

harus “keras hati tanpa lelah” dalam aktivitasnya – khususnya dalam

memberitahu visi ke pegawainya (Bass, 1990; Smith dan Harrison, 1986). Ketika

mendapat komitmen ke visi, leader harus patuh ke visi apapun penentangannya

dan harus mengikuti itu selama implementasi.

Banyak perubahan di program organisasi butuh waktu beberapa bulan

untuk melaksanakan, dan bisa butuh tahunan untuk meraih keuntungannya.

Leader harus berusaha untuk tetap menindaklanjutinya, dan untuk tetap

persisten guna memastikan bahwa perubahan telah ada di organisasi. Bukti

menunjukkan bahwa leader efektif harus memiliki kegigihan – yang melimpah

(Bass, 1990; Smith dan Harrison, 1986).

Pengusaha jutawan, H. Ross Perot, seorang alumnus Akademi AL US,

memberitahu audiens-nya di Forrestal Lecture Series di tahun 1990 di Annapolis

bahwa akademi telah mengajarkannya kegigihan untuk melawan musuh. Dia

menambahkan bahwa banyak kesuksesan bisnisnya disebabkan oleh

ketidakmampuan dia dalam mengingat kegagalannya (Munsey, 1990).

Leader efektif sering lebih persisten dibanding non-leader saat

menghadapi hambatan, dan memiliki “kapasitas untuk menindaklanjuti obyek

yang jauh dilihat” dan punya “kekuatan kemauan atau keuletan” (Bass, 1990).

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

34

Gambaran heroik dari keuletan saat menghadapi hambatan adalah cerita

dari John Paul Jones, seorang perwira abad 18 di Angkatan Laut Amerika yang

baru dibentuk. Pada tanggal 25 September 1779, di luar pantai Inggris, Jones,

yang menjadi kapten dari Bonhomme Richard, melakukan pertempuran dengan

kapal Inggris Serapis. Selain lambat, tidak cocok untuk perang laut, dan punya

sedikit meriam, kapal Jones juga diawaki oleh kru cabutan yang kurang

berpengalaman dari beberapa negara berbeda.

Jones kalah dalam perang tersebut setelah diserang oleh tembakan

meriam Serapis dan terkena ledakan dari dua meriam tua di kapalnya sendiri.

Jones juga mengalami kekalahan lain ketika Alliance – yang sebenarnya

sekutunya – malah menembak kapalnya bukan Serapis. Serapis mensejajari

Bonbomme Richard dan kaptennya meminta Jones menyerah. Jones menjawab,

meski pasti kalah, “Aku bahkan belum mulai bertempur”.

Karena masih ingin menenggelamkan kapal Inggris, Jones melihat sebuah

lubang palka di geladak Serapis. Dia meminta seorang pelaut muda untuk

memanjat tali dan melempar granat ke geladak tersebut, karena yakin Inggris

pasti menyimpan amunisinya di sana. Meski beberapa lemparan ternyata gagal,

satu granat bisa masuk ke dalam palka, dan terjadi ledakan besar. Ketika

kapalnya terbakar, kapten Inggris menyerahkan Serapis ke Jones. Meski

pertarungan keseluruhan hampir pasti membuat dia kalah, Jones tetap

menunjukkan kegigihan untuk tidak menyerah, dan kegigihan itulah yang

membuatnya menang (De LaCroix, 1962).

Karena itu, bukan sekadar arahan aksi dari seorang leader yang

dipentingkan di sini, tapi juga tetap teguh ke arah tersebut. Dengan kegighan

adalah satu-satunya cara seorang leader bisa meraih visi, dan seorang leader

efektif harus mendorong dirinya dan orang lain ke tujuan yang harus dicapai

(Bennis dan Nanus, 1985, Kouzes dan Posner, 1987).

Sejumlah leader korporat yang terkenal telah menunjukkan kegigihan.

David Glass, CEO dari Wal-Mart, mengatakan bahwa pemilik Walt Mart, Sam

Walton, “seperti memiliki sesuatu di dalam dirinya sehingga dirinya selalu

memperbaiki sesuatu setiap hari. Dia seperti tidak pernah mencapai titik yang

memuaskannya.” (dikutip dalam Huey, 1989). Walt Disney dideskripsikan sebagai

pengharap terbaik dan tidak pernah berhenti sampai dia mendapatkannya

(Smith dan Harrison, 1986). Ray Kroc, pendiri McDonald’s Corporation,

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

35

dideskripsikan sebagai “dinamo yang menggerakkan perusahaan tanpa lelah”.

Krock menempelkan pesan inspirasi di dindingnya:

Tidak ada sesuatu di dunia yang bisa menggantikan ketekunan.

Ini tidak bisa diganti dengan bakat. Tanpa ketekunan, orang berbakat

besar pasti tidak sukses.

Ini tidak bisa diganti dengan kejeniusan. Tanpa ketekunan, orang jenius

pun bisa tumpul.

Ini tidak bisa diganti dengan pendidikan. Tanpa ketekunan, orang

berpendidikan pun bisa menjadi gelandangan.

Niat dan tekun adalah syarat utama untuk sukses (dikutip Bennis dan

Nanus, 1985).

Ketekunan harus diterapkan dengan pintar. Penggunaan strategi yang tidak tepat

bisa membuat organisasi hancur. Jadi, penting untuk tekun di sesuatu yang benar

– tapi apa yang dimaksud sesuatu yang benar? Di banyak organisasi di iklim

bisnis sekarang ini, sesuatu yang benar ini bisa meliputi:

• memuaskan konsumen,

• pertumbuhan,

• kontrol biaya,

• inovasi,

• waktu respon cepat, dan

• kualitas.

Seperti yang dikatakan Tom (1987), sebuah usaha konstan untuk memperbaiki

sesuatu yang sudah baik.

Inisiatif adalah motif yang membuat leader efektif mau menggunakan

pendekatan proaktif dibanding reaktif ke pekerjaan (Bass, 1990; Boyatzis, 1982;

Kouzes dan Posner, 1987). Mereka membuat pilihan dan melakukan sesuatu

yang menghasilkan perubahan produktif bukan bereaksi ke kejadian atau

menunggu sesuatu terjadi.

Manajer superior dan manajer level-eksekutif sering lebih produktif

dibanding manajer berkinerja rata-rata atau di bawah rata-rata. Proaktivitas

antar leader efektif bisa digambarkan seperti ini, “bukan duduk menganggur

atau menunggu nasib tersenyum kepadanya”, leader perlu “melawan proses”

(Kouzes dan Posner, 1987). Leader efektif biasanya menggunakan pendekatan

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

36

“hands on”, dan sering menunjukkan lebih banyak inisiatif dan kerja dibanding

orang non-leader (Bass, 1990; Smith dan Harrison, 1986).

Leader efektif adalah yang punya drive kuat, yaitu yang berorientasi

pencapaian tinggi, ambisius, energetik, gigih, dan proaktif. Kualitas ini

dibutuhkan jika leader ingin secara efektif mengembangkan knowledge, skill and

ability (KSA) yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan

visi.

Level drive yang tinggi, meski begitu, bukan tanpa efek samping. Tipe

drive ini bisa melahirkan seorang leader yang ingin mencapai sesuatu sendiri dan

karena itu, malah gagal menciptakan komitmen dan rasa tanggungjawab di pihak

bawahan (McClelland dan Burnham, 1976). Leader yang efektif bukan hanya

harus penuh drive dan ambisi, tapi harus termotivasi untuk memimpin orang

lain.

B. Motivasi Leadership

Leader efektif harus selalu ingin memimpin. Motivasi leadership bisa

berisi keinginan untuk mempengaruhi orang lain. Ini sering disamakan dengan

kebutuhan akan power. Orang dengan motivasi leadership yang tinggi sering

berpikir bagaimana mempengaruhi orang lain, memenangkan argumen, atau

meraih posisi dengan otoritas besar. Individu dengan motivasi leadership yang

kuat pastinya berada di peran leadership, bukan di peran bawahan, dan mereka

menunjukkan kemauan untuk memegang tanggungjawab (Howard dan Bray,

1988; McClelland, 1965; Yukl, 1989). Studi menunjukkan bahwa keinginan kuat

untuk memimpin orang lain adalah karakteristik dari leader efektif (Boyatzis,

1982; Burns, 1978; House, 1988; House, Woycke, dan Fodor, 1987; Miner, 1978;

Srivastva dan Associates, 1986).

Penelitian tentang sifat leadership di Sears mendeskripsikan eksekutif

Sears yang sukses sebagai orang yang punya “drive kompetitif yang kuat untuk

sebuah posisi otoritas dan ingin dikenal sebagai orang yang berpengaruh” (Bentz,

1967).

Astronot John Glenn dan Frank Borman membangun karir politik dan

bisnisnya dari prestasi awalnya sebagai penjelajah ruang angkasa, sedangkan

astronot lain tidak demikian (Bass, 1985). Karena memiliki peluang sama seperti

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

37

orang lain, penyesuaian personalnya-lah yang membuat Glenn dan Borman

mengejar ambisinya dan memegang peran leadership.

Leader yang sukses harus mau menggunakan power ke bawahannya,

memberitahu mereka apa yang harus dilakukan, dan menggunakan sangsi positif

dan negatif. Seseorang yang tidak mampu menggunakan power sulit melakukan

sebuah peran leadership.

Power bisa dilihat sebagai mata uang dari seorang leader, yaitu alat

utama yang digunakan leader untuk menyelesaikan sesuatu di sebuah organisasi

(Bennis dan Nanus, 1985). Seorang leader harus punya keinginan meraih power

agar bisa menggunakan pengaruhnya ke orang lain. Dalam satu studi, manajer

level eksekutif dan manajer dengan level kinerja tinggi memberikan nilai tinggi

untuk “peduli ke dampak” (yang dianggap sama seperti kebutuhan akan power)

dibanding manajer level bawah atau manajer yang berkinerja di level

produktivitas rendah (Boyatzis, 1982).

Dalam studi manajemen 20-tahun di AT&T, manajer sukses adalah yang

sering menggunakan kalimat berikut:

“Ketika saya memberikan tugas ke orang lain, saya menemukan kepuasan

terbesar”.

“Pekerjaan yang paling cocok buat saya adalah pekerjaan yang

membutuhkan kemampuan leadership”.

“Saya selalu menggunakan orang lain untuk melakukan rencana dan

arahan saya” (Howard dan Bray, 1988).

Sebaliknya, seoreang manajer yang tidak sukses biasanya menggunakan kalimat

yang berisi frase “menerima perintah……….” yang diakhiri dengan “mudah untuk

menghilangkan bahaya keputusan yang buruk” (Howard dan Bray, 1988).

Power tidak digunakan secara efektif ketika ini dilihat sebagai “kue pie

yang bisa diperbesar”, bukan sebagai kue yang tetap. Seorang leader efektif tidak

melihat power sebagai jumlah statis yang harus diperebutkan. Tapi, seorang

leader efektif melihat power sebagai sesuatu yang bisa diciptakan dan diratakan

ke pengikut tanpa merusak power leader itu sendiri. Leader efektif memberikan

power ke orang lain sebagai alat untuk meningkatkan potensi leader itu sendiri.

Kebutuhan akan power adalah sesuatu yang diinginkan leader, dan

efektivitas seorang leader ditentukan oleh akar dari kebutuhan tersebut.

Keinginan mempengaruhi orang lain bisa berasal dari dua sumber berbeda, yaitu

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

38

“motif power personal” atau “motif power sosial” (Howell, 1988; McClelland,

1965).

MOTIF POWER PERSONAL. Seorang leader dengan motif power personal

berusaha mencari power sebagai hasil. Individu bisa memiliki self-control dan

sering impulsif. Mereka menfokuskan diri ke penciptaan simbol martabat

personalnya sendiri. Tipe motif power ini bisa dikatakan neurotik karena

mendapat power hanya untuk mendominasi orang lain pastinya dilandasi oleh

keraguan diri. Motif power personal lebih dihubungkan ke dominasi terhadap

orang lain, dan membuat pengikut menjadi dependen dan patuh (Kouzes dan

Posner, 1987).

MOTIF POWER SOSIAL. Sebaliknya, seorang leader dengan motif power sosial

menggunakan power sebagai alat untuk meraih tujuan atau visinya. Motivasi ini

cenderung menghasilkan leadership efektif. Dibanding orang yang memiliki motif

power personal, individu dengan motif power sosial:

• lebih matang secara emosional;

• menggunakan power lebih banyak untuk keuntungan organisasi

keseluruhan;

• jarang menggunakan power dalam cara manipulatif;

• kurang defensif;

• lebih mau menerima saran dari pakar; dan

• memiliki perspektif jangka panjang (Kouzes dan Posner, 1987).

Leader dengan motif power sosial cenderung menggunakan powernya untuk

membangun organisasi dan membuatnya sukses, bukan mencari alasan pribadi

untuk merugikan orang lain. Mereka mempertimbangkan kebutuhan pengikut,

dan tindakannya akan memberdayakan pengikut yang independen.

Penggunaan power sosial yang produktif bisa terbantu lewat kemampuan

membuat network dan koalisi, meraih kerjasama dari pihak lain, menyelesaikan

konflik dalam cara konstruktif, dan menggunakan model peran untuk

mempengaruhi orang lain.

4.3.2 Sifat Inti

Diskusi tentang motif inti difokuskan ke keinginan dasar untuk membuat

seorang leader mengambil tindakan. Dalam sebuah perbedaan yang relevan tapi

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

39

lunak, sifat bisa berbeda dari motif karena sifat adalah pola aksi – cara bertindak

– atau cara kebiasaan pikir. Orang dikatakan memiliki sifat “tampan”, contohnya,

ketika bertindak mencerminkan cara tampan. Mereka dikatakan “pesimis” jika

mereka mengekspresikan pikiran negatif.

Motif bisa mendasari sifat, tapi tidak ada hubungan satu-lawan-satu

antara sifat dan motif. Sifat tertentu bisa mencerminkan beragam motif, karena

motif tertentu bisa mendasari sejumlah sifat.

Bagian ini menjelaskan sifat leadership inti – yaitu tindakan terukur dan

kebiasaan pikir yang menjadi karakteristik leader efektif (untuk jelasnya, sifat

energi, kegigihan dan inisiatif akan didiskusikan di bagian motif karena ini adalah

ekspresi perilaku dari motif).

Ada bukti bahwa leadership efektif digambarkan oleh sifat

kejujuran/integritas dan konfidensi diri. Ada bukti yang kurang konklusif terkait

dengan peran sifat kreativitas, fleksibilitas dan karisma.

A. Kejujuran/Integritas

Kejujuran dan integritas adalah kebajikan di semua individu (Rand, 1961),

termasuk pengikut, tapi mereka memiliki signifikansi khusus sebagai sifat leader.

Studi menunjukkan bahwa tanpa itu, usaha keseluruhan dari leadership bisa

lemah (Bass, 1990; Bennis dan Nanus, 1985; Peters, 1987). Integritas

didefinisikan sebagai antara kata dan tindakan (Bennis dan Nanus, 1985), dan

kejujuran adalah bisa dipercaya atau tidak curang. Secara keseluruhan, ini

memberikan pondasi sebuah hubungan keterpercayaan antara leader dan

pengikutnya (Kouzes dan Posner, 1987).

Dalam review tentang leadership, Bernad Bass (1990) menemukan bahwa

di antara semua siswa, leader dinilai lebih bisa diandalkan, terpercaya, dan layak

dalam melakukan tanggungjawab dibanding pengikutnya. Peneliti Inggris Charles

Cox dan Cary Cooper (1988) berpendapat bahwa manajer “high-flying” lebih suka

menunjukkan gaya manajemen terbuka, yang mana mereka sering memberitahu

pekerjanya tentang apa yang terjadi di perusahaan. Peneliti di Center for

Creative Leadership di Greensboro, North Carolina, menemukan bahwa manajer

yang mencapai atas sering menggunakan formula berikut: “Saya akan melakukan

apa yang sering saya katakan ketika saya mengatakan akan melakukan itu. Jika

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

40

saya berubah pikiran, saya akan memberitahu kalian sehingga kalian tidak

dirugikan oleh tindakan saya” (McCall dan Lombardo, 1983).

Leader sukses adalah yang terbuka dengan pengikutnya, tapi juga

menggunakan diskresi dan tidak melanggar konfidensi atau secara ceroboh

membocorkan informasi yang merugikan. John Gabarro di Harvard melaporkan

bahwa satu bawahan menggambarkan direktur baru sebagai “konsisten dengan

apa yang dikatakan dan dilakukan, dan bisa dipercaya”. Bawahan lain

memberikan penilaian ke leader yang tidak sukses, “Bagaimana saya bisa

mengandalkannya jika dia tidak konsisten?” (Gabarro, 1987).

Dalam studi lain, sekitar 1500 manajer ditanya “Nilai apa yang anda cari

dan puji di dalam atasan anda?” Studi ini menunjukkan bahwa integritas

(didefinisikan sebagai percaya, layak, dan punya karakter dan keyakinan) adalah

salahsatu karakteristik yang paling sering disebut. Peneliti leadership James

Kouzes dan Barry Posner (1987) menyimpulkan bahwa:

Kejujuran adalah penting bagi leadership. Jika kita ingin mengikuti

seseorang, apakah ini dalam perang atau ruang dewan, kita harus

memastikan bahwa orang patut dipercaya. Kita ingin tahu bahwa dia bisa

dipercaya, etis dan berprinsip. Kita ingin konfiden dalam integritas leader

(Kouzes dan Posner, 1987).

Banyak studi menyatakan bahwa leader efektif bisa dilihat sebagai kredibel, yang

memiliki reputasi sempurna sebagai yang layak dipercaya (Bass, 1990; Kotter,

1988).

Salahsatu deskripsi bawahan dari atasan mencontohkan makna

integritas. “Untuk integritas, ini bukan berarti dia tekun dalam merampok bank,

atau gigih dalam mencuri dari mesin kas. Anda pasti tidak suka bekerja dengan

orang seperti itu. Orang dikatakan punya integritas, karena dia punya prinsip dan

mau mempertahankannya” (Gabarro, 1987).

Tapi “kredibilitas juga penting di saat ini”, menurut peneliti Bennis dan

Nanus (1985), khususnya karena orang mulai lebih tahu, lebih hati-hati, dan

waspada ke otoritas dan power. Mereka merasa bahwa leader mendapat

kepercayaan karena bisa diprediksi, konsisten dan persisten. Untuk ini, Gabarro

(1987) memasukkan sifat pembangun kredibilitas ke dalam unsur pembuatan

keputusan yang kompeten.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

41

Pengusaha sukses H. Ross Perrot mengatakan bahwa penerapan kode

etik yang diajarkan di Akademi Angkatan Laut US ke kehidupan personal

seseorang adalah salahsatu hal terbaik yang bisa dilakukan individu. Dia meminta

awak kapal, “Jangan bahayakan jiwamu untuk hukum atau bukan hukum.

Korbankan jiwamu untuk apa yang benar dan salah” (dikutip oleh Munsey, 1990).

Seorang leader yang jujur adalah yang mampu mengatasi kurangnya skill

lain, seperti yang digambarkan oleh deskripsi atasan oleh seorang bawahan.

“Saya tidak suka dengan apapun yang dia lakukan, tapi pada dasarnya dia jujur.

Dia adalah ibarat tulisan murni, dan anda pasti mudah memaafkannya karena

sifatnya itu. Saya tetap percaya sama dia sejauh ini (dikutip di Gabarro, 1987).

B. Konfidensi-diri

Konfidensi-diri adalah sifat yang dibutuhkan untuk leadership sukses, dan ini

tidak disangkal. Orang yang ragu ketika dihadapkan dengan tantangan dan

tanggungjawab adalah yang tidak mampu mengambil tindakan atau

menghormati posisi orang lain. Leadership bisa membawa tantangan dan

tanggungjawab yang besar karena:

• ada informasi yang harus dikumpul dan diproses;

• beberapa masalah konstan harus dipecahkan dan keputusan harus

dibuat;

• pengikut harus ditemukan dan diyakinkan untuk meraih wacana aksi yang

spesifik;

• reward dan hukuman harus diadakan;

• resiko harus diambil di tengah ketidakpastian;

• kemunduran harus diatasi; dan

• persaingan kepentingan harus diredam.

Sifat penting dari konfidensi diri, yang memberikan kepastian ke ide dan

kemampuan sendiri, telah banyak diulas oleh peneliti leadership (Bennis dan

Nanus, 1985; Burns, 1978). Konfidensi diri memainkan peran penting dalam

pembuatan keputusan dan dalam memperoleh kepercayaan orang lain. Seorang

leader yang tidak pasti dengan keputusan yang dibuat, atau yang

mengekspresikan rasa ragunya, tidak bisa menciptakan konfidensi antar pengikut

yang dibutuhkan komitmennya ke visi.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

42

Studi menunjukkan bahwa leader memiliki level konfidensi lebih tinggi

dibanding non-leader. Psikolog Bernard Bass, yang mereview 40 studi,

berpendapat bahwa “hampir semua peneliti yang melaporkan data tentang

hubungan konfidensi-diri ke leadership bisa seragam dalam arah temuan yang

positif” (1990). Ann Howard dan Douglas Bray (1988) menemukan bahwa level

martabat dari manajer AT&T bisa memprediksi kemajuan di 20 tahun terakhir.

Richard Boyatzis (1982) menunjukkan bahwa level eksekutif dan manajer atasan

bisa lebih tinggi konfidensinya – didefinisikan sebagai ketegasan atau presensi –

dibanding manajer level rendah atau manajer rata-rata atau buruk.

Sebuah studi oleh Kouzes dan Posner tentang “keunggulan personal” dari

leader – situasi ketika leader bisa meraih sesuatu yang luar biasa – menunjukkan

bahwa leader memiliki kadar konfidensi yang tinggi.

Setiap orang tertarik oleh dan mau menerima tantangan yang

diterimanya, baik lewat kondisi atau lewat pilihan. Tanpa pengecualian

atau keraguan, orang bisa mengekspresikan konfidensi yang membuat

orang bisa bekerja baik dengan orang lain, dan membuat sebuah tim

untuk mengatasi masalah apapun. Harapan tinggi dari leader ke orang

lain bisa banyak didasarkan pada harapan mereka sendiri (1987).

Konfidensi diri dari seorang leader bukan hanya penting, tapi juga leader harus

mengambil tindakan untuk memastikan bahwa orang lain merasakan konfidensi

dirinya. Leader sering mengambil tindakan untuk mencerminkan konfidensi

dirinya, atau membangkitkan konfidensi diri dari pengikut (Bass, 1985).

Leader yang konfiden diri juga cenderung tegas (Bass, 1990; Cox dan

Cooper, 1988), yang membantunya memperoleh konfidensi orang lain bagi

keputusannya. Ini penting bagi implementasi sebuah keputusan yang efektif.

Ketika sebuah keputusan yang dibuat leader menjadi buruk, leader yang

konfiden diri bisa menggunakannya sebagai peluang belajar dengan mengakui

kesalahan dan membangun kepercayaan di dalam proses. Perusahaan Manor

Care, contoh, merugi lebih dari 21 juta dolar di tahun 1988 ketika menahan

banyak stok Beverly Enterprises, yang kemudian nilainya jatuh. Direktur dan

CEOnya, Stewart Bainum, Jr., mengatakan bahwa dia bertanggungjawab penuh

atas segala urusan akuisisi (dikutip di Girard, 1989). Manor Care sepertinya telah

melakukan rekoveri. Dengan menjadi “perusahaan yang terbaik dalam industri

perlengkapan perawatan”, saham Manor Care melonjak lagi.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

43

Di lain pihak, studi menemukan bahwa manajer yang kurang sukses atau

“terpeleset” sering lebih defensif tentang kegagalan dan mencoba menutup

kesalahan dibanding mengakuinya (McCall dan Lombardo, 1983).

Sebuah korelasi dan konsekuensi konfidensi diri adalah stabilitas

emosional dan ketenangan selama stress. Meski leader efektif bisa tergerak ke

kondisi tertentu – seperti ketika melakukan pembicaraan yang bermuatan

emosional – mereka umumnya tidak marah. Tapi, mereka ingin menunjukkan

sebuah ketenangan (Bass, 1990; Kotter, 1982) dengan membiarkan itu berlalu –

seperti saat mendengar berita buruk.

Peneliti di Universitas Maryland, Ken G. Smith dan Kline Harrison (1986)

menemukan bahwa leader yang ditelitinya tidak setenang dan setoleran seperti

yang ditunjukkan di literatur lain, tapi konsensus yang terbentuk adalah bahwa

banyak leader cenderung toleran ke kesalahan pegawai yang tidak terduga. Di

PepsiCo, contohnya, seorang pegawai yang membuat kesalahan “tetap aman

selama masih dalam resiko terukur” (Dumaine, 1989). Ini benar dalam setting

korporat yang telah diteliti (Posner dan Solomon, 1988), selama dipercaya bahwa

error bukanlah dari kecerobohan, dan bahwa pegawai telah melakukan kerja

rumahnya, meski salah menilai situasi.

Stabilitas emosional dianggap penting ketika leader bisa menyelesaikan

konflik interpersonal atau merepresentasikan organisasi. Seorang top executive

yang emosinya meledak tidak akan menghasilkan kepercayaan dan kerja tim

seperti yang dirasakan eksekutif yang bisa menjaga kontrol emosional. Ketika

mendefinisikan sifat negatif ini di atasannya, seorang pegawai berpendapat

bahwa “dia adalah orang impulsif dan tidak pernah yakin kapan dia bisa merubah

sinyalnya” (Gabarro, 1987).

Peneliti di Center for Creative Leadership, yang berusaha mengidentifikasi

sifat sukses atau gagalnya top executive (McCall dan Lombardo, 1983),

menemukan bahwa leader cenderung buruk jika kekurangan stabilitas emosi dan

ketenangan. Leader yang buruk adalah orang yang kurang mampu melawan

tekanan dan yang cenderung ditentukan mood, mudah marah dan menunjukkan

perilaku tidak konsisten, yang melemahkan hubungan interpersonalnya dengan

bawahan, rekan, dan atasan. Sebaliknya, peneliti menemukan bahwa leader yang

sukses adalah kalem, konfiden dan terprediksi selama krisis.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

44

Howard dan Bray (1988) menemukan bahwa penyesuaian yang tinggi

(adjustment didefinisikan secara samar dalam studi tapi bisa memberikan

kesehatan mental positif) di manajer AT&T berhubungan dengan kemajuan

karirnya di 20 tahun kemudian. Manajer yang melakukan banyak penyesuaian

bisa maju dalam karirnya. Secara keseluruhan, penyesuaian yang buruk bisa

terlihat di level kinerja manajer yang rendah. Dalam studi ini, toleransi

ketidakpastian memiliki korelasi rendah, tapi signifikan dengan kemajuan

karirnya.

Bagaimana leader bisa mengatasi ketidakpastian dan stress menjadi

ukuran efektivitasnya. Individu yang konfiden dan kuat psikologinya adalah:

• yang menganggap kejadian stress sebagai hal menarik;

• yakin bahwa mereka mempengaruhi hasil kejadian; dan

• melihat mereka sebagai peluang untuk perkembangan (Maddi dan

Kobasa, 1984).

Leader menunjukkan ketenangan di bawah tekanan, dan menginspirasi orang di

sekitarnya untuk tetap tenang dan pintar (Labich, 1988).

C. Originalitas/Kreativitas

Ada beberapa alasan untuk ragu memasukkan originalitas dan kreativitas

di antara sifat leadership yang esensial. Masih sedikit penelitian tentang

kreativitas yang memberikan hasil positif (Bass, 1990), dan kreativitas jarang

disebut sebagai sifat yang dibutuhkan di berbagai studi kualitatif leader.

Ada kemungkinan bahwa kreativitas bisa membantu leadership efektif

hanya dalam situasi tertentu, seperti ketika entrepreneur dihadapkan dengan

perlunya pengembangan produk atau layanan baru, atau perlunya membangun

perusahaan dari bawah ke atas. Kreativitas bisa atau tidak berhubungan dengan

intelejensi.

Bila memperluas konsep kreativitas agar meliputi sumberdaya, review

Bass ke beberapa studi (1990) menemukan bahwa leader memiliki sumberdaya

lebih banyak dibanding non-leader. Manajer yang efektif menunjukkan

kompetensi lebih banyak, yang disebut konseptualisasi, dibanding manajer tidak

efektif (Boyatzis, 1982). Konseptualisasi, dalam studi Boyatzis, berisi kemampuan

untuk mengembangkan solusi kreatif dan wawasan baru tentang masalah. Studi

longitudinal manajer AT&T dari Howard dan Bray (1988) berisi kreativitas sebagai

Page 45: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

45

sub-skala kemampuan administratif. Hasil ini menunjukkan bahwa skill

administratif berhubungan positif dengan kemajuan manajerial.

Tapi, seorang leader bisa efektif dengan ide yang baik meski itu pinjaman,

bukan orisinil. Tom Watson dari IBM, contohnya, menggunakan banyak strategi

sales yang dipelajarinya ketika berada di National Cash Register untuk membuat

IBM menjadi sebuah organisasi sales terkemuka (Smith dan Harrison, 1986).

Soichiro Honda, pendiri Honda Motor Company, tidak menemukan mesin

kombusi internal, tapi membantu memperbaiki dan menyempurnakannya.

Sebuah konsep yang berhubungan dengan originalitas adalah imajinasi.

Profesor Abraham Zaleznik, yang mendefinisikan imajinasi sebagai kemampuan

memvisualisasikan apa yang akan terjadi, menyatakan bahwa dalam bisnis

(bukan seni), “imajinasi adalah tiruan dan terapan, tapi mencari solusi

berdasarkan pengalaman dan analogi” (1989). Zaleznik, yang mengatakan bahwa

imajinasi adalah sifat penting bagi leadership efektif, menjelaskan bahwa “untuk

mengatasi kurangnya imajinasi, figur otoritas mencoba menerapkan pesona,

godaan dan tipuan – taktik yang akhirnya merusak otoritasnya sendiri” (1989).

Imajinasi adalah penting bagi pembuatan visi, tapi tidak jelas apakah ini

dibutuhkan atau tidak untuk mengembangkan sebuah visi efektif. Leader efektif

mungkin mampu mengatasi minimnya imajinasi personal atau originalitas

dengan menginspirasi orang lain untuk memberikan ide kreatif. Beberapa leader,

contohnya, bisa sangat baik karena punya tim top management yang bisa

menghasilkan visi perusahaan, bukannya leader yang membuat visi sendiri (Tichy

dan Devanna, 1986), sehingga leader hanya bisa mengandalkan kreativitas dari

orang lain – bukan memilikinya sendiri.

D. Fleksibilitas/Adaptabilitas

Seorang leader efektif harus cukup fleksibel untuk memenuhi tantangan

perubahan cepat yang terjadi di korporat Amerika dan ekonomi dunia turbulen

(Bass, 1990; Boyatzis, 1982). Tom Peters menyatakan bahwa “di jaman yang liar

dan penuh jebakan, dibutuhkan seseorang yang cepat, ulet dan mampu

melakukan perubahan” (1989). Perubahan ini bisa terjadi di beberapa level:

• Kemajuan teknologi bisa mempercepat produksi.

• Layanan baru akan sering ditawarkan dan dikembangkan untuk menarik

dan melestarikan konsumen.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

46

• Konsumen menuntut produk terbaru dalam jumlah waktu yang terkecil.

Kecepatan dan perubahan yang cepat adalah kata kunci di tahun 1980-an, dan

juga menjadi karakteristik di tahun 1990-an. Untuk menindaklanjuti dan

menguatkan perubahan, leader harus fleksibel. Perhatikan bahwa dalam konteks

ini, fleksibilitas berarti kemampuan beradaptasi dengan perubahan, bukan

mencerminkan ketidaktegasan.

Fleksibilitas (yang didefinisikan sebagai penyesuaian ke situasi)

berhubungan erat dengan kapasitas leadership di sejumlah studi yang direview

Bass (1990). Dengan menggunakan istilah versatilitas, Hickman dan Silva (1984)

mendiskusikan pentingnya kapasitas untuk ikut dalam proses perubahan dan

melakukan performa secara kreatif dan kuat. Tanpa fleksibilitas, leader sulit

melangkah, terisolasi dengan ide tetap, dan tidak bisa beradaptasi dengan

perubahan di lingkungan dan organisasi.

Fleksibilitas dan adaptabilitas bisa juga diterapkan ke ide dan visi.

Sejumlah “peminjam ide” sukses mengadaptasikan ide untuk memenuhi

kebutuhan perusahaan, seperti Watson dari IBM, yang menggunakan banyak

konsep yang dipelajari di NCR untuk membuat IBM menjadi leader di bidangnya.

Ray Korck meminjam dan mengembangkan ide McDonald untuk restoran fast-

food-nya. Charles Revson (dari Revlon) menggunakan ide General Motors dalam

memisahkan lini produk otomotifnya untuk membentuk lini kosmetik terpisah

(Smith dan Harrison, 1986).

Selain fleksibel dalam menyesuaikan ide baru ke organisasi, leader

mampu merubah emphasis leadership-nya dari orientasi-tugas ke orientasi-

orang, bila situasinya membutuhkan (Smith dan Harrison, 1986).

Meski fleksibilitas sejak awal berkontradiksi dengan kegigihan, ini

bukanlah sifat yang saling berlawanan. Kegigihan berisi melanjutkan kerja untuk

menyelesaikan tugas yang penting ketika orang dihadapkan dengan hambatan

dan kesulitan. Fleksibilitas adalah kemampuan mengenali kapan harus merubah

cara orang dalam mengatasi hambatan dan kesulitan.

Penggunaan fleksibilitas sebagai sebuah sifat leadership esensial ternyata

dihadapkan penolakan. Meski ada bukti bahwa leader efektif menunjukkan

fleksibilitas, masih tidak pasti bahwa orang yang meneliti fleksibilitas leader akan

menggunakan definisi yang sama atau menggunakan ukuran fleksibilitas sama.

Contoh, apakah fleksibilitas bisa diartikan sebagai:

Page 47: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

47

• merubah gaya leadership seseorang bila situasi membutuhkan?

• terbuka ke pengetahuan baru dan ide baru?

• harus sering merubah strategi organisasi?

• menyesuaikan diri ke kebutuhan konsumen?

• merubah kebijakan dan prosedur organisasi?

Sayangnya, tidak ada satu cara untuk menggambarkan apa definisi dari

fleksibilitas. Selain itu, fleksibilitas, seperti kreativitas, jarang disebut di studi

kualitatif.

E. Karisma

Karisma adalah karakteristik leader yang sering dipelajari (Bass, 1985;

Conger, 1988; House, Woycke dan Fodor, 1987), tapi ada kerumitan pada

maksud dari itu. Kouzes dan Posner melaporkan bahwa Friedman dkk

menemukan bahwa “orang yang disebut karismatik cenderung lebih animatif

dibanding lainnya. Mereka banyak tersenyum, bicara lebih cepat, mengeja kata

lebih jelas, dan sering menggerakkan kepala dan badannya. Mereka juga

cenderung menyentuh orang lain selama menyapa. Apa yang bisa disebut

karisma bisa juga digambarkan sebagai ekspresi manusia” (1987). Karisma bisa

terlihat sebagai power untuk menggugah emosi di pihak orang lain, dan biasanya

terukur.

Karisma memberikan dampak terbesar selama komunikasi, khususnya

ketika seorang leader memberikan pidato inspirasional untuk memotivasi

bawahannya (Bass, 1990; Smith dan Harrison, 1986). Tapi, visi seorang leader

yang menggunakan karisma tidak lalu terinstitusi di organisasi, dan visi biasanya

pudar ketika leader meninggal atau mundur (Bass, 1985).

Karisma, seperti leadership, hanya ada di sebuah hubungan antara leader

dan follower. Ini tidak akan ada tanpa ada follower. Karena itu, indvidu bisa

merasa punya karisma bila ada sekelompok follower. Contoh, selama jabatan

pertamanya sebagai presiden, banyak orang Amerika menganggap Ronald

Reagan sebagai orang yang karismatik, tapi ada juga yang tidak.

Karisma membantu mengurangi “perlawanan follower ke perubahan

sikap, dan menggugah respon emosional ke leader, dan menciptakan kesan

kesenangan dan petualangan” (Bass, 1985). Martin Luther King, Jr. menggugah

Page 48: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

48

follower-nya dengan pidato-nya “I Have a Dream”, yang mengatakan bahwa satu

saat, orang kulit hitam Amerika akan “bebas pada akhirnya”.

Meski ada tekanan kelompok terhadap follower agar melakukan kinerja

di level rendah, “follower dari leader karismatik menunjukkan kinerja lebih tinggi

dibanding follower dari leader “strukturisasi” (berorientasi tugas) atau

“konsideratif” (berorientasi hubungan) (Howell dan Frost, 1989). Yang

mendukung temuan ini, Smith (yang dikutip di Bass, 1985) menemukan bahwa

bawahan dari leader karismatik sering bekerja lebih lama sepekan dan jauh lebih

konfiden dan percaya dibanding bawahan dari leader non-karismatik.

Ketika karisma ada di seorang leader, ini memberikan efek positif terhadp

motivasi, martabat dan sikap follower. Ketika follower menganggap leader

sebagai karismatik, maka karisma ibaratnya ramalan yang terwujud sendiri (self-

fulfilling prophecy), dan leader mampu menghasilkan lebih banyak karisma.

Reaksi berantai dari ini adalah bahwa karisma mempengaruhi perilaku leader,

yang kemudian mempengaruhi kinerja (House, Woycke dan Fodor, 1987).

Perilaku spesifik lain yang ditunjukkan leader karismatik, menurut House,

Woycke, dan Fodor (1987), adalah bahwa mereka:

• menjelaskan sebuah tujuan transkenden (sebuah visi);

• menjadi model peran;

• membangun imej-nya sendiri;

• menunjukkan konfidensi kuat pada pengikut;

• mengkomunikasikan harapan kinerja follower yang tinggi;

• menggugah tuntutan akan pencapaian, power, dan /atau afiliasi; dan

• memiliki sikap pengembangan ke bawahan.

Presiden United States Thomas Jefferson, Andrew Jackson, Abraham Lincoln,

Theodore Roosevelt, Franklin D. Roosevelt, dan John. F. Kennedy dikatakan oleh

House, Woycke, dan Fodor (1987) sebagai leader karismatik. Presiden lainnya

dikategorikan sebagai netral atau non-karismatik. Sedikit sekali presiden netral

atau non-karismatik yang terpilih lagi atau terbunuh, tapi semua leader

karismatik bisa terpilih lagi atau bahkan terbunuh, karena menggugah perasaan

kuat di pihak lain. House dkk menemukan bahwa karisma menjadi separuh faktor

yang membantu efektivitas leader. Perlu diketahui bahwa ukuran ini bisa

problematik karena ini ditentukan oleh pandangan politis.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

49

Meski menunjukkan keuntungan, karisma bukanlah sifat esensial dari

leader. George Washington, contohnya, tidak menunjukkan atribut karismatik,

tapi dia adalah leader politik dan militer besar. “Leader bisa sukses dalam banyak

cara tanpa atribut karisma”, seperti sukses menyelesaikan konflik dan

memberikan reward kontingen ke kepatuhan (Bass, 1985).

Bennis dan Nanus menyimpulkan bahwa meski beberapa leader bisa

karismatik, banyak juga leader yang tidak. Leader seperti John F. Kennedy dan

Winston Churchill dianggap karismatik, tapi sebagian besar leader “terlalu

humanis” (1985). Leader yang digambarkan oleh Bennis dan Nanus adalah

“pendek dan tinggi, cakap berbicara dan tidak cakap bicara, tetap berdandan

untuk peristiwa sukses atau gagal, dan tampilan fisik, kepribadian, atau gayanya

tidak berbeda dari follower-nya”. Ini mendorong peneliti berspekulasi bahwa

karisma bukan menghasilkan leadership efektif, tapi sebaliknya malah benar.

Orang yang menjadi leader efektif pasti akan mendapat karisma (hormat dan

pesona) oleh follower-nya sebagai hasil dari kesuksesannya.

4.3.3 Ringkasan

Bukti adalah jelas bahwa berdasarkan rasa hormat yang ada, leader bisa berbeda

dari orang lain. Leader yang sukses adalah punya drive yang kuat, berkeinginan

kuat untuk memimpin dan menggunakan power, menunjukkan kejujuran dan

integritas, dan sangat konfiden. Empat karakteristik ini bisa dibilang mendasar,

sehingga diragukan apakah defisiensi serius dari salahsatu sifat bisa ditutup

dengan sifat lain. Sifat lain yang mendukung, meski membantu tapi tidak

esensial, adalah kreativitas, fleksibilitas, dan karisma.

Dengan memiliki empat karakteristik dasar ini saja tidak cukup. Leader

efektif harus memiliki atau mendapatkan pengetahuan, skill dan kemampuan

penting, dan aspek leadership ini akan dibicarakan di bab ini.

4.4 Pengetahuan, Skill, Dan Kemampuan

Meski memiliki motif dan sifat penting yang dibutuhkan tidak lalu orang

disebut leader efektif. Motif dan sifat ini membantu individu untuk mendapatkan

pengetahuan dan skill yang dibutuhkan untuk merumuskan visi leader dan

mengimplementasikannya. Kemampuan, termasuk kemampuan kognitif,

memainkan peran penting dalam leadership.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

50

4.1.1 Pengetahuan

Keahlian teknologi juga membantu kemampuan leader untuk memimpin

sebuah organisasi. Sebuah review ke 11 studi yang dijalankan antara 1904 dan

1947 (Bass, 1981) menemukan bahwa semua orang menyimpulkan bahwa

pengetahuan khusus adalah kontributor kunci dari status leadership.

Sebuah contoh korporat kontemporer dari keahlian ini adalah George N.

Hatsopolous, pendiri dan direktur dari Thermo Electron Corporation. Di beberapa

tahun sebelum boikot OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries)

tahun 1973, Hatsopolous sadar akan perlunya alat efisien-energi, dan perlunya

pengetahuan teknologi thermodinamik untuk menciptakan tungku gas yang lebih

efisien dan memproduksinya ketika kebutuhan akan itu muncul (Posner dan

Solomon, 1988).

Setelah melihat beberapa contoh keahlian teknologi, Labich mengatakan,

“Apa yang tidak diketahui August Busch dari Anheuser-Busch bukanlah yang

pantas diketahui” (1988). Jack Welch, direktur dari General Electric, yang

mendapat Ph.D di bidang teknik, dideskripsikan sebagai “orang yang nyaman

dengan teknologi” (Sherman, 1989). Leader bukan hanya memiliki pengetahuan

teknologi, tapi pengetahuan ini juga terlihat oleh orang di sekelilingnya.

Dalam studi leadership, Kenneth Labich 1988) menyimpulkan bahwa

dengan menjadi seorang pakar (yang harus tahu tentang produk perusahaan)

adalah penting bagi leadership efektif, dan ini bisa didapat lewat pengalaman.

Selain membantu kemajuan teknologi di perusahaan, keahlian semacam

itu membuat leader bisa memahami pertimbangan bawahan seputar isu teknis.

Pemahaman ini selanjutnya meningkatkan aspek interpersonal dari leadership.

Meski keahlian teknologi saja sudah cukup menguntungkan atau

dibutuhkan di beberapa posisi leadership, tapi ini tidak cukup membuat orang

menjadi leader efektif. Leader harus naik lewat pangkat karena pengetahuan

teknis di sebuah segmen atau area tertentu, tapi ketika mereka di atas, mereka

harus mengetahui beberapa area lain agar sukses. Satu studi (Yukl, 1989)

menemukan bahwa manajer yang gagal berkinerja sukses cenderung menjadi

spesialis karena keahlian teknisnya menjadi satu-satunya jalur untuk sukses di

level bawah di manajemen. Di level atas, ini menjadi kelemahan jika manajer

memimpin dengan arogan berdasarkan visi yang sempit.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

51

Pengetahuan tentang organisasi dan industri sering lebih penting

dibanding pendidikan formal (Gabarro, 1987; Kotter, 1988). Hanya 40 persen dari

leader efektif yang dipelajari Bennis dan Nanus (1985) yang punya gelar bisnis.

Menurut Kotter (1982), leader harus memiliki informasi ekstensif tentang bisnis

dan organisasinya agar sukses. Studinya ke 15 manajer general yang sukses

ditemukan bahwa manajer menghabiskan 81 persen karirnya di perusahaan

sekarang dan 91 persen karirnya di industri sekarang, dan mengembangkan

pengetahuan detailnya berdasarkan pengalaman. Dalam studi Gabarro (1987) ke

17 top manager, kurangnya pengalaman spesifik-industri adalah sebuah

karakteristik dari tiga dari empat suksesi leadership gagal, tapi ini digambarkan

lebih rendah dibanding separuh yang sukses.

Tidak ada leader yang dipelajari Smith dan Harrison – termasuk Ray Krock

(McDonald), Walt Disney (Disney), dan Tom Watson (IBM) – yang punya

pelatihan formal dalam bisnis. Tapi, “setiap leader menunjukkan pengetahuan

dan keahlian yang spesifik dan mendalam tentang bagaimana dan mengapa

organisasi bisa sukses” (Smith dan Harrison, 1986). Keahlian inilah yang

membuat mereka bisa membuat keputusan pintar dan memiliki pemahaman

tentang implikasi keputusan.

Pengetahuan tentang industri dan organisasi membuat seorang leader

bisa menggunakan pengalaman masa lalunya untuk membuat keputusan rasional

dengan cepat (Fiedler dan Garcia, 1987). Dalam cara ini, banyak perusahaan,

seperti PepsiCo, mengimplementasikan program rotasi-kerja untuk memperluas

pengetahuan pegawai tentang organisasi (Dumaine, 1989; Peters, 1987).

Pengalaman seorang leader adalah basis pengetahuan yang bisa

menstimulasi dan memperluas pemahaman bawahan tentang isu organisasi.

Bass berpendapat bahwa stimulasi intelektual ini tidak menghasilkan

pengetahuan, tapi juga “menggugah dan merubah follower dalam hal kesadaran

masalah dan penyelesaian masalah, pikiran dan imajinasi, dan keyakinan dan

nilai” (1985). Ini adalah sebuah proses yang memotivasi dan memandu bawahan.

4.1.2 Skill

A. Skill Interpersonal

Memiliki skill orang adalah penting karena leadership adalah sebuah hubungan

yang mengandalkan interaksi antar leader dan follower agar tetap eksis. Skill

Page 52: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

52

interpersonal dari seorang leader jelas penting dalam proses menginspirasi orang

lain agar mengimplementasikan visinya. Ketidaksensitivan ke orang lain menjadi

alasan utama kenapa eksekutif yang dulunya sukses menjadi gagal, seperti yang

ditunjukkan di penelitian oleh Center for Creative Leadership (McCall dan

Lombardo, 1983). Sebaliknya, leader yang sukses umumnya memiliki skill

interpersonal yang kuat, berhubungan dengan orang lain dengan baik, dan

diplomatis dan taktis (Bennis dan Nanus, 1985; Cox dan Cooper, 1988; Gabarro,

1987; Howard dan Bray, 1988; McCall dan Lombardo, 1983; Yukl, 1989).

Salahsatu faktor interpersonal yang mempengaruhi kepuasan bawahan

dan efektivitas leadership adalah pertimbangan yang ditunjukkan leader. Studi

leadership yang dilakukan Ohio State University dan University of Michigan (Yukl,

1989) mendefinisikan pertimbangan sebagai wujud dari tindakan leader ketika

• bertindak dalam cara yang ramah dan supportif;

• menunjukkan peduli ke bawahan;

• meningkatkan kesejahteraan bawahan;

• menunjukkan kepercayaan dan konfidensi;

• mencoba memahami masalah bawahan;

• membantu mengembangkan bawahan dan meningkatkan karirnya; dan

• membuat bawahan menjadi pintar.

Skill interpersonal lainnya juga penting dalam upaya leader mengkomunikasikan

visinya, membuat orang lain bergabung ke networknya, dan memperoleh

dukungan dari anggota kelompok. Skill ini bisa meliputi:

• mendengar;

• komunikasi lisan;

• membangun-network;

• manajemen konflik, dan

• menilai diri dan orang lain (Bray, Campbell, dan Grant, 1974; Dunnette,

1971; Kotter, 1982; Yukl, 1989).

Skill mendengar membantu leader membangun kepercayaan lewat komunikasi

formal dan informal dengan orang lain. Karena skill mendengar ini membuat

leader menggunakan ide dan pengalaman orang lain sebagai sumberdaya

informasi, maka mendengar menjadi alat mengumpulkan informasi guna

mengembangkan visi, memotivasi follower, dan mengembangkan strategi yang

cocok (Bennis dan Nanus, 1985; Kouzes dan Posner, 1987). Mendengar juga

Page 53: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

53

menjadi mekanisme untuk menerima feedback dari bawahan tentang cara

pandang leader.

Peters (1987) menyarankan agar leader di semua level di sebuah

organisasi melakukan usaha mendengar pegawainya dan memadukan dan

menindaklanjuti informasi yang diterimanya. Dia mengatakan, “jika bicara dan

memberikan perintah adalah model administratif yang digunakan selama 50

tahun terakhir, mendengar (bagi banyak orang yang di dekat aksi) adalah model

1980-an dan seterusnya”.

Mendengar adalah sebuah skill interpersonal esensial untuk seorang

manajer baru. Manajer baru belajar tentang organisasi dengan cara ini, dan

bawahan menghormati minat leader ke informasi bawahan. Manajer baru harus

menggunakan skill mendengar untuk meraih keuntungan bagi dirinya dan

bawahannya.

“Mendengar Aktif” banyak digunakan oleh leader efektif. Mendengar

aktif ini melibatkan proses pengulangan kata dan/atau menginterpretasikan apa

yang dikatakan orang lain sehingga mereka yakin bahwa pesan bisa diterima

(Gordon, 1977). Contoh sederhana dari ini adalah:

Pengirim pesan: Apa yang harus dirubah di sini?

Pendengar: Kamu sepertinya sedang bingung.

Pengirim pesan bisa memilih mendukung atau mengkoreksi interpretasi

pendengar, tapi yakin bahwa pendengar sedang mendengarkannya.

Gordon (1977) mengatakan bahwa mendengar aktif bisa digunakan

untuk:

• menenangkan diskusi panas sehingga isu dasarnya bisa diungkap;

• menentukan dan menyelesaikan pertimbangan personal dari bawahan;

dan

• mengajar bawahan agar lebih efektif dengan menciptakan sebuah

lingkungan yang empatik dan menerima.

Skill komunikasi oral berkorelasi signifikan dengan kesuksesan manajerial di

AT&T (Howard dan Bray, 1988). Leader sukses umumnya bisa

• berbicara lancar (Boyatzis, 1982; Yulk, 1989),

• memiliki suara yang menyenangkan (Bass, 1981),

• memiliki skill debat yang unggul (Bass, 1985), dan

• menunjukkan konfidensi lewat tekanan suara (Stogdill, 1974).

Page 54: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

54

Contoh dari ini bisa dilihat di antara anak kecil yang menjadi leader dari teman-

temannya.

Untuk menguatkan pentingnya skill komunikasi lisan bagi leadership

efektif, Bennis dan Nanus (1985) menambahkan bahwa “manajemen makna, dan

penguasaan komunikasi, tidak bisa dipisahkan dari leadership efektif”.

Kemampuan seorang leader untuk mengkomunikasikan pesan bisa sama

pentingnya seperti pesan itu sendiri. Ronald Reagan, contohnya, memiliki

kemampuan untuk mengkomunikasikan topik abstrak yang menggunakan contoh

konkrit yang bisa dipahami publik. Di lain pihak, meski Jimmy Carter dianggap

sebagai salahsatu presiden yang berinformasi, dia bukanlah komunikator yang

impresif (Bennis dan Nanus, 1985). Reagan bisa terpilih lagi, tapi Carter tidak.

Salahsatu skill interpersonal yang menjadi karakteristik leader adalah

ekspresivitas dalam berkomunikasi dengan orang lain. Ekspresivitas kadang

disebut karisma, tapi tidak perlu melibatkan tampilan emosi kuat seperti yang

diinginkan karisma. Ekspresivitas ini melibatkan penyajian informasi dalam cara

yang mendorong dan memotivasi follower dengan menindaklanjuti minat dan

kebutuhan mereka, bukan sekadar memenuhi emosi mereka.

Komunikasi efektif tidak hanya dibatasi oleh skill komunikasi verbal. Bill

Moog, produsen sukses suku cadang pesawat di Moog, Inc., dideskripsikan oleh

Bennis dan Nanus (1985) sebagai orang yang taktis. Ketika Moog ditanya

bagaimana cara dia berkomunikasi, dia menjawab

“bahwa dia hanya merasakan sesuatu dengan kuat, sehingga orang juga

merasakannya. Dia tidak tahu bagaimana caranya atau mengapa. Dia

tinggal memahami sesuatu itu dari waktu ke waktu, dan membuat

modelnya. Dia memperlihatkan model itu ke organisasi. Bila digambarkan

dalam grafik, semua orang bisa mengerti”.

Leader efektif menggunakan banyak jenis teknik komunikasi, seperti metafora,

slogan dan model – untuk menjelaskan visinya.

Pembentukan network adalah skill interpersonal lain dari leader efektif.

Dalam transisi manajerial, determinant suksesnya adalah kualitas hubungan kerja

manajer dengan tiga faksi, yaitu bawahan, rekan dan supervisor. Gabarro (1987)

menemukan bahwa leader yang sukses memiliki hubungan interaktif dengan

organisasi lewat pertemuan kelompok dan penggunaan gugus tugas, yang

Page 55: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

55

menghasilkan banyak interaksi. Ini nantinya bisa menguatkan pentingnya

membentuk network bila leader ingin sukses.

Pembentukan-network adalah hal penting di luar dan di dalam organisasi.

Pembentukan-network eksternal bisa memberikan pengetahuan ekstensif bagi

top manager tentang apa yang terjadi di industri dan tentang siapa yang punya

keahlian di setiap aspek bisnis dan lingkungan bisnis (Kotter, 1982).

Skill dari networking bisa dikonsepkan sebagai pembentukan sistem rute

dagang untuk mendapat informasi dan power yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan sesuatu (Kaplan dan Mazique, 1983). Hubungan networking

didasarkan pada prinsip resiprokitas antar leader di posisi lateral. Aliansi

networking bisa dibentuk lewat kontak umum atau sejarah personal, tapi ini bisa

bertahan karena setiap pihak yang terlibat memiliki power untuk menyelesaikan

sesuatu yang dibutuhkan orang lain di waktu sekarang atau mengantisipasi

kebutuhan itu di masa depan. Keuntungan yang didapat dari pertukaran

networking bisa meliputi:

• informasi eksklusif atau pakar,

• koneksi ke pihak lain,

• pengaruh dalam pembentukan dukungan, dan

• input untuk membuat keputusan.

Skill manajemen-konflik sering dibutuhkan oleh pihak yang berada di posisi

leadership ketika mereka diminta menyelesaikan perselisihan antara bawahan

atau antar beragam faksi di organisasi. Sifat stabilitas emosional juga masuk

pertimbangan di situasi ini.

Kebutuhan untuk skill penyelesaian-konflik dideskripsikan oleh David L.

Birch, direktur Cognetics dan direktur MIT’s Program on Corporate Change and

Job Creation, sebagai berikut:

Satu hal yang harus dipertimbangkan adalah menjadikan perusahaan

sebagai sebuah masyarakat. Orang bisa datang bekerja, melakukan kerja,

dan pulang. Pimpinan tidak perlu menggunakan waktu untuk menemukan

friksi di sistem. Semuanya berlangsung positif, dan semua kepentingan

seimbang (1989).

Skill orang yang penting lainnya adalah penilaian, baik ke skill sendiri dan skill

orang lain. Penilaian bisa mempermudah penggunaan maksimum dari skill dari

Page 56: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

56

pegawai, dan menghasilkan pembentukan tim yang sukses (Bennis dan Nanus,

1985; Kouzes dan Posner, 1987).

Penilaian ke orang lain dibutuhkan untuk menempatkan orang yang

benar dalam posisi yang benar, dan mengetahui apa yang dianggap individu

sebagai menantang. Untuk membantu penempatan yang benar, seorang leader

harus menemukan:

• harapan individu terhadap organisasinya;

• apa yang diinginkan individu untuk meraih keuntungan dari pengalaman

kerja; dan

• kebutuhan, nilai, kekuatan dan kelemahan individu.

Beverly Ann Scott, manajer pengembangan-organisasi di McKesson,

memberitahu bahwa untuk membuat orang mendukung visinya, leader harus

“mengenal follower-nya dan berbicara dengan bahasa mereka” (Kouzes dan

Posner, 1987).

Leader efektif adalah yang sensitif ke follower. “Sebagian besar leader

bisa gagal atau sukses dengan kemampuannya untuk mengenal dan memahami

orang yang bekerja dengannya. Anda bisa mendapat hasil dari usaha anda lewat

orang lain, sehingga anda sangat sensitif ke setiap orang dan ke kebutuhan

mereka”, kata Russ Barnett, direktur manajemen dari MetroBrick di Australia

Barat (Kouzes dan Posner, 1987).

Leader efektif juga tahu kekuatan dan kelemahannya. Ini penting untuk

membangun tim top management, karena kelemahan leader harus ditutup oleh

kekuatan pendukung lainnya (Hambrick, 1987). Leader bisa mendelegasikan

tugas secara tepat ke bawahan kompeten. Ini membangun rasa percaya antara

bawahan dan leader, meningkatkan otonomi bawahan, dan mengembangkan

skill bawahan.

B. Skill dan Kompetensi Manajemen

Skill administratif adalah keahlian penting dalam menjalankan fungsi manajemen

tradisional yang membantu aktivitas harian dari sebuah organisasi. Skill ini bisa

berisi penyelesaian masalah, pembuatan keputusan, penetapan tujuan, dan

perencanaan (Boyatzis, 1982; Howard dan Bray, 1988; Kotter, 1982). Ketika

mengimplementasikan sebuah visi, dan membantu perwujudan visi ke aktivitas

harian organisasi, seorang leader sering menjalankan peran administratif atau

Page 57: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

57

manajemen. Skill administratif tidak sama seperti gaya manajemen. Mereka

adalah kompetensi yang membuat leader melakukan tugas dengan gaya apapun.

Studi Michigan klasik (di Yukl, 1989) mempelajari peran leader efektif dan

tidak efektif dalam meraih produktivitas kelompok. Leader efektif sering

berkonsentrasi pada perilaku berorientasi-tugas, seperti perencanaan dan

penjadwalan kerja, mengkoordinasi aktivitas bawahan, dan memberikan bantuan

dan sumberdaya teknis. Bawahan sering dipandu ke setting tinggi tapi dengan

tujuan kinerja yang realistik. Kemampuan administratif (berdasarkan ukuran

dalam organizing, planning, dan decision-making) ditemukan oleh Howard dan

Bray (1988) menjadi prediksi dari kesuksesan manajerial, dan Cox dan Cooper

(1988) melaporkan bahwa direktur manajemen yang sukses di United Kingdom

secara konsisten menunjukkan skill dalam penyelesaian masalah dan pembuatan

keputusan.

Skill penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan berhubungan erat

dengan aktivitas konseptualisasi kognitif. Ini ditentukan oleh kemampuan leader

untuk memahami situasi dan menentukan wacana aksi yang tepat. Dengan

memiliki wawasan, leader bisa mengatasi “jantung leader” (Hickman dan Silva,

1984). Dalam cara ini, dampak masalah masa depan bisa dilemahkan atau

dihindari.

Leader yang berpengalaman di sebuah perusahaan atau industri sering

menggunakan intuisi (atau pengetahuan setengah-sadar berdasarkan

pengalaman masa lalu) untuk menyelesaikan masalah. Masalah yang lebih bisa

dilacak membutuhkan teknik lebih formal, seperti metode analisis-masalah dari

Kepner dan Tregoe (1981).

Kluster skill manajemen-efektif yang dikembangkan oleh Boyatzis (1982)

menggunakan skill dalam penyelesaian masalah, termasuk pikiran logis dan

konseptualisasi.

Ackoff (1978) mengatakan bahwa menyelesaikan masalah yang tidak

terstruktur memaksa leader dan manajer memeriksa secara konstan asumsi

tentang faktor seperti:

• apa yang sebenarnya menjadi masalah;

• apa yang diinginkan orang sebagai hasil;

• apa fakta yang ada;

• apa penyebabnya (lawan dari korelasi);

Page 58: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

58

• apa skop aktual dari masalah; dan

• apa solusinya.

Penyelesaian masalah kreatif membutuhkan pikiran di luar skop asumsi normal

(yaitu, memikirkan “di luar kotak”).

Pembuat keputusan efektif cenderung menggunakan prosedur yang

berbeda dari pembuat keputusan tidak efektif. Keputusan yang lebih baik perlu

dibuat, tambah Wheeler dan Janis (1980), ketika leader dan manajer (tidak

termasuk follower):

• menerima tantangan (bukan menyangkal masalah);

• memberikan solusi yang pantas untuk dipertimbangkan;

• mengevaluasi setiap alternatif yang berhubungan dengan tujuan yang

ingin dicapai;

• mengkomitmenkan diri ke wacana aksi tertentu setelah

mempertimbangkan alternatif; dan

• mengatasi kelemahan secara konstruktif, seperti mengimplementasikan

rencana kontingensi atau mendiagnosa alasan gagal.

Vroom dan Jago (1988) berpendapat bahwa leader dan manajer efektif lebih

cenderung daripada leader kurang efektif menggunakan partisipasi bawahan

secara tepat ketika membuat keputusan. Efeketivitas partisipasi bawahan

dipengaruhi oleh:

• pengetahuan bawahan yang relevan dengan isu yang dimaksud;

• kemauan bawahan untuk sharing dengan nilai organisasi;

• cukupnya waktu untuk melibatkan bawahan secara tepat; dan

• apakah bawahan cenderung menolak solusi kecuali dimintai konsultasi.

Seni melibatkan bawahan ini, seperti skill manajemen, bisa diperoleh lewat

pelatihan.

Penetapan tujuan adalah skill administratif atau manajemen lain yang

bisa dilihat di leader efektif (Gardner, 1986-88; Kotter, 1982; Locke dan Latham,

1984, 1990). Dalam studinya tentang manajer yang kompeten, Boyatzis (1982)

menggunakan skill menetapkan tujuan yang “menantang tapi realistik” sebagai

karakteristik manajer yang memiliki orientasi efisiensi – sebuah pertimbangan

untuk melakukan sesuatu secara lebih baik. Memiliki skill untuk menentukan

tujuan kelompok dan individu, dan membantu pencapaian, adalah hal penting

bagi implementasi sebuah visi.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

59

Perencanaan adalah sebuah penetapan tujuan. Ini mengidentifikasi

sarana untuk mencapai tujuan. Entrepreneur Steve Bostic, dari American Photo

Group, tidak percaya bahwa kesuksesan bisnis membutuhkan bakat khusus

untuk karisma. Dia percaya bahwa kesuksesan membutuhkan “hasrat ke

perencanaan” (dikutip dalam Gendron dan Burlingham, 1989).

Menurut pemikir manajemen-srategis terkemuka, perencanaan yang baik

meliputi:

• orientasi masa depan;

• interaksi dan komunikasi ekstensif antar anggota organisasi;

• analisis sistematik dan komprehensif ke kekuatan dan kelemahan

organisasi;

• analisis peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi;

• definisi jelas ke aturan dan fungsi yang dimainkan semua anggota dan

departemen; dan

• alokasi sumberdaya yang tepat untuk mendukung rencana (Lorange dan

Vancil, 1977; Steiner, 1969).

4.4.3 Kemampuan

Kemampuan kognitif (intelejensi) adalah sebuah aset bagi leader karena leader

harus mengumpulkan, memadukan, dan menginterpretasikan banyak informasi.

Meski jika menggunakan komputer, yang dikenal di jaman sekarang, pengolahan

informasi masih membutuhkan kemampuan kognitif intensif. Kebutuhan akan

kemampuan kognitif bisa bertambah seiring cepatnya laju perubahan teknologi.

Leader membutuhkan level kemampuan yang tinggi untuk merumuskan strategi

yang cocok, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan yang tepat.

Leader sering digambarkan sebagai orang pintar dan berskill konseptual

(Boyatzis, 1982; Yukl, 1989). Kotter mengemukakan perlunya seorang leader

untuk memiliki “pikiran yang baik” (1982, 1988), yang berarti harus memiliki

• kemampuan analitik yang kuat,

• penilaian yang baik,

• kapasitas untuk berpikir strategis,

• kemampuan berpikir multidimensi, dan

• “intelejensi di atas rata-rata”, bukan jenius.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

60

Korelasi antara intelejensi individu dan apakah mereka bisa dianggap leader

adalah signifikan statistik menurut Lord, De Vader, dan Alliger (1986). Mereka

menyimpulkan bahwa “intelejensi adalah karakteristik penting dalam

memprediksi persepsi leadership”.

Intelejensi (bisa diukur lewat uji kertas-pensil ke kemampuan verbal dan

kuantitatif, alasan logis, dan urusan yang ada) bisa menjadi kemampuan kognitif

yang bisa memprediksi kesuksesan manajerial (Howard dan Bray, 1988). Lebih

spesifik, Boyatzis (1982) menemukan bahwa manajer efektif bisa menunjukkan

kemampuan lebih besar untuk mengemukakan alasan secara induktif dan

deduktif, dibanding manajer yang tidak efektif.

Intelejensi bisa menjadi sifat yang dicari follower di dalam seorang leader.

Jika seseorang harus memimpin, follower ingin agar orang tersebut mampu

setidaknya dalam beberapa hal dibanding lainnya. Karena itu, persepsi follower

akan kemampuan kognitif dalam seorang leader bisa memberikan sumber

legitimasi bagi leader dan otoritas pakar di dalam hubungan leader-follower.

Kemampuan kognitif sebagian ditentukan oleh keturunan. Ini

memunculkan kemungkinan bahwa ini bisa dikembangkan lebih jauh lewat

upaya dan persistensi. Meski potensi kemampuan intelektual ini bisa diwariskan,

apa yang dilakukan dengan potensi itulah yang menentukan level intelejensi dan

pencapaian seseorang.

4.4.4 Ringkasan

Pentingnya pengetahuan, skill dan kemampuan seorang leader untuk

efektivitasnya dijelaskan secara intuitif dan empiris. Ini berisi keahlian teknologi,

pengetahuan industri, skill orang, skill administratif, dan skill kognitif. Lewat

inilah, kompetensi personal dari leader bisa berkembang untuk

mengimplementasikan visinya.

Sumber : Hasil Kajian LPTP – FIA – UB dalam Domai T. Kepemimpinan. FIA – UB.

• Adair John (1987). Effective Leadership. Penerbit Bahasa Prize. Semarang.

• As’ad M. (1992). Kepemimpinan Efektif dalam Perusahaan. Penerbit Liberty.

Yogyakarta.

• Bass (1985 – 1990). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence of Leadership.

Page 61: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

61

• Bass (1985); Burns (1978); Tichy dan Devanna (1986). Dikutip Edwin A. Locke

dalam The Essence at Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan.

Inc New York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan

International New York, Oxford, Singapore, Sydney.

• Bass (1990); Kottler (1988); H.R. Perrot (Munsey, 1990); Burns (1978). Dikutip

Edwin A. Locke dalam The Essence at Leadership. Laxington Book An Imprint

of Macmillan. Inc New York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell

MacMillan International New York, Oxford, Singapore, Sydney.

• Bennis W. Burt Nanus (1985). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at

Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill

Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York,

Oxford, Singapore, Sydney.

• Boyatzis (1982); Mc Cell dan Lombardo (1983); Bentz (1967). Dikutip Edwin A.

Locke dalam The Essence at Leadership. Laxington Book An Imprint of

Macmillan. Inc New York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell

MacMillan International New York, Oxford, Singapore, Sydney.

• Cox dan Cooper (1988); Howard dan Bray (1988). Dikutip Edwin A. Locke

dalam The Essence at Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan.

Inc New York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan

International New York, Oxford, Singapore, Sydney.

• Domai, T. (2010). Kepemimpinan : Petunjuk Mutakhir untuk Mengembangkan

Kemampuan dalam Memimpin. Buku Ajar FIA-UB. Malang.

• Dumaine (1989); Posner dan Solomon (1988). Dikutip Edwin A. Locke dalam

The Essence at Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New

York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International

New York, Oxford, Singapore, Sydney.

• Farnham (1989). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at Leadership.

Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill Macmillan.

Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York, Oxford,

Singapore, Sydney.

• Fiedler dan Garcia (1987); Bray, Campbell dan Grant (1974); Dunnette (1971);

Kotter (1982); Yukl (1989); Peters (1987); Gordon (1977); Stogdill (1974).

Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at Leadership. Laxington Book An

Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto.

Maxwell MacMillan International New York, Oxford, Singapore, Sydney.

• Gabarro (1987). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at Leadership.

Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill Macmillan.

Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York, Oxford,

Singapore, Sydney.

Page 62: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

62

• Howell dan Frost (1989); House, woycke dan Fodor (1987); Buss (1985);

Bennis dan Nanus (1985). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at

Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill

Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York,

Oxford, Singapore, Sydney.

• John Gardner (1986 – 1988). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at

Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill

Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York,

Oxford, Singapore, Sydney.

• Ken G. Smith dan Kline Harrison, Walt Disney (1986). Dikutip Edwin A. Locke

dalam The Essence at Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan.

Inc New York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan

International New York, Oxford, Singapore, Sydney.

• Koplan dan Mazique (1983); David L. Birch (1989); Gardner (1986 – 1988);

Locke dan Latham (1984 – 1990); Gendron dan Burlingham (1989); Lorange

dan Vencil (1977); Steiner (1969); Lord, De Vader dan Alliger (1986). Dikutip

Edwin A. Locke dalam The Essence at Leadership. Laxington Book An Imprint

of Macmillan. Inc New York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell

MacMillan International New York, Oxford, Singapore, Sydney.

• Kotter (1990). Dikutip Domai T. dalam Bahan Ajar Kepemimpinan Sektor

Publik. FIA – UB. Malang

• Kouzes dan Posner (1987); Bentz (1967); Huey (1989); Petter (1987). Dikutip

Edwin A. Locke dalam The Essence at Leadership. Laxington Book An Imprint

of Macmillan. Inc New York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell

MacMillan International New York, Oxford, Singapore, Sydney.

• Lord, de Vader, dan Allinger (1986). Dikutip Edwin A. Locke dalam The

Essence at Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New

York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International

New York, Oxford, Singapore, Sydney.

• Mao Zedung (2010). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at Leadership.

Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill Macmillan.

Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York, Oxford,

Singapore, Sydney.

• Mc Clelland (1965). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at Leadership.

Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill Macmillan.

Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York, Oxford,

Singapore, Sydney.

• Mc Clelland dan Burnham (1976); House (1988); House, Woycke dan Fodor

(1987); Miner (1978); Srivostua dan Associates (1986). Dikutip Edwin A. Locke

Page 63: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

63

dalam The Essence at Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan.

Inc New York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan

International New York, Oxford, Singapore, Sydney.

• Mintzberg H. (1973). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at

Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill

Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York,

Oxford, Singapore, Sydney.

• Munsey (1990); De La Croix (1962); Tom Watson (1987). Dikutip Edwin A.

Locke dalam The Essence at Leadership. Laxington Book An Imprint of

Macmillan. Inc New York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell

MacMillan International New York, Oxford, Singapore, Sydney.

• Pamudji S. (1986). Kepemimpinan Pemerintah di Indonesia. Penerbit PT. Bina

Aksara. Jakarta.

• Posner dan Solomon (1989); Agust B (1988); Jack Welch (Sherman, 1989);

Kenneth Labich (1988). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at

Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill

Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York,

Oxford, Singapore, Sydney.

• Richard Bayetzis (1982). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at

Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill

Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York,

Oxford, Singapore, Sydney.

• Schriesheim et al (1983). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at

Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill

Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York,

Oxford, Singapore, Sydney.

• Stewart B. Jr (Girard, 1989), Maddi dan Kobasa (1984); Labich (1988). Dikutip

Edwin A. Locke dalam The Essence at Leadership. Laxington Book An Imprint

of Macmillan. Inc New York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell

MacMillan International New York, Oxford, Singapore, Sydney.

• Wahyo Sumidjo (2000). Teori Kepemimpinan dan Dasar-Dasar Manajemen.

Lembaga Administrasi Negara. Jakarta.

• Watson, Ray Kack, Charles Revson (Smith dan Horrison, 1986), Friedman at

al., (Kouzes dan Posner, 1987). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at

Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill

Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York,

Oxford, Singapore, Sydney.

• Wexley dan Yukl (1989). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at

Leadership. Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill

Page 64: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

64

Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York,

Oxford, Singapore, Sydney.

• Widjaja A.W. (1985). Pola Kepemimpinan dan Kepemimpinan Pancasila.

Penerbit Armico. Bandung.

• Yukl (1989). Dikutip Edwin A. Locke dalam The Essence at Leadership.

Laxington Book An Imprint of Macmillan. Inc New York. Maxwill Macmillan.

Canada, Toronto. Maxwell MacMillan International New York, Oxford,

Singapore, Sydney.

• Zaleznik A. (1989); Soicho Honda (1989); Hickman dan Silva (1984). Dikutip

Edwin A. Locke dalam The Essence at Leadership. Laxington Book An Imprint

of Macmillan. Inc New York. Maxwill Macmillan. Canada, Toronto. Maxwell

MacMillan International New York, Oxford, Singapore, Sydney.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

65

BAB V

KEPEMIMPINAN YANG FLEKSIBEL

Tim LPTP FIA - UB

Tinjauan mengenai kepemimpinan yang flesibel, kiranya tidak terlepas

dari pembahasan tentang latar belakang kepemimpinan dan situasi

kepemimpinan. Oleh sebab itu pada bagian ini akan ditinjau mengenai situasi

kepemimpinan dan baru kemudian akan ditinjau tentang kepemimpinan yang

fleksibel.

5.1 Situasi Kepemimpinan

5.1.1 Pengertian

Seorang pemimpin, selalu dihadapkan kepada situasi tertentu (Alan,

1969), dengan kata lain ia tidak dapat melepaskan dirinya dari pengaruh situasi.

Situasi yang selalu dihadapi pimpinan inilah yang dimaksud dengan situasi

kepemimpinan. Apabila diamati maka situasi itu selalu berbeda-beda, terus

berubah baik kualitatif maupun kuantitatif, baik keadaan maupun macamnya,

baik ruang maupun waktu Jayadiatma (1972).

Apabila dipelajari maka perbedaan serta perubahan itu timbul karena

perubahan atau perbedaan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap situasi.

Adapun faktor-faktor itu terletak pada pimpinan sendiri, pada bawahannya dan

yang berbeda di luar kedua faktor tersebut Filley (1969).

Kalau kita tinjau lebih mendalam isi dari setiap faktor tersebut adalah

sebagai berikut :

A. Faktor yang ada pada pimpinan :

1. Kemampuan serta sikap kepribadian

Kemampuan berkaitan dengan intelegensia, pendidikan dan pengalaman.

Sedangkan sikap kepribadian ialah perpaduan dari macam-macam faktor

dalam imbangan tertentu yang telah memola pada diri manusia tertentu.

2. Macam kebutuhan yang dituntut

3. Fungsi dan tugasnya

a. Kekuatan pemimpin untuk merasakan pengaruh dari keputusan-

keputusannya terhadap bawahannya

Page 66: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

66

b. Tingkat kepercayaan pimpinan terhadap bawahannya dalam

menyelesaikan tugas pekerjaan

c. Kemampuan pimpinan untuk mempertimbangkan tingkat

kemampuannya dengan tingkat kemampuan bawahannya

d. Kecenderungan pimpinan untuk sukses, yang menyangkut macam-

macam jabatan atau tugas yang disenanginya

e. Ketenangan pemimpin dalam menghadapi semua masalah yang ada

B. Faktor kekuatan yang ada pada bawahan

1. Macam atau besarnya kebutuhan atau tuntutan bawahan

2. Tingkat kemampuan bawahan, baik yang menyangkut intelegensia,

pendidikan, pengetahuan atau pengalaman secara individual maupun

yang berhubungan dengan kelompok

3. Besar kecilnya tanggung jawab, sikap toleransi, pengertian atau dukungan

terhadap suksesnya tujuan organisasi

4. Kekompakan dalam bekerjasama, baik untuk menghadapi pekerjaan rutin

maupun yang insidentiil

C. Faktor kekuatan diluar pimpinan dan bawahan

1. Tipe Organisasi

Tipe organisasi itu berbeda-beda karena faktor-faktor sebagai berikut :

a. Ukuran pekerjaan :

- Jumlah atau besarnya beban pekerjaan

- Macam atau jenis pekerjaan, dan sebagainya

b. Tempat kerja:

- Apakah tersebar atau berjauhan

- Apakah terkumpul atau sentralisir

- Atau apakah gabungan antara tersebar dan terkumpul

2. Apakah waktu yang tersedia untuk penyelesaian sesuatu tugas pekerjaan

cukup panjang atau mendesak.

Penggabungan ketiga faktor kekuasaan inilah yang merupakan ciri atau

bentuk dari situasi itu, sehingga dapat selalu berubah dan berbeda-beda. Apabila

salah satu faktor saja berubah, maka berubahlah wajah dari model komposisinya.

Situasi kepemimpinan yang diuraikan tersebut di atas hanya untuk

menggali isi masing-masing faktor, belum lagi mempelajari interaksi dari ketiga

Page 67: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

67

faktor tersebut karena menurut pengamatan ketiga faktor tersebut mempunyai

hubungan saling pengaruh Filley (1969).

Interaksi ketiga faktor inilah yang membuat situasi kepemimpinan selalu unik.

Oleh karena cakupannya sangat luas maka situasi kepemimpinan bersifat

multidimensional Filley (1969).

Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa situasi

kepemimpinan itu memiliki karakteristik sebagai berikut :

A. Bersifat multidimensi selalu berubah-ubah dan berbeda-beda.

B. Sesuai dengan faktor-faktor kekuatan yang ada pada pemimpin, bawahan

dan diluar kedua faktor tersebut.

C. Karena macam-macam karakteristik yang dimiliki oleh pemimpin,

bawahan, dan diluar kedua faktor tersebut maka karakteristik situasi

kepemimpinan juga demikian, karakteristik yang dimaksud itu meliputi

antara lain tingkat kemampuan, pengetahuan, pengalaman, prestasi dari

pemimpin dan bawahan maupun jenis-jenis dan besarnya tugas

pekerjaan yang dihadapi dan sebagainya.

D. Situasi kepemimpinan juga ditentukan oleh efek dari interaksi ketiga

faktor tersebut, baik yang berkenaan dengan hubungan antara pemimpin

dengan bawahan, sesama bawahan dan sebagainya.

Situasi yang demikian selalu dihadapi oleh seorang pimpinan lalu situasi

kepemimpinan yang bagaimanakah yang menguntungkan atau yang tidak

menguntungkan bagi si pemimpin. Untuk itu perlu diketahui mudah tidaknya si

pemimpin menggunakan atau mempraktekkan kekuasaan atau pengaruhnya

terhadap bawahannya Fiedler dan Chamers (1974).

Diakui bahwa seorang pemimpin secara relatif akan mudah

mempengaruhi bawahannya bila bawahannya merasa suka, loyal, percaya

kepadanya dan mau dipimpin oleh pemimpin yang bersangkutan. Sebaliknya

pemimpin akan sukar mempengaruhi bawahannya bila bawahannya merasa

tidak suka, tidak loyal, tidak percaya atau tidak mau dipimpin oleh pemimpin

yang bersangkutan Fiedler dan Chamers (1974). Oleh karena itu apabila bawahan

mudah dipengaruhi maka pemimpin mudah mendapat dukungan dari

bawahannya untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugas bersama mereka

Filley (1969). Jadi jika pimpinan mudah mendapat dukungan dari bawahannya

maka yang dihadapi adalah situasi yang menguntungkan baginya, sebaliknya bila

Page 68: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

68

sulit untuk mendapatkan dukungan dari bawahannya maka situasi

kepemimpinan yang sedemikian lalu menjadi kurang atau tidak menguntungkan

baginya.

Faktor yang dikemukakan di atas merupakan faktor yang pertama yang

dapat menentukan apakah situasi kepemimpinan itu menguntungkan atau tidak

menguntungkan bagi pemimpin. Sedangkan faktor yang kedua yang menentukan

apakah situasi kepemimpinan itu menguntungkan atau tidak ialah susunan tugas

pekerjaan Fiedler (1974).

Apabila susunan dan pembagian tugas itu teratur dan jelas maka

pemimpin dapat lebih mudah untuk memimpin dan mengawasi bawahannya

Filley (1969), sebaliknya apabila susunan dan pembagian tugas itu kabur, tidak

teratur akan menyulitkan pemimpin untuk memimpin. Jadi jika susunan tugas itu

baik maka situasinya menguntungkan bagi si pemimpin, sebaliknya jika susunan

tersebut kurang baik maka situasi tersebut kurang menguntungkan bagi si

pemimpin yang bersangkutan. Faktor yang ketiga ialah kewenangan untuk

memberikan penghargaan atau hadiah dan kewenangan untuk memberikan

peringatan, teguran atau hukuman. Pemimpin yang mempunyai kewenangan

untuk memberikan penghargaan dan hukuman, pasti mempunyai pengaruh yang

lebih besar dari pada pemimpin yang tidak mempunyai kewenangan-

kewenangan itu Fiedler (1974).

Dengan kewenangan itu ia cenderung akan dapat menyelenggarakan

kegiatannya dengan lebih baik, karena dalam kedudukannya ia mempunyai

kekuasaan atau kewenangan yang secara hukum sah Fiedler (1974).

Dengan demikian jelaslah bahwa ada tiga faktor yang berpengaruh

terhadap situasi kepemimpinan. Faktor yang menentukan apakah situasinya

menguntungkan, kurang atau bahkan tidak menguntungkan bagi pemimpin,

pertama ialah hubungan pimpinan dengan bawahannya, kedua susunan tugas

pekerjaannya dan ketiga besarnya hak kekuasaan untuk memberikan hadiah

atau penghargaan dan hukuman Fiedler (1974).

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapatlah ditarik kesimpulan sebagai

berikut :

A. Ada tiga macam faktor yang berpengaruh terhadap kepemimpinan, yaitu

hubungan pimpinan dengan bawahannya, struktur atau tugas pekerjaan

dan besarnya hak kekuasaan dari seorang pemimpin.

Page 69: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

69

B. Paduan komposisionil dari ketiga faktor itu akan mempengaruhi sifat

kepemimpinan, sehingga dapat menguntungkan, kurang atau tidak

menguntungkan bagi pemimpin.

C. Apabila hubungan pimpinan dan bawahannya baik maka pemimpin akan

dapatlah lebih mudah meminta atau memerintah bawahannya untuk

melaksanakan tugas tertentu, sebaliknya jikalau hubungan itu tidak baik

maka bagaimanapun juga pemimpin akan sulit atau kurang mampu untuk

menggerakkan bawahannya. Demikian pula halnya dengan susunan tugas

pekerjaan dan tanggung jawab. Bila tugas dan tanggung jawab tersusun

dengan baik dan jelas, maka si pemimpin cenderung lebih mudah

memberikan instruksi, perintah dan sebagainya kepada bawahannya.

Sebaliknya apabila susunan tugas pekerjaan tiada atau kurang teratur

maka pemimpin akan cenderung lebih sulit mempengaruhi bawahannya.

Kemudian wewenang atau kekuasaan pemimpin seharusnya diberikan

oleh atau berasal dari organisasi. Seseorang pemimpin yang mempunyai

kewenangan yang sah menurut hukum untuk memberikan penghargaan

atau ganjaran dan hukuman, akan cenderung lebih mempunyai

kemampuan untuk memimpin.

Demikianlah gambaran tentang situasi kepemimpinan yang selalu

dihadapi oleh pemimpin. Situasi kepemimpinan itu dapat dilihat dari dua

pendekatan, pertama dari faktor-faktor yang intern dari pemimpin, bawahan,

dan organisasi atau lingkungan dan kedua dari sifat situasi kepemimpinan itu

menguntungkan atau tidak menguntungkan bagi si pemimpin.

5.1.2 Perlunya Memahami Situasi Kepemimpinan

Seperti yang telah dikemukakan di atas secara ringkas pengertian situasi

kepemimpinan. Pada bagian ini akan digali lebih mendalam perlunya memahami

situasi kepemimpinan yang dihadapi terutama bagi pemimpin.

Menurut pengamatan baru pada akhir-akhir ini tumbuh perhatian untuk

mempelajari kepemimpinan dari sudut tinjauan situasi Tjokroamidjojo (1974).

Dalam penyelenggaraan kepemimpinan nampaknya belum begitu dipahami segi-

segi dan liku-liku serta nilai yang terkandung didalam situasi kepemimpinan itu.

Pada hal seorang pemimpin yang ingin sukses selalu perlu memperhatikan dan

mempertimbangkan situasi kepemimpinan dalam pelaksanaan tugasnya. Oleh

Page 70: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

70

sebab itu seorang pemimpin harus mampu memahami situasi kepemimpinan

Tjokroamidjojo (1974). Melalui pemahaman situasi tersebut seorang pemimpin

akan dapat menentukan sifat atau tipe kepemimpinannya yang tepat dengan

pengharapan akan mencapai hasil yang lebih besar Tannenbaum (1967). Dengan

kata lain pemahaman terhadap situasi kepemimpinan akan lebih memudahkan

bagi pemimpin untuk menentukan cara kepemimpinan yang relatif lebih sesuai

dengan situasi yang dihadapinya. Tanpa pemahaman akan sulit dan malahan

tidak mungkin bagi pemimpin untuk menentukan sifat atau cara kepemimpinan

yang paling efektif.

Dari tinjauan tersebut di atas, dapatlah kiranya dikemukakan kesimpulan

sebagai berikut:

A. Usaha pemahaman situasi kepemimpinan untuk menentukan sifat atau

cara kepemimpinan yang diharapkan lebih tepat dan lebih baik daripada

tanpa pemahaman atau kurang paham.

B. Pemahaman terhadap situasi kepemimpinan, memberikan kemungkinan

kepada pemimpin untuk mengetahui relatif lebih jelas faktor-faktor

penunjang dan penghambat kepemimpinan. Dengan demikian diharapkan

bahwa tindakannya akan lebih baik, lebih mengarah dan lebih tepat.

5.2 Kepemimpinan Yang Fleksibel

5.2.1 Pengertian

Mula-mula banyak para ahli yang menyatakan bahwa seorang pemimpin

itu sukses menurut situasi yang cocok bagi pemimpin yang bersangkutan,

sedangkan terhadap situasi yang lain mungkin sekali pemimpin itu akan gagal

Scott (1967). Jadi seorang pemimpin dapat sukses pada situasi yang satu tapi

tidak sukses atau gagal pada situasi yang lain. Masalah inilah yang menghantui

setiap penyelenggaraan kepemimpinan. Pemimpin memang dapat gagal apabila

ia tidak merubah-rubah metode kepemimpinannya sesuai dengan perubahan

situasi.

Menurut pengamatan sementara ini, kepemimpinan yang efektif adalah

kepemimpinan yang sesuai dengan situasi yang diharapi. Dalam kepemimpinan

yang sedemikian pemimpin yang bersangkutan mau dan mampu merubah

metode kepemimpinannya sesuai dengan tuntutan situasi. Dengan kata lain ia

harus fleksibel Jayadiatma, (1972). Dengan demikian dapat dikukuhkan bahwa

Page 71: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

71

tipe atau kepemimpinan yang fleksibel merupakan salah satu syarat yang perlu

diperhatikan dan dipertimbangkan oleh pemimpin dalam mengelola

organisasinya.

Jadi kepemimpinan yang fleksibel itu bila pemimpin telah mempelajari

situasi kepemimpinan yang dihadapinya, baik yang ada pada dirinya sendiri, pada

bawahannya, organisasi, lingkungan dan sebagainya. Setelah dipertimbangkan

barulah ditetapkan sifat atau kepemimpinan yang cocok dan tepat dengan situasi

yang ada. Apabila nanti situasi berubah lagi, pemimpin harus merubah lagi gaya

atau corak kepemimpinannya demikian seterusnya. Dengan perkataan lain,

untuk menguasai situasi ia harus mampu merubah metode kepemimpinannya,

dengan demikian metode kepemimpinannya tidak boleh statis melainkan harus

berubah-ubah menurut kebutuhan situasi.

5.2.2 Ruang Lingkup Kepemimpinan Yang Fleksibel

Corak kepemimpinan seorang pemimpin dapat diamati melalui kegiatan-

kegiatan atau tindakannya. Tindakan pemimpin tentunya bersumber dari

pendekatan yang digunakan. Dengan demikian perbedaan kepemimpinan timbul

karena perbedaan dalam pendekatan yang digunakan Abdurrahman (1971).

Pada umumnya kegiatan kepemimpinan bertujuan untuk menyelesaikan

tugas pekerjaan dan menciptakan kepuasan dari pada anggotanya. Dua macam

tujuan inilah yang kemudian menentukan ciri macam-macam corak

kepemimpinan. Apabila tujuan kepemimpinan hanya untuk menyelesaikan tugas

saja, dan hanya menuruti kehendak pemimpin, jadi segala sesuatunya ditentukan

pemimpin, maka corak kepemimpinan yang demikian disebut kepemimpinan

yang otokratis. Tetapi apabila kewenangan itu lebih banyak diserahkan kepada

bawahan maka corak kepemimpinan itu disebut kepemimpinan yang demokratis.

Diantara kedua bentuk ekstrim dari kepemimpinan itu ada beberapa corak

kepemimpinan, kesemuanya tersusun dalam satu kontinum Abdurrahman

(1971). Kontinum itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

Apabila susunannya dimulai dari kepemimpinan yang otokratis, dimana

kekuasaan terpusat pada pemimpin, maka kekuasaan itu semakin

berkurang atau melanggar apabila semakin banyak kekuasaan yang

diserahkan kepada bawahan. Apabila kekuasaan itu semakin banyak

diserahkan kepada bawahan tentunya kekuasaan pemimpin semakin

Page 72: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

72

sedikit. Apabila semakin besar kekuasaan diserahkan kepada bawahan

maka sampailah kepada corak kepemimpinan yang ekstrim demokratis.

Dalam tulisan ini akan dicoba menghubungkan corak-corak

kepemimpinan itu dengan situasi kepemimpinan. Sebagaimana telah

dikemukakan bahwa situasi kepemimpinan tertentu menuntut corak

kepemimpinan tertentu.

Kini yang menjadi persoalan adalah ialah corak kepemimpinan yang

bagaimana yang cocok untuk dipakai dalam situasi kepemimpinan tertentu

Tannenbaum (1967). Menentukan corak kepemimpinan untuk suatu situasi

tertentu berikut faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dan diperhitungkan

inilah yang menjadi ruang lingkup pembahasan kepemimpinan yang fleksibel ini.

Sehubungan dengan itu maka di bawah ini akan ditinjau gejala-gejala

kepemimpinan yang dituntut oleh situasi kepemimpinan. Adapun gejala-gejala

kepemimpinan yang diamati dibatasi pada pengambilan keputusan,

pendelegasian wewenang dan motivasi.

5.2.3 Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan merupakan salah satu fungsi pemimpin Fiedler,

(1974). Apabila diikuti proses pengambilan keputusan, Jelaslah kiranya bahwa

semua kegiatan dalam rangka pengambilan keputusan itu dilakukan sendiri oleh

pemimpin. Dalam hubungan ini biasanya andil bawahan baik secara individual

maupun secara kelompok tidak jarang tidak kecil Terry (1970).

Kiranya dimaklumi bahwa apabila tidak ada kebebasan dari bawahan

untuk bertindak, semuanya terpusat pada pimpinan, maka corak

kepemimpinannya adalah otokratis demikian pula dengan pengambilan

keputusan. Apabila keputusan itu berasal dari ide pemimpin maka corak

kepemimpinannya adalah otokratis. Sebaliknya apabila kebebasan bertindak

diserahkan kepada bawahan misalnya dalam pengambilan keputusan, yang

idenya berasal dari bawahan maka corak kepemimpinannya ialah demokratis.

Dalam kepemimpinan yang fleksibel, apakah ide pengambilan keputusan

itu berasal dari idenya sendiri atau berasal dari ide bawahannya tidak menjadi

persoalan. Yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan ialah situasi atau latar

belakang kepemimpinan yang ada. Jadi dalam pengambilan keputusan,

Page 73: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

73

pemimpin harus terlebih dahulu meneliti dan mengamati situasi atau latar

belakang kepemimpinannya yang dihadapi Tannenbaum (1967). Pengamatan

dan penelitian terhadap faktor-faktor yang berperan dalam situasi

kepemimpinan perlu dilakukan, karena kepahaman akan faktor-faktor itu akan

memudahkan bagi pemimpin untuk memahami situasi yang dihadapi. Dengan

demikian ia dapat mengukur dan kemudian dapat meramalkan yang akan terjadi

tanpa diagnosa, tindakan pemimpin cenderung tidak mengarah.

Lalu bagaimanakah terjadi pengambilan keputusan yang idenya berasal

dari dirinya sendiri dan bilamanakah terjadi pengambilan keputusan yang idenya

berasal dari bawahannya, yang bersumber dari diagnose situasi yang dihadapi.

A. Keputusan yang berasal dari ide pimpinan (corak kepemimpinan otokratis),

terjadi apabila :

1. Pimpinan memang mempunyai kemampuan untuk itu dan bawahan

kurang atau tidak mempunyai kemampuan

2. Hubungan pimpinan dan bawahannya tidak atau kurang baik sehingga

pimpinan terpaksa memakai idenya sendiri dari bawahan sulit diperoleh

B. Keputusan yang berasal dari ide bawahan (corak kepemimpinan demokratis),

terjadi apabila :

1. Bawahan memang mampu, sedang pemimpin kurang mampu

2. Bawahan dan pemimpin sama-sama mampu tetapi dirasa lebih baik

untuk menyerahkannya kepada bawahan karena luasnya beban tugas

pekerjaan yang harus dipikul

3. Hubungan pemimpin dengan bawahannya relatif baik, karena melalui

hubungan tersebut, pimpinan dapat meminta dan menerima dukungan

dari bawahannya

Dengan landasan berfikir yang dipaparkan tersebut di atas dapatlah

disimpulkan bahwa ditinjau dari gejala pengambilan keputusan, kepemimpinan

yang flesibel adalah sebagai berikut :

A. Melalui diagnosa terhadap situasi dan latar belakang kepemimpinan,

pemimpin dapat menilai corak kepemimpinannya.

B. Seorang pemimpin dapat mengambil keputusan yang idenya berasal dari

dirinya sendiri, apabila situasi dan latar belakang kepemimpinan yang

dihadapi mengijinkan, demi tercapainya hasil yang optimal. Sebaliknya

pemimpin dapat mengambil keputusan yang idenya berasal dari ide

Page 74: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

74

bawahannya, apabila situasi kepemimpinnya memang menghendaki ia

bertindak demikian.

C. Pemimpin dapat bertindak otokratis atau demokratis asal tindakannya sesuai

dengan kebutuhan situasi dan latar belakang kepemimpinan yang dihadapi.

Sumber : Hasil Kajian LPTP – FIA – UB dalam Domai T. Kepemimpinan. FIA – UB.

• Abdurrahman (1971). Dikutip oleh Domai T (2010) dalam Kepemimpinan

Sektor Publik. Buku Ajar (Modul). FIA-UB. Malang.

• Alan (1969). Dikutip oleh Domai T (2010) dalam Kepemimpinan Sektor Publik.

Buku Ajar (Modul). FIA-UB. Malang.

• Fiedler dan Chamers (1974). Dikutip oleh Domai T (2010) dalam

Kepemimpinan Sektor Publik. Buku Ajar (Modul). FIA-UB. Malang.

• Filley (1969). Dikutip oleh Domai T (2010) dalam Kepemimpinan Sektor

Publik. Buku Ajar (Modul). FIA-UB. Malang.

• Jayadiatma (1972). Dikutip oleh Domai T (2010) dalam Kepemimpinan Sektor

Publik. Buku Ajar (Modul). FIA-UB. Malang.

• Scott (1967). Dikutip oleh Domai T (2010) dalam Kepemimpinan Sektor

Publik. Buku Ajar (Modul). FIA-UB. Malang.

• Terry (1970. Dikutip oleh Domai T (2010) dalam Kepemimpinan Sektor Publik.

Buku Ajar (Modul). FIA-UB. Malang.

• Tjokroamidjojo (1974). Dikutip oleh Domai T (2010) dalam Kepemimpinan

Sektor Publik. Buku Ajar (Modul). FIA-UB. Malang.

• Tonnenbaum (1967). Dikutip oleh Domai T (2010) dalam Kepemimpinan

Sektor Publik. Buku Ajar (Modul). FIA-UB. Malang.

Page 75: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

75

BAB VI

BEYOND THEORY Y

Tim LPTP FIA - UB

Organisasi yang efektif tidak hanya sekedar teori yang universal tetapi

harus ada kesesuaian antara pekerjaan dan pegawai.

6.1 Pendahuluan

Konsep Manajemen Partisipatif dikemukakan oleh Douglas Mac Gregor

dengan sebutan Teory Y merupakan teori yang penting untuk mengembangkan

keefektifan organisasi, namun beberapa “leader” berasumsi bahwa hanya teori

Y-lah yang benar. Dalam pembahasan ini kita akan melihat apa yang ada di luar

teori Y dengan tujuan agar organisasi itu lebih Produktif dimana tercapai adanya

kesesuaian antara kebutuhan kerja dan pegawai pada situasi tertentu.

Morse adalah assiten Prof. ilmu perilaku pada the Graduate School of

Business Administration University California di Los Angles. Tesis ini merupakan

hasil penelitiannya untuk memperoleh gelar Doktor di Harvard Business School.

Lorsch adalah Prof. perilaku organisasi di Harvard Business School. Selama

30 tahun yang lalu para “leader” membandingkan dua pendekatan. Pendekatan

klasik dan pendekatan partisipatif. Pendekatan klasik menekankan pada

kemantapan kekuasaan, kejelasan tugas dan menyamakan tugas dengan

tanggung jawab. Pendekatan partisipatif berfokus pada keterlibatan anggota

dalam pembuatan kebijaksanaan sehingga ia lebih termotivasi.

Mac Gregor mengetengahkan teori X dan teori Y. Teori X mengasumsikan

bahwa anggota tidak menyukai pekerjaan harus dipaksa, dikontrol, harus

diarahkan kepada pencapaian tujuan organisasi, mereka selalu menghindari

tanggung jawab.

Teori Y menekankan pada tertariknya seseorang dengan pekerjaannya,

keinginan untuk mengarahkan dirinya sendiri, mencapai tanggung jawab dan

kreatifitasnya memecahkan problem bisnis. Kesimpulan Mac Gregor : Teori Y ini

baik diikuti oleh “leader”.

6.2 Pendekatan Baru

Hasil kerja dari sekelompok mahasiswa dalam manajemen dan hasil kerja

organisasi menolong kita untuk mendapatkan suatu jawaban bahwa ternyata

Page 76: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

76

tidak ada satu pendekatanpun yang paling baik diterapkan pada suatu organisasi.

Pendekatan yang terbaik ini tergantung pada situasi pekerjaan yang harus

dikerjakan. “Leader” harus mempunyai pola dan mengembangkan organisasi

sehingga sifat organisasi atau karakteristik dari organisasi sesuai dengan situasi

pekerjaan yang dikerjakan. Pendekatan yang baru ini akan memberikan jawaban

terhadap kebingungan manager dalam memilih pendekatan yang paling baik,

namun masih ada dua pernyataan penting yang belum terjawab, yakni :

1. Bagaimana formalitas dan kontrol organisasi itu mempengaruhi motivasi

dari anggota organisasi ?

2. Apakah formalitas yang rendah dari organisasi menyebabkan motivasi

yang tinggi bagi anggotanya ?

Asumsi dasar yang kita ketengahkan diluar teori Y kita sebut “Teori

Kontigensi” yaitu kesesuaian antara tugas/ pekerjaan, organisasi dan pegawai.

Asumsi teoritis ini menekankan penyediaan penyediaan pola organisasi yang

kontigen terhadap situasi kerja yang harus dikerjakan dan keterlibatan pegawai.

Asumsi ini merupakan langkah diluar teori Y karena Mac Gregor sendiri

mengatakan bahwa: teori Y dalam waktu yang dekat akan diganti oleh teori yang

baru.

6.3 Pola Studi

Digunakan dalam 4 unit organisasi, dua diantaranya untuk menentukan

pekerjaan sehingga tercapai standardisasi produk dan jaringan produk yang

otomatis.

Dua yang lain untuk penelitian kerja yagn tidak tertentu dan

pengembangan dalam teknologi komunikasi.

Pola studi ini disimpulkan dalam bagan di bawah ini :

Karakteristik Campani I tugas yang

diramalkan

Campani II tugas yang

tidak diramalkan

Bentuk yang efektif Tanah Pertanian Akron Laboratorium Penelitian

Stockton

Bentuk yang kurang

efektif

Tanah Pertanian Hartford Laboratorium Penelitian

Carmel

Page 77: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

77

Obyek ini menyelidiki bagaimanakah kesesuaian antara organisasi dan

pekerjaan dengan menghubungkan pada kesesuaian organisasi. Untuk hal ini ada

pertanyaan yang diajukan yaitu: adalah kesesuaian yang baik antara karakteristik

organisasi dengan individu dan membuahkan organisasi yang lebih efektif.

Untuk menjawab pertanyaan ini dibutuhkan pendekatan khusus yang

lebih berguna untuk menemukan bahwa seseorang itu memiliki keinginan yang

kuat untuk menguasai dunia disekelilingnya termasuk tugas-tugas yang harus dia

laksanakan sebagai seorang anggota organisasi. Jika seseorang merasa

terpuaskan bila dia mampu menguasai lingkungan sekitarnya dikatakan dia

memiliki “a sense of competence” (rasa kemampuan). Kita tahu bahwa rasa

mampu ini menyebabkan kita lebih mudah mengerti bagaimana suatu

kesesuaian antara pekerjaan dan karakteristik organisasi dapat memotivasi orang

menuju kesuksesan.

6.4 Dimensi Organisasi

Para “leader” menginginkan adanya pembuka jalan untuk membedakan

karakteristik organisasi apakah yang sesuai untuk tugas yang harus dikerjakan.

Pertama-tama kita harus mengenal karakteristik organisasi macam apakah yang

membatasi organisasi didalam pelaksanaan tugas tertentu.

Kita mengelompokkan karakteristik organisasi menjadi dua, yaitu :

1. Karakteristik formal yang dapat digunakan untuk menilai kesesuaian

antara jenis tugas yang harus dikerjakan dan praktek formal daripada

organisasi.

2. Karakteristik iklim atau disebut persepsi subyektif dan orientasi yang

mengembangkan individu dalam organisasi (kesesuaian tugas dapat

dicapai apabila organisasi itu bisa efektif)

Morse dan Lorsch menggunakan kuesioner dan interview terhadap

sekitar 40 “leader” dalam setiap unit-unit membatasi organisasi dalam

menentukan pekerjaan yang dikehendaki. Juga menggunakan rasa mampu dari

orang-orang dalam organisasi sehingga dapat menghubungkan karakteristik dari

orang dengan rasa mampu.

Page 78: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

78

6.5 Penemuan Terbesar

Penemuan prinsipil dalam survey telah ditunjukkan dengan jalan

membandingkan kesuksesan tanaman di daerah Akron dengan laboratorium di

Stockton, keduanya ini memiliki jenis pekerjaan yang berbeda.

Akron berhubungan dengan pekerjaan pabrik.

Stockton berhubungan dengan pekerjaan penelitian.

Untuk mencapai organisasi yang efektif kita memang harus membedakan

karakteristik organisasi dan hal inilah yang dicari. Namun kita juga menemukan

bahwa setiap unit yang efektif memiliki kesesuaian yang lebih baik dalam tugas

tertentu dibandingkan unit lain yang kurang efektif.

Tujuan yang utama dalam pembahasan ini adalah untuk menyelidiki

bagaimanakah kesesuaian antara pekerjaan dan karakteristik organisasi bila

dihubungkan dengan motivasi dan bagaimanakah hal itu bisa menyebabkan

adanya perilaku lebih efektif.

6.6 Karakteristik Formal

Untuk mempelajari karakteristik formal kita akan membandingkan Akron

dengan Stockton. Aktron memiliki pola hubungan dan tugas yang tersusun rapi

dan tertentu.

Sedangkan Stockton tingkat strukturnya rendah dan tidak memiliki pola

hubungan formal karakteristik organisasi formal digunakan untuk membedakan

jenis pekerjaan dari kedua organisasi tersebut. Formal struktur Akron yang tinggi

secara praktis menyesuaikan diri dengan ramalan tugas karena perilaku harus

ditentukan dan dikontrol secara otomatis dan adanya jalur produksi kecepatan

tinggi setiap orang bekerja menurut apa yang dia kehendaki sebaliknya formal

struktur yang tinggi dari Stickton secara praktis digunakan untuk memenuhi

efektifitas dalam laboratorium dan jenis pekerjaan itu tidak ditentukan, tidak

diramalkan dan menggunakan penelitian teknologi komunikasi disini

menggunakan pendekatan yang banyak agar pekerjaan itu dikerjakan dengan

baik. Sebagai konsekuensinya manager di Stockton menggunakan pola struktur

yang tidak terlalu formal sehingga para ahli bisa bekerja secara di laborat.

Praktis formal Akron dipakai untuk jangka waktu pendek dan digunakan

dalam pabrik-pabrik, sebagi contoh : untuk laporan produksi formal dan

mengotrol pelaksanaan kerja setiap hari sesuai dengan waktu yang telah

Page 79: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

79

dijadwalkan untuk berproduksi. Sebaliknya Produktif formal Stockton dipakai

untuk jangka panjang dan digunakan dalam bidang keilmuan. Laporan formal

dibuat beberapa kali saja berdasarkan hasil riset.

Perbedaan Karakteristik Formal dalam Meningkatkan Organisasi

Karakteristik Aktron / Otoriter Stockton /

Demokratis

1. Pola hubungan & tugas

formal digambarkan dalam

manual tugas

1. Struktur tinggi dan

tertentu

1. Struktur rendah

dan kurang

tertentu

2. Pola aturan formal,

prosedur, kontrol, sistem

pengukuran

2. Pervasif, spesifik,

uniform,

komprehensif

2. Minimal tidak

spesifik, fleksibel

3. Dimensi waktu dalam

praktis formal

3. Jangka waktu

pendek

3. Jangka waktu

panjang

4. Dimensi tujuan dalam

praktis formal 4. Pabrik

4. Scientific (ilmu

pengetahuan)

Contoh Organisasi yang Tidak Tetap

Tanaman di Harford dan laboratorium di Carmel. Praktis formal Harford

masih kalah dibandingkan dengan Akron dalam hal struktur dan kontrol. Carmel

lebih bersifat membatasi daripada Stockton.

6.7 Karakteristik Persepsi

Orang-orang di Akron memiliki struktur yang baik dengan perilaku yang

dikontrol dan ditentukan. Seorang manajer di tanah pertanian tersebut

mengatakan “kami akan kehilangan uang jika mereka bekerja oleh sebab itu kami

menyakinkan setiap orang untuk mengetahui tugasnya, mengetahui kapan

mereka beristirahat, kapan mereka bekerja dan lain-lain”. Sebaliknya para ahli di

Stockton memiliki struktur yang kecil dengan perilaku yang tidak begitu

dikontrol.

Page 80: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

80

6.7.1 Penyerapan

Orang-orang di Akron merasa mereka tidak terlalu berpengaruh dalam

penentuan kebijaksanaan daripada para ahli di laboratorium Stockton. Pekerjaan

di Akron ditentukan secara jelas dan dituangkan dalam aliran produksi yang

otomatis sehingga sedikit sekali keterlibatan individu dalam pembuatan

kebijaksanaan dalam proses kerja di Akron pengaruh pembuatan kebijaksanaan

itu dikonsentrasikan pada the upper level (level tertinggi dari formal struktur (di

Stockton)) pengaruh itu menyebar pada semua level dalam formal struktur.

6.7.2 Orientasi Waktu

Orang di Akron berorientasi pada rentangan waktu yang pendek dan

mempunyai tujuan untuk pabrik, mereka mempunyai respon umpan balik yang

cepat dalam menghubungkannya dengan kualitas dan servis terhadap tanah

pertaniannya inilah essensial yang diberikan oleh situasi kerja.

Para peneliti di Stockton berorientasi pada rentangan waktu yang panjang

dan bertujuan untuk ilmu pengetahuan.

Orientasi berarti mereka mau menunggu umpan balik yang panjang dari

proyek riset yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mencapai

kekomplitannya.

6.7.3 Gaya Managerial

Baik individual di Akron maupun di Stockton mempunyai gaya managerial

yang diekspresikan dengan menghubungkan pekerjaan dengan orang sehingga

nampak adanya kesesuaian. Di Akron teknologi pekerjaan sangat dominan

dimana perilaku Top Manager tidak memfokuskan pada pekerjaan tetapi pada

keefektifan, sebaliknya pekerjaan penelitian di Stockton lebih bersifat perilaku

pemecahan masalah individu. Perilaku itu terbagi-bagi dan tidak terkoordinasi.

Semua perbedaan dalam karakteristik iklim disimpulkan dalam kolom dibawah

ini.

Page 81: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

81

Perbedaan Karakteristik Iklim dalam Meningkatkan Organisasi

Karakteristik Aktron Stockton

1. Orientasi struktural

1. Persepsi perilaku

sangat terkontrol dan

tingkat strukturnya

tinggi

1. Perilaku

strukturalnya

rendah

2. Penyebaran pengaruh

2. Dikonsentrasikan

dalam upper level

dalam organisasi

2. Pengaruh

persepsi itu

menyebar di

seluruh level

3. Sifat hubungan atasan

dan bawahan

3. Kebebasan atasan

rendah untuk

memilih dan

menangani

pekerjaan, tipe

kepemimpinannya

terarah

3. Kebebasan

atasan tinggi

untuk memilih

dan menangani

obyek, tipe

atasannya

4. Hubungan teman

sekerja

4. Adanya kesamaan

persepsi diantara

teman sekerja,

tingkat koordinasi

yang tinggi

4. Partisipasi yagn

berbeda diantara

teman sekerja,

tingkat

koordinasi

rendah

5. Orientasi waktu 5. Jangka pendek 5. Jangka panjang

6. Orientasi tujuan 6. Pabrik 6. Ilmu

pengetahuan

7. Gaya managerial dari

Top Manager

7. Menghubungkan

pekerjaan

7. Menghubungkan

pekerjaan

6.7.4 Motivasi Kerja

Karena adanya perbedaan karakteristik organisasi di Akron dan Stockton

maka terjadi perbedaan penempatan dalam bekerjasama kedua organisasi

tersebut memiliki dua hal penting yang sama.

1. Setiap orang memiliki kesesuaian yang baik dalam pekerjaan

Page 82: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

82

2. Walaupun perilaku kedua orang itu berbeda namun akibatnya sama yaitu

adanya keefektifan kerja

Dalam studi ini kita akan berusaha untuk menghubungkan kesesuaian

antara orang dan pekerjaan dengan motivasi individu untuk mencapai

keefektifan. Disini dikemukakan dua cara untuk mengukur motivasi “rasa

mampu” dari individu:

1. Menyuruh individu (partisipan) untuk menulis cerita yang imajinatif dan

Kreatif yang merupakan respon dari gambar yang ditunjukkan

2. Menyuruhnya menulis cerita imajinatif dan Kreatif tentang apa yang

harus dia kerjakan, pikirkan dan rasakan untuk masa depan pekerjaannya

Hal ini kita kenal dengan tes proyektif dimana dalam tes diasumsikan

bagaimanakah proyek responden yang dituangkan dalam ceritanya, tingkah laku,

pikiran, perasaan, kebutuhan dan keinginannya. Semua itu bisa diukur lewat

ceritanya tersebut.

Individu di Akron dan Stockton menunjukkan rasa mampu yang lebih

signifikan dibandingkan Harvard dan Carmel. Disini kami menemukan bahwa

kesesuaian pekerjaan, orang mempunyai hubungan yang simultan dengan

motivasi individu dan keefektifan organisasi. Saling ketergantungan ini

diilustrasikan dalam gambar dibawah ini :

Gambar Hubungan Kontigen Dasar

Dari gambar ini kita bisa menyimpulkan bahwa diantara ketiganya itu

memiliki hubungan sebab dan akibat. Hal ini sangat penting bagi penerapan teori

dan praktek manajemen.

Kesesuaian pekerjaan

organisasi

Keefektifan

pekerjaan

Motivasi rasa mampu

dari individu

Page 83: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

83

6.7.5 Teori Contigency

Jika kita kembali pada asumsi teori Y dari Mac Gregor kita akan tahu

validitas kesimpulannya. Teori Y menolong kita menerangkan penemuan-

penemuan dalam laboratorium tersebut. Namun kita masih memerlukan hal-hal

lain disamping teori X dan teori Y untuk menerangkan penemuan-penemuan di

kedua tanah pertanian tersebut. Sebagai para manager di Akron bekerja dalam

kondisi organisasi formal dengan sedikit partisipasi dalam pembuatan

kebijaksanaan namun mereka tetap termotivasi.

Sesuai dengan Teori X orang harus dipaksa untuk bekerja dan mereka

harus bekerja keras. Sesuai dengan teori Y mereka harus dilibatkan dalam

pembuatan keputusan dan mengarahkan dirinya sendiri sehingga merasa

termotivasi.

Tak satupun dari data kami yang menunjukkan asumsi lain yang cocok jika

diterapkan di Akron.

Kebalikannya para manager di Harvard bekerja dalam kondisi organisasi

yang kurang formal. Namun memiliki partisipasi yang kurang tinggi dalam

pembuatan keputusan. Dan ternyata mereka tidak memiliki motivasi yang tinggi

seperti di Akron padahal menurut teori Y seharusnya mereka lebih termotivasi.

Menurut asumsi teori kontigensi ada 4 penemuan yang diketengahkan

yakni :

1. Kehidupan manusia itu memiliki berbagai macam pola kebutuhan dan

motivasi dalam kerja. Namun kebutuhan yang utama adalah untuk

mencapai/ memperoleh a sense of competence (rasa mampu)

2. Motivasi rasa mampu ini harus ada pada setiap manusia dan harus

terpenuhi. Cara pencapaian setiap orang berbeda tergantung

bagaimanakah interaksi kebutuhan itu dibandingkan kekuatan

kebutuhan-kebutuhan individu lainnya antara lain: kekuasaan,

kemerdekaan, struktur, pencapaian tujuan

3. Motivasi kemampuan akan terpenuhkan bila ada kesesuaian antara

pekerjaan/ tugas dan organisasi

4. Rasa mampu ini menyebabkan adanya motivasi untuk pencapaian tujuan

dan jika tujuan pertama telah tercapai maka dia akan berusaha mencapai

tujuan yang lebih tinggi

Page 84: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

84

Dari pembahasan ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa setiap orang

yang berbeda mempunyai kebutuhan yang berbeda. Namun mereka memiliki

kebutuhan yang sama dalam hal memiliki a sense of competence. Untuk

pencapaian tujuan ini setiap individu memiliki cara yang berbeda-beda.

Penerapan teori contigency yang terpenting adalah tidak hanya mencari

kesesuaian antara pekerjaan dan organisasi namun juga adanya kesesuaian

pekerjaan dan pegawai.

Kesesuaian antara pegawai dan organisasi yang perlu diperhatikan untuk

memperoleh kepuasan yang sesungguhnya motivasi tidak boleh menurut jikalau

tujuan yang pertama sudah tercapai. Jika seseorang memiliki rasa mampu hal ini

akan lebih konsisten dibanding motivator yang berasal dari gaji dan keuntungan.

6.7.6 Penerapan bagi Manager

Penerapan managerial yang terutama dari teori contigency adalah adanya

kesesuaian antara pegawai, organisasi dan pekerjaan. Interelasi ini sifatnya

sangat kompleks, kemungkinan yang terbesar bagi tindakan managerial didalam

menjalankan organisasi adalah mencari kesesuaian antara pekerjaan dan

pegawai. Jikalau kesesuaian ini telah tercapai baik keefektifan dan motivasi yang

lebih tinggi hanyalah merupakan akibatnya.

Seorang manager dalam memulai proses pekerjaan dia harus

mempertimbangkan umpan balik dari proses sebelumnya sedang pekerjaan

mendatang akan lebih berguna.

Keputusan seorang manager membentuk pola hirarki manajemen,

penentuan tugas yang spesifik, prosedur kontrol dan upah. Untuk itu perlu

adanya selektivitas dalam proses training penekanan pada pengadaan gaya

kepemimpinan akan menyebabkan adanya kesesuaian organisasi. Problematic

pencapaian kesesuaian antara pegawai, organisasi dan pekerja akan berkurang

apabila kita menempatkan kepribadian macam apakah yang sesuai untuk

bermacam-macam pekerjaan dan organisasi. Jikalau seseorang memiliki keahlian

yang terbatas dia harus menempatkan dibagian pekerjaan yang sesuai antara

tugas, pekerjaan dan organisasi kita harus mempertajam kriteria seleksi terhadap

seseorang sehingga seseorang itu betul-betul cocok dengan yang kita butuhkan.

Kalau dulu para manager bingung untuk memiliki pendekatan apakah

yant terbaik, pendekatan Klasik atau Partisipatif, namun sekarang mendapatkan

Page 85: BAB I PENDAHULUAN - tjahjanulindomai.lecture.ub.ac.idtjahjanulindomai.lecture.ub.ac.id/files/2012/10/Bab-1-6.pdf · dalam upaya pendayagunaan sumber daya manusia, ... Mengarah pada

85

satu pertanyaan yang baru yaitu pendekatan organisasi apakah yang harus

diberikan kesesuaian antara pekerjaan dan pegawai.

Bagi beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi mereka

lebih senang menggunakan pendekatan Partisipatif. Namun dalam situasi

tertentu dibutuhkan adanya kontrol dan formalitas organisasi. Pemberian

kebutuhan dan pekerjaan bagi para pegawai menyebabkan mereka memperoleh

gaji dan motivasi.

6.8 Kesimpulan

Kekuatan pendekatan contigency yang telah diterangkan di atas berguna

sebagai jalan pemikiran untuk memperoleh kompleksitas. Jikalau teori ini

dikembangkan kami yakin bahwa teori motivasi dan contigency akan menjadi

pertimbangan dalam hubungan kontigen antara pekerjaan, organisasi dan

pegawai. Agar seseorang merasa senang dalam pekerjaan ada 3 hal yang

diperlukan:

- Mereka harus merasa cocok dengan pekerjaannya

- Mereka tak boleh bekerja terlalu keras

- Mereka harus memiliki rasa sukses dalam pekerjaannya tersebut (Sumber:

Diskusi Kelas PDIA (S3) FIA – UB. 2010)

Sumber : Hasil Kajian Politik dan Tata Pemerintahan. FIA – UB. Mc Gregor

Douglas, Haman Side of Entreprise. Alih Bahasa Arlina. Erlangga.

Jakarta.

• Gregor Mac Douglas, Morse, Lorsch (1976). Dikutip oleh Domai, T. (2010).

Dalam Buku Ajar Teori Kepemimpinan. Buku Ajar FIA-UB. Malang.