29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu komponen yang penting dalam keperawatan adalah keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil setelah individu yang menjadi klien dalam keperawatan (sebagai penerima asuhan keperawatan). Keluarga berperan dalam menentuka cara pemberian asuhan yang dibutuhkan oleh si sakit apabila ada anggota keluarga yang sakit. Keberhasilan perawatan di Rumah Sakit atau tempat pelayanan kesehatan dapat menjadi sia- sia bila tidak di dukung atau di tindak lanjuti oleh keluarga yang merawat klien di rumah, sehingga dapat di katakan bahwa kesehatan anggota keluarga dan kulaitas kehidupan keluarga sangat berhubungan. Keluarga menempati posisi di antara individu dan masyarakat sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan pada keluarga perawat memperoleh 2 sisi penting yaitu memenuhi kebutuhan perawatan pada individu yang menjadi anggota keluarga dan memenuhi perawatan keluarga yang menjadi bagian dari masyarakat. Untuk itu dalam memberikan asuhan keperawatan perawat perlua juga

BAB I Keluarga

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan pendahuluan marasmus

Citation preview

Page 1: BAB I Keluarga

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai salah satu komponen yang penting dalam keperawatan adalah keluarga.

Keluarga merupakan unit terkecil setelah individu yang menjadi klien dalam

keperawatan (sebagai penerima asuhan keperawatan). Keluarga berperan dalam

menentuka cara pemberian asuhan yang dibutuhkan oleh si sakit apabila ada anggota

keluarga yang sakit. Keberhasilan perawatan di Rumah Sakit atau tempat pelayanan

kesehatan dapat menjadi sia-sia bila tidak di dukung atau di tindak lanjuti oleh

keluarga yang merawat klien di rumah, sehingga dapat di katakan bahwa kesehatan

anggota keluarga dan kulaitas kehidupan keluarga sangat berhubungan.

Keluarga menempati posisi di antara individu dan masyarakat sehingga dalam

memberikan asuhan keperawatan pada keluarga perawat memperoleh 2 sisi penting

yaitu memenuhi kebutuhan perawatan pada individu yang menjadi anggota keluarga

dan memenuhi perawatan keluarga yang menjadi bagian dari masyarakat. Untuk itu

dalam memberikan asuhan keperawatan perawat perlua juga memperhatikan hal-hal

penting antar lain nilai-nilai dan budaya yang di anut oleh keluarga sehingga keluarga

dapat menerima dan bekerja sama dangan petugas kesehatan dalam hal ini adalah

perawat dalam mencapai tujuan asuhan yang telah ditetapkan.

Asuhan keperawatan keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan

kesehatan yang di laksanakan oleh perawat yang di berikan di rumah atau tempat

tinggal klien.bagi klien beserta keluarga sehingga klien dan keluarga tetap memiliki

otonomi untuk memutuskan hal-hal yang berkaitan dangan masalah kesehatan yang

di hadpinya. Perawat yang melakukan asuhan bertanggung jawab terhadap

peningkatan kemampuan keluarga dalam mencegah timbulnya penyakit, meningkatan

dan memelihara kesehatan, serta mengatasi masalah kesehatan. Tetapi di indonesia

Page 2: BAB I Keluarga

belum memiliki suatu lembga atau organisasi yang bertuga untuk mengatur pelayanan

keperawatan keluarga secara administratif. Pelayanan keperawatan keluarga saat ini

masih di berikan secara sukarela dan belum ada pengaturan terhadap jasa perawatan

yang telah di berikan.

Pengalaman belajar klinik di komunitas memberikan bekal bagi mahasiswa

untuk memperoleh pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan bagi

keluarga yang mengalami masalah kesehatan khususnya dengan menerapkan proses

keperawatan sebagai pendekatan pemecahan masalah. Dalam hal ini mahasiswa di

harapkan mampu memodifikasi suatu rencana yang telah di susun di sesuaikan

dengan keadaan keluarga yang sesungguhnya agar rencana tersebut benar-benar dapat

di laksanakan di keluarga.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik di harapkan mampu menerapkan

asuhan keperawatan pada keluarga yang mengalami masalah kesehtan sesuai

dengan tugas dan perkembangan keluarga.

2. Tujuan khusus

Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik komunitas di harapkan mampu:

a. Mengidentifikasi data yang sesuai dengan masalah kesehatan yang di hadapi

oleh keluarga.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan keluarga sesuai dengan masalah kesehatan

yang di hadapi oleh keluarga.

c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan diagnosa keperawatan keluarga yang

muncul.

d. Melaksanakan rencana keperawtan yang telah di susun.

Page 3: BAB I Keluarga

e. Memodifikasi rencana yang telah di susun agar dapat di laksanakan oleh

keluarga sesuai dengan kemampuan keluarga.

f. Mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga.

g. Mendokumentasikan asuhan yang telah di berikan secara benar.

C. Metodologi

Asuhan keperawatan keluarga ini menggunakan metode diskriptif dalam bentuk

studi kasus pada klien dan keluarga yang mempunyai masalah kesehatan/

keperawatan di RT 3 RW II Kel. Gunung Anyar Kec. Gunung Anyar. Adapun

langkah penulisan asuhan keperawatan yaitu:

1. Studi pustaka dengan mempelajari literatur ilmiah yang berhubungan dengan

asuhan keperawatan keluarga dengan masalah kesehatan hipertensi.

2. Studi kasus dengan melakukan asuhan keperawatan pada keluarga binaan yang

salah satu anggota keluarganya menderita tekanan darah tinggi, yang diawali

dengan pengumpulan data fokus, biopsikososial spiritual melalui wawancara,

pemeriksaan fisik dan observasi data dan semua data yang menunjang untuk

penegakan suatu diagnosa keperawatan. Setelah data terkumpul, data dianalisis

untuk merumuskan diagnosa keperawatan keluarga. Kemudian penulis

memberikan intervensi secara langsung pada klien selama 5 kali kunjungan dan

memberikan penyuluhan.

Page 4: BAB I Keluarga

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Teoritis Marasmus

1. Pengertian

Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan

sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi

protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam

waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik

kwashiorkor.

Marasmus adalah suatu bentuk malgizi protein energi karena

kelaparan, semua unsur diet kurang. Hal ini dikarenakan masukan kalori yang

tidak adekuat, diet “Faddy”, penyakit usus menahun, kelainan

metabolik/infeksi menahun separti tuberkulosis. (Pincus catzel dan Ian

roberts, 1991 : 106).

Marasmus adalah bila kekurangan kalori dalam diet yang berlangsung

lama yang akan menimbulkan gejala undernutrition yang sangat ekstrim.

(FKUI, 1985 : 361).

Marasmus adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena

rendahnya konsumsi energi kalori dan protein dalam makanan sehari-hari

sehingga mengakibatkan tidak adekuatnya intake kalori yang dibutuhkan oleh

tubuh. ( Nelson, 1999 : 298 ).

Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat.

Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan

dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada

diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap

terjadinya marasmus. ( http://dokterfoto. com, diperoleh tanggal 4 Juni 2008).

2. Etiologi

Menurut Behrman (1999: 122) etiologi marasmus antara lain:

a. Pemasukan kalori yang tidak mencukupi, sebagai akibat kekurangan

dalam susunan makanan.

b. Kebiasaan-kebiasaan makanan yang tidak layak, seperti terdapat pada

hubungan orang tua-anak yang terganggu atau sebagai akibat kelainan

metabolisme atau malformasi bawaan.

Page 5: BAB I Keluarga

Gangguan setiap sistem tubuh yang parah dapat mengakibatkan

terjadinya malnutrisi.Disebabkan oleh pengaruh negatif faktor-faktor sosioekonomi dan

budaya yang berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan

nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik malabsorpsi

protein, hilangnya protein air kemih ( sindrom neprofit ), infeksi menahun,

luka bakar dan penyakit hati.

3. PATOFISIOLOGI

Pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan

manghilangkan lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian

merupakan prosesn fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan tubuh

memerlukan energi, namun tidak didapat sendiri dan cadangan protein

digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Penghancuran

jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan

energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit

esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh

karena itu, pada marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam amino

yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.

(Ngastiyah, 2005 : 259).

4. PATHWAYS

Page 6: BAB I Keluarga

5. Tanda dan gejala

Menurut FKUI (1985 : 361), Ngastiyah (2005 : 259) dan Markum (1991 : 166)

tanda dan gejala dari marasmus adalah :

1. Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah.

2. Diare.

3. Mata besar dan dalam.

4. Akral dingin dan tampak sianosis.

5. Wajah seperti orang tua.

6. Pertumbuhan dan perkembangan terganggu.

7. Terjadi pantat begi karena terjadi atrofi otot.

8. Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor

kulit jelek..

9. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.

10. Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.

11. Vena superfisialis tampak lebih jelas.

12. Ubun-ubun besar cekung.

13. Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.

14. Anoreksia.

15. Sering bangun malam.

6. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi menurut (Markum : 1999 : 168) defisiensi

Vitamin A, infestasi cacing, dermatis tuberkulosis, bronkopneumonia, noma,

anemia, gagal tumbuh serta keterlambatan perkembangan mental dan

psikomotor.

a. Defisiensi Vitamin A

Umumnya terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang

terganggu. Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita malnurtrisi,

sering terjangkit infeksi enteritis, salmonelosis, infeksi saluran nafas) atau

pada penyakit hati. Karena Vitamin A larut dalam lemak, masukan lemak

yang kurang dapat menimbulkan gangguan absorbsi.

b. Infestasi Cacing

Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi

infeksi khususnya gastroenteritis. Pada anak dengan gizi buruk/kurang gizi

Page 7: BAB I Keluarga

investasi parasit seperti cacing yang jumlahnya meningkat pada anak

dengan gizi kurang.

c. Tuberkulosis

Ketika terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkolosis, anak akan

membentuk “tuberkolosis primer”. Gambaran yang utama adalah

pembesaran kelenjar limfe pada pangkal paru (kelenjar hilus), yang terletak

dekat bronkus utama dan pembuluh darah. Jika pembesaran menghebat,

penekanan pada bronkus mungkin dapat menyebabkanya tersumbat,

sehingga tidak ada udara yang dapat memasuki bagian paru, yang

selanjutnya yang terinfeksi. Pada sebagian besar kasus, biasanya

menyembuh dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadap penyakit ini.

Pada anak dengan keadaan umum dan gizi yang jelek, kelenjar dapat

memecahkan ke dalam bronkus, menyebarkan infeksi dan mengakibatkan

penyakit paru yang luas.

d. Bronkopneumonia

Pada anak yang menderita kekurangan kalori-protein dengan

kelemahan otot yang menyeluruh atau menderita poliomeilisis dan

kelemahan otot pernapasan. Anak mungkin tidak dapat batuk dengan baik

untuk menghilangkan sumbatan pus. Kenyataan ini lebih sering

menimbulkan pneumonia, yang mungkin mengenai banyak bagian kecil

tersebar di paru (bronkopneumonia).

e. NomaPenyakit mulut ini merupakan salah satu komplikasi kekurangan

kalori-protein berat yang perlu segera ditangani, kerena sifatnya sangat

destruktif dan akut. Kerusakan dapat terjadi pada jaringan lunak maupun

jaringan tulang sekitar rongga mulut. Gejala yang khas adalah bau busuk

yang sangat keras. Luka bermula dengan bintik hitam berbau diselaput

mulut. Pada tahap berikutnya bintik ini akan mendestruksi jaringan lunak

sekitarnya dan lebih mendalam. Sehingga dari luar akan terlihat lubang kecil

dan berbau busuk.

Page 8: BAB I Keluarga

7. Pemeriksaan Diagnostik

1.Menurut FKUI (1985:364) pada pemeriksaan laboratorium memperlihatkan :

a. Karena adanya kelainan kimia darah, maka :

1) kadar albumin serum rendah

2) kadar globumin normal atau sedikit tinggi

3) peningkatan fraksi globumin alfa 1 dan globumin gama

4) kadar globumin beta rendah

5) kadar globumin alfa 2 menetap

6) kadar kolesterol serum menurun

7) uji turbiditas timol meninggi

b. Pada biopsi hati ditemukan perlemahan yang kadang-kadang demikian

hebatnya sehingga hampir semua sela hati mengandung vakual lemak besar.

Sering juga ditemukan tanda fibosis, nekrosis dan infiltrasi sel

mononukleus.

c. Pada hasil outopsi penderita kwashiorkor yang berat menunjukan hampir

semua organ mengalami perubahan seperti degenerasi otot jantung,

osteoporosis tulang dan sebagainya.2. Menurut Markum (1996:167) pada pemeriksaan

a. Laboratorium menunjukan

1) Penurunan badan albumin, kolesterol dan glukosa dalam serum

2) Kadar globumin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan

albumin dan globumin dapat terbalik kurang dari 1.

3) Kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada

asam amino non esensial.

4) Umumnya kadar imunoglubin serum normal atau meningkat.

5) Kadar Ig A serum normal, kadar Ig A sekretori rendah.

6) Uji toleransi glukosa menunjukan gambaran tipe diabetik.

7) Pemeriksaan air kemih menunjukan peningkatan sekresi hidroksiprolin

dan adanya aminoasi dunia.

b. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis,

nekrosis dan infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir

semua selhati mengandung vakual lemak yang besar.

c. Pemeriksaan outopsi menunjukan kelainan pada hampir semua organ tubuh,

seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi virus usus, detrofi

sistem limfold dan atrofi kelenjar timus.d. Pada pemeriksaan otopometri berat badan dibawah 90%, lingkar lengan di

bawah 14 cm.

Page 9: BAB I Keluarga

8. Penatalaksanaan Medis

Menurut Mansjoer (2000 : 514 – 517) penatalaksanan marasmus adalah :

1. Atasi / cegah hipoglikemia

Periksa gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila <>oC, suhu rektal

35,5oC). Pemberian makanan yang lebih sering penting untuk mencegah

kondisi tersebut.

2. Atasi/cegah hipotermia

Bila suhu rektal <>oC

a. Segera beri makanan cair/fomula khusus.

b. Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala.

3. Atasi/cegah dehidrasi

Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati dengan tetesan pelan-pelan

untuk mengurangi beban sirkulasi dan jantung.

4. Koreksi gangguan keseimbang elektrolit

Pada marasmus berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar

natrium plasma rendah.

a) Tambahkan Kalium dan Magnesium dapat disiapkan dalam bentuk cairan

dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan pada

1 liter formula.

5. Obati / cegah infeksi dengan pemberian antibiotik

6. Koreksi defisiensi nitrien mikro, yaitu dengan :

Berikan setiap hari :

1). Tambahkan multivitamin.

2). Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama).

3). Seng (Zn) 2 mg/KgBB/hari.

4). Bila berat badan mulai naik berikan Fe (zat besi) 3 mg/KgBB/hari.

5). Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14.

Umur > 1 tahun : 200 ribu SI (satuan Internasional).

Umur 6-12 bulan : 100 ribu SI (satuan Internasional).

Umur 0-5 bulan : 50 ribu SI (satuan Internasional).

Page 10: BAB I Keluarga

6). Mulai pemberian makan

Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus

dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk

memenuhi metabolisme basal.

9. Pencegahan

Tindakan pencegahan terhadap marasmus menurut (Lubis,

U.N.http: //www.cermin dunia kedokteran. diperoleh tanggal 4 Juni

2008) dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-

usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk

pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi, antara lain :

1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber

energi yang paling baik untuk bayi.

2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6

tahun ke atas.

3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan

dan kebersihan perorangan.

.4. Pemberian imunisasi.

5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu

kerap.

6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat

merupakan usaha pencegahan jangka panjang.

7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang

endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.

B. Tinjauan Teoritis Keluarga

1. Keperawatan Kesehatan Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih yang tergabung karena hubungan darah,

hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah

tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing-masing dan

menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan (Bailon & Maglaya, 1989).

Alasan keluarga sebagai unit pelayanan keperawatan menurut Friedman,

keluarga adalah sebagai unit utama dari masyarakat dan merupakan lembaga yang

menyangkut kehidupan masyarakat. Keluarga sebagai kelompok dapat menimbulkan,

Page 11: BAB I Keluarga

mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan keluarga

dalam kelompoknya sendiri, masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan,

penyakit pada salah satu anggota keluarga juga akan mempengaruhi seluruh keluarga

tersebut. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai usaha

kesehehatan masyarakat, perawat dapat menjangkaua seluruh masyarakat melalui

keluarga. Dalam memelihara klien sebagai individu keluarga tetap berperan dalam

pengambilan keputusan dalam melakukan pemeliharaan anggota keluarga. Keluarga

merupakan lingkungan yang serasi untuk mengembangkan potensi tiap individu yang

menjadi anggota dalam keluarga.

Sedangkan tujuan perawatan kesehatan keluarga adalah memungkinkan

keluarga untuk mengelola masalah kesehatan dan mempertahankan fungsi dan

melindungi keluarga serta memperkuat pelayanan kepada masyarakat tentang

perawatan kesehatan.

2. Tipe-tipe Keluarga

a. Keluarga inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan

anak-anaknya dalam satu rumah.

b. Keluarga besar (Extanded Family) yaitu keluarga inti di tamdah dengan sanak

saudara, misalnya kakek, nenek, bibi, keponakan, saudara sepupu dll.

c. Keluarga berantai (Serial Family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan

pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.

d. Keluarga duda/ janda (Single Family) yaitu keluarga yang terjadi perceraian

atau kematian.

e. Keluarga berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinanya

berpoligami dan hidup bersama.

f. Keluarga kabitas (Cohabitation) yaitu dua orang yang menjadi satu tanpa

pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

Page 12: BAB I Keluarga

3. Struktur Keluarga

Struktur keluarga ada bermacam-macam di antaranya :

1. Patrilineal

Keluarga sedarah terdiri dari sanak saudara sedarah dalam

beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis

ayah.

2. Matrilineal

Keluarga sedarah terdiri dari sanak saudara sedarah dalam

beberapa generasi dimana hubungan itu di susun melalui jalur garis

ibu.

3. Matrilokal

Adalah sepasang suami isteri yang tinggal bersama keluarga

sedarah isteri.

4. Patrilokal

Adalah sepasang suami isteri yang tinggal bersama keluarga

sedarah suami .

5. Keluarga Kawinan

Hubungan suami isteri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga

dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena

adanya hubungan dengan suatu atau isteri.

4. Fungsi Keluarga (Friedman)

a. Fungsi afektif

- Perlindungan psikologis.

- Rasa aman.

- Interaksi.

- Mendewasakan.

- Mengenal identitas diri individu.

b. Fungsi sosialisasi peran

- Fungsi dan peran di masyarakat.

- Sasaran untuk kontak sosial di dalam dan di luar rumah.

Page 13: BAB I Keluarga

c. Fungsi reproduksi

- Menjamin kelangsungan generasi dan kelangsungan hidup bermasyarakat.

d. Fungsi memenuhi kebutuhan fisik dan perawatan

- Sandang, pangan dan papan.

- Perawatan kesehatan.

e. Fungsi ekonomi

Pengadaan sumber dana, pengalokasian dana dan pengaturan keseimbangan.

f. Fungsi pengontrol/ pengatur

Memberikan pendidikan dan norma-norma.

5. Tugas dan perkembangan (Duvall)

a. Keluarga baru (Beginning Family)

Pasangan yang belum mempunyai anak yang mempunyai tugas perkembangan

antara lain: membina hubungan dan kepuasan bersama, menetapkan tujuan

bersama, membina hubungan dengan keluarga lain, merencanakan jumlah anak

dan mempersiapkan diri menjadi orang tua.

b. Keluarga dengan anak I < 30 bln ( Child bearing).

Tugas perkembangannya adalah membagi peran dan tanggung jawab

melakukan penataan ruangan bagi anak, bertanggung jawab merawat anak,

melakukan kebiasaan spiritual, menyediakan biaya bagi anak dan memfasilitasi

role learning bagi anggota keluarga.

c. Keluarga dengan anak pra sekolah

Tugas perkembangannya adalah menyesuaikan pada kebutuhan pada anak pra

sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan kontak sosial) dan

merencanakan kelahiran berikutnya.

d. Keluarga dengan anak usia sekolah (6-13 th)

Tugas keluarga adalah mendorong mencapai pengembangan daya intelektual,

menyediakan peralatan untuk aktivitas anak.

Page 14: BAB I Keluarga

e. Keluarga dengan anak remaja (13-20 th)

Tugas perkembangan keluarga memelihara komunikasi tetap terbuka dan

pengembangan terhadap anak remaja.

f. Keluarga dengan anak dewasa (anak I meninggalkan rumah)

Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan

menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber yang ada

dalam keluarga, berperan sebagai suami istri, kakek nenek.

g. Keluarga usia pertengahan (Midle age family)

Tugas keluarga adalah mempersiapkan masa tua atau pensiun dan

mempersiapkan aktivitas guna mengisi waktu luang yang lebih banyak.

h. Keluarga lanjut usia.

Tugas perkembangan keluarga menyesuaikan terhadap masa pensiun dengan

merubah cara hidup serta menerima kematian pasangan, kawan dan

mempersiapkan kematian.

6. Tahap-Tahap Perkembangan

1. Tahap pembentukan keluarga ; tahap ini dimulai dari pernikahan yang

dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga.

2. Tahap menjelang kelahiran anak; fungsi keluarga yang utama untuk

mendapatkan keturunan sebagai generasi penerus, melahirkan anak merupakan

kebanggan bagi keluarga yang merupakan saat-saat yang dinantikan.

3. Tahap menghadapi bayi ; dalam hal ini keluarga mengasuh, mendidik dan

memberi kasih sayang kepada anak, karena pada tahap ini bayi kehidupannya

sangat tergantung kepada kedua orang tuanya dan kondisinya masih lemah

4. Tahap menghadapi anak pra sekolah ; pada tahap ini anak mulai mengenal

kehidupan sosialnya, tugas keluarga adalah mulai menanamkan norma-norma

kehidupan, agama , sosial budaya dan sebagainya.

5. Tahap menghadapi anak sekolah ; dalam tahap ini tugas keluarga adalah

mendidik anak, mengajari anak mempersiapkan masa depanya.

6. Tahap menghadapi anak remaja ; tahap ini adalah tahap yang paling rawan

sebab anak akan mencari identitas diri dalam bentuk kepribadiannya

Page 15: BAB I Keluarga

7. Tahap melepaskan anak ke masyarakat.; setelah melalui tahap remaja dan anak

telah dapat menyelesaikan pendidikannnya, maka tahap selanjutnya melepas

anak ke masyarakat

8. Tahap berdua kembali ; sebagian anak besar dan menempuh kehidupan

keluarga sendiri-sendiri, tinggallah suami isteri berdua saja.

9. Tahap masa tua ; tahap ini masuk ke dan tahap lanjut usia dan kedua orang tua

bersiap diri untuk meningggalkan dunia pelayanan.

B. Tanggung Jawab Perawat

1. Memberikan pelayanan secara langsung (individu, keluarga dan kelompok).

2. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilakukan.

3. Melakukan koordinasi antar pelayanan dan management kasus.

4. Menentukan frekwensi dan lama perawatan.

5. Sebagai penasehat dan pelindung bagi klien.

C. Asuhan Keperawatan Keluarga

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal bagi perawat untuk mengumpulkan

data guna menyusun suatu masalah keperawatan yang dihadapi oleh keluarga.

adapun hal-hal yang dikaji adalah: data umum, riwayat dan tahap

perkembangan keluarga, pengkajian lingkungan, struktur keluarga, fungsi

keluarga sesuai dengan 5 tugas menurut Friedman, stress dan koping keluarga,

pemeriksaan fisik pada semua anggota keluarga serta harapan keluarga terhadap

petugas kesehatan.

2. Perumusan diagnosa keperawatan keluarga

Diagnosa keperawatan keluarga dapat dibagi menjadi 3 tipe diagnosa:

a. Actual: dari data pengkajian didapatkan masalah atau gangguan kesehatan

yang sudah terjadi.

b. Resiko: data-data yang didapat menunjukkan adanya resiko terjadinya

masalah kesehatan, namun masalah kesehatan belum terjadi.

Page 16: BAB I Keluarga

c. Potensial (keadaan sejahtera/ wellness): adalah suatu diagnosa yang diangkat

setelah data yang dikumpulkan menunjang ke arah peningkatan kesehatan

keluarga.

3. Perencanaan perawatan keluarga

Rencana keperawatan disusun berdasarkan masalah yang dihadapi oleh

keluarga serta potensi yang dimiliki oleh keluarga yang terdiri dari tujuan

umum dan khusus, kriteria dan standart serta intervensi yang menunjang

pencapaian tujuan khusus yang telah disusun.

4. Tahap tindakan keperawatan keluarga

Tindakan keperawatan keluarga berorientasi pada 5 tugas kesehatan keluarga

menurut Friedman yaitu: mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan

sesuai dengan masalah, melakukan perawatan pada anggota keluarga,

memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada.

5. Prioritas Masalah

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan priorotas

masalah adalah sebagai berikut :

a. Tidak mungkin masalah-maslah kesehatan dan keperawatan pada

keluarga dapat di atasi sekaligus.

b. Perlu pertimbangan masalah-masalah yang dapat mengancam

kehidupan keluarga seperti masalah penyakit.

c. Perlu pertimbangan respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan

keperawatan yang akan di berikan.

d. Keterlibatan keluarga dalam pemecahan masalah yang mereka

hadapi. .

e. Sumber daya keluarga yang dapat menunjang pemecahan masalah

kesehatan atau keperawatan keluarga.

f. Pengetahuan dan kebudayaan keluarga.

Dalam menyusun prioritas masalah perlu didasarkan kepada

beberapa kriteria sebagai berikut :

Page 17: BAB I Keluarga

1) Sifat masalah

(a) Ancaman kesehatan

(b) Keadaan sakit atau kurang sehat

(c) Situasi krisis

2) Kemungkinan masalah dapat dirubah

Adalah kemungkinan keberhasilan untuk mengurangi masalah atau

mencegah masalah bila dilakukan intervensi keperawatan dan

kesehatan.

3) Potensi masalah untuk dicegah

Adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul dan dapat di

kurangi atau dicegah melalui tindakan perawatan dan kesehatan.

3) Masalah yang menonjol

Adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah dalam hal

beratnya dan mendesaknya masalah untuk di atasi melalui

intervensi perawatan dan kesehatan.

Skala prioritas masalah dalam menyusun masalah

kesehatan keluarga :

Table 1. Skoring prioritas masalah

Kriteria Nilai Bobot

Sifat masalah :

Skala : Ancamam kesehatan.

Tidak/kurang sehat

Krisis

2

3

1

1

Kemungkinan masalah dapat di ubah

Skala : Dengan mudah

Hanya sebagian

Tidak dapat

2

1

0

2

Potensi masalah untuk di rubah :

Skala : Tinggi

Cukup

Rendah

3

2

1

1

Menonjolnya masalah :

Skala : Masalah berat harus di

1

Page 18: BAB I Keluarga

tangani

Masalah yang tidak perlu

segera di tangani.

Masalah tidak di rasakan

2

1

0

Sumber : Nasrul effendi, 1998 : 53.

Skoring :

1) Tentukan skor untuk setiap kriteria.

2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan bobot

Skor

--------------- X bobot

Angka tinggi

3) Jumlahkan skor untuk semua criteria

4) Skor tertinggi adalah 5 dan sama untuk seluruh bobot.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prioritas masalah

adalah sebagai berikut :

1) Sifat masalah

Dalam menentukan sifat masalah bobot yang paling

besar diberikan kepada keadaan sakit atau yang mengancam

kehidupan keluarga, yaitu keadaan sakit atau pertumbuhan

anak yang tidak sesuai dengan usia, kemudian baru

diberikan kepada hal-hal yang mengancam kesehatan

keluarga dan selanjutnya kepada situasi krisis dalam

keluarga di mana terjadi situasi yang menuntut penyesuaian

dalam keluarga .

2) Kemungkinan masalah dapat diubah

Faktor-faktor yang mempengaruhi masalah dapat diubah

adalah :

a) Pengetahuan, teknologi dan tindakan-tindakan untuk

mengatasi masalah .

b) Sumber daya keluarga di antaranya keuangan, tenaga,

sarana dan prasarana.

Page 19: BAB I Keluarga

c) Sumber daya perawatan, di antaranya dalah

pengetahuan, keterampilan dan waktu.

d) Sumber daya masyarakat dalam bentuk fasilitas,

organisasi seperti posyandu, DUKM, polindes dan

sebagainya.

3) Potensi masalah untuk dicegah:

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi

pencegahan masalah adalah :

a) Kepelikan atau kesulitan masalah, hal ini berkaitan

dengan beratnya penyakit atau masalah yang

menunjukkan kepada prognosa atau beratnya masalah.

b) Lamanya masalah, berhubungan dengan jangka waktu

terjadi masalah. lamanya masalah berhubungan erat

dengan beratnya masalah yang menimpa keluarga dan

potensi masalah untuk dicegah.

c) Tindakan yang sudah dan sedang dijalankan, adalah

tindakan untuk mencegah dan memperbaiki masalah

dalam rangka meningkatkan status kesehatan keluarga.

d) Adanya kelompok resiko tinggi dalam keluarga atau

kelompok yang sangat peka menambah potensi utuk

mencegah masalah.

6. Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan 2 tahap yaitu formatif dan sumatif. Adapun evaluasi

mengacu pada standart yang telah disusun untuk mencapai tujuan khusus yang

telah ditentukan.

Page 20: BAB I Keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R. E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak:Nelson, Edisi 15, vol 1.Jakarta:EGCJohnson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby

Lubis, N. U. 2002. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada

Balita.http://www.cermin dunia kedokteran.com. diperoleh tanggal 4 Juni 2008

Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2.Jakarta: Media

Aescullapius.

Markum, A, H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta : FKUI.McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC).Mosby

NANDA .2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi & Klasifikasi, Alih Bahasa: Budi Santoso. Prima Medika

Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC

No Name. 2008. Marasmus. http://www.dokterfoto.com. diperoleh tanggal 4 Juni

2008

Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan

Anak. Jakarta : FKUI.

1. Activity intolerance related to impaired oxygen transport system secondary to

malnutrition. (Carpenito, 2001:3)

2. Excess fluid volume related to lower protein intake (malnutrition). (Carpenio,

2001:143).

3. Deficient fluid volume related to diarrhea. (Carpenito, 2001:140)