25
BAB I PENDAHULUAN Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 sampai 280 per menit. TSV merupakan jenis disritmia yang paling sering ditemukan pada usia bayi dan anak. Prevalensi TSV kurang lebih 1 di antara 25.000 anak lebih. Serangan pertama sering terjadi sebelum usia 4 bulan dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan sedangkan pada orang dewasa prevalensi di antara kedua jenis kelamin tidak berbeda. Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung (Schlechte, et al., 2008). Pengenalan secara dini jenis takidisritmia ini sangat penting. Diagnosis awal dan tatalaksana SVT memberikan hasil yang memuaskan. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi akan memperburuk prognosis, mengingat kemungkinan terjadinya gagal jantung bila TSV berlangsung lebih dari 24-36 jam, baik dengan kelainan struktural maupun tidak. Secara garis besar penatalaksanaan SVT dapat dibagi 1

BAB I Dan II Terbaru

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jkfknjsw

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 sampai 280 per menit. TSV merupakan jenis disritmia yang paling sering ditemukan pada usia bayi dan anak. Prevalensi TSV kurang lebih 1 di antara 25.000 anak lebih. Serangan pertama sering terjadi sebelum usia 4 bulan dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan sedangkan pada orang dewasa prevalensi di antara kedua jenis kelamin tidak berbeda.Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung (Schlechte, et al., 2008).Pengenalan secara dini jenis takidisritmia ini sangat penting. Diagnosis awal dan tatalaksana SVT memberikan hasil yang memuaskan. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi akan memperburuk prognosis, mengingat kemungkinan terjadinya gagal jantung bila TSV berlangsung lebih dari 24-36 jam, baik dengan kelainan struktural maupun tidak. Secara garis besar penatalaksanaan SVT dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu penatalaksanaan segera dan penatalaksanaan jangka panjang (Schlechte, et al., 2008).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiTakikardia supraventrikuler (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan denyut jantung yang mendadak bertambah cepat dengan frekuensi denyut jantung diatas 100 kali per menit, yang disebabkan oleh impuls listrik yang berasal di atas ventrikel jantung (Davis, 2012).Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung (Schlechte, et al., 2008).

2.2 InsidensiSVT dapat terkena pada semua usia baik anak-anak maupun dewasa. Menurut penelitian yang di lakukan Dharmadjati (2007) menyatakan bahwa pevalensi SVT adalah 0,84% dan mayoritas pasien adalah laki-laki dengan usia 42.

2.3 EtiologiSVT dipicu oleh mekanisme reentry. Hal ini dapat disebabkan oleh denyut atrium prematur atau denyut ektopik ventrikel. Pemicu lainnya termasuk hipertiroidisme dan stimulan, termasuk kafein, obat-obatan, dan alkohol. (Delacrtaz, E, 2006).SVT diamati tidak hanya pada orang sehat, melainkan juga terjadi pada pasien dengan infark miokard sebelumnya, prolaps katup mitral, penyakit jantung rematik, perikarditis, pneumonia, penyakit paru-paru kronis, dan keracunan alkohol saat ini. Toksisitas digoxin juga dapat dikaitkan dengan SVT (Delacrtaz, E, 2006).

2.4 Mekanisme Terjadinya TSVBerdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme terjadinya takikardi supraventrikular yaitu:(1). Otomatisasi (automaticity)Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction, bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis. (2). ReentryIni adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry adalah:a. Adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup.b. Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah.c. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok searah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada jalur konduksi tersebut.

Gambar 1. Proses terjadinya SVT

2.5 Klasifikasi SVTAda tiga jenis takikardi masuk dalam golongan SVT yaitu;1. Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia (AVNRT)AVNRT timbul karena adanya sebuah lingkaran reentrant yang menghubungkan antara nodus AV dan jaringan atrium. Pada pasien dengan takikardi jenis tersebut, nodus AV memiliki dua jalur konduksi yaitu jalur konduksi cepat dan jalur konduksi lambat. Jalur konduksi lambat yang terletak sejajar dengan katup trikuspid, memungkinkan sebuah lingkaran reentrant sebagai jalur impuls listrik baru melalui jalur tersebut, keluar dari nodus AV secara retrograde (yaitu, mundur dari nodus AV ke atrium) dan secara anterograde (yaitu, maju ke atau dari nodus AV ke ventrikel) pada waktu yang bersamaan. Akibat depolarisasi atrium dan ventrikel yang bersamaan, gelombang P jarang terlihat pada gambaran EKG, meskipun pada depolarisasi atrium kadang-kadang akan memunculkan gelombang P pada akhir kompleks QRS pada lead V1 (Link, 2012).

Gambar 2. Proses terjadinya atrioventricular nodal reentrant tachycardia dan gambaran EKG yang timbul

1. Atrioventricular Reciprocating (Reentrant) Tachycardia (AVRT)AVRT merupakan takikardi yang disebabkan oleh adanya satu atau lebih jalur konduksi aksesori yang secara anatomis terpisah dari sistem konduksi jantung normal. Jalur aksesori merupakan sebuah koneksi miokardium yang mampu menghantarkan impuls listrik antara atrium dan ventrikel pada suatu titik selain nodus AV. AVRT terjadi dalam dua bentuk yaitu orthodromik dan antidromik (Doniger & Sharieff, 2006). Pada AVRT orthodromik, impuls listrik akan dikonduksikan turun melewati nodus AV secara antegrade seperti jalur konduksi normal dan menggunakan sebuah jalur aksesori secara retrograde untuk masuk kembali ke atrium. Karakteristik jenis ini adalah adanya gelombang P yang mengikuti setiap kompleks QRS yang sempit karena adanya konduksi retrograde (Kantoch, 2005; Doniger & Sharieff, 2006). Sedangkan impuls listrik pada AVRT antidromik akan dikonduksikan berjalan turun melalui jalur aksesori dan masuk kembali ke atrium secara retrograde melalui nodus AV. Karena jalur aksesori tiba di ventrikel di luar bundle His, kompleks QRS akan menjadi lebih lebar dibandingkan biasanya (Kantoch, 2005; Doniger & Sharieff, 2006).

Gambar 3. Proses terjadinya atrioventricular reciprocating (reentrant) tachycardia dan gambaran EKG yang timbul

1. Atrial tachycardiaTerdapat sekitar 10% dari semua kasus SVT, namun SVT ini sukar diobati. Takikardi ini jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer, tampak adanya gelombang P yang agak berbeda dengan gelombang P pada waktu irama sinus, tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan) (Manole & Saladino, 2007).Takikardi atrial adalah takikardi fokal yang dihasilkan dari adanya sebuah sirkuit reentrant mikro atau sebuah fokus otomatis. Atrial flutter disebabkan oleh sebuah ritme reentry di dalam atrium, yang menimbulkan laju detak jantung sekitar 300 kali/menit dan bersifat regular atau regular-ireguler. Pada gambaran EKG akan tampak gelombang P dengan penampakan sawtooth. Perbandingan antara gelombang P dan QRS yang terbentuk biasanya berkisar 2:1 sampai dengan 4:1. Karena rasio gelombang P terhadap QRS cenderung konsisten, atrial flutter biasanya lebih regular bila dibandingkan dengan atrial fibrillation. Atrial fibrillation dapat menjadi SVT jika respon ventrikel yang terjadi lebih besar dari 100 kali per menit. Takikardi jenis ini memiliki karakteristik ritme ireguler-ireguler baik pada depolarisasi atrium maupun ventrikel (Doniger & Sharieff, 2006; Link, 2012).

Gambar 4. Proses terjadinya atrial tachycardia dan gambaran EKG yang timbul

2.6 Gejala KlinisKarena keparahan gejala tergantung pada adanya penyakit jantung struktural dan cadangan hemodinamik pasien, individu dengan SVT mungkin hadir dengan gejala ringan atau keluhan cardiopulmonary yang parah. Gejala yang muncul SVT dan tingkat frekuensi sebagai berikut : Palpitasi Dizziness Sesak napas Sinkop Nyeri dada Kelelahan Diaforesis Mual Palpitasi dan dizziness adalah gejala yang paling umum dilaporkan oleh pasien dengan SVT. Sesak nafas mungkin menjadi sekunder untuk detak jantung yang cepat, dan sering menghilang dengan penghentian takikardia. SVT Persistent dapat menyebabkan tachycardia-induced cardiomyopathy.Pasien yang hemodinamik tidak stabil harus segera disadarkan dengan kardioversi. Elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan sesegera mungkin. Banyak pasien dengan episode sering SVT cenderung menghindari kegiatan seperti berolahraga dan mengemudi karena episode masa lalu syncope.

2.7 Pemeriksaan Penunjang (Davis, 2012)1. Elektrokardiogram (EKG)1. Ambulatory ECG1. Echocardiogram (ECHO)1. Stress test1. Cardiac catheterization and coronary angiography1. Electrophysiologic study1. Blood test dan urine test

2.8 Diagnosis (Davis, 2012)Diagnosis TSV berdasarkan pada gejala dan tanda sebagai berikut:a. Pada bentuk akut: pucat, gelisah, takipneu dan sukar minumb. Denyut jantung; 180-300 kali/menit (mungkin sulit dihitung)c. Dapat terjadi gagal jantung (bila dalam 24 jam tidak membaik)d. EKG2.9 Diagnosis Banding (Varosy, 2008)1. Sinus Tachycardia1. Atrial Tachycardia1. Atrial Flutter

2.10 Penanganan Secara garis besar penatalaksanaan SVT dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu penatalaksanaan segera dan penatalaksanaan jangka panjang.1. Penatalaksanaan segera0. Direct Current Synchronized Cardioversion Setiap kegagalan sirkulasi yang jelas dan dan dapat termonitor dengan baik, dianjurkan penggunaan direct current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan DC Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel. Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan tindakan invasive (American Heart Association, 2005).1. Manuver VagalTindakan ini dulu lazim dicoba pada orang dewasa. Maneuver vagal yang terbukti efektif adalah perendaman wajah. Teknik ini dilakukan dengan cara wajah direndam selama sekitar lima detik ke dalam mangkuk air dingin. Akan tetapi, maneuver vagal yang lain seperti pemijatan sinus karotis dan penekanan pada bola mata tidak direkomendasikan dan terbukti tidak efektif. Hal tersebut dikarenakan pemijatan sinus karotis justru dapat menekan pernapasan dan penekanan pada bola mata memiliki resiko terjadinya luka pada mata dan retina. Jika perendaman wajah gagal, adenosin dengan dosis awal 200 g / kg dapat diberikan secara intravena dengan cepat ke dalam pembuluh darah besar (seperti pada fossa antecubital). Terkadang dibutuhkan dosis adenosine sampai dengan 500 g / kg (Schlechte, et al., 2008).1. Pemberian adenosinAdenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi SVT karena dapat menghilangkan hampir semua SVT. Efektivitasnya dilaporkan pada sekitar 90% kasus (Dubin, 2007; Kannankeril & Fish, 2008). Obat ini memilimki efek kronotropik, dromotropik, dan inotropik negatif dengan maa kerja yang pendek( waktu paru