Upload
haduong
View
233
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stroke
2.1.1. Definisi
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah suatu tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Frtzsimmons, 2007).
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. (Price
dan Wilson,2002)
2.1.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, terdapat 4 juta penderita stroke dan lebih dari 750.000
ada penderita stroke yang baru. Resiko stroke meningkat sesuai umur, dengan
insidensi stroke yang tinggi pada orang-orang diatas 65 tahun (Frtzsimmons, 2007).
Insidensi serangan stroke pertama sekitar 200 per 100.000 penduduk per
tahun. Insidensi stroke meningkat dengan bertambahnya usia. Konsekuensinya,
dengan semakin panjangnya angka harapan hidup, termasuk di Indonesia, akan
semakin banyak pula kasus stroke yang dijumpai. Perbandingan antara penderita pria
dan wanita hampir sama (Hankey, 2002).
Stroke meliputi tiga penyekit serebrovaskular utama, yaitu stroke iskemik,
perdarahan intraserebral primer, dan perdarahan subaraknoid. Stroke iskemik atau
serebral infark, adalah yang paling sering, yaitu 70-80% dari semua kejadian stroke
(Frtzsimmons, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi modifikasi Marshall, stroke dibagi atas (Misbach,
1999):
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subaraknoid
II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
2. Transient Ischemic Attack
3. Stroke in evolution
4. Completed stroke
III. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebro-basiler
2.1.4. Etiologi
Menurut Adam dan Victor (2009) , penyebab kelainan pembuluh darah otak
yang dapat mengakibatkan stroke, antara lain :
1. Trombosis aterosklerosis
2. Transient iskemik
3. Emboli
4. Perdarahan hipertensi
5. Ruptur dan sakular aneurisma atau malformasi arterivena
6. Arteritis
Universitas Sumatera Utara
a. Meningovaskular sipilis, arteritis sekunder dari piogenik dan meningitis
tuberkulosis, tipe infeksi yang lain (tipus, scistosomiasis, malaria,
mucormyosis)
b. Penyakit jaringan ikat (poliarteritis nodosa, lupus eritromatous),
necrotizing arteritis. Wegener arteritis, temporal arteritis, Takayasu
diseases, granuloma atau arteritis giant sel dari aorta.
7. Trombophlebitis serebral : infeksi sekunder telinga, sinus paranasal, dan
wajah.
8. Kelaianan hematologi : antikoagulan dan thrombolitik, kelainan faktor
pembekuan darah, polisitemia, sickle cell disease, trombotik trombositopenia
purpura, trombositosis, limpoma intravaskular.
9. Trauma atau kerusakan karotis dan arteri basilar
10. Angiopati amiloid
11. Kerusakan aneuriisma aorta
12. Komplikasi angiografi
2.1.5. Faktor Resiko
Menurut AHA (American Heart Association) Guideline (2006), faktor resiko
stroke adalah sebagai berikut:
I. Faktor resiko yang tak dapat diubah
1. Umur
2. Jenis Kelamin.
3. Berat Lahir Yang Rendah
4. Ras
5. Faktor Keturunan
6. Kelainan Pembuluh Darah Bawaan : sering tak diketahui sebelum terjadi
stroke
II. Faktor Resiko Yang Dapat Diubah
Universitas Sumatera Utara
1. Hypertensi/ tekanan darah tinggi
2. Merokok
3. Diabetes
4. Penyakit Jantung/Atrial Fibrilation
5. Kenaikan kadar cholesterol/lemak darah
6. Penyempitan Pembuluh darah Carotis
7. Gejala Sickle cel
8. Penggunaan terapi sulih hormon.
9. Diet dan nutrisi
10. Latihan fisik
11. Kegemukan
III. Faktor Resiko Yang Sangat Dapat Diubah
1. Metabolik Sindrom
2. Pemakaian alkohol berlebihan
3. Drug Abuse/narkoba
4. Pemakaian obat‐obat kontrasepsi (OC)
5. Gangguan Pola Tidur
6. Kenaikan homocystein
7. Kenaikan lipoprotein
8. Hypercoagubility
2.2. Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah penyakit yang disebabkan iskemik serebral yang fokal,
dimana terjadi penurunan aliran darah yang dibutuhkan untuk metabolisme neuronal.
Jika iskemik tidak diperbaiki dalam periode kritis, akan menyebabkan infark serebral
(Frtzsimmons, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Walaupun dari defenisinya infark adalah ketidakadekuatan dari aliran darah,
tetapi mekanisme minimnya aliran darah serebral dapat menimbulkan stroke iskemik
(Frtzsimmons, 2007).
2.2.1. Patogenesis
Lebih dari organ-organ lain, otak tergantung pada suplai oksigen yang adekuat
dari sirkulasi darah. Sirkulasi serebral yang konstan di atur oleh baroreseptor dan
refleks vasomotor yang dikontrol batang otak. Pada penelitian hewan, dan mungkin
pada manusia, penghentian aliran darah di otak selama lima menit menyebabkan
kerusakan otak yang ireversibel (Adams dan Victor, 2009).
Efek oklusi ateri fokal sangat tergantung pada lokasi oklusi dan adanya jalur
kolateral dan anastomosis. Misalnya oklusi dari arteri karotis interna di leher, ada
anastomosis melalui arteri komunikan anterior dan posterior menghubungkan arteri
sirkulus Willis dari arteri karotis eksternal melalui arteri opthalmikus (Adams dan
Victor, 2009).
2.2.1.1. Aterosklerosis
Infark aterosklerosis diperkirakan 14-25% dari stroke iskemik dan laki-laki
dua kali lebih beresiko daripada wanita. Stroke ini berhubungan dengan akumulasi
plak ateroskerosis pada lumen arteri besar atau sedang, biasanya pada bikurfasi atau
lengkungan dari pembuluh darah. Beberapa arteri dari arkus aorta menuju sirkulus
willisi dapat terkena, tetpai tempat ateroskelrosis yang berhubungan dengan stroke
paling sering “junction common and internal carotid artery, asal dari middle dan
anterior arteri cerebral, dan asal dari arteri vertebra (Frtzsimmons, 2007).
Patogenesis aterosklerosis belum sepenuhnya diketahui, tetapi kerusakan dan
hasil dari disfungsi sel endotel vaskular diketahui sebagai fase awal. Sel endotel rusak
akibat dari LDL (low-density lipoprotein), radikal bebas, hipertensi, diabetes,
homosistein, dan agen infeksi. Monosit dan limfosit T melekat pada tempat yang
mengalami kerusakan dan berpindah ke subendotel, dimana monosit dan makrofag
bertrasformasi pada lipid foam cells. Hasil dari lesi ini disebut fatty streak. Pelepasan
Universitas Sumatera Utara
faktor pertumbuhan dan kemotaktis dari sel endotelo dan makrofag memicu
proliferasi dan migrasi dari sel intima otot polos dan membenruk fibrous plaque.
Platelet melekat pada tempat yang rusak atau cedera dan melepaskan faktor
pertumbuhan dan kemotaktik (Simon, 2009).
2.2.1.2 Stroke kardioemboli
Berdasarkan studi populasi, emboli yang berasal dari jantung menyebabkan
15%-30% stroke iskemik. Emboli dapat menuju sirkulasi otak dan menyebabkan
obstruksi aliran darah otak dengan oklusi arteri dimana diameter lumen sama dengan
ukuran material emboli. Sumber utama dari kardiaemboli termasuk intrakardia dan
mural trobus oleh atrial fibrilasi, dilatasi kardiomiopati dengan penurunan fraksi
ejeksi, dan abnormalitas pergerakan dinding yang diikuti oleh infark miokardium.
Penyakit katup jantung penyebab lain yang sering menyebabkan tromboemboli
jantung, seperti penyakit jantung rematik, mitral regurgitasi atau stenosis, dan
endokarditis (Simon, 2009).
Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologi
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi
saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh
darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu penyebab tersering,
didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau
apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya
sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolik berasal dari bahan trombotik
yang terbentuk di dinding rongga jantung dan katup mitralis. Karena biasanya adanya
bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak
melalui arteria karotis dan vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis bergantung
pada bagian manan dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa bekuan berjalan
dipercabangan arteri sebelum tersangkut (Price dan Wilson, 2002).
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh
darah sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di
Universitas Sumatera Utara
sebelah hilir dan menimbulkan gejala-gejala fokal. Sayangnya, pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di
jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah proses
emboli pertama (Price dan Wilson, 2002).
2.2.1.3. Stroke Kriptogenik
Di beberapa penelitian, 20-40% dari semua stroke, tidak diketahui
penyebabnya atau kriptogenik. Infark kriptogenik sering diperkirakan disebabkan
oleh emboli, tetapi setelah dievaluasi dengan diagnostik lengkap, sumber emboli
tidak dijumpai (Fitzsimmons, 2007).
Walaupun kardioembolik menimbulkan gambaran klinis yang dramatis dan
hampir patogmonik, namun sebagian pasien mengalami oklusi mendadak pembuluh
inrakranium besar tanpa penyebab yang jelas. Kelainan ini disebut kriptogenik karena
sumbernya “tersembunyi”, bahkan setelah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan
evaluasi klinis yang ekstensif (Price dan Wilson, 2002).
2.2.1.4. Stroke Lakunar
Infark lakunar, atau stroke pembuluh darah kecil, 15-30% dari stroke iskemik.
Infark lakunar biasanya pada diameter kurang dari 1 cm dan disebabkan oklusi arteri
penetrasi kecil yang memperdarahi struktur dalam otak, misalnya kapsula interna,
basal ganglia, corona radiata, talamus, dan batang otak (Fitzsimmons, 2007).
Infark lakunar terjadi karena penyakit pembuluh darah halus hipertensif dan
mneyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang
lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi
aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulsus
Willisi, arteri serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Masing-masing
cabang ini sangat halus dan menembus jauh ke dalam substansia grisea dan alba
serebrum dan batang otak. Cabang-cabang ini rentan terhadap trombosis dari penyakit
Universitas Sumatera Utara
aterotrombotik atau akibat terjadinya peningkatan lipohialinotik. Trombosis yang
terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang
kecil, lunak, dan disebut lakuna (Price dan Wilson, 2002).
Para peneliti membuat kemajuan besar dalam mengungkapkan mengapa sel-
sel neuron yang mati setelah stroke iskemik. Sebagian besar stroke berakhir dengan
kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark) tempat aliran darah mengalami
penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak dapat pulih. Ambang
perfusi ini biasanya terjadi apabila cerebral blood flow (CBF) hanya 20% dari normal
atau kurang. CBF normal adalah sekitar 50 ml/ 100g jaringan otak/ menit (Price dan
Wilson, 2002).
The National Stroke Association (2001) telah meringkaskan mekanisme
cedera sel akibat stroke sebagai berikut :
1. Tanpa obat-obatan neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemik 80%
atau lebih (CBF 10 ml/ 100g jaringan otak/menit) akan mengalami kerusakan
irreversible dalam beberapa menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat
iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang disebut penumbra iskemik
atau “zona transisi” dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10-25 ml/ 100
g jaringan otak/ menit). Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam bahaya
tetapi belum rusak secara irreversible.
2. Secara cepat di dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah
penumbra iskemik, cedera, dan kematian sel otak berkembang sebagai
berikut: Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-=sel otak kehilangan
kemampuan untuk menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat (ATP).
Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti
fungsi sehingga neuron membengkak. Salah satu cara sel otak berespon
terhadap kekurangan energi ini adalah dengan meningkatkan konsentrasi
kalsium intrasel. Yang memperparah masalah, dan mendorong konsentrasi ke
Universitas Sumatera Utara
tingkat yang membahayakan, adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak
melepaskan neurotransmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan.
3. Glutamat yang dibebaskan merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel
otak lain dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-
aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktivan enzim nitrat
oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbantuknya molekul gas, nitrat
oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepatr dalam jumlah besar
sehingga terjadi penguraian dan kerusakan struktur-struktur sel yang vital.
Proses ini melalui perlemahan DNA neuron, yang gilirannya, mengaktifkan
enzim, poli (adenosin difosfat,ADP ribosa) polimerase (PARP). PARP adalah
suatu enzim nukleus yang mengenali kerusakan pada untai DNA dan sangat
penting dalam perbaikan DNA. Namun, PARP diperkirakan menyebabkan
dan mempercepat eksitotoksisitas setelah iskemik serebrum, sehingga terjadi
deplesi energi sel yang hebat dan kematian sel (apoptosis).
4. NO terdapat secara alami di dalam tubuh dan meningkatkan banyak fungsi
fisiologik yang bergantung pada vasodilatasi. Namun, dalam jumlah yang
banyak, NO dapat menyebabkan kerusakan dan kematian neuron.
5. Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang
mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang
mencerna membran sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jenjang
iskemik.
6. Akhirnya jaringan otak yang mengalami infark membengkak dan
menimbulkan tekanan dan distorsi serta merusak batang otak.
Setelah episode iskemik permulaan, faktor mekanis dan kimiawi
menyebabkan kerusakan sekunder. Faktor yang paling banyak menimbulkan cedera
antara lain (Price dan Wilson, 2002):
Universitas Sumatera Utara
1. Rusaknya sawar darah otak dan sawar darah CSS (cairan serebrospinal) akibat
terpajan zat toksik.
2. Edema interstitium otak akibat meningkatnya permeabilitas vaskular yang
terkena.
3. Zona hiperperfusi yang mengelilingi jaringan iskemik yang dapat
mengalihkan aliran darah dari dan mempercepat infark neuron-neuron.
4. Hilangnya autoregulasi otak sehingga CBF menjadi tidak responsif terhadap
perbedaan tekanan dan kebutuhan metabolik.
Hilangnya autoregulasi adalah penyulit stroke yang sangat berbahaya dan
dapat memicu lingkaran setan berupa meningkatnya edema otak, meningkatnya TIK,
dan semakin luasnya kerusakan neuron. Dengan hilangnya autoregulasi, arteriol-
arteriol tidak lagi mampu mengendalikan CBF sesuai kebutuhan metabolik. Arteriol-
arteriol tersebut juga tidak dapat melindungi kapiler otak dari peningkatan atau
penurunan mendadak tekanan darah. Pada hipotensi berat, tekanan perfusi serebrum
menurun sehingga terjadi iskemik. Akhirnya karena iskemik menimbulkan perubahan
kimiawi di dalam sel, akan terjadi kerusakan akibat meningkatnya edema serebrum,
yang semakin menurunkan aliran darah ke otak dalam suatu sistem aliran lambat
(Price dan Wilson, 2002).
Reactive Oxygen Spesies (ROS)
Sitokin dan Kemokin: IL-1, IL-6, TNF-α, MCP-1
Iskemik Serebral Akut
Aktivasi Mikroglia
Aktivasi iNOS Aktivasi NF-kB Tingkatkan Stres Oksidatif MMP level
Sel Molekul Adhesi
Leukocyte Rolling dan Diapedesis
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Serebral Iskemik Akut dan Neuroinflamasi (Napoli dan Papa,
2010).
Penelitian juga memperlihatkan respon inflamasi sekunder sebagai hal yang
penting dalam serangan kerusakan jaringan otak. Ini berhubungan dengan
peningkatan ukuran infark dan manifestasi klinis yang memburuk. Setelah
penyumbatan pembuluh darah otak, menghasilkan iskemik otak yang menghasilkan
radikal bebas, dimana menginduksi pengeluaran sitokin dan kemokin. Sitokin
meningkatkan adhesi molekul, dimana memediasi interaksi antara sel endotel dan
leukosit, infiltrasi leukosit ke parenkim otak dan juga mengaktifkan microglia,
meningkatkan stress oksidatif dan melepaskan matrix metalloproteinase (MMPs).
Sitokin menyebabkan aksi sistemik mengaktifkan hipotalamus-pituitari-adrenal axis.
Kemokin mediasi migrasi leukosit dan aktivasi migroglia. Neuroinflamasi setelah
iskemik ini menyebabkan disfungsi sawar darah otak, edema serebral, dan kematian
otak (Napoli dan Papa, 2010).
Gambar 2.2. Skema patofisiologi kematian neural akibat iskemik (Simon,
2009).
Aktivasi enzim Pembengkakan sel
Kematian sel Nekrosis sel mati
Aktivasi enzim Free-radicalgereneration
Kerusakan mitokondria
Pembengkakan sel
Na+/Ca2= influx
Pelepasan glutamat
Depolarisasi
Kegagalan suplai energi
Iskemik
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Gejala dan Tanda
Tanda utama stroke iskemik adalah muncul secara mendadak defisit
neurologik fokal. Gejala baru terjadi dalam hitungan detik maupun menit, atau terjadi
ketika bangun tidur (Fitzsimmons, 2007). Defisit tersebut mungkin mengalami
perbaikan dengan cepat, mengalami perburukan progresif, atau menetap (Price dan
Wilson, 2002).
Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak di wajah, lengan, atau
tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh; gangguan penglihatan seperti penglihatan
ganda atau kesulitan melihat pada satu atau dua mata; bingung mendadak; tersandung
selagi berjalan; pusing bergoyang; hilangnya keseimbangan atau koordinasi; dan
nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas (Price dan Wilson, 2002).
Mual dan muntah terjadi, khususnya stroke yang mengenai batang otak dan
serebelum (Fitzsimmons, 2007). Aktivasi kejang biasanya bukan sebagai gelaja
stroke. Nyeri kepala diperkirakan pada 25% pasien stroke iskemik, karena dilatasi
akut pembuluh kolateral (Simon, 2009).
Perkembangan gejala neurologis tergantung dari mekanisme stroke iskemik
dan derajat aliran darah kolateral. Pada semua subtipe infark, dari embolik ke
lakunar, terdapat gejala fluktuatif setelah onset, memperlihatkan variasi derajat
aliaran darah kolateral ke jaringan iskemik. TIA dijumpai pada 20% kasus infark
iskemik, walaupun TIA lebih berhubungan dengan aterosklerosis, TIA dijumpai pada
subtipe yang lain. Diperkirakan 10-30% pasien stroke iskemik akut, defisit
neurologik yang progresif pada 24-48 jam pertama yang disebut stroke in evolution
(Fitzsimmons, 2007).
Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak
mungkin berkaitan dengan gejala dan tanda berikut yang disebut sindrom
neurovaskular. Walaupun perdarahan di daerah vaskular yang sama mungkin
menimbulkan banyak efek yang serupa, gambaran klinis keseluruhan cenderung
berbeda karena, dalam perluasannya ke arah dalam, perdarahan dapat mengenai
Universitas Sumatera Utara
teritorial dari lebih satu pembuluh. Selain itu, perdarahan menyebabkan pergeseran
jaringan dan meningkatkan tekanan intra kranial (TIK) (Price dan Wilson, 2002).
Tabel 2.1 Gejala dan tanda stroke iskemik berdasarkan lokasi struktur otak yang
terkena (Price and Wilson, 2002)
Gejala dan Tanda Struktur otak yang terkena
• Dapat terjadi kebutaan satu mata
(episodik dan disebut amaurosis
fugaks) di sisi arteri karotis yang
terkena, akibat insufisiensi arteri
retinalis.
• Gejala sensorik dan motorik di
ekstremitas kontralateral karena
insufisiensi arteri serebri media.
• Lesi dapat terjadi di daerah antara
arteri serebri anterior dan media atau
ateri serebri media. Gejala mula-
mula timbul di ekstremitas atas dan
mungkin mengenai wajah. Apabila
lesi di hemisfer dominan, maka
terjadi afasia ekspresif karena
keterlibatan daerah bicara-motorik
Broca
Arteri karotis interna (sirkulasi anterior:
gejala biasanya unilateral). Lokasi
tersering lesi adalah bifurkasio arteri
karotis komunis ke dalam arteri karotis
interna dan eksterna. Cabang-cabang
arteri karotis interna adalah arteri
oftalmika, arteri komunikan posterior,
arteri koroidalis anterior, arteri serebri
anterior, dan arteri serebri media.
• Hemiparesis atau monoparesis
kontralateral (biasanya mengenai
lengan)
• Kadang-kadang hemianopsia
Arteri Serebri media (tersering)
Universitas Sumatera Utara
(kebutaan) kontralteral
• Afasia global (apabila hemisfer
dominan terkena); gangguan semua
fungsi yang berkaitan dengan bicara
dan komunikasi.
• Kelumpuhan di satu sampai empat
ekstremitas
• Meningkatnya refleks tendon
• Ataksia
• Tanda-tanda babinski bilateral
• Gejala-gejala serebelum seperti
tremor intention, vertigo
• Disfagia
• Disartria
• Sinkop, stupor, koma, pusing,
gangguan daya ingat, disorientasi
• Gangguan penglihatan (diplopia,
nigtagmus, ptosis, paralisis satu
gerakan mata, hemianopsia
homonium)
• Tinitus, gangguan pendengaran
Sistem vertrebrobasilar (sirkulasi
posterior; manifestasi biasanya bilateral)
Universitas Sumatera Utara
• Rasa baal di wajah, mulut, dan lidah
• Koma
• Hemiparesis kontralateral
• Afasia visual atau buta kata (aleksia)
• Kelumpuhan saraf kranialis ketiga:
hemianopsia, koreoatetosis
• Arteri serebri posterior (di lobus otak
tengah atau talamus)
2.2.3. Diagnosis
2.2.3.1. Anamnesis Gejala dan Tanda
Keadaan klinis pasien, gejala dan riwayat perkembangan gejala dan
defisit yang terjadi merupakan hal yang penting dan dapat menuntun dokter
untuk menentukan kausa yang paling mungkin dari stroke pasien. Anamnesis
sebaiknya mencakup (Price dan Wilson, 2002) :
1. Penjelasan tentang awitan dan gejala awal. Kejang pada gejala awal
mengisyaratkan stroke embolus
2. Perkembangan gejala atau keluhan pasien atau keduanya
3. Riwayat TIA
4. Faktor resiko, terutama hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes, merokok,
dan pemakaian alcohol
5. Pemakaian obat, terutama kokain
Universitas Sumatera Utara
6. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang baru dihentikan.
Sebagai contoh, pemghentian mendadak obat antihipertensi klonidin
(Catapres) dapat menyebabkan rebound yang berat.
2.2.3.2. Evaluasi Klinis Awal
Pasien harus menjalani pemeriksaan fisik lengkap yang berfokus pada
system berikut (Price dan Wilson, 2002):
1. Sistem pembuluh perifer. Lakukan auskultasi pada arteria karotis untuk
mencari adanya bising (bruit) dan periksa tekanan darah di kedua lengan
untuk diperbandingkan.
2. Jantung. Perlu dilakukan pemeriksaan jantung yang lengkap, dimulai
dengan auskultasi jantung dan EKG 12-sadapan. Murmur dan distmia
merupakan hal yang harus dicari, karena pasien dengan fibrilasi atrium,
infark miokardium akut atau penyakit katup jantung dapat mengalami
embolus obstruktif.
3. Retina. Periksa ada tidaknya cupping diskus optikus, perdarahan retina,
kelainan diabetes.
4. Ekstremitas. Evaluasi ada tidaknya sianosis dan infark sebagai tanda-
tanda embolus perifer.
5. Pemeriksaan neurologic. Sifat intactness diperlukan untuk mengetahui
letak dan luas suatu stroke
2.2.4. Pemeriksaan
2.2.4.1. Pemeriksaan Laboratorium
Biasanya, tidak ada penemuan diagnostik laboratorium pada infark
serebral. Tetapi pada semua pasien, dapat dinilai dengan pemeriksaan darah
Universitas Sumatera Utara
lengkap, prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT), basic
metabolic panel (Chem-7), kadar gula darah, dan ezim jantung
(Fitzsimmons, 2007).
Pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk mendeteksi anemia,
leukositosis, jumlah platelet yang abnormal. Anemia mungkin terjadi akibat
adanya perdarahan gastrointestinal, dimana dapat meningkatkan resiko
trombolisis, antikoagulasi, dan kejadian terapi antiplatelet. Anemia dapat
juga berhubungan dengan keganasan, dimana dapat menghasilkan
hiperkoagulasi, atau menghasilkan gejala neurologis sebagai hasil
metastasis.Inflamasi dan kelainan kolagen pembuluh darah, dimana
menyebabkan anemia, juga sebagai penyebab jarang dari stroke iskemik.
Platelet jurang dari 100.000/mm3 merupakan kontraindikasi pengobatan
stroke dengan intravenous recombinant tissue plasminogen activator (IV rt-
PA) (Fitzsimmons, 2007).
Pemeriksaan PT dan aPTT diperlukan dalam penentuan
penatalaksanaan stroke. Peningkatan yang signifikan pada PT atau aPTT
merupakan kontraindikasi absolut dalam terpai IV rt-PA. Peningkatan PT
dapat terjadi pada pengobatan menggunakan warfarin jangka panjang,
indikasi dari itu mungkin berhubungan dengan etiologi stroke iskemik
(Fitzsimmons, 2007).
Pemeriksaan kadar gula darah sebaiknya diperiksa pada semua pasien
dengan gejala stroke akut, karena keadaan hipoglikemia kadang dapat
memberikan gejala defisit neurologik fokal tanpa iskemik serebral akut
(Fitzsimmons, 2007).
Pemeriksaan enzim jantung, seperti troponin jantung, enzim CK-MB
menilai adanya iskemik miokard. Diperkirakan 20-30% pasien dengan stroke
iskemik akut memiliki riwayat gejala penyakit jantung koroner
(Fitzsimmons, 2007).
2.2.4.2. Pemeriksaan Radiologi
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan radiologi otak memberikan informasi diagnostik paling
baik pada penilaian dan penatalaksanaan pasien dengan stroke iskemik akut.
CT scan dan MRI dapat memberikan konfirmasi defenitif bahwa keadaan
stroke iskemik telah terjadi, juga menyimgkirkan tentang adanya perdarahan
atau proses intrakranial nonvaskular (Adams dan Victor, 2009).
Kemajuan teknologi meningkatkan penilaian klinis pada pasien
stroke, pencitraan ini dapat memperlihatkan lesi serebral dan pembuluh darah
yang terkena. CT memperlihatkan secara akurat lokasi perdarahan kecil, darah
subaraknoid, clots dan aneurisma, kelainan bentuk arterivena, dan
memperlihatkan area infark (Adams dan Victor, 2009).
Magnetic resonance imaging (MRI) punya keuntungan dapat
memperlihatkan lesi yang dalam pada lakunar kecil di hemisfer dan
abnormalitas pada batang otak. Tetapi, keuntungan utama memulai teknik
diffusion-weighted magnetic resonance, dimana dapat mendeteksi lesi infark
dengan waktu beberapa menit setelah stroke, lebih cepat dibandingkan CT
scan dan sekuens MRI lainnya (Adams dan Victor, 2009).
Angiografi, digunakan dengan proses pencitraan digital, secara akurat
menperlihatkan stenosis dan penyumbatan pembuluh darah intrakranial dan
ekstrakranial seperti aneurisma, malformasi pembuluh darah, dan penyakit
pembuluh darah lainnya seperti arteritis dan vasospasme (Adams dan Victor,
2009).
2.2.5. Penatalaksanaan
2.2.5.1. Terapi Farmakologi
Penilaian umum dan penggunanan obat antitrombolitik (antiplatelet dan
antikoagulan) dan obat trombolitik merupakan terapi medical utama dari stroke
iskemik akut (Biller, 2009).
1. Antiplatelet. Obat antiplatelet seperti aspirin, clopidogrel, dan kombinasi
dipiridamole dengan aspirin memiliki peran yang besar dalam pencegahan
Universitas Sumatera Utara
sekunder kejadian aterotrombotik. Terapi antiplatelet mimiliki efektivitas
yang tinggi dalam resiko kejadian vaskular dan direkomendasikan setelah
warfarin untuk stroke kardioembolik (Biller, 2009).
a. Aspirin. Mekanisme aksi dari aspirin yaitu menghambat fungsi platelet
melalui inaktivasi COX (Cyclooxygenase) secara irreversible. Meta
analisis memperlihatkan aspirin menurunkan resiko stroke, infark
miokardium, dan kematian vascular. U.S. Food and Drug Administration
merekomendasikan dosis aspirin 50-325 mg per hari pada pasien stroke.
Efek samping utama ketidaknyamanan pada lambung.
b. Clopidogrel. Clopidogrel merupakan antagonis reseptor ADP (adenosine
diphosphate) platelet. Penelitian pada 19.000 pasien dengan penyakit
atherosclerosis vascular bermanisfestasi seperti stroke iskemik, infark
miokard, atau penyakit arteri perifer simptomatis, 75 mg clopidogrel lebih
efektif (8,7% penurunan resiko relative) daripada 325 aspirin dalam
menurunkan resiko stroke, miokard infark, atau penyakit arteri perifer
lainnya.
c. Ticlodipine. Ticlodipine mempunyai mekanisme menghambat jalur
adenosine diphosphate (ADP) dari membran platelet. Dosis yang
direkomendasi dari ticlodipine 250 mg dalam dua kali pemberian per hari.
Ticlodipine memiliki efek samping lebih banyak dibandingkan aspirin,
termasuk diare, mual, dispesia,
d. Dipiridamol dengan aspirin. Dipiridamol merupakan cyclic nucleotide
phosphodiesterase inhibitor. The Second European Stroke Prevention
Study (ESPS-2) merandomisasi 6.602 pasien dengan riwayat TIA atau
stroke untuk ditatalaksana dengan aspirin (25 mg dua kali per hari),
dipiridamol (200 mg dua kali per hari), kombinasi keduanya, atau
Universitas Sumatera Utara
plasebo. Peneliti melaporkan peningkatan efek dipiridamol (37%) ketika
dikombinasikan dengan aspirin.
1. Antikoagulan
Percobaan randomisasi unfractionated heparin (UFH), low-molecular
weight heparin (LMWH), atau heparinoid untuk penatalaksanaan stroke
iskemik akut menunjukkan tidak ada keuntungan dalam menurunkan
morta;itas, morbiditas akibat stroke, rekurensi stroke atau prognosis stroke,
kecuali pada kasus trombosis vena (Biller, 2009).
2. Trombolitik
Terapi trombolisis menstimulasi jalur intrinsik fibrinolisisuntuk
mngendalikan patologi trombosis National Institute of Neurological
Disorders and Stroke (NINDS) rt-PA (recombinant tissue plasminogen
activator) Stroke Study Group menunjukkan terpai dengan intavena rt-PA
pada tiga jam setelah onset stroke iskemik meningkatkan hasil klinis dari
pengobatan selama 3 bulan (Biller, 2009).
2.2.6. Pencegahan
Pencegahan stroke diikuti tiga cara utama, yaitu kontrol faktor resiko, terpai
farmakologi, dan intervensi bedah. Pengetahuan dan mengendalikan faktor resiko
yang dapat dimodifikasi adalah hal utama dalam pencegahan primer dan sekunder
stroke. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain hipertensi, diabetes melitus,
merokok, hiperlipidemia, konsumsi alkohol yang berlebihan, obesitas, dan aktivitas
fisik. Faktor resiko lain termasuk umur dan jenis kelamin, penyakit jantung, riwayat
stroke terdahulu, tingginya level hemoglobin dan hematokrit, tinggi fibrinogen,
penggunaan kontrasepsi oral (Biller, 2009).
Hipertensi merupakan faktor resiko yang dapat dimodifikasi paling penting
pada stroke, meningkatkan 3-4 kali faktor resiko stroke. Penurunan tekanan darah
juga menurunkan resiko stroke pada individu dengan isolated systolic hypertension
Universitas Sumatera Utara
dan pada orang usia lanjut. Pengendalian tekanan darah menghasilkan penurunan 5
mmHg selama 2-3 tahun berhubungan dengan penurunana 40% resiko stroke (Biller,
2009).
Diabetes Melitus meningkatkan resiko iskemik serebrovaskular 2-4 kali lebih
besar dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes. Banyak orang dengan
diabetes meninggal akibat komplikasi atrosklerosis (lebih dari 80% dari semua
penderita diabetes) (Biller, 2009).
Merokok merupakan faktor resiko stroke iskemik pada laki-laki maupun
perempuan di semua umur. Dibutuhkan lebih dari lima tahun berhenti merokok untuk
menurunkan resiko stroke (Biller, 2009).
Ada korelasi positif anatara serum kolesterol dan resiko stroke iskemik.
Pasien dengan TIA atau stroke iskemik dengan peninggian kolesterol, riwayat
penyakit jantung koroner, atau riwayat lesi aterosklerosis harus ditatalaksana dengan
mengunakan statin. Pada Stroke Preventionby Aggressive Reduction in Cholesterol
Levels (SPARCL), pengobatan dengan atorvastatin 80 mg per hari, menurunkan
resiko nonfatal atau stroke fatal, dan resiko stroke atau TIA jika dibandingkan dengan
plasebo (Biller, 2009).
2.3. Hubungan Pola Makan dengan Stroke Iskemik
2.3.1. Protein
Pemasukan protein menurunkan resiko stroke melalui efek yang
menguntungkan pada pembuluh darah, yang mana itu sebagai faktor resiko stroke.
Beberapa penelitian observasional menunjukkan hubungan pemasukan protein,
khususnya protein hewani dengan tekanan darah (Puspita, 2008).
Ada beberapa penjelasan secara biologis mengapa protein nabati melindungi
dari stroke, khusunya stroke iskemik. Jika dibandingkan dengan protein hewani,
protein nabati memiliki lebih tinggi kadar amino non-essensial, seperti arginin, glisin,
alanin, dan serine dan mengandung kadar rendah asam amino essensial metionin,
Universitas Sumatera Utara
lisin, dan triptofan. Intake asam amino essensial meningkatkan sekresi insulin untuk
menstimulasi sintesis protein. Intake dari asam amino nonessensial menyebabkan
glukoneogenesis dan menurunkan jumlah insulin. Tinggi jumlah protein dan diabetes
tipe 2 berhubungan dengan peningkatan resiko stroke. Pemasukan yang tinggi asam
amino arginin meningkatan konsentrasi nitrit oxide endogen dan menurunkan tekanan
darah (Puspita, 2008).
2.3.2. Lemak dan Kolesterol
Menurut Junaidi (2006) dalam Puspita (2008), kebiasaan konsumsi makanan
tinggi lemak dan kolesterol akan mempengaruhi kolesterol dalam tubuh. Peranan
lipid sangat menonjol, kadar kolesterol LDL yang tinggi dan kolesterol HDL yang
rendah serta kadar trigliserida yang tinggi perlu diwaspadai. LDL yang teroksidasi
oleh radikal bebas memacu terbentuknya ateroma pada dinding arteri pada proses
trigliserida. Kolesterol tinggi memungkinkan tertimbunnya kolesterol pada dinding
pembuluh darah sehingga menyebabkan pembuluh darah sempit dan mengganggu
suplai darah ke otak (stroke).
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan penurunan insidensi stroke
dengan penggunaan obat penurun kolesterol. Seperti pada kasus penyakit arteri
koroner, tingkat kolesterol LDL juga merupakan sesuatu hal yang sangat berpengaruh
pada insidensi stroke, tetapi peningkatan trigliserida juga berpengaruh (Adams,
2009).
2.3.3. Karbohidrat
Hubungan diet karbohidat dan indeks glikemia dengan resiko stroke telah
diteliti pada 78.779 orang wanita di Amerika yang bebas dari penyakit jantung dan
diabetes pada tahun 1980 sadan dinilai dengan kuesioner frekuensi makan. Selama 18
tahun di follow-up, 1.020 kasus stroke. Dicatat ( 515 ischemic dan 279 hemoragik).
Pada analisis factor resiko, konsumsi karbohidrat berhubungan dengan peningkatan
resiko stroke hemoragik (RR=2,05; 95%CI= 1,10; P=0,02), tapi tidak dengan stroke
iskemik. Hubungan positif antara konsumsi karbohidrat dan resiko stroke paling
Universitas Sumatera Utara
banyak pada wanita dengan indeks massa tubuh lebih dari 25 kg/m2 (Kyungwon et al,
2004).
Resistensi insulin sebagai penyebab diabetes tipe 2 sangat berhubungan
dengan pembentukan aterosklerosis dan hiperkoagulasi. Pada studi prospektif di usia
dewasa, di jumpai reistensi insulin berhubungan dengan penyakit jantung koroner dan
stroke ( Thacker L.E. at al, 2011).
2.4. Hubungan Merokok dengan Stroke Iskemik
Merokok menyebabkan terjadinya proses patogenesis stroke melalui dua
mekanisme. Yang pertama, merokok menyebabkan kerusakan pembuluh darah,
struktur dan fungsi pembuluh darah. Kedua, merokok menyebabkan efek dalam
faktor hemodinamik. (Puspita, 2008)
Infark serebral terjadi akibat terhambatnya suplai darah dari arteri serebral. Ini
dapat terjadi akibat oklusi pembuluh darah serebral atau oklusi dari arteri karotis.
Oklusi pada arteri akibat aterosklerosis berhubungan dengan plak dan trombus
melalui emboli dari ruptur plak aterosklerosis. (Puspita, 2008)
Merokok menyebabkan pengaruh negatif dari hemodinamik, hemostatis, dan
efek lipid; yang mempunyai peran yang penting dalam pembentukan aterosklerosis;
dan ini merupakan penyebab kematian dini jutaan orang di dunia. Perokok memiliki
resiko 2-3 kali terkena stroke dibanding yang bukan perokok (Suner-soler at al,
2012).
Merokok merupakan faktor utama pembentukkan aterosklerosis. Pada
penelitian ARIC, pada,merokok ditemukan progresivitas yang tinggi pembentukan
aterosklerosis. Orang yang merokok 50% lebih progresif pembentukan aterosklerosis
dibandingkan orang yang tidak merokok. (Puspita, 2008)
Pada penelitian di Poli Saraf RSUD Gambiran Kediri tentang hubungan
kebiasaan merokok dengan kejadian stroke tahun 2008, dengan menggunakan uji Chi
Square dijumpai hasil p= 0,001 dengan tingkat kemaknaan α=0,05, dengan p < α
Universitas Sumatera Utara
yang berarti ada hubungan kebiasaan merokok. (Puspita, 2008)
Menurut Junaidi (2006) dalam Puspita (2008) resiko stroke meningkat 2-3
kali pada perokok, dan efek rokok bisa bertahan 5-10 tahun. Merokok dapat
membawa zat-zat beracun oleh asap rokok ke dalam paru-paru sehingga penyempitan
pembuluh darah terjadi sehingga kemungkinan stroke lebih besar. Merokok juga
dapat meningkatkan oksidasi lemak, efek aterogenik, hematologik, dan reologi yang
dinyatakan sebagai faktor-faktor potensial penyebab stroke.
Universitas Sumatera Utara