107
BAB II KERANGKA TEORITIS INTERNET SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN DEMOKRASI A. Tinjauan tentang Internet 1. Pengertian Internet Pengertian internet dapat dirumuskan sebagai “a large collection of computers in networks that are tied together so that many users can share their vast resources” (Williams, 1999 dalam Siahaan, S. 2001). Berdasarkan pengertian tersebut tampaklah bahwa pengertian internet tidak hanya terbatas pada aspek perangkat keras (infrastruktur) berupa seperangkat komputer yang saling berhubungan satu sama lain dan memiliki kemampuan untuk mengirimkan data, baik berupa teks, pesan, grafis, maupun suara. Dengan kemampuan yang demikian ini, maka dapat dikatakan bahwa internet merupakan suatu jaringan komputer yang saling terkoneksi dengan jaringan komputer lainnya ke seluruh penjuru dunia. Lebih jauh menurut Prebian, (2003:3) menyatakan bahwa: 19

Bab-2 Kerangka Teoritis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dampak Internet

Citation preview

BAB II

KERANGKA TEORITIS

INTERNET SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN DEMOKRASI

A. Tinjauan tentang Internet

1. Pengertian Internet

Pengertian internet dapat dirumuskan sebagai “a large collection of

computers in networks that are tied together so that many users can share

their vast resources” (Williams, 1999 dalam Siahaan, S. 2001).  Berdasarkan

pengertian tersebut tampaklah bahwa pengertian internet tidak hanya

terbatas pada aspek perangkat keras (infrastruktur) berupa seperangkat

komputer yang saling berhubungan satu sama lain dan memiliki kemampuan

untuk mengirimkan data, baik berupa teks, pesan, grafis, maupun suara. 

Dengan kemampuan yang demikian ini, maka dapat dikatakan bahwa

internet merupakan suatu jaringan komputer yang saling terkoneksi dengan

jaringan komputer lainnya ke seluruh penjuru dunia. Lebih jauh menurut

Prebian, (2003:3) menyatakan bahwa:

Internet singkatan dari Interconnection Networking bisa diartikan sebagai global network of computer networks atau jaringan komputer dalam skala global/mendunia. Jaringan komputer ini berskala internasional yang dapat membuat masing-masing komputer saling berkomunikasi. Network ini membentuk jaringan inter-koneksi (inter-connected network) yang terhubung melalui protokol TCP/IP. Dikembangkan dan diuji coba pertama kali pada tahun 1969 oleh US Departemen of Defense dalam proyek ARPAnet. ARPAnet adalah merupakan singkatan dari Advanced Research Projects Agency Network. Jaringan yang menjadi cikal bakal terbentuknya internet.

Berdasarkan definisi internet tersebut dapat dikatakan bahwa Internet

19

sebenarnya mengacu kepada istilah untuk menyebut sebuah jaringan,

bukannya suatu aplikasi tertentu. Karenanya, internet tidaklah memiliki

manfaat apa-apa tanpa adanya aplikasi yang sesuai. Internet menyediakan

beragam aplikasi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

Internet merupakan sekumpulan jaringan komputer yang

menghubungkan situs akademik, pemerintahan, komersial, organisasi,

maupun perorangan. Internet menyediakan akses untuk layanan

telekomunikasi dan sumber daya informasi untuk jutaan pemakainya yang

tersebar di seluruh dunia.

Jaringan yang membentuk internet bekerja berdasarkan suatu set

protokol standar yang digunakan untuk menghubungkan jaringan komputer

dan mengalamati lalu lintas dalam jaringan. Protokol ini mengatur format data

yang diijinkan, penanganan kesalahan (eror handling), lalu lintas pesan, dan

standar komunikasi lainnya. Protokol standar pada internet dikenal sebagai

TCP/IP (Tranmission Control Protocol/Internet Protocol). Protokol ini

mempunyai kemampuan untuk bekerja di atas segala jenis komputer, tanpa

terpengaruh oleh perbedaan perangkat keras maupun sistem operasi yang

digunakan.

Sebuah sistem komputer yang terhubung secara langsung ke jaringan

memiliki nama domain dan alamat IP (Internet Protocol) dalam bentuk

numerik dengan format tertentu sebagai pengenal internet juga memiliki

gateway ke jaringan dan layanan yang berbasis protokol lainnya.

20

2. Sejarah Internet dan Perkembangan Internet di Indonesia

Cikal bakal jaringan Internet yang kita kenal saat ini pertama kali

dikembangkan tahun 1969 oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat

dengan nama ARPAnet (US Defense Advanced Research Projects Agency).

ARPAnet dibangun dengan sasaran untuk membuat suatu jaringan komputer

yang tersebar untuk menghindari pemusatan informasi di satu titik yang

dipandang rawan untuk dihancurkan apabila terjadi peperangan. Dengan

cara ini diharapkan apabila satu bagian dari jaringan terputus, maka jalur

yang melalui jaringan tersebut dapat secara otomatis dipindahkan ke saluran

lainnya.

Di awal 1980-an, ARPANET terpecah menjadi dua jaringan, yaitu

ARPANET dan Milnet (sebuah jaringan militer), akan tetapi keduanya

mempunyai hubungan sehingga komunikasi antar jaringan tetap dapat

dilakukan. Pada mulanya jaringan interkoneksi ini disebut DARPA Internet,

tapi lama-kelamaan disebut sebagai Internet saja. Sesudahnya, internet

mulai digunakan untuk kepentingan akademis dengan menghubungkan

beberapa perguruan tinggi, masing-masing UCLA, University of California at

Santa Barbara, University of Utah, dan Stanford Research Institute. Ini

disusul dengan dibukanya layanan Usenet dan Bitnet yang memungkinkan

internet diakses melalui sarana komputer pribadi (PC). Berkutnya, protokol

standar TCP/IP mulai diperkenalkan pada tahun 1982, disusul dengan

penggunaan sistem DNS (Domain Name Service) pada 1984.

21

Di tahun 1986 lahir National Science Foundation Network (NSFNET),

yang menghubungkan para periset di seluruh negeri dengan 5 buah pusat

super komputer. Jaringan ini kemudian berkembang untuk menghubungkan

berbagai jaringan akademis lainnya yang terdiri atas universitas dan

konsorsium-konsorsium riset. NSFNET kemudian mulai menggantikan

ARPANET sebagai jaringan riset utama di Amerika hingga pada bulan Maret

1990 ARPANET secara resmi dibubarkan. Pada saat NSFNET dibangun,

berbagai jaringan internasional didirikan dan dihubungkan ke NSFNET.

Australia, negara-negara Skandinavia, Inggris, Perancis, jerman, Kanada dan

Jepang segera bergabung kedalam jaringan ini.

Pada awalnya, internet hanya menawarkan layanan berbasis teks,

meliputi remote access, email/messaging, maupun diskusi melalui newsgroup

(Usenet). Layanan berbasis grafis seperti World Wide Web (WWW) saat itu

masih belum ada. Yang ada hanyalah layanan yang disebut Gopher yang

dalam beberapa hal mirip seperti web yang kita kenal saat ini, kecuali sistem

kerjanya yang masih berbasis teks. Kemajuan berarti dicapai pada tahun

1990 ketika World Wide Web mulai dikembangkan oleh CERN (Laboratorium

Fisika Partikel di Swiss) berdasarkan proposal yang dibuat oleh Tim Berners-

Lee. Namun demikian, WWW browser yang pertama baru lahir dua tahun

kemudian, tepatnya pada tahun 1992 dengan nama Viola. Viola diluncurkan

oleh Pei Wei dan didistribusikan bersama CERN WWW. Tentu saja web

browser yang pertama ini masih sangat sederhana, tidak secanggih browser

modern yang kita gunakan saat ini.

22

Terobosan berarti lainnya terjadi pada 1993 ketika InterNIC didirikan

untuk menjalankan layanan pendaftaran domain. Bersamaan dengan itu,

Gedung Putih (White House) mulai online di Internet dan pemerintah Amerika

Serikat meloloskan National Information Infrastructure Act. Penggunaan

internet secara komersial dimulai pada 1994 dipelopori oleh perusahaan

Pizza Hut, dan Internet Banking pertama kali diaplikasikan oleh First Virtual.

Setahun kemudian, Compuserve, America Online, dan Prodigy mulai

memberikan layanan akses ke Internet bagi masyarakat umum.

Sementara itu, di Indonesia baru bisa menikmati layanan Internet

komersial pada sekitar tahun 1994. Sebelumnya, beberapa perguruan tinggi

seperti Universitas Indonesia telah terlebih dahulu tersambung dengan

jaringan internet melalui gateway yang menghubungkan universitas dengan

network di luar negeri.

Untuk tersambung ke jaringan internet, pengguna harus menggunakan

layanan khusus yang disebut ISP (Internet Service Provider). Media yang

umum digunakan adalah melalui saluran telepon (dikenal sebagai PPP, Point

to Point Protocol). Pengguna memanfaatkan komputer yang dilengkapi

dengan modem (modultor and demodulator) untuk melakukan dial-up ke

server milik ISP. Begitu tersambung ke server ISP, komputer si pengguna

sudah siap digunakan untuk mengakses jaringan internet. Pelanggan akan

dibebani biaya pulsa telepon plus layanan ISP yang jumlahnya bervariasi

tergantung lamanya koneksi.

23

Saluran telepon via modem bukan satu-satunya cara untuk

tersambung ke layanan internet. Sambungan juga dapat dilakukan melalui

saluran dedicated line seperti ISDN (Integrated System Digital Network) dan

ADSL (Asymetric Digital Subscriber Line), maupun via satelit melalui VSAT

(Very Small Aperture Terminal). Sayangnya, alternatif-alterantif ini terhitung

cukup mahal untuk ukuran pelanggan perorangan.

Dewasa ini, saluran-saluran alternatif untuk akses internet yang lebih

terjangkau masih terus dikembangkan. Diantara alternatif yang tersedia

adalah melalui gelombang radio (radio modem), maupun lewat saluran TV

kabel yang saat ini sedang marak. Alternatif lain yang saat ini sedang dikaji

adalah dengan menumpangkan aliran data pada saluran kabel listrik PLN. Di

Indonesia, teknologi ini sedang diuji cobakan oleh PLN di Jakarta, sementara

di negara-negara maju konon sudah mulai dimasyarakatkan.

Belakangan, internet juga dikembangkan untuk aplikasi wireless

(tanpa kabel) dengan memanfaatkan telepon seluler. Untuk ini digunakan

protokol WAP (Wireless Aplication Protocol). WAP merupakan hasil

kerjasama antar industri untuk membuat sebuah standar yang terbuka (open

standard) yang berbasis pada standar Internet, dan beberapa protokol yang

sudah dioptimasi untuk lingkungan wireless. WAP bekerja dalam modus teks

dengan kecepatan sekitar 9,6 kbps. 

Selain WAP, juga dikembangkan GPRS (General Packet Radio

Service) sebagai salah satu standar komunikasi wireless. Dibandingkan

dengan protokol WAP, GPRS memiliki kelebihan dalam kecepatannya yang

24

dapat mencapai 115 kbps dan adanya dukungan aplikasi yang lebih luas,

termasuk aplikasi grafis dan multimedia.

Secara keseluruhan memang masih dapat dikatakan bahwa internet

relatif baru dikenal oleh masyarakat Indonesia dan frekuensi pemakainyapun

belum terlalu banyak. Namun perkembangan internet di Indonesia telah

menunjukan perkembangan yang signifikan. Seperti halnya dikatakan oleh

Prayitno terlihat pada table berikut ini :

Tabel 2.1.Peningkatan Jumlah Pelanggan dan

Pengguna Internet di Indonesia

TAHUN PELANGGAN PENGGUNA

1996 31000 110000 1997 75000 384000 1998 134000 512000 1999 256000 10000002000 760000 1900000 2001 1680000 4200000

Sumber: APJII

Berdasarkan data tersebut maka dapat kita lihat bahwa penguna

internet di Indonesia terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Bahkan kini

tahun 2005 pengguna internet sudah memasuki angka 50 juta orang.

3. Fasilitas yang Terdapat dalam Internet

Internet sebenarnya mengacu kepada istilah untuk menyebut sebuah

jaringan, bukannya suatu aplikasi tertentu. Karenanya, internet tidaklah

25

memiliki manfaat apa-apa tanpa adanya aplikasi yang sesuai. Internet

menyediakan beragam aplikasi yang dapat digunakan untuk berbagai

keperluan. Setiap aplikasi berjalan di atas sebuah protokol tertentu. Istilah

"protokol" di internet mengacu pada satu set aturan yang mengatur

bagaimana sebuah aplikasi berkomunikasi dalam suatu jaringan. Sedangkan

software aplikasi yang berjalan diatas sebuah protokol disebut sebagai

aplikasi client. Di bagian ini, kita akan berkenalan secara sepintas dengan

aplikasi-aplikasi yang paling sering dimanfaatkan oleh pengguna internet.

a. WWW (World Wide Web)

Dewasa ini, WWW atau yang sering disebut sebagai "web" saja adalah

merupakan aplikasi internet yang paling populer. Demikian populernya

hingga banyak orang yang keliru mengidentikkan web dengan internet.

Secara teknis, web adalah sebuah sistem dimana informasi dalam

bentuk teks, gambar, suara, dan lain-lain yang tersimpan dalam sebuah

internet webserver dipresentasikan dalam bentuk hypertext. Informasi di web

dalam bentuk teks umumnya ditulis dalam format HTML (Hypertext Markup

Language). Informasi lainnya disajikan dalam bentuk grafis (dalam format

GIF, JPG, PNG), suara (dalam format AU, WAV), dan objek multimedia

lainnya (seperti MIDI, Shockwave, Quicktime Movie, 3D World). 

(http://dhani.singcat.com/internet/modul.php).

Web dapat diakses oleh perangkat lunak web client yang secara

populer disebut sebagai browser. Browser membaca halaman-halaman web

yang tersimpan dalam webserver melalui protokol yang disebut HTTP

26

(Hypertext Transfer Protocol). Dewasa ini, tersedia beragam perangkat lunak

browser. Beberapa diantaranya cukup populer dan digunakan secara meluas,

contohnya seperti Microsoft Internet Explorer, Netscape Navigator, maupun

Opera, namun ada juga beberapa produk browser yang kurang dikenal dan

hanya digunakan di lingkungan yang terbatas.

Sebagai dokumen hypertext, dokumen-dokumen di web dapat memiliki

link (sambungan) dengan dokumen lain, baik yang tersimpan dalam

webserver yang sama maupun di webserver lainnya. Link memudahkan para

pengakses web berpindah dari satu halaman ke halaman lainnya, dan

"berkelana" dari satu server ke server lain. Kegiatan penelusuran halaman

web ini biasa diistilahkan sebagai browsing, ada juga yang menyebutnya

sebagai surfing (berselancar).

Seiring dengan semakin berkembangnya jaringan internet di seluruh

dunia, maka jumlah situs web yang tersedia juga semakin meningkat. Hingga

saat ini, jumlah halaman web yang bisa diakses melalui internet telah

mencapai angka miliaran. Untuk memudahkan penelusuran halaman web,

terutama untuk menemukan halaman yang memuat topik-topik yang spesifik,

maka para pengakses web dapat menggunakan suatu search engine (mesin

pencari). Penelusuran berdasarkan search engine dilakukan berdasarkan

kata kunci (keyword) yang kemudian akan dicocokkan oleh search engine

dengan database (basis data) miliknya. Dewasa ini, search engine yang

sering digunakan antara lain adalah Google (www.google.com) dan Yahoo

(www.yahoo.com).

27

b. Electronic Mail/Email/Messaging

Email atau kalau dalam istilah Indonesia, surat elektronik, adalah

aplikasi yang memungkinkan para pengguna internet untuk saling berkirim

pesan melalui alamat elektronik di internet.

(http://dhani.singcat.com/internet/modul.php)

Para pengguna email memilki sebuah mailbox (kotak surat) elektronik

yang tersimpan dalam suatu mailserver. Suatu Mailbox memiliki sebuah

alamat sebagai pengenal agar dapat berhubungan dengan mailbox lainnya,

baik dalam bentuk penerimaan maupun pengiriman pesan. Pesan yang

diterima akan ditampung dalam mailbox, selanjutnya pemilik mailbox

sewaktu-waktu dapat mengecek isinya, menjawab pesan, menghapus, atau

menyunting dan mengirimkan pesan email.

Layanan email biasanya dikelompokkan dalam dua basis, yaitu email

berbasis client dan email berbasis web. Bagi pengguna email berbasis client,

aktifitas per-emailan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak email

client, misalnya Eudora atau Outlook Express. Perangkat lunak ini

menyediakan fungsi-fungsi penyuntingan dan pembacaan email secara

offline (tidak tersambung ke internet), dengan demikian, biaya koneksi ke

internet dapat dihemat. Koneksi hanya diperlukan untuk melakukan

pengiriman (send) atau menerima (recieve) email dari mailbox.

Sebaliknya, bagi pengguna email berbasis web, seluruh kegiatan per-

emailan harus dilakukan melalui suatu situs web. Dengan demikian, untuk

menggunakannya haruslah dalam keadaan online. Alamat email dari ISP

28

(Internet Service Provider) umumnya berbasis client, sedangkan email

berbasis web biasanya disediakan oleh penyelenggara layanan email gratis

seperti Hotmail (www.hotmail.com) atau YahooMail (mail.yahoo.com).

Beberapa pengguna email dapat membentuk kelompok tersendiri yang

diwakili oleh sebuah alamat email. Setiap email yang ditujukan ke alamat

email kelompok akan secara otomatis diteruskan ke alamat email seluruh

anggotanya. Kelompok semacam ini disebut sebagai milis (mailing list).

Sebuah milis didirikan atas dasar kesamaan minat atau kepentingan dan

biasanya dimanfaatkan untuk keperluan diskusi atau pertukaran informasi

diantara para anggotanya. Saat ini, salah satu server milis yang cukup

banyak digunakan adalah Yahoogroups (www.yahoogroups.com).

Pada mulanya sistem email hanya dapat digunakan untuk mengirim

informasi dalam bentuk teks standar (dikenal sebagai ASCII, American

Standard Code for Information Interchange). Saat itu sukar untuk

mengirimkan data yang berupa berkas non-teks (dikenal sebagai file binary).

Cara yang umum dilakukan kala itu adalah dengan menggunakan program

uuencode untuk mengubah berkas binary tersebut menjadi berkas ASCII,

kemudian baru dikirimkan melalui e-mail. Di tempat tujuan, proses sebaliknya

dilakukan. Berkas ASCII tersebut diubah kembali ke berkas binary dengan

menggunakan program uudecode. Cara ini terlalu kompleks (tidak

terintegrasi dengan sistem email).

Belakangan dikembangkan standar baru yang disebut MIME

(Multipurpose Internet Mail Extensions). Standar ini diciptakan untuk

29

mempermudah pengiriman berkas dengan melalui attachment. MIME juga

memungkinkan sebuah pesan dikirimkan dalam berbagai variasi jenis huruf,

warna, maupun elemen grafis. Walaupun nampak menarik, penggunaan

MIME akan membengkakkan ukuran pesan email yang dikirimkan. Hal ini

jelas akan memperlambat waktu yang dibutuhkan untuk mengirim maupun

menerima pesan. Dalam hal ini, ada anjuran agar sedapat mungkin

menggunakan format teks standar dalam penyuntingan email. Gunakan

MIME hanya untuk pesan-pesan tertentu yang memang membutuhkan

tampilan yang lebih kompleks.

c. File Transfer

Fasilitas ini memungkinkan para pengguna internet untuk melakukan

pengiriman (upload) atau menyalin (download) sebuah file antara komputer

lokal dengan komputer lain yang terhubung dalam jaringan internet. Protokol

standar yang digunakan untuk keperluan ini disebut sebagai File Transfer

Protocol (FTP) 

FTP umumnya dimanfaatkan sebagai sarana pendukung untuk

kepentingan pertukaran maupun penyebarluasan sebuah file melalui jaringan

internet. FTP juga dimanfaatkan untuk melakukan prose upload suatu

halaman web ke webserver agar dapat diakses oleh pengguna internet

lainnya. Secara teknis, aplikasi FTP disebut sebagai FTP client, dan yang

populer digunakan saat ini antara lain adalah Cute FTP dan WS_FTP,

Aplikasi-aplikasi ini umumnya dimanfaatkan untuk transaksi FTP yang

bersifat dua arah (active FTP). Modus ini memungkinkan pengguna untuk

30

melakukan baik proses upload maupun proses download. Tidak semua

semua server FTP dapat diakses dalam modus active. Untuk mencegah

penyalahgunaan--yang dapat berakibat fatal bagi sebuah server FTP, maka

pengguna FTP untuk modus active harus memiliki hak akses untuk

mengirimkan file ke sebuah server FTP. Hak akses tersebut berupa sebuah

login name dan password sebagai kunci untuk memasuki sebuah sistem FTP

server. Untuk modus passive, selama memang tidak ada restriksi dari

pengelola server, umumnya dapat dilakukan oleh semua pengguna dengan

modus anonymous login (log in secara anonim). Kegiatan mendownload

software dari Internet misalnya, juga dapat digolongkan sebagai passive FTP.

Aplikasi-apliakasi di atas sebenarnya adalah aplikasi dasar yang

paling umum digunakan dalam internet. Selain aplikasi-aplikasi tersebut,

sebenarnya masih ada lusinan aplikasi lainnya yang memanfaatkan jaringan

internet, baik aplikasi yang sering maupun jarang dipergunakan. Teknologi

internet sendiri terus berkembang sehingga aplikasi baru terus bermunculan.

Disamping itu, aplikasi-aplikasi yang telah ada masih terus dikembangkan

dan disempurnakan untuk memenuhi kebutuhan penggunanya.

B. Konsep dan Pendidikan Demokrasi

1. Konsep Demokrasi

Istilah demokrasi muncul sejak zaman Yunani Kuno dan berkembang

sampai zaman modern ini. “Secara etimologi demokrasi berasal dari bahasa

Yunani, yaitu dari kata demos dan kratos/kratein. Demos berarti rakyat, dan

kratein berarti kekuasaan/berkuasa” (Budiardjo, 1978:50). Jadi, demokrasi

31

berarti kekuasaan berada di tangan rakyat atau dengan kata lain yang

berkuasa dalam negara itu adalah rakyat. Dengan demikian dalam negara

demokrasi, pemerintah (penguasa) berasal dari rakyat, dipilih oleh rakyat,

dan mengabdi untuk kepentingan rakyat. Menurut Kartono (1989:67)

menjelaskan bahwa: “Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dan

lembaga orde kenegaraan yang memungkinkan individu untuk hidup bebas

dan bertanggungjawab”.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa demokrasi

dipandang sebagai kerangka berpikir dalam melakukan pengaturan urusan

umum atas dasar prinsip dari, oleh dan untuk rakyat diterima baik sebagai

ide, norma, sistem sosial, maupun sebagai wawasan, sikap, perilaku

individual yang secara kontektual diwujudkan, dipelihara dan dikembangkan.

Sementara pada masa Romawi muncul istilah republik untuk menyebut

sistem pemerintahan. “Republik (Djiwandono et al., 2003:1) berasal dari kata

res (peristiwa) dan publicus (publik), yang artinya kurang lebih sebagai

sesuatu yang dimiliki oleh publik atau rakyat”. Menurut Dahl (Djiwandono et

al., 2003:1), “... antara demokrasi dan republik tidak ada perbedaaan yang

signifikan”.

Berdasarkan uraian di atas, jelas baik istilah demokrasi maupun

republik memiliki substansi yang sama, yaitu pemilik kekuasaan dalam suatu

negara itu adalah rakyat. Dengan demikian di negara yang berbentuk

republik, demokrasi merupakan ciri utama. Artinya walaupun negara atau

sistem pemerintahannya diproklamirkan atau dideklarasikan berbentuk

32

republik, tetapi dalam kehidupan bernegaranya mengabaikan prinsip-prinsip

demokrasi, maka negara tersebut bukan negara demokrasi.

Dalam pelaksanaanya banyak interpretasi tentang demokrasi, setiap

kelompok/negara menafsirkan demokrasi menurut cara pandang dan tujuan

yang diinginkannya, bahkan negara totaliter pun mengklaim negaranya

sebagai negara demokrasi. Demokrasi yang baik adalah demokrasi yang

berpijak kepada aturan yang dibuat secara demokrasi pula atau disebut juga

demokrasi konstitusional. Menurut Budiardjo (1978:52), bahwa: “Ciri khas

dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintah yang

demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaanya dan tidak

dibenarkan bertindak sewenang-wenang tehadap warga negaranya”.

Demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia ialah demokrasi

Pancasila, yaitu sistem demokrasi yang diselaraskan dengan nilai-nilai

Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Kartaprawira

(2002:199) menyatakan bahwa: “Praktik-praktik mekanisme demokrasi

Pancasila masih mungkin berkembang dan berubah, atau mungkin belum

merupakan bentuk hasil proses yang optimal, sebagai prestasi sistem politik

Indonesia”. Demokrasi Pancasila ini termasuk demokrasi yang konstitusional,

sebagaimana dikemukakan oleh Budiardjo (1978:51), bahwa: “Beberapa nilai

pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat di dalam Undang-

Undang Dasar 1945”.

Sebagai standar untuk mengukur apakah suatu kelompok, organisasi,

atau negara menganut atau menerapkan sistem demokrasi, maka prinsip-

33

prinsip demokrasi dapat dijadikan ukurannya. Adapun yang termasuk prinsip-

prinsip demokrasi menurut Djiwandono et al. ( 2003: 7-8), yaitu: “Pertama,

kebebasan; kedua, kebebasan individu tidak boleh mengganggu kebebasan

individu lainnya; dan ketiga, adanya keterlibatan rakyat dalam pengambilan

keputusan”. Jadi, apabila ada jaminan kebebasan individu, dan kebebasan

individu tersebut tidak mengganggu kebebasan individu lainnya serta adanya

keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan, maka kelompok,

organisasi, atau negara tersebut menganut atau menerapkan sistem

demokrasi.

Adapun syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan

yang demokratis di bawah Rule of Law menurut International Commission of

Jurists (Budiardjo, 1978:60) sebagai berikut:

Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi, selain dari menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin; Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independet and impartial triunals); Pemilihan umum yang bebas; Kebebasan untuk menyatakan pendapat; Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi; dan Pendidikan kewarganegaraan (civic education).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa suatu negara

dikatakan sebagai negara demokrasi apabila negara tersebut memiliki

perlindungan konstitusional yang dapat menjamin hak-hak individu, serta

pelaksanaan kehakiman yang bebas artinya tidak memihak dan indipenden,

kemudian adanya pemilihan umum yang bebas serta adanya pendidikan

kewarganegaraan. Semua syarat-syarat tersebut dapat diterapkan dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemudian secara umum prinsip-prinsip

34

demokrasi dikemukakan oleh Syafiie (2003:159-162), yaitu:

(1) Adanya pembagian kekuasaan; (2) Adanya pemilihan umum yang bebas; (3) Adanya manajemen yang terbuka; (4) Adanya kebebasan individu; (5) Adanya peradilan yang bebas; (6) Adanya pengakuan hak minoritas; (7) Adanya pemerintahan yang berdasarkan hukum; (8) Adanya pers yang bebas; (9) Adanya beberapa partai politik; (10) Adanya konsensus; (11) Adanya persetujuan; (12) Adanya pemerintahan yang konstitusional; (13) Adanya ketentuan tentang pendemokrasian; (14) Adanya pengawasan terhadap administrasi negara; (15) Adanya perlindungan hak asasi; (16) Adanya pemerintahan yang mayoritas; (17) Adanya persaingan keahlian; (18) Adanya mekanisme politik; (19) Adanya kebebasan kebijaksanaan negara; dan (20) Adanya pemerintah yang mengutamakan musyawarah.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas menunjukan, bahwa tidak

mudah bagi suatu negara (pemerintahan) untuk menyebut dirinya sebagai

negara yang menganut sistem demokrasi apabila dalam kehidupan

bernegaranya tidak sesuai atau banyak bertentangan dengan syarat-syarat

dasar dan prinsip-prinsip demokrasi yang diakui secara universal.

Kemudian sebagai sistem sosial Sanusi (1998) mengidentifikasi

sepuluh pilar demokrasi konstitusional menurut UUD 1945 yaitu:

Demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, Demokrasi dengan kecerdasan. Demokrasi yang berkedaulatan Rakyat. Demokrasi dengan Rule of Law, demokrasi dengan Pembagian Kekuasaan Negara, Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia, Demokrasi dengan Pengadilan Yang Merdeka, Demokrasi dengan Otonomi Daerah, Demokrasi dengan Kemakmuran, dan Demokrasi yang Berkeadilan Sosial. Bila dibandingkan dengan pilar-pilar demokrasi yang dikemukakan dalam USIS (1995) bahwa intisari dari demokrasi sebagai sistem memiliki 11 pilar yang secara keseluruhan isinya terdapat dalam 10 pilar demokrasi diatas, khas Indonesia yang menajdi perbedaanya 1 pilar demokrasi Indonesia adalah demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

35

Berdasarkan pendapat tersebut, jelaslah untuk membentuk suatu

pemerintahan yang demokratis haruslah bisa menjalankan 10 (sepuluh) pilar

demokrasi yang menjamin adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia

serta penegakan hukum yang berkeadilan.

Dinamika perkembangan demokrasi di Indonesia sejak Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dengan menujuk kepada konstitusi

yang pernah dan sedang berlaku yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan

UUDS 1950. Melihat perkembangan pemerintahan Indonesia yang berkaitan

dengan konstitusi yang pernah dan sedang berlaku adalah kabinet

parlementer dan presidential. Tumbuh kembangnya demokrasi di Indonesia

yang pernah pula berlaku adalah demokrasi terpimpin (Orde Lama) dan

demokrasi Pancasila (Orde Baru). Kemudian muncul era reformasi yang

ditandai dengan keterbukaannya dalam kehidupan berdemokrasi yang

notabene demokrasi seolah-olah bebas segala-galanya. Kini demokrasi di

Indonesia sedang dibangun dan disempurnakan sesuai dengan amanat

konstitusi. Dengan kata lain bahwa demokrasi disamping sebagai system

pemerintahan, juga diperlukan proses demokrasi yang meliputi 4 hal yaitu: a)

Mengutamakan kepentingan khlayak (pasar), b) Manusia sebagai makhluk

memiliki potensi untuk mengembangkan kekuasaan dan kemampuan, c)

Memperhatikan keseimbangan antara partisipasi dan apatisme, dan d) Untuk

mencapai partisipasi perlu ada perubahan terlebih dahulu serta perubahan itu

sendiri akan terwujud jika adanya partisipasi. Menurut Gaffar, (2004:3-4)

menjelaskan bahwa :

36

Dalam ilmu politik dikenal dua pemahaman tentang demokrasi yaitu pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empirik (procedural democracy). Dalam Pemahaman secara normatif, demokrasi merupakan sesuatu yang secara idiil hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah negara, seperti ungkapan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Ungkapan normative tersebut biasanya diterjemahkan dalam konstitusi pada masing-masing Negara. Sedangkan pemahaman secara empirik melihat bagaimana demokrasi dalam perwujudannya dalam kehidupan politik praktis.

Berdasarkan pernyataan tersebut, menunjukan bahwa pemahaman

demokrasi dibagi kedalam dua bagian yaitu secara normatif dan secara

empirik. Secara normatif diterjemahkan dalam konstitusi dan secara empirik

dilihat bagaimana pelaksanaannya dalam kehidupan politik praktis. Oleh

kerena itu penulis berusaha mengungkapkan pemahaman demokrasi secara

normatif, kemudian nilai-nilai normatif tersebut dapat diwujudkan dalam

kehidupan politik praktis, yang dalam hal ini bukan diwujudkan dalam tatanan

pemerintahan akan tetapi diwujudkan dalam kegiatan belajar siswa di

sekolah.

2. Pendidikan Demokrasi

Bagi negara yang menganut sistem demokrasi, pendidikan demokrasi

merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan sejak dini secara terencana,

sistematis, dan berkesinambungan. Hal ini agar demokrasi yang berkembang

tidak disalahgunakan atau menjurus kepada anarki, karena kebebasan yang

kebablasan, sehingga merusak fasilitas umum, menghujat atau memfitnah

pun dianggap sebagai bagian dari demokrasi. Menurut Djiwandono et al

(2003:41):

37

... bila demokrasi tidak disertai oleh tatanan politik dan aturan politik serta hukum yang jelas, suatu kondisi tertentu bisa berubah menjadi anarkisme dan bahkan kemudian mengundang otorianisme yaitu suatu pemerintahan yang menindas dan berlawanan dengan prinsip demokrasi.

Berdasarkan hal tersebut menunjukan bahwa demokrasi tidak bisa

dilaksanakan dengan baik tanpa adanya tatanan politik serta hukum yang

jelas. Tanpa tatanan politik serta hukum yang jelas demokrasi bisa berubah

menjadi anarkisme atau otorianisme. Oleh karena itu bagi negara totaliter

atau otoriter, pendidikan demokrasi menjadi lebih penting lagi, walaupun ini

disadari oleh yang berkuasa akan mengancam kekuasaannya. Karena

melalui pendidikan demokrasi rakyat akan diberdayakan untuk menuntut

haknya dan menentang berbagai kebijakan penguasa yang bertentangan

dengan prinsip-prinsip atau nilai-nilai demokrasi. Pentingnya pendidikan

demokrasi di Indonesia, disadari pula oleh para tokoh pendidikan dan para

pengambil kebijakan. Dari mulai tahun 1960 sampai sekarang, pendidikan

demokrasi telah dilaksanakan walaupun dengan substansi yang berbeda,

karena faktor kepentingan penguasa. Sementara menurut Tilaar (1999:172-

174), bahwa:

Pendidikan demokrasi yang merupakan tuntutan dari terbentuknya masyarakat madani Indonesia mengandung berbagai unsur: a) Manusia memerlukan kebebasan politik artinya mereka memerlukan pemerintah dari dan untuk mereka sendiri; b) Kebebasan intelektual; c) Kesempatan untuk bersaing di dalam perwujudan diri sendiri (self realization); d) Pendidikan yang mengembangkan kepatuhan moral kepada kepentingan bersamadan bukan kepada kepentingan sendiri atau kelompok; e) Pendidikan yang mengakui hak untuk berbeda (the right to be different); f) Percaya kepada kemampuan manusia untuk membina masyarakat di masa depan.

38

Berdasarkan pendapat di atas menunjukan bahwa pendidikan

demokrasi merupakan tuntutan untuk terwujudnya masyarakat madani. Oleh

karena itu prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan politik, kebebasan

intelektual dan kebebasan untuk berbeda pendapat merupakan prinsip yang

harus dilaksanakan pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Di tingkat persekolahan mata pelajaran yang memiliki visi dan misi

yang jelas sebagai pendidikan demokrasi adalah Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn). Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh

Winataputra et al (2004:2), bahwa: “... PKn dapat disikapi sebagai:

pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik, pendidikan nilai dan moral,

pendidikan kebangsaan, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan hukum dan

hak asasi manusia, dan pendidikan demokrasi”. Kemudian Winataputra et al

(2004:3), mengemukakan bahwa: “Secara keseluruhan PKn memiliki fungsi

yang strategis untuk mewujudkan esensi tujuan pendidikan nasional

membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”.

Pentingnya PKn sebagai wahana formal pendidikan demokrasi disadari oleh

para pakar pendidikan dan para pengambil keputusan. Hal ini sebagaimana

tercantum dalam pasal 37 UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas), di mana PKn merupakan muatan kurikulum wajib dari

mulai pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Suatu Negara yang

menerapkan system demokrasi dimanapun berada, pada dasarnya untuk

melindungi hak-hak warganegaranya, dan secara tidak langsung

menginginkan warganegaranya memiliki wawasan, menyadari akan

39

keharusannya serta menampakkan partisipasinya sesuai dengan status dan

perannya dalan masyarakat. Sebaliknya jika pratik system politik dalam

Negara demokrasi mengabaikan nilai-nilai demokrasi, maka terjadilah konflik,

krisis dan lemahnya pemahaman politik. Salah satu solusi strategis secara

konseptual adalah dengan cara memperkuat demokrasi dalam berbagai

bidang dan aspek kehidupan. Upaya itu tentu tidak semudah membalikan

telapak tangan, dimana negaranya menganut system demokrasi, maka

warga negaranya akan demokratis, tetapi memerlukan proses pendidikan

demokrasi, Gandal dan Finn (1992) menegaskan bahwa “democracy does

not teach it self. If the strengts, benefits, and responsibilities of democracy

are not made clear to citizens. They will be ill equipped to defend on it”.

Dengan kata lain demokrasi tidak bisa mengajarkannya sendiri. Kalau

kekuatan, kemanfaatan dan tanggungjawab demokrasi tidak dipahami dan

dihayati dengan baik oleh warganegara, sukar diharapkan mereka mau

berjuang untuk mempertahannkannya. Thomas Jeggerson sebagai penulis

Deklarasi Kemerdekaan Amerika, dalam Wahab (2001), menyatakan bahwa:

“that the knowledge, skills, behaviors of democratic citizenship do not just

occur naturality in oneself-but rather they must be taught consciously through

schooling to teach new generation. i.e. they are leatned behaviors”.

Maksudnya pengetahuan, skil, prilaku warganegara yang demokratis tidak

akan terjadi dengan sendirinya, tetapi harus diajarkan kepada generasi

penerus. Winataputra (2001) dalam disertasinya memberikan penjelasan

bahwa pendidikan demokrasi adalah upaya sistematis yang dilakukan

40

Negara dan masyarakat untuk memfasilitasi individu warga negara agar

memahami, menghayati, mengamalkan dan mengembangkan konsep,

prinsip dan nilai demokrasi sesuai dengan status perannya dalam

masyarakat.

Menurut Affandi (2005:7) ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan

dalam menanamkan pendidikan demokrasi kepada generasi muda, yaitu

pengetahuan dan kesadaran akan hal :

Pertama, demokrasi adalah bentuk kehidupan bermasyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat itu sendiri. Kedua, Demokrasi adalah suatu learning process yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain. Ketiga Kelangsungan demokrasi tergantung pada keberhasilan mentranformasikan nilai-nilai demokrasi: kebebasan, persamaan dan keadilan serta loyal kepada sistem politik yang bersifat demokrasi.

Berdasarkan pendapat tersebut, menunjukan bahwa pendidikan

demokrasi tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain, akan tetapi

harus benar-benar digali dari budaya masyarakat itu sendiri. Kemudian

demokrasi itu akan terus berlangsung manakala kita dapat

mentransformasikan nilai-nilai demokrasi seperti kebebasan, persamaan dan

keadilan serta loyal kepada sistem politik yang bersifat demokratis.

Demokrasi bisa tertanam dalam diri siswa dan juga bisa tumbuh dan

berkembang dalam kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara,

selain perlu keteladan dari orang tua, guru, tokoh masyarakat dan aparat,

juga perlu pembelajaran dan pembudayaan demokrasi secara terencana,

bertahap, dan berkesinambungan. Hal ini sebagaimana dikemukakan

Djiwandono et al (2003:34): “Oleh karena itu sebenarnya praktik demokrasi

41

tidak mungkin langsung jadi, semuanya butuh tahap belajar dari

perkembangan masing-masing negara”. Ada lagi hal penting yang tidak boleh

dilupakan adalah pola pembelajarannya harus demokratis. Jangan sampai

pembelajaran demokrasi, tetapi pola pembelajarannya bertentangan dengan

prinsip-prinsip demokrasi. Keadaan seperti ini jelas akan menjadi kontra

produktif dengan tujuan pembelajaran dan pembudayaan demokrasi

Demokrasi merupakan suatu proses pendidikan, bukan suatu yang

dapat diciptakan dalam waktu sekejap. Karena itu betapa penting proses

pendidikan dan latihan berdemokrasi baik pada institusi sosial, ekonomi,

budaya, apalagi pada institusi politik. Diatas segala itu, demokrasi hanya

akan tumbuh kalau ada kesadaran berdemokrasi (democratic

consciousness), sikap tanggungjawab dalam berdemokrasi (democratic

reponsibility). Demokrasi bukan sekedar cara memperoleh kekuasan tetapi

sebagai sarana mewujudkan kesejahteraan umum dengan cara-cara yang

demokratis. Demokrasi bukan kebebasan tanpa batas. Kebebasan demokrasi

dibatasi oleh tanggungjawab terhadap kepentingan umum dan hukum,

karena demokrasi adalah pemerintahan untuk kepentingan umum dan hanya

dapat terwujud apabila dilaksanakan berdasarkan hukum (democracy under

the rule of law). Namun kondisi objektif memperlihatkan bahwa pembelajaran

yang selama ini dipraktikan belum kondusif bagi pengembangan nilai-nilai

demokrasi. Seperti halnya dikemukakan oleh Affandi (2005:8) bahwa :

Tujuan pendidikan demokrasi adalah untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan berpikir demokratis. Namun demikian dalam kaitan dengan pendidikan, persoalan yang muncul adalah mungkinkah pendidikan demokrasi dilangsungkan dalam suasana

42

sekolah yang sangat birokratis, hirarkis-sentralistis dan elitis sebagai mana sekolah yang ada dewasa ini ?

Berdasarkan pendapat di atas, memberikan implikasi bahwa

pendidikan demokrasi sangat diperlukan, agar warganegaranya mengerti,

menghargai kesempatan dan tanggungjawab sebagai warganegara yang

demokratis. Seperti halnya dikemukakan oleh Gandal dan Finn (1992) dalam

Winataputra (2001) mengatakan: “seek only to familiarize people with the

precepts of democracy, but also to produce citizens who are principled,

independent, inquisitive, and analytic in their outlook” yakni pendidikan bukan

hanya sekedar memberikan pengetahun dan praktek demokrasi, tetapi juga

menghasilkan warganegaranya yang berpendirian teguh, madiri memiliki

sikap selalu ingin tahu, dan berpandangan jauh ke depan. Namun

diingatkannya bahwa pendidikan demokrasi ini jangan hanya dilihat sebagai

isolated subject yang diajarkan dalam waktu terjadwal yang cenderung

diabaikan lagi, tetapi ….” It is link to nearly everything else that students learn

in school-whether it be history, civics, ethics, or economics and too much that

goes on out side of school. Jadi jangan hanya dilihat sebagai mata pelajaran

yang terisolasi, tetapi harus dikaitkan dengan banyak hal yang dipelajari

siswa, mungkin dalam pelajaran sejarah, Kewarganegaraan, Etika, atau

Ekonomi dan lebih banyak terjadi di luar sekolah.

Pendidikan demokrasi yang baik menurut Gandal dan Finn (1992)

perlu dikembangkannya model “school-baced democracy education”, paling

tidak dalam empat bentuk alternatif. (1) the root and braces of the democratic

idea, perhatian yang cermat yaitu landasan dan bentuk-bentuk demokrasi, (2)

43

“…how the ideas of democracy have been translated into institutions and

practices around the world and through the age” bagaimana ide demokrasi

telah diterjemaahkan ke dalam bentuk-bentuk kelembagaan dan praktik di

berbagai belahan bumi dalam berbagai kurun waktu. Dengan demikian siswa

akan mengetahui dan memahami kekuatan dan kelemahan demokrasi dalam

berbagai konteks ruang dan waktu, (3) adanya kurikulum yang

memungkinkan siswa dapat mengeksplorasi sejarah demokrasi di negaranya

yang dapat menjawab persoalan apakah kekuatan dan kelemahan demokrasi

yang diterapkan dinegaranya dalam berbagai kurun waktu, (4) tersedianya

kesempatan bagi siswa untuk memahami kondisi demokrasi yang diterapkan

dinegara-negara di dunia, sehingga para siswa memiliki wawasan luas

tentang aneka ragam sistem sosial demokrasi dalam berbagai konteks.

Disamping keempat hal tersebut, perlu ditambahkan pula upaya

dikembangkan dalam bentuk kegiatan ekstra kurikuler yang nuansa

demokrasi dan menjadikan sekolah sebagai lingkungan yang demokratis, dan

melibatkan siswa dalam kegiatan masyarakat. Lain halnya dengan Sanusi

(1998:3) yang menyatakan bahwa:

Dalam memahami demokrasi harus memaknai aspek-aspek demokrasi secara menyeluruh diperlukan kecerdasan ruhaniyah, kecerdasan naqliyah, kecerdasan aqliyah (otak logis-rasional), kecerdasn emosional (nafsiyah), kecerdasan menimbang (judgment), kecerdasan membuat keputusan dan memecahkan masalah (decision making and problem solving) dan kecerdasan membahasakan serta mengkomunikasikannya.

Berdasarkan pendapat di atas, menunjukan bahwa untuk memahami

demokrasi diperlukan adanya kecerdasan ruhaniyah, naqliyah, aqliyah,

44

nafsiyah, kecerdasan dalam menimbang serta kecerdasan dalam membuat

keputusan dan memecahkan masalah. Dengan kata lain perlu

dikembangkannya pendidikan demokrasi yang bersifat multidimensional,

yang memungkinkan para siswa dapat mengembangkan dan menggunakan

seluruh potensinya sebagai individu dan warganegara dalam masyarakat

bangsa dan negara yang demokratis.

3. PKn sebagai Pendidikan Demokrasi

Berdasarkan sejarahnya PKn telah mengalami beberapa kali

perubahan nama. Pada tahun 1957 diberi label Kewarganegaraan, tahun

1959 dengan label Civics, tahun 1962 dengan label Kewargaan Negara,

tahun 1968 dengan label Pendidikan Kewargaan Negara (PKN), tahun 1975

berlabel Pendidikan Moral Pancasila (PMP), tahun 1994 berlabel Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), dan terakhir berdasarkan UU No.

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) diberi label

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Berdasarkan pasal 37 UU Sisdiknas tersebut, PKn merupakan muatan

kurikulum wajib dari mulai pendidikan dasar, menengah, sampai dengan

pendidikan tinggi. Selanjutnya dalam penjelasan pasal 37 ayat (1) UU

tersebut dinyatakan, bahwa: “Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan

untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa

kebangsaan dan cinta tanah air”.

PKn atau dalam bahasa Inggrisnya Civic Education agar lebih

45

dipahami, maka penulis kemukakan beberapa definisi menurut para ahli.

Menurut Jack Allen (Somantri, 2001:283), bahwa:

Citizenship Education, properly defined, as the product, of the entire program of the school, certainly not simply of the social studies program, and assuredly not merely of a course of civics. But civics has and important function to perform, it confronts the young adolesent for the first time in his school experience with a complete view of citizenship functions, as rights and responsibilities in democratic context.

Berdasarkan definisi di atas, menunjukan bahwa PKn merupakan hasil

dari seluruh program sekolah yang meliputi pembelajaran, model/metode

pembelajaran, aktifitas peserta didik, pengalaman peserta didik, dan fungsi

peserta didik sebagai warga negara dengan segala hak dan tanggung

jawabnya. Jadi bukan hanya mempelajari materi kewarganegaraan saja,

melainkan harus melakukan sesuatu sesuai dengan hak dan kewajibannya.

Sementara NCSS (Somantri, 2001:284) merumuskan definisi PKn secara

lebih luas, sebagai berikut:

Citizenship Education is a process comprising all the positive influences which are intended to shape a citizen’s view to his role in society. It comes partly from formal schooling, partly from parental influence and partly from learning outside the classroom and the hoom. Through Citizenship Education, our youth are helped to gain understanding of our national ideals, the cammon good, and the process of self government.

Berdasarkan definisi tersebut, bahan PKn bukan hanya program

sekolah tetapi juga meliputi pengaruh belajar di luar kelas/sekolah dan

pendidikan di rumah (keluarga). Selanjutnya PKn digunakan untuk membantu

generasi muda memperoleh pemahaman cita-cita nasional/tujuan negara dan

dapat mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab dalam

46

menyelesaikan masalah pribadi, masyarakat, dan negara (pemerintahan).

Esensi pokok PKn dari negara manapun diselenggarakan sebagai

wujud dari kehendak politik dari negara yang bersangkutan, pada dasarnya

disesuaikan dengan kepentingan “rezim” yang berkuasa. Digambarkan

sebagai pendidikan yang menekankan pada “national and character building”,

menekankan pada nasionalisme, dan rezim berikutnya menekankan pada

terbentuknya “manusia ideal” yakni manusia yang cerdas, terampil, dan

bersikap menjadi warga negara yang baik agar dapat berperan serta dalam

penyelenggaraan pemerintahan, menjunjung tinggi nilai-nilai dan moral

bangsa, dan memiliki tanggung jawab kemasyarakatan.

Namun dipihak lain PKn merupakan sebuah mata pelajaran/mata

kuliah yang berbasis keilmuan, sebab benar-benar bersandar pada disiplin

keilmuan, dan dengan demikian terbebas dari pengaruh kekuasaan. Seperti

halnya di Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, disiplin keilmuan PKn

adalah kewarganegaraan dan hukum; disamping itu disiplin ilmu ekonomi,

sosiologi, antropologi, ilmu politik, dan filsafat politik merupakan komponen

utama dari PKn. Oleh karena itu PKn merupakan mata pelajaran yang

bersifat interdisipliner. Adapun materi PKn menurut Gross and Zeleny

(Somantri, 2001:285), meliputi:

Teori-teori tentang demokrasi politik; konstitusi negara; sistem politik; partai politik; pemilihan umum; lembaga-lembaga pengambil keputusan; Presiden (eksekutif), legislatif, dan yudikatif; output dari sistem demokrasi politik; kemakmuran umum dan pertahanan negara; serta perubahan sosial.

47

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa materi

PKn hampir sama dengan materi PKn di Indonesia selama ini, yang tentu

saja disesuaikan dengan hukum dasar, nilai-nilai dan norma-norma yang ada

di masyarakat serta kondisi sosisl budaya bangsa Indonesia.

Pembelajaran PKn dituntut untuk mengembangkan sikap demokrasi

yang bertujuan membentuk sikap dan perilaku siswa yang demokratis,

sehingga suasana kelas menjadi semakin hidup tidak hanya guru yang

berkreasi, tetapi siswapun terlibat didalamnya, dengan demikian Guru PKn

harus menampilkan kepribadian yang demokratis yaitu bersikap ramah,

kekeluargaan tidak memaksakan kehendaknya kepada anak didiknya serta

setiap siswa diperhatikan akan hak dan kewajibannya, menghargai

pribadinya serta selalu menyatakan musyawarah untuk mufakat dalam

penyelesaian suatu masalah.

Menurut Sapriya dan Winataputra (2004:15), bahwa: ”Tujuan

pendidikan kewarganegaraan adalah partisipasi yang penuh nalar dan

tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada

nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia”. Lebih

lanjut Sapriya dan Winataputra (2004:15) mengemukakan, bahwa:

Misi PKn dengan paradigma yang direvitalisasi adalah mengembangkan pendidikan demokrasi yang mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelegence), membina tanggung jawab warga negara (civic responsibility), dan mendorong partisipasi warga negara (civic partisipation)”. Kecerdasan warga negara yang dikembangkan untuk membentuk warga negara yang baik bukan hanya dalam dimensi rasional dan intelektual semata melainkan juga dalam dimensi spiritual, emosional dan sosial sehingga paradigma baru PKn bercirikan multidimensional.

48

Berdasarkan pendapat di atas jelas, bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi berfungsi membentuk

warga negara yang baik yaitu warga negara yang takwa, berakhlak mulia,

cerdas, kritis, demokratis, partisipatif, dan bertanggung jawab. Apabila tiga

kompetensi pokok warga negara yaitu kecerdasan, tanggung jawab, dan

partisipasi bisa tumbuh dan berkembang melalui pembelajaran PKn, maka

akan merupakan kontribusi yang sangat besar dari PKn sebagai pendidikan

demokrasi. Sehingga diharapkan akan tumbuh peserta didik sebagai warga

negara yang cerdas, bertanggung jawab, pastisipatif, dan demokrastis.

Pendidikan demokrasi bukan hanya merupakan tanggung jawab

lembaga formal (sekolah), tetapi juga yang tak kalah pentingnya adalah

pendidikan di luar sekolah terutama dalam lingkungan keluarga dan

masyarakat. Hal ini karena waktu untuk berinteraksi di luar sekolah lebih

leluasa dibandingkan dengan di sekolah.

Peningkatan fungsi dan peran PKn sebagai pendidikan demokrasi

perlu dilakukan berbagai upaya yang konstruktif. Di antara upaya yang dapat

ditempuh adalah dengan mengadakan revitalisasi PKn sebagai pendidikan

demokrasi. Revitalisasi berarti refungsionalisasi yang dimaksudkan agar PKn

dapat memberikan kontribusi positif dalam membina dan mengarahkan

peserta didik sebagai warga negara yang bertanggung jawab dan

berpartisipasi secara cerdas dalam berdemokrasi. Artinya, partisipasi yang

didasarkan pada pertimbangan-petimbangan rasional bukan emosional

dengan berorientasi pada kepentingan rakyat (bangsa dan negara).

49

Hal penting yang tidak boleh dilupakan dalam pendidikan demokrasi

adalah pola pembelajarannya harus demokratis. Jangan sampai

pembelajaran demokrasi, tetapi pola pembelajarannya bertentangan dengan

prinsip-prinsip demokrasi. Keadaan seperti ini jelas akan menjadi

kontraproduktif dengan tujuan pembelajaran demokrasi yaitu membentuk

manusia atau warga negara yang memiliki kesadaran dalam berdemokrasi.

Jadi, pembelajaran demokrasi ini harus dimulai dari para pendidik

dengan menunjukan sikap-sikap demokratis baik di dalam maupun di luar

kelas. Hal ini karena keberhasilan revitalisasi PKn sebagai pendidikan

demokrasi terletak pada para pendidik sebagai ujung tombak pelaksanaan

program pendidikan di lapangan. Menurut Wahab (1998:7), bahwa:

“Perubahan apapun yang dilakukan tanpa komitmen dan kerja keras guru

semuanya akan menjadi sia-sia atau gagal sama sekali”. Jadi, tanpa

komitmen dan kerja keras para pendidik, upaya revitalisasi PKn sebagai

pendidikan demokrasi khususnya dan pembaharuan pendidikan pada

umumnya hanya merupakan angan-angan belaka. Untuk itu agar para

pendidik dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan profesional, maka

pembinaannya harus terus ditingkatkan termasuk kesejahteraannya.

C. Pendidikan IPS sebagai Wahana Pembelajaran Demokrasi

1. Pengertian dan Tujuan IPS

Banyak kita temui istilah yang berhubungan dengan pendidikan IPS.

Menurut Somantri (2001:79): “Pendidikan IPS dalam kepustakaan asing

50

disebut dengan berbagai istilah seperti Sosial Studies, Social Eduaction,

Citizenship Education dan Social Science Education”. Sementara menurut

Sumaatmadja (1981:240) bahwa: “Secara umum, studi sosial diartikan

sebagai studi mengenai interelasi ilmu-ilmu sosial dalam menelaah gejala

dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat”. Sementara menurut

Wiriaatmadja (2002:299) bahwa: “Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

membantu setiap siswa membangun landasan untuk memahami kenyataan”.

Substansi kajian IPS adalah masyarakat (manusia). Segala sesuatu

yang berhubungan dengan kehidupan dan interaksi antarmanusia mendapat

perhatian dalam kajian IPS. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Wahab

(1998:8-9) bahwa:

Studi sosial/IPS adalah tentang manusia. Tidak ada bagian dari kurikulum yang amat memperhatikan masalah hubungan manusia selain studi sosial/IPS, yang memang dirancang untuk membantu kita semua memahami baik diri kita sendiri maupun orang lain lain dimulai dari lingkungan keluarga, tetangga sampai pada mereka yang hidup nun jauh disebagian dari lingkaran dunia.

Secara legal formal beberapa pendapat di atas sesuai dengan

penjelasan pasal 37 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (2003:51), yaitu: ”Bahan kajian ilmu pengetahuan sosial,

antara lain ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya

dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan

kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat”.

Jadi, dengan mempelajari IPS peserta didik bukan hanya dibimbing

dan diarahkan untuk memahami dirinya sendiri, tetapi juga orang lain dan

lingkungan yang mendukung kehidupannya dan kehidupan manusia pada

51

umumnya. Sehingga melalui pembelajaran IPS ini peserta didik diharapkan

peka terhadap masalah-masalah sosial.

Menurut Djahiri dan Ma’mun (1978:2), bahwa: “IPS merupakan ilmu

pengetahuan yang memadukan konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu

sosial dan ilmu lainnya serta kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan

dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan”.

Sementara menurut Somantri (2001:74), bahwa:

Pendidikan IPS adalah suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, ideologi negara dan disiplin ilmu lainnya serta masalah-masalah sosial terkait, yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa IPS merupakan perpaduan

sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya

serta masalah-masalah sosial terkait yang disederhanakan, diorganisasikan

dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk dijadikan program

pembelajaran pada tingkat pendidikan dasar dan menengah dalam rangka

mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan berdasarkan rumusan HISPIPSI,

Somantri, (2001:92). menurut versi pendidikan dasar dan menengah, bahwa:

Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan. Sementara itu, menurut versi FPIPS dan Jurusan Pendidikan IPS, Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.

Berdasarkan pendapat di atas, menunjukan bahwa pendidikan IPS

adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan

52

dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan

psikologis untuk tujuan pendidikan. Untuk lebih jelasnya kita lihat

perbandingan pendidikan IPS untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah

dan pendidikan tinggi (FPIPS) sebagaimana dikemukakan oleh Somantri

(2001:103), yaitu sebagai berikut:

Pendidikan IPS untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah

Pendidikan IPS untuk FPIPS dan Jurusan IPS-FKIP

Pendidikan IPS merupakan penyederhanaan adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila.

Pendidikan IPS adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah (dan psikologis) untuk mewujudkan tujuan pendidikan FPIPS dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila.

Dari uraian di atas jelas bahwa, pendidikan IPS baik untuk pendidikan

dasar dan menengah maupun untuk pendidikan tinggi (LPTK/FPIPS) sama-

sama merupakan seleksi dari ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan

disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mencapai tujuan pendidikan,

baik tujuan instruksional, kurikuler, institusional, maupun nasional.

Perbedaanya, dalam pendidikan dasar dan menengah lebih disederhanakan

dan lebih banyak menekankan aspek psikologis sesuai dengan tingkat

perkembangan peserta didik, sedangkan untuk pendidikan tinggi lebih

menekankan aspek ilmiah/akademik.

53

Adapun tujuan pembelajaran IPS bukan hanya agar peserta didik tahu

terhadap fakta-fakta atau masalah-masalah sosial saja, tetapi lebih dari itu ia

harus memiliki kecakapan/keterampilan dalam hidup bermasyarakat. Hal ini

sebagaimana dikemukakan oleh Wahab (1998:9), bahwa:

Tujuan pengajaran IPS di sekolah tidak lagi semata-mata untuk memberi pengetahuan dan menghapal sejumlah fakta dan informasi akan tetapi lebih dari itu. Para siswa selain diharapkan memiliki pengetahuan mereka juga dapat mengembangkan keterampilannya dalam berbagai segi kehidupan dimulai dari keterampilan akademiknya sampai pada keterampilan sosialnya.

Berdasarkan pendapat tersebut, Tujuan pengajaran IPS di sekolah

tidak semata-mata untuk memberi pengetahuan saja, tetapi para siswa

diharapkan dapat mengembangkan keterampilannya dalam berbagai segi

kehidupan terutama keterampilan sosialnya. Sementara menurut The Multi

State Consontium of Performance Based Teacher Education di AS pada

tahun 1973 dikemukakan tujuan pelajaran studi sosial (IPS) sebagai berikut:

1. Mengetahui dan mampu menerapkan konsep-konsep ilmu sosial yang penting, generalisasi (konsep dasar) dan teori-teori kepada situasi dan data baru.

2. Memahami dan mampu menggunakan beberapa struktur dari suatu disiplin atau antardisiplin untuk digunakan sebagai bahan analisa data baru.

3. Mengetahui teknik-teknik penyelidikan (termasuk cara bertanyanya) dan metode-metode penjelasannya (cara penjelasannya) yang dipergunakan dalam studi sosial secara berlain-lainan serta mampu menerapkannya sebagai teknik penelitian dan evaluasi suatu infomasi.

4. Mampu menggunakan cara berpikir yang lebih tinggi sesuai dengan tujuan dan tugas yang didapatnya.

5. Memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah (Problem Solving).

6. Memiliki Self Concept (konsep/prinsip sendiri) yang positif.7. Sikap menghargai nilai-nilai kemanusiaan.8. Kemampuan mendukung nilai-nilai demokrasi.9. Adanya keinginan untuk belajar dan berpikir rasional.

54

10. Kemampuan berbuat berdasarkan sistem nilai yang rasional dan mantap (Djahiri dan Ma’mun,1978:8-10).

Berdasarakan pendapat di atas, dapat disimpulkan secara umum

pembelajaran IPS bertujuan untuk membimbing dan mengarahkan peserta

didik agar memiliki keterampilan akademik dan keterampilan sosial serta

mampu menggunakannya dalam menghadapi, menganalisis, dan

menentukan sikap yang tepat terhadap masalah-masalah sosial. Kemudian

Menurut Al Muchtar (2004:49), bahwa: “Tujuan pendidikan IPS secara teoritik

tidak hanya terdapat dalam kurikulum secara eksplisit, namun tumbuh dalam

berbagai konsepsi pemikiran yang dikembangkan para pakar”.

Beberapa pendapat tentang tujuan pendidikan IPS sebagaimana di

uraikan di atas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional berdasarkan

pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (2003:11).

Berdasarkan uraian di atas jelas, bahwa Pendidikan IPS memegang

peranan penting dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Hal

ini karena mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab, sebagaimana yang

menjadi tujuan pendidikan nasional, juga merupakan tujuan pendidikan IPS.

55

2. Pendidikan IPS dan Pembelajaran Demokrasi

IPS/Studi Sosial merupakan ilmu pengetahuan yang memusatkan

perhatian pada kajian tentang manusia. Sementara demokrasi merupakan

konsep yang dibuat oleh manusia untuk manusia. Dalam konteks pendidikan

IPS, demokrasi merupakan salah satu konsep esensial yang dipelajari dan

dikaji oleh IPS. Jadi, antara IPS dan demokrasi merupakan dua hal yang

sangat erat hubungannya, karena konsep demokrasi dalam IPS bukan hanya

dipelajari “Apa yang dimaksud dengan demokrasi”, tetapi lebih jauh dari itu

“Bagaimana cara berdemokrasi” dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa

dan bernegara. Dengan kata lain dalam konteks demokrasi, IPS merupakan

sarana pembelajaran demokrasi, sehingga kelas pembelajaran IPS

merupakan laboratorium demokrasi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh

Somantri (2001:187) bahwa: “Kelas pendidikan IPS dapat dikembangkan

menjadi laboratorium demokrasi, sehingga dijadikan modal dasar untuk

upaya perkembangan demokratisasi”.

Pentingnya IPS sebagai sarana pembelajaran dan pengembangan

demokrasi terlihat dari tujuan pembelajaran IPS/studi sosial yang

dikemukakan oleh The Multi State Consortium of Performance Based

Teacher Education di AS tahun 1973 (Djahiri dan Ma’mun, 1978:9), yaitu:

Kemampuan mendukung nilai-nilai demokrasi:a. Sanggup hidup kooperatif dengan lainnya dan menolak hal-hal

yang kompromistis yang tanpa dasar pertimbangan rasional.

56

b. Mau menerima adanya kebebasan menyatakan pendapat dan berpikir, baik bagi yang sealiran/sependapat dengannya ataupun yang tidak.

c. Menghargai dan memperjuangkan tegaknya tata cara yang wajar dan baik.

d. Menerima suara mayoritas sampai hal tersebut berubah melalui cara yang damai.

e. Bersedia melindungi hak minoritas dan individual.f. Sadar akan tanggung jawab untuk melaksanakan segala hal yang

baik, aik bagi kepentingan dirinya, orang lain, sekolah, masyarakat dan negara.

g. Memiliki rasa tanggung jawab sebagai warga negara.h. Menghargai perubahan seagai alat mencapai kemajuan dalam

mencapai tujuan, tetapi tidak mempersamakan kemajuan dan perubahan.

Berdasarkan pendapat di atas jelas, bahwa pembelajaran IPS

bertujuan menanamkan nilai-nilai demokrasi kepada para peserta didik agar

menjadi warga negara yang baik yang dapat menerima dan menghargai

perbedaan pendapat serta memahami dan menyadari akan hak dan

kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berangsa dan bernegara.

Adapun nilai-nilai demokrasi yang harus ditanamkan dalam pembelajaran

(Sungkowo, et al., 2002:11-12) sebagai berikut:

1. Bersedia mendengarkan pendapat orang lain.2. Menghargai perbedaan pendapat.3. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.4. Toleran dalam bermusyawarah/diskusi.5. Bersedia melaksanakan setiap hasil keputusan bersama.6. Menghargai kritikan yang dilontarkan orang lain.7. Membuat keputusan yang adil.

Berdasarkan pendapat di atas, menunjukan bahwa nilai-nilai

demokrasi yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran adalah bersedia

mendengarkan pendapat orang lain; menghargai perbedaan pendapat; tidak

memaksakan kehendak kepada orang lain; toleran dalam

57

bermusyawarah/diskusi; bersedia melaksanakan setiap hasil keputusan

bersama; menghargai kritikan yang dilontarkan orang lain; serta membuat

keputusan yang adil.

Agar kelas pembelajaran IPS benar-benar dapat berfungsi sebagai

laboratorium demokrasi, menurut Somantri (2001:188) perlu ditempuh

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Jadikan setiap pokok bahasan menjadi generalisasi yang bermasalah;

b. Ikuti langkah-langkah pendekatan pemecahan masalah dan dialog kreatif dalam mengkaji generalisasi;

c. Upayakan generalisasi dengan memperhatikan kesatuan perkembangan kognitif, afektif, dan keterampilan dengan kriteria generator citizen.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dengan

menempuh langkah-langkah tersebut para peserta didik dihadapkan pada

masalah sosial, sehingga mereka diharapkan dapat memikirkan dan mencari

jalan keluar untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Hal ini

sebagaimana dikemukakan oleh Somantri (2001:189), bahwa:

Pengembangan kelas Pendidikan IPS sebagai laboratorium demokrasi ini tidak semata-mata mengkaji dan melatih keterampilan berdiskusi melalui langkah-langkah pendekatan pemecahan masalah, melainkan muatan kognitif dan afektifnya harus merupakan kesatuan dengan keterampilan sosial dengan keterampilan mengemukakan pendapat serta berbeda pendapat. Dengan cara itu, maka dialog kreatif sebagai salah satu tatakrama laboratorium demokrasi benar-benar berbobot ilmiah dalam demokrasi Pancasila dan human invesment dan upaya demokrasi bisa berkembang dengan sehat.

Berdasarkan pendapat di atas, menunjukan bahwa keberhasilan

pembelajaran demokrasi melalui IPS harus memperhatikan prinsip-prinsip

pembelajaran interaktif. Pembelajaran interaktif menurut Dewey (Sapriya dan

58

Winataputra, 2004:118-119), yaitu: “Menghormati dan penuh perhatian

kepada orang lain, menghasilkan sejumlah solusi tentang masalah-masalah

bersama, berusaha menerapkan solusi-solusi tersebut”. Sementara menurut

Al Muchtar (2004:259), bahwa: Pengembangan kemampuan berpikir dan nilai

dalam pendidikan IPS akan berhasil, jika dikembangkan secara simultan

dengan kondisi PBM yang demokratis dalam suasana keterbukaan”.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan

suasana pembelajaran yang demokratis dan humanis dalam suasana

keterbukaan, peserta didik diharapkan dapat memiliki keterampilan sosial dan

keterampilan mengemukakan pendapat serta bagaimana cara menyikapi

perbedaan pendapat. Dalam hal menyikapi perbedaan pendapat, sikap para

pendidik yang legowo atau lapang dada dalam menghadapi perbedaan

pendapat antara sesama peserta didik atau antara peserta didik dengan

pendidik bahkan mau menerima pendapat dan kritik dari peserta didik

merupakan poin yang bernilai tinggi dalam mengembangkan kelas sebagai

laboratorium demokrasi. Dengan demikian dalam penanaman nilai-nilai

demokrasi, hal penting yang tidak boleh dilupakan adalah pola

pembelajarannya harus demokratis. Jangan sampai pembelajaran

demokrasi, tetapi pola pembelajarannya bertentangan dengan prinsip-prinsip

demokrasi. Keadaan seperti ini jelas akan menjadi kontraproduktif dengan

tujuan pembelajaran demokrasi yaitu membentuk manusia atau warga

negara yang memiliki kesadaran dalam berdemokrasi. Jadi, pembelajaran

demokrasi ini harus dimulai dari para pendidik dengan menunjukan sikap-

59

sikap demokratis baik di dalam maupun di luar kelas. Hal ini sebagaimana

dikemukakan oleh Wahab (1998:7), bahwa: ”Perubahan apapun yang

dilakukan tanpa komitmen dan kerja keras guru semuanya akan menjadi sia-

sia atau gagal sama sekali.

D. Pembelajaran Elektronik (E-learning)

1. Pengertian Pembelajaran Elektronik (E-learning)

Pembelajaran elektronik atau e-Learning telah dimulai pada tahun

1970-an (Waller and Wilson, 2001). Berbagai istilah digunakan untuk

mengemukakan pendapat/gagasan tentang pembelajaran elektronik, antara

lain adalah: on-line learning, internet-enabled learning, virtual learning, atau

web-based learning. Dalam kaitan ini, yang diperlukan adalah kejelasan

tentang kegiatan belajar yang bagaimanakah yang dapat dikatakan sebagai

e-Learning? Apakah seseorang yang menggunakan komputer dalam

kegiatan belajarnya dan melakukan akses berbagai informasi (materi

pembelajaran) dari Internet, dapat dikatakan telah melakukan e-Learning?

Ada 3 (tiga) hal penting sebagai persyaratan kegiatan belajar

elektronik (E-learning), yaitu: (a) kegiatan pembelajaran dilakukan melalui

pemanfaatan jaringan (“jaringan” dalam uraian ini dibatasi pada penggunaan

internet. Jaringan dapat saja mencakup LAN atau WAN). (Website e-

Learners.com), (b) tersedianya dukungan layanan belajar yang dapat

dimanfaatkan oleh peserta belajar, misalnya CD-ROM, atau bahan cetak, dan

(c) tersedianya dukungan layanan tutor yang dapat membantu peserta

belajar apabila mengalami kesulitan.

60

Di samping ketiga persyaratan tersebut di atas masih dapat

ditambahkan persyaratan lainnya, seperti adanya: (a) lembaga yang

menyelenggarakan/mengelola kegiatan E-learning, (b) sikap positif dari

peserta didik dan tenaga kependidikan terhadap teknologi komputer dan

internet, (c) rancangan sistem pembelajaran yang dapat dipelajari/diketahui

oleh setiap peserta belajar, (d) sistem evaluasi terhadap kemajuan atau

perkembangan belajar peserta belajar, dan (e) mekanisme umpan balik yang

dikembangkan oleh lembaga penyelenggara.

Dengan demikian, secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa

pembelajaran elektronik (E-learning) merupakan kegiatan pembelajaran yang

memanfaatkan jaringan (Internet, LAN, WAN) sebagai metode penyampaian,

interaksi, dan fasilitasi serta didukung oleh berbagai bentuk layanan belajar

lainnya (Brown, 2000; Feasey, 2001). Dalam uraian lebih lanjut, istilah

“E-learning”, “online learning” atau “pembelajaran elektronik” akan digunakan

secara bergantian namun tetap dengan pengertian yang sama seperti yang

telah dikemukakan.

Electronic Learning (E-learning) adalah kegiatan belajar asynchronous

melalui perangkat elektronik komputer yang tersambungkan ke internet

dimana peserta belajar berupaya memperoleh bahan belajar yang sesuai

dengan kebutuhannya. (Dong, dalam Kamarga, 2002:53)

Lebih jauh Kamarga (2002:53-54) menjelaskan bahwa :

E-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara online; E-Learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks,

61

CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi; E-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan konten dan pengembangan teknologi pendidikan.

Berdasarkan pendapat tersebut, menunjukan bahwa E-learning adalah

menggunakan teknologi internet sebagai sumber informasi, sehingga siswa

akan dengan mudah mendapatkan informasi untuk mendukung mata

pelajaran yang sedang dipelajarinya, dengan cara mengakses situs-situs

yang diinginkan.

Kegiatan E-learning lebih bersifat demokratis dibandingkan dengan

kegiatan belajar pada pendidikan konvensional. Mengapa? Peserta didik

memiliki kebebasan dan tidak merasa khawatir atau ragu-ragu maupun takut,

baik untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pendapat/

tanggapan karena tidak ada peserta belajar lainnya yang secara fisik

langsung mengamati dan kemungkinan akan memberikan komentar,

meremehkan atau mencemoohkan pertanyaan maupun pernyataannya

.

2. Fungsi Pembelajaran Elektronik (E-learning)

Kecenderungan untuk mengembangkan E-learning sebagai salah satu

alternatif pembelajaran di berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan

semakin meningkat sejalan dengan perkembangan di bidang teknologi

komunikasi dan informasi. Infrastruktur di bidang telekomunikasi yang

menunjang penyelenggaraan E-learning tidak lagi hanya menjadi monopoli

62

kota-kota besar, tetapi secara bertahap sudah mulai dapat dinikmati oleh

mereka yang berada di kota-kota di tingkat kabupaten. Artinya, masyarakat

yang berada di kabupaten telah dapat “berinternet ria”.

Peningkatan infrastruktur di bidang telekomunikasi, baik

ketersediaaannya dan cakupannya maupun kualitasnya, lembaga-lembaga

pendidikan dan pelatihan, terutama lembaga pendidikan tinggi, tampak terus

melengkapi dirinya dengan berbagai fasilitas yang memungkinkan para

“civitas academica”-nya memanfaatkan infrastruktur telekomunikasi yang

tersedia untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran dan pemberian

layananan kepada mahasiswa. Berbagai fasilitas yang dimaksud antara lain

adalah berupa pengadaan perangkat komputer (lab komputer), koneksi ke

internet (internet connectivity), pengembangan website, pengembangan

Local Area Network (LAN), dan pengembangan intranet.

Pemanfaatan teknologi telekomunikasi untuk kegiatan pembelajaran di

perguruan tinggi di Indonesia semakin kondusif dengan diterbitkannya Surat

Keputusan Menteri Departemen Pendidikan Nasional (SK Mendiknas) tahun

2001 yang mendorong perguruan tinggi konvensional untuk

menyelenggarakan pendidikan jarak jauh (dual mode). Dengan iklim yang

kondusif ini, beberapa perguruan tinggi telah melakukan berbagai persiapan,

seperti penugasan para dosen untuk (a) mengikuti pelatihan tentang

pengembangan bahan belajar elektronik, (b) mengidentifikasi berbagai

platform pembelajaran elektronik yang tersedia, dan (c) melakukan

eksperimen tentang penggunaan platform pembelajaran elektronik tertentu

63

untuk menyajikan materi perkuliahan.

Kegiatan pembelajaran elektronik membuat siswa dapat

berkomunikasi dengan gurunya kapan saja, yaitu melalui e-mail. Demikian

juga sebaliknya. Sifat komunikasinya bisa tertutup antara satu siswa dengan

guru atau bahkan bersama-sama melalui papan buletin. Komunikasinya juga

masih bisa dipilih, mau secara serentak atau tidak (Soekartawi, 2002a, b).

Melalui E-learning, para siswa dimungkinkan untuk tetap dapat belajar

sekalipun tidak hadir secara fisik di dalam kelas. Kegiatan belajar menjadi

sangat fleksibel karena dapat disesuaikan dengan ketersediaan waktu para

siswa/mahasiswa. Kegiatan pembelajaran terjadi melalui interaksi siswa

dengan sumber belajar yang tersedia dan dapat diakses dari internet.

Setidaknya ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik terhadap

kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu sebagai

suplemen yang sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau

pengganti (substitusi) (Siahaan, 2002).

a. Suplemen (Tambahan)

Dikatakan berfungsi sebagai supplemen (tambahan), apabila peserta didik

mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi

pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada

kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi

pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang

memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau

wawasan.

64

b. Komplemen (Pelengkap)

Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi

pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi

pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas. Sebagai komplemen

berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi

reinforcement (pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.

Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment, apabila

kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/memahami

materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learners)

diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik

yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya

agar semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap

materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas.

Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta didik yang

mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru

secara tatap muka di kelas (slow learners) diberikan kesempatan untuk

memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang memang secara

khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar peserta didik semakin

lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan guru di kelas.

c. Substitusi (Pengganti)

Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa

alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada para

65

mahasiswanya. Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara fleksibel

mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas

lain sehari-hari mahasiswa. Ada 3 alternatif model kegiatan pembelajaran

yang dapat dipilih peserta didik, yaitu: (1) sepenuhnya secara tatap muka

(konvensional), (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui

internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui internet.

Alternatif model pembelajaran mana pun yang akan dipilih peserta didik

tidak menjadi masalah dalam penilaian. Karena ketiga model penyajian

materi pembelajaran mendapatkan pengakuan atau penilaian yang sama.

Jika peserta didik dapat menyelesaikan program pembelajarannya dan

lulus melalui cara konvensional atau sepenuhnya melalui internet, atau

bahkan melalui perpaduan kedua model ini, maka institusi penyelenggara

pendidikan akan memberikan pengakuan yang sama. Keadaan yang

sangat fleksibel ini dinilai sangat membantu peserta didik untuk

mempercepat penyelesaian studinya.

E. Implementasi Internet dalam Pembelajaran Demokrasi

1. Internet sebagai Media Pembelajaran Demokrasi

Penggunaan Internet untuk keperluan pendidikan yang semakin

meluas terutama di negara-negara maju, merupakan fakta yang

menunjukkan bahwa dengan media ini memang dimungkinkan

diselenggarakannya proses belajar mengajar yang lebih efektif. Hal itu terjadi

karena dengan sifat dan karakteristik Internet yang cukup khas, sehingga

66

diharapkan bisa digunakan sebagai media pembelajaran sebagaimana media

lain telah dipergunakan sebelumnya seperti radio, televisi, CD-ROM Interkatif

dan lain-lain.

Sebagai media yang diharapkan akan menjadi bagian dari suatu

proses belajar mengajar di sekolah, internet harus mampu memberikan

dukungan bagi terselenggaranya proses komunikasi interaktif antara guru

dengan siswa sebagaimana yang dipersyaratkan dalam suatu kegiatan

pembelajaran. Kondisi yang harus mampu didukung oleh internet tersebut

terutama berkaitan dengan strategi pembelajaran yang akan dikembangkan,

yang kalau dijabarkan secara sederhana, bisa diartikan sebagai kegiatan

komunikasi yang dilakukan untuk mengajak siswa mengerjakan tugas-tugas

dan membantu siswa dalam memeperoleh pengetahuan yang dibutuhkan

dalam rangka mengerjakan tugas-tugas tersebut.

Sebagai dasar untuk memanfaatkan internet sebagai media

pembelajaran dalam seting sekolah, ada beberapa hal yang perlu mendapat

perhatian dan penanganan yang serius agar penyelenggaraan pemanfaatan

internet untuk pembelajaran bisa berhasil, seperti diungkapkan oleh Hardjito

(2004) yaitu :

a. Faktor Lingkungan, yang meliputi institusi penyelenggara pendidikan dan masyarakat.

b. Siswa atau peserta didik meliputi usia, latarbelakang, budaya, penguasaan bahasa dan berbagai gaya belajamya

c. Guru atau pendidik meliputi latar belakang, usia, gaya mengajar, pengalaman dan personalitinya

d. Faktor teknologi meliputi komputer, perangkat lunak, jaringan, koneksi ke internet dan berbagai kemampuan yang dibutuhkan berkaitan dengan penerapan internet di lingkungan sekolah.

67

Berdasarkan pendapat tersebut, menunjukan bahwa dalam

memanfaatkan internet perlu memperhatikan faktor lingkungan, siswa, guru

dan faktor teknologi, yang dapat mengefektifkan internet sebagai media dan

sumber pembelajaran.

Selama ini dalam pembelajaran lebih sering menggunakan media

belajar berupa OHP, Radio Tape, Televisi. Namun seiring pesatnya

perkembangan teknologi, internet kini merupakan media yang dapat

digunakan untuk pembelajaran. Kemudahan dalam mengoperasikan dan

tersedianya berjuta-juta bahkan bermilyar situs dapat dijadikan sebagai

sumber pembelajaran. Oleh karena itu, kini setiap sekolah sudah mulai

memperhitungkan untuk menggunakan komputer dan internet sebagai

penunjang dan sarana belajar bagi para siswanya.

2. Model Pembelajaran Demokrasi melalui Internet

Pembelajaran PKn dituntut untuk mengembangkan sikap demokrasi

yang bertujuan membentuk sikap dan perilaku siswa yang demokratis,

sehingga suasana kelas menjadi semakin hidup tidak hanya guru yang

berkreasi, tetapi siswapun terlibat didalamnya, dengan demikian Guru PKn

harus menampilkan kepribadian yang demokratis yaitu bersikap ramah,

kekeluargaan tidak memaksakan kehendaknya kepada anak didiknya serta

setiap siswa diperhatikan akan hak dan kewajibannya, menghargai

pribadinya serta selalu menyatakan musyawarah untuk mufakat dalam

penyelesaian suatu masalah.

68

Pembelajaran digambarkan sebagai aktivitas yang terjadi dikelas yang

mencakup material atau sumber. Sumber pembelajaran adalah segala

sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah

maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar

dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisien tujuan pembelajaran.

Sumber pembelajaran dapat dikelompokan menjadi dua bagian,

yaitu: a) Sumber pembelajaran yang sengaja direncanakan ( learning

resources by design), yakni semua sumber yang secara khusus telah

dikembangkan sebagai komponen sistem intruksional untuk memberikan

fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal; dan b) Sumber

pembelajaran yang karena dimanfaatkan (learning resources by utilization),

yakni sumber belajar yang tidak secara khusus didesain untuk keperluan

pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan dan dimanfaatkan untuk

keperluan belajar.

Berdasarkan uraian di atas, sumber pembelajaran demokrasi adalah

sumber belajar yang mendukung terhadap pelaksanaan pembelajaran

demokrasi dalam hal ini peneliti lebih memfokuskan kepada sumber

pembelajaran elektronik yaitu internet.

Ada tiga bentuk model pembelajaran melalui Internet yang layak

dipertimbangkan sebagai dasar pengembangan sistem pembelajaran dengan

mendayagunakan internet yaitu: (1) Web Course, (2) Web Centric Course,

dan (3) Web Enhanced Course (Haughey, dalam Siahaan, 1998).

69

Web Course, ialah penggunaan internet untuk keperluan

pembelajaran, di mana seluruh bahan belajar, diskusi, konsultasi,

penugasan, latihan dan ujian sepenuhnya disampaikan melalui internet.

Siswa dan guru sepenuhnya terpisah, namun hubungan atau komunikasi

antara peserta didik dengan pengajar bisa dilakukan setiap saat. Komunikasi

lebih banyak dilakukan secara ansynchronous daripada secara synchronous.

Bentuk web course ini tidak memerlukan adanya kegiatan tatap muka baik

untuk keperluan pembelajaran maupun evaluasi dan ujian, karena semua

proses belajar mengajar sepenuhnya dilakukan melalui penggunaan fasilitas

internet seperti e-mail, chat rooms, bulletin board dan online conference.

Di samping itu sistem ini biasanya juga dilengkapi dengan berbagai

sumber belajar (digital), baik yang dikembangkan sendiri maupun dengan

menggunakan berbagai sumber belajar dengan jalan membuat hubungan

(link) ke berbagai sumber belajar yang sudah tersedia di internet, seperti

database statistic berita dan informasi, e-book, perpustakaan elektronik dll.

Bentuk pembelajaran model ini biasanya dipergunakan untuk

keperluan pendidikan jarak jauh (distance education/learning). Aplikasi

bentuk ini antara lain virtual campus/university, ataupun lembaga pelatihan

yang menyelenggarakan pelatihan-pelatihan yang bisa diikuti secara jarak

jauh dan setelah lulus ujian akan diberikan sertifikat.

Web Centric Course, di mana sebagian bahan belajar, diskusi,

konsultasi, penugasan, dan latihan disampaikan melalui internet, sedangkan

ujian dan sebagian konsultasi, diskusi dan latihan dilakukan secara tatap

70

muka. Walaupun dalam proses belajarnya sebagian dilakukan dengan tatap

muka yang biasanya berupa tutorial, tetapi prosentase tatap muka tetap lebih

kecil dibandingkan dengan prosentase proses belajar melalui internet.

Dengan bentuk ini maka pusat kegiatan belajar bergeser dari kegiatan kelas

menjadi kegiatan melalui internet. Sama dengan bentuk web course, siswa

dan guru sepenuhnya terpisah tetapi pada waktu-waktu yang telah ditetapkan

mereka bertatap muka, baik di sekolah atau di tempat yang telah ditentukan.

Web Enhanced Course, yaitu pemanfaatan internet untuk pendidikan,

untuk menunjang peningkatan kualitas kegiatan belajar mengajar di kelas.

Bentuk ini juga dikenal dengan nama Web lite course, karena kegiatan

pembelajaran utama adalah tatap muka di kelas.

Peranan internet di sini adalah untuk menyediakan sumber-sumber

yang sangat kaya dengan memberikan alamat-alamat atau membuat

hubungan (link) ke berbagai sumber belajar yang sesuai yang bisa diakses

secara online, untuk meningkatkan kuantitas dan memperluas kesempatan

berkomunikasi antara pengajar dengan peserta didik secara timbal balik.

Dialog atau komunikasi tersebut adalah untuk keperluan berdiskusi,

berkonsultasi, maupun untuk bekerja secara kelompok. Komunikasi timbal

balik bisa dilakukan antara siswa dengan siswa, siswa dengan teman di luar

kelas/sekolah, siswa dengan kelompok, siswa dengan guru maupun guru

dengan siswa atau dengan kelompok.

Berbeda dengan kedua bentuk sebelumnya, pada bentuk Web

Enhanced Course ini prosentase pembelajaran melalui internet justru lebih

71

sedikit dibandingkan dengan prosentase pembelajaran secara tatap muka,

karena penggunaan internet adalah hanya untuk mendukung kegiatan

pembelajaran secara tatap muka. Bentuk ini bisa pula dikatakan sebagai

langkah awal bagi institusi pendidikan yang akan menyelenggarakan

pembelajaran berbasis internet, sebelum menyelenggarakan pembelajaran

dengan internet secara lebih kompleks, seperti Web Centric Course ataupun

Web course.

Baik pada model ataupun Web course, Web Centric Course ataupun

Web Enhanced Course, terdapat beberapa komponen aktivitas seperti

informasi, bahan belajar, pembelajaran atau komuniaksi, penilaian yang

bervariasi.

3. Pemanfaatan Internet untuk Pembelajaran Demokrasi

Dewasa ini, penggunaan internet telah merasuk pada hampir semua

aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, pendidikan, hiburan, bahkan

keagamaan. Pendeknya apa saja yang dapat terpikirkan!. Kita dapat

mengetahui berita-berita teraktual hanya dengan mengklik situs-situs berita di

web. Demikian pula dengan kurs mata uang atau perkembangan di lantai

bursa, internet dapat menyajikannya lebih cepat dari media manapun.

Kelebihan sarana internet yang tidak mengenal batas geografis juga

menjadikan internet sebagai sarana yang ideal untuk melakukan kegiatan

belajar jarak jauh, baik melalui kursus tertulis maupun perkuliahan. Tentu

saja ini menambah panjang daftar keuntungan bagi mereka yang memang

ingin maju dengan memanfaatkan sarana internet.

72

Bagi mereka yang gemar bersosialisasi atau mencari sahabat, internet

menawarkan berjuta kesempatan. Baik melalui email maupun chatroom, para

pengguna internet dapat menjalin komunikasi dengan rekan-rekannya di

segala penjuru dunia dalam waktu singkat dan biaya yang relatif murah.

Apabila dalam surat menyurat konvensional yang menggunakan jasa pos,

sebuah surat bisa menghabiskan waktu berminggu-minggu dalam perjalanan

lintas benua, maka sebuah email hanya membutuhkan hitungan detik untuk

dapat menjangkau segala sudut dunia. Biaya komunikasi lintas benua dapat

lebih ditekan lagi. Dengan hadirnya teknologi VoIP (Voice over Internet

Protocol), pengguna telepon tidak lagi perlu mengeluarkan biaya sambungan

telepon internasional yang sangat mahal untuk menghubungi kolega atau

keluarga di luar negeri. Teknologi ini memungkinkan kita melakukan

percakapan telepon internasional dengan ongkos yang hanya sedikit lebih

mahal dari biaya pulsa telepon lokal.

Kekuatan demokrasi terletak pada informasi, hal ini sudah lama ada di

dalam literatur politik kontemporer. Internet merupakan sarana informasi yang

dapat diakses dengan cepat. Oleh karena itu internet membebaskan warga

negara dari keterbatasan informasi yang secara historis telah menghalangi

pengawasan terhadap penyelewengan politik. Internet bisa menjadi perantara

dalam hubungannya antara warga negara dengan negara. Oleh karena itu

sebagian para ahli di bidang internet menyatakan bahwa sambungan internet

adalah sebuah kekuatan yang demokratis. Hal ini seperti diungkapkan oleh

Simon L, (2003) yang menyatakan bahwa :

73

Para teknolog idealis yang mengembangkan internet merasa yakin bahwa internet akan memperkuat demokrasi dan menyebarkan nilai-nilai demokrasi ke seluruh dunia. Mereka menyebutkan berbagai atribut internet untuk mendukung pendapatnya. Internet dapat membuat setiap orang menjadi penerbit dengan pembaca luas. Internet bisa menjadi mode ekpresi yang sangat kuat. Internet dapat membangun masyarakat sipil sebab ia mengizinkan individu di manapun untuk bergaul dengan orang lain. Internet dapat memberdayakan warga dan konsumen dengan menyediakan pengetahuan dan alat baru untuk mengimbangi pemerintah dan institusi besar lainnya. Internet dapat membuat pemerintah lebih transparan dan terbuka untuk diawasi.

Berdasarkan pendapat tersebut jelaslah bahwa internet sangat

bermanfaat untuk mengembangkan demokrasi dalam suatu pemerintahan.

Bahkan internet sebagai sarana yang digunakan oleh warga negara untuk

mengontrol jalanya pemerintahan secara langsung.

Demikian pula pemanfaatan internet untuk pendidikan di sekolah-

sekolah, terutama para akademisi merupakan salah satu pihak yang paling

diuntungkan dengan kemunculan internet. Aneka referensi, jurnal, maupun

hasil penelitian yang dipublikasikan melalui internet tersedia dalam jumlah

yang berlimpah. Para siswa tidak lagi perlu mengaduk-aduk buku di

perpustakaan sebagai bahan untuk mengerjakan tugas-tugas dari

sekolahnya. Cukup dengan memanfaatkan search engine, materi-materi

yang relevan dapat segera ditemukan.

Search engine yang dianggap terbaik untuk mencari data atau yang

sering digunakan diantaranya adalah Google (http://www.google.com),

Altavista (http://www.altavista.com), HotBot (http://www.hotbot.com),

Northern Light (http://www.northernlight.com), Excite (http://www.excite.

com), Infoseek (http://www.infoseek.go.com), dan Lycos (http://www.lycos.

74

com).

Melakukan proses pencarian melalui situs search engine lebih

ditujukan jika pengguna ingin memperdalam pengertian satu kata atau frasa,

atau mengkaji lebih dari suatu permasalahan yang diwakili oleh satu kata.

Dalam hal ini search engine memberikan fasilitas yang ditujukan kepada hasil

pencarian lebih banyak dan bervariasi, serta hasil pencarian mencakup

keluaran terbaru. Kemampuan search engine memberikan hasil lebih banyak

dan termasuk juga hasil pencarian berupa situs-situs terbaru disebabkan

proses pencarian dilakukan dengan menggunakan mesin pencari (tidak

manual). Contoh tampilan mesin pencari google dapat dilihat pada gambar

berikut ini:

  

Web    Gambar    Grup    Direktori    

  Pencarian Canggih  Kesukaan    

Telusuri: situs web halaman dari Indonesia

 Web 

Frasa-frasa yang terkait:   representative democracy   direct democracy   new democracy   social democracy   christian democracy   liberal democracy   industrial democracy   parliamentary democracy   e-democracy   chinese democracy

Gambar 2.1

Contoh Situs Google

Cara untuk mencari data di internet sangat mudah sekali, hal ini cukup

75

memungkinkan dilaksanakan oleh siswa, yang kini sudah paham terhadap

komputer dan internet. Untuk mencari data di internet langkah-langkahnya

adalah: a) Siapkan kata kunci dari materi yang akan dicari, seperti

“demokrasi”; b) Buka internet melalui Internet Explorer Broser; c) Ketik alamat

mesin pencari, seperti: www.google.com; d) Ketik kata kunci yang akan dicari

pada kotak mesin pencari; e) Tekan enter. Maka akan keluar daftar file-file

yang ada hubungannya dengan demokrasi. Untuk mengetahui isinya kita

tinggal klik file tersebut, maka akan terlihat isi file tersebut sehingga kita

dapat membacanya atau mengkopinya kedalam disket.

Mencari data di internet selain menghemat tenaga dalam mencarinya,

materi-materi yang dapat ditemui di internet cenderung lebih up-to-date.

Buku-buku teks konvensional memiliki rentang waktu antara proses

penulisan, penerbitan, sampai ke tahap pemasaran. Kalau ada perbaikan

maupun tambahan, itu akan dimuat dalam edisi cetak ulangnya, dan itu jelas

membutuhkan waktu. Kendala semacam ini nyaris tidak ditemui dalam

publikasi materi ilmiah di internet mengingat meng-upload sebuah halaman

web tidaklah sesulit menerbitkan sebuah buku. Akibatnya, materi ilmiah yang

diterbitkan melalui internet cenderung lebih aktual dibandingkan yang

diterbitkan dalam bentuk buku konvensional

F. Dampak Penggunaan Internet ditinjau dari Aspek Hukum

1. Bentuk Kejahatan melalui Internet (Cyber Crime)

76

Era kemajuan teknologi informasi ditandai dengan meningkatnya

penggunaan media internet dalam setiap aspek kehidupan manusia. Tanpa

disadari produk teknologi sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Penggunaan

televisi, telepon, fax, sellular phone (handphone) dan sekarang internet

sudah bukan menjadi hal aneh dan baru, khususnya di kota-kota besar.

Perkembangan teknologi informasi ini disatu sisi akan mempermudah

manusia dalam menjalankan aktivitasnya, disisi lain dapat menimbulkan

berbagai masalah yang memerlukan penanganan yang serius, seperti

munculnya berbagai bentuk kejahatan baru yang dikenal dengan cybercrime.

Menurut Mansur dan Gultom, (2005:6) menjelaskan bahwa: “Kata

“cyber” yang berasal dari kata “cybernetics”, merupakan suatu bidang ilmu

yang merupakan perpaduan antara robotik, matematika, elektro dan psikologi

yang dikembangkan oleh Norbert Wiener di tahun 1948. Salah satu aplikasi

dari cybernetics adalah di bidang pengendalian (robot) dari jarak jauh.

Sedangkan Istilah cybercrime saat ini merujuk pada suatu tindakan

kejahatan yang berhubungan dengan dunia maya (cyberpace) atau tindakan

kejahatan dengan menggunakan komputer dan internet. Menurut Mansur dan

Gultom, (2005:8) menjelaskan:

Secara umum yang dimaksud kejahatan komputer atau kejahatan di dunia cyber (cybercrime) adalah upaya memasuki dan atau menggunakan fasilitas komputer atau jaringan komputer tanpa ijin dan dengan melawan hukum dengan atau tanpa menyebabkan perubahan dan atau kerusakan pada fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut.

Berdasarkan pendapat tersebut, menunjukan bahwa cybercrime

adalah salah satu bentuk kejahatan di dunia maya dengan menggunakan

77

fasilitas komputer dan internet secara melawan hukum dan menimbulkan

kerusakan baik pada fasilitas komputer itu sendiri maupun bagi

penggunanya.

Cybercrime adalah sebuah perbuatan yang tercela dan melanggar

kepatutan di dalam masyarakat serta melanggar hukum, sekalipun sampai

sekarang sukar untuk menemukan norma hukum yang secara khusus

mengatur cybercrime. Oleh karena itu, peran masyarakat dalam upaya

penegakan hukum terhadap cybercrime adalah penting untuk menentukan

sifat dapat dicela dan melanggar kepatutan masyarakat dari suatu perbuatan

cybercrime.

Umumnya suatu masyarakat yang mengalami perubahan akibat

kemajuan teknologi, banyak melahirkan masalah-masalah sosial. Hal ini

terjadi karena kondisi masyarakat itu sendiri yang belum siap menerima

perubahan atau dapat pula karena nilai-nilai masyarakat yang telah berubah

dalam menilai kondisi lama sebagai kondisi yang tidak lagi dapat diterima.

Dampak negatif akibat pengaruh penggunaan media internet dalam

kehidupan masyarakat dewasa ini semakin meluas. Melalui internet beberapa

jenis tindak pidana semakin mudah untuk dilakukan seperti, tindak pidana

pencemaran nama baik, pornogarfi, perjudian, pembobolan rekening,

perusakan jaringan cyber (hacking), penyerangan melalui virus (virus at-tack)

dan sebagainya. Menurut Mansur dan Gultom, (2005:26) menjelaskan bahwa

Jenis-jenis kejahatan yang masuk dalam katagori cybercrime diantaranya:

1. Cyber-terorism

78

2. Cyber-pornography: penyebarluasan obscene materials termasuk pornography, indecent exposure, dan child pornography.

3. Cyber-harassement: pelecehan seksual melalui e-mail, websites atau chat programs.

4. Cyber-stalking: crimes of stalking melalui penggunaan komputer dan internet.

5. Hacking: penggunaan programming abilities dengan maksud bertentangan dengan hukum.

6. Carding (credit-card fraud): berbagai macam aktivitas yang melibatkan kartu kredit: carding muncul ketika seorang yang bukan pemilik kartu kredit menggunakan kartu kredit secara melawan hukum.

Dengan memperhatikan jenis-jenis kejahatan tersebut di atas, dapat

digambarkan bahwa cybercrime memiliki ciri-ciri khusus yaitu: 1) Non-

violence (tanpa kekerasan); 2) sedikit melibatkan kontak fisik (minimize of

physical contact); 3) menggunakan peralatan (equipment) dan teknologi; 4)

memanfaatkan jaringan telematika (telekomunikasi), media dan informatika)

global.

Karena begitu majunya teknologi yang dipergunakan oleh pelaku

kejahatan dalam cybercrime ini, mengakibatkan timbulnya berbagai masalah

hukum tersendiri dalam penanggulangannya. Salah satu contoh bagaimana

kejahatan ini sangat kental bernuansa internasional dapat dikemukakan

kasus yang terjadi di Kepolisian Darah Jawa Barat pada akhir Nopember

2001 menangkap seorang mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi

ternama di kota bandung, karena yang bersangkutan diduga telah melakukan

kejahatan penggunaan kartu kredit melalui internet.

Polisi mendapat laporan telex Interpol Wiesbaden Jerman nomor

0234203 tanggal 6 september 2001. dari bukti-bukti awal ditemukan bahwa

79

tersangka telah melakukan penyalahgunaan nomor-nomor kartu kredit yang

ia peroleh dengan cara mengakses melalui internet. Disini nampak jelas

bahwa pelaku adalah warga negara Indonesia, kartu kredit yang digunakan

adalah milik warga negara Jerman yang berasar dari bank Jerman dan

kemungkinan kartu kredit itu telah dipergunakan untuk membeli barang-

barang di beberapa negara lain.

Oleh karena itu, dalam memberantas kejahatan dalam dunia maya

(cyber creme) diperlukan penanganan serius serta melibatkan kerjasama

internasional baik yang sifatnya regional maupun multi lateral.

2. Hukum Penggunaan Internet (Cyber Law)

Pemanfaatan teknologi informasi disamping menghasilkan banyak

manfaat bagi kehidupan manusia, sekaligus juga berdampak pada

munculnya berbagai permasalahan yang memerlukan penanganan yang

serius, seperti sosial, ekonomi, keamanan, hukum, dan sebagainya.

Berkaitan dengan permasalahan hukum, kondisi perekembangan

hukum di Indonesia dari waktu ke waktu selalu menunjukan ketertinggalan,

baik disebabkan banyaknya peraturan yang merupakan produk dari

peninggalan penjajah masih tetap dipakai maupun produk hukum yang dibuat

pada masa sekarang dari sisi materi/substansi tidak mampu mengimbangi

perkembangan jaman yang semakin cepat.

Hal ini sangat kontradiktif dengan kedudukan hukum sebagai “a toll of

social engineering”, yang diharapkan posisi hukum seharusnya berada di

80

depan pembangunan. Sehingga tidaklah aneh apabila dalam beberapa kasus

tertentu di Indonesia akibat ketertinggalan hukum dari perkembangan

teknologi seringkali ketika muncul permasalahan dan permasalahan ini

diajukan ke pengadilan hakim kesulitan dalam memutuskan.

Ada beberapa permasalahan hukum yang diperkirakan memiliki kaitan

erat dengan pemenfaatan teknologi informasi, antara lain: Hak Atas

Kekayaan Intelektual (HAKI), Perlindungan Konsumen, Perbankan, Privacy,

dan Electronic Commerce. Kebutuhan akan lahirnya undang-undang

mengenai teknologi Informasi (cyberlaw) yang diharapkan mengatur

pemanfaatan Teknologi Informasi secara komprehensif merupakan hal yang

tidak dapat ditunda-tunda lagi.

Aspek hukum penting untuk mendukung perkembangan internet di

Indonesia, terutama untuk keperluan penyediaan dan akses informasi secara

elektronik. Karena bagaimanpun juga, harus diingat bahwa internet adalah

komunikasi dalam skala global antara orang dengan orang, bukan antara

komputer dengan komputer, meskipun penghubunganya adalah perangkat

komputer, setiap tulisan, gambar yang dikomunikasikan di internet adalah

dibuat dan disediakan oleh orang, dan yang akan melihat dan menerima

surat atau gambar tersebut juga orang bukan komputer. Dengan demikian,

masalah yang timbul akan menjadi tanggung jawab orang yang

menggunakan internet itu. Dan hanya oranglah yang dapat bertanggung

jawab secara hukum meskipun dalam beberapa hal orang ini digantikan oleh

81

badan hukum, namun di dalam badan hukum sendiri tentunya ada orang

yang bertanggung jawab sebagai pengurusnya.

Berbagai informasi bisa didapatkan di internet, mulai dari informasi

ekonomi, bisnis, pendidikan, hiburan dan lain-lain. Tersedianya informasi ini

tentunya tidak dengan sendirinya, sudah barang tentu ada pihak yang

menciptakan dan ada pihak yang menyediakan, dan pastilah salah satu dari

mereka adalah pemilik informasi tersebut. Sebagai pemilik informasi,

tentunya mereka berhak atas perlindungan dari tindakan curang yang

mungkin dilakukan oleh pihak lain, seperti: pencurian, penggandaan atau

penjiplakan. Perlindungan ini didapat dalam salah satu hak kepemilikan yang

sangat penting, yaitu hak cipta.

Hal penting lainnya yang mengenai informasi di media internet ini

adalah masalah keamanan informasi tersebut dari pemalsuan, penyampaian

kepada pihak yang tidak berhak dan aturan tentang isi informasi yang

disediakan di internet.

Secara umum semua penyedia jasa internet disebut Internet Service

Provider (ISP). Akan tetapi, sebenarnya penyedia jasa ini terbagi atas:

penyedia jaringan akses (connection provider), penyedia content yang juga

disebut sebagai information provider, dan penyedia search engine yang lajim

disebut portal. Penyedia jaringan akses adalah penyedia jasa jaringan

internet yang hanya terbatas pada penyelenggaraan jaringan yang dapat

digunakan oleh penyedia jasa internet lainnya untuk berhubungan dengan

jaringan internet. Penyedia content adalah penyelenggara internet yang

82

menyediakan isi (content) dari media yang dapat diakses oleh pengguna

internet. Sedangkan penyedia jasa search engine (portal) adalah penyedia

jasa internet yang menyediakan jasa berupa jalan bagi pengguna internet

untuk mencari dan menemukan berbagai informasi yang disediakan oleh

penyedia content melalui portal yang dibangun dan disediakan oleh penyedia

jasa search engine. Ketiga penyedia jasa ini saling berkaitan satu dengan

lainnya dan mempunyai tanggung jawab dan kewajiban hukum yang saling

berkaitan pula.

Hal yang paling penting untuk dikaji dari ketiga penyedia jasa tersebut

adalah masalah penyedia content, yang tentunya hak-hak mereka patut

dilindungi dari berbagai aksi pelanggaran yang ditimbulkan oleh pengguna

internet. Oleh karena itu perlu adanya aturan khusus untuk pengguna internet

agar mereka terhindar dari praktik kejahatan.

Untuk masalah perlindungan hak cipta, di tingkat internasional telah

didirikan suatu badan internasional yang bernama World Intelectual Property

Organization (WIPO), yang membahas peraturan-peraturan tentang hak cipta

di media internet.

Di indonesia sendiri perlindungan untuk penyedia content sudah ada,

yaitu Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Sementara untuk penguna

internet itu sendiri belum ada ketentuan hukum yang khusus mengatur bagi

penguna internet, sehingga hal ini harus menjadi pemikiran pemerintah untuk

menerbitkan hukum atau aturan bagi pengguna internet.

Salah satu contoh pelanggaran hak cipta terhadap content terjadi

83

apabila seseorang masuk (logon) ke salah satu pusat data (database)

misalnya, seseorang masuk melalui situs web Southern Methodist University,

selanjutnya masuk ke menu Law School dan masuk ke menu Law Review,

maka orang tesebut akan menemukan banyak sekali tulisan atau artikel yang

merupakan kajian hukum (law review), yang dipublikasikan disitu. Maka

orang tersebut akan diuji apakah dengan senang hati hanya membaca dan

kemudian ke luar (logout), ataukah akan mencoba men-download dan

kemudian mengambil copy-nya (dengan tidak sah).

Apabila orang tersebut membuat copy dari salah satu tulisan atau

artikel itu dan mengambilnya, maka sebenarnya orang tersebut telah

melakukan pelanggaran hak cipta (copyright). Bahkan, di Amerika Serikat

perbuatan membuka untuk membaca salah satu file saja sudah dikategorikan

membuat copy file itu, karena menurut pendapat umum yang dianut ahli

hukum internet di sana, definisi meng-copy, juga termasuk membuka suatu

file, karena dengan membuka suatu file, maka komputer tersebut harus

terlebih dahulu meng-copy-nya ke Random Access Memori (RAM) agar bisa

tampil di layar monitor. Memang beberapa ahli teknologi komputer keberatan

dengan hal ini, namun sampai saat ini pengadilan di Amerika Serikat masih

menyatakan bahwa membuka file yang menyebabkan ter-copy-nya file

tersebut ke RAM merupakan perbuatan meng-copy dalam pengertian

undang-undang tentang hak cipta, walaupun bersifat sementara, dan bila

komputer dimatikan maka file tersebut akan hilang.

84

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak yang diberikan

kepada orang atau pihak yang menghasilkan suatu ciptaan yang bersumber

dari pikirannya sendiri. Di antara hak ini adalah pemberian hak kepada pihak

pencipta suatu hak eklusif untuk menggunakan ciptaannya itu dalam jangka

waktu tertentu. Dalam hal hak cipta dikenal hak-hak yang berkaitan dengan

hasil karya tulisan (literaly works) dan hasil karya artistik (artistic works).

Menurut Sitompul, (2004:15) menjelaskan bahwa:

Hampir setiap negara di dunia mengatur masalah hasil karya cipta dan secara umum hak cipta ini terdiri dari:- Hak cipta atas karya tulis, yaitu: novel, cerita pendek, puisi,

drama dan karya tulis lainnya, tanpa membedakan isinya, panjang tulisan, atau bentuknya, baik itu berupa tulisan yang berupa kisah nyata, teknologi, fiksi atau apa saja.

- Hak cipta atas karya musik, yaitu berupa lagu, musik, opera baik untuk band ataupun orkestra, klasik ataupun kontemporer.

- Hak cipta atas karya koreografis.- Hasil karya artistik, berupa karya dua dimensi atau tiga

dimensi, lukisan, gambar, patung atau lainnya.- Hasil karya berupa peta, map atau karya teknis lainnya.- Hasil karya fotografi.- Hasil karya audio-visual

Pendapat tersebut menandakan bahwa hasil karya seseorang perlu

mendapatkan perlindungan dengan diterbitkannya hak cipta. Hak cipta

tersebut diberikan kepada pencipta suatu hasil karya, meskipun dalam hal

tertentu hak cipta dapat diberikan kepada pihak pemberi kerja yang meminta

pihak lain untuk mencipta suatu hasil karya. Hak cipta ini timbul segera

setelah hasil karya tersebut dibuat, demikian pula perlindungan terhadap hak

cipta dimulai setelah hak itu didapat. Perlindungan hak cipta ini diberikan

jangka waktu tertentu. Di beberapa negara diberikan untuk jangka waktu

85

sampai 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Untuk

Indonesia, perlindungan terhadap hak cipta ini diatur dalam pasal 28B

Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta.

Di media internet memberi perlindungan terhadap hak cipta ini

mengalami kesulitan karena belum ditemukannya cara yang benar-benar

aman dari pembajakan atau pencurian. Memang telah ada beberapa

teknologi yang diciptakan untuk menghindari pembajakan dan pencurian ini,

yaitu dengan teknologi Hyperlock dan HyperCD.

Teknologi ini menciptakan sistem yang dapat meng-encript content

internet, yaitu dengan melakukan encode terhadap software dan hanya dapat

dibuka melalui internet dan mengharuskan pengguna untuk membayar

sebelum mereka dapat membuka file tersebut. Sistem ini baik sekali terutama

bagi negara yang belum mengembangkan hukum di bindang internet seperti

Indonesia. Dengan demikian, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya

sengketa dan kasus-kasus di media internet.

Masalah perlindungan hak cipta di internet ini tidak harus membuat

takut para penyedia dan pengguna jasa internet, karena ada pertimbangan-

pertimbangan khusus yang diberikan kepada penyedia dan pengguna

internet. Menurut Sitompul, (2004:17) menjelaskan bahwa:

Dalam masalah perlindungan hak cipta terdapat asas yang dianut secara umum, yaitu asas “fair use”, di mana menurut asas ini, pembuatan copy dari suatu ciptaan dipertimbangkan dengan unsur-unsur sebagai berikut:- Sifat penggunaan hasil copy-an- Bentuk dari hasil ciptaan yang telah mempunyai hak cipta.- Besarnya bagian dari ciptaan yang di-copy- Akibat terhadap nilai pasar dari hasil ciptaan tersebut.

86

Keleluasaan untuk meng-copy suatu hasil karya diberikan kepada lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah dan perpustakaan, karena hal tersebut memenuhi keempat unsur di atas dan kebebasan itu dimaksudkan untuk memajukan tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, menunjukan bahwa lembaga

pendidikan, sekolah-sekolah dan perpusatakaan diberikan kebebasan untuk

meng-copy suatu hasil karya dari internet, karena untuk memajukan

pendidikan dan pengetahuan masyarakat, dan ini merupakan asas “fair use”

yang sampai saat ini masih diberlakukan secara umum.

Hal lainnya mengenai hak cipta adalah dengan berkembangnya

penempatan buku dan hasil karya tulis lainnya di internet melalui situs web

tertentu yang mengutif pembayaran terhadap setiap pengunjung situsnya

yang membuka file buku atau karya tulis tersebut untuk sekedar dibaca atau

untuk di-download. Apabila hak cipta atas buku atau karya tulis telah dijual

oleh penulis kepada penerbit yang kemudian menempatkannya dalam web

atau menjualnya kepada pemilik situs web lainnya, maka hal ini tidak

menimbulkan masalah. Yang menjadi masalah adalah apabila hak cipta atas

buku atau karya tulis tersebut masih dipegang oleh penulisnya.

Dalam hal ini, pemilik situs web menerima pembayaran dari pengguna

internet, sedangkan penulis yang sebenarnya adalah pemilik hak cipta tidak

mendapat apa-apa dari hasil pembayaran atas pembukaan atau peng-copy-

an file buku atau karya tulisnya. Kalau hal ini terjadi apakah penulis dapat

menuntut ganti rugi dari provider internet dan bagaimana caranya ia

membuktikan hal tersebut dan alat bukti apa yang dapat dibawa kehadapan

87

hakim untuk mendukung tuntutannya itu. Hal ini perlu mendapat perhatian

dari pihak yang berwenang.

Pelanggaran mengenai isi internet dapat merupakan pelanggaran

hukum yang bersifat delik biasa atau dapat pula merupakan delik aduan.

Pelanggaran hukum yang merupakan delik biasa adalah pornografi, penipuan

dan pencurian, sedangkan pelanggaran hukum yang berupa delik aduan,

antara lain adalah pencemaran nama baik dan penghinaan.

3. Dampak Penggunaan Internet bagi Siswa

Perkembangan internet di Indonesia memang seperti tidak terduga

sebelumnya. Beberapa tahun yang lalu internet hanya dikenal oleh sebagian

kecil orang yang mempunyai minat di bidang komputer. Namun, dalam tahun-

tahun terakhir ini penggunaan jasa internet meningkat secara pesat, meski

ada pendapat yang mengatakan bahwa kebanyakan penggunaan internet di

Indonesia baru sebatas untuk hiburan dan percobaan.

Memang tidak dapat disangkal bahwa penggunaan internet di

Indonesia saat ini semakin meningkat meskipun belum begitu digunakan

untuk tujuan-tujuan komersial dan bisnis atau untuk transaksi perdagangan.

Namun demikian, tingkat penggunaan internet diperkitakan akan semakin

meningkat, sesuai dengan peningkatan penggunaan komputer,

telekomunikasi dan multi media.

Demikian halnya, penggunaan internet untuk pendidikan sudah

menjadi hal yang tidak dapat disangkal lagi. Komputer dan internet sudah

88

menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan, baik digunakan sebagai

media untuk memudahkan pengurusan administrasi pendidikan juga sebagai

sumber pembelajaran.

Ditinjau dari aspek hukum, penggunaan internet sebagai sumber

pembelajaran mendapat kekecualian karena belum adanya undang-undang

yang mengatur tentang penggunaan internet sebagai media dan sumber

pendidikan di Indonesia. Akan tetapi secara umum kita mengenal adanya

asas “fair use” yang menyatakan bahwa lembaga pendidikan, sekolah-

sekolah dan perpusatakaan diberikan kebebasan untuk meng-copy suatu

hasil karya dari internet, (berupa sumber yang berbentuk artikel, jurnal, buku

dan sebagainya) karena untuk memajukan pendidikan dan pengetahuan

siswa.

Berdasarkan hal tersebut, maka pengambilan sumber dengan cara

meng-copy dari internet oleh para siswa untuk tujuan pendidikan, bukanlah

suatu pelanggaran akan tetapi merupakan suatu kebebasan untuk

mendapatkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan, asal disesuaikan dengan

kaidah-kaidah yang telah ditetapkan untuk sebuah karya ilmiah. Terkecuali

apabila yang di-copy tersebut berupa data-data yang bukan tujuan untuk

pendidikan misalnya gambar-gambar porno, jelas hal ini merupakan

pelanggaran.

Sebagaimana dikatakan pada bagian awal bahwa hadirnya teknologi

impormasi melaui komputer dan jaringan internet, selain membawa dampak

positif bagi siswa juga membawa dampak negatif. Kehadiran internet yang

89

bersifat global mudah diakses dimana saja, berdampak negatif buat siswa.

Banyak sekali situs web yang tersedia bila ingin menonton tayangan porno

lewat internet. Anda bisa menonton sepuasnya dengan bebas, tanpa ada

gangguan.

Lahirnya undang-undang pornografi sangat dinanti-nantikan untuk

menangkal dapak negatif dari penggunaan internet. Sampai saat ini penulis

belum pernah mendengar tentang adanya orang di Indonesia yang dituntut

berdasarkan pelanggaran peraturan tentang pornografi lewat internet ini, baik

pengguna, penyedia jasa atau pun pemilik situs web porno tersebut.

Dampak negatif dari situs-situs web yang memuat gambar pornografi

bila dilihat oleh para remaja dalam hal ini siswa, tentu akan merusak moral

bahkan menimbulkan kejahatan pencabulan dan perkosaan. Untuk itu kita

berharap sekali undang-undang pornografi yang menembus dunia maya

yang tanpa batas ini segera disahkan, sehingga siswa benar-benar terhindar

dari cybercrime yang ditimbulkan dari komputer dan internet.

90