26
13 BAB II KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat dan kedudukan konstitusi sebagai norma tertinggi dalam susunan hirarkis melalui prinsip supremasi konstitusi. Dengan berpegang pada prinsip supremasi konstitusi, peraturan perundang-undangan menjadi selaras atau seirama dan konstitusional dengan konstitusi melalui mekanisme judicial review. Hans Kelsen menyatakan bahwa hak menguji sebagai mekanisme “guarantees of the constitution”. Jadi dapat dikatakan bahwa hak menguji merupakan konsekuensi dari konstitusi tertulis. 1 Konstitusi tertulis yang memungkinkan adanya pernafsiran dan interpretasi konstitusi terhadap norma hukum di bawahnya. Namun dualistik dalam judicial review justru memutus hirarki norma pada puncak hirarki. Seharusnya pengujian dalam susunan hirarki norma tidak dapat diberlakukan secara terpisah. Pandangan ini terlebih dahulu menjelaskan mengenai teori supremasi konstitusi, teori pengujian peraturan perundang-undangan dan berbagai model pengujian peraturan perundang-undangan di beberapa negara. Disamping tujuan dari gagasan mengintegrasikan tersebut juga menjadikan konstitusi yang hidup (the living constitution). 1 Nimatul Huda, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, cetakan pertama, UII Press Yogyakarta,Yogyakarta, 2007, h. 19

BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

13

BAB II

KERANGKA TEORITIS

Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat

dan kedudukan konstitusi sebagai norma tertinggi dalam susunan hirarkis melalui

prinsip supremasi konstitusi. Dengan berpegang pada prinsip supremasi

konstitusi, peraturan perundang-undangan menjadi selaras atau seirama dan

konstitusional dengan konstitusi melalui mekanisme judicial review. Hans Kelsen

menyatakan bahwa hak menguji sebagai mekanisme “guarantees of the

constitution”. Jadi dapat dikatakan bahwa hak menguji merupakan konsekuensi

dari konstitusi tertulis.1 Konstitusi tertulis yang memungkinkan adanya

pernafsiran dan interpretasi konstitusi terhadap norma hukum di bawahnya.

Namun dualistik dalam judicial review justru memutus hirarki norma pada puncak

hirarki. Seharusnya pengujian dalam susunan hirarki norma tidak dapat

diberlakukan secara terpisah.

Pandangan ini terlebih dahulu menjelaskan mengenai teori supremasi

konstitusi, teori pengujian peraturan perundang-undangan dan berbagai model

pengujian peraturan perundang-undangan di beberapa negara. Disamping tujuan

dari gagasan mengintegrasikan tersebut juga menjadikan konstitusi yang hidup

(the living constitution).

1 Nimatul Huda, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, cetakan pertama,

UII Press Yogyakarta,Yogyakarta, 2007, h. 19

Page 2: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

14

A. TEORI SUPREMASI KONSTITUSI

Konstitusi dalam terminologi bahasa Latin , constitutio yang berkaitan

dengan kata jus atau ius yang berarti “hukum atau prinsip”, grondwet (Belanda),

constitution (Inggris), constituer (Perancis). Dalam bahasa latin constitutio berarti

menetapkan sesuatu secara bersama-sama dan bentuk jamak (constitusiones)

berarti segala sesuatu yang telah ditetapkan.2Konstitusi merupakan kesepakatan

umum dari seluruh rakyat (general agreement) bagi suatu bentuk bangunan

negara yang didasarkan pada ideal mayoritas rakyat, yaitu mengenai bentuk dan

tujuan atau cita-cita bersama, pemikiran dan mekanisme pembagian kekuasaan

yang melandasi pemerintahan dan penyelenggaraan negara, serta mengenai bentuk

kelembagaan dan mekanisme pengaturan negara yang dicita-citakan. Kesepakatan

umum tersebut diantaranya adalah kesepahaman mengenai rule of law sebagai

landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basic of government).

Dalam konsep negara hukum, pengertian tersebut dapat dikaitkan dengan asas

legalitas yang identik dengan supremasi hukum dengan pemerintahan yang

berdasarkan hukum (government under law) melalui peraturan perundang-

undangan.3 Pemberlakuan tersebut ada dalam pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945

bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang diartikan bahwa segala bentuk

penyelengaraan pemerintahan harus berdasarkan hukum. Kesepakatan final

negara Indonesia sebagai negara hukum, maka ketaatan dan penegakan hukum

terhadap sumber hukum termasuk diantaranya peraturan perundang-undangan

2 Dahlan Thaib dkk, Teori dan Hukum Konstitusi, PT. Rajagrafindo Persada, Bandung,

2011,h. 7. 3 Ibid

Page 3: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

15

merujuk pada kaidah dalam konstitusi. Wujud dari implementasi gagasan tentang

negara hukum, yang salah satu cirinya adalah menempatkan konstitusi sebagai

hukum tertinggi.4 Konstitusi dalam hal ini UUD NRI tahun 1945 merupakan

konstitusi tertulis yang berisikan norma dasar dan menjadi sumber hukum atau

dasar bagi norma hukum dibawahnya dalam susunan hirarkis.

Pada masa peralihan orde baru ke era reformasi diikuti dengan perubahan

paradigma supremasi parlemen ke supremasi konstitusi. Pada masa orde baru,

parlemen dalam hal ini MPR memiliki kedudukan paling tinggi sehingga disebut

lembaga tertinggi negara. Dengan kedudukan serta wewenang yang sangat kuat,

lembaga perwakilan tersebut menjadi supreme sehingga segala tindakan penguasa

bukan berdasar pada kesepakatan umum melainkan dengan prinsip perwakilan

banyak tindakan supresif dan mengabaikan prinsip demokrasi konstitusional.

Salah satu perwujudan demokrasi konstitusional adalah menempatkan kekuasaan

yudisial untuk melakukan pengujian terhadap produk hukum. Dalam

hubungannya dengan pengujian peraturan perundang-undangan, supremasi

parlemen tidak mengakui adanya fungsi judicial review karenanya hanya dapat

diuji oleh parlemen saja (legislative review). Dengan demikian supremasi

parlemen tidak menganut prinsip pemisahan kekuasaan serta prinsip check and

balances tetapi sistem distribusi kekuasaan (distribution of power). Namun di

masa era reformasi, tidak ada lagi lembaga tertinggi negara, semua lembaga

negara dikatakan konstitusional dengan mengacu pada konstitusi. Semua lembaga

negara berkedudukan sama dan sederajat. Lembaga negara yang memiliki fungsi

4 I Dewa Gede Palguna, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint) Upaya

Hukum terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, Sinar Grafika, Jakarta,

2013, h.188

Page 4: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

16

utama, oleh karena kedudukannya sejajar maka hubungannya bersifat check and

balances.5

Setelah masa perubahan UUD NRI 1945, arah tujuan negara adalah untuk

mewujudkan kerangka supremasi konstitusi. Pada umumnya negara-negara

mengakui supremasi konstitusi diatas segala peraturan perundang-undangan

lainnya. Dalam negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional,

konstitusi mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah

sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-

wenang. Superioritas konstitusi mempunyai daya ikat bukan saja bagi rakyat atau

warga negara tetapi termasuk juga bagi para penguasa dan bagi badan pembuat

konstitusi itu sendiri.6 Indonesia menganut supremasi konstitusi dan mekanisme

pengujian perundang-undangan adalah bertujuan untuk mewujudkan prinsip

demokrasi konstitusional.

Konstitusi adalah kesepakatan umum, maka perubahan terhadapnya tidak

sama dengan undang-undang biasa. Lebih lanjut K.C Wheare mengemukakan

bahwa,

Dengan menempatkan konstitusi pada kedudukan yang tinggi

(supreme) ada semacam jaminan bahwa konstitusi itu akan

diperhatikan dan ditaati dan menjamin agar konstitusi tidak akan

dirusak atau diubah begitu saja dengan sembarangan.

Perubahannya harus dilakukan secara hikmat, penuh

kesungguhan dan pertimbangan yang mendalam. Agar maksud

ini dapat dilaksanakan dengan baik maka perubahan pada

umumnya mensyaratkan adanya suatu proses dan prosedur yang

khusus atau istimewa.7

5 Anna Triningsih, Politik Hukum Pengujian Peraturan Perundang-Undangan dalam

Penyelenggaraan Negara, Jurnal Konstitusi, Volume 13 Nomor 1, Jakarta, 2016, h.130. 6 Dahlan Thaib, dkk, Teori dan…,Op.Cit.,h.59. 7 Ni’matul Huda, Lembaga…,Op.Cit., h.18.

Page 5: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

17

Perubahan pada UUD NRI 1945 yang diatur dalam pasal 37 dilakukan

dengan prosedur yang lebih berat dari pada pembuatan undang-undang pada

umumnya. Selain perubahan yang lebih berat, untuk menjamin kaidah yang

tertuang dalam konstitusi, terdapat mekanisme judicial review untuk menilai

legalitas dan konstitusionalitas peraturan perundang-undangan yang lebih rendah

kepada norma yang lebih tinggi hingga pada puncak hirarki norma yaitu

konstitusi.8

Atas dasar hal-hal yang dikemukakan tersebut maka disimpulkan bahwa

konstitusi dibuat secara sadar sebagai perangkat kaidah fundamental yang

mempunyai nilai politik tinggi dari jenis norma atau kaidah lain karena menjadi

dasar bagi tata kehidupan dari negara. Dengan asumsi ini maka bagian-bagian lain

dari tata hukum dalam satu kesatuan sistem harus sesuai atau tidak bertentangan

dengan konstitusi.

B. TEORI PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Peraturan perundang-undangan (statutes atau statutory law) adalah

peraturan yang dibentuk dan ditetapkan oleh otoritas yang berwenang yang

berlaku abstrak dan umum (algemeen). Keberadaan peraturan perundang-

undangan menjadi sentral dalam kebersisteman hukum sebagai sub-sistem dari

sistem hukum nasional. Dengan kebersisteman tersebut maka terciptanya

kepastian hukum dan nilai dalam norma akan terukur validitasnya dalam sistem

yang bersifat hirarkis tersebut. Titon Slamet Kurnia menyatakan bahwa peraturan

perundang-undangan adalah sebuah kesatuan sistem,

8 Johannes Suhardjana, Supremasi Konstitusi Adalah Tujuan Negara, Vol 10 Nomor 3,

Jurnal Dinamika Hukum 2010, h.261.

Page 6: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

18

Peraturan perundang-undangan suatu negara pada hakikatnya

ditegakkan berdasarkan sebuah sistem. Pengertian dari

pernyataan ini ialah di dalam suatu negara pasti ada peraturan

perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan

tersebut tidak hanya tunggal melainkan jamak. Tetapi, meskipun

jamak, peraturan perundang-undangan tersebut adalah satu

sebagai sistem dimana masing-masing saling terhubung sebagai

kesatuan.

Kesatuan sistem tersebut dimaksudkan supaya menjadi terintegrasi dan

menjaga konsistensi peraturan perundang-undangan dengan dinamika norma

hukum yang vertikal9 sehingga peraturan perundangan menjadi konstitusional dan

memiliki daya laku (validitas). Tujuan paling hakiki dari keberadaan peraturan

perundang-undangan adalah untuk menciptakan kepastian hukum.10 Kepastian

hukum menurut L.J van Apeldoorn mengandung dua segi pengertian. Pertama

dapat ditentukan hukum apa yang berlaku untuk masalah-masalah konkret. Kedua,

mengandung perlindungan hukum, pembatasan terhadap pihak-pihak yang

mempunyai kewenangan yang berhubungan dengan kehidupan seseorang, dalam

hal ini adalah hakim dan pembuat peraturan.11

Untuk menjaga agar kaidah-kaidah yang termuat dalam Undang-Undang

Dasar dan peraturan konstitusional lainnya tidak dilanggar atau disimpangi (baik

dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun dalam bentuk tindakan-

tindakan pemerintah lainnya), perlu ada badan serta tata cara mengawasinya yaitu

melalui judicial control. Judicial control adalah penting agar undang-undang atau

peraturan perundang-undangan tidak menyimpangi dari undang-undang dasar atau

konstitusi. Secara fungsional institusi pengujian yudisial seyogianya dimaknai

9 Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-Undangan Jenis Fungsi dan Materi Muatan,

Kanisius,Yogyakarta, 2007, h.23. 10 Titon Slamet Kurnia, Sistem…, Op.Cit.., h.33. 11 Ibid

Page 7: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

19

sebagai solusi paling memadai atas isu penyalahgunaan legislasi. Mekanisme

pengujian yudisial untuk melakukam koreksi terhadap defect yang terkandung

dalam peraturan perundang-undangan (pengujian norma/kaidah peraturan

perundang-undangan). Hal ini penting karena sistem peraturan perundang-

undangan yang ideal bertumpu pada konsep hirarki sebagai dasar validitasnya.12

Undang-Undang Dasar akan kehilangan asas-asasnya dan akan kehilangan

rangkaian kata-kata yang tidak ada artinya sama sekali kalau tidak ada lembaga-

lembaga yang mempertahankan dan menjaga kehormatan hukum tersebut. Selain

itu, kontrol normatif memungkinkan kepada pembentuk undang-undang

(legislative power) untuk tidak membuka kewenangan yang seluasnya membentuk

norma hukum yang tidak berlandaskan pada hukum yang tertinggi hingga pada

puncak hirarki yaitu Undang-Undang Dasar melalui judicial review. Judicial

review menurut Black Law Dictionary diberi pengertian sebagai berikut:

Judicial review: 1. A court’s power to review the actions or others

brances or levels of government esp., the court’s to invalidate legislative

and executive actions as being unconstitutional. 2. The constitutional

doctrine providing for this power. 3. A courts review of lower courts or

an administrative bodys factual or legal findings.13

Dalam hubungannya dengan konstitusi, Kelsen menyatakan bahwa

konstitusi menduduki tempat tertinggi dalam hukum nasional sebab itu

merupakan landasan bagi sistem hukum nasional. Untuk itu Hans Kelsen

menunjuk hak menguji sebagai mekanisme “guarantees of constitution”.14 Dalam

perspektif teori konstitusi dianutnya sistem judicial review merupakan suatu

12 Titon Slamet Kurnia, Sistem Hukum Indonesia Sebuah Pemahaman Awal,

CV.Mandar Maju, Bandung, 2016, h.31. 13 Black Law Dictionary, Seventh Edition, Editor in Chief: Bryan A. Garner, West

Group, St. Paul, Minn, 1999, hal. 853 14 Ni’matul dan R.Nazriyah , Teori & Pengujian…, Op.Cit., h.27 16 Janpatar Simamora, Analisis Yuridis…, Op.Cit., h. 389.

Page 8: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

20

bentuk dan upaya penguatan konsep negara hukum yang menempatkan konstitusi

sebagai norma dasar. Hal ini sejalan dengan teori hirarki norma yang

dikemukakan oleh Hans Kelsen yang menjelaskan bahwa tatanan hukum itu

merupakan sistem norma yang hirarkis atau bertingkat dan di atas konstitusi

sebagai hukum dasar. Dalam hirarki tatanan hukum, kaidah-kaidah hukum dari

tingkatan yang lebih rendah memperoleh kekuatan dari kaidah hukum yang lebih

tinggi tingkatannya.15 Terhadap sistem pengujian, terdapat dua konsep besar

mekanisme pengujian perundang-undangan yaitu sentralisasi dan desentralisasi

yang dipaparkan dalam bab ini.

1. Teori Hirarki Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan perundang-undangan adalah susunan dari norma hukum yang

berbentuk piramida yang berjenjang dengan dinamika norma hukum yang bersifat

vertikal. Peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum adalah bersifat

imperatif yaitu apabila kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat

mengikat atau memaksa serta bersifat abstrak dan umum yang menjadi materi

peraturan hukum yang berlaku bagi setiap orang atau siapa saja yang dikenai

perumusan kaidah hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan

yang terkait.16 Peraturan perundang-undangan yang berupa susunan tersebut oleh

Hans Kelsen disebut sebagai hirarki norma. Prinsip hirarki norma dimaksudkan

agar semua produk hukum pada tingkatan di bawah undang-undang dasar yang

dihasilkan, bersesuaian dan harmoni secara vertikal.17 Hubungan jenis peraturan

16 Ni’matul Huda dan R.Nazriyah, Teori…,Op.Cit., h .17. 17 Arifin Hoesein, Judicial Review di Mahkamah Agung…, Op.Cit.,h.14-15.

Page 9: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

21

perundang-undangan dalam konsep hirarki norma mengandung dua kadiah yang

harus dipertahankan yaitu peraturan yang lebih tinggi mendasari peraturan yang

lebih rendah dan peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan

peraturan yang lebih tinggi (lex superior derogate legi inferiori). Kaidah tersebut

harus selalu dipertahankan untuk memelihara kebersisteman dari sistem peraturan

perundang-undangan.18 Hal tersebut senada dengan pandangan Merkl

mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu selalu mempunyai dua wajah (das

Doppelte Rechtsantlizt). Suatu norma hukum itu ke atas ia bersumber dan

berdasar pada norma yang diatasnya, tetapi ke bawah ia menjadi dasar dan

menjadi sumber bagi norma hukum di bawahnya, sehingga suatu norma hukum

itu mempunyai masa berlaku (rechtskracht) yang relatif oleh karena masa

berlakunya suatu norma itu tergantung pada norma hukum yang berada di

atasnya.19 Dengan mengikat demikian maka akan terciptanya keutuhan dalam

kebersisteman norma.

Pernyataan Jimly Assidiqie mengenai hirarki norma yang dikutip oleh

Umbu Rauta menyatakan bahwa,

Pelopor dari teori pertingkatan atau perjenjangan norma hukum yaitu

Adolf Merkl yang selanjutnya dianut oleh Hans Kelsen, dimana

disebutkan bahwa norma hukum dalam sebuah negara tersusun secara

berjenjang dan dalam rantai validitas yang membentuk piramida hukum

(stufen-theory). Kelsen menggambarkan rantai validitas yang berujung

pada konstitusi negara , dimana konstitusi tersebut adalah presuposisi

terakhir, postulat final, dimana validitas semua norma dalam tata aturan

hukum bergantung. Presuposisi inilah yang disebut dengan istilah

transcendental logical presupposition.20

18 Titon Slamet Kurnia, Sistem…, Op.Cit., h.31. 19 Ibid., h.25. 20 Umbu Rauta, Konstitusionalitas Pengujian Peraturan Daerah, Cetakan pertama,

Genta Publishing, Yogyakarta, 2016, h. 65-66.

Page 10: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

22

Jika digambarkan kedudukan norma hukum menurut Adolf Merkl dalam

teorinya Das Doppelte Rechtsantlitz.

Gambar 2.1. Das Doppelte Rechtsantlitz (Adolf Merkl)

Rechtskraft

Rechtskraft

Dalam pola gambar tersebut memiliki dua makna penting bahwa norma

mengadah kebawah (menjadi sumber untuk norma di bawahnya) dan norma

mengadah keatas (bersumber pada norma di atasnya). Akibat pemberlakuan dalam

teori tersebut adalah suatu norma ada masa berlakunya tergantung pada norma

diatasnya dan apabila norma diatas dicabut maka norma yang ada dibawah tidak

berlaku lagi. Pemberlakuan norma menurut Ni’matul Huda ,

Otoritas yang berwenang membentuknya dan berdasarkan norma yang

lebih tinggi sehingga dalam hal ini norma yang lebih rendah (inferior)

dapat dibentuk oleh norma yang lebih tinggi (superior) dan hukum itu

berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis membentuk hirarki, dimana suatu

norma yang lebih rendah berlaku, bersumber,dan berdasar pada norma

NORM

A

HUKU

M

NORM

A

HUKU

M

NORMA

HUKUM

Page 11: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

23

yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku,bersumber dan

berdasarkan pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya

sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan

bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar (grundnorm).21

Memiliki kesamaan pemikiran Hans Kelsen dan Hans Nawasky pada

konsep berlapis-lapis atau berjenjang pada hirarki norma, namun perbedaannya

Hans Nawiasky mengelompokkan norma tersebut.

Ajaran Hans Nawiasky, kelompok struktur hirarki tata hukum Indonesia

seperti berikut ini,

1. Staatsfundemantalnorm : Pancasila (Pembukaan UUD 1945)

2. Staatsgrundgesetz : Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi

Ketatanegaraan

3. Formell Gesetz : Undang-Undang

4. Verordnung & Autonome Satzung : Peraturan Pemerintah hingga

Keputusan Bupati atau Walikota.22

Dalam hal tata susunan/hierarki sistem norma, norma yang tertinggi (norma

dasar) itu menjadi tempat bergantungnya norma-norma dibawahnya, sehingga

apabila norma dasar itu berubah akan menjadi rusaklah norma yang berada

dibawahnya.

Berdasarkan uraian tersebut, terlihat adanya persamaan pandangan antara

Hans Kelsen dengan Hans Nawiasky. Persamaannya adalah keduanya

menyebutkan bahwa norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis :suatu norma

itu berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang ada diatasnya, norma yang

ada diatasnya berlaku,bersumber dan berdasar pada norma yang ada diatasnya

lagi, demikian seterusnya sampai pada norma tertinggi yang tidak dapat ditelusuri

lagi sumbernya. Menurut ajaran Nawiasky, kedudukan Pancasila adalah paling

puncak yang kemudian disebut sebagai sumber dari segala sumber hukum. Namun

karena konstitusi adalah norma hukum tertulis, dalam konteks peraturan

21Ni’matul Huda , Kedudukan Peraturan Daerah Dalam Hierarki Peraturan

Perundang-Undangan, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol.13 No 1,Yogyakarta, 2006, h.30. 22 Ibid., h.68.

Page 12: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

24

perundang-udangan melalui sistem ketatanegaraan menganut sistem Eropa

Kontinental maka konstitusi tersebut (UUD NRI 1945) menjadi sumber hukum

bagi peraturan perundang-undangan.

Peraturan perundang-undangan tersusun secara hirarkis sebagai produk

hukum tertulis. Prinsip hirarki tersebut pertama kali dikembangkan oleh teori

Stufenbau des Recht dengan ajaran Hans Kelsen yang juga sebagai tokoh penting

dalam pembentukan Mahkamah Konstitusi Autria. Hirarki perundang-undangan

juga dikemukakan oleh Jimly dan Ali dalam buku Hans Kelsen berjudul General

Theory of Law and State,… bahwa “kesatuan norma ini disusun oleh fakta bahwa

pembuatan norma yang lebih rendah, ditentukan oleh norma lebih tinggi…”23.

Kesatuan norma tersebut tidak dapat dipisahkan dalam kondisi maupun situasi

apapun karena didalamnya memberikan kepastian hukum.

Untuk menjamin kebersisteman norma tersebut maka suatu norma

perundang-undangan harus mengacu pada aturan dasar konstitusi. Untuk

menghindari kesewenang-wenangan penguasa maka aturan yang sifatnya abstrak

dan umum tersebut harus disepakati untuk tidak bertentangan dengan konstitusi.

Karena konstitusi adalah kehendak umum kedaulatan rakyat. Prinsip tersebut

tidak dapat dilakukan dengan supremasi parlemen, namun konstitusi adalah

politik tertinggi bangsa yang harus dipatuhi dalam berbangsa dan bernegara.

Pandangan Bagir Manan mengenai prinsip tata urutan peraturan perundang-

undangan yang dikutip oleh Ni’matul Huda dan Nazriyah menyatakan bahwa,

23 Jimly dan Ali, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Sekretariat Jenderal &

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, h. 110.

Page 13: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

25

1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat

dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundang-

undangan yang lebih rendah atau berada dibawahnya;

2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber

atau memiliki dasar hukum dari suatu peraturan perundang-undangan

tingkat lebih tinggi;

3. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah

tidak boleh menyimpangi atau bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya;

4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut atau diganti

atau diubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

atau paling tidak dengan yang sederajat…”24

Produk peraturan perundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi

harus mendapat legitimasi kekuasaan otoritas yang berwenang dalam membuat

peraturan. Peraturan perundang-undangan tidak boleh dibuat tanpa wewenang

atau melampaui wewenang. Sehingga dari pembuatan dan penetapan peraturan

perundang-undangan harus memenuhi asas atau prinsip unsur materiil dan formil

sebagaimana diatur dalam pengaturan mengenai pembentukan peraturan

perundang-undangan (UU No 12 tahun 2011). Pandangan tersebut dinyatakan

oleh Maria Farida Indrati yang dikutip oleh Umbu Rauta bahwa teori hirarki

norma mengandung asas-asas atau prinsip-prinsip diantaranya,

1. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus besumber atau

memiliki dasar hukum dari suatu peraturan perundang-undangan tingkat

lebih tinggi; dan

2. Isi atau materi muatan peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah

tidak boleh menyimpangi atau bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan tingkat lebih tinggi, kecuali apabila perundang-undangan yang

lebih tinggi dibuat tanpa wewenang (onbevoegd) atau melampaui

wewenang (detourment de pouvoir).25

Ketegasan tesebut menjamin supaya konstitusi tidak disimpangi dengan

produk hukum peraturan perundang-undangan lainnya dalam hirarki norma yang

24 Ibid., h.33. 25 Umbu Rauta, Konstitusionalitas…,Op.Cit.,h.66.

Page 14: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

26

berlaku mengikat sebagaimana kadiah-kaidah hukum positif yang berlaku saat ini

di Indonesia.

2. Teori Sistem Sentralisasi dan Desentralisasi

Mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan dibelahan dunia

terdapat beberapa perbedaan baik yang dilakukan oleh lembaga politik maupun

lembaga yudisial. Secara institusional ada dua pendekatan dalam pengujian

yudisial, yaitu pengujian sentralistik (centralized judicial review) dan

desentralistik (decentralized judicial review).26 Pengujian sentralistik adalah

pengujian yang dilakukan oleh lembaga khusus dan memiliki ciri khas terintegrasi

sedangkan pengujian desentralistik adalah pengujian yang dapat dilakukan oleh

pengadilan biasa yang tersebar. Pandangan Fatmawati yang dikutip Iriyanto A.

Baso Ence mengatakan hal didasari penggunaan sistem sentralisasi dalam negara-

negara yang memberlakukan sistem hukum Eropa Kontinental sebagai berikut :27

1. Sistem sentralisasi didasarkan pada teori pemisahan

kekuasaan yang tegas dan penghormatan atas supremacy of

law.

2. Negara-negara dengan sistem hukum Eropa Kontinental tidak

menggunakan doktrin presedent, tetapi berdasarkan

peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh legislatif.

3. Sistem sentralisasi bagi penerapan hak menguji

(toetsingsrecht) oleh pengadilan-pengadilan biasa di negara

yang menganul civil law, karena hakim-hakim karier tidak

memiliki pengetahuan yang cukup untuk menjadi law maker.

4. Sistem sentralisasi diabut pada negara-negara yang menganut

sistem Eropa Kontinental, karena Mahkamah Agung negara-

negara tersebut tidak memiliki struktur yang memadai untuk

dilakukannya judicial review.

Di beberapa negara yang menganut sistem Eropa Kontinental kewenangan

ini hanya diberikan kepada satu lembaga tertinggi saja yang dikenal dengan

26 Titon Slamet Kurnia, Interpretasi Hak Asasi Manusia Oleh Mahkamah Konstitusi The

Jimly Court 2003-2008, Cetakan pertama, CV. Mandar Maju, Bandung, 2015, h.77. 27 Iriyanto A. Baso Ence, Negara Hukum…, Op.Cit.,h.104-105.

Page 15: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

27

Constitutional Court atau Mahkamah Konstitusi. Oleh karena tata cara pengujian

dilakukan hanya oleh satu Mahkamah saja, maka sistem tersebut dikenal dengan

nama sistem “sentralisasi”, sedangkan metode pengujiannya disebut

“principaliter”.28

Di beberapa negara lainnya yang menganut sistem common law atau anglo

saxon, judicial review diberikan kepada para hakim yang bertugas untuk menguji

apakah peraturan yang dipermasalahkan dalam kasus yang sedang diperiksa

bertentangan dengan konstitusi. Oleh karena prosedur pengujian tersebut dapat

dilakukan oleh para hakim dalam pemeriksaan perkara secara konkrit, maka

sistem ini disebut sistem “desentralisasi” dan metode pengujiannya disebut

“incidenter”. Atas putusan hakim rendahan dapat dimintakan banding sampai ke

Pengadilan Tertinggi di negara tersebut (Mahkamah Agung-Supreme Court).29

Negara Indonesia dengan sistem hukum Eropa Kontinental, menjadikan

Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengujian terhadap perundang-undangan

nasional. Sementara itu desentralisasi pada dasarnya merupakan pelimpahan atau

penyerahan kekuasaan atau wewenang dibidang tertentu secara vertikal dari

institusi/lembaga/pejabat yang lebih tinggi kepada instansi/lembaga/fungsionaris

dibawahnya sehingga yang diserahi/dilimpahi kekuasaan atau wewenang itu

berhak secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri

mengambil keputusan pengaturan, serta struktur wewenang yang terjadi dari itu.

Dua grand design yang dapa dikonsepsikan dari kedua model sistem pengujian

yaitu Kelsen’s Court (pada negara-negara yang melaksanakan pengujian yudisial

28 Ni’matul Huda, Urgensi Judicial Review Dalam Tata Hukum Indonesia, Jurnal

Hukum No. 1 Vol. 15, Yogyakaerta, 2008, h.104. 29 Ibid., h.104-105.

Page 16: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

28

sentralistik) dan American-style Judicial Review. Titon Slamet Kurnia

mengungkapkan perbedaan antara kedua model pengujian yudisial,

Pertama, model pengujian desentralistik kurang berdampak di

negara yang menganut asas stare decisis karena putusannya

tidak berlaku erga omnes tetapi inter partes. Untuk menjawab

isu ini maka negara yang tidak menganut asas stare decisis lebih

memilih model pengujian sentralistik karena tidak berlakunya

asas tersebut berimplikasi pada presictiability dan uniformity.

Kedua, inkompatibilitas dengan asas trias politica karena

praktik tersebut sulit membedakan fungsi legislasi dengan fungsi

ajudikasi. Secara lugas Kelsen menyatakan :” The judicial of

legislation is an obvious encroachment upon the principle of

separation of powers. Seperti diakui Kelsen, dalam kewenangan

demikian hakim menjalankan fungsi politik melakukan rule

making sehingga fungsi ini seyogianya tidak dijalankan oleh

badan yudisial biasa, tetapi peradilan khusus. Hal ini melahirkan

gagasan pembentukan mahkamah konstitusi yang berbeda

dengan peradilan biasa karena mahkamah konstitusi adalah

legislator, negative legislator.30

Sistem pengujian turut di tentukan oleh sistem hukum yang dianut oleh

negara. Umumnya dengan hukum tertulis, maka terdapat susunan hirarkis norma

yang harus ditaati. Mekanisme yang ideal dalam pengujian peraturan perundang-

undangan adalah dengan sistem tersentralisasi. Sementara beberapa negara dengan

pengujian konstitusionalitas peraturan perundang-undangan tersentralisasi adalah

Mahkamah Konstitusi Austria, Dewan Konstitusi Perancis , Mahkamah Konstitusi

Jerman.

C. MODEL PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI

BEBERAPA NEGARA (AMERIKA, PERANCIS, AUSTRIA DAN

JERMAN)

Pada bagian ini dikemukakan model pengujian peraturan perundang-

undangan diberbagai negara yang penulis temukan dalam sistem ketatanegaraan

30 Titon Slamet Kurnia, Interpretasi…, Op.Cit., h.78.

Page 17: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

29

tiap negara didunia. Secara garis besar diantaranya model pengujian di Amerika

yang dilekatkan pada Mahkamah Agung, Perancis dengan Dewan Konstitusi

(Conseil Constitutionel) dan Austria dengan Mahkamah Konstitusi disamping

Mahkamah Agung. Dengan berbagai model tersebut kemudian mengambil

manfaat dalam upaya mencari bentuk dan penyempurnaan fungsi MK yang sesuai

dengan karakteristik negara hukum Indonesia yang demokratis dalam rangka

pengembangan dan pembangunan sistem hukum ketatanegaraan di Republik

Indonesia.

1. Mahkamah Agung Amerika Serikat

Dalam tradisi common law , Amerika Serikat tidak memerlukan lembaga

peradilan yang berdiri sendiri dalam kewenangan pengujian konstitusionalitas

karena telah memiliki lembaga peradilan yang sepenuhnya dilakukan oleh

Mahkamah Agung (Supreme Court). Karenanya Mahkamah Agung AS disebut

sebagai “The guardian of American Constitution”. Sejarah historis pemberlakuan

pengujian perundang-undangan yang kemudian menjadi preseden di Mahkamah

Agung AS adalah putusan atas perkara Marbury vs Madison tahun 1803 sebagai

awal dari pelaksanaan judicial review di Amerika Serikat. Ketua MA saat itu,

John Marshall menyatakan bahwa terdapat kewajiban konstitusional para hakim

pada saat disumpah untuk menjaga konstitusi. Marshall menyandarkan

argumentasi bahwa dengan pernyataan sumpah memberikan kewajiban pada MA

untuk menjaga supremasi konstitusi. Hal ini memberikan kewajiban kepada MA

untuk dapat menyatakan undang-undang tidak memiliki kekuatan yang mengikat

apabila undang-undang tersebut dianggap melanggar konstitusi. Keputusan MA

dalam perkara tersebut adalah bahwa Section III Konstitusi (berdasarkan

Page 18: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

30

interpretasi Mahkamah Agung) sehingga Section III menyatakan UU tersebut

dinyatakan inkonstitusional. Kasus inilah yang menjadi uji materiil undang-

undang pertama yang dilakukan di Mahkamah Agung AS, yang kemudian

menjadi preseden hukum bagi kewenangan uji materiil peraturan perundang-

undangan sekaligus wewenang menginterpretasikan konstitusi dalam keputusan

MA mengenai konstitusionalitas perundang-undangan.31 Sejak putusan tersebut,

lembaga judicial review menyebar ke seluruh dunia dan dipandang sebagai fungsi

dan tugas pelaku kekuasaan kehakiman untuk menjaga, mengawal, dan

melindungi konstitusi.

Menurut Eric Barendt yang dikutip oleh Abdul Latif, ada dua pandangan

yang berkenaan dengan kewenangan Mahkamah Agung AS melakukan judicial

review.32

Pertama, judicial review merupakan kekuasaan otomatis

Mahkamah Agung (otomatic power of supreme court). Menurut

pandangan ini, konstitusi adalah hukum yang tertinggi (supreme

law) dalam negara yang ditetapkan oleh rakyat. Karena

konstitusi sebagai hukum tertinggi, segala peraturan perundang-

undangan harus sesuai dengan konstitusi. Kedua, pandangan

yang beranggapan bahwa judicial review merupakan kekuasaan

yang merdeka (bebas) dari Mahkamah Agung (discretionary

power of the supreme court). Pandangan ini beranggapan bahwa

konstitusi dapat saja memiliki makna yang tidak jelas atau kabur

maka Mahkamah Agung memiliki kewajiban serta hak untuk

memperjelas dan menegaskan ketentuan-ketentuan yang tidak

jelas.

Legitimasi Mahkamah Agung dalam pengujian perundang-undangan

melalui pandangan tersebut semakin jelas bahwa judicial review dilakukan untuk

menegakkan hakikat dan kedudukan konstitusi sebagai hukum tertinggi. Dalam

31 Ibid., h.249 32 Abdul Latif, Mahkamah Konstitusi…,Op.Cit.,h. 247

Page 19: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

31

tradisi common law, peranan hakim penting untuk proses pembentukan hukum

(judge made law).

Mekanisme yang dipakai adalah pengujian konstitusionalitas oleh

pengadilan biasa dengan prosedur pengujian terdesentralisasi (desentralised

review) atau pengujian tersebar yang bersifat spesifik dan termasuk kategori ‘a

posteriori review’. Dengan kata lain, pengujian konstitusional itu tidak bersifat

institusional sebagai perkara khusus yang berdiri sendiri, melainkan termasuk di

dalam perkara umum yang diperiksa oleh hakim dalam semua lapisan pengadilan.

Inilah salah satu ciri dari negara dengan sistem common law yang tidak

membedakan hukum publik dan hukum privat (unity jurisdiction) , sehingga tidak

diperlukan adanya perbedaan yurisdiksi pengadilan biasa dengan pengadilan

khusus.33 Sistem desentralisasi yang dipakai Mahkamah Agung memberikan

kewenangan kepada para hakim pengadilan umum untuk melakukan pemeriksaan

perkara secara konkrit untuk melakukan judicial review dengan Mahkamah

Agung sebagai puncaknya. Dalam sistem hukum penganut Common Law menurut

Jimly Asshiddiqie yang dikutip oleh Iriyanto menyatakan peranan hakim sangat

penting kedudukannya yang berperan dalam proses pembentukan hukum menurut

asas precedent, bahkan bisa disebut sebagai judge made law (hukum buatan

hakim).34 Peran hakim sangat menentukan perkembangan hukum selain undang-

undang.

Mengenai putusan pengadilan berkenaan dengan pengujian adalah inter

partes, yaitu putusan yang akibatmya hanya berlaku pada perkara yang diputus.

33 Abdul Latif, Mahkamah Konstitusi …,Op.Cit.,h.244. 34 Iriyanto, Negara Hukum…, Op.Cit., h.224.

Page 20: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

32

Namun dengan adanya prinsip stare decisis daya putusan ini diperluas karena

putusan Mahkamah Agung AS mengikat pula bagi semua pengadilan di bawahnya

(binding authority).

2. Dewan Konstitusi Perancis

Kedudukan Dewan Konstitusi menjadi sangat penting peranannya dalam

sistem ketatanegaraan Perancis. Dewan Konstitusi (Conseil Constitutionel) diatur

dalam 16 article dan dalam keseluruhan naskah Undang-Undang Dasar

(Konstitusi Republik Kelima) disebut sebayak 31 kali. Conceil Constitutionnel

adalah tribunal yang digagas secara khusus untuk menegakkan kaidah-kadiah

fundamental seperti tercantum dalam Pembukaan Konstitusi 1946 dan Deklarasi

tentang Hak-Hak Manusia (1789). Kedua ketentuan yang berlaku sebagai prinsip

fundamental itu kemudian diintegrasikan ke dalam Konstitusi Republik Kelima

(1958).35 Menurut John Bell, Dewan Konstitusi sebagai lembaga baru yang

melengkapi lembaga peradilan tertinggi dibidang hukum administrasi yang sudah

ada sebelumnya, yaitu “Conseil d’Etat” tetapi tidak berhubungan satu sama lain.

Bentukan dari Mahkamah Konstitusi Perancis adalah Dewan (Conseil) bukan

mahkamah (court) yang bersifat sebagai lembaga politik yang dilaksanakan oleh

Komite Konstitusi.

Tugas pokok Dewan Konstitusi adalah memeriksa rancangan undang-

undang yang telah ditetapkan Majelis tetapi belum diundangkan apakah

bertentangan atau tidak dengan Undang-Undang Dasar. Terdapat perbedaan

prinsipil dari uji norma yang dilakukan oleh Dewan Konstitusi yaitu objek

35 Jimly dan Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi di 10 Negara, cetakan pertama,

edisi kedua, PT.Sinar Grafika, Jakarta,2012, h.137

Page 21: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

33

pengujiannya adalah berupa rancangan undang-undang yang belum diberlakukan

atau diundangkan harus mendapat persetujuan oleh Dewan Konstitusi yang

menilai validitas rancangan undang-undang tersebut terhadap konstitusi. Dengan

demikian Dewan Konstitusi ikut terlibat dalam menentukan arah kebijaksanaan

negara. Artinya dengan demikian Dewan Konstitusi mengantisipasi pertentangan

melalui mekanisme constitutional preview melalui rancangan undang-undang.

Meskipun merupakan lembaga politik, putusan Dewan Konstitusi mengikat pada

pembentuk undang-undang (legislative power) sehingga apabila rancangan

peraturan yang diuji tidak konstitusional, peraturan tersebut tidak boleh

diundangkan atau diimplemtasikan sebagai aturan hukum (Pasal 62 UUD Perancis

tahun 1958). Naskah-naskah hukum atau peraturan dibawah konstitusi di Perancis

meliputi :36

1. Undang-Undang (Organic Law) yang umumnya menyangkut

legislasi yang membentuk, memperbaharui kedudukan atau

memfungsikan institusi atau badan-badan publik;

2. Peraturan-peraturan tata tertib Majelis Nasional dan Senat;

3. Perjanjian Internasional (International Treaty);

4. Undang-undang biasa yang bukan kategori undang-undang

organik seperti disebut diatas.

Dewan Konstitusi Perancis memiliki tanggung jawab sebagai pengawal

konstitusi dan menjamin tegaknya konstitusi dengan menyelenggarakan pengujian

konstitusionalitas atas rancangan legislasi yang akan ditetapkan oleh parlemen.

Yang dilakukan oleh Dewan Konstitusi adalah kewenangan melakukan a priori

abstract review. Kewenangan ini ditentukan secara eksplisit dalam Konstitusi

Republik Kelima Perancis (1958) seperti tercantum dalam Pasal 61 dan Pasal

36 Pasal 76-80 UUD Perancis tahun 1958.

Page 22: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

34

62.37 Dewan Konstitusi secara konstitusional bukanlah satu-satunya organ

penjamin konstitusi dan pelindung konstitusi. Karena jika dicermati secara teliti

diktum Pasal 5 Konstitusi Republik Kelima (1958) tercantum bahwa Presiden

Republik Perancis juga diberi tugas untuk menegakkan dan menghormati

konstitusi.

Pasal 61 Konstitusi Republik Kelima (1958) menentukan bahwa undang-

undang organik (ordianary laws), sebelum diundangkan terlebih dahulu harus

diserahkan kepada Dewan Konstitusi untuk diuji apakah sesuai dengan konstitusi.

Permohonan kepada dewan dapat dilakukan oleh Presiden, Ketua Majelis

Nasional ataupun Senat. Undang-undang organik dimaksud. Dewan Konstitusi

harus dapat melahirkan putusan dalam jangka waktu satu bulan (30 hari) sejak

diterimanya permohonan itu. Namun atas perminraan pemerintah dengan alasan

yang sangat mendesak, batas waktu itu dapat dipersingkat menjadi delapan hari.

Putusan konstitusionalitas rancangan undang-undang itu, selanjutnya memiliki

kekuatan hukum final dan mengikat terhadap seluruh kewenangan administratif

dan organ peradilan umum.

Berdasarkan deskripsi pengujian konstitusional oleh Dewan Konstitusi

Perancis sesungguhnya difokuskan pada pengujian materi rancangan undang-

undang organik yang disetujui parlemen tetapi belum diundangkan. Meskipun

demikian, Dewan Konstitusi tersebut dapat melakukan pemeriksaan dan verifikasi

atas naskah-naskah hukum, seperti peraturan tata tertib Majelis Nasional dan

Senat, Perjanjian Internasional dan Undang-Undang biasa.38 Dengan demikian

37 Ibid., h. 157. 38 Iriyanto A. Baso Ence, Negara Hukum…,Op.Cit.,h.233

Page 23: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

35

seluruh produk hukum dibawah konstitusi dilakukan pengujian terhadap konstitusi

dengan yang terintegrasi dengan mekanisme sentralisasi atau terpusat pada Dewan

Konstitusi Perancis.

3. Mahkamah Konstitusi Austria

Negara yang dianggap pelopor dalam membentuk Mahkamah Konstitusi di

Eropa adalah Austria yang digagas oleh pemikiran Hans Kelsen yang

mengadopsikan ide pembentukannya itu dalam UUD 1920. Karena itu,

Mahkamah Konstitusi Austiria ini biasa disebut ‘the Kelsenian Court’. Mahkamah

Konstitusi Austria inilah yang disebut sebagai Mahkamah Konstitusi pertama di

dunia, didesain oleh Hans Kelsen sebagai lembaga peradilan khusus untuk

menjamin agar konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi (the supreme law of

the land) dapat ditegakkan dalam praktek. MK Austria mendasarkan diri pada

prinsip supremasi konstitusi.

Kewenangan yang dimiliki MK Austria diantaranya menguji

konstitusionalitas undang-undang,pengujian legalitas peraturan di bawah undang-

undang, pengujian perjanjian internasional, penyelesaian perselisihan pemilihan

umum, peradilan impeachment, kewenangan sebagai pengadilan administrasi

khusus, sengketa kewenangan anata negara bagian dan antar negara bagian

dengan Federal, sengketa kewenangan antar lembaga negara dan kewenangan

memberikan penafsiran UUD. 39Kewenangan terpenting dari keberadaan MK

Austria yang paling pokok dan paling banyak kasusnya adalah pengujian

konstitusionalitas undang-undang. Pengujian yang dilakukan mengutamakan

39 Abdul Latif, Mahkamah Konstitusi…, Op.Cit, h. 307-312.

Page 24: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

36

norma-norma yang bersifat abstrak, meskipun pengujian atas norma konkrit juga

dimungkinkan. Pengujian konstitusionalitas undang-undang dilakukan oleh MK

secara ‘ex officio’ ketika menghadapi suatu perkara yang lain atau sebagai perkara

secara tersendiri atas permintaan pemohon. Pengujian dapat bersifat ‘a posteriori’

ataupun bersifat ‘a priori’. Demikian putusan MK Austria ini memiliki kekuatan

‘erga omnes’ , bersifat mutlak berdasarkan kewenangan yang diberikan UUD

kepada MK saat ini.40 Hal yang diuji adalah norma umum dan absrak (general

and abstract norms) yang terkandung, baik dalam bentuk Undang –Undang

Federal (federal statutes) atau konstitusi negara bagian (Gesetze). Bahkan article

140 dan article 99 ayat (1) Konstitusi Austria menyatakan “The Constitutional

Court may also examine constitutional law” dan “Land constitutions must be in

conformity with the Federal Constitution”. Disamping pengujian

konstitusionalitas undang-undang. Praktek ketatanegaraan yang berkembang di

Austria bahwa Mahkamah Konstitusi yang tidak hanya berwenang menguji

konstitusionalitas undang-undang terhadap UUD, tetapi juga menguji legalitas

peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang. Berdasarkan article 139

Konstitusi Austria, peraturan atau regulasi (verordnungen) yang ditetapkan oleh

Pemerintah Federal ataupun Negara Bagian (Lander) dapat dinyatakan ‘tidak sah’

atau ‘illegal’ oleh Mahkamah Konstitusi atas permintaan lembaga atau

perseorangan warga negara.41

Yurisdiksi pengujian peraturan perundangan-undangan yang diberikan

kewenangan tersebut pada MK Austria adalah mekanisme satu lembaga atau satu

atap dengan memiliki sifat tersentralisasi. Dengan demikian, kewenangan MK

40 Ibid., h.303. 41 Ibid., h. 308.

Page 25: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

37

Austria adalah menguji peraturan perundang-undangan dan sebagai penjaga

konstitusi peraturan perundang-undangan tersebut diuji berdasarkan batu uji nya

terhadap kaidah dalam konstitusi. Dasar pemikiran mengenai sifat pengujian yang

dikembangkan oleh MK Austria ini, didasarkan pada doktrin ‘hierarchy of norms’

atau ‘stefenbau theory’ dari Kelsen.

4. Mahkamah Konstitusi Republik Federal Jerman

Mahkamah Konstitusi Federal Jerman diadopsi bersamaan dengan

ditetapkannya Basic Law pada tahun 1949. Kompetensi MK Federal Jerman

secara rinci dan jelas dalam Article 93 dari Basic Law tahun 1949 mencakup

diantaranya:42

1. Istilah pengujian konstitusionalitas digunakan untuk

menyelesaikan perselisihan yang dihadapi oleh lembaga-

lembaga tinggi negara.

2. Adapun terminologi judicial review , masing-masing

digunakan ketika mahkamah melaksanakan pengujian norma

hukum secara konkret (concrete norm control) atau pada saat

organ tersebut melakukan pengujian undang-undang secara

umum (abstract norm control). Khusus terhadap pengujian

undang-undang secara abstrak, permohonan model ini

biasanya sudah harus diajukan kepada Mahkamah Konstitusi

paling lambat 30 hari setelah rancangan undang-undamg

diadposi secara final oleh parlemen namum belum

diundangkan.

3. Permohonan konstitusional (constitutional complaint) adalah

hak mengajukan petisi yang dimiliki secara perorangan

ataupun kelompok, ketika tercantum dalam Basic Law tahun

1949 telah dilanggar oleh aneka produk hukum atau putusan

peradilan umum (ordinary judges)

4. Menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum, seperti

ditentukan dalam Article 41 II Basic Law.

Ide penting di Jerman adalah menjadikan Mahkamah Konstitusi sebagai

lembaga kekuasaan kehakiman tunggal dalam pengujian perundang-undangan.

42 Jimly Asshiddiqie dan Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi…, Op.Cit.,h.47-48.

Page 26: BAB II KERANGKA TEORITIS - repository.uksw.edu...KERANGKA TEORITIS Bab ini memberikan argumentasi atau tesis yang menekankan pada hakikat ... konstitusi tertulis yang berisikan norma

38

Dengan demikian secara tegas MK Federal Jerman memberikan putusan terhadap

konstitusionalitas norma baik konkrit maupun abstrak.

Alfred Rinken yang dikutip oleh Jimly Assidiqie dan Ahmad Syahrizal

mengatakan,

“Dalam sistem yang berlaku di Jerman pengujian norma abstrak

dapat diarahkan kepada berbagai bentuk peraturan perundang-

undangan (legislative regulation), termasuk didalamnya undang-

undang (laws), keputusan (decrees) dan peraturan perundang-

undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Federal atau negara

bagian (federal state). Pada tahap menguji produk hukum,

hakim konstitusi menggunakan basic law dan federal law

sebagai dasar penilaian untuk menentukan tingkat

konstitusionalitas masing-masing produk hukum”43

Dengan demikian konstruksi yang dibangun dalam MK Federal Jerman

adalah mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan teresentralisasi pada

satu Mahkamah.

43 Ibid., h.50-51.