29
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luka berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera lain. Luka bakar menyebabkan hilangnya intergritas kulit dan juga menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain beratnya luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi prognosis. 1 Penyebab luka bakar yang terjadi biasanya diakibatkan oleh terbakar api, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka yang diakibatkan sengatan listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh, karena adanya loncatan arus, atau karena ledakan tegangan tinggi. 1 14

BAB 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

electric burn..... campur

Citation preview

Page 1: BAB 2

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.

Luka berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi

dibandingkan dengan cedera lain. Luka bakar menyebabkan hilangnya intergritas

kulit dan juga menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar

biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar.

Beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain beratnya luka

bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang

sangat mempengaruhi prognosis.1

Penyebab luka bakar yang terjadi biasanya diakibatkan oleh terbakar api,

pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka yang

diakibatkan sengatan listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh,

karena adanya loncatan arus, atau karena ledakan tegangan tinggi.1

Arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan

otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus

menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan arus

listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang

dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500 o C.1

Luka yang diakibatkan oleh arus listrik yang fatal umumnya disebabkan

oleh kecelakaan, dan lebih sering pada arus bolak-balik (AC) daripada searah

(DC). Kerusakan yang diakibatkan oleh trauma listrik disebabkan oleh dua

14

Page 2: BAB 2

mekanisme yaitu terjadinya pemanasan dan aliran listrik itu sendiri yang melewati

jaringan. Pemanasan akan menyebabkan nekrosis koagulatif dan aliran listrik pada

jaringan akan menyebabkan kerusakan membran sel. Kerusakan terbesar biasanya

pada sel-sel saraf pembuluh darah dan otot.1

2.2 Defenisi

Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis

dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam. Luka

bakar akibat listrik mrupakan luka bakar yang terjadi akibat arus listrik yang

mengaliri tubuh, karena adanya loncatan arus, atau karena ledakan tegangan

tinggi, antara lain akibat petir.

2.3 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar

setiap tahunnya. Dari angka tersebut, 112.000 penderita luka bakar membutuhkan

tindakan emergensi, dan sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di

Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan

bertambahnya humlah penduduk serta industri, angka luka bakar tersebut semakin

meningkat.1

2.4 Etiologi

Penyebab luka bakar diakibatkan oleh adanya pajanan api secara langsung,

pajanan suhu yang tinggi, listrik, radiasi, maupun bahan kimia. Pada luka bakar

yang diakibatkan sengatan listrik, arus listrik menimbulkan kelainan karena

rangsangan terhadap saraf dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan

15

Page 3: BAB 2

jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut.

Beberapa penyebab luka bakar akibat listrik dibagi atas beberapa jenis yakni:

1. Direct contact: Arus masuk melewati tubuh, menyebabkan panas

menyebabkan “electrothermal burns”. Luka jenis biasanya terdapat titik

kontak sumber dan titik arus keluar.

2. Electrical arc: biasa disebut arus pendek. Bunga api yang terpancar antara

objek listrik yang memeiliki potensi berbeda ketika bersentuhan langsung.

Lalu arus juga masuk ke dalam tubuh.

3. Flame: biasanya disebabkan karena pakaian yang terbakar akibat

electrothermal burns atau electrical arc sehingga kulit terbakar karena

kontak dengan api langsung yang berasal dari pakaian yang terbakar

4. Flash: ketika panas dari electrical arc bersentuhan langsung dengan tubuh,

akan menyebabkan luka bakar. Namun pada flash, arus tidak masuk

kedalam tubuh.

2.5 Patofisiologi

Arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan

otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus

menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan arus

listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang

dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500oC.  Energi listrik

menyebabkan kerusakan jaringan langsung, mengubah potensial sel membran

istirahat.  Konversi energi listrik menjadi energi panas, menyebabkan kerusakan

jaringan besar dan nekrosis coagulative. Faktor-faktor yang menentukan derajat

16

Page 4: BAB 2

cedera termasuk besarnya energi yang dialirkan, resistensi dari jaringan yang

kontak dengan arus listrik, jenis arus, jalur arus, dan lamanya kontak.

Efek sistemik dan kerusakan jaringan secara langsung proporsional dengan

besarnya arus yang. Jumlah arus (ampere) secara langsung berhubungan dengan

tegangan dan berbanding terbalik dengan perlawanan, sebagaimana ditentukan

oleh hukum Ohm (I = V / R, dimana I = arus, V = tegangan, R = resistansi). Dari

parameter yang dijelaskan oleh hukum Ohm, tegangan biasanya dapat ditentukan

dan digunakan untuk mengukur besarnya potensi pemaparan saat ini dan besarnya

cedera yang disebabkan. Sengatan listrik diklasifikasikan sebagai tegangan tinggi

(> 1000 volt) atau tegangan rendah (<1000 volt). Sebagai aturan umum, tegangan

tinggi dikaitkan dengan morbiditas dan kematian yang lebih besar, meskipun

cedera fatal dapat terjadi pada tegangan rendah arus bolak balik secara substansial

lebih berbahaya daripada arus searah. Kontak dengan AC dapat menyebabkan

kontraksi otot yang berakhir pada tetani otot. Otot dada tetany melibatkan

diafragma dan otot interkostal dapat mengakibatkan kegagalan pernapasan. Sifat

pengulangan dari AC meningkatan kemungkinan pengiriman arus ke miokardium

yang dapat memicu fibrilasi ventrikel. Sebaliknya, DC biasanya menyebabkan

kontraksi otot tunggal , sering menyebabkan korban terlempar jauh dari sumber

listrik tersebut. Petir adalah arus searah besar yang berlangsung dari 1 / 10 sampai

1 / 1000 per detik, tetapi sering telah tegangan yang melebihi 10 juta volt.

Tubuh memiliki tahanan yang berbeda-beda. Secara umum, jaringan dengan

cairan yang tinggi dan mengandung banyak elektrolit mampu mengkonduksi

listrik lebih baik. Tulang memiliki tahanan paling tinggi. Sedangkan jaringan saraf

17

Page 5: BAB 2

memiliki tahanan paling rendah, dan bersama-sama dengan pembuluh darah, otot,

dan selaput lender juga memiliki tahanan yang rendah terhadap listrik. Kulit

memberikan tahanan “intermediate” dan merupakan faktor yang paling penting

menghambat aliran arus. Kulit adalah resistor utama terhadap arus listrik, dan

derajat resistensi ditentukan oleh ketebalan dan kelembaban. Ini bervariasi dari

1000 ohm untuk kulit tipis lembab untuk beberapa ribu ohm untuk kulit kapalan

kering.

Jalur arus menentukan jaringan yang berisiko dan apa jenis cedera yang

dihasilkan. Arus listrik yang melewati kepala atau dada lebih mungkin

menghasilkan luka fatal. Arus transthoracic dapat menyebabkan aritmia fatal,

kerusakan jantung langsung, atau pernapasan. Transkranial arus dapat

menyebabkan cedera otak langsung, kejang, pernapasan, dan kelumpuhan.

Hasil cedera Electrothermal jaringan edema jaringan, sehingga

pengembangan sindrom kompartemen dapat terjadi dalam kompartemen tubuh.

kaki ini adalah situs yang paling sering terlibat untuk pengembangan sindrom

kompartemen.

Urutan tahanan jaringan dimulai dengan yang paling rendah adalah saraf,

pembulu darah, otot, kulit, tendo, dan tulang. Jaringan yang tahannanya tinggi

akan lebih banyak dialiri arus dan panas yang timbul lebih tinggi. Karena

epidermisnya lebih tebal. Telapak tangan dan kaki mempunyai tahanan listrik

lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi akibat arus listrik didaerah ini juga

lebih berat.

18

Page 6: BAB 2

Kelancaran arus masuk tubuh juga bergantung pada basah atau keringnya

kulit yang kontak dengan arus. Bila kulit basah atau lembab, arus akan mudah

sekali masuk. Di tempat masuk akan tampak luka masuk yang berupa luka bakar

dengan kuit yang lebih rendah dari sekelilingnya, sedangkan ditempat arus keluar,

yaitu luka keluar, terkesan loncatan arus keluar.

arus bolak-balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa kejang-

kejang. Bila arus tersebut melalui jantung, kekuatan sebesar 60 miliamper. Saja

sudah cukup untuk menimbulkan fibrilasi dapat terjadi oleh arus sebesar 1/10

miliampere.

Panas yang timbul pada pembuluh darah akan merusak intima sehingga

terjadi thrombosis yang timbul pelan-pelan. Hal ini menerangkan mengapa

kematian jaringan pada luka listrik seakan-akan progresif dan banyak kerusakan

jaringan baru terjadi kemudian. Ekstremitas yang yang semula tampak vital,

mungkin setelah beberapa hari menunjukan nekrosis otot iskemik. Beberapa jam

setelah kecelakaan listrik dapat terjadi sindrom kompartemen karena udem dan

thrombosis.

Arus listrik menyebabkan destruksi luas dan nekrosis jaringan yang lebih

dalam. Kerusakan jaringan sehubungan dengan cedera listrik terjadi bila energy

listrik diubah menjadi energy panas. Kulit merupakan sawar pertama terhadap

aliran listrik, dan sebagai insulator yang efektif untuk jaringan-jaringan ini. Pada

bagian-bagian tubuh dengan penampang melintang yang kecil, misalnya

ekstremitas , densitas arus tinggi , dan kerusakan jaringan berat. Karena tulang

memiliki resistensi yang tinggi terhadap arus listrik. Maka tulang suhunya akan

19

Page 7: BAB 2

menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan sekitarnya. Akibatnya,

jaringan lunak yang menderita kerusakan akibat panas yang paling parah biasanya

adalah otot dan saraf yang melekat pada tulang. Posisi yang nyaris tidak

terjangkau pada deteksi klinis sebelumnya.

Resiko gagal ginjal akut juga tinggi pada pasien dengan cedera listrik.

Perkiraan kebutuhan cairan dan kerusakan otot yang terlalu rendah, dapat

berakibat pembebasan dari mioglobin. Pengeluaran urin segera, merupakan terapi

yang diperlukan untuk mencegah agar mioglobin tidak mengendap dalam tubulus

ginjal dan menyebabkan nekrosis tubular akut. Disamping itu kerusakan jaringan

yang luas dapat menyebabkan hiperkalemia. Cedera listrik terkadang dapat

menyebabkan perforasi usus., nekrosis pangkreas, nekrosis kandung empedu, dan

cedera pada hepar.

2.6 Fase Luka Bakar

a. Fase akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita

akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing

(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak

hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih

dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-

72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama

penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak

sistemik.

20

Page 8: BAB 2

b. Fase sub akut

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah

kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas.

Luka yang terjadi menyebabkan proses inflamasi dan infeksi, problem

penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak berepitel luas

atau pada struktur atau organ fungsional, serta keadaan hipermetabolisme

c. Fase lanjut

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat

luka dan pemulihan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah

penyakit berupa sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi,

deformitas dan kontraktur.

2.7 Diagnosis

Diagnosis luka bakar didasarkan pada luas luka bakar, derajat

(kedalaman) luka bakar, lokalisasi dan penyebab.

a. Luas Luka Bakar

Wallace membagi tubuh atas kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule

of nine atau rule of Wallace:

a. Kepala dan leher : 9%

b. Lengan masing-masing 9% : 18%

c. Badan depan 18% : 36%

d. Tungkai masing-masing 18% : 36%

e. Genetalia perineum : 1%

Total : 100 %

21

Page 9: BAB 2

Gambar 1. Luas luka bakar berdasarkan Wallace

Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi

karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif

permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk

bayi, dan rumus 10-15-20 dari Lund and Browder untuk anak.

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor

antara lain:

a. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh

b. Kedalaman luka bakar

c. Anatomi/lokasi luka bakar

d. Umur penderita

e. Riwayat pengobatan yang lalu

f. Trauma yang menyertai atau bersamaan

1. Derajat Luka Bakar

Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat

panas, sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita.

Dahulu Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya

dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut:

a. Luka bakar derajat I:

22

Page 10: BAB 2

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit

hiperemik berupa eritema, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena

ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan

tanpa pengobatan khusus.

Gambar 3. Derajat I luka bakar

b. Luka bakar derajat II

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi

inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung

saraf sensorik teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian:

a. Derajat II dangkal/superficial (IIA)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari

corium/dermis. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar

sebecea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel.

Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa

terbentuk sikatrik.

b. Derajat II dalam/deep (IIB)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa

jaringan epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut,

kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi

lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi

dalam waktu lebih dari satu bulan.

23

Page 11: BAB 2

Gambar 4. Derajat II luka bakar

c. Luka bakar derajat III

Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam

sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit

mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai

bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai

berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan

dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan

hilang sensasi karena ujung-ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi

lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

Gambar 5. Derajat III luka bakar

24

Page 12: BAB 2

3. Kriteria Berat Ringan luka bakar

Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association

yakni :

a. Luka Bakar Ringan.

- Luka bakar derajat II <15 %

- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 2 %

b. Luka bakar sedang

- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa

- Luka bakar derajat II 10 – 20% pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 10 %

c. Luka bakar berat

- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa

- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.

- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih

-Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan

genitalia/perineum.

- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

2.5 Penatalaksanaan

Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua:

a. Terapi fase akut

1. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar.

2. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi,

tekanan darah dan kesadaran (ABC)

- Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas

- Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa memperhitungkan

luas luka bakar dan kebutuhan cairan (RL).

- Bila tidak shok: segera diinfus sesuai dengan perhitungan

kebutuhan cairan.

25

Page 13: BAB 2

3. Perawatan luka

- Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic

- Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tanda-

tanda infeksi, keringkan dengan handuk bersih dan re-dress pasien

dengan menggunakan medikasi topikal. Luka bakar wajah

superficial dapat diobati dengan ointment antibacterial. Luka

sekitar mata dapat diterapi dengan ointment antibiotik mata topical.

Luka bakar yang dalam pada telinga eksternal dapat diterapi

dengan mafenide acetat, karena zat tersebut dapat penetrasi ke

dalam eschar dan mencegah infeksi purulen kartilago.

- Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar seperti:

silver sulfadiazine, contoh Silvaden, Burnazine, Dermazine, dll.

- Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan

- Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan

Bula sering terjadi pada jalur skin graft donor yang baru dan pada

luka yang ungraft. Membrane basal lapisan epitel baru kurang

berikatan dengan bed dari luka bakar. Struktur ini dapat mengalami

rekonstruksi sendiri dalam waktu beberapa bulan dan menjadi

bullae. Bulla ini paling baik diterapi dengan dihisap dengan jarum

yang bersih, memasang lagi lapisan epitel pada permukaan luka,

dan menutup dengan pembalut adhesif. Pembalut adhesive ini

dapat direndam.

- Pasien dipindahkan ke tempat steril

- Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.

- Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri dan antacid untuk

menghindari gangguan pada gaster.

- Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus

- Pasang catheter folley untuk memantau produksi urine pasien

- Pasang NGT (Nasogastric tube), untuk menghindari ileus paralitic.

b. Terapi fase pasca akut

- Perawatan luka

26

Page 14: BAB 2

- Eschar escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose,

kuman yang mati, serum, darah kering)

- Gangguan AVN distal karena tegang (compartment syndrome)

escharotomi atau fasciotomi

- Kultur dan sensitivity test antibiotika Antibiotika diberikan

sesuai hasilnya

- Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali

- Kalau perlu pemberian Human Albumin

- Keadaan umum penderita

Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal seperti

kesadaran, suhu tubuh, dan sirkulasi perifer. Jika didapatkan

penurunan kesadaran, febris dan sirkulasi yang jelek, hal ini

menandakan adanya sepsis.

- Diet dan cairan

2.6.1 Penanganan Pernapasan

Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi

dengan angka kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjadi dalam

waktu singkat 8 sampai 24 jam pertama pasca operasi. Pada kebakaran

dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar mengenai daerah muka /

wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap

atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan

gangguan berupa hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas

langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat panas, produk produk yang

tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan

khusus yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada

percabangan trakheobronkhial.

Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah

dan materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya

gas toksik seperti hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida,

akreolin dan partikel – partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini

menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi

27

Page 15: BAB 2

jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan

edem. Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya

hipoksia jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup

kuat terhadap pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 – 240 kali

lebih kuat disbanding kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari

Hb sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan. Kecurigaan adanya trauma

inhalasi bila pada penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut.

a. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.

b. Sputum tercampur arang.

c. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.

d. Penurunan kesadaran termasuk confusion.

e. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas

bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau

tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa.

f. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau

ronhi.

g. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.

Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya

trauma inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila terjadi distress

pernapasan maka harus dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang

resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi stabil.

2.6.2 Penanganan Sirkulasi

Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler

yang akan diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit)

dari intravaskuler ke jaringan interfisial mengakibatkan terjadinya

hipovolemik intra vaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan

hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal

terhambat, menyebabkan gangguan perfusi/sel/jaringan/organ. Pada luka

bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir

menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial

28

Page 16: BAB 2

menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami

deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan proses transportasi

oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang

timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel

dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki

korelasi dengan angka kematian. Beberapa penelitian membuktikan bahwa

penatalaksanaan syok dengan metode resusutasi cairan konvensional

(menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok

dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis, derajat kerusakan

jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat

dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki

nilai prognostic terhadap angka mortalitas.

2.6.3 Resustasi Cairan

BAXTER formula

Hari Pertama :

Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam

Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3

2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.

Kebutuhan faali :

< 1 Tahun : berat badan x 100 cc

1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc

3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc

½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.

½ diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua

Dewasa : ½ hari I

Anak : diberi sesuai kebutuhan faali

Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan :

1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc

2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc

3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc

29

Page 17: BAB 2

Hari I 8 jam X ½

16 jam X ½

Hari II ½ hari I

Hari ke III hari ke I

2.6.4 Perawatan Luka Bakar

Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan

dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan

ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera

sembuh rasa sakit yang minimal.

Setelah luka dibersihkan dan didebridement, luka ditutup. Penutupan

luka ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan

melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni

bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah

evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan

semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan

timbulnya rasa sakit

Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar

derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier

pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan

pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan

kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk

mengatasi rasa sakit dan pembengkakan. Luka bakar derajat II

(superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya, pertama-tama luka

diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan

dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan

penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin)

atau Allograft (homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite,

biobrane, transcyte, integra). Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III,

perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and

grafting ).

2.6.5 Nutrisi

30

Page 18: BAB 2

Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda

dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami

keadaan hipermetabolik.

Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi

hipermetabolik yang ada adalah:

Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh,

massa bebas lemak.

Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat,

penyakit ginjal dan lain-lain.

Luas dan derajat luka bakar

Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas

melalui evaporasi)

Aktivitas fisik dan fisioterapi

Penggantian balutan

Rasa sakit dan kecemasan

Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.

Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan

beberapa metode yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan

waktu dimulainya pemberian nutrisi dini pada penderita luka bakar, masih

sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam

pascatrauma.

2.7 Permasalahan Pasca Luka Bakar

Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang

dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu

fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik

yang buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk

mengembalikan kepercayaan diri.

Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:

Infeksi dan sepsis

Oliguria dan anuria

31

Page 19: BAB 2

Oedem paru

ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )

Anemia

Kontraktur

Kematian

2.8 Komplikasi

• Gagal ginjal akut

• Gagal respirasi akut

• Syok sirkulasi

• Sepsis

2.9 Prognosis

Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas

permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi,

dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh

5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh

dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor

membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan

parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa

kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut.

32