Upload
eko-damara
View
215
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
electric burn..... campur
Citation preview
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.
Luka berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cedera lain. Luka bakar menyebabkan hilangnya intergritas
kulit dan juga menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar
biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar.
Beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain beratnya luka
bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi prognosis.1
Penyebab luka bakar yang terjadi biasanya diakibatkan oleh terbakar api,
pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka yang
diakibatkan sengatan listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh,
karena adanya loncatan arus, atau karena ledakan tegangan tinggi.1
Arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan
otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus
menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan arus
listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang
dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500 o C.1
Luka yang diakibatkan oleh arus listrik yang fatal umumnya disebabkan
oleh kecelakaan, dan lebih sering pada arus bolak-balik (AC) daripada searah
(DC). Kerusakan yang diakibatkan oleh trauma listrik disebabkan oleh dua
14
mekanisme yaitu terjadinya pemanasan dan aliran listrik itu sendiri yang melewati
jaringan. Pemanasan akan menyebabkan nekrosis koagulatif dan aliran listrik pada
jaringan akan menyebabkan kerusakan membran sel. Kerusakan terbesar biasanya
pada sel-sel saraf pembuluh darah dan otot.1
2.2 Defenisi
Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis
dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam. Luka
bakar akibat listrik mrupakan luka bakar yang terjadi akibat arus listrik yang
mengaliri tubuh, karena adanya loncatan arus, atau karena ledakan tegangan
tinggi, antara lain akibat petir.
2.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar
setiap tahunnya. Dari angka tersebut, 112.000 penderita luka bakar membutuhkan
tindakan emergensi, dan sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di
Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan
bertambahnya humlah penduduk serta industri, angka luka bakar tersebut semakin
meningkat.1
2.4 Etiologi
Penyebab luka bakar diakibatkan oleh adanya pajanan api secara langsung,
pajanan suhu yang tinggi, listrik, radiasi, maupun bahan kimia. Pada luka bakar
yang diakibatkan sengatan listrik, arus listrik menimbulkan kelainan karena
rangsangan terhadap saraf dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan
15
jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut.
Beberapa penyebab luka bakar akibat listrik dibagi atas beberapa jenis yakni:
1. Direct contact: Arus masuk melewati tubuh, menyebabkan panas
menyebabkan “electrothermal burns”. Luka jenis biasanya terdapat titik
kontak sumber dan titik arus keluar.
2. Electrical arc: biasa disebut arus pendek. Bunga api yang terpancar antara
objek listrik yang memeiliki potensi berbeda ketika bersentuhan langsung.
Lalu arus juga masuk ke dalam tubuh.
3. Flame: biasanya disebabkan karena pakaian yang terbakar akibat
electrothermal burns atau electrical arc sehingga kulit terbakar karena
kontak dengan api langsung yang berasal dari pakaian yang terbakar
4. Flash: ketika panas dari electrical arc bersentuhan langsung dengan tubuh,
akan menyebabkan luka bakar. Namun pada flash, arus tidak masuk
kedalam tubuh.
2.5 Patofisiologi
Arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan
otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus
menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan arus
listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang
dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500oC. Energi listrik
menyebabkan kerusakan jaringan langsung, mengubah potensial sel membran
istirahat. Konversi energi listrik menjadi energi panas, menyebabkan kerusakan
jaringan besar dan nekrosis coagulative. Faktor-faktor yang menentukan derajat
16
cedera termasuk besarnya energi yang dialirkan, resistensi dari jaringan yang
kontak dengan arus listrik, jenis arus, jalur arus, dan lamanya kontak.
Efek sistemik dan kerusakan jaringan secara langsung proporsional dengan
besarnya arus yang. Jumlah arus (ampere) secara langsung berhubungan dengan
tegangan dan berbanding terbalik dengan perlawanan, sebagaimana ditentukan
oleh hukum Ohm (I = V / R, dimana I = arus, V = tegangan, R = resistansi). Dari
parameter yang dijelaskan oleh hukum Ohm, tegangan biasanya dapat ditentukan
dan digunakan untuk mengukur besarnya potensi pemaparan saat ini dan besarnya
cedera yang disebabkan. Sengatan listrik diklasifikasikan sebagai tegangan tinggi
(> 1000 volt) atau tegangan rendah (<1000 volt). Sebagai aturan umum, tegangan
tinggi dikaitkan dengan morbiditas dan kematian yang lebih besar, meskipun
cedera fatal dapat terjadi pada tegangan rendah arus bolak balik secara substansial
lebih berbahaya daripada arus searah. Kontak dengan AC dapat menyebabkan
kontraksi otot yang berakhir pada tetani otot. Otot dada tetany melibatkan
diafragma dan otot interkostal dapat mengakibatkan kegagalan pernapasan. Sifat
pengulangan dari AC meningkatan kemungkinan pengiriman arus ke miokardium
yang dapat memicu fibrilasi ventrikel. Sebaliknya, DC biasanya menyebabkan
kontraksi otot tunggal , sering menyebabkan korban terlempar jauh dari sumber
listrik tersebut. Petir adalah arus searah besar yang berlangsung dari 1 / 10 sampai
1 / 1000 per detik, tetapi sering telah tegangan yang melebihi 10 juta volt.
Tubuh memiliki tahanan yang berbeda-beda. Secara umum, jaringan dengan
cairan yang tinggi dan mengandung banyak elektrolit mampu mengkonduksi
listrik lebih baik. Tulang memiliki tahanan paling tinggi. Sedangkan jaringan saraf
17
memiliki tahanan paling rendah, dan bersama-sama dengan pembuluh darah, otot,
dan selaput lender juga memiliki tahanan yang rendah terhadap listrik. Kulit
memberikan tahanan “intermediate” dan merupakan faktor yang paling penting
menghambat aliran arus. Kulit adalah resistor utama terhadap arus listrik, dan
derajat resistensi ditentukan oleh ketebalan dan kelembaban. Ini bervariasi dari
1000 ohm untuk kulit tipis lembab untuk beberapa ribu ohm untuk kulit kapalan
kering.
Jalur arus menentukan jaringan yang berisiko dan apa jenis cedera yang
dihasilkan. Arus listrik yang melewati kepala atau dada lebih mungkin
menghasilkan luka fatal. Arus transthoracic dapat menyebabkan aritmia fatal,
kerusakan jantung langsung, atau pernapasan. Transkranial arus dapat
menyebabkan cedera otak langsung, kejang, pernapasan, dan kelumpuhan.
Hasil cedera Electrothermal jaringan edema jaringan, sehingga
pengembangan sindrom kompartemen dapat terjadi dalam kompartemen tubuh.
kaki ini adalah situs yang paling sering terlibat untuk pengembangan sindrom
kompartemen.
Urutan tahanan jaringan dimulai dengan yang paling rendah adalah saraf,
pembulu darah, otot, kulit, tendo, dan tulang. Jaringan yang tahannanya tinggi
akan lebih banyak dialiri arus dan panas yang timbul lebih tinggi. Karena
epidermisnya lebih tebal. Telapak tangan dan kaki mempunyai tahanan listrik
lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi akibat arus listrik didaerah ini juga
lebih berat.
18
Kelancaran arus masuk tubuh juga bergantung pada basah atau keringnya
kulit yang kontak dengan arus. Bila kulit basah atau lembab, arus akan mudah
sekali masuk. Di tempat masuk akan tampak luka masuk yang berupa luka bakar
dengan kuit yang lebih rendah dari sekelilingnya, sedangkan ditempat arus keluar,
yaitu luka keluar, terkesan loncatan arus keluar.
arus bolak-balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa kejang-
kejang. Bila arus tersebut melalui jantung, kekuatan sebesar 60 miliamper. Saja
sudah cukup untuk menimbulkan fibrilasi dapat terjadi oleh arus sebesar 1/10
miliampere.
Panas yang timbul pada pembuluh darah akan merusak intima sehingga
terjadi thrombosis yang timbul pelan-pelan. Hal ini menerangkan mengapa
kematian jaringan pada luka listrik seakan-akan progresif dan banyak kerusakan
jaringan baru terjadi kemudian. Ekstremitas yang yang semula tampak vital,
mungkin setelah beberapa hari menunjukan nekrosis otot iskemik. Beberapa jam
setelah kecelakaan listrik dapat terjadi sindrom kompartemen karena udem dan
thrombosis.
Arus listrik menyebabkan destruksi luas dan nekrosis jaringan yang lebih
dalam. Kerusakan jaringan sehubungan dengan cedera listrik terjadi bila energy
listrik diubah menjadi energy panas. Kulit merupakan sawar pertama terhadap
aliran listrik, dan sebagai insulator yang efektif untuk jaringan-jaringan ini. Pada
bagian-bagian tubuh dengan penampang melintang yang kecil, misalnya
ekstremitas , densitas arus tinggi , dan kerusakan jaringan berat. Karena tulang
memiliki resistensi yang tinggi terhadap arus listrik. Maka tulang suhunya akan
19
menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan sekitarnya. Akibatnya,
jaringan lunak yang menderita kerusakan akibat panas yang paling parah biasanya
adalah otot dan saraf yang melekat pada tulang. Posisi yang nyaris tidak
terjangkau pada deteksi klinis sebelumnya.
Resiko gagal ginjal akut juga tinggi pada pasien dengan cedera listrik.
Perkiraan kebutuhan cairan dan kerusakan otot yang terlalu rendah, dapat
berakibat pembebasan dari mioglobin. Pengeluaran urin segera, merupakan terapi
yang diperlukan untuk mencegah agar mioglobin tidak mengendap dalam tubulus
ginjal dan menyebabkan nekrosis tubular akut. Disamping itu kerusakan jaringan
yang luas dapat menyebabkan hiperkalemia. Cedera listrik terkadang dapat
menyebabkan perforasi usus., nekrosis pangkreas, nekrosis kandung empedu, dan
cedera pada hepar.
2.6 Fase Luka Bakar
a. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih
dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-
72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak
sistemik.
20
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan proses inflamasi dan infeksi, problem
penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak berepitel luas
atau pada struktur atau organ fungsional, serta keadaan hipermetabolisme
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyakit berupa sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
2.7 Diagnosis
Diagnosis luka bakar didasarkan pada luas luka bakar, derajat
(kedalaman) luka bakar, lokalisasi dan penyebab.
a. Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule
of nine atau rule of Wallace:
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18% : 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36%
e. Genetalia perineum : 1%
Total : 100 %
21
Gambar 1. Luas luka bakar berdasarkan Wallace
Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi
karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif
permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk
bayi, dan rumus 10-15-20 dari Lund and Browder untuk anak.
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor
antara lain:
a. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
b. Kedalaman luka bakar
c. Anatomi/lokasi luka bakar
d. Umur penderita
e. Riwayat pengobatan yang lalu
f. Trauma yang menyertai atau bersamaan
1. Derajat Luka Bakar
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat
panas, sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita.
Dahulu Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya
dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut:
a. Luka bakar derajat I:
22
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit
hiperemik berupa eritema, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena
ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan
tanpa pengobatan khusus.
Gambar 3. Derajat I luka bakar
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung
saraf sensorik teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian:
a. Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari
corium/dermis. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebecea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa
terbentuk sikatrik.
b. Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa
jaringan epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi
lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi
dalam waktu lebih dari satu bulan.
23
Gambar 4. Derajat II luka bakar
c. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam
sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit
mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai
bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai
berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan
dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensasi karena ujung-ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi
lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.
Gambar 5. Derajat III luka bakar
24
3. Kriteria Berat Ringan luka bakar
Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association
yakni :
a. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
b. Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 10 – 20% pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
c. Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
-Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
2.5 Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua:
a. Terapi fase akut
1. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar.
2. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi,
tekanan darah dan kesadaran (ABC)
- Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas
- Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa memperhitungkan
luas luka bakar dan kebutuhan cairan (RL).
- Bila tidak shok: segera diinfus sesuai dengan perhitungan
kebutuhan cairan.
25
3. Perawatan luka
- Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic
- Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tanda-
tanda infeksi, keringkan dengan handuk bersih dan re-dress pasien
dengan menggunakan medikasi topikal. Luka bakar wajah
superficial dapat diobati dengan ointment antibacterial. Luka
sekitar mata dapat diterapi dengan ointment antibiotik mata topical.
Luka bakar yang dalam pada telinga eksternal dapat diterapi
dengan mafenide acetat, karena zat tersebut dapat penetrasi ke
dalam eschar dan mencegah infeksi purulen kartilago.
- Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar seperti:
silver sulfadiazine, contoh Silvaden, Burnazine, Dermazine, dll.
- Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan
- Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan
Bula sering terjadi pada jalur skin graft donor yang baru dan pada
luka yang ungraft. Membrane basal lapisan epitel baru kurang
berikatan dengan bed dari luka bakar. Struktur ini dapat mengalami
rekonstruksi sendiri dalam waktu beberapa bulan dan menjadi
bullae. Bulla ini paling baik diterapi dengan dihisap dengan jarum
yang bersih, memasang lagi lapisan epitel pada permukaan luka,
dan menutup dengan pembalut adhesif. Pembalut adhesive ini
dapat direndam.
- Pasien dipindahkan ke tempat steril
- Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.
- Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri dan antacid untuk
menghindari gangguan pada gaster.
- Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus
- Pasang catheter folley untuk memantau produksi urine pasien
- Pasang NGT (Nasogastric tube), untuk menghindari ileus paralitic.
b. Terapi fase pasca akut
- Perawatan luka
26
- Eschar escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose,
kuman yang mati, serum, darah kering)
- Gangguan AVN distal karena tegang (compartment syndrome)
escharotomi atau fasciotomi
- Kultur dan sensitivity test antibiotika Antibiotika diberikan
sesuai hasilnya
- Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali
- Kalau perlu pemberian Human Albumin
- Keadaan umum penderita
Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal seperti
kesadaran, suhu tubuh, dan sirkulasi perifer. Jika didapatkan
penurunan kesadaran, febris dan sirkulasi yang jelek, hal ini
menandakan adanya sepsis.
- Diet dan cairan
2.6.1 Penanganan Pernapasan
Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi
dengan angka kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjadi dalam
waktu singkat 8 sampai 24 jam pertama pasca operasi. Pada kebakaran
dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar mengenai daerah muka /
wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap
atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan
gangguan berupa hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas
langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat panas, produk produk yang
tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan
khusus yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada
percabangan trakheobronkhial.
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah
dan materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya
gas toksik seperti hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida,
akreolin dan partikel – partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini
menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi
27
jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan
edem. Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya
hipoksia jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup
kuat terhadap pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 – 240 kali
lebih kuat disbanding kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari
Hb sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan. Kecurigaan adanya trauma
inhalasi bila pada penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut.
a. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.
b. Sputum tercampur arang.
c. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
d. Penurunan kesadaran termasuk confusion.
e. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas
bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau
tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa.
f. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau
ronhi.
g. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.
Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya
trauma inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila terjadi distress
pernapasan maka harus dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang
resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi stabil.
2.6.2 Penanganan Sirkulasi
Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler
yang akan diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit)
dari intravaskuler ke jaringan interfisial mengakibatkan terjadinya
hipovolemik intra vaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan
hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal
terhambat, menyebabkan gangguan perfusi/sel/jaringan/organ. Pada luka
bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial
28
menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami
deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan proses transportasi
oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang
timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel
dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki
korelasi dengan angka kematian. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
penatalaksanaan syok dengan metode resusutasi cairan konvensional
(menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok
dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis, derajat kerusakan
jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat
dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki
nilai prognostic terhadap angka mortalitas.
2.6.3 Resustasi Cairan
BAXTER formula
Hari Pertama :
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua
Dewasa : ½ hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan :
1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
29
Hari I 8 jam X ½
16 jam X ½
Hari II ½ hari I
Hari ke III hari ke I
2.6.4 Perawatan Luka Bakar
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan
ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera
sembuh rasa sakit yang minimal.
Setelah luka dibersihkan dan didebridement, luka ditutup. Penutupan
luka ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan
melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni
bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah
evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan
semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan
timbulnya rasa sakit
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar
derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier
pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan
pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan
kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk
mengatasi rasa sakit dan pembengkakan. Luka bakar derajat II
(superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya, pertama-tama luka
diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan
dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan
penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin)
atau Allograft (homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite,
biobrane, transcyte, integra). Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III,
perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and
grafting ).
2.6.5 Nutrisi
30
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda
dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami
keadaan hipermetabolik.
Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi
hipermetabolik yang ada adalah:
Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh,
massa bebas lemak.
Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat,
penyakit ginjal dan lain-lain.
Luas dan derajat luka bakar
Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas
melalui evaporasi)
Aktivitas fisik dan fisioterapi
Penggantian balutan
Rasa sakit dan kecemasan
Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.
Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan
beberapa metode yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan
waktu dimulainya pemberian nutrisi dini pada penderita luka bakar, masih
sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam
pascatrauma.
2.7 Permasalahan Pasca Luka Bakar
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang
dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu
fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik
yang buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk
mengembalikan kepercayaan diri.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
Infeksi dan sepsis
Oliguria dan anuria
31
Oedem paru
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
Anemia
Kontraktur
Kematian
2.8 Komplikasi
• Gagal ginjal akut
• Gagal respirasi akut
• Syok sirkulasi
• Sepsis
2.9 Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi,
dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh
5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh
dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor
membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan
parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa
kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut.
32