Bab 2

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

c 2.1 Bunyi = x f Bunyi didefinisikan sebagai vibrasi (getaran) yang ditransmisikan oleh suatu medium elastis (misal udara) dan kemudian diterima oleh telinga manusia. Hal ini berarti ada tiga unsur utama yang menyebabkan terjadinya suara, yaitu sumber getar, adanya medium elastis sebagai penghantar getaran, dan adanya penerima. Jika salah satu dari ketiga unsur utama tersebut tidak ada, maka bunyi pun tidak ada[4]. Bunyi bergerak dengan kecepatan c dan panjang gelombang l tertentu. Hubungan antara kecepatan panjang gelombang, dan frekuensi f dinyatakan dalam persamaan berikut: (2.1) Dimana c adalah kecepatan bunyi merambat (m/s), l adalah Panjang gelombang (m), dan f adalah frekuensi (Hz).

2.1.1 Analisis Frekuensi Bunyi yang kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, seperti musik, pembicaraan, termasuk kebisingan terdiri dari banyak frekuensi. Oleh karena itu, diperlukan analisis frekuensi untuk mengetahui besarnya amplitudo masing-masing frekuensi sehingga dapat dilihat distribusi tekanan bunyi (dB) dalam rentang frekuensi tertentu. Untuk melakukan analisis frekuensi diperlukan filter yang disebut band filter. Dalam pengukuran akustik dikenal banyak filter yang masing-masing mempunyai deret frekuensi tengah (filter) yang berbeda-beda. Jenis filter yang

umum digunakan adalah filter 1/1 oktaf dan 1/3 oktaf. Filter yang sangat popular saat ini adalah filter 1/3 oktaf. Keuntungannya adalah lebar pita pada frekuensi di atas 500 Hz cukup mendekati sifat selektif sistem pendengaran manusia. Jumlah

frekuensi tengah untuk filter 1/1 oktaf lebih sedikit dibandingkan dengan 1/3 oktaf, sehingga analisis frekuensi suara menggunakan filter 1/3 akan lebih rinci (teliti) dibandingkan dengan 1/1 oktaf. Frekuensi tengah filter 1/1 oktaf (Hz) : 16, 31,5, 63, 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000, 8000, 16000. Frekuensi tengah filter 1/3 oktaf (Hz) : 16, 20, 25, 31.5, 40, 50, 63, 80, 100, 125, 160, 200, 250, 315, 400, 500, 630, 800, 1000, 1250, 1600, 2000, 2500, 3150, 4000, 5000, 6300, 8000, 10000, 12500, 16000[4]. Manusia mendengar bunyi saat gelombang bunyi sampai ke gendang telinga manusia. Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20 kHz. Bunyi di atas 20 kHz disebut ultrasonik dan di bawah 20 Hz disebut infrasonik. Tidak terlalu jelas contoh - contoh sumber bunyi yang mewakili rentang frekuensi tertentu. Salah satu sumber suara yang mewakili rentang frekuensi pendengaran manusia adalah pink noise. Frekuensi suara wanita 150 - 8,6 kHz, dan suara pria 70-8 kHz. Pink noise adalah bunyi yang difilter agar memiliki energi yang sama per oktaf atau sama dengan intensitas bunyi setiap 1/3 oktaf. Kekuatan bunyi dari pink noise setiap Hz dari lebar pita menurun 3 dB setiap oktaf. Pink noise lebih sering dipilih untuk equalisasi auditorium[5]. 2.2 Akustika Ruangan Akustika ruang terdefinisi sebagai bentuk dan bahan dalam suatu ruangan yang terkait dengan perubahan bunyi atau bunyi yang terjadi. Akustik ruang sangat berpengaruh dalam reproduksi bunyi misalnya dalam gedung rapat akan sangat

mempengaruhi artikulasi dan kejelasan pembicara.

2.2.1 Gejala Akustik Dalam Ruang Tertutup Energi tidak selalu memancar bebas dari sumber. Ketika suara dipancarkan ke ruangan dan mencapai permukaan ruang seperti dinding, langit-langit, dan lantai, sebagian akan direfleksikan, sebagian lagi akan diserap, dan sebagian lagi akan ditransmisikan melalui permukaan ruang. Gambar 2.1 menunjukkan apa yang terjadi bila gelombang bunyi menumbuk dinding-dinding suatu ruang. Sebagian energinya akan dipantulkan, disebarkan, dibelokkan, ditransmisikan, dan diserap ke ruang yang berdampingan, tergantung sifat akustik dindingnya. Keterangan: Sumber bunyi 1 Bunyi pantul. 1 1 Bunyi difus atau sebar. 1 1 Bunyi 1 difraksi atau dibelokkan. 1 Bunyi yang diserap oleh 1 lapisan permukaan. 1 Bunyi transmis. 1 1 Bunyi yang hilang dalam 1 struktur bangunan. 1 Bunyi yang dirambatkan 1 oleh struktur bangunan. Gambar 2.1 Kelakuan bunyi dalam ruang tertutup[6]. Pemantulan Bunyi Gejala pemantulan bunyi ini hampir serupa dengan pemantulan cahaya, karena bunyi datang dan bunyi pantul terletak dalam bidang datar sama, dan sudut

1 Bunyi data 1

gelombang bunyi datang sama dengan sudut gelombang bunyi pantul (hukum pemantulan). Namun harus diingat, bahwa panjang gelombang bunyi jauh lebih panjang daripada panjang gelombang cahaya, dan hukum pemantulan ini hanya berlaku jika panjang gelombang bunyi lebih kecil dibandingkan ukuran permukaan pemantul. Sifat dan bentuk permukaan pemantulan menentukan gejala pemantulan suara. Permukaan yang keras, tegar dan rata, seperti beton, bata, batu, plaster, atau gelas, memantulkan hampir semua energi bunyi yang jatuh padanya. Permukaan pemantulan cembung cenderung menyebarkan gelombang suara dalam ruang dan permukaan cekung cenderung mengumpulkan gelombang suara pantul dalam ruang[7].

Dengung Bunyi yang berkepanjangan akibat pemantulan yang berturut-turut dalam ruang tertutup setelah sumber bunyi dihentikan disebut dengung. Pentingnya pengendalian dengung dalam rancangan akustik telah mengharuskan masuknya besaran standar yang relevan, yaitu waktu dengung (T). Waktu Dengung adalah waktu yang dibutuhkan untuk meluruhkan energi dengung dapat ditulis dengan persamaan berikut[6]:V ,det ik S

bunyi sebesar 60 dB. Waktu

T =0.161

(2.2)

Dimana, T = waktu dengung (det) V = volume dari ruangan (m3)

S = luas bidang serap (m2)

= koefisien absorbsi bunyi rata-rata.Dari rumus di atas, maka konsep waktu dengung dapat menjelaskan beberapa hal yang berhubungan dengan respon ruangan terhadap medan bunyi yang timbul di dalamnya, antara lain: a. Besar kecilnya waktu dengung berhubungan erat dengan volume ruangan dan koefisien absorbsi rata-rata (sifat bahan) yang dimiliki oleh dindingdinding ruangan tersebut. Semakin besar penyerapan (terdapat bahan-bahan akustik yang menyerap bunyi) oleh dinding-dinding ruangan maka semakin kecil T atau ruangan semakin tidak berdengung (semakin kedap bunyi), sebaliknya semakin banyak luasan bahan yang bersifat memantulkan bunyi maka semakin besar pula harga T tersebut. Sedangkan semakin besar volume ruang maka harga T akan semakin besar, atau ruangan akan semakin berdengung. b. Waktu dengung yang besar menunjukkan semakin banyak jumlah pantulan yang terjadi di dalam ruangan tersebut. Oleh karena itu, di dalam suatu ruang yang berdengung, suara kita akan dipantulkan juga berkali-kali oleh dinding ruangan tersebut, sehingga suara yang terdengar menjadi tidak jelas. Dengan kata lain, di dalam ruangan dengan T yang besar maka komunikasi wicara akan menjadi tidak jelas. c. Dalam hubungannya dengan akumulasi bising di dalam suatu ruangan, maka semakin besar bahanbahan penyerap bunyi yang dipasang pada dindingdinding ruangan atau semakin besar total absorbsi () ruangan, maka

semakin kecil kemungkinan pemantulan bunyi[4].

Difusi bunyi Bila tekanan bunyi di setiap bagian ruangan sama, gelombang bunyi dapat merambat dalam semua arah, dengan kata lain, difusi bunyi terjadi dalam ruang. Difusi bunyi dalam ruangan dapat diciptakan dengan cara menggunakan permukaan dan elemen penyebar seperti plaster, langit-langit yang berkotak-kotak, pagar balkon yang dipahat dan dinding yang bergerigi.

Difraksi bunyi Difraksi adalah gejala akustik yang menyebabkan gelombang bunyi dibelokkan atau dihamburkan di sekitar penghalang seperti sudut, kolom, dan tembok, yang nyata pada frekuensi rendah daripada frekuensi tinggi. Ini membuktikan bahwa hukum akustik geometri tidak sesuai untuk meramalkan dengan tepat kelakuan bunyi dalam ruang tertutup karena penghalang yang biasanya ada dalam akustik ruang lebih kecil dibanding dengan panjang gelombang bunyi yang dapat didengar. Walaupun akustik geometri merupakan pendekatan yang berguna, namun akustik geometri ini hampir tidak dapat digunakan untuk frekuensi 250 Hz. Dengan perkataan lain, bunyi frekuensi rendah tidak akan mengikuti hukum akustik geometri bila berhubungan dengan elemen arsitektur dengan ukuran kecil. Penyerapan Bunyi Bahan lembut, berpori, dan kain serta juga manusia, menyerap sebagian besar gelombang bunyi yang menumbuk mereka, dengan perkataan lain, mereka adalah

penyerap bunyi. Dari defenisi, penyerapan bunyi adalah perubahan energi bunyi menjadi suatu bentuk lain, biasanya panas, ketika melewati suatu bahan atau ketika menumbuk suatu permukaan. Jumlah panas yang dihasilkan pada perubahan energi ini adalah sangat kecil, sedang kecepatan perambatan gelombang bunyi tidak dipengaruhi oleh penyerapan[4].

2.3 Material Akustik Material akustik dapat dibagi ke dalam tiga kategori dasar, yaitu: material penyerap (absorbing material), material penghalang (barrier material), dan material peredam (damping material).

2.3.1 Material Penyerap (Absorbing Material) Pada umumnya material penyerap secara alami bersifat resistif, berserat (fibrous), dan berpori (porous). Karakteristik akustik dasar semua bahan berpori, seperti papan serat (fiber board), plasteran lembut (soft plasters), mineral wools, dan selimut isolasi, adalah suatu jaringan selular dengan pori-pori yang saling berhubungan. Energi bunyi datang diubah menjadi energi panas dalam pori-pori ini. Bagian bunyi yang datang diubah menjadi panas dan diserap, sedangkan sisanya, yang telah berkurang energinya, dipantulkan oleh permukaan bahan. Besarnya penyerapan bunyi pada material penyerap dinyatakan dengan koefisien absorbsi (). Sebenarnya semua bahan bangunan menyerap bunyi sampai batas tertentu, tetapi pengendalian akustik bangunan yang baik membutuhkan penggunaan bahanbahan dengan tingkat penyerapan bunyi yang tinggi.

Dalam akustik lingkungan, unsur-unsur yang dapat menunjang penyerapan bunyi yaitu lapisan permukaan dinding, lantai dan atap, isi ruang seperti penonton, bahan tirai, tempat duduk dengan lapisan lunak dan karpet, serta udara dalam ruang.

2.3.2 Material Penghalang (Barrier Material) Material penghalang yang efektif mempunyai sifat dasar umum yaitu massanya padat, seperti beton. Kebanyakan material penghalang yang efektif juga mempunyai derajat redaman internal yang tinggi, yang secara kualitatif dinyatakan dengan nilai kelemasan.

2.3.3 Material Peredam (Damping Material) Material peredam biasanya adalah lapisan plastik polimer, logam, epoxy, atau lem yang relatif tipis yang dapat digunakan untuk melapisi suatu benda. Parameter yang digunakan untuk menjelaskan isolasi atau kemampuan menghentikan bunyi adalah koefisien transmisi . Koefisien transmisi didefinisikan sebagai perbandingan daya bunyi yang ditransmisikan melalui suatu material terhadap daya bunyi yang datang. Semakin kecil nilai transmisinya, maka semakin bagus sifat isolasinya[8].

2.4 Gejala Penyerapan bunyi dalam bahan Menurut hukum kekekalan energi, energi tidak dapat dihilangkan atau dimusnahkan, melainkan dapat diubah menjadi energi lain. Demikian pula dengan energi bunyi[9]. Sesuai hukum Termodinamika II, maka energi bunyi datang yang tiba pada suatu bahan akan diubah sebagaian oleh bahan tersebut menjadi energi lain,

seperti misalnya energi getar (vibrasi) atau energi panas. Oleh karena itu, bahan yang mampu menyerap bunyi pada umumnya mempunyai struktur berpori atau berserat. Secara ilustratif gejala perubahan energi bunyi setelah diserap oleh bahan dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan 2.3.

Gambar bunyi

2.2 Penyerapan oleh bahan berpori[7].

Gambar 2.3 berserat[4].

Penyerapan bunyi oleh bahan

2.5 Koefisien absorbsi bunyi () Koefisien absorbsi bunyi suatu permukaan adalah bagian energi bunyi datang yang diserap, atau tidak dipantulkan oleh permukaan. Koefisien ini dinyatakan dalam huruf Greek . Nilai dapat berada antara 0 dan 1. Nilai koefisien serapan 0 menyatakan tidak ada energi bunyi yang diserap dan nilai koefisien absorbsi 1 menyatakan serapan yang sempurna. Misalnya pada 500 Hz bila bahan akustik menyerap 65 persen dari energi bunyi datang dan memantulkan 35 persen daripadanya, maka koefisien penyerapan bunyi bahan ini adalah 0,65. Meski

demikian, suatu bahan yang sama dapat memiliki koefisien absorbsi yang berbeda tergantung dari frekuensi bunyi yang datang pada bahan. Sehingga suatu koefisien absorbsi selalu dinyatakan sebagai fungsi frekuensi dengan filter 1/1 atau 1/3 oktaf [6]. Koefisien absorbsi() dinyatakan sebagai perbandingan antara energi bunyi yang diserap oleh bahan tersebut dengan energi bunyi datang atau: (2.3)

=Dimana Wa dan Wi

Wa Wi

masing-masing adalah daya bunyi yang diserap

dan daya bunyi yang tiba pada permukaan bahan. Ada dua macam koefesien absorbsi bunyi yaitu : a. Koefesien absorbsi normal dengan simbol n, yaitu koefesien absorbsi bunyi untuk sudut datang bunyi tegak lurus (00) pada bahan. b. Koefisien absorbsi Sabine dengan simbol s atau , yaitu harga rata-rata koefisien absorbsi bunyi untuk semua sudut. Besarnya Koefisien Absorbsi suatu bahan ditentukan oleh beberapa kriteria: 1. Besarnya koefisien absobrsi bunyi suatu bahan bervariasi terhadap frekuensi bunyi artinya, harga suatu bahan akustik berbeda-beda untuk setiap frekuensinya. 2. Harga satu jenis bahan akan berbeda bila ketebalan dan kerapatan volumnya berbeda. 3. Suatu bahan dari jenis, ketebalan atau kerapatan yang sama akan menghasilkan nilai yang berbeda jika diletakkan atau diinstalasi pada bahan lain yang berbeda karakteristiknya.

4. Harga suatu bahan akan mengalami perubahan jika diberikan perlakuan terhadap permukaannya, misalnya dicat semprot atau cat poles. 5. Harga suatu bahan akan mengalami perubahan jika dipasang dengan rongga udara di bawahnya[4].

2.6 Metode Pengukuran koefisien Absorbsi Secara umum, pengukuran koefisien absorbsi suatu bahan dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu: 1. Metode Tabung Impedansi 2. Metode In situ 3. Metode Ruang Dengung

2.6.1 Metode Tabung Impedansi Metode ini digunakan untuk mengukur koefisien penyerapan bunyi sampel bahan akustik yang kecil dan gelombang bunyi merambat tegak lurus pada permukaan sampel bahan tersebut. Koefisien yang terukur adalah koefisien absorbsi normal, n[9]. Metode ini tidak tepat untuk keseluruhan pengukuran koefisien penyerapan bunyi karena pembatasan-pembatasannya. Metode ini mengabaikan kenyataan bahwa gelombang bunyi dalam ruang menumbuk bahan penyerap bunyi dari berbagai sudut, selanjutnya ukuran dan cara pemasangan contoh percobaan tidak sama dengan kondisi pengerjaan sesungguhnya[6].

2.6.2 Metode In Situ Metode ini dapat digunakan untuk mengukur koefisien absorbsi dan impedansi permukaan suatu bahan. Dalam metode ini akan terukur respon impulse, pantulan bunyi, dan isolasi bunyi datang yang akan menghasilkan koefisien refleksi suara. Penggunaan metode ini juga membutuhkan sampel yang berukuran besar. Hasil pengukuran menggunakan metode ini tidak akurat pada frekuensi rendah (