52
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Minyak nilam (Patchouli Oil) adalah minyak atsiri yang diperoleh dari hasil penyulingan daun, batang dan cabang tanaman nilam. Aromanya yang segar dan khas serta mempunyai daya fiksasi yang kuat, sulit digantikan oleh bahan sintetis (Rusli, 1991). Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang telah dikenal di Indonesia. Komponen utama penyusun minyak nilam adalah patchouli alkohol (C 15 H 26 ), yang berfungsi sebagai bahan pengikat wewangian agar aroma keharumannya bertahan lebih lama. Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai bahan campuran produk kosmetik (diantaranya untuk pembuatan sabun, pasta gigi, shampoo, lotion, dan deodorant), kebutuhan industri makanan (diantaranya untuk essence atau penambah rasa), kebutuhan farmasi (untuk pembuatan anti radang, anti fungi, anti serangga, serta dekongestan), kebutuhan aroma terapi, bahan baku compound dan pengawetan barang, serta berbagai kebutuhan industri lainnya (Mangun, 2008). Di pasar perdagangan internasional, nilam diperdagangkan dalam bentuk minyak dan dikenal dengan nama Patchouli oil. Dari berbagai jenis minyak atsiri yang

Bab 1-3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab 1-3

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyak nilam (Patchouli Oil) adalah minyak atsiri yang diperoleh dari

hasil penyulingan daun, batang dan cabang tanaman nilam. Aromanya yang segar

dan khas serta mempunyai daya fiksasi yang kuat, sulit digantikan oleh bahan

sintetis (Rusli, 1991). Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri

yang telah dikenal di Indonesia.

Komponen utama penyusun minyak nilam adalah patchouli alkohol

(C15H26), yang berfungsi sebagai bahan pengikat wewangian agar aroma

keharumannya bertahan lebih lama. Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai

bahan campuran produk kosmetik (diantaranya untuk pembuatan sabun, pasta

gigi, shampoo, lotion, dan deodorant), kebutuhan industri makanan (diantaranya

untuk essence atau penambah rasa), kebutuhan farmasi (untuk pembuatan anti

radang, anti fungi, anti serangga, serta dekongestan), kebutuhan aroma terapi,

bahan baku compound dan pengawetan barang, serta berbagai kebutuhan industri

lainnya (Mangun, 2008).

Di pasar perdagangan internasional, nilam diperdagangkan dalam bentuk

minyak dan dikenal dengan nama Patchouli oil. Dari berbagai jenis minyak atsiri

yang ada di Indonesia, minyak nilamlah yang menjadi primadona, setiap tahunnya

lebih dari 45% devisa negara yang dihasilkan dari minyak atsiri berasal dari

minyak nilam dan sekitar 90% kebutuhan minyak nilam dunia berasal dari

Indonesia (Santoso, 1990).

Di Indonesia daerah sentra produksi nilam terdapat di Bengkulu, Sumatera

Barat, Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam, kemudian berkembang di

provinsi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan daerah lainnya.

Luas areal pertanaman nilam pada tahun 2002 sekitar 21.602 ha, namun

produktivitas minyaknya masih rendah rata-rata 97,53 kg/ha/tahun (Ditjen Bina

Produksi Perkebunan, 2004). Dari hasil pengujian di berbagai lokasi pertanaman

petani, kadar minyak berkisar antara 1 - 2% dari terna kering (Rusli dkk., 1993).

1

Page 2: Bab 1-3

2

Badan Pusat Statistik juga mencatat ekspor minyak nilam Indonesia pada

tahun 2004, telah mencapai 2.074 ton dengan nilai sebesar US$ 27.137.000, tahun

2006 mencapai 1,3 ton senilai US$ 18.865.165, tahun 2007 harga minyak nilam

mencapai Rp 1.200.000/kg, tahun 2008 mencapai Rp 1.050.000/kg dan tahun

2009 ini stabil pada harga Rp 230.000/kg. Data diatas jelas terlihat bahwa harga

minyak nilam sangat fluktuatif. Oleh karena itu, banyak penjual yang enggan

menjual minyak nilamnya pada saat harga minyak nilam rendah ataupun turun,

sehingga tidak jarang para penjual lebih memilih menyimpan minyak nilam

hingga bertahun-tahun sampai menunggu harga nilam kembali tinggi.

Lamanya penyimpanan dan adanya kontak antara minyak nilam yang

dihasilkan dengan cahaya dan udara sekitar ketika berada pada drum

penyimpanan akan membentuk suatu senyawa asam, karena mengalami reaksi

oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya (Sastrohamidjojo,

2004). Hasil penelitian (Muchlis dan Rusli, 1979), juga menunjukkan bahwa jenis

kemasan dan waktu penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap bobot jenis,

indeks bias, bilangan asam dan bilangan ester dari minyak nilam, dimana semakin

lama minyak nilam di simpan semakin meningkat bobot jenis, bilangan asam, dan

bilangan esternya. Lama penyimpanan minyak nilam juga mengakibatkan

terbentuknya dua lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang mutunyapun

berbeda disetiap lapisan dapat dilihat pada pengujian mutu awal dari hasil

penelitian pendahuluan pada Lampiran 1.

Homogenisasi merupakan suatu proses untuk menstabilkan minyak nilam

agar didapatkan mutu yang seragam. Salah satu cara menghomogenisasikan

minyak tersebut ialah dengan cara pengadukan. Faktor homogenisasi yang dapat

dilakukan adalah dengan cara memperhatikan perbandingan volume pencampuran

minyak nilam untuk setiap lapisan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang

perbandingan volume minyak nilam pada lapisan atas dan lapisan bawah agar

dihasilkan minyak nilam yang homogen, sehingga memenuhi standar mutu

minyak nilam yang dikehendaki pasar.

Page 3: Bab 1-3

3

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana pengaruh perbandingan volume minyak nilam lapisan atas dan

lapisan bawah pada proses homogenisasi terhadap mutu minyak nilam yang

dihasilkan?

2. Pada perbandingan volume minyak nilam berapakah yang dapat

menghasilkan minyak nilam yang homogen dan bermutu baik?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh perbandingan volume lapisan atas dan lapisan bawah

pada proses homogenisasi terhadap mutu minyak nilam yang dihasilkan.

2. Mengetahui perbandingan volume lapisan atas dan lapisan bawah yang

cenderung menghasilkan mutu minyak nilam yang baik dalam proses

homogenisasi.

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai acuan dan bahan masukan di dalam upaya

memperoleh mutu minyak nilam yang cenderung baik pada proses homogenisasi

perbandingan volume minyak nilam lapisan atas dan lapisan bawah.

1.5 Kerangka Pikiran

Beberapa penyebab perubahan mutu minyak nilam adalah karena adanya

waktu penyimpanan yang cukup lama, jenis kemasan dan adanya kontak langsung

dengan udara dan cahaya (Sastrohamidjojo, 2004; Muchlis dan Rusli, 1979).

Perubahan mutu tersebut disebabkan oleh sifat alami dari minyak nilam yaitu

bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara,

sinar matahari (terutama gelombang ultra violet) dan panas, karena terdiri dari

berbagai macam komponen penyusun (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Page 4: Bab 1-3

4

Secara mendasar, homogenisasi dapat diterangkan sebagai proses

penyampuran massa. Proses homogenisasi sendiri dapat diklasifikasikan menjadi

proses homogenisasi secara mekanis atau kimiawi. Pemilihan jenis proses

homogenisasi yang digunakan bergantung pada kondisi yang dihadapi.

Homogenisasi secara mekanis dilakukan kapanpun memungkinkan karena biaya

operasinya lebih murah dari homogenisasi secara kimiawi. Untuk suatu bahan

yang tidak dapat dihomogenkan melalui proses pemisahan mekanis, proses

pemisahan kimiawi harus dilakukan.

Pengadukan adalah salah satu proses homogenisasi secara mekanis yang

mudah dan murah, dimana dapat diartikan bahwa pengadukan adalah operasi yang

menciptakan terjadinya gerakan di dalam bahan yang diaduk secara acak dari

bahan satu ke bahan yang lain, sehingga dapat mengurangi ketidaksamaan

komposisi, suhu, atau sifat lain yang terdapat dalam suatu bahan. Tujuan utama

dari pengadukan tersebut adalah terjadinya pencampuran.

Pencampuran (mixing) adalah operasi yang menyebabkan tersebarnya

secara acak suatu bahan ke bahan lain di mana bahan-bahan tersebut terpisah

dalam dua fasa atau lebih. Tujuan pencampuran untuk mengurangi ketidaksamaan

dan ketidakmerataan dalam komposisi, suhu dan sifat-sifat lain yang terdapat

dalam suatu bahan. Fenomena yang dapat terjadi sebagai dampak dari hasil

pencampuran adalah terjadinya keadaan yang homogen, terjadinya reaksi kimia,

terjadinya perpindahan massa, dan terjadinya perpindahan panas. Fenomena

tersebut merupakan tujuan akhir dari suatu proses pencampuran.

Hal-hal yang berpengaruh pada proses pengadukan adalah lama

pengadukan, suhu pengadukan dan kecepatan putar pengaduk itu sendiri, dimana

semakin lama waktu pengadukan, maka bahan yang diaduk tersebut akan

homogen dengan sempurna. Suhu pengadukan juga sangat berpengaruh dalam

proses homogenisasi, karena semakin tinggi suhu yang dihantarkan pada bahan

maka proses homogenisasi tersebut akan semakin cepat, karena dengan energi

panas komponen – komponen yang ada di dalam suatu bahan akan mudah larut

atau bercampur. Selain itu juga pada kecepatan pengadukan, dimana semakin

besar kecepatan putar pengaduk maka bahan yang terhomogenisasi akan semakin

Page 5: Bab 1-3

5

cepat, tetapi untuk bahan yang bersifat minyak tidak bisa diberikan kecepatan dan

suhu yang tinggi, karena akan menimbulkan kerusakan.

Penelitian pendahuluan yang dilakukan untuk menentukan kecepatan

pengadukan dan lama waktu pengadukan dengan mencoba melakukan kombinasi

faktor kecepatan 100 rpm dan 300 rpm serta lama waktu pengadukan 5 menit dan

10 menit dengan suhu yang dikondisikan adalah berkisar 25oC - 28oC. Penelitian

pendahuluan yang dilakukan menghasilkan mutu minyak nilam yang beragam

pada setiap parameternya yaitu dapat di lihat pada Lampiran 2. Penggunaan

kecepatan 100 rpm dan 300 rpm dengan lama waktu pengadukan 5 menit dan 10

menit dilakukan untuk melihat pengaruh pada mutu minyak nilam, hal tersebut

dibatasi hanya pada 100 dan 300 rpm serta 5 dan 10 menit, karena melihat sifat

minyak nilam yang tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh

oksigen udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena

terdiri dari berbagai macam komponen penyusun (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Berdasarkan penelitian pendahuluan, pengadukan pada perbandingan

volume minyak nilam yang sama antara lapisan atas dengan bawah pada

perlakuan kecepatan 300 rpm dan lama waktu pengadukan 5 menit menghasilkan

homogenisasi yang cenderung baik, sedangkan pada kecepatan 100 rpm dan lama

waktu 10 menit menghasilkan homogenisasi yang cenderung tidak baik.

Untuk mengetahui pengaruh perbandingan volume minyak nilam pada

lapisan atas dengan lapisan bawah minyak nilam dalam proses homogenisasi

terhadap mutu yang dihasilkan, maka dapat digunakan pengadukan minyak

dengan kecepatan 300 rpm dengan lama waktu 5 menit dengan suhu yang

dikondisikan berkisar 25oC - 28 oC.

Fenomena pemisahan suatu zat dapat terjadi dengan dua proses, yaitu

pemisahan secara alami dan secara buatan (disengaja). Pada prinsipnya faktor

yang mempengaruhi pemisahan sama saja antara pemisahan secara alami dengan

buatan. Minyak nilam yang mengalami waktu penyimpanan cukup lama dan

sering terjadi kontak langsung dengan cahaya maupun udara akan terjadi

pemisahan secara alami, dibuktikan dengan berbedanya kadar patchouli alkohol

pada lapisan bagian atas dan bawah pada drum penyimpanan yang dapat dilihat

pada Lampiran 1. Hal ini dikarenakan terjadi proses-proses yang tidak diinginkan,

Page 6: Bab 1-3

6

yaitu oksidasi, hidrolisis ataupun polimerisasi pada minyak nilam yang

mengalami penyimpanan dan kontak langsung dengan cahaya dan udara, dimana

minyak yang banyak mengandung senyawa terpen akan menurunkan nilai

kelarutannya (Hernani dan Risfaheri, 1989).

Senyawa terpen dalam minyak akan mudah mengalami proses

polimerisasi, oksidasi ataupun hidrolisis karena adanya cahaya, udara dan air,

khususnya pada lapisan atas, dimana pada saat drum dibuka minyak pada lapisan

atas lebih cepat kontak dengan oksigen (udara sekitar), sehingga komponen -

komponen yang tidak teroksidasi lebih terkonsentrasi pada lapisan bawah. Hal ini

menyebabkan minyak pada lapisan atas, kadar patchouli alkoholnya lebih rendah

dibanding pada lapisan bawah, maka dengan itu perlu dilakukannya homogenisasi

dengan cara pengadukan.

Karena adanya fenomena pemisahan secara alami pada minyak nilam yang

menyebabkan terbentuknya dua lapisan tersebut dan terdapat perbedaan mutu pula

pada kedua lapisan, maka hal tersebut yang mendorong penelitian dengan

perlakuan kombinasi perbandingan volume antara lapisan atas dan lapisan bawah

pada proses homogenisasi seperti tertera pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Perlakuan Kombinasi Perbandingan Lapisan Atas dan Lapisan Bawah

Lapisan Atas (%) Lapisan Bawah (%)

A 70 30

B 60 40

C 50 50

D 40 60

E 30 70

Dengan menggunakan 5 perlakuan kombinasi perbandingan volume

lapisan atas dan lapisan bawah tersebut, maka akan diperoleh kombinasi

perlakuan yang memberikan pengaruh terhadap mutu minyak nilam.

Page 7: Bab 1-3

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Nilam

2.1.1. Deskripsi Umum Minyak Nilam

Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang telah

dikenal di Indonesia. Dalam perdagangan internasional, minyak nilam

dikenal sebagai patchouli oil (dari bahasa Tamil patchai (hijau) dan ellai

(daun), karena minyaknya disuling dari daun). Minyak nilam adalah minyak

atsiri yang diperoleh dari penyulingan terna daun tanaman nilam

(Pogostemon cablin Benth).

Komponen utama yang menentukan mutu minyak nilam adalah

patchouli alcohol, selanjutnya disingkat dengan PA (Walker 1968). Minyak

nilam yang baik umumnya memiliki kadar PA di atas 30%, berwarna kuning

jernih, dan memiliki aroma yang khas dan sulit dihilangkan. Minyak nilam

yang bermutu baik didapat dengan menggunakan teknik penyulingan uap

kering yang dihasilkan dari mesin penghasil uap (boiler) yang diteruskan ke

dalam tangki reaksi (autoklaf) selanjutnya uap akan menembus bahan baku

nilam kering dan uap yang ditimbulkan diteruskan ke bagian pemisahan

untuk dilakukan pemisahan uap air dengan uap minyak nilam dengan sistem

penyulingan. Minyak nilam yang baik juga dapat dihasilkan dari tabung

reaksi dan peralatan penyulingan yang terbuat dari baja tahan karat (stainless

steel) dan peralatan tersebut digunakan hanya untuk menyuling nilam saja

(tidak boleh digunakan untuk menyaring bahan baku lainnya).

Menurut Gunawan dan Mulyani (2004) minyak nilam mempunyai

sifat - sifat sebagai berikut:

1. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa;

2. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya;

Page 8: Bab 1-3

8

3. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi

kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai dikulit,

tergantung dari jenis komponen penyusunnya;

4. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah

menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas

maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada

kertas yang diteteskan;

5. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah

menjadi tengik. Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh

asam-asam lemak;

6. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen

udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet) dan panas, karena

terdiri dari berbagai macam komponen penyusun;

7. Indeks bias umumnya tinggi;

8. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan

rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki

atom C asimetrik;

9. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air;

10. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.

Minyak nilam sangat potensial digunakan sebagai bahan baku industri

wangi-wangian (parfumary). Sepertiga dari produk parfum dunia memakai

minyak ini, termasuk lebih dari separuh parfum untuk pria (Ketaren, 1985).

Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai salah satu bahan campuran

produk kosmetik (sabun, pasta gigi, shampoo, lotion dan deodorant),

kebutuhan industri makanan (essence atau penambah rasa), kebutuhan

farmasi (obat anti radang, antifungi, antiserangga, serta dekongestan),

kebutuhan aroma terapi, bahan baku compound dan pengawet barang, serta

berbagai kebutuhan industri lainnya (Mangun, 2008).

2.1.2. Parameter Minyak Nilam

Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenali

mutu minyak nilam adalah sebagai berikut :

7

Page 9: Bab 1-3

9

1. Bobot Jenis

Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan

mutu dan kemurnian minyak nilam. Nilai bobot jenis minyak nilam

didefinisikan sebagai perbandingan antara massa minyak dengan massa air

pada volume dan suhu yang sama. Bobot jenis sering dihubungkan dengan

fraksi massa komponen – komponen yang terkandung di dalam minyak

nilam. Semakin tinggi fraksi massa yang terkandung dalam minyak nilam

seperti seskuiterpen, patchouli alkohol, patchoulena, eugenol benzoat, maka

semakin besar pula nilai bobot jenis minyak nilam. Hal ini dikarenakan fraksi

– fraksi massa tersebut banyak mengandung molekul yang berantai panjang

dan relatif banyak ikatan tak jehuh atau banyak gugusan oksigen karena

terjadinya reaksi oksidasi.

Penentuan bobot jenis minyak nilam dilakukan dengan menggunakan

piknometer dan timbangan analitik. Mula-mula piknometer kosong ditimbang

dan catat angka yang muncul pada timbangan sebagai massa piknometer

kosong. Kemudian ke dalam piknometer kosong yang sudah ditimbang

dimasukkan air yang telah didinginkan setelah itu ditimbang, dan diperoleh

angka yang muncul pada timbangan, sehingga dapat dicatat sebagai massa

piknometer berisi air. Selanjutnya piknometer yang berisi air dicuci dengan

etanol dan dikeringkan, setelah kering minyak nilam dimasukkan ke dalam

piknometer yang sama dan ditimbang sehingga diperoleh angka yang muncul

pada timbangan sebagai massa piknometer berisi minyak nilam. Bobot jenis

dihitung dengan Persamaan (1) (SNI Nilam, 2006):

................................................ (1)

Keterangan:

= adalah bobot jenis minyak nilam pada suhu pengerjaan.

m = adalah massa piknometer kosong (g).

m1 = adalah massa piknometer berisi air (g).

m2 = adalah massa piknometer berisi minyak nilam (g).

Page 10: Bab 1-3

10

Setelah dilakukan perhitungan bobot jenis pada suhu pengerjaan,

maka dapat dilakukan perhitungan bobot jenis pada suhu 25oC dengan

menggunakan Persamaan (2) berikut (SNI Nilam, 2006):

................................ (2)

Keterangan:

= adalah bobot jenis minyak nilam pada suhu 25oC

= adalah bobot jenis minyak nilam pada suhu pengerjaan

0,0007 = adalah koefisien perhitungan standar bobot jenis minyak nilam

t1 = adalah suhu ruangan pengerjaan

t = adalah suhu standar 25oC

2. Indeks Bias

Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di

dalam udara dengan kecepatan cahaya di dalam minyak nilam pada suhu

tertentu. Indeks bias minyak nilam berhubungan erat dengan komponen

berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen dalam

minyak nilam. Sama halnya dengan bobot jenis, dimana komponen penyusun

minyak nilam dapat memengaruhi nilai indeks biasnya. Semakin banyak

komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus

oksigen ikut tersuling, maka kerapatan minyak nilam akan bertambah

sehingga kecepatan cahaya pada minyak nilam lebih kecil dan mengakibatkan

nilai indeks biasnya lebih tinggi.

Forme (1976), meyatakan bahwa semakin banyak rantai karbon yang

terkandung dalam minyak atsiri maka nilai indeks biasnya semakin tinggi.

Hal ini disebabkan karena fraksi massa dalam minyak seperti sesquiterpen,

patchouli alkohol, patchoulena, eugenol benzoate, berasal dari molekul

berantai panjang.

Menurut Guenther (1952), indeks bias juga dipengaruhi oleh adanya

kandungan air di dalam minyak atsiri tersebut. Semakin banyak kandungan

airnya, maka semakin tinggi nilai indeks biasnya. Ini karena sifat dari air

yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Minyak atsiri dengan

Page 11: Bab 1-3

11

nilai indeks bias yang tinggi lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri

dengan nilai indeks bias yang rendah (Sastrohamidjojo, 2004).

Penentuan indeks bias dilakukan dengan refraktometer. Mula – mula

prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol dan dikeringkan

menggunakan tisu hingga kering, setelah kering minyak nilam diteteskan

secukupnya di atas prisma menggunakan pipet tetes, tutup prisma dan

mengatur slide hingga diperoleh garis batas yang jelas antara terang dan

gelap, lalu mengatur saklar sampai garis batas berimpit dengan titik potong

dari dua garis bersilangan, setelah itu indeks bias pada suhu pengerjaan dapat

dibaca pada skala yang terdapat pada refraktometer. Indeks bias pada suhu

20°C dihitung dengan memakai Persamaan (3) berikut (SNI Nilam, 2006) :

.................................. (3)

Keterangan :

= adalah indeks bias minyak nilam pada suhu 20oC

= adalah indeks bias minyak nilam pada suhu pengerjaan

t1 = adalah suhu ruangan pengerjaan

t = adalah suhu standar 20oC

0,0004 = adalah faktor koreksi untuk indeks bias minyak nilam setiap

derajat.

3. Bilangan Asam

Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam bebas yang

terkandung dalam minyak nilam. Sebagian besar minyak atsiri mengandung

sejumlah kecil asam bebas, dan jumlah asam bebas tersebut dinyatakan

sebagai bilangan asam. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram

KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang

terdapat dalam 1 gram minyak (Sastrohamidjojo, 2004).

Bilangan asam dari minyak nilam yang semakin tinggi dapat

mempengaruhi terhadap mutu minyak nilam dan dapat merubah aroma khas

dari minyak nilam. Hal ini dapat terjadi karena lamanya penyimpanan minyak

nilam dan adanya kontak antara minyak nilam yang dihasilkan dengan cahaya

Page 12: Bab 1-3

12

dan udara sekitar ketika berada pada wadah penyimpanan. Sebagian

komposisi minyak atsiri jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi

yang lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) dan

dikatalisi oleh cahaya, sehingga akan membentuk senyawa asam bebas. Jika

penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara langsung kontak dengan

udara sekitar, maka akan semakin banyak juga senyawa – senyawa asam

bebas yang terbentuk.

Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan

aldehid dapat membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan menambah

nilai bilangan asam suatu minyak atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan oleh

penyulingan pada tekanan tinggi (suhu tinggi), dimana pada kondisi tersebut

kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar.

Penentuan bilangan asam dihitung dengan menggunakan Persamaan

(4) berikut (SNI Nilam, 2006):

Bilangan asam = ............................ (4)

Keterangan:

56,1 = adalah bobot setara KOH.

V = adalah volume larutan KOH hasil titrasi dengan minyak nilam (mL).

N = adalah normalitas larutan KOH (N)

m = adalah massa minyak nilam yang diuji (g).

4. Bilangan Ester

Bilangan ester adalah jumlah miligram kalium hidroksida (KOH)

yang diperlukan untuk penyabunan ester dalam 1 gram minyak nilam. Jika

bilangan penyabunan dan bilangan asam telah ditetapkan, selisih antara

keduanya menunjukkan bilangan ester. Prinsip bilangan ester minyak nilam

adalah berdasarkan penyabunan ester-ester dengan larutan alkali standar dan

menitrasi kembali kelebihan alkali tersebut (Badan Standarisasi Nasional,

2006).

Bilangan ester sangat penting dalam penentuan mutu minyak nilam

karena ester merupakan komponen yang berperan dalam menentukan aroma

Page 13: Bab 1-3

13

minyak. Menurut Ketaren (1985), beberapa minyak atsiri mengandung ester

yang umumnya berbasa satu (RCOOR’) dengan R dapat berupa radikal

alifatis atau aromatik.

Cara penentuan bilangan ester minyak nilam terlebih dahulu

dilakukan pengujian blanko, caranya labu penyabunan diisi dengan beberapa

potong batu didih atau porselen, lalu ditambahkan 10 mL alkohol dan 25 mL

larutan KOH 0,5 N dalam alkohol, direfluks selama 1 (satu) jam setelah

larutan mendidih, larutan didiamkan hingga menjadi dingin. Kondensor

refluks dilepaskan dan ditambahkan 3 tetes larutan fenolfthalein dan

kemudian dinetralkan dengan HCl 0,5 N (Badan Standarisasi Nasional, 2006)

Pada waktu yang sama dan dalam kondisi yang sama, ditimbang

contoh 2 gram ± 0,05 gram dimasukkan ke dalam labu dan ditambahkan 25

mL larutan KOH 0,5 dalam alkohol dan beberapa potong batu didih atau

porselen kemudian dididihkan, setelah mendidih dibiarkan larutan menjadi

dingin. Kondensator refluks dilepaskan, ditambahkan 5 tetes larutan

fenolfthalein dan dinetralkan dengan HCl 0,5 N seperti pada penentuan

blanko (Badan Standarisasi Nasional, 2006)

Penentuan bilangan ester dengan menggunakan Persamaan (5) berikut

(SNI Nilam, 2006):

Bilangan ester = ...................... (5)

Keterangan:

56,1 = adalah bobot setara KOH.

V1 = adalah volume HCl yang digunakan dalam penentuan blanko (mL)

Vo = adalah volume HCl yang digunakan untuk contoh (mL)

m = adalah massa dari minyak nilam yang diuji (g)

N = adalah normalitas HCl

5. Kelarutan dalam Alkohol

Telah diketahui bahwa alkohol mempunyai gugus OH. Menurut

Guenther (1952), bahwa kelarutan minyak atsiri dalam alkohol ditentukan

Page 14: Bab 1-3

14

oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak atsiri. Pada

umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi

lebih mudah larut dalam alkohol daripada yang mengandung terpen tak

teroksigenasi. Salah satu komponen yang termasuk dalam golongan terpen

teroksigenasi adalah patchouli alkohol yang mempunyai gugus fungsi –COH

(alkohol), yang artinya memiliki kepolaran yang hampir sama dengan pelarut

alkohol. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi daya larut minyak

nilam pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka mutu minyak atsirinya

semakin baik (Sastrohamidjojo, 2004).

2.1.3 Komponen Minyak Nilam

Minyak nilam mengandung senyawa patchouli alkohol yang

merupakan penyusun utama dalam minyak nilam, dan kadarnya mencapai

50% - 60% (Guenther, 1990). Patchouli alkohol merupakan senyawa yang

menentukan bau minyak nilam (Albert dan Trifilieff, 1980). Salah satu sifat

minyak nilam yang khas adalah daya fiksasinya yang cukup tinggi.

Menurut penelitian Hernani dan Tangendjadja (1988) bahwa

komponen-komponen penyusun minyak nilam adalah benzaldehid, kariofilen, ∝-patchoulena, bulnesen dan patchouli alkohol.

Patchouli alkohol merupakan senyawa sesquiterpen alkohol tersier

trisiklik. Tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik

yang lain, mempunyai titik didih 140oC pada tekanan 8 mmHg. Kristal yang

terbentuk mempunyai titik lebur 56oC. Patchouli alkohol disebut juga

patchouli camphor atau oktahidro-4,8a,9,9-tetrametil-1,6-metanonaftalen,

mempunyai berat molekul 222,36 gram/mol dengan rumus molekul C12H26.

Kandungan terbesar yang terdapat di dalam minyak nilam meliputi:

patchouli alkohol, benzaldehid, β – kariofilen, α – patchoulena, dan α –

bulnesen (Santoso, 1990). Jumlah dan titik didih komponen terbesar minyak

nilam tercantum pada Tabel 2:

Page 15: Bab 1-3

15

Tabel 2. Komponen Mayor dalam Minyak Nilam

Komponen Jumlah (%) Titik Didih (oC)

Benzaldehid

β – Kariofilen

α – Patchoulena

α – Bulnesen

Patchouli Alkohol

2,34

17,29

28,28

11,76

40,04

178,1

260,5

255 - 250

274,149

140

1. Benzaldehid

Benzaldehid merupakan cairan tidak berwarna, dengan rumus

molekul C7H6O6 dengan bobot molekul 106,13 gram/mol. Oksidasi

benzaldehid pada gugus aldehidnya akan menghasilkan asam benzoat.

Tabel 3. Sifat Fisik Benzaldehid

Sifat fisik Nilai

Bobot Jenis (25oC/25oC) 1,0484

Indeks Bias (20 oC) 1,5456

Titik Didih 178 oC

Sumber: Sastrohamidjojo, 2002

CHO

Gambar 1. Struktur Bangun Benzaldehid (Sastrohamidjojo, 2002)

2. β – Kariofilen

Senyawa β – kariofilen merupakan seskuiterpen bisiklik dengan

rumus molekul C15H24 dengan bobot molekul 204,36 gram/mol. Menurut

Buckingham (1982), β – kariofilen mempunyai titik didih 118 – 119 oC dan

putaran optik (dalam benzen) sebesar -10o dan memiliki nilai indeks bias

1,5018.

Page 16: Bab 1-3

16

Gambar 2. Struktur Bangun β – Kariofilen (Buckingham, 1982)

3. α – Pathcoulena

Senyawa α – patchoulena merupakan seskuiterpen trisiklik dengan

rumus molekul C15H24 dan bobot molekul 204,36 gram/mol. Eliminasi H2O

dari patchouli alkohol akan menghasilkan α – patchoulena yang mempunyai

bau seperti bau kayu cedar.

Tabel 4. Sifat Fisik Patchoulena

Sifat fisik Nilai

Bobot Jenis (20oC/4oC) 0,9296

Indeks Bias (20 oC) 1,4984

Titik Didih 225 - 250oC

Sumber: Sastrohamidjojo, 2002

Gambar 3. Struktur Bangun α – Patchoulena (Sastrohamidjojo, 2002)

4. α – Bulnesen

Senyawa α – bulnesen merupakan seskuiterpen bisiklik dengan rumus

molekul C15H24 dengan bobot molekul 204,36.

Page 17: Bab 1-3

17

Tabel 5. Sifat fisik α – Bulnesen

Sifat fisik Nilai

Bobot Jenis (20oC/4oC) 0,9230

Indeks Bias (20 oC) 1,5046

Titik Didih 118 oC

Sumber: Buckingham (1982)

Gambar 4. Struktur Bangun α – Bulnesen (Buckingham, 1982)

5. Patchouli Alkohol

Kompenen utama minyak nilam adalah patchouli alkohol yang

merupakan salah satu penentu parameter mutu minyak nilam. Menurut

Ketaren (1986), patchouli alkohol tergolong dalam golongan terpen – O

(oxygenated terpen). Persenyawaan ini mempunyai nilai kelarutan yang

tinggi dalam alkohol encer, serta lebih stabil terhadap oksidasi maupun

resinifikasi.

Patchouli alkohol merupakan sesquiterpen alkohol yang dapat

diisolasi dari minyak nilam dan mempunyai sifat tidak larut dalam air, larut

dalam alkohol, eter maupun pelarut organik yang lainnya, memiliki titik didih

140oC / 8 mmHg, dalam bentuk kristal berwarna putih dengan titik leleh 56oC

(Sastrohamidjojo, 2002). Karakteristik patchouli alkohol dapat dilihat pada

Tabel 6:

Tabel 6. Sifat Fisik Patchouli Alkohol

Sifat fisik Nilai

Bobot Jenis (20/4oC) 1,0284

Indeks Bias (20oC) dan (25oC) 1,5245 dan 1,52029

Titik Didih (8 mmHg) 140 oC

Sumber: Sastrohamidjojo, 2002

Page 18: Bab 1-3

18

Gambar 5. Struktur Bangun Patchouli Alkohol (Sastrohamidjojo, 2002)

2.1.4 Standar Mutu Minyak Nilam Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan International Standard Operation (ISO)

Mutu minyak nilam dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

jenis atau varietas tanaman, umur tanaman sebelum dipanen, perlakuan bahan

mentah sebelum penyulingan, alat yang digunakan, cara penyulingan,

perlakuan terhadap minyak setelah penyulingan, pengemasan dan

penyimpanan minyak.

Persyaratan mutu minyak nilam berdasarkan Standar Nasional

Indonesia (SNI) 06-2385-2006 disajikan dalam Tabel 7 di bawah ini:

Tabel 7. Persyaratan Mutu Minyak Nilam Berdasarkan SNI 2006

Parameter / Karakteristik Satuan Nilam

Warna - Kuning muda – coklat

kemerahan

Bobot Jenis 25o C / 25o C - 0,950 – 0,975

Indeks Bias (nD20) - 1,507 – 1,515

Bilangan Asam - Maks. 8,0

Bilangan Ester - Maks. 20,0

Putaran Optik - (-) 48o – (-)65o

Patchouli Alkohol (C15H26O) % Min. 30

Kelarutan dalam Alkohol 90%

pada suhu 20oC ± 3oC

- Larutan jernih atau opalesensi

ringan dalam perbandingan 1:10

Mutu minyak nilam sangat ditentukan oleh sifat dan senyawa kimia

yang terkandung di dalamnya. Sifat fisik seperti bobot jenis, indeks bias,

Page 19: Bab 1-3

19

putaran optik, dan kelarutan dalam alkohol 90% dapat dijadikan kriteria

untuk menentukan kemurnian minyak.

Menurut standar ISO 3757:2002 ”Oil of Patchouli [Pogostemon

cablin (blanco) Benth]”, syarat mutu minyak nilam adalah seperti tercantum

pada Tabel 8:

Tabel 8. Syarat Mutu Minyak Nilam Berdasar ISO 3757:2002

No.

Jenis Uji Satuan Persyaratan

1. Warna - Kuning – coklat kemerahan2. Bobot Jenis 20 oC/20

oC- 0,952 – 0,975

3. Indeks bias (nD20) - 1,5050 – 1,51504. Kelarutan dalam

etanol 90% pada suhu 20 oC

- Larutan jernih atau opalesensi ringan dalam perbandingan volume 1:10

5. Bilangan Asam - Maksimum 46. Bilangan Ester - Maksimum 107. Putaran Optik - (-)40o – (-)60o

8. Profil KromatografiKomponen Minimum (%)Maksimum (%)β-Patchoulene 1,8 3,5Copaene trace 1α-Guaiene 11 16β-Caryophyllene 2 5Bulnesene 13 21Nor-Patchoulenol 0,35 1Patchoulol 27 35Pogostol 1 2,5

Catatan 1 : Sangat dimungkinkan ditemukan sampai dengan 0,2 % α-Gurjune pada minyak nilam yang didistilasi pada skala kecil.Catatan 2 : Profil Kromatografi adalah normatif, sebaliknya kromatogram yang diberikan dalam annex A hanya merupakan informan

Menurut Rusli, dkk (1979) apabila bobot jenis, indeks bias, dan

putaran optik menunjukkan angka yang tertinggi, kemungkinan minyak nilam

tersebut mengandung bahan-bahan lain seperti mineral dan lemak. Sebaliknya

jika sifat itu menunjukkan angka yang rendah, maka kemungkinan minyak

nilam tersebut mempunyai kadar eugenol yang rendah.

Page 20: Bab 1-3

20

Menurut Somaatmadja (1972) minyak nilam yang baik secara sensorik

ditunjukkan oleh minyak nilam yang berwarna kuning jernih hingga coklat

kemerahan jernih dan tidak berbau gosong. Warna minyak nilam merupakan

salah satu elemen penting dalam penentuan mutu, karena konsumen lebih

menyukai minyak nilam yang berwarna muda (light) (Ketaren, 1985). Warna

ini sangat dipengaruhi oleh varietas tanaman, umur panen, dan alat penyuling

terutama pada bagian kondensor dan separator oil, lamanya penyimpanan

dan bahan pengemas (Rusli dkk., 1985).

Mutu minyak nilam yang baik secara kimia ditunjukkan oleh nilai

bilangan ester. Bilangan ester sangat penting dalam penentuan mutu minyak

nilam karena ester merupakan komponen yang berperan dalam menentukan

aroma minyak nilam. Semakin tinggi bilangan ester, maka semakin tinggi

mutu minyak nilam (Rohayati, 1997).

2.1.5 Kerusakan Mutu Minyak Nilam

Kerusakan yang sering terjadi pada minyak nilam adalah kerusakan

komponen kimia yang disebabkan oleh proses hidrolisis, oksidasi, resinifikasi,

dan pencemaran oleh wadah kemasan (Ketaren, 1985). Kerusakan juga dapat

terjadi karena penggunaan tekanan yang tinggi (5 – 6 bar) pada saat

penyulingan. Tekanan yang tinggi pada saat penyulingan akan menaikkan

suhu dalam ketel sehingga menyebabkan proses hidrolisis.

Pada minyak atsiri bahan yang mengotori antara lain adalah debu,

oksida logam (karat), resin dan sebagainya yang terlarut, terdisperasi atau

teremulsi di dalam minyak (Ketaren, 1985).

Hidrolisis terjadi dalam minyak atsiri yang mengandung ester, dimana

ester akan terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai

katalisator. Hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dari gugus

asil (acyl) dalam molekul ester sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol.

Asam organik hasil hidrolisis ester, dapat bereaksi dengan ion logam dan

membentuk garam yang mengakibatkan minyak nilam berubah menjadi gelap.

Oksidasi adalah pelepasan elektron oleh molekul atau ion. Menurut

Ketaren (1985), reaksi oksidasi pada minyak nilam terutama terjadi pada

ikatan rangkap dalam terpen. Bilangan peroksida yang terbentuk sebagai hasil

Page 21: Bab 1-3

21

reaksi oksidasi bersifat labil dan mudah terurai membentuk senyawa aldehida

dan asam organik yang menyebabkan perubahan bau ke arah yang tidak

dikehendaki.

Resinifikasi (polimerisasi) adalah reaksi pembentukan rantai polimer

organik yang panjang dan berulang. Beberapa fraksi dalam minyak nilam

dapat membentuk resin. Resin ini dapat terbentuk selama proses penyulingan

yang menggunakan tekanan tinggi dan suhu tinggi selama penyimpanan.

Resin ini sulit terlarut dalam alkohol, sehingga membentuk dispersi dan

menyebabkan minyak nilam menjadi keruh atau berupa endapan dalam

minyak nilam (Ketaren, 1985).

2.1.6 Komposisi Kimia Minyak Atsiri Secara Umum

Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan

kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O)

serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan

belerang (S). Pada umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri dibagi

menjadi 2 golongan yaitu:

1. Hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan hidrokarbon terbentuk dari

unsur hidrogen (H) dan karbon (C). Komponen kimia yang termasuk golongan

hidrokarbon yang dominan menentukan bau dan sifat khas setiap jenis minyak

atsiri yaitu persenyawaan terpen.

Persenyawaan terpen berbau kurang wangi, sukar larut dalam alkohol

encer, terutama jika terkena cahaya matahari dan oksigen udara. Minyak atsiri

yang mengandung terpen jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk

sejenis resin dan sukar larut dalam alkohol.

Untuk tujuan tertentu misalnya untuk pembuatan parfum, fraksi terpen

perlu dipisahkan sehingga didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen. Tujuan

dari pemisahan fraksi terpen dari minyak atsiri yaitu 1). memperbesar

kelarutan minyak dalam alkohol, 2). memperbesar resistensi minyak terhadap

kerusakan yang diakibatkan oleh proses oksidasi cahaya dan 3) memperbesar

Page 22: Bab 1-3

22

konsentrasi senyawa kimia golongan “oxygenated hydrocarbon” yang berbau

lebih wangi.

2. “Oxygenated hydrocarbon”

Komponen kimia dari golongan ini terbentuk dari unsur karbon (C),

hidrogen (H), dan oksigen (O). Persenyawaan kimia yang merupakan

golongan ini yaitu alkohol, aldehid, keton, ester, dan eter. Pada umumnya

sebagian besar minyak atsiri terdiri dari campuran persenyawaan golongan

hidrokarbon dan “oxygenated hydrocarbon”. Disamping itu, minyak atsiri

mengandung resin dan lilin dalam jumlah kecil yang merupakan komponen

tidak menguap (Guenther, 1987).

2.1.6.1 Sifat Fisiko Kimia Minyak Nilam

Sifat fisik minyak nilam biasanya tak berwarna atau berwarna

kekuning-kuningan dan beberapa minyak nilam berwarna kemerah-merahan,

jika lebih lama di udara akan mengabsorbsi oksigen hingga berwarna lebih

gelap dan berubah baunya serta menjadi lebih kental.

Sifat kimia minyak nilam ditentukan oleh persenyawaan kimia yang

terdapat didalamnya terutama terpen, aldehid, ester, asam. Perubahan kimia

yang terjadi pada senyawa-senyawa tersebut dapat mengakibatkan kerusakan

pada minyak nilam.

2.2 Proses Pengadukan

2.2.5 Tujuan Pengadukan

Pengadukan (agitation) adalah operasi yang menciptakan terjadinya

gerakan di dalam bahan yang diaduk secara acak dari bahan satu ke bahan

yang lain, sehingga dapat mengurangi ketidaksamaan komposisi, suhu, atau

sifat lain yang terdapat dalam suatu bahan. Tujuan utama dari pengadukan

tersebut adalah terjadinya pencampuran.

Pencampuran (mixing) adalah operasi yang menyebabkan tersebarnya

secara acak suatu bahan ke bahan lain di mana bahan-bahan tersebut terpisah

dalam dua fasa atau lebih. Tujuan pencampuran untuk mengurangi

ketidaksamaan atau ketidakrataan dalam komposisi, suhu atau sifat-sifat lain

yang terdapat dalam suatu bahan atau terjadinya homogenitas di setiap titik

Page 23: Bab 1-3

23

dalam campuran tersebut. Fenomena yang dapat terjadi sebagai dampak dari

hasil pencampuran adalah terjadinya keadaan serba sama, terjadinya reaksi

kimia, terjadinya perpindahan massa, dan terjadinya perpindahan energi

panas. Fenomena tersebut merupakan tujuan akhir dari suatu proses

pencampuran.

Perbedaan antara bagian susunan dari campuran disebabkan oleh : 1)

Sifat (padat dan cair), 2) Massa jenis, 3) Ukuran partikel (pasir dan kerikil),

4) Bentuk (vitamin pada tepung), 5) Viskositas (emulsi minyak air)

2.2.6 Metode Pengadukan

Dasar pencampuran adalah menggabungkan dua macam atau lebih

komponen bahan yang berbeda hingga tercapai suatu keseragaman.

Pencampuran dapat berlangsung dengan sendirinya atau dengan pengadukan.

Pencampuran yang berlangsung dengan sendirinya biasanya membutuhkan

waktu yang cukup lama, sehingga sering dilakukan pengadukan untuk

mempercepat. Campuran antara dua zat cair atau zat padat yang larut dalam

zat cair sering dapat berlangsung dengan sendirinya.

Pada dasarnya pencampuran adalah suatu pengangkutan tiap bagian zat

ke bagian yang lain. Selama pengangkutan sebagian dari bahan yang diangkut

akan tinggal dibagian lain. Sebaliknya sebagian akan terbawa kembali.

Dengan cara demikian, lama kelamaan akan terjadi campuran yang homogen.

Tingkat homogenitas dari campuran tergantung terhadap lama pencampuran.

Campuran akan terjadi lebih homogen jika pencampuran dilakukan dalam

waktu yang lebih lama. Pada saat awal peningkatan homogenitas lebih besar

dibandingkan keadaan akhir.

2.2.7 Faktor – Faktor Pengadukan (Mixing)

Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengadukan adalah sebagai

berikut :

1. Viscositas dari zat yang akan diaduk. Zat yang memiliki viskositas

tinggi akan lebih sulit diaduk dibandingkan dengan zat yang

viskositasnya rendah.

Page 24: Bab 1-3

24

2. Pembasahan (daya serap). Beberapa zat yang sukar dibasahi

(menyerap air), sukar untuk membentuk suatu campuran homogen

dengan zat cair

3. Perbedaan massa jenis. Zat dengan massa jenis yang tinggi akan

mempunyai kecenderungan untuk mengendap. Keadaan ini akan

menghambat proses pengadukan.

4. Partikel zat yang akan diaduk. Partikel zat cukup berpengaruh

untuk campuran antara zat padat.

5. Suhu. Dalam kondisi suhu panas biasanya bahan mudah tercampur

dibandingkan dalam keadaan suhu dingin.

2.3 Alat Pengaduk

2.3.5 Magnetic Stirrer

Hot plate stirrer dan Stirrer bar (magnetic stirrer) adalah alat

pengaduk yang berfungsi untuk homogenisasi suatu larutan dengan cara

pengadukan. Pelat (plate) yang terdapat dalam alat ini dapat menghantarkan

panas sehingga mampu mempercepat proses homogenisasi. Pengadukan

dengan bantuan batang magnet Hot plate dan magnetic stirrer seri SBS-100

dari SBS® misalnya mampu homogenisasi bahan sampai 10 L, dengan

kecepatan sangat lambat sampai 1600 rpm dan dapat dipanaskan sampai

425oC (Ferdias, 1992)

Cara Kerja:

Letakkan beaker glass diatas magnet atau plate. Kemudian isi beaker

glass dengan larutan minyak nilam yang akan dihomogenisasi. Mengatur

kecepatan pengadukan stirrer sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Plate

yang terdapat dalam magnetic stirrer ini dapat dipanaskan sehingga dapat

mempercepat proses pengadukan.

2.4 Teknologi Pemurnian Minyak Nilam

Proses pemurnian minyak nilam bisa dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode, yaitu secara fisika dan kimia. Hal ini terkait dengan sifat

minyak atsiri yang terdiri dari berbagai komponen kimia dan secara alami

terbentuk sesuai dengan tipe komponen dari setiap tanaman (Davis et al,

Page 25: Bab 1-3

25

2006). Proses pemurnian secara fisika bisa dilakukan dengan mendestilasi

ulang minyak atsiri yang dihasilkan (redestillation) dan destilasi fraksinasi

dengan pengurangan tekanan pada saat penyulingan. Untuk proses pemurnian

secara kimia dengan: 1) adsorpsi minyak nilam menggunakan adsorben

tertentu seperti bentonit, arang aktif, zeolit, 2) menghilangkan senyawa terpen

(terpeneless) untuk meningkatkan efek flavoring, sifat kelarutan dalam

alkohol encer, kestabilan dan daya simpan dari minyak nilam, dan 3) larutan

senyawa pembentuk kompleks seperti asam sitrat, asam tartarat (Sait dan

Satyaputra, 1995).

Dalam proses secara fisika, yaitu metode redestilasi adalah menyuling

ulang minyak atsiri dan menambahkan air pada perbandingan minyak dan air

sekitar 1:5 dalam labu destilasi, kemudian campuran didestilasi. Minyak yang

dihasilkan akan terlihat lebih jernih. Hasil penyulingan ulang terhadap

minyak nilam dengan metode redestilasi, ternyata dapat meningkatkan nilai

transmisi (kejernihan) dari 4 % menjadi 83,4 %, dan menurunkan kadar Fe

dari 509,2 ppm menjadi 19,60 ppm (Purnawati, 2000). Untuk destilasi

fraksinasi akan jauh lebih baik karena komponen kimia dipisahkan

berdasarkan perbedaan titik didihnya (Sulaswaty dan Wuryaningsih, 2001).

Pengkelatan adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan

senyawa pengkelat dan membentuk kompleks logam senyawa pengkelat

(Ekholm et al., 2003). Proses pengkelatan dilakukan dengan cara yang sama

dengan adsorpsi hanya dengan mengganti adsorben dengan senyawa

pengkelat. Senyawa pengkelat yang cukup dikenal dalam proses pemurnian

minyak nilam, antara lain asam sitrat, asam malat, asam tartarat dan EDTA

(Karmelita, 1997; Moestafa dkk., 1990). Proses pengikatan logam merupakan

proses keseimbangan pembentukan kompleks logam dengan senyawa

pengkelat. Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa

yang ada.

Metode penghilangan senyawa terpen atau terpenless biasa dilakukan

terhadap minyak nilam yang akan digunakan dalam pembuatan parfum,

karena minyak nilam yang dihasilkan akan memberikan aroma yang lebih

baik (Hernani dkk., 2002; Sait dan Satyaputra, 1995). Ada dua cara

Page 26: Bab 1-3

26

penghilangan terpen, yaitu dengan adsorpsi menggunakan kolom alumina

menggunakan eluen tertentu dan ekstraksi menggunakan alkohol encer.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – Agustus 2010 di

Laboratorium Penanganan Pasca Panen dan Teknologi Proses Jurusan Teknik

dan Manajemen Industri Pertanian, dan Laboratorium Kimia Pangan Jurusan

Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian.

3.2. Alat dan Bahan Percobaan

3.2.1.Alat

No.

Nama Alat Kegunaan Keterangan

1 Magnetic Stirrer Mengaduk minyak pada proses homogenisasi

Lampiran

2 Labu Destilasi Mengukur kadar air pada minyak nilam 500 mL

3 Hand pump Mengambil sampel minyak nilam dalam drum

-

4 Alkohol Meter Mengukur kadar Patchouli Alkohol minyak nilam

-

5 Timbangan AnalitikOHAUS

Menimbang bahan pada saat analisa mutu.

100 g (ketelitian 0,0001 g)

6 ABBE Refractometer Mengukur indeks bias Merk Bellingham + Stanley Limited 60/74 (Ketelitian 0,001)

7 Piknometer Mengukur bobot jenis 25 mL dan 15 mL

8 Gelas Ukur Menganalisis sifat fisika kimia minyak nilam

10 mL, 25 mL dan 50 mL, 100 mL

9 Thermometer Bola kering bola basah

Mengukur suhu dan RH ruangan -

10 Erlenmeyer Menganalisis sifat kimia minyak nilam 250 mL

11 Stopwatch Mengukur lama pengadukan pada homogenisasi minyak nilam

-

12 Buret Menganalisis sifat kimia minyak nilam 50 mL

13 Botol Kaca Menyimpan minyak nilam 25 mL, 100 mL

14 Heat Mantel Menganalisis sifat kimia minyak nilam -

15 Pipet tetes Menganalisis sifat kimia minyak nilam -

Page 27: Bab 1-3

27

16 Beaker Glass Menganalisis sifat kimia minyak nilam 25 mL, 50 mL, 100 mL

3.2.2.Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak nilam

(Patchouli Oil) yang sudah mengalami penyimpanan selama ± 1 tahun dan

yang sudah terbentuk menjadi dua lapisan yang berasal dari desa Ciptasari –

Pamulihan, Sumedang.

Selain itu beberapa bahan untuk analisis mutu minyak nilam yang

digunakan, yaitu Alkohol 96%, Alkohol 90%, Aquades, KOH 0,1 N, KOH

0,5 N, Fenolfthalein, HCl 0,5 N

3.3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan

statistika sederhana yaitu dengan mendeskripsikan data hasil penelitian untuk

menghasilkan suatu kesimpulan mengenai penelitian yang dilakukan. Pada

penelitian ini menggambarkan dan menginterpretasikan perubahan mutu yang

terjadi pada bahan selama proses penelitian.

Penelitian dilakukan dengan tiga kali ulangan, dengan perlakuan

kombinasi imbangan pada lapisan atas dan lapisan bawah minyak nilam, yang

terdiri dari 5 taraf yaitu sebagai berikut:

A = 70% Lapisan Atas dan 30% Lapisan Bawah

B = 60% Lapisan Atas dan 40% Lapisan Bawah

C = 50% Lapisan Atas dan 50% Lapisan Bawah

D = 40% Lapisan Atas dan 60% Lapisan Bawah

E = 30% Lapisan Atas dan 70% Lapisan Bawah

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan

tingkat kecepatan dan lama waktu pengadukan yang akan digunakan pada

penelitian utama berdasarkan kepada sifat alami dari minyak nilam tersebut,

dan menganalisis mutu awal minyak pada setiap lapisan.

27

Page 28: Bab 1-3

28

3.4.2 Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan

volume setiap lapisan minyak terhadap mutu minyak nilam, dengan langkah-

langkah persiapan yang dilakukan meliputi:

1. Persiapan Bahan

Pada tahapan ini dilakukan penyediaan minyak nilam yang sudah

mengalami penyimpanan kurang lebih 1 tahun dan yang telah terbentuk dua

lapisan yang mutunya berbeda yang diperoleh dari Desa Ciptasari –

Pamulihan, Sumedang. Kemudian dilakukan analisis mutu awal pada setiap

lapisan. Serta dilakukan penyediaan Alkohol 90%, KOH 0,1 N, KOH 0,5 N,

HCl 0,5 N, Aquades, Fenolfthalein.

2. Persiapan Alat

Pada tahapan ini dilakukan pengecekan terhadap peralatan yang akan

digunakan dalam penelitian agar data yang diperoleh sahih. Adapun alat-alat

yang perlu dipersiapkan adalah Alkohol Meter, Refraktometer tipe ABBE,

Piknometer, Magnetic Stirrer, Heat Mantel.

3. Pemberian Perlakuan

Pada tahapan ini dilakukan pencampuran dengan memberikan

perlakuan 5 (lima) kombinasi perbandingan volume minyak nilam lapisan

atas dan lapisan bawah. Adapun kombinasi perbandingan tersebut yaitu:

A = 70% Lapisan Atas dan 30% Lapisan Bawah,

B = 60% Lapisan Atas dan 40% Lapisan Bawah,

C = 50% Lapisan Atas dan 50% Lapisan Bawah,

D = 40% Lapisan Atas dan 60% Lapisan Bawah,

E = 30% Lapisan Atas dan 70% Lapisan Bawah.

4. Analisis Mutu

Page 29: Bab 1-3

29

Analisis mutu yang dilakukan meliputi: bobot jenis, indeks bias,

bilangan asam, bilangan ester, kelarutan dalam alkohol 90 %, kadar patchouli

alkohol. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui nilai dari setiap parameter

yang ditentukan sehingga dapat dibandingkan mutu yang dihasilkan dari

penelitian dengan mutu SNI.

Minyak nilam dalam drum yang disimpan selama ± 1 thn

Mengambil minyak nilam per lapisan, dengan menggunakan water pump

Memisahkan lapisan atas dan bawah minyak nilam ke dalam wadah yang berbeda

Mengukur kadar Patchouli Alkohol, Berat Jenis, Indeks Bias, Putaran Optik, Bilangan Asam, Bilangan Ester, Kelarutan

Dalam Alkohol pada setiap lapisan minyak nilam

Mencampurkan lapisan atas dan lapisan bawah minyak nilam ke dalam beaker glass dengan imbangan 30%-70%,

40%-60%, 50%-50%, 60%-40%, 70%-30%

Pengadukan dengan menggunakan magnetic stirrer dengan perbandingan volume minyak nilam pada setiap lapisan

Mengukur kadar Patchouli Alkohol, Berat Jenis, Indeks Bias, Putaran Optik, Bilangan Asam,Bilangan Ester, Kelarutan dalam

Alkohol setiap minyak nilam yang sudah terhomogenisasi

Minyak nilam terhomogenisasi

Selesai

Mulai

Page 30: Bab 1-3

30

Gambar 6 Diagram Proses Penelitian

3.5. Pengamatan Selama Penelitian

3.5.1. Variabel yang ukur

1. Suhu dan RH

Suhu dan RH udara ruangan diamati pada setiap perlakuan dan pada

saat analisis parameter yang dihitung.

2. Kadar Patchouli Alkohol

Kadar Patchouli Alkohol diukur pada setiap perlakuan yang

dilakukan.

3.5.2. Parameter yang dihitung

1. Penentuan Bobot Jenis/Berat Jenis (SNI Nilam, 2006)

Prinsip:

Metode ini didasarkan pada perbandingan antara massa minyak dengan

massa air pada volume dan suhu yang sama.

Prosedur kerja:

1. Piknometer dibersihkan dengan alkohol dan dikeringkan.

2. Piknometer kosong ditimbang (m)

3. Piknometer diisi dengan aquades lalu ditimbang (m1)

4. Piknometer dicuci dan dibersihkan dengan Alkohol.

5. Dikeringakan bagian dalamnya dengan tiupan udara kering

6. Piknometer diisi dengan minyak nilam lalu ditimbang (m2)

7. Dihitung bobot jenis minyak nilam

Hasil:

Bobot jenis dt25 dicari dengan menggunakan persamaan:

Keterangan:

= Bobot jenis minyak nilam pada suhu pengerjaan.

Page 31: Bab 1-3

31

m = Berat piknometer kosong (g).

m1 = Piknometer + aquades (g).

m2 = Piknometer + minyak nilam (g).

Sehingga, dicari dengan menggunakan persamaan:

Keterangan:

= Bobot jenis minyak nilam pada suhu 25oC

dt1 = Bobot jenis minyak nilam pada suhu pengerjaan.

t1 = Suhu ruangan pengerjaan (oC).

t = Suhu standar (25oC).

0,0007 = Koefisien perhitungan standar bobot jenis minyak nilam

2. Penentuan Indeks Bias (SNI Nilam, 2006)

Prinsip:

Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam

udara dengan kecepatan cahaya di dalam minyak nilam pada suhu tertentu.

Prosedur kerja:

1. Prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol dan dikeringkan

dengan tisu.

2. Meneteskan minyak nilam di atas prisma dengan menggunakan pipet

tetes.

3. Menutup prisma dan mengatur slide, sehingga memperoleh garis batas

yang jelas antara terang dan gelap.

4. Mengatur saklar sampai garis ini berimpit dengan titik potong dari 2

garis yang bersilangan.

5. Membaca nilai indeks bias pada skala yang terdapat di refraktometer

Hasil:

Persamaan penentuan indeks bias:

Indeks bias = Nt + 0,0004 (t – 20oC)

Page 32: Bab 1-3

32

Keterangan:

Nt = Pembacaan indeks bias pada suhu pengerjaan t

0,0004 = Nilai koreksi untuk indeks bias minyak nilam setiap derajat

t = Suhu ruangan pengerjaan (oC)

3. Penentuan Kelarutan dalam Alkohol (SNI Nilam, 2006)

Istilah-istilah yang digunakan untuk menyatakan kelarutan minyak nilam

adalah sebagai berikut:

Larut seluruhnya, berarti minyak tersebut membentuk larutan yang

bening.

Larut dengan kekeruhan, berarti bahwa kelarutan yang dihasilkan tak

sepenuhnya bening dan cerah, akan tetapi kekeruhannya tak melebihi

kekeruhan dari pembanding yang dibuat.

Prosedur kerja:

1. Memasukkan 1 mL minyak nilam ke dalam tabung reaksi.

2. Memasukkan alkohol 90% ke dalam buret.

3. Menambahkan setetes demi setetes alkohol ke dalam tabung sambil

dikocok sampai bening.

4. Membaca berapa volume alkohol 90% yang digunakan sampai larutan

tersebut menjadi bening

4. Penentuan Bilangan Asam (SNI Nilam, 2006)

Prinsip:

Netralisasi asam bebas dapat dilakukan dengan menggunakan larutan basa

(alkali encer). Jumlah asam bebas ini dinyatakan sebagai bilangan asam.

Prosedur kerja:

1. Menyiapkan erlenmeyer

2. Timbang 2 gram minyak nilam ke dalam erlenmeyer.

3. Ke dalam erlenmeyer yang berisi 2 gram minyak nilam ditambahkan

10 mL alkohol

4. Ditambahkan 3 – 5 tetes indikator fenolfthalein

5. Larutan kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga berwarna merah

muda

Page 33: Bab 1-3

33

6. Membaca dan mencatat volume KOH 0,1 N yang dikeluarkan pada

saat titrasi hingga larutan berubah warna menjadi merah muda.

Hasil:

Bilangan asam dihitung dangan persamaan:

Dimana:

V = volume KOH 0,1 N hasil titrasi contoh (mL)

N = normalitet dari KOH

56,1 = bobot setara KOH

m = bobot contoh (gram)

5. Penentuan Bilangan Ester (SNI Nilam, 2006)

Prinsip:

Bilangan ester adalah jumlah miligram kalium hidroksida yang dibutuhkan

unutk menyabunkan ester yang terdapat dalam 1 gram minyak nilam.

Reaksi penyabunannya adalah:

RCOOR’ + KOH RCOOK + R’OH

Prosedur pengujian blanko:

1. Menyiapkan erlenmeyer

2. Ditambahkan 10 mL alkohol dan 25 mL KOH 0,5 N

3. Direfluks hati-hati selama satu jam

4. Larutan hasil refluks didinginkan

5. Larutan ditambahkan 3 – 5 tetes fenolfthalein

6. Larutan dititrasi dengan HCl 0,5 N

7. Mencatat volume HCl hasil titrasi (V0)

Prosedur pengujian sampel:

1. Menyiapkan erlenmeyer

Page 34: Bab 1-3

34

2. Dimasukkan 2 gram sampel dan 25 mL KOH 0,5 N dalam 10 mL

alkohol

3. Ditambahkan batu didih

4. Direfluks hati-hati selama satu jam

5. Larutan hasil refluks didinginkan

6. Larutan ditambahkan 3 – 5 tetes fenolfthalein

7. Larutan dititrasi dengan HCl 0,5 N

8. Mencatat volume HCl hasil titrasi (V1)

Bilangan ester dihitung dengan persamaan:

Dimana:

V0 = volume HCl hasil titrasi blanko

V1 = volume HCl hasil titrasi sampel

N = normalitet dari HCl 0,5 N

56,1 = bobot setara KOH

g = bobot contoh