Upload
jansen-bernard-silaban-sitio
View
680
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak nilam (Patchouli Oil) adalah minyak atsiri yang diperoleh dari
hasil penyulingan daun, batang dan cabang tanaman nilam. Aromanya yang segar
dan khas serta mempunyai daya fiksasi yang kuat, sulit digantikan oleh bahan
sintetis (Rusli, 1991). Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri
yang telah dikenal di Indonesia.
Komponen utama penyusun minyak nilam adalah patchouli alkohol
(C15H26), yang berfungsi sebagai bahan pengikat wewangian agar aroma
keharumannya bertahan lebih lama. Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai
bahan campuran produk kosmetik (diantaranya untuk pembuatan sabun, pasta
gigi, shampoo, lotion, dan deodorant), kebutuhan industri makanan (diantaranya
untuk essence atau penambah rasa), kebutuhan farmasi (untuk pembuatan anti
radang, anti fungi, anti serangga, serta dekongestan), kebutuhan aroma terapi,
bahan baku compound dan pengawetan barang, serta berbagai kebutuhan industri
lainnya (Mangun, 2008).
Di pasar perdagangan internasional, nilam diperdagangkan dalam bentuk
minyak dan dikenal dengan nama Patchouli oil. Dari berbagai jenis minyak atsiri
yang ada di Indonesia, minyak nilamlah yang menjadi primadona, setiap tahunnya
lebih dari 45% devisa negara yang dihasilkan dari minyak atsiri berasal dari
minyak nilam dan sekitar 90% kebutuhan minyak nilam dunia berasal dari
Indonesia (Santoso, 1990).
Di Indonesia daerah sentra produksi nilam terdapat di Bengkulu, Sumatera
Barat, Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam, kemudian berkembang di
provinsi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan daerah lainnya.
Luas areal pertanaman nilam pada tahun 2002 sekitar 21.602 ha, namun
produktivitas minyaknya masih rendah rata-rata 97,53 kg/ha/tahun (Ditjen Bina
Produksi Perkebunan, 2004). Dari hasil pengujian di berbagai lokasi pertanaman
petani, kadar minyak berkisar antara 1 - 2% dari terna kering (Rusli dkk., 1993).
1
2
Badan Pusat Statistik juga mencatat ekspor minyak nilam Indonesia pada
tahun 2004, telah mencapai 2.074 ton dengan nilai sebesar US$ 27.137.000, tahun
2006 mencapai 1,3 ton senilai US$ 18.865.165, tahun 2007 harga minyak nilam
mencapai Rp 1.200.000/kg, tahun 2008 mencapai Rp 1.050.000/kg dan tahun
2009 ini stabil pada harga Rp 230.000/kg. Data diatas jelas terlihat bahwa harga
minyak nilam sangat fluktuatif. Oleh karena itu, banyak penjual yang enggan
menjual minyak nilamnya pada saat harga minyak nilam rendah ataupun turun,
sehingga tidak jarang para penjual lebih memilih menyimpan minyak nilam
hingga bertahun-tahun sampai menunggu harga nilam kembali tinggi.
Lamanya penyimpanan dan adanya kontak antara minyak nilam yang
dihasilkan dengan cahaya dan udara sekitar ketika berada pada drum
penyimpanan akan membentuk suatu senyawa asam, karena mengalami reaksi
oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya (Sastrohamidjojo,
2004). Hasil penelitian (Muchlis dan Rusli, 1979), juga menunjukkan bahwa jenis
kemasan dan waktu penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap bobot jenis,
indeks bias, bilangan asam dan bilangan ester dari minyak nilam, dimana semakin
lama minyak nilam di simpan semakin meningkat bobot jenis, bilangan asam, dan
bilangan esternya. Lama penyimpanan minyak nilam juga mengakibatkan
terbentuknya dua lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang mutunyapun
berbeda disetiap lapisan dapat dilihat pada pengujian mutu awal dari hasil
penelitian pendahuluan pada Lampiran 1.
Homogenisasi merupakan suatu proses untuk menstabilkan minyak nilam
agar didapatkan mutu yang seragam. Salah satu cara menghomogenisasikan
minyak tersebut ialah dengan cara pengadukan. Faktor homogenisasi yang dapat
dilakukan adalah dengan cara memperhatikan perbandingan volume pencampuran
minyak nilam untuk setiap lapisan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang
perbandingan volume minyak nilam pada lapisan atas dan lapisan bawah agar
dihasilkan minyak nilam yang homogen, sehingga memenuhi standar mutu
minyak nilam yang dikehendaki pasar.
3
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengaruh perbandingan volume minyak nilam lapisan atas dan
lapisan bawah pada proses homogenisasi terhadap mutu minyak nilam yang
dihasilkan?
2. Pada perbandingan volume minyak nilam berapakah yang dapat
menghasilkan minyak nilam yang homogen dan bermutu baik?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh perbandingan volume lapisan atas dan lapisan bawah
pada proses homogenisasi terhadap mutu minyak nilam yang dihasilkan.
2. Mengetahui perbandingan volume lapisan atas dan lapisan bawah yang
cenderung menghasilkan mutu minyak nilam yang baik dalam proses
homogenisasi.
1.4 Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai acuan dan bahan masukan di dalam upaya
memperoleh mutu minyak nilam yang cenderung baik pada proses homogenisasi
perbandingan volume minyak nilam lapisan atas dan lapisan bawah.
1.5 Kerangka Pikiran
Beberapa penyebab perubahan mutu minyak nilam adalah karena adanya
waktu penyimpanan yang cukup lama, jenis kemasan dan adanya kontak langsung
dengan udara dan cahaya (Sastrohamidjojo, 2004; Muchlis dan Rusli, 1979).
Perubahan mutu tersebut disebabkan oleh sifat alami dari minyak nilam yaitu
bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara,
sinar matahari (terutama gelombang ultra violet) dan panas, karena terdiri dari
berbagai macam komponen penyusun (Gunawan dan Mulyani, 2004).
4
Secara mendasar, homogenisasi dapat diterangkan sebagai proses
penyampuran massa. Proses homogenisasi sendiri dapat diklasifikasikan menjadi
proses homogenisasi secara mekanis atau kimiawi. Pemilihan jenis proses
homogenisasi yang digunakan bergantung pada kondisi yang dihadapi.
Homogenisasi secara mekanis dilakukan kapanpun memungkinkan karena biaya
operasinya lebih murah dari homogenisasi secara kimiawi. Untuk suatu bahan
yang tidak dapat dihomogenkan melalui proses pemisahan mekanis, proses
pemisahan kimiawi harus dilakukan.
Pengadukan adalah salah satu proses homogenisasi secara mekanis yang
mudah dan murah, dimana dapat diartikan bahwa pengadukan adalah operasi yang
menciptakan terjadinya gerakan di dalam bahan yang diaduk secara acak dari
bahan satu ke bahan yang lain, sehingga dapat mengurangi ketidaksamaan
komposisi, suhu, atau sifat lain yang terdapat dalam suatu bahan. Tujuan utama
dari pengadukan tersebut adalah terjadinya pencampuran.
Pencampuran (mixing) adalah operasi yang menyebabkan tersebarnya
secara acak suatu bahan ke bahan lain di mana bahan-bahan tersebut terpisah
dalam dua fasa atau lebih. Tujuan pencampuran untuk mengurangi ketidaksamaan
dan ketidakmerataan dalam komposisi, suhu dan sifat-sifat lain yang terdapat
dalam suatu bahan. Fenomena yang dapat terjadi sebagai dampak dari hasil
pencampuran adalah terjadinya keadaan yang homogen, terjadinya reaksi kimia,
terjadinya perpindahan massa, dan terjadinya perpindahan panas. Fenomena
tersebut merupakan tujuan akhir dari suatu proses pencampuran.
Hal-hal yang berpengaruh pada proses pengadukan adalah lama
pengadukan, suhu pengadukan dan kecepatan putar pengaduk itu sendiri, dimana
semakin lama waktu pengadukan, maka bahan yang diaduk tersebut akan
homogen dengan sempurna. Suhu pengadukan juga sangat berpengaruh dalam
proses homogenisasi, karena semakin tinggi suhu yang dihantarkan pada bahan
maka proses homogenisasi tersebut akan semakin cepat, karena dengan energi
panas komponen – komponen yang ada di dalam suatu bahan akan mudah larut
atau bercampur. Selain itu juga pada kecepatan pengadukan, dimana semakin
besar kecepatan putar pengaduk maka bahan yang terhomogenisasi akan semakin
5
cepat, tetapi untuk bahan yang bersifat minyak tidak bisa diberikan kecepatan dan
suhu yang tinggi, karena akan menimbulkan kerusakan.
Penelitian pendahuluan yang dilakukan untuk menentukan kecepatan
pengadukan dan lama waktu pengadukan dengan mencoba melakukan kombinasi
faktor kecepatan 100 rpm dan 300 rpm serta lama waktu pengadukan 5 menit dan
10 menit dengan suhu yang dikondisikan adalah berkisar 25oC - 28oC. Penelitian
pendahuluan yang dilakukan menghasilkan mutu minyak nilam yang beragam
pada setiap parameternya yaitu dapat di lihat pada Lampiran 2. Penggunaan
kecepatan 100 rpm dan 300 rpm dengan lama waktu pengadukan 5 menit dan 10
menit dilakukan untuk melihat pengaruh pada mutu minyak nilam, hal tersebut
dibatasi hanya pada 100 dan 300 rpm serta 5 dan 10 menit, karena melihat sifat
minyak nilam yang tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh
oksigen udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena
terdiri dari berbagai macam komponen penyusun (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Berdasarkan penelitian pendahuluan, pengadukan pada perbandingan
volume minyak nilam yang sama antara lapisan atas dengan bawah pada
perlakuan kecepatan 300 rpm dan lama waktu pengadukan 5 menit menghasilkan
homogenisasi yang cenderung baik, sedangkan pada kecepatan 100 rpm dan lama
waktu 10 menit menghasilkan homogenisasi yang cenderung tidak baik.
Untuk mengetahui pengaruh perbandingan volume minyak nilam pada
lapisan atas dengan lapisan bawah minyak nilam dalam proses homogenisasi
terhadap mutu yang dihasilkan, maka dapat digunakan pengadukan minyak
dengan kecepatan 300 rpm dengan lama waktu 5 menit dengan suhu yang
dikondisikan berkisar 25oC - 28 oC.
Fenomena pemisahan suatu zat dapat terjadi dengan dua proses, yaitu
pemisahan secara alami dan secara buatan (disengaja). Pada prinsipnya faktor
yang mempengaruhi pemisahan sama saja antara pemisahan secara alami dengan
buatan. Minyak nilam yang mengalami waktu penyimpanan cukup lama dan
sering terjadi kontak langsung dengan cahaya maupun udara akan terjadi
pemisahan secara alami, dibuktikan dengan berbedanya kadar patchouli alkohol
pada lapisan bagian atas dan bawah pada drum penyimpanan yang dapat dilihat
pada Lampiran 1. Hal ini dikarenakan terjadi proses-proses yang tidak diinginkan,
6
yaitu oksidasi, hidrolisis ataupun polimerisasi pada minyak nilam yang
mengalami penyimpanan dan kontak langsung dengan cahaya dan udara, dimana
minyak yang banyak mengandung senyawa terpen akan menurunkan nilai
kelarutannya (Hernani dan Risfaheri, 1989).
Senyawa terpen dalam minyak akan mudah mengalami proses
polimerisasi, oksidasi ataupun hidrolisis karena adanya cahaya, udara dan air,
khususnya pada lapisan atas, dimana pada saat drum dibuka minyak pada lapisan
atas lebih cepat kontak dengan oksigen (udara sekitar), sehingga komponen -
komponen yang tidak teroksidasi lebih terkonsentrasi pada lapisan bawah. Hal ini
menyebabkan minyak pada lapisan atas, kadar patchouli alkoholnya lebih rendah
dibanding pada lapisan bawah, maka dengan itu perlu dilakukannya homogenisasi
dengan cara pengadukan.
Karena adanya fenomena pemisahan secara alami pada minyak nilam yang
menyebabkan terbentuknya dua lapisan tersebut dan terdapat perbedaan mutu pula
pada kedua lapisan, maka hal tersebut yang mendorong penelitian dengan
perlakuan kombinasi perbandingan volume antara lapisan atas dan lapisan bawah
pada proses homogenisasi seperti tertera pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Perlakuan Kombinasi Perbandingan Lapisan Atas dan Lapisan Bawah
Lapisan Atas (%) Lapisan Bawah (%)
A 70 30
B 60 40
C 50 50
D 40 60
E 30 70
Dengan menggunakan 5 perlakuan kombinasi perbandingan volume
lapisan atas dan lapisan bawah tersebut, maka akan diperoleh kombinasi
perlakuan yang memberikan pengaruh terhadap mutu minyak nilam.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Minyak Nilam
2.1.1. Deskripsi Umum Minyak Nilam
Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang telah
dikenal di Indonesia. Dalam perdagangan internasional, minyak nilam
dikenal sebagai patchouli oil (dari bahasa Tamil patchai (hijau) dan ellai
(daun), karena minyaknya disuling dari daun). Minyak nilam adalah minyak
atsiri yang diperoleh dari penyulingan terna daun tanaman nilam
(Pogostemon cablin Benth).
Komponen utama yang menentukan mutu minyak nilam adalah
patchouli alcohol, selanjutnya disingkat dengan PA (Walker 1968). Minyak
nilam yang baik umumnya memiliki kadar PA di atas 30%, berwarna kuning
jernih, dan memiliki aroma yang khas dan sulit dihilangkan. Minyak nilam
yang bermutu baik didapat dengan menggunakan teknik penyulingan uap
kering yang dihasilkan dari mesin penghasil uap (boiler) yang diteruskan ke
dalam tangki reaksi (autoklaf) selanjutnya uap akan menembus bahan baku
nilam kering dan uap yang ditimbulkan diteruskan ke bagian pemisahan
untuk dilakukan pemisahan uap air dengan uap minyak nilam dengan sistem
penyulingan. Minyak nilam yang baik juga dapat dihasilkan dari tabung
reaksi dan peralatan penyulingan yang terbuat dari baja tahan karat (stainless
steel) dan peralatan tersebut digunakan hanya untuk menyuling nilam saja
(tidak boleh digunakan untuk menyaring bahan baku lainnya).
Menurut Gunawan dan Mulyani (2004) minyak nilam mempunyai
sifat - sifat sebagai berikut:
1. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa;
2. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya;
8
3. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi
kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai dikulit,
tergantung dari jenis komponen penyusunnya;
4. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah
menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas
maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada
kertas yang diteteskan;
5. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah
menjadi tengik. Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh
asam-asam lemak;
6. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen
udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet) dan panas, karena
terdiri dari berbagai macam komponen penyusun;
7. Indeks bias umumnya tinggi;
8. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan
rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki
atom C asimetrik;
9. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air;
10. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.
Minyak nilam sangat potensial digunakan sebagai bahan baku industri
wangi-wangian (parfumary). Sepertiga dari produk parfum dunia memakai
minyak ini, termasuk lebih dari separuh parfum untuk pria (Ketaren, 1985).
Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai salah satu bahan campuran
produk kosmetik (sabun, pasta gigi, shampoo, lotion dan deodorant),
kebutuhan industri makanan (essence atau penambah rasa), kebutuhan
farmasi (obat anti radang, antifungi, antiserangga, serta dekongestan),
kebutuhan aroma terapi, bahan baku compound dan pengawet barang, serta
berbagai kebutuhan industri lainnya (Mangun, 2008).
2.1.2. Parameter Minyak Nilam
Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenali
mutu minyak nilam adalah sebagai berikut :
7
9
1. Bobot Jenis
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan
mutu dan kemurnian minyak nilam. Nilai bobot jenis minyak nilam
didefinisikan sebagai perbandingan antara massa minyak dengan massa air
pada volume dan suhu yang sama. Bobot jenis sering dihubungkan dengan
fraksi massa komponen – komponen yang terkandung di dalam minyak
nilam. Semakin tinggi fraksi massa yang terkandung dalam minyak nilam
seperti seskuiterpen, patchouli alkohol, patchoulena, eugenol benzoat, maka
semakin besar pula nilai bobot jenis minyak nilam. Hal ini dikarenakan fraksi
– fraksi massa tersebut banyak mengandung molekul yang berantai panjang
dan relatif banyak ikatan tak jehuh atau banyak gugusan oksigen karena
terjadinya reaksi oksidasi.
Penentuan bobot jenis minyak nilam dilakukan dengan menggunakan
piknometer dan timbangan analitik. Mula-mula piknometer kosong ditimbang
dan catat angka yang muncul pada timbangan sebagai massa piknometer
kosong. Kemudian ke dalam piknometer kosong yang sudah ditimbang
dimasukkan air yang telah didinginkan setelah itu ditimbang, dan diperoleh
angka yang muncul pada timbangan, sehingga dapat dicatat sebagai massa
piknometer berisi air. Selanjutnya piknometer yang berisi air dicuci dengan
etanol dan dikeringkan, setelah kering minyak nilam dimasukkan ke dalam
piknometer yang sama dan ditimbang sehingga diperoleh angka yang muncul
pada timbangan sebagai massa piknometer berisi minyak nilam. Bobot jenis
dihitung dengan Persamaan (1) (SNI Nilam, 2006):
................................................ (1)
Keterangan:
= adalah bobot jenis minyak nilam pada suhu pengerjaan.
m = adalah massa piknometer kosong (g).
m1 = adalah massa piknometer berisi air (g).
m2 = adalah massa piknometer berisi minyak nilam (g).
10
Setelah dilakukan perhitungan bobot jenis pada suhu pengerjaan,
maka dapat dilakukan perhitungan bobot jenis pada suhu 25oC dengan
menggunakan Persamaan (2) berikut (SNI Nilam, 2006):
................................ (2)
Keterangan:
= adalah bobot jenis minyak nilam pada suhu 25oC
= adalah bobot jenis minyak nilam pada suhu pengerjaan
0,0007 = adalah koefisien perhitungan standar bobot jenis minyak nilam
t1 = adalah suhu ruangan pengerjaan
t = adalah suhu standar 25oC
2. Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di
dalam udara dengan kecepatan cahaya di dalam minyak nilam pada suhu
tertentu. Indeks bias minyak nilam berhubungan erat dengan komponen
berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen dalam
minyak nilam. Sama halnya dengan bobot jenis, dimana komponen penyusun
minyak nilam dapat memengaruhi nilai indeks biasnya. Semakin banyak
komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus
oksigen ikut tersuling, maka kerapatan minyak nilam akan bertambah
sehingga kecepatan cahaya pada minyak nilam lebih kecil dan mengakibatkan
nilai indeks biasnya lebih tinggi.
Forme (1976), meyatakan bahwa semakin banyak rantai karbon yang
terkandung dalam minyak atsiri maka nilai indeks biasnya semakin tinggi.
Hal ini disebabkan karena fraksi massa dalam minyak seperti sesquiterpen,
patchouli alkohol, patchoulena, eugenol benzoate, berasal dari molekul
berantai panjang.
Menurut Guenther (1952), indeks bias juga dipengaruhi oleh adanya
kandungan air di dalam minyak atsiri tersebut. Semakin banyak kandungan
airnya, maka semakin tinggi nilai indeks biasnya. Ini karena sifat dari air
yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Minyak atsiri dengan
11
nilai indeks bias yang tinggi lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri
dengan nilai indeks bias yang rendah (Sastrohamidjojo, 2004).
Penentuan indeks bias dilakukan dengan refraktometer. Mula – mula
prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol dan dikeringkan
menggunakan tisu hingga kering, setelah kering minyak nilam diteteskan
secukupnya di atas prisma menggunakan pipet tetes, tutup prisma dan
mengatur slide hingga diperoleh garis batas yang jelas antara terang dan
gelap, lalu mengatur saklar sampai garis batas berimpit dengan titik potong
dari dua garis bersilangan, setelah itu indeks bias pada suhu pengerjaan dapat
dibaca pada skala yang terdapat pada refraktometer. Indeks bias pada suhu
20°C dihitung dengan memakai Persamaan (3) berikut (SNI Nilam, 2006) :
.................................. (3)
Keterangan :
= adalah indeks bias minyak nilam pada suhu 20oC
= adalah indeks bias minyak nilam pada suhu pengerjaan
t1 = adalah suhu ruangan pengerjaan
t = adalah suhu standar 20oC
0,0004 = adalah faktor koreksi untuk indeks bias minyak nilam setiap
derajat.
3. Bilangan Asam
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam bebas yang
terkandung dalam minyak nilam. Sebagian besar minyak atsiri mengandung
sejumlah kecil asam bebas, dan jumlah asam bebas tersebut dinyatakan
sebagai bilangan asam. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram
KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang
terdapat dalam 1 gram minyak (Sastrohamidjojo, 2004).
Bilangan asam dari minyak nilam yang semakin tinggi dapat
mempengaruhi terhadap mutu minyak nilam dan dapat merubah aroma khas
dari minyak nilam. Hal ini dapat terjadi karena lamanya penyimpanan minyak
nilam dan adanya kontak antara minyak nilam yang dihasilkan dengan cahaya
12
dan udara sekitar ketika berada pada wadah penyimpanan. Sebagian
komposisi minyak atsiri jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi
yang lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) dan
dikatalisi oleh cahaya, sehingga akan membentuk senyawa asam bebas. Jika
penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara langsung kontak dengan
udara sekitar, maka akan semakin banyak juga senyawa – senyawa asam
bebas yang terbentuk.
Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan
aldehid dapat membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan menambah
nilai bilangan asam suatu minyak atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan oleh
penyulingan pada tekanan tinggi (suhu tinggi), dimana pada kondisi tersebut
kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar.
Penentuan bilangan asam dihitung dengan menggunakan Persamaan
(4) berikut (SNI Nilam, 2006):
Bilangan asam = ............................ (4)
Keterangan:
56,1 = adalah bobot setara KOH.
V = adalah volume larutan KOH hasil titrasi dengan minyak nilam (mL).
N = adalah normalitas larutan KOH (N)
m = adalah massa minyak nilam yang diuji (g).
4. Bilangan Ester
Bilangan ester adalah jumlah miligram kalium hidroksida (KOH)
yang diperlukan untuk penyabunan ester dalam 1 gram minyak nilam. Jika
bilangan penyabunan dan bilangan asam telah ditetapkan, selisih antara
keduanya menunjukkan bilangan ester. Prinsip bilangan ester minyak nilam
adalah berdasarkan penyabunan ester-ester dengan larutan alkali standar dan
menitrasi kembali kelebihan alkali tersebut (Badan Standarisasi Nasional,
2006).
Bilangan ester sangat penting dalam penentuan mutu minyak nilam
karena ester merupakan komponen yang berperan dalam menentukan aroma
13
minyak. Menurut Ketaren (1985), beberapa minyak atsiri mengandung ester
yang umumnya berbasa satu (RCOOR’) dengan R dapat berupa radikal
alifatis atau aromatik.
Cara penentuan bilangan ester minyak nilam terlebih dahulu
dilakukan pengujian blanko, caranya labu penyabunan diisi dengan beberapa
potong batu didih atau porselen, lalu ditambahkan 10 mL alkohol dan 25 mL
larutan KOH 0,5 N dalam alkohol, direfluks selama 1 (satu) jam setelah
larutan mendidih, larutan didiamkan hingga menjadi dingin. Kondensor
refluks dilepaskan dan ditambahkan 3 tetes larutan fenolfthalein dan
kemudian dinetralkan dengan HCl 0,5 N (Badan Standarisasi Nasional, 2006)
Pada waktu yang sama dan dalam kondisi yang sama, ditimbang
contoh 2 gram ± 0,05 gram dimasukkan ke dalam labu dan ditambahkan 25
mL larutan KOH 0,5 dalam alkohol dan beberapa potong batu didih atau
porselen kemudian dididihkan, setelah mendidih dibiarkan larutan menjadi
dingin. Kondensator refluks dilepaskan, ditambahkan 5 tetes larutan
fenolfthalein dan dinetralkan dengan HCl 0,5 N seperti pada penentuan
blanko (Badan Standarisasi Nasional, 2006)
Penentuan bilangan ester dengan menggunakan Persamaan (5) berikut
(SNI Nilam, 2006):
Bilangan ester = ...................... (5)
Keterangan:
56,1 = adalah bobot setara KOH.
V1 = adalah volume HCl yang digunakan dalam penentuan blanko (mL)
Vo = adalah volume HCl yang digunakan untuk contoh (mL)
m = adalah massa dari minyak nilam yang diuji (g)
N = adalah normalitas HCl
5. Kelarutan dalam Alkohol
Telah diketahui bahwa alkohol mempunyai gugus OH. Menurut
Guenther (1952), bahwa kelarutan minyak atsiri dalam alkohol ditentukan
14
oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak atsiri. Pada
umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi
lebih mudah larut dalam alkohol daripada yang mengandung terpen tak
teroksigenasi. Salah satu komponen yang termasuk dalam golongan terpen
teroksigenasi adalah patchouli alkohol yang mempunyai gugus fungsi –COH
(alkohol), yang artinya memiliki kepolaran yang hampir sama dengan pelarut
alkohol. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi daya larut minyak
nilam pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka mutu minyak atsirinya
semakin baik (Sastrohamidjojo, 2004).
2.1.3 Komponen Minyak Nilam
Minyak nilam mengandung senyawa patchouli alkohol yang
merupakan penyusun utama dalam minyak nilam, dan kadarnya mencapai
50% - 60% (Guenther, 1990). Patchouli alkohol merupakan senyawa yang
menentukan bau minyak nilam (Albert dan Trifilieff, 1980). Salah satu sifat
minyak nilam yang khas adalah daya fiksasinya yang cukup tinggi.
Menurut penelitian Hernani dan Tangendjadja (1988) bahwa
komponen-komponen penyusun minyak nilam adalah benzaldehid, kariofilen, ∝-patchoulena, bulnesen dan patchouli alkohol.
Patchouli alkohol merupakan senyawa sesquiterpen alkohol tersier
trisiklik. Tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik
yang lain, mempunyai titik didih 140oC pada tekanan 8 mmHg. Kristal yang
terbentuk mempunyai titik lebur 56oC. Patchouli alkohol disebut juga
patchouli camphor atau oktahidro-4,8a,9,9-tetrametil-1,6-metanonaftalen,
mempunyai berat molekul 222,36 gram/mol dengan rumus molekul C12H26.
Kandungan terbesar yang terdapat di dalam minyak nilam meliputi:
patchouli alkohol, benzaldehid, β – kariofilen, α – patchoulena, dan α –
bulnesen (Santoso, 1990). Jumlah dan titik didih komponen terbesar minyak
nilam tercantum pada Tabel 2:
15
Tabel 2. Komponen Mayor dalam Minyak Nilam
Komponen Jumlah (%) Titik Didih (oC)
Benzaldehid
β – Kariofilen
α – Patchoulena
α – Bulnesen
Patchouli Alkohol
2,34
17,29
28,28
11,76
40,04
178,1
260,5
255 - 250
274,149
140
1. Benzaldehid
Benzaldehid merupakan cairan tidak berwarna, dengan rumus
molekul C7H6O6 dengan bobot molekul 106,13 gram/mol. Oksidasi
benzaldehid pada gugus aldehidnya akan menghasilkan asam benzoat.
Tabel 3. Sifat Fisik Benzaldehid
Sifat fisik Nilai
Bobot Jenis (25oC/25oC) 1,0484
Indeks Bias (20 oC) 1,5456
Titik Didih 178 oC
Sumber: Sastrohamidjojo, 2002
CHO
Gambar 1. Struktur Bangun Benzaldehid (Sastrohamidjojo, 2002)
2. β – Kariofilen
Senyawa β – kariofilen merupakan seskuiterpen bisiklik dengan
rumus molekul C15H24 dengan bobot molekul 204,36 gram/mol. Menurut
Buckingham (1982), β – kariofilen mempunyai titik didih 118 – 119 oC dan
putaran optik (dalam benzen) sebesar -10o dan memiliki nilai indeks bias
1,5018.
16
Gambar 2. Struktur Bangun β – Kariofilen (Buckingham, 1982)
3. α – Pathcoulena
Senyawa α – patchoulena merupakan seskuiterpen trisiklik dengan
rumus molekul C15H24 dan bobot molekul 204,36 gram/mol. Eliminasi H2O
dari patchouli alkohol akan menghasilkan α – patchoulena yang mempunyai
bau seperti bau kayu cedar.
Tabel 4. Sifat Fisik Patchoulena
Sifat fisik Nilai
Bobot Jenis (20oC/4oC) 0,9296
Indeks Bias (20 oC) 1,4984
Titik Didih 225 - 250oC
Sumber: Sastrohamidjojo, 2002
Gambar 3. Struktur Bangun α – Patchoulena (Sastrohamidjojo, 2002)
4. α – Bulnesen
Senyawa α – bulnesen merupakan seskuiterpen bisiklik dengan rumus
molekul C15H24 dengan bobot molekul 204,36.
17
Tabel 5. Sifat fisik α – Bulnesen
Sifat fisik Nilai
Bobot Jenis (20oC/4oC) 0,9230
Indeks Bias (20 oC) 1,5046
Titik Didih 118 oC
Sumber: Buckingham (1982)
Gambar 4. Struktur Bangun α – Bulnesen (Buckingham, 1982)
5. Patchouli Alkohol
Kompenen utama minyak nilam adalah patchouli alkohol yang
merupakan salah satu penentu parameter mutu minyak nilam. Menurut
Ketaren (1986), patchouli alkohol tergolong dalam golongan terpen – O
(oxygenated terpen). Persenyawaan ini mempunyai nilai kelarutan yang
tinggi dalam alkohol encer, serta lebih stabil terhadap oksidasi maupun
resinifikasi.
Patchouli alkohol merupakan sesquiterpen alkohol yang dapat
diisolasi dari minyak nilam dan mempunyai sifat tidak larut dalam air, larut
dalam alkohol, eter maupun pelarut organik yang lainnya, memiliki titik didih
140oC / 8 mmHg, dalam bentuk kristal berwarna putih dengan titik leleh 56oC
(Sastrohamidjojo, 2002). Karakteristik patchouli alkohol dapat dilihat pada
Tabel 6:
Tabel 6. Sifat Fisik Patchouli Alkohol
Sifat fisik Nilai
Bobot Jenis (20/4oC) 1,0284
Indeks Bias (20oC) dan (25oC) 1,5245 dan 1,52029
Titik Didih (8 mmHg) 140 oC
Sumber: Sastrohamidjojo, 2002
18
Gambar 5. Struktur Bangun Patchouli Alkohol (Sastrohamidjojo, 2002)
2.1.4 Standar Mutu Minyak Nilam Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan International Standard Operation (ISO)
Mutu minyak nilam dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
jenis atau varietas tanaman, umur tanaman sebelum dipanen, perlakuan bahan
mentah sebelum penyulingan, alat yang digunakan, cara penyulingan,
perlakuan terhadap minyak setelah penyulingan, pengemasan dan
penyimpanan minyak.
Persyaratan mutu minyak nilam berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06-2385-2006 disajikan dalam Tabel 7 di bawah ini:
Tabel 7. Persyaratan Mutu Minyak Nilam Berdasarkan SNI 2006
Parameter / Karakteristik Satuan Nilam
Warna - Kuning muda – coklat
kemerahan
Bobot Jenis 25o C / 25o C - 0,950 – 0,975
Indeks Bias (nD20) - 1,507 – 1,515
Bilangan Asam - Maks. 8,0
Bilangan Ester - Maks. 20,0
Putaran Optik - (-) 48o – (-)65o
Patchouli Alkohol (C15H26O) % Min. 30
Kelarutan dalam Alkohol 90%
pada suhu 20oC ± 3oC
- Larutan jernih atau opalesensi
ringan dalam perbandingan 1:10
Mutu minyak nilam sangat ditentukan oleh sifat dan senyawa kimia
yang terkandung di dalamnya. Sifat fisik seperti bobot jenis, indeks bias,
19
putaran optik, dan kelarutan dalam alkohol 90% dapat dijadikan kriteria
untuk menentukan kemurnian minyak.
Menurut standar ISO 3757:2002 ”Oil of Patchouli [Pogostemon
cablin (blanco) Benth]”, syarat mutu minyak nilam adalah seperti tercantum
pada Tabel 8:
Tabel 8. Syarat Mutu Minyak Nilam Berdasar ISO 3757:2002
No.
Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Warna - Kuning – coklat kemerahan2. Bobot Jenis 20 oC/20
oC- 0,952 – 0,975
3. Indeks bias (nD20) - 1,5050 – 1,51504. Kelarutan dalam
etanol 90% pada suhu 20 oC
- Larutan jernih atau opalesensi ringan dalam perbandingan volume 1:10
5. Bilangan Asam - Maksimum 46. Bilangan Ester - Maksimum 107. Putaran Optik - (-)40o – (-)60o
8. Profil KromatografiKomponen Minimum (%)Maksimum (%)β-Patchoulene 1,8 3,5Copaene trace 1α-Guaiene 11 16β-Caryophyllene 2 5Bulnesene 13 21Nor-Patchoulenol 0,35 1Patchoulol 27 35Pogostol 1 2,5
Catatan 1 : Sangat dimungkinkan ditemukan sampai dengan 0,2 % α-Gurjune pada minyak nilam yang didistilasi pada skala kecil.Catatan 2 : Profil Kromatografi adalah normatif, sebaliknya kromatogram yang diberikan dalam annex A hanya merupakan informan
Menurut Rusli, dkk (1979) apabila bobot jenis, indeks bias, dan
putaran optik menunjukkan angka yang tertinggi, kemungkinan minyak nilam
tersebut mengandung bahan-bahan lain seperti mineral dan lemak. Sebaliknya
jika sifat itu menunjukkan angka yang rendah, maka kemungkinan minyak
nilam tersebut mempunyai kadar eugenol yang rendah.
20
Menurut Somaatmadja (1972) minyak nilam yang baik secara sensorik
ditunjukkan oleh minyak nilam yang berwarna kuning jernih hingga coklat
kemerahan jernih dan tidak berbau gosong. Warna minyak nilam merupakan
salah satu elemen penting dalam penentuan mutu, karena konsumen lebih
menyukai minyak nilam yang berwarna muda (light) (Ketaren, 1985). Warna
ini sangat dipengaruhi oleh varietas tanaman, umur panen, dan alat penyuling
terutama pada bagian kondensor dan separator oil, lamanya penyimpanan
dan bahan pengemas (Rusli dkk., 1985).
Mutu minyak nilam yang baik secara kimia ditunjukkan oleh nilai
bilangan ester. Bilangan ester sangat penting dalam penentuan mutu minyak
nilam karena ester merupakan komponen yang berperan dalam menentukan
aroma minyak nilam. Semakin tinggi bilangan ester, maka semakin tinggi
mutu minyak nilam (Rohayati, 1997).
2.1.5 Kerusakan Mutu Minyak Nilam
Kerusakan yang sering terjadi pada minyak nilam adalah kerusakan
komponen kimia yang disebabkan oleh proses hidrolisis, oksidasi, resinifikasi,
dan pencemaran oleh wadah kemasan (Ketaren, 1985). Kerusakan juga dapat
terjadi karena penggunaan tekanan yang tinggi (5 – 6 bar) pada saat
penyulingan. Tekanan yang tinggi pada saat penyulingan akan menaikkan
suhu dalam ketel sehingga menyebabkan proses hidrolisis.
Pada minyak atsiri bahan yang mengotori antara lain adalah debu,
oksida logam (karat), resin dan sebagainya yang terlarut, terdisperasi atau
teremulsi di dalam minyak (Ketaren, 1985).
Hidrolisis terjadi dalam minyak atsiri yang mengandung ester, dimana
ester akan terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai
katalisator. Hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dari gugus
asil (acyl) dalam molekul ester sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol.
Asam organik hasil hidrolisis ester, dapat bereaksi dengan ion logam dan
membentuk garam yang mengakibatkan minyak nilam berubah menjadi gelap.
Oksidasi adalah pelepasan elektron oleh molekul atau ion. Menurut
Ketaren (1985), reaksi oksidasi pada minyak nilam terutama terjadi pada
ikatan rangkap dalam terpen. Bilangan peroksida yang terbentuk sebagai hasil
21
reaksi oksidasi bersifat labil dan mudah terurai membentuk senyawa aldehida
dan asam organik yang menyebabkan perubahan bau ke arah yang tidak
dikehendaki.
Resinifikasi (polimerisasi) adalah reaksi pembentukan rantai polimer
organik yang panjang dan berulang. Beberapa fraksi dalam minyak nilam
dapat membentuk resin. Resin ini dapat terbentuk selama proses penyulingan
yang menggunakan tekanan tinggi dan suhu tinggi selama penyimpanan.
Resin ini sulit terlarut dalam alkohol, sehingga membentuk dispersi dan
menyebabkan minyak nilam menjadi keruh atau berupa endapan dalam
minyak nilam (Ketaren, 1985).
2.1.6 Komposisi Kimia Minyak Atsiri Secara Umum
Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan
kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O)
serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan
belerang (S). Pada umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri dibagi
menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hidrokarbon
Persenyawaan yang termasuk golongan hidrokarbon terbentuk dari
unsur hidrogen (H) dan karbon (C). Komponen kimia yang termasuk golongan
hidrokarbon yang dominan menentukan bau dan sifat khas setiap jenis minyak
atsiri yaitu persenyawaan terpen.
Persenyawaan terpen berbau kurang wangi, sukar larut dalam alkohol
encer, terutama jika terkena cahaya matahari dan oksigen udara. Minyak atsiri
yang mengandung terpen jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk
sejenis resin dan sukar larut dalam alkohol.
Untuk tujuan tertentu misalnya untuk pembuatan parfum, fraksi terpen
perlu dipisahkan sehingga didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen. Tujuan
dari pemisahan fraksi terpen dari minyak atsiri yaitu 1). memperbesar
kelarutan minyak dalam alkohol, 2). memperbesar resistensi minyak terhadap
kerusakan yang diakibatkan oleh proses oksidasi cahaya dan 3) memperbesar
22
konsentrasi senyawa kimia golongan “oxygenated hydrocarbon” yang berbau
lebih wangi.
2. “Oxygenated hydrocarbon”
Komponen kimia dari golongan ini terbentuk dari unsur karbon (C),
hidrogen (H), dan oksigen (O). Persenyawaan kimia yang merupakan
golongan ini yaitu alkohol, aldehid, keton, ester, dan eter. Pada umumnya
sebagian besar minyak atsiri terdiri dari campuran persenyawaan golongan
hidrokarbon dan “oxygenated hydrocarbon”. Disamping itu, minyak atsiri
mengandung resin dan lilin dalam jumlah kecil yang merupakan komponen
tidak menguap (Guenther, 1987).
2.1.6.1 Sifat Fisiko Kimia Minyak Nilam
Sifat fisik minyak nilam biasanya tak berwarna atau berwarna
kekuning-kuningan dan beberapa minyak nilam berwarna kemerah-merahan,
jika lebih lama di udara akan mengabsorbsi oksigen hingga berwarna lebih
gelap dan berubah baunya serta menjadi lebih kental.
Sifat kimia minyak nilam ditentukan oleh persenyawaan kimia yang
terdapat didalamnya terutama terpen, aldehid, ester, asam. Perubahan kimia
yang terjadi pada senyawa-senyawa tersebut dapat mengakibatkan kerusakan
pada minyak nilam.
2.2 Proses Pengadukan
2.2.5 Tujuan Pengadukan
Pengadukan (agitation) adalah operasi yang menciptakan terjadinya
gerakan di dalam bahan yang diaduk secara acak dari bahan satu ke bahan
yang lain, sehingga dapat mengurangi ketidaksamaan komposisi, suhu, atau
sifat lain yang terdapat dalam suatu bahan. Tujuan utama dari pengadukan
tersebut adalah terjadinya pencampuran.
Pencampuran (mixing) adalah operasi yang menyebabkan tersebarnya
secara acak suatu bahan ke bahan lain di mana bahan-bahan tersebut terpisah
dalam dua fasa atau lebih. Tujuan pencampuran untuk mengurangi
ketidaksamaan atau ketidakrataan dalam komposisi, suhu atau sifat-sifat lain
yang terdapat dalam suatu bahan atau terjadinya homogenitas di setiap titik
23
dalam campuran tersebut. Fenomena yang dapat terjadi sebagai dampak dari
hasil pencampuran adalah terjadinya keadaan serba sama, terjadinya reaksi
kimia, terjadinya perpindahan massa, dan terjadinya perpindahan energi
panas. Fenomena tersebut merupakan tujuan akhir dari suatu proses
pencampuran.
Perbedaan antara bagian susunan dari campuran disebabkan oleh : 1)
Sifat (padat dan cair), 2) Massa jenis, 3) Ukuran partikel (pasir dan kerikil),
4) Bentuk (vitamin pada tepung), 5) Viskositas (emulsi minyak air)
2.2.6 Metode Pengadukan
Dasar pencampuran adalah menggabungkan dua macam atau lebih
komponen bahan yang berbeda hingga tercapai suatu keseragaman.
Pencampuran dapat berlangsung dengan sendirinya atau dengan pengadukan.
Pencampuran yang berlangsung dengan sendirinya biasanya membutuhkan
waktu yang cukup lama, sehingga sering dilakukan pengadukan untuk
mempercepat. Campuran antara dua zat cair atau zat padat yang larut dalam
zat cair sering dapat berlangsung dengan sendirinya.
Pada dasarnya pencampuran adalah suatu pengangkutan tiap bagian zat
ke bagian yang lain. Selama pengangkutan sebagian dari bahan yang diangkut
akan tinggal dibagian lain. Sebaliknya sebagian akan terbawa kembali.
Dengan cara demikian, lama kelamaan akan terjadi campuran yang homogen.
Tingkat homogenitas dari campuran tergantung terhadap lama pencampuran.
Campuran akan terjadi lebih homogen jika pencampuran dilakukan dalam
waktu yang lebih lama. Pada saat awal peningkatan homogenitas lebih besar
dibandingkan keadaan akhir.
2.2.7 Faktor – Faktor Pengadukan (Mixing)
Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengadukan adalah sebagai
berikut :
1. Viscositas dari zat yang akan diaduk. Zat yang memiliki viskositas
tinggi akan lebih sulit diaduk dibandingkan dengan zat yang
viskositasnya rendah.
24
2. Pembasahan (daya serap). Beberapa zat yang sukar dibasahi
(menyerap air), sukar untuk membentuk suatu campuran homogen
dengan zat cair
3. Perbedaan massa jenis. Zat dengan massa jenis yang tinggi akan
mempunyai kecenderungan untuk mengendap. Keadaan ini akan
menghambat proses pengadukan.
4. Partikel zat yang akan diaduk. Partikel zat cukup berpengaruh
untuk campuran antara zat padat.
5. Suhu. Dalam kondisi suhu panas biasanya bahan mudah tercampur
dibandingkan dalam keadaan suhu dingin.
2.3 Alat Pengaduk
2.3.5 Magnetic Stirrer
Hot plate stirrer dan Stirrer bar (magnetic stirrer) adalah alat
pengaduk yang berfungsi untuk homogenisasi suatu larutan dengan cara
pengadukan. Pelat (plate) yang terdapat dalam alat ini dapat menghantarkan
panas sehingga mampu mempercepat proses homogenisasi. Pengadukan
dengan bantuan batang magnet Hot plate dan magnetic stirrer seri SBS-100
dari SBS® misalnya mampu homogenisasi bahan sampai 10 L, dengan
kecepatan sangat lambat sampai 1600 rpm dan dapat dipanaskan sampai
425oC (Ferdias, 1992)
Cara Kerja:
Letakkan beaker glass diatas magnet atau plate. Kemudian isi beaker
glass dengan larutan minyak nilam yang akan dihomogenisasi. Mengatur
kecepatan pengadukan stirrer sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Plate
yang terdapat dalam magnetic stirrer ini dapat dipanaskan sehingga dapat
mempercepat proses pengadukan.
2.4 Teknologi Pemurnian Minyak Nilam
Proses pemurnian minyak nilam bisa dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode, yaitu secara fisika dan kimia. Hal ini terkait dengan sifat
minyak atsiri yang terdiri dari berbagai komponen kimia dan secara alami
terbentuk sesuai dengan tipe komponen dari setiap tanaman (Davis et al,
25
2006). Proses pemurnian secara fisika bisa dilakukan dengan mendestilasi
ulang minyak atsiri yang dihasilkan (redestillation) dan destilasi fraksinasi
dengan pengurangan tekanan pada saat penyulingan. Untuk proses pemurnian
secara kimia dengan: 1) adsorpsi minyak nilam menggunakan adsorben
tertentu seperti bentonit, arang aktif, zeolit, 2) menghilangkan senyawa terpen
(terpeneless) untuk meningkatkan efek flavoring, sifat kelarutan dalam
alkohol encer, kestabilan dan daya simpan dari minyak nilam, dan 3) larutan
senyawa pembentuk kompleks seperti asam sitrat, asam tartarat (Sait dan
Satyaputra, 1995).
Dalam proses secara fisika, yaitu metode redestilasi adalah menyuling
ulang minyak atsiri dan menambahkan air pada perbandingan minyak dan air
sekitar 1:5 dalam labu destilasi, kemudian campuran didestilasi. Minyak yang
dihasilkan akan terlihat lebih jernih. Hasil penyulingan ulang terhadap
minyak nilam dengan metode redestilasi, ternyata dapat meningkatkan nilai
transmisi (kejernihan) dari 4 % menjadi 83,4 %, dan menurunkan kadar Fe
dari 509,2 ppm menjadi 19,60 ppm (Purnawati, 2000). Untuk destilasi
fraksinasi akan jauh lebih baik karena komponen kimia dipisahkan
berdasarkan perbedaan titik didihnya (Sulaswaty dan Wuryaningsih, 2001).
Pengkelatan adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan
senyawa pengkelat dan membentuk kompleks logam senyawa pengkelat
(Ekholm et al., 2003). Proses pengkelatan dilakukan dengan cara yang sama
dengan adsorpsi hanya dengan mengganti adsorben dengan senyawa
pengkelat. Senyawa pengkelat yang cukup dikenal dalam proses pemurnian
minyak nilam, antara lain asam sitrat, asam malat, asam tartarat dan EDTA
(Karmelita, 1997; Moestafa dkk., 1990). Proses pengikatan logam merupakan
proses keseimbangan pembentukan kompleks logam dengan senyawa
pengkelat. Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa
yang ada.
Metode penghilangan senyawa terpen atau terpenless biasa dilakukan
terhadap minyak nilam yang akan digunakan dalam pembuatan parfum,
karena minyak nilam yang dihasilkan akan memberikan aroma yang lebih
baik (Hernani dkk., 2002; Sait dan Satyaputra, 1995). Ada dua cara
26
penghilangan terpen, yaitu dengan adsorpsi menggunakan kolom alumina
menggunakan eluen tertentu dan ekstraksi menggunakan alkohol encer.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – Agustus 2010 di
Laboratorium Penanganan Pasca Panen dan Teknologi Proses Jurusan Teknik
dan Manajemen Industri Pertanian, dan Laboratorium Kimia Pangan Jurusan
Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian.
3.2. Alat dan Bahan Percobaan
3.2.1.Alat
No.
Nama Alat Kegunaan Keterangan
1 Magnetic Stirrer Mengaduk minyak pada proses homogenisasi
Lampiran
2 Labu Destilasi Mengukur kadar air pada minyak nilam 500 mL
3 Hand pump Mengambil sampel minyak nilam dalam drum
-
4 Alkohol Meter Mengukur kadar Patchouli Alkohol minyak nilam
-
5 Timbangan AnalitikOHAUS
Menimbang bahan pada saat analisa mutu.
100 g (ketelitian 0,0001 g)
6 ABBE Refractometer Mengukur indeks bias Merk Bellingham + Stanley Limited 60/74 (Ketelitian 0,001)
7 Piknometer Mengukur bobot jenis 25 mL dan 15 mL
8 Gelas Ukur Menganalisis sifat fisika kimia minyak nilam
10 mL, 25 mL dan 50 mL, 100 mL
9 Thermometer Bola kering bola basah
Mengukur suhu dan RH ruangan -
10 Erlenmeyer Menganalisis sifat kimia minyak nilam 250 mL
11 Stopwatch Mengukur lama pengadukan pada homogenisasi minyak nilam
-
12 Buret Menganalisis sifat kimia minyak nilam 50 mL
13 Botol Kaca Menyimpan minyak nilam 25 mL, 100 mL
14 Heat Mantel Menganalisis sifat kimia minyak nilam -
15 Pipet tetes Menganalisis sifat kimia minyak nilam -
27
16 Beaker Glass Menganalisis sifat kimia minyak nilam 25 mL, 50 mL, 100 mL
3.2.2.Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak nilam
(Patchouli Oil) yang sudah mengalami penyimpanan selama ± 1 tahun dan
yang sudah terbentuk menjadi dua lapisan yang berasal dari desa Ciptasari –
Pamulihan, Sumedang.
Selain itu beberapa bahan untuk analisis mutu minyak nilam yang
digunakan, yaitu Alkohol 96%, Alkohol 90%, Aquades, KOH 0,1 N, KOH
0,5 N, Fenolfthalein, HCl 0,5 N
3.3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan
statistika sederhana yaitu dengan mendeskripsikan data hasil penelitian untuk
menghasilkan suatu kesimpulan mengenai penelitian yang dilakukan. Pada
penelitian ini menggambarkan dan menginterpretasikan perubahan mutu yang
terjadi pada bahan selama proses penelitian.
Penelitian dilakukan dengan tiga kali ulangan, dengan perlakuan
kombinasi imbangan pada lapisan atas dan lapisan bawah minyak nilam, yang
terdiri dari 5 taraf yaitu sebagai berikut:
A = 70% Lapisan Atas dan 30% Lapisan Bawah
B = 60% Lapisan Atas dan 40% Lapisan Bawah
C = 50% Lapisan Atas dan 50% Lapisan Bawah
D = 40% Lapisan Atas dan 60% Lapisan Bawah
E = 30% Lapisan Atas dan 70% Lapisan Bawah
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan
tingkat kecepatan dan lama waktu pengadukan yang akan digunakan pada
penelitian utama berdasarkan kepada sifat alami dari minyak nilam tersebut,
dan menganalisis mutu awal minyak pada setiap lapisan.
27
28
3.4.2 Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan
volume setiap lapisan minyak terhadap mutu minyak nilam, dengan langkah-
langkah persiapan yang dilakukan meliputi:
1. Persiapan Bahan
Pada tahapan ini dilakukan penyediaan minyak nilam yang sudah
mengalami penyimpanan kurang lebih 1 tahun dan yang telah terbentuk dua
lapisan yang mutunya berbeda yang diperoleh dari Desa Ciptasari –
Pamulihan, Sumedang. Kemudian dilakukan analisis mutu awal pada setiap
lapisan. Serta dilakukan penyediaan Alkohol 90%, KOH 0,1 N, KOH 0,5 N,
HCl 0,5 N, Aquades, Fenolfthalein.
2. Persiapan Alat
Pada tahapan ini dilakukan pengecekan terhadap peralatan yang akan
digunakan dalam penelitian agar data yang diperoleh sahih. Adapun alat-alat
yang perlu dipersiapkan adalah Alkohol Meter, Refraktometer tipe ABBE,
Piknometer, Magnetic Stirrer, Heat Mantel.
3. Pemberian Perlakuan
Pada tahapan ini dilakukan pencampuran dengan memberikan
perlakuan 5 (lima) kombinasi perbandingan volume minyak nilam lapisan
atas dan lapisan bawah. Adapun kombinasi perbandingan tersebut yaitu:
A = 70% Lapisan Atas dan 30% Lapisan Bawah,
B = 60% Lapisan Atas dan 40% Lapisan Bawah,
C = 50% Lapisan Atas dan 50% Lapisan Bawah,
D = 40% Lapisan Atas dan 60% Lapisan Bawah,
E = 30% Lapisan Atas dan 70% Lapisan Bawah.
4. Analisis Mutu
29
Analisis mutu yang dilakukan meliputi: bobot jenis, indeks bias,
bilangan asam, bilangan ester, kelarutan dalam alkohol 90 %, kadar patchouli
alkohol. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui nilai dari setiap parameter
yang ditentukan sehingga dapat dibandingkan mutu yang dihasilkan dari
penelitian dengan mutu SNI.
Minyak nilam dalam drum yang disimpan selama ± 1 thn
Mengambil minyak nilam per lapisan, dengan menggunakan water pump
Memisahkan lapisan atas dan bawah minyak nilam ke dalam wadah yang berbeda
Mengukur kadar Patchouli Alkohol, Berat Jenis, Indeks Bias, Putaran Optik, Bilangan Asam, Bilangan Ester, Kelarutan
Dalam Alkohol pada setiap lapisan minyak nilam
Mencampurkan lapisan atas dan lapisan bawah minyak nilam ke dalam beaker glass dengan imbangan 30%-70%,
40%-60%, 50%-50%, 60%-40%, 70%-30%
Pengadukan dengan menggunakan magnetic stirrer dengan perbandingan volume minyak nilam pada setiap lapisan
Mengukur kadar Patchouli Alkohol, Berat Jenis, Indeks Bias, Putaran Optik, Bilangan Asam,Bilangan Ester, Kelarutan dalam
Alkohol setiap minyak nilam yang sudah terhomogenisasi
Minyak nilam terhomogenisasi
Selesai
Mulai
30
Gambar 6 Diagram Proses Penelitian
3.5. Pengamatan Selama Penelitian
3.5.1. Variabel yang ukur
1. Suhu dan RH
Suhu dan RH udara ruangan diamati pada setiap perlakuan dan pada
saat analisis parameter yang dihitung.
2. Kadar Patchouli Alkohol
Kadar Patchouli Alkohol diukur pada setiap perlakuan yang
dilakukan.
3.5.2. Parameter yang dihitung
1. Penentuan Bobot Jenis/Berat Jenis (SNI Nilam, 2006)
Prinsip:
Metode ini didasarkan pada perbandingan antara massa minyak dengan
massa air pada volume dan suhu yang sama.
Prosedur kerja:
1. Piknometer dibersihkan dengan alkohol dan dikeringkan.
2. Piknometer kosong ditimbang (m)
3. Piknometer diisi dengan aquades lalu ditimbang (m1)
4. Piknometer dicuci dan dibersihkan dengan Alkohol.
5. Dikeringakan bagian dalamnya dengan tiupan udara kering
6. Piknometer diisi dengan minyak nilam lalu ditimbang (m2)
7. Dihitung bobot jenis minyak nilam
Hasil:
Bobot jenis dt25 dicari dengan menggunakan persamaan:
Keterangan:
= Bobot jenis minyak nilam pada suhu pengerjaan.
31
m = Berat piknometer kosong (g).
m1 = Piknometer + aquades (g).
m2 = Piknometer + minyak nilam (g).
Sehingga, dicari dengan menggunakan persamaan:
Keterangan:
= Bobot jenis minyak nilam pada suhu 25oC
dt1 = Bobot jenis minyak nilam pada suhu pengerjaan.
t1 = Suhu ruangan pengerjaan (oC).
t = Suhu standar (25oC).
0,0007 = Koefisien perhitungan standar bobot jenis minyak nilam
2. Penentuan Indeks Bias (SNI Nilam, 2006)
Prinsip:
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam
udara dengan kecepatan cahaya di dalam minyak nilam pada suhu tertentu.
Prosedur kerja:
1. Prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol dan dikeringkan
dengan tisu.
2. Meneteskan minyak nilam di atas prisma dengan menggunakan pipet
tetes.
3. Menutup prisma dan mengatur slide, sehingga memperoleh garis batas
yang jelas antara terang dan gelap.
4. Mengatur saklar sampai garis ini berimpit dengan titik potong dari 2
garis yang bersilangan.
5. Membaca nilai indeks bias pada skala yang terdapat di refraktometer
Hasil:
Persamaan penentuan indeks bias:
Indeks bias = Nt + 0,0004 (t – 20oC)
32
Keterangan:
Nt = Pembacaan indeks bias pada suhu pengerjaan t
0,0004 = Nilai koreksi untuk indeks bias minyak nilam setiap derajat
t = Suhu ruangan pengerjaan (oC)
3. Penentuan Kelarutan dalam Alkohol (SNI Nilam, 2006)
Istilah-istilah yang digunakan untuk menyatakan kelarutan minyak nilam
adalah sebagai berikut:
Larut seluruhnya, berarti minyak tersebut membentuk larutan yang
bening.
Larut dengan kekeruhan, berarti bahwa kelarutan yang dihasilkan tak
sepenuhnya bening dan cerah, akan tetapi kekeruhannya tak melebihi
kekeruhan dari pembanding yang dibuat.
Prosedur kerja:
1. Memasukkan 1 mL minyak nilam ke dalam tabung reaksi.
2. Memasukkan alkohol 90% ke dalam buret.
3. Menambahkan setetes demi setetes alkohol ke dalam tabung sambil
dikocok sampai bening.
4. Membaca berapa volume alkohol 90% yang digunakan sampai larutan
tersebut menjadi bening
4. Penentuan Bilangan Asam (SNI Nilam, 2006)
Prinsip:
Netralisasi asam bebas dapat dilakukan dengan menggunakan larutan basa
(alkali encer). Jumlah asam bebas ini dinyatakan sebagai bilangan asam.
Prosedur kerja:
1. Menyiapkan erlenmeyer
2. Timbang 2 gram minyak nilam ke dalam erlenmeyer.
3. Ke dalam erlenmeyer yang berisi 2 gram minyak nilam ditambahkan
10 mL alkohol
4. Ditambahkan 3 – 5 tetes indikator fenolfthalein
5. Larutan kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga berwarna merah
muda
33
6. Membaca dan mencatat volume KOH 0,1 N yang dikeluarkan pada
saat titrasi hingga larutan berubah warna menjadi merah muda.
Hasil:
Bilangan asam dihitung dangan persamaan:
Dimana:
V = volume KOH 0,1 N hasil titrasi contoh (mL)
N = normalitet dari KOH
56,1 = bobot setara KOH
m = bobot contoh (gram)
5. Penentuan Bilangan Ester (SNI Nilam, 2006)
Prinsip:
Bilangan ester adalah jumlah miligram kalium hidroksida yang dibutuhkan
unutk menyabunkan ester yang terdapat dalam 1 gram minyak nilam.
Reaksi penyabunannya adalah:
RCOOR’ + KOH RCOOK + R’OH
Prosedur pengujian blanko:
1. Menyiapkan erlenmeyer
2. Ditambahkan 10 mL alkohol dan 25 mL KOH 0,5 N
3. Direfluks hati-hati selama satu jam
4. Larutan hasil refluks didinginkan
5. Larutan ditambahkan 3 – 5 tetes fenolfthalein
6. Larutan dititrasi dengan HCl 0,5 N
7. Mencatat volume HCl hasil titrasi (V0)
Prosedur pengujian sampel:
1. Menyiapkan erlenmeyer
34
2. Dimasukkan 2 gram sampel dan 25 mL KOH 0,5 N dalam 10 mL
alkohol
3. Ditambahkan batu didih
4. Direfluks hati-hati selama satu jam
5. Larutan hasil refluks didinginkan
6. Larutan ditambahkan 3 – 5 tetes fenolfthalein
7. Larutan dititrasi dengan HCl 0,5 N
8. Mencatat volume HCl hasil titrasi (V1)
Bilangan ester dihitung dengan persamaan:
Dimana:
V0 = volume HCl hasil titrasi blanko
V1 = volume HCl hasil titrasi sampel
N = normalitet dari HCl 0,5 N
56,1 = bobot setara KOH
g = bobot contoh