27
REFERAT ASMA SMF ILMU KESEHATAN ANAK Oleh: RIMA TITAHNING VISITA 09700271 Pembimbing: dr. TRIASTUTIK,Sp.A i

Asma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat

Citation preview

REFERAT ASMASMF ILMU KESEHATAN ANAK

Oleh:RIMA TITAHNING VISITA09700271Pembimbing:dr. TRIASTUTIK,Sp.A

RSUD DR.WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTOFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA2015

i

ASMA1.1 Pendahuluan Asma merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak di negara maju. Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan bahwa prevalens asma meningkat pada anak maupun dewasa. Asma memberi dampak negatif bagi kehidupan pengidapnya, seperti menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan membatasi kegiatan olahraga serta aktivitas seluruh keluarga. Prevalens total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalens tersebut sangat bervariasi. Terdapat perbedaan prevalens antar negara dan bahkan perbedaan juga didapat antar daerah di dalam suatu negara. Masalah epidemiologi saat ini adalah morbiditas dan mortalitas asma yang relatif tinggi. WHO memperkirakan saat ini terdapat 250.000 kematian akibat asma. Beberapa waktu yang lalu, penyakit asma bukan penyebab kematian yang berarti. Namun belakangan ini berbagai negara melaporkan bahwa terjadi peningkatan kematian akibat penyakit asma termasuk anak.1

1.2 DefinisiKeadaan inflamasi kronik dengan penyempitan saluran pernafasan yang reversibel.2 Secara klinis praktis adalah gejala batuk dan atau mengi berulang, terutama pada malam hari (nocturnal), reversibel (dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan) dan biasanya terdapat atopi pada pasien dan atau keluarganya.3 Menurut GINA (Global Initiative For Asthma) 2002, batasan asma menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanismenya. Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel eosinofil dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, biasanya bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan.4 1.3 EpidemiologiDi Amerika, 14 sampai 15 juta orang mengidap asma, dan 4,5 juta di antaranya adalah anak-anak. Di Indonesia, asma merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan pasien memerlukan perawatan, baik di rumah sakit maupun di rumah. Separo dari semua kasus asma berkembang sejak masa kanak-kanak, sedangkan sepertiganya pada masa dewasa sebelum umur 40 tahun.5 Terdapat variasi prevalensi, angka rawatan dan mortalitas asma, baik regional maupun lokal. Angka kejadian asma diberbagai Negara sulit dibandingkan, tidak jelas apakah perbedaan angka tersebut timbul karena adanya perbedaan kriteria diagnosis atau karena benar-benar terdapat perbedaan.1 Masalah epidemiologi yang lain saat ini adalah morbiditas dan mortalitas asma yang relative tinggi. WHO memperkirakan saat ini terdapat 250.000 kematian akibat asma. Beberapa waktu yang lalu penyakit asma bukan penyebab kematian yang berarti, namun belakangan ini berbagai Negara melaporkan bahwa terjadi peningkatan kematian akibat penyakit asma termasuk pada anak. Penelitian asma di Indonesia telah dilakukan dibeberapa sentral, tetapi belum semuanya menggunakan kuisioner standar.1

1.4 KlisifikasiPenggolongan asma tergantung pada derajat penyakitnya (aspek kronik) dan derajat serangannya (aspek akut). Berdasar derajat penyakitnya, asma dibagi menjadi (1) asma episodik jarang, (2) asma episodik sering dan (3) asma persisten. Berdasarkan derajat serangannya, asma dikelompokkan menjadi (1) serangan asma ringan, (2) sedang dan (3) berat.3

Tabel 1.1 Pembagian derajat penyakit asma pada anakParameter klinis, kebutuhan obat dan faal paruAsma episodik jarangAsma episodik seringAsma persisten

Frekuensi serangan< 1x/bulan> 1x/bulanSering

Lama serangan< 1 minggu 1 mingguHampir sepanjang tahun, tidak ada remisi

Intensitas seranganBiasanya ringanBiasanya sedangBiasanya berat

Di antara seranganTanpa gejalaSering ada gejalaGejala siang dan malam

Tidur dan aktifitasTidak tergangguSering tergangguSangat terganggu

Pemeriksaan fisis diluar seranganNormal (tidak ditemukan kelainan)Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)Tidak pernah normal

Obat pengendali (anti inflamasi)Tidak perluPerlu Perlu

Uji faal paru (di luar serangan)PEF/FEV1 > 80%PEF/FEV1 60-80%PEF/FEV1 < 60%Variabilitas 20-30%

Variabilitas faal paru (bila ada serangan)Variabilitas > 15%Variabilitas > 30%Variabilitas > 50%

Sumber: PDT3

Tabel 1.2 Penilaian derajad serangan asmaParameter klinis,Fungsi paru,laboratoriumRinganSedangBeratAncaman henti nafas

Sesak timbul-pada saat (breathless) Berjalan Bayi:menangis kerasBerbicara Bayi :-Tangis pendek dan lemah- Kesulitan makan/minumIstirahat Bayi : Tidak mau makan/minum

Bicara Kalimat Penggal kalimatKata-kata

Posisi Bisa berbaringLebih suka dudukDuduk bertopang lengan

Kesadaran Mungkin iritableBiasanya irritableBiasanya irritable

Bingung dan mengantuk

Sianosis Tidak adaTidak adaAda

Nyata/Jelas

Mengi (wheezing)Sedang, sering hanya pada akhir ekspirasiNyaring, sepanjang ekspirasi, inspirasiSangat nyaring, terdengar tanpa stetoskopSulit/tidak terdengar

Sesak nafasMinimalSedangBerat

Obat Bantu nafasBiasanya tidakBiasanya yaYaGerakan paradok torako-abdominal

Retraksi Dangkal, retraksi interkostalSedang, ditambah retraksi suprasternalDalam, ditambah nafas cuping hidungDangkal / hilang

Laju nafasMeningkat Meningkat Meningkat Menurun

Pedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar :Usia laju nafas normal< 2 bulan < 60 / menit2 -12 bulan < 50 / menit1 -5 tahun < 40 / menit6 - 8 tahun < 30 / menit

Laju nadiNormal Takikardi TakikardiBradikardi

Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :Usia laju nadi normal2 - 12 bulan < 160 / menit1 - 2 tahun < 120 / menit3 - 8 tahun < 110 / menit

Pulsus paradoksus (pemeriksaannya tidak praktis)Tidak ada < 10 mmHgAda 10-20 mmHgAda > 20 mmHgTidak ada, tanda kelelahan otot nafas

PEFR atau FEV1 (% nilai dugaan/% nilai terbaik)-pra bronkodila tor-pasca bronkodila tor

> 60%

40-60%

> 80%

60-80%

< 40%

< 60%Respon < 2 jam

SaO2 %> 95%91-95% 90%

PaO2Normal biasanya tidak perlu diperiksa> 60 mmHg< 60 mmHg

PaCO2< 45 mmHg< 45 mmHg> 45 mmHg

Sumber: PDT310

1.5 Faktor resiko Serangan asma bervariasi mulai dari ringan sampai berat dan emngancam kehidupan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian asma, berat ringannya penyakit serta kematian akibat asma seperti olahraga (exercise), alergen, infeksi, perubahan suhu udara yang mendadak, atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok, dan lain-lain. Selain itu berbagai faktor turut mempengaruhi tinggi rendahnya prevalens asma di suatu tempat, misalnya usia, jenis kelamin, ras, sosio-ekonomi dan faktor lingkungan. Beberapa faktor tersebut telah disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih dalam penelitian.1 1. Jenis kelaminMenurut laporan beberapa penelitian, didapatkan bahwa prevalens asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali lipat anak perempuan. Namun dari benua Amerika tidak ada perbedaan prevalens antara anak laki-laki (51,1 per 1000) dan perempuan (56,2 per 1000).2. UsiaUmumnya pada kebanyakan kasus asma persisten, gejala seperti asma pertama kali timbul pada usia muda, yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan. Dari Melbourne (Australia), dilaporkan bahwa 25% anak dengan asma persisten mendapat serangan mengi pada usia < 6 bulan, dan 75% mendapat serangan mengi pada usia < 6 bulan, dan 75% mendapat serangan mengi pertama sebelum usia 3 tahun. Hanya 5% anak dengan asma persisten terbebas dari gejala asma pada usia 28-35 tahun, 60% tetap menunjukkan gejala seperti saat anak-anak dan sisanya masih sering mendapat serangan meskipun lebih ringan daripada saat masa anak-anak.3. Riwayat atopiAdanya atopi berhubungan dengan meningkatnya resiko asma persisten dan beratnya asma. Terdapat juga laporan bahwa anak dengan mengi persisten dalam kurun waktu 6 tahun pertama kehidupan mempunyai kadar IgE lebih tinggi daripada anak yang tidak pernah mengalami mengi, pada usia 9 bulan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa sensitisasi alergi terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan, merupakan prediktor timbulnya asma.4. LingkunganAdanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan resiko penyakit asma. Alergen yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain adalah serpihan kulit binatang piaraan, tungau, debu rumah, jamur, dan kecoa.5. RasMenurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa prevalens asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih. Pada tahun 1993-1994, rata-rata prevalens adalah 57,8 per 1000 populasi kuli hitam, 50,8 per 1000 kulit putih sedangkan untuk ras lain adalah 46,8 per 1000. Tingginya prevalens tersebut dipengaruhi oleh pendapatan dan pendidikan. Disamping itu, kematian alkibat asma pada ras kulit hitam juga lebih tinggi, yaitu 34 per 1000 berbanding 0,65 per 1000 pada anak kulit putih.6. Asap rokokPrevalens pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak yang tidak terpajan asap rokok. Resiko terhadap asap rokok sudah dimulai sejak janin dalam kandungan, umunya berlangsung terus setelah anak dilahirkan , dan menyebabkan meningkatnya resiko. Pada anak yang terpajan asap rokok, kejadian eksaserbasi lebih tinggi, anak lebih sering tidak masuk sekolah, dan umumnya fungsi faal parunya lebih buruk daripada anak yang tidak terpajan.7. Outdoor air polutionBeberapa partikel halus di udara seperti debu jalan raya, nitrat oksida, karbon monoksida, atau SO2, diduga berperan pada penyakit asma, meningkatkan gejal asma tetapi belum didapatkan bukti yang disepakati. Beberapa penelitian di Eropa mendapatkan bahwa lingkungan pertanian dan peternakan memeberi efek proteksi bagi penyakit asma. Pada anak-anak yang yang cepat terpajan dengan lingkungan tersebut, kejadian asma rendah. Prevalens asma paling rendah pada anak tahun pertama usianya kontak dengan kandang binatang dan pemerahan susu. Mekanisme efek proteksi belum terungkap. Namun secara teoritis, diduga bahwa adanya pajanan terhadap endotoksin sebagai komponen bakteri dalam jumlah banyak dan waktu yang dini mengakibatkan sistem imun anak terangsang melalui jejak Th1. Saat ini teori tersebut dikenal sebagai Hygiene hypothesis.8. Infeksi respiratorikBeberapa penelitian mendapatkan adanya hubungan terbalik antara atopi (termasuk asma) dengan infeksi respiratorik. Penelitian di Jerman mendapatkan adanya penurunan prevalens asma sebanyak 50% pada anak usia 7 tahun yang saat bayi mengalami rhinitis. Penelitian di New Guinea menunjukkan bahwa kelompok anak yang sering terserang infeksi respiratorik mempunyai prevalens asma yang rendah. Sebenarnya hubungan antara infeksi respiratotik dengan prevalens asma masih merupakan kontroversi. Namun hal ini tidak berlaku pada infeksi respiratory synctial virus (RSV) di usia dini yang mengakibatkan infeksi saluran pernapasan bawah. Infeksi RSV merupakan faktor resiko yang bermakna untuk terjadinya mengi di usia 6 tahun. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa infeksi virus berulang yang tidak menyebabkan infeksi respiratorik bawah dapat memeberikan anak proteksi terhadap asma.

1.6 Faktor Pemicu1) ISPA (rhinovirus, influenza, pneumonia, dll)2) Alergen (debu, serbuk sari bunga, tengu, kecoa, jamur, dll)3) Lingkungan (udara dingin, gas SO2, NO2, asap rokok, dll)4) Emosi : cemas, stress5) Olahraga: terutama pada suhu dingin dan kering6) Obat/pengawet : Aspirin, NSAID, sulfit, benzalkonium klorida, beta bloker7) Stimulus pekerjaan

Gambar 1.1 Faktor pemicu asma5

1.7 PatogenesisProses patologi pada serangan asma termasuk adanya konstriksi bronkus, udema mukosa dan infiltrasi dengan sel-sel inflamasi (eosinofil, netrofil, basofil, makrofag) dan deskuamasi sel-sel epitel. Dilepaskannya berbagai mediator inflamasi seperti histamin, lekotriene C4, D4 dan E4, P.A.F yang mengakibatkan adanya konstriksi bronkus, edema mukosa dan penumpukan mukus yang kental dalam lumen saluran nafas. Sumbatan yang terjadi tidak seragam/merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan nafas menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-perfusion mismatch). Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi peningkatan kerja nafas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran nafas yang menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran nafas, sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang bermanisfestasi sebagai pulsus paradoksus.3 Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan kerja nafas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 yang akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan nafas yang berat, akan terjadi kelelahan otot nafas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal nafas. Selain itu dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot nafas. Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal, namun jarang terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokontriksi dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan resiko terjadinya atelektasis.3

Gambar 1.2 Patofisiologi Alergi pada Asma

Gambar 1.3 Obstuctive Lung Disease6

Gambar 1.4 Modern View of Asthma5

Tabel 1.3 Berbagai mediator yang terlibat dalam asma

Sumber: Zullies5

1.8 Gejala Klinis Gambaran Klinis Asma Klasik :a. Serangan episodik batuk terutama terjadi pada malam hari (awal: tanpa disertai sekret, lanjut: sekret mukoid, putih, kadang purulen) b. Mengi (wheezing)c. Sesak nafas (dispneu)

1.9 Alur Diagnosa Asma

Gambar 1.5 Alur Diagnosa Asma31.10 Diagnosa Banding a. Batuk Kronik Berulangb. Rinosinobronkhitisc. GERd. OSASe. Fibrosis Kistikf. Benda asingg. Focal cord difunctionh. Primary cilliary diskinesis

1.11 Penatalaksanaan Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya tentang penyakit asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta medikamentosa. Medikamentosa yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pereda (reliever) dan pengendali (controller). Tata laksana asma dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat serangan (asma akut) dan di luar serangan (asma kronik).Di luar serangan, pemberian obat controller tergantung pada derajat asma. Pada asma episodik jarang, tidak diperlukan controller, sedangkan pada asma episodik sering dan asma persisten memerlukan obat controller. Pada saat serangan lakukan prediksi derajat serangan, kemudian di tata laksana sesuai dengan derajatnya.Pada serangan asma akut yang berat : Berikan oksigen Nebulasi dengan b-agonis antikolinergik dengan oksigen dengan 4-6 kali pemberian Koreksi asidosis, dehidrasi dan gangguan elektrolit bila ada Berikan steroid intra vena secara bolus, tiap 6-8 jam Berikan aminofilin intra vena : Bila pasien belum mendapatkan amonifilin sebelumnya, berikan aminofilin dosis awal 6 mg/kgBB dalam dekstrosa atau NaCl sebanyak 20 ml dalam 20-30 menit Bila pasien telah mendapatkan aminofilin (kurang dari 4 jam), dosis diberikan separuhnya. Bila mungkin kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml Selanjutnya berikan aminofilin dosis rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam Bila terjadi perbaikan klinis, nebulasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam, dan pemberian steroid dan aminofilin dapat per oral Bila dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali obat -agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain itu steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksana.

Gambar 1.6 Tatalaksana serangan asma pada anak3

Obat-obat yang umum digunakanTabel 1.4 Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasiCairan , Obat, WaktuNebulisasi jetNebulisasi ultrasonik

Garam faali (NaCl 0,9%)5 ml10 ml

-agonis/antikolinergik/steroidLihat tabel 2

Waktu 10-15 menit3-5 menit

Sumber: PDTTabel 1.5 Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosisNama generikNama dagangSediaanDosis nebulisasi

Golongan -agonis

FenoterolBerotec Solution 0,1%5-10 tetes

Salbutamol Ventolin Nebule 2,5 mg1 nebule (0,1-0,15 mg/kg)

Terbutalin Bricasma Respule 2,5 mg1 repsule

Golongan antikolinergik

Ipratropium bromideAtroven Solution 0,025%> 6 thn : 8-20 tetes 6 thn : 4-10 tetes

Golongan steroid

Budesonide FluticasonePulmicort FlixotideRespule Nebule

Sumber: PDT

Tabel 1.6 Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asmaSteroid Oral :Nama GenerikNama DagangSediaanDosis

PrednisolonMedrol, MedixonLameson, UrbasonTablet4 mg1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

PrednisonHostacortin, Pehacort, DellacortaTablet5 mg1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

TriamsinolonKenacortTablet4 mg1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam

Sumber: PDT

Steroid Injeksi :Nama GenerikNama DagangSediaanJalurDosis

M. prednisolonsuksinatSolu-MedrolMedixon Vial 125 mg Vial 500 mgIV / IM1-2 mg/kg tiap 6 jam

Hidrokortison-SuksinatSolu-CortefSilacortVial 100 mgVial 100 mgIV / IM4 mg/kgBB/xtiap 6 jam

Deksametason OradexonKalmetasonFortecortinCorsona Ampul 5 mgAmpul 4 mgAmpul 4 mgAmpul 5 mgIV / IM0,5-1mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8 jam

BetametasonCelestoneAmpul 4 mgIV / IM0,05-0,1 mg/kgBB tiap 6 jam

Sumber: PDT

1.12 PrognosisTabel 1.7 Sistem Skoring Pernafasan012

Sianosis(-)(+) pada udara kamar(+) pada 40% O2

Aktifitas otot-otot pernafasan tambahan(-)SedangNyata

Pertukaran udaraBaikSedangJelek

Keadaan mentalNormalDepresi/gelisahKoma

Pulsus paradoksus (Torr)< 1010-40> 40

PaO2 (Torr)70-100 70 pada udara kamar 70 pada 40%O2

PaCO2 (Torr)< 4040-65> 65

Skor :0-4 : tidak ada bahaya5-6: akan terjadi gagal nafas siapkan UGD 7: gagal nafas

DAFTAR PUSTAKA

1. Nastiti NR, Bambang S, Darmawan BS. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Badan Penerbit IDAI, Jakarta. 20082. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO dan Depkes RI, Jakarta. 20093. Landia S, Retno A, Makmuri. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU DR.Soetomo Surabaya. FK UNAIR, Surabaya. 2008 4. National Heart, Lung and Blood Institute, World Health Organization. Global Initiative For Asthma : Global Strategy for asthma management and preventi on. Maryland, 2002.5. Zullies I. Asma (serial online) Last update July/31/2009. [cited March/24/2010,16.30]. Available from: URL: http://www.pediatri.com6. Stefan S, Florian L. Color Atlas Of Pathophisiology. Stuttgart, New York. 2000