Upload
erlina-ratmayanti
View
113
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
medical
TUTORIAL
RESPIRASI ALERGI
ASMA BRONKIAL
Oleh:
Afnies Basugis 0708015035
Pembimbing:
dr. Hj. Sukartini, Sp.A
LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FK UNMUL – RSUD A. W. SJAHRANIE
SAMARINDA
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang
paling sering ditemukan, terutama dinegara maju. Penyakit ini
pada umumnya dimulai sejak masa anak-anak, asma merupakan
suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang
meyebabkan peradangan. Biasanya penyempitan ini sementara,
penyakit ini paling banyak menyerang anak dan berpotensi
untuk menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda
dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan
karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik dan atau
kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal),
musiman, adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik dan
bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada
pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah
disingkirkan). Asma adalah penyakit yang masih menjadi
masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia,
diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit
yang ringan sampai berat, bahkan dapat mematikan. Lebih dari
seratus juta penduduk di seluruh dunia menderita asma dengan
peningkatan prevalensi pada anak-anak). Asma merupakan
gangguan saluran nafas yang sangat kompleks, tidak memiliki
sifat yang khas, baik gambaran klinis, faktor pencetus proses
perjalanan penyakit, maupun pola mekanisme terjadinya sangat
bervariasi. Meskipun begitu, asma memiliki ciri klasik berupa
2
mengi (wheezing), bronkokontriksi, terjadi sembab mukosa dan
hipersekresi.
Pelayanan kesehatan anak terpadu dan holistik adalah
pendekatan yang paling tepat dalam penanganan penyakit
asma. Hal ini meliputi aspek promotif (peningkatan), preventif
(pencegahan), kuratif (penyembuhan) dan rehabilitatif
(pemulihan) yang dilaksanakan secara holistik (paripurna) untuk
mencapai tumbuh kembang anak yang optimal. Agar asma
terkontrol dengan baik maka kemandirian anak dalam
menghadapi asma perlu dikembangkan, karena dengan
kemandirian ini akan meningkatkan rasa percaya diri, baik pada
orang tua maupun anak yang menderita asma. Untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kemandirian orang tua dan
anak, perlu ditingkatkan pengetahuan dan ketrampilan mengenai
asma serta segi-segi cara penanggulangannya.
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan laporan kasus tutorial ini adalah :
1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.
2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan
yang terdapat pada kasus.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas pasien :
• Ruang perawatan : Melati
• Nama : An. H
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Umur : 9 tahun
• Alamat : Dsn Sumber Mulyo RT 22 Teluk Dalam
• Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
Identitas Orang Tua
• Nama Ayah : Tn. M
• Umur : 30 tahun
• Alamat : Dsn Sumber Mulyo RT 22 Teluk Dalam
• Pekerjaan : swasta
• Pendidikan Terakhir : SLTA
• Ayah perkawinan ke : 1
• Riwayat kesehatan ayah : sehat
• Nama Ibu : Ny. M
• Umur : 27 tahun
4
• Alamat : Dsn Sumber Mulyo RT 22 Teluk Dalam
• Pekerjaan : IRT
• Pendidikan Terakhir : SMP
• Ibu perkawinan ke : 1
• Riwayat kesehatan ibu : sehat
Anamnesis
Anamnesis didapatkan dari auto dan alloanamnesis. Alloanamnesis dilakukan terhadap ibu pasien pada tanggal 14 Oktober 2012 pukul 13.00 WITA.
Keluhan Utama
Sesak napas
R i wayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 4 jam sebelum dibawa ke RS.
Sesak dirasakan tiba-tiba dan terus menerus. Tidak ada batuk dan demam. Pasien
sering mengeluh sesak napas saat kelelahan atau setelah meminum minuman
dalam kemasan, sesak berkurang dengan istirahat. Pasien pernah mengalami sesak
seperti ini sebelumnya, namun hanya dibawa ke puskesmas terdekat.
BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat asma sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa
Riwayat Kehamilan
5
Pemeliharaan Prenatal
• Periksa di : praktek bidan
• Penyakit kehamilan : -
• Obat-obatan yang sering diminum : vitamin
Riwayat Kelahiran :
• Lahir di : rumah
• di tolong oleh : bidan
• Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan 2 hari
• Jenis partus : spontan
Pemeliharaan postnatal
• Periksa di : bidan
• Keluarga berencana : ya
• Memakai sistem : spiral
• Sikap dan kepercayaan : percaya
Pertumbuhan dan perkembangan anak :
• Berat badan lahir : 2900 gram
• Panjang badan lahir : 48 cm
• Miring : ibu lupa
• Tengkurap : ibu lupa
• Tersenyum : ibu lupa
• Duduk : ibu lupa
• Gigi keluar : ibu lupa
• Merangkak : ibu lupa
• Berdiri : 1 tahun
• Berjalan : 1 tahun
• Berbicara dua suku kata : 1,5 tahun
• Masuk TK : 5,5 tahun
• Masuk SD : 6,5 tahun
6
Riwayat Makan Minum anak :
• ASI : 0 hari
• Dihentikan : 2 tahun
• Alasan : -
• Susu sapi/buatan : -
• Jenis susu buatan : -
• Takaran : -
• Frekuensi : -
• Buah : 4 bulan
• Bubur susu : -
• Tim saring : 4 bulan
• Makanan padat dan lauknya : ibu lupa
Riwayat Imunisasi :
ImunisasiUsia Saat Imunisasi
I II III IV
BCG 1 bulan //////// /////// ///////
Polio 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan ///////// //////// ///////
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan ///////
Hepatitis B 2 bulan 3 bulan 4 bulan ///////
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal : 14 Oktober 2012 (pukul 13.00 WITA)
Antropometri
• Berat badan : 20 kg
• Panjang Badan : 130 cm
Tanda Vital
7
• Nadi : 80 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat)
• Frekuensi napas : 36 x/menit
• Suhu aksiler : 36,4 ⁰C
Keadaan Umum
• Kesan sakit : sakit sedang
• Kesadaran : compos mentis
• Status Gizi : gizi kurang
Rumus Behrman
BB ideal = (umur dalam tahun x 7)-5 : 2 = 29
Status gizi = BB sekarang/BB ideal x 100% =
= 20/29 x 100%
= 69%
Kepala
• Rambut : hitam
• Mata : cowong (-), edema pre orbita (-/-), anemis (-), ikterik (-), pupil 3
mm / 3 mm, Reflek cahaya +/+
• Hidung : sumbat (-), bau (-), selaput putih (-)
• Telinga : Bersih, Bau (-), sakit (-)
• Mulut : lidah bersih, tonsil dan faring tidak hiperemi
Leher
• pembesaran kelenjar : (-)
• kaku kuduk : (-)
Kulit
Kering dengan turgor kulit baik
8
Dada
• Inspeksi : diam simetris, gerak simetris, retraksi suprasternal (+),
retraksi interkostal (+)
• Palpasi : krepitasi (-)
• Perkusi : sonor
• Auskultasi : ronkhi (-/-), wheezing (+/+)
Jantung
• Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus Cordis teraba pada ICS V MCL Sinistra
• Perkusi : Batas Kiri = ICS V MCL Sinistra
Batas Kanan = ICS IV PSL Dextra
• Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)
Abdomen
• Inspeksi : datar, venektasi (-)
• Palpasi : organomegali (-)
• Perkusi : timpani
• Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas
• Akral hangat, sianosis (-), edema -- -- -- --
Pemeriksaan refleks:
Refleks fisiologi :
• Refleks patella : +/+
• Refleks achilles : +/+
• Refleks tendo biceps : +/+
• Refleks triceps : +/+
Pemeriksaan Penunjang
9
Darah lengkap 13 Oktober 2012
Hemoglobin : 13.0 gr/dl
Leukosit : 21.200 103/µL
Trombosit : 400.000
Hematrokit : 41,3 %
GDS : 242 mg/dl
Diagnosis Kerja : Asma Bronkial eksaserbasi akut
Terapi : IVFD D5 ½ NS 15 tpm
Nebulizer Combivent 1 amp kemudian istirahat 5 menit
kemudian, nebulizer Polmicard 1 amp (8 x sehari)
Injeksi Dexametason 3 x 3mg IV
Paracetamol Syrup 3 x ½cth (bila demam)
Prognosis : Bonam
Lembar Follow-Up
Tanggal Perjalanan Penyakit Pengobatan
14-10-2012
BB: 20 kg
S : sesak (+), demam (-),
batuk (+).
O : CM, T: 36.4°C, nadi 100
kali/menit, RR 46 kali/menit,
anemis (-/-), ikt (-/-), rh (-/-),
wh (+/+).
IVFD D5 ½ NS 15 tpm
Paracetamol 3x ½ cth
Ctm 8mg, Dmp 5mg, Salbu-
tamol 1.8mg m.f. Pulv 3x1
Inj Dexametason 3x3mg IV
Cefotaxime 3x500 mg
15-10-2012
BB: 20 kg
S : sesak (+), batuk (+),
demam (-),
Terapi lanjut
10
O: CM, nadi 80 kali/menit, RR
36 kali/menit, T: 36.80C,
anemis (-/-), ikt (-/-), rh (-/-),
wh (+/+).
16-10-2012
BB : 20 kg
S : demam (-), batuk (-),
sesak (+) ↓
O: CM, nadi 76 kali/menit, T:
35.6°C, RR 30 kali/menit,
anemis (-/-), ikt (-/-), rh (-/-),
wh (-/-)
Terapi lanjut
17-10-2012
BB : 20 kg
S : sesak (-), demam (-),
batuk (-)
O: CM, nadi 80 kali/menit, T:
36.3°C, RR 30 kali/menit,
anemis (-/-), ikt (-/-), rh (-/-),
wh (-/-)
Pulang
Cefixime 2 x 1 Cth
Ambroxol 2 x 1 Cth
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan
napas yangmenimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat danbatuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan denganobstruksi jalan napas yang luas, bervariasi
dan seringkali bersifat reversibel dengan atautanpa pengobatan.
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas
yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat
di dada terutama pada malam danatau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik
dengan atau tanpa pengobatan.
Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama beberapa menit
hingga beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami kesembuhan klinik
yang total. Namun demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi
jalan napas denganderajat tertentu setiap harinya. Fase ini dapat ringan dengan
atau tanpa disertai episode yangberat atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi
hebat yang berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Keadaan
semacam ini dikenal sebagai status asmatikus. Pada beberapa keadaan yang jarang
ditemui, serangan asma yang akut dapat berakhir dengan kematian.
3.2 Etiologi
Dari sudut etiologik, asma merupakan penyakit heterogenosa. Klasifikasi asma
dibuat berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau rangsangan yang berkaitan
12
dengan episode akut. Berdasarkan stimuli yang menyebabkan asma, dua kategori
timbal balik dapatdipisahkan :
1. Asma ekstrinsik imunologik
Ditemukan kurang dari 10% dari semua kasus. Biasanya terlihat pada
anak-anak,umumnya tidak berat dan lebih mudah ditangani daripada
bentuk intrinsik. Kebanyakan penderita adalah atopik dan mempunyai
riwayat keluarga yang jelas dari semua bentuk alergi dan mungkin asma
bronkial. Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-
faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
danspora jamur.Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi.
2. Asma intrinsik imunologik
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti aspirin dan obat-obat sejenisnya,
latihan jasmani,emosi, cuaca/ udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi saluranpernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan denganberlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien
akan mengalami asma gabungan. Dapat terjadi pada segala usia dan
adakecenderungan untuk lebih sering kambuh dan berat. Lebih sering
berkembang ke status asmatikus.
Banyak penderita mempunyai kedua bentuk asma diatas. Penting untuk
ditekankan bahwa perbedaan ini sering hanya merupakan perkiraan saja dan
jawaban terhadap subklasifikasi yang diberikan biasanya dapat dibangkitkan oleh
lebih dari satu jenis rangsangan. Dengan mengingat hal ini, dapat diperoleh dua
kelompok besar, yaitu alergi dan idiosinkrasi. Asma alergik seringkali disertai
dengan riwayat pribadi dan atau keluarga mengenai penyakit alergi, seperti rinitis,
urtikaria dan ekzema. Reaksi kulit wheal and flare yang positif terhadap
penyuntikan intradermal ekstrak antigen yang terbawa udara, peningkatan kadar
13
IgE dalam serum dan respons positif terhadap tes provokasi yang meliputi inhalasi
antigen spesifik.
Idiosinkrasi disebut sebagai bagian dari populasi pasien asma yang akan
memperlihatkan riwayat alergi pribadi atau keluarga negatif, uji kulit negatif, dan
kadar IgE serum normal. Oleh sebab itu tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan
mekanisme imunologik yang sudah jelas. Banyak pasien kelompok ini akan
menderita kompleks gejala yang khusus berdasarkan gangguan saluran napas
bagian atas. Gejala awal mungkin hanya berupa gejala flu biasa, tetapi setelah
beberapa hari pasien mulai mengalami mengi paroksismal dan dispnea yang dapat
berlangsung selama berhari-hari samapai berbulan-bulan.
3.3 Faktor Risiko
Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik
dan faktor lingkungan.
1. Faktor genetik
Hipereaktivitas
Atopi/alergi bronkus
Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
Jenis kelamin
Ras/etnik
2. Faktor lingkungan
Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur dll)
Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut,
susu sapi, telur)
Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker
dll)
14
Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-
lain)
Ekpresi emosi berlebih
Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukana
ktifitas tertentu
Perubahan cuaca
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu dan faktor
lingkungan. Interaksi faktor genetik atau pejamu dengan lingkungan dipikirkan
melalui kemungkinan :
Pajanan limgkungan hanya meningkatkan risiko asma pada
individu dengan genetik asma
Baik faktor lingkungan maupun faktor pejamu atau genetik masing-masing
meningkatkan risiko asma
Disini faktor pejamu termasuk predisposisi yang mempengaruhi
untuk berkembangnya asma,yaitu genetik asma, alergik (atopik), hiperreaktivitas
bronkus, jenis kelamin dan ras. Fenotipyang berkaitan dengan asma dikaitkan
dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif (hiperreaktivitas bronkus, kadar IgE
serum) dan atau keduanya. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan
kecenderungan atau predisposisiasma untuk berkembang menjadi asma,
menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan ataumenyebabkan gejala-gejala asma
menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu allergen,sensitisasi lingkungan
kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, statusekonomi
dan besarnya keluarga. Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan
kerjadipertimbangkan sebagai penyebab utama asma dengan pengertian faktor
lingkungan tersebutpada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan
kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan
menetapnya gejala.
15
3.4 Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi
berperan,terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, sel epitel.
1. Inflamasi akut Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor
antara lain virus, iritan,alergen yang dapat menginduksi respons inflamasi
akut.
Reaksi asma tipe cepat dan spasmogenik
Jika ada pencetus terjadi peningkatan tahanan saluran napas yang cepat
dalam 10-15menit. Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel
mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut
mengeluarkan performed mediator seperti histamin protease dan newly
generated mediator seperti leukotrien, prostaglandin dan
platelet activating factor yang menyebabkan kontraksi otot polos,sekresi
mukus dan vasodilatasi. Reaksi tersebut dapat hilang segera, baik
secaraspontan maupun dengan bronkodilator seperti simpatomimetik.
Perubahan ini dapatdicegah dengan pemberian kromoglikat atau antagonis
H1 dan H2 sebelumnya. Keadaan ini tidak dipengaruhi oleh pemberian
kortikosteroid beberapa saat sebelumnya. Tetapi pemberian kortikosteroid
untuk beberapa hari sebelumnya dapatmencegah reaksi ini.
Reaksi fase lambat dan lama
Reaksi ini timbul antara 6 – 9 jam setelah provokasi alergen dan
melibatkanpengerahan serta aktivasi eosinofil, sel CD4+, netrofil dan
makrofag. Patogenesisreaksi yang tergantung pada IgE, biasanya
berhubungan dengan pengumpulan netrofil 4– 8 jam setelah rangsangan.
Reaksi lamabat ini mungkin juga berhubungan denganreaktivasi sel mast.
Leukotrien, prostaglandin dan tromboksan mungkin jugamempunyai
peranan pada reaksi lambat karena mediator ini menyebabkan
kontraksiotot polos bronkus yang lama dan edema submukosa. Reaksi
16
lambat dapat dihambatoleh pemberian kromiglikat, kortikosteroid,
dan ketotifen sebelumnya.
2. Inflamasi kronik
Asma yang berlanjut yang tidak dobati atau kurang terkontrol
berhubungan denganinflamasi di dalam dan disekitar bronkus. Berbagai
sel terlibat dan teraktivasi, sepertilimfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast,
sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus. Padaotopsi ditemukan infiltrasi
bronkus oleh eosinofil dan sel mononuklear. Sering ditemukansumbatan
bronkus oleh mukus yang lengket dan kental. Sumbatan bronkus oleh
mukusini bahkan dapat terlihat sampai alveoli. Infiltrasi eosinofil dan sel-
sel mononuklearterjadi akibat factor kemotaktik dari sel mast seperti ECF-
A dan LTB4. Mediator PAF yang dihasilkan oleh sel mast, basofil dan
makrofag yang dapat menyebabkan hipertrofiotot polos dan kerusakan
mukosa bronkus serta menyebabkan bronkokonstriksi yanglebih kuat.
Kortikosteroid biasanya memberikan hasil yang baik. Diduga, ketotifen
dapat juga mencegah fase ketiga ini.
Airway remodeling
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan
remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling,
juga komponen lainnyaseperti matriks ekstraselular, membran retikular
basal, matriks interstitial, fibrogenicgrowth factor, protease dan
inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus.
Perubahan struktur yang terjadi
1.Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas.
2. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
3.Penebalan membran retikular basal
4.Pembuluh darah meningkat
5.Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
6.Perubahan struktur parenkim
7.Peningkata fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
17
Airway remodeling merupakan fenomena sekunder dari inflamasi atau
merupakan akibatinflamasi yang terus menerus. Konsekuensi klinis airway
remodeling adalah peningkatangejala dan tanda asma seperti hiperreaktivitas jalan
napas, masalah distenbilitas/regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas.
Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam manajemen asma
terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut
3.5 Gambaran Klinis
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak
napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan
pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya
batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan
mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian
kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpadisertai mengi, dikenal dengan istilah
cough variant ashtma. Bila hal yang terkahir ini dicurigai, perlu dilakukan
pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau ujiprovokasi
bronkus dengan metakolin.
Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan
gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala
terhadap faktor pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang,
infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca.
Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk
pada awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang
gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik
bila pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya.
Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi dengan bahan
tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan
diagnosis.
18
Pemeriksaan fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan sedang
tidak ditemukan kelainan fisik di luar serangan.
Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk
paroksismal,kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang,
terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga.
Pada asma kronik bentuk toraks emfisematous, bongkok ke depan, sela iga
melebar, diameter anteroposteriortoraks bertambah.
Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah
posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara napas
melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah.
Terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi
bronkus banyak.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Mengi dapat tidak terdengar (silent chest ) pada serangan yang sangat berat
disertai gejala sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan
penggunaan obat bantu napas.
Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila
hubungannya dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan
penyakit yang dapat menghambat perkembangan anak. Gangguan
pertumbuhan biasanya terdapat pada asma yang sangat berat. Anak perlu
diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan, karena akibat
pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.
Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin
Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang
diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral
Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis
polimormonuklear.
19
Uji kulit alergi dan imunologi
1. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit
atau pengukuran IgE spesifik serum.
2. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi,
umumnyadilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang
banyak didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat
untuk diagnosisatopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun
negative palsu. Sehinggakonfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan
dan hubungannya dengan gejalaklinik harus selalu dilakukan.
Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaanyang lebih tepat, yaitu
uji provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan.Reaksi uji kulit
alergi dapat ditekan dengan pemberian antihistamin
3. Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan
menentukanpenatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada
keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism,
dermatitis/kelainan kulit pada lengantempat uji kulit dan lain-lain).
Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilaidalam diagnosis
alergi/atopi
Pemeriksaan Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi
mengenai asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai
dispnea dan mengi, sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru
antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter
objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:
· obstruksi jalan napas
· reversibiliti kelainan faal paru
· variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif
jalan napas
20
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima
secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan
arus puncak ekspirasi (APE).
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita
sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai
yang reproducible danacceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
· Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75%
atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
· Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ³ 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma
· Menilai derajat berat asma
Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau
pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow
meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik
dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas
ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/
dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di
rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE
dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.
21
Manfaat APE dalam diagnosis asma
· Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ³ 15% setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau
respons terapi kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)
· Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti
APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai
derajat berat penyakit (lihat klasifikasi)
Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di
samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi. Oleh
karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai
terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai
terbaik penderita yang bersangkutan..
Cara pemeriksaan variabiliti APE harian
Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk
mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2
cara :
· Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/ perbedaan
nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari
sebelumnya sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum
bronkodilator dan malam sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan
persentase rata-rata nilai APE harian. Nilai > 20% dipertimbangkan sebagai
asma.
APE malam - APE pagi
Variabiliti harian = -------------------------------------------- x 100 %
1/2 (APE malam + APE pagi)
22
· Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah
APE pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan
dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari).
Contoh :
Selama 1 minggu setiap hari diukur APE pagi dan malam , misalkan
didapatkan APE pagi terendah 300, dan APE malam tertinggi 400; maka
persentase dari nilai terbaik (% of the recent best) adalah 300/ 400 = 75%.
Metode tersebut paling mudah dan mungkin dilakukan untuk menilai
variabiliti.
3.6 Klasifikasi
Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (Sebelum Pengobatan)
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paruI. Intermiten
Bulanan
APE ³ 80% * Gejala < 1x/minggu
* Tanpa gejala di luar serangan* Serangan singkat
* £ 2 kali sebulan * VEP1 ³ 80% nilai prediksi APE ³ 80% nilai terbaik* Variabiliti APE < 20%
II. Persisten Ringan
Mingguan
APE > 80%
* Gejala > 1x/minggu, tetapi < 1x/ hari* Serangan dapat mengganggu aktiviti dan tidur
* > 2 kali sebulan * VEP1 ³ 80% nilai prediksi APE ³ 80% nilai terbaik* Variabiliti APE 20-30%
III. Persisten Sedang
Harian
APE 60 – 80%
* Gejala setiap hari* Serangan mengganggu aktiviti dan tidur*Membutuhkan bronkodilator setiap hari
* > 1x / seminggu * VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik* Variabiliti APE > 30%
IV. Persisten Berat
Kontinyu
APE £ 60%
* Gejala terus menerus* Sering kambuh
* Sering * VEP1 £ 60% nilai prediksi APE £ 60% nilai terbaik
23
* Aktiviti fisik terbatas * Variabiliti APE > 30%
Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan Tahapan Pengobatan yang digunakan saat penilaian
Gejala dan Faal paru dalam
Pengobatan
Tahap I Intermiten
Tahap 2 Persisten Ringan
Tahap 3 Persisten sedang
Tahap I : IntermitenGejala < 1x/ mggSerangan singkatGejala malam < 2x/ blnFaal paru normal di luar serangan
Intermiten
Persisten Ringan
Persisten Sedang
Tahap II : Persisten RinganGejala >1x/ mgg, tetapi <1x/ hariGejala malam >2x/bln, tetapi <1x/mggFaal paru normal di luar serangan
Persisten Ringan
Persisten Sedang
Persisten Berat
Tahap III: Persisten SedangGejala setiap hariSerangan mempengaruhi aktiviti dan tidurGejala malam > 1x/mgg60%<VEP1<80% nilai prediksi60%<APE<80% nilai terbaik
Persisten Sedang
Persisten Berat
Persisten Berat
Tahap IV: Persisten BeratGejala terus menerusSerangan seringGejala malam seringVEP1 ≤ 60% nilai prediksi, atauAPE ≤ 60% nilai terbaik
Persisten Berat
Persisten Berat
Persisten Berat
3.7 Diagnosa Banding
Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan
fibrosis kistik.
Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan
stenosis bronkus.
Tuberkulosis paru ditandai dengan batuk berdahak selama kurang lebih
2 minggu disertaidengan keringat malam, demam dan penurunan BB.
24
Bronkitis kronik. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang
mengeluarkansputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab
batuk kronik sepertituberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkarkan
dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien
berumur > 35 tahun dan perokok berat.Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari,
lama-kelamaan disertai mengi danmenurunnya kemampuan kegiatan jasmani.
pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal.
Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Asma
kardial. Dispnea paroksismal terutama malam hari dan biasanya didapatkan tanda-
tanda kelainan jantung.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis di seluruh
dunia,disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan
beratnya penyakityang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik
sehingga penderita tidak merasaperlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari
oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa
berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik
cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan
pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih
meningkatkan nilai diagnostik
Riwayat penyakit atau gejala :
1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.
3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.
4. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu.
5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit
1. Riwayat keluarga (atopi).
2. Riwayat alergi/atopi.
25
3. Penyakit lain yang memberatkan.
4. Perkembangan penyakit dan pengobatan
Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila
adabeban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup
banyak asma anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam
hari ketika hendak tidur, disertai sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering
didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang demikian, yang sudah dapat
dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan terbukti adanya
sifat-sifat asma. Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati
dengan obat batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat
bronkodilator, sangat mungkin merupakan bentuk asma.
3.8 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan asma bronkial adalah agar penderita dapat hidup normal, bebas
dari serangan asma serta memiliki faal paru senormal mungkin, mengurangi reaktifasi
saluran napas, sehingga menurunkan angka perawatan dan angka kematian akibat asma.
Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan asma dalam jangka pendek dapat menyebabkan
kematian , sedangkan jangka panjang dapat mengakibatkan peningkatan serangan atau
terjadi obstruksi paru yang menahun. Untuk pengobatan asma perlu diketahui juga
perjalanan penyakit, pemilihan obat yang tepat, cara untuk menghindari faktor pencetus.
Dalam penanganan pasien asma penting diberikan penjelasan tentang cara penggunaan.
Obat yang benar, pengenalan dan pengontrolan faktor alergi. Faktor alergi banyak
ditemukan dalam rumah seperti tungau debu rumah, alergen dari hewan, jamur,
dan alergen di luar rumah seperti zat yang berasal dari tepung sari, jamur, polusi
udara. Obat aspirin dan anti inflamasi non steroid dapat menjadi faktor pencetus
asma. Olah raga dan peningkatan aktivitas secara bertahap dapat mengurangi
gejala asma. Psikoterapi dan fisioterapi perlu diberikan pada penderita asma.
Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan
obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua
kelompok besar yaitu reliever dan controller. Reliever adalah obat yang cepat
26
menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran napas . Controller adalah obat
yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten. Obat yang termasuk
golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik, teofilin,dan kortikosteroid
sistemik. Agonis beta-2 adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan
asma. Agonis Beta-2 mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas
kapiler , dan mencegah pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Golongan
agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel mast, tapi obat golongan
ini tidak dapat mencegah respon lambat maupun menurunkan hiperresponsif
bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol
dan isoprenalin, merupakan obat golongan simpatomimetik. Efek samping obat
golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan kardiovaskuler, peningkatan
tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala. Pemakaian agonis
beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronik berat yang tidak
dapat lepas dari bronkodilator. Antikolinergik dapat digunakan sebagai
bronkodilator, misalnya ipratropium bromid dalam bentuk inhalasi. Ipratropium
bromid mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan
enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek samping
ipratropium inhalasi adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan. Mula kerja obat
ini lebih cepat dibandingkan dengan kerja obat agonis beta- 2 yang diberikan
secara inhalasi. Ipratropium bromid digunakan sebagai obat tambahan jika
pemberian agonis beta-2 belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat
ini terutama bermanfaat untuk penderita asma dengan hiperaktivitas bronkus yang
ekstrem atau pada penderita yang disertai dengan bronkitis yang kronis.
Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator
yang lemah, tetapi jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman ,
dan harganya murah . Dosis teofilin peroral 4 mg/kgBB/kali, pada orang dewasa
biasanya diberikan 125-200 mg/kali. Efek samping yang ditimbulkan pada
pemberian teofilin peroral terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual,
muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang. Efek samping yang lain ialah
diuresis. Pada pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan
terjadinya hipotensi , takikardi dan aritmia, stimulasi sistem saraf pusat. Obat
27
yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti
kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium nedokromil , dan antihistamin aksi
lambat. Obat agonis beta-2 aksi lambat dan teofilin lepas lambat dapat juga
digunakan sebagai controller. Natrium kromoglikat dapat mencegah
bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita
asma. Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap
lebih aman daripada kortikosteroid . Perkembangan terbaru natrium kromoglikat
menghasilkan natrium nedoksomil yang lebih poten. Obat ini digunakan sebagai
tambahan pada penderita asma yang sudah mendapat terapi kortikosteroid tetapi
belum mendapat hasil yang optimal. Antihistamin tidak digunakan sebagai obat
utama untuk mengobati asma., biasanya hanya diberikan pada pasien yang
mempunyai riwayat penyakit atopik seperti rinitis alergi. Pemberian antihistamin
selama 3 bulan pada sebagian penderita asma dengan dasar alergi dapat
mengurangi gejala asma. Kortikosteroid merupakan anti inflamasi yang paling
kuat . Kortikosteroid menekan respons inflamasi dengan cara mengurangi
kebocoran mikrovaskuler, menghambat produksi dan sekresi sitokin, mencegah
kemotaksis dan aktivitas sel inflamasi, mengurangi sel inflamasi, dan
menghambat sintesis leukotrin. Kortikosteroid dapat meningkatkan sensitifitas
otot pernafasan yang dipengaruhi oleh stimulasi beta-2 melalui peningkatan
reseptor beta adrenergik. Pemberian steroid dianjurkan dengan dosis seminimal
mungkin. Pemberian kortikosteroid peroral dapat diberikan secara intermiten
beberapa hari dalam sebulan atau dosis tunggal pagi selang sehari (alternate day),
atau dosis tunggal pagi hari. Pemberian kortikosteroid peroral sering
menimbulkan efek samping pada saluran cerna seperti gastritis, penurunan daya
tahan tubuh, osteoporosis, peningkatan kadar gula darah dan tekanan darah,
gangguan psikiatri, hipokalemi, moonface, retensi natrium dan cairan, obesitas,
cushing syndrom , bullneck dan yang paling ditakutkan adalah terjadinya supresi
kelenjar adrenal. Efek samping timbul terutama pada pemberian sistemik dalam
jangka lama, maka lebih baik diberikan obat steroid kerja pendek misalnya
prednison, hidrokortison, atau metilprednisolon .
28
Prednison diberikan 40-60 mg/hari/oral , kemudian diturunkan secara bertahap
50% setiap 3-5 hari. Hidrokortison diberikan 4 mg/kgBB secara bolus diikuti
3mg/kgBB/6jam. Metilprednisolon diberikan 50-100 mg/6 jam secara intravena.
Sekarang ini tersedia kortikosteroid dalam bentuk inhalasi seperti budesonide,
fluticasone. Dosis budesonide inhalasi untuk orang dewasa bervariasi, dosis awal
yang dianjurkan adalah 400-1600 mikrogram /hari dibagi dalam 2-4 dosis,
sedangkan untuk anak dianjurkan 200-400 mikrogram/hari dibagi dalam 2-4
dosis.
Pemberian kortikosteroid secara inhalasi lebih baik dibandingkan pemberian
secara sistemik, karena konsentrasi obat yang tinggi pada tempat pemberian
langsung dibawa melalui pernafasan dan bekerja langsung pada saluran napas
sehingga memberikan efek samping sistemik yang lebih kecil. Penelitian dari
Agertoft dan Pedersen. menunjukkan bahwa pemakaian budesonide tidak
mengganggu pertumbuhan anak. Penggunaan kortikosteroid inhalasi merupakan
pilihan pertama untuk menggantikan steroid sistemik pada penderita asma kronik
yang berat. Efek samping yang sering ditimbulkan dapat berupa kandidiasis
orofaring, refleks batuk, suara serak, infeksi paru, dan kerusakan mukosa.
Pernah dilaporkan efek samping dispnoe dan bronkospasme pada penggunaan
kortikosteroid inhalasi. Dalam beberapa penelitian diketahui bahwa penggunaan
kortikosteroid secara inhalasi tidak menyebabkan terjadinya osteoporosis,
gangguan pertumbuhan, dan gangguan toleransi glukosa.
Pemberian kortikosteroid sistemik lebih sering menimbulkan efek samping, maka
sekarang dikembangkan pemberian obat secara inhalasi. Keuntungan pemberian
obat inhalasi yaitu mula kerja yang cepat karena obat bekerja langsung pada target
organ, diperlukan dosis yang kecil secara lokal, dan efek samping yang minimal.
Dengan demikian untuk mengatasi asma kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan
yang lebih baik.
3.9 Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi
emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan
29
memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran
jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik
dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison. Bila
sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat
terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung
lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi
bronkopneumonia. Serangan asmayang terus menerus dan beberapa hari serta
berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila
tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagal
jantung, bahkan kematian.
3.10Prognosis
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang
jumlahnya10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran k
ota dengan fasilitas kesehatan terbatas. Informasi mengenai perjalanan klinis asma
menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50 – 80% pasien, khususnya
pasien yang penyakitnya ringan dan timbul padamasa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih
menderita asma 7 – 10 tahun setelah diagnosis.
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Teori Fakta
Anamnesis dan pemeriksaan fisik :
asma merupakan kumpulan
tanda dan gejala wheezing
(mengi) dan atau batuk dengan
karakteristik yang timbul
secara episodik dan atau
kronik, cenderung pada malam
hari/dini hari (nocturnal),
musiman, adanya faktor
pencetus di antaranya aktivitas
fisik dan bersifat reversibel baik
secara spontan maupun
dengan pengobatan.
Pasien laki-laki 9 tahun, mengeluh
sesak napas tiba-tiba. Sesak napas juga
disertai batuk.
Sesak biasa dicetuskan oleh aktifitas
dan menghilang dengan istirahat.
Riwayat asma (+)
Riwayat demam (-)
Wheezing (+/+)
Riwayat keluarga (-)
Pemeriksaan penunjang :
Pada Infeksi biasanya terdapat
leukositosis
Faal Paru
Spirometri
Darah lengkap (13 Oktober 2012)
Hemoglobin : 13.0 gr/dl
Leukosit : 21.200 103/µL
Trombosit : 400.000
Hematrokit : 41,3 %
GDS : 242 mg/dl
Penatalaksanaan : IVFD D5 ½ NS 15 tpm
Nebulizer Combivent 1 amp kemudian
istirahat 5 menit kemudian nebulizer
Polmicard 1 amp (8 x sehari)
Injeksi Dexametason 3 x 3mg IV
31
Paracetamol Syrup 3 x ½cth (bila
demam)
Prognosis :
Informasi mengenai perjalanan klinis
asma menyatakan bahwa prognosis
baik ditemukan pada 50 – 80% pasien,
khususnya pasien yang penyakitnya ringan
dan timbul pada masa kanak-kanak.
Bonam:
32
BAB V
PENUTUP
1. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya.
2. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat danbatuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari.
3. Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan obstruksi saluran pernafasan.
4. Prognosis baik ditemukan pada 50 – 80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul padamasa kanak-kanak.
33
Daftar pustaka
1. Danusaputro H. Ilmu Penyakit Paru, 2000 ; 197 – 209.
2. Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, juni 2006 ; 247.
3. Nelson WE. Ilmu Kesehatan Anak.Terjemahan Wahab S. Vol
I: Jakarta. Penerbit EGC. 1996:775.
4. Ramailah S. Asma Mengetahui Penyebab, Gejala dan Cara
Penanggulangannya, Bhuana Ilmu Populer, Gramedia.
Jakarta. 2006.
5. PDPI. ASMA pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
PDPI. 2003.
6. Rahajoe N, Supriyanto B, Setyanto DB,. Buku Ajar Respirologi Anak.
IDAI: Jakarta. 2012
34