55
2.1 Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Urine Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, kandung kemih, dan uretra. 2.1.1 Ginjal Ginjal merupakan organ retroperitoneal (di belakang selaput perut), terdiri atas ginjal sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan menahannya agar tidak bercampur dengan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Pada bagian ginjal terdapat nefron (berjumlah kurang lebih satu juta) yang merupakan unit dari struktur ginjal. Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. 2.1.2 Kandung Kemih Kandung kemih (buli-buli—bladder) merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot halus, berfungsi menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat beberapa lapisan jaringan otot yang paling panjang, memanjang ditengah dan melingkar yang disebut sebagai detrusor, berfungsi untuk mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi. Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh. Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendor dan terjadi kontraksi sfingter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal dalam kandung kemih. Sistem parasimpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan penghalang ke bagian dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot detrusor dan kendurnya sfingter. 2.1.3 Uretra Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian luar. Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria, uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi, berukuran panjang

Askep Gangguan Eliminasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Askep Gangguan Eliminasi

2.1    Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Urine

Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal,

kandung kemih, dan uretra.

2.1.1        Ginjal

Ginjal merupakan organ retroperitoneal (di belakang selaput perut), terdiri atas

ginjal sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi

dan volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah untuk dibuang dalam bentuk urine

sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan menahannya agar tidak bercampur

dengan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Pada bagian ginjal terdapat nefron (berjumlah

kurang lebih satu juta) yang merupakan unit dari struktur ginjal. Melalui nefron, urine

disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung

kemih.

2.1.2        Kandung Kemih

Kandung kemih (buli-buli—bladder) merupakan sebuah kantong yang terdiri atas

otot halus, berfungsi menampung urine. Dalam kandung kemih terdapat beberapa lapisan

jaringan otot yang paling panjang, memanjang ditengah dan melingkar yang disebut sebagai

detrusor, berfungsi untuk mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi. Pada dasar kandung

kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut

sebagai otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra,

sehingga uretra dapat menyalurkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh.

Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar

bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi

kendor dan terjadi kontraksi sfingter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal dalam

kandung kemih. Sistem parasimpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan

rangsangan penghalang ke bagian dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan

terjadinya kontraksi otot detrusor dan kendurnya sfingter.

2.1.3        Uretra

Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian luar. Fungsi

uretra pada wanita berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria, uretra digunakan

sebagai tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi, berukuran panjang 13,7-16,2 cm, dan

terdiri atas tiga bagian, yaitu prostat, selaput (membran) dan bagian yang berongga (ruang).

Pada wanita, uretra memiliki panjang 3,7-6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat

menyalurkan urine kebagian luar tubuh.

Saluran perkemihan dilapisi oleh membran mukosa, dimulai dari meatus uretra

hingga ginjal. Meskipun mikroorganisme secara normal tidak ada yang bisa melewati uretra

bagian bawah, membran mukosa ini, pada keadaan patologis, yang terus-menerus akan

menjadikannya media yang baik untuk pertumbuhan beberapa patogen.

Page 2: Askep Gangguan Eliminasi

2.2    Proses Berkemih

Berkemih (mictio, mycturition, voiding atau urination) adalah proses pengosongan

vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini dimulai dengan terkumpulnya urine dalam vesika

urinaria yang merangsang saraf-saraf sensorik dalam dinding vesika urinaria (bagian

reseptor). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila berisi kurang lebih 250-

450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).

Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat

menimbulkan rangsangan, melalui medulla spinalis dihantarkan ke pusat pengontrol

berkemih yang terdapat di korteks serebral, kemudian otak memberikan impuls/rangsangan

melalui medulla spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot

detrusor dan relaksasi otot sfingter internal.

Komposisi urine :

1.    Air (96%)

2.    Larutan (4%)

a.       Larutan Organik

Urea, amonia, kreatin, dan uric acid.

b.      Larutan Anorganik

Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat, magnesium, dan fosfor. Natrium

klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.

2.3    Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine

2.1.1        Diet dan Asupan

Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output atau

jumlah urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu,

kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.

2.1.2        Respon Keinginan Awal untuk Berkemih

Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine

banyak tertahan di dalam vesika urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan

jumlah pengeluaran urine.

2.1.3        Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi, dalam

kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet.

2.1.4        Stres Psikologis

Meningkatnya stres dapat mengakibatkan seringnya frekuensi keinginan berkemih.

Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang

diproduksi.

2.1.5        Tingkat Aktivitas

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi

sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan

berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.

2.1.6        Tingkat Perkembangan

Page 3: Askep Gangguan Eliminasi

Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat memengaruhi pola berkemih. Hal

tersebut dapat ditemukan pada anak-anak, yang lebih memiliki kecenderungan untuk

mengalami kesulitan mengontrol buang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia,

kemampuan untuk mengontrol buang air kecil meningkat.

2.1.7        Kondisi Penyakit

Kondisi penyakit tertentu, seperti diabetes melitus, dapat memengaruhi produksi

urine.

2.1.8        Sosiokultural

Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya

kultur masyarakat yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.

2.1.9        Kebiasaan Seseorang

Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet dapat mengalami kesulitan

untuk berkemih dengan melalui urinal atau pot urine bila dalam keadaan sakit.

2.1.10    Tonus Otot

Tonus otot yang memiliki peran penting dalan membantu proses berkemih adalah

kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi

pengontrolan pengeluaran urine.

2.1.11    Pembedahan

Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat menyebabkan

penurunan jumlah produksi urine karena dampak dari pemberian obat anestesi.

2.1.12    Pengobatan

Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urine. Misalnya,

pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah  urine, sedangkan pemberian obat

antikolinergik atau antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.

2.4    Pemeriksaan Diagnostik

Prosedur diagnostik yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih

seperti intravenouspyelogram (IVP), dengan membatasi jumlah asupan dapat memengaruhi

produksi urine. Kemudian, tindakan sistokopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra

yang dapat mengganggu pengeluaran urine.

2.5    Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine

2.5.1        Retensi Urine

Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan

kandung kemih untuk mengosongkan isinya, sehingga menyebabkan distensi dari vesika

urinaria. Atau, retensi urine dapat pula merupakan keadaan dimana seseorang mengalami

pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Kandungan urine normal dalam vesika

urinaria adalah sebesar 250-450 ml, dan sampai batas jumlah tersebut urine merangsang

refleks untuk berkemih. Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung sebanyak

3000-4000 ml urine.

Page 4: Askep Gangguan Eliminasi

Tanda-tanda klinis pada retensi :

      Ketidaknyamanan daerah pubis

      Distensi vesika urinaria

      Ketidaksanggupan untuk berkemih

      Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml)

      Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya

      Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih

      Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih

Penyebabnya yaitu :

     Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria

     Trauma sumsum tulang belakang

     Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot detrusor yang lemah

     Sfingter yang kuat

     Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)

2.5.2        Inkontinensia Urine

Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau

menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia yaitu :

proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran, dan penggunaan obat

narkotik atau sedatif. Inkontinensia urine terdiri dari :

1.    Inkontinensia Dorongan

Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami

pengeluaran urine tanpa sadar, tetapi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk

berkemih.

Kemungkinan penyababnya yaitu :

     Penurunan kapasitas kandung kemih

     Iritasi pada reseptor regangan kandung kemih yang menyebabkan spasme (infeksi sluran

kemih)

     Minum alkohol atau kafein

     Peningkatan cairan

     Peningkatan konsentrasi urine

     Distensi kamdung kemih yang berlebihan

Tanda-tanda inkontinensia dorongan :

     Sering miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali)

     Spasme kandung kemih

2.    Inkontinensia Total

Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran

urine yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.

Kemungkinan penyebabnya adalah :

     Disfungsi neurologis

     Kontraksi independen dan refleks detrusor karena pembedahan

     Trauma atau penyakit yang memengaruhi saraf medula spinalis

Page 5: Askep Gangguan Eliminasi

     Fistula

     Neuropati

Tanda-tanda inkontinensia total :

     Aliran konstan yang terjadi pada saat tidak diperkirakan

     Tidak ada distensi kandung kemih

     Nokturia

     Pengobatan inkontinensia tidak berhasil

3.    Inkontinensia Stres

Inkontinensia stres merupakan keadaan seseorang yang mengalami kehilangan urine

kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.

Kemungkinan penyebanya adalah :

     Perubahan degeneratif pada otot pelvis dan struktur penunjang yang berhubungan dengan

penuaan

     Tekanan intra abdomen tinggi (obesitas)

     Distensi kandung kemih

     Otot pelvis dan struktur penunjang lemah

Tanda-tanda inkontinensia stres :

     Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen

     Adanya dorongan berkemih

     Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)

4.    Inkontinensia Refleks

Inkontinensia refleks merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran

urine yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume

kandung kemih mencapai jumlah tertentu.

Kemungkinan penyebab :

     Kerusakan neurologis (lesi medula spinalis)

Tanda-tanda inkontinensia refleks :

     Tidak ada dorongan untuk berkemih

     Merasa bahwa kandung kemih penuh

     Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval teratur

5.    Inkontinensia Fungsional

Inkontinensia fungsional merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran

urine secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.

Kemungkinan penyebab :

     Kerusakan neurologis (lesi medula spinalis)

Tanda-tanda inkontinensia fungsional :

     Adanya dorongan untuk berkemih

     Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urine

2.5.3        Enuresis

Page 6: Askep Gangguan Eliminasi

Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang

diakibatkan tidak mampu mengontrol sfingter eksterna. Enuresis biasanya terjadi pada anak

atau orang jompo, umumnya pada malam hari.

Faktor penyebab enuresis yaitu :

1.    Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari kondisi normal.

2.    Anak-anak yang tidunya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi keinginan berkemih tidak

diketahui yang mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk ke kamar mandi.

3.    Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam jumlah

besar.

4.    Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya persaingan dengan saudara

kandung atau cekcok dengan orang tua).

5.    Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaannya tanpa

dibantu untuk mendidiknya.

6.    Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik atau neurologis sistem perkemihan.

7.    Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral, atau makanan pemedas.

8.    Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi.

2.5.4        Ureterotomi

Ureterotomi adalah tindakan operasi dengan jalan membuat stoma pada dinding

perut untuk drainase urine. Operasi ini dilakukan karena adanya penyakit atau disfungsi pada

kandung kemih.

2.6    Perubahan Pola Eliminasi Urine

Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami

gangguan pola eliminasi urine, disebabkan oleh multipel (obstruksi anatomis), kerusakan

motorik sensorik, infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas :

2.6.1        Frekuensi

Frekuensi merupakan jumlah berkemih dalam sehari. Meningkatnya frekuensi

berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa

tekanan asupan cairan dapat diakibatkan oleh sistitis. Frekuensi yang tinggi dijumpai pada

keadaan stres atau hamil.

2.6.2        Urgensi

Urgensi adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut mengalami inkontinensia

jika tidak berkemih. Pada umunya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam

mengontrol sfingter eksternal dan perasaan segera ingin berkemih biasanya terjadi pada

mereka.

2.6.3        Disuria

Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan

pada penyakit infeksi saluran kemih (ISK), trauma, dan striktur uretra.

2.6.4        Poliuria

Page 7: Askep Gangguan Eliminasi

Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besra oleh ginjal tanpa

adanya peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya ditemukan pada penderita diabetes

melitus, defisiensi anti diuretik hormon (ADH), dan penyakit ginjal kronik.

2.6.5        Urinaria Supresi

Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal,

urine diproduksi oleh ginjal secara terus-menerus pada kecepatan 60-120 ml/jam.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1    Pengkajian

1.        Identitas Klien

Nama                               : Tn. N

Umur                               : 41 tahun

Jenis Kelamin                  : Laki-laki

Tingkat Pendidikan         : SMA

Pekerjaan                         : Swasta

Agama                             : Islam

Suku                                : Madura

Status Perkawinan           : Menikah

Tgl. MRS                         : 23 Januari 2009

Tgl. Pengkajian                : 26 Januari 2009

Alamat                             : Pamekasan

No. RM                           : 184395

Diagnosa Medis              : Batu ginjal sebelah kiri

2.        Identitas Keluarga

Nama Keluarga           : Ny. N

Pendidikan                 : SMA

Pekerjaan                    : Swasta

Umur                          : 39 tahun

Hubungan                   : Isteri

Alamat                        : Pamekasan

3.        Status Kesehatan Saat Ini

Keluhan utama         : Klien mengeluh nyeri pinggang kiri hilang timbul. Nyeri muncul dari pinggal sebelah kiri,

menjalar ke depan sampai ke ujung penis.

4.        Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 2 tahun yang lalu, klien mengeluh nyeri pinggang kiri hilang timbul, nyeri muncul dari

pinggang sebelah kiri dan menjalar ke depan sampai ke penis. Penyebab nyeri tidak

diketahui. Akhirnya pasien berobat ke mantri, setelah diberi obat (nama tidak tahu) keluhan

Page 8: Askep Gangguan Eliminasi

berkurang tetapi kadang muncul lagi. 1tahun yang lalu, klien mengalami nyeri pinggang yang

hebat, akhirnya oleh keluarga di bawah ke RSU. Setelah dilakukan pemeriksaan, klien

dinyatakan menderita kencing batu. Setelah pulang dari RSU, klien tidak kontrol, tetapi

berobat ke mantri lagi. 2 bulan yang lalu, klien mengalami serangan nyeri hebat lagi dan

dibawa ke RSU. Sehubungan dengan keterbatasan alat, maka klien dirujuk ke RSCM, untuk

penanganan selanjutnya 

5.        Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan tidak mempunyai penyakit hipertensi, jantung tidak diketahui, hepatitis

tidak pernah, kencing batu tidak pernah.

6.        Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti pasien, TB,

DM, Hipertensi.

7.        Pemeriksaan Fisik

a.       Status kesehatan umum

Keadaan penyakit sedang, kesadaran komposmentis, suara bicara jelas, tekanan darah 120/70

mmHg, suhu tubuh 36,7oC, pernapasan 20x/menit, nadi 80x/menit (regular), GCS 4 5 6.

b.      Sistem integument

Tidak tampak ikterus, permukaan kulit tidak kering, tekstur tidak kasar, rambut hitam dan

bersih, tidak botak, perubahan warna kulit tidak ada, dekubitus tidak ada.

c.       Kepala

Normo cephalic, simetris, nyeri kepala (+), benjolan tidak ada.

d.      Muka

Simetris, odema (+), otot muka dan rahang kekuatan lemah, sianosis tidak ada.

e.       Mata

Alis mata, kelopak mata normal, konjungtiva anemis, pupil isokor sclera ikterus, reflek

cahaya positif, tajam penglihatan normal, mata tidak cowong.

f.       Telinga

Sekret, serumen, benda asing, dan membran timpani normal.

g.      Hidung

Deformitas, mukosa, sekret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak ada.

h.      Mulut dan faring

Bau mulut (+), stomatitis (-), gigi banyak yang hilang, lidah merah muda, kelainan lidah tidak

ada.

i.        Leher

Simetris, kaku kuduk tidak ada, pembesaran vena jugularis.

j.        Thoraks

Gerakan simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi resonan, rhonchi

+/+ pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus tidak teridentifikasi.

k.      Jantung

Page 9: Askep Gangguan Eliminasi

Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal kanan dan

ics 5 mid axilla kanan, perkusi dullness. Bunyi s1 dan s2 tunggal, gallop (-), mumur (-),

capillary refill 2-3 detik.

l.        Abdomen

Bising usus (+), tidak ada benjolan, nyeri tekan tidak ada, perabaan massa tidak ada, hepar

tidak teraba, asites (-).

m.    Inguinal-Genitalia-Anus

Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, pembengkakan pembuluh limfe tidak ada, tidak ada

hemoroid.

n.      Ekstrimitas

Akral hangat, edema -/- , kekuatan 5/5, gerak yang tidak disadari -/-, atropi -/-, capillary refill

3 detik, abses tidak ada, ganggren (-), reflek patella N/N, achiles N/N.

Pembuluh darah perifer : radialis (+/+), femoralis (+/+), poplitea (+/+), tibialis posterior

(+/+), dorsalis pediss (+/+).

o.      Tulang belakang

Tidak ada lordosis, kifosis atau scoliosis.

3.2    Analisa DataDATA KEMUNGKINAN

PENYEBABMASALAH

KEPERAWATANDSØ  Klien mengeluh sakit pinggang tembus belakangØ  Klien menyatakan nyeri tekan pada pinggang kananØ  Klien menyatakan sakit saat miksi

Penekanan/distorsi jaringan setempat

Pelepasan mediator kimia

(bradikidin)

Merangsang nosireseptor

Implus ke thalamus

Cortex serebri

Nyeri

Nyeri

DSØ  Klien menyatakan kurang minumØ  Klien menyatakan sakit saat miksiDOØ  Warna urine klien jernih dan kekuning-kuningan

Obstruksi saluran kemih

Pengeluaran urine inkomplit

Kapasitas vesika urinaria

Perubahan eliminasi urine

Perubahan Eliminasi Urine

DSØ  Klien menyatakan tidak tahu tentang penyakitnya

Perubahan status kesehatan

Hospitalisasi

Kurang pengetahuan

Page 10: Askep Gangguan Eliminasi

Kurang informasi tentang

penyakit

Kurang pengetahuan

3.3    Diagnosa Keperawatan

1.    Pre-Operasi

a.       Nyeri b.d peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral.

b.      Perubahan pola eliminasi b.d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral.

c.       Risti kekurangan volume cairan b.d mual, muntah.

d.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurangnya

informasi.

2.    Post-Operasi

a.       Resiko kekurangan volume cairan b.d haemoragic atau hipovolemik

b.      Nyeri b.d insisi bedah

c.       Perubahan pola eliminasi b.d inverse perkemihan sementara (selang nefrostomi, kateter

uretra, intervensi pembedahan)

d.      Risiko tinggi terhadap infeksi b.d insisi operasi dan pemasangan kateter.

3.4    Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi

Pre-Operasi :

a.       Nyeri (akut) b.d peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uretral, trauma jaringan,

pembentukan edema, iskemia jaringan.

Tujuan : Klien dapat menunjukkan rasa nyeri berkurang/hilang setelah

dilakukan asuhan keperawatan.

        TTV dalam batas normal

TD : 120/80 mmHg

N : 80-100 x/ menit

P : 12-20 x/ menit

S : 36- 37’5 o C

        Ekspresi wajah tampak rileks

        Skala nyeri 1-3

        Klien dapat tidur dan istirahat

Rencana Tindakan :

1)        Kaji dan catat lokasi, lamanya, intensitas nyeri (0-10) dan penyebarannya.

2)        Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan bila terjadi perubahan

kejadian/karakteristik nyeri.

3)        Berikan tindakan nyaman contoh pijatan punggung, lingkungan istirahat.

4)        Bantu atau dorong penggunaan napas dalam, bimbingan imajinasi.

Page 11: Askep Gangguan Eliminasi

5)        Dorong/bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan

sekitar 3-4 liter/hari.

6)        Perhatikan keluhan peningkatan/menetapnya nyeri abdomen.

7)        Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgesik.

b.      Perubahan pola eliminasi urin b.d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau

ureteral.

Tujuan : Klien dapat menunjukkan pola eliminasi normal setelah dilakukan

asuhan keperawatan

        Aliran urine lancar

        Klien bebas dari tanda-tanda obstruksi (hematuria)

        Klien berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya.

Rencana Tindakan :

1)      Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urin.

2)      Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi.

3)      Dorong meningkatkan pemasukan cairan : 3 – 4 liter/hari.

4)      Periksa semua urin, catat adanya keluaran batu.

5)      Palpasi untuk distensi suprapubik dan perhatikan penurunan keluaran urin, adanya edema

periorbital/tergantung.

6)      Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.

        Kolaborasi

Pemeriksaan laboratorium : elektrolit, BUN, kreatinin.o   Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas.

o   Berikan obat sesuai indikasi, contoh : Asetazolamid (diamox), alopurinol (ziloprim).

o   Hidroklorotiazid (esidrix, hidroiuril), klortalidon (higroton).

o   Amonium Klorida; kalium atau natrium fosfat (sal hepatica).

o   Agen antigout, contoh alupurinol (ziloprim).

o   Antibiotik.

o   Natrium bikarbonat.

o   Asam askorbat.

o   Pertahankan patensi kateter tak menetap (ureteral atau nefrostomi) bila digunakan.

o   Irigasi asam atau larutan alkalin sesuai indikasi.

o   Siapkan pasien/ bantu untuk procedure endoskopi, contoh:

Prosedur basket.o   Stents uretral.

o   Pielolitotomi terbuka atau perkutaneus, nefrolitotomi, ureterolitotomi.

c.       Risiko tinggi terhadap kekurangan cairan tubuh b.d mual, muntah

Tujuan : Pasien dapat mempertahankan cairan yang adekuat setelah dilakukan asuhan keperawatan.

        TTV dalam batas normal

TD : 120/80 mmHg

Page 12: Askep Gangguan Eliminasi

N : 80-100 x/menit

S : 36- 37 o C

P : 12-20 x/menit

        Turgor kulit elastik

        Membran mukosa lembab

        Intake dan output seimbang

Rencana Tindakan :

1)      Awasi pemasukan dan pengeluaran.

2)      Catat insiden muntah, diare, perhatikan karakteristik dan frekuensi muntah dan diare, juga

kejadian yang menyertai atau mencetuskan.

3)      Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 l/hari dalam toleransi jantung.

4)      Awasi tanda-tanda vital, evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.

5)      Timbang berat badan tiap hari.

        Kolaborasi 

Awasi pemeriksaan laboratorium : Hb, Ht, elektrolit.o   Berikan cairan IV.

o   Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi.

o   Berikan obat sesuai indikasi : antiemetic, contoh : proklorperazin (compazin).

d.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurangnya

informasi.

Tujuan : Klien dan keluarga dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakitnya setelah dilakukan

asuhan keperawatan.

-          Klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang proses penyakit.

-          Klien mampu menghubungkan gejala dan faktor penyebab

-          Klien mampu melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Rencana Tindakan :

1)      Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa datang.

2)      Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan cairan, contoh 3-4 L/hari atau 6-8 L/hari.

Dorong klien untuk melaporkan mulut kering, dieresis berlebihan/ berkeringat dan untuk

meningkatkan pemasukan cairan baik bila haus atau tidak.

3)      Kaji ulang program diet, sesuai individual.

4)      Diet rendah purin contoh membatasi daging berlemak, kalkun, tumbuhan polong, gandum,

alkohol.

5)      Diet rendah kalsium, membatasi susu, keju, sayur berdaun hijau, yogurt.

6)      Diet rendah oksalat contoh pembatasan coklat minuman mengandung kafein, bit, bayam.

7)      Diet rendah kalsium/fosfat.

8)      Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas dan membaca semua label

produk/ kandungan dalam makanan.

9)      Mendengar dengan aktif tentang program terapi/perubahan pola hidup.

Page 13: Askep Gangguan Eliminasi

10)  Identifikasi tanda/gejala yang menentukan evaluasi medik. Contoh, nyeri berulang,

hematuria, oliguria

11)  Tunjukan perawatan yang tepat terhadap insisi/ kateter bila ada

Post-Operasi 

a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.

Tujuan : Klien dapat mempertahankan volume cairan yang adekuat setelah dilakukan asuhan

keperawatan HYD :

        Tanda-tanda vital stabil

TD : 120/80 mmHg

N : 80-100 x/menit

P : 12-20 x/menit

S : 36-37,5oC

        Membran mukosa lembab

        Pengisian kapiler < 3 detik

        Kulit hangat dan kering

        Intake output seimbang

        Tidak ada perdarahan melalui selang.

Rencana Tindakan :

1)      Pantau dan catat intake output tiap 4 jam dan laporkan bila terjadi ketidakseimbangan.

2)      Observasi tanda-tanda dehidrasi.

3)      Observasi tanda-tanda vital dan turgor kulit, suhu tiap 4-8 jam.

4)      Anjurkan pasien untuk merubah posisi atau kateter saat mengubah posisi.

5)      Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan setiap jam dan lapor ke dokter.

b. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah.

Tujuan : Klien dapat melaporkan nyeri terkontrol/hilang dan meningkatnya kenyamanan setelah

dilakukan asuhan keperawatan.

        Pasien mampu bergerak dengan mudah

        Pasien mampu menunjukkan ekspresi wajah dan tubuh rileks.

Rencana Tindakan :

1)      Kaji intensitas, lokasi, pencetus, skala nyeri dan penghilang faktor-faktor nyeri.

2)      Berikan tindakan kenyamanan non farmakologis, ajarkan teknik relaksasi, bantu pasien

memilih posisi yang nyaman.

3)      Kaji insisi dari kemerahan, nyeri tekan, bengkak.

4)      Anjurkan pasien menekan daerah insisi bila batuk.

5)      Kolaborasi dengan dokter untuk penghilang nyeri.

c. Perubahan pola eliminasi perkemihan berhubungan dengan kateter uretral atau tindakan

pembedahan.

Page 14: Askep Gangguan Eliminasi

Tujuan : Klien dapat menunjukan pola eliminasi normal setelah dilakukan asuhan

keperawatan.

        Pasien dapat berkemih dengan baik

        Warna urine kuning jernih

        Klien dapat berkemih spontan bila kateter dilepas

Rencana Tindakan :

1)      Kaji pola berkemih normal pada pasien.

2)      Kaji keluhan disetensi kandung kemih tiap 4 jam.

3)      Ukur intake dan output cairan.

4)      Observasi warna urine, bau dan jumlah urine.

5)      Anjurkan pasien minum air putih 2-3 L/hari kecuali bila ada kontra indikasi.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya kateter, insisi pembedahan.

Tujuan : Klien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi setelah dilakukan asuhan keperawatan.

        Suhu dalam batas normal

        Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi

        Drainage dari selang dan kateter kuning jernih/bersih

Rencana Tindakan :

1)      Kaji dan laporkan tanda dan gejala adanya infeksi (demam, nyeri tekan, pus).

2)      Ukur suhu tiap 4 jam.

3)      Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu

4)      Anjurkan pasien menghindari/menyentuh insisi, balutan dan drainage.

5)      Pertahankan teknik steril untuk mengganti balutan dan melakukan perawatan luka..

6)      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antibiotik.

BAB IV

PENUTUP

4.1    Kesimpulan

Dari makalah ini kami dapat menarik kesimpulan  bahwa kebutuhan eliminasi urine

merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis dan bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa.

Dimana sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal,

kandung kemih, dan uretra. Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine

yang dapat menimbulkan rangsangan, melalui medulla spinalis dihantarkan ke pusat

pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral, kemudian otak memberikan

impuls/rangsangan melalui medulla spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, serta terjadi

koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot sfingter internal.

Page 15: Askep Gangguan Eliminasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine yaitu : diet dan asupan, respon

keinginan awal untuk berkemih, gaya hidup, stres psikologis, tingkat aktivitas, tingkat

perkembangan, kondisi penyakit, sosiokultural, kebiasaan seseorang, tonus otot, pembedahan,

dan pengobatan. BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Penyakit diare sering disebut dengan Gastroenteritis, yang masih merupakan masalah masyarakat indonesia. Dan diare merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di negara berkembang.

Gastroenteritis atau diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (Mansjoer Arief dkk, 1999)

Diperkirakan angka kesakitan berkisar antara 150-430 per seribu penduduk setahunnya. Dengan uapaya yang sekaranag telah dilaksanakan, angka kematian di RS dapat ditekan menjadi kurang dari 3%. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya. Sebagian besar antara 70-80% dari penderita adalah anak dibawah umur 5 tahun (kurang lebih 40 juta kejadian). Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh kedalam dehidrasi dan apabila tidak segera ditanggulangi dengan benar akan berakibat buruk. Untuk itu saya tertarik membuat Asuhan Keperawatan Kepada Ny.’’S’’ umur 23 tahun dengan Gastroenteritis di Balai Pengobatan “AS SYIFA” Desa Waru Kulon Pucuk Lamongan.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Gastroenteritis atau diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (Mansjoer Arief dkk, 1999)

Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam, virus dan parasit yang patogen (Whaley dan wang’s, 1995)

2.2 Etiologi

Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu :

a) Faktor infeksi

Page 16: Askep Gangguan Eliminasi

Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare meliputi :

1) Infeksi Bakteri : vibrio E.coli Salmonella, Shigella, Campyio bacter, Aeromonas

      2)      Infeksi virus : Enteriviru ( virus echo, coxsacle, poliomyelitis ), Adenovirus, Astrovirus, dll

      3)      Infeksi parasit : Cacing (ascaris,   trichuris,   oxyguris)   Protozoa   (entamoeba  histoticia,   trimonas hominis), Jamur (candida albacus)

Infeksi parental adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA), Bronco pneumonia, dan sebagainya.

b) Faktor Malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat

2) Malabsorbsi Lema

c) Faktor Makanan

Makanan yang tidak bersih, basi, beracun dan alergi terhadap makanan.

2.3 Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare.

1) Gangguan asmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan mengakibatkan tekanan asmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul diare.

2) Gangguan sekresi

Akibat adanya rangsangan toksin pada dinding uterus sehingga akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3) Gangguan motilitas usus

Hiperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Bila peristaltik menurun akan menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan, sehingga timbul diare juga.

2.4 Penggolongan Diare

Page 17: Askep Gangguan Eliminasi

2.4.1 Diare Akut

Adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari.

a) Penularan

1) Transmisi orang keorang melalui aerosolisasi

2) Tangan yang terkontaminasi (clostridium diffale)

b) Penyebab

1) Faktor penyebab yang mempengaruhi adalah penetrasi yang merusak sel mukosa

2) Faktor penjamu adalah kemampuan pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme

c) Manifestasi klinis

Pasien sering mengalami muntah, nyeri perut akibat diare akibat infeksi dan menyebabkan pasien merasa haus, lidah kering, turgor kulit menurun karena kekurangan cairan.

2.4.2 Diare Kronik

Adalah diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu bagi orang dewasa dan 2 minggu bagi bayi dan anak.

2.5 Patofisiologi

Dipengaruhi dua hal pokok yaitu konsistensi feses dan motilitas usus gangguan proses mekanik dan enzimatik disertai gangguan mukosa akan mempengaruhi pertukaran air dan elektrolit sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang terbentuk.

2.6 Komplikasi

Akibat diare karena kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut :

a) Dehidrasi

b) Renjatan hipofolomi

c) Hipokalemi

d) Hipoglikemi

e) Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik

Page 18: Askep Gangguan Eliminasi

f) Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare jika lama atau kronik)

2.7 Pengobatan

Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula,air tajin, tepung beras dan sebagainya).

1) Obat anti sekres

a) Asetosal, dosis 25 mg/th,dengan dosis minimum 30 mg

b) Klorpromazin, dosis 0,5-1 mg/kg BB/hr

2) Obat spasmolitik

Seperti papaverin, ekstrak beladona, opinum loperamid, tidak untuk mengatasi diare akut lagi.

3) Antibiotik

Tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas, bula penyebab kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hr. Juga diberikan bila terdapat penyakipenyerta seperti : OMA, faringitis, bronkitis, atau bronkopneumonia ( Ngastiyah, 1997 : 149)

            2.8 Penatalaksanaan 

2.8.1 Medik

Dasar pengobatan diare adalah pemberian cairan, dietetik (cara pemberian makanan) dan obat-obatan.

Pemberian cairan

Pemberian cairan pada pasien diare dengan mempertahankan derajat dehidrasi dan keadaan umum.

1) Cairan per oral

Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral beberapa cairan yang berisikan NaCL,NaHCO3,KCL dan Glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan/sedang, kadar Natrium 50-60 mEg/1 formula lengkap sering disebut oralit. Sebagai pengobatan sementara yang dibuat sendiri (formula tidak lengkap) hanya air gula dan garam (NaCL dan sukrosa) atau air tajin yang diberi garam dan gula.

2) Cairan parental

Page 19: Askep Gangguan Eliminasi

Pada umumnya digunakan cairan Ringel laktat (RL) yang pemberiannya bergantung pada berat ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai umur dan berat badannya (Ngastiyah, 1997 : 146)

BAB 3TINJAUAN KASUS

3.1    PENGKAJIAN

MRS : 02 Mei 2013 Jam : 18.00 WIB

No Ruangan : 5

Pengkajian tanggal : 03 Mei 2013 Jam : 16.00 WIB

A.Identitas Pasien

Nama pasien : Ny.” S “

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 23 Tahun

Alamat : Ds.Waru kulon pucuk

Agama : islam

Pekerjaa : Swasta

Suku bangsa : Jawa

Page 20: Askep Gangguan Eliminasi

Diagnosa medic : Gastroenteritis

Yang bertanggung jawab

Nama : Tn. “ F “

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Ds. Waru Kulon Pucuk

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Hub. Dengan pasien : Ayah

B. Riwayat Kesehatan

I. Keluhan Utama

Saat MRS : Demam, diare, disertai muntah

Saat pengkajian : Klien mengatakan bahwa badannya terasa lemas, demam, disertai muntah.

II. Riwayat Penyakit Sekarang

Ibu mengatakatan badannya panas 2 hari yang lalu, BAB 5x/hari warna kuning kehijauan bercampur lendir, dan disertai dengan muntah 2x/hari, lalu dibawa ke Balai Pengobatan AS SYIFA Desa Waru Kulon Pucuk Lamongan.

III. Riwayat Penyakit Dahulu

Ibu mengatakan bahwa dahulu pernah sakit Diare 8x/hari tiap 1-2 jam sekali warna kuning, disertai muntah, badan panas dan tidak mau makan.

IV. Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu mengatakan dalam anggota keluarga ada yang perna mengalami sakit diare seperti yang di alami klien.

V. Riwayat Sosial

Ibu mengatakan bahwa tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya dan ingin sekali cepat sembuh dan pulang kerumah.

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : klien lemah, panas, muntah dan diare

Kesadaran : composmentis

Page 21: Askep Gangguan Eliminasi

TTV : Tensi 80/50 mmHg, Nadi 112x/mnt, suhu 390 C,RR 22x/mnt

Pemeriksaan Head to toe

a. Kepala : Bentuk kepala bulat, warna rambut hitam, tidak ada benjolan,kulit kepala bersih.

b. Mata : Simetris, tidak ada sekret, konjungtiva merah muda, sklera putih, mata cowong.

c. Mulut : Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, lidah bersih.

d. Hidung : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada polip.

e. Telinga : Simetris, tidak ada benjolan, lubang telinga bersih, tidak ad serumen.

f. Leher : Tidak ada pembesaran kenjar tyroid, limphe, tidak ada bendungan vena jugularis, tidak ada kaku kuduk.

g. Dada

Inspeksi : dada simetris, bentuk bulat datar, pergerakan dinding dada simetris, tidak ada retraksi otot bantu pernapasan.

Palpasi : Tidak ada benjolan mencurigakan

Perkusi : paru-paru sonor, jantung dullnes

Auskultasi : Irama nafas teratur, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.

h. Perut

Inspeksi : simetris

Auskultasi : Peristaltik meningkat 40x/mnt

Palpasi : Turgor kulit tidak langsung kembali dalam 1 detik

Perkusi : Hipertimpan,perut kembung

Punggung : Tidak ada kelainan tulang belakang (kyfosis, lordosis, skoliosis) tidak ada nyeri gerak.

Genetalia : jenis kelamin perempuan, tidak odem, tidak ada kelainan, kulit perineal kemerahan

Anus : Tidak ada benjolan mencurigakan,kulit daerah anus kemerahan.

Ekstremitas : Lengan kiri terpasang infus, kedua kaki bergerak bebas, tidak ada odem.

D. Pengkajian Fungsional Gordon

1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Keluarga mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting, jika ada keluarga yang sakit maka akan segera dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat.

Page 22: Askep Gangguan Eliminasi

2. Pola nutrisi dan metabolik

Makan : Ny. “ S “ tidak nafsu makan, makan hanya 3 sendok, tapi sebelum sakit diare mau menghabiskan 1 porsi makan.

Minum : Ny. “ S “ minumnya tidak terlalu banyak.

3. Pola Eliminasi

BAK :5x/hari

BAB :5x/hari warna kuning kehijauan bercampur lendir

4. Pola aktifitas dan latihan

Pasien merasa lemah dan mengeluh kesakitan

5. Pola istirahat tidur

Pasien sering mengeluh tentang sulit untuk tidur

6. Pola persepsi sensoris dan kognitif

Pasien sudah mengenal dengan orang-orang di sekilingnya

7. Pola hubungan dengan orang lain

Pasien sudah saling mengenal orang-orang disekitarnya

8. Pola reproduksi / seksual

Klien berjenis kelamin perempuan, tidak mengalami gangguan genetalia

9. Pola persepsi diri dan konsep diri

Klien ingin sembuh dengan cepat

10. Pola mekanisme koping

Jika pasien tidak enak badan, maka akan mengeluh kesakitan

11. Pola nilai kepercayaan / keyakinan

Keluarga semua beragama islam, keluarga yakin semuanya sudah diatur oleh Allah SWT.

Pemeriksaa Serologi/ Imunologi

Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

Tes widal

-O - (Negatif) Negatif

Page 23: Askep Gangguan Eliminasi

-H 1/80 Negatif

-PA - (Negatif) Negatif

-PB -(Negatif) Negatif

Therapy :

1. Infus RL 15 tpm (750 cc) : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.

2. Injeksi Novalgin 3x1 amp (metampiron 500 mg/ml) : Golongan Analgesik

3. Injeksi Ulsikur 3x1 amp (simetidina 200mg/ 2ml) : Antasida dan Ulkus

4. Injeksi Cefotaxime 3x1 amp (sefotaksim 500mg/ml) : Antibiotik.

3.2  ANALISA DATA

Nama pasien : Ny. “S” No. Ruangan : 5

Umur : 23 tahun

Data Masalah keperawatan Etiologi

DS   : klien mengatan berak kuning kehijauan bercampur lendir

DO   : Turgor kulit menurun, mulut kering, malas makan

Gangguan keseimbangan cairan

Output yang berlebihan

DS   : Pasien mengatakan bahwa mengalami perut kembung

DO : setelah dilakukan perkusi

Gangguan rasa nyaman (nyeri)

Hiperperistaltik

Page 24: Askep Gangguan Eliminasi

diketahui klien distensi, klien tampak menahan kesakitan.

Peristaltik : 40x/ menit

Skala nyeri :

P : sebelum dan sesudah BAB

Q : nyeri seperti teremas

R : pada regio epigastrium

S : skala nyeri 5

T : sering

DS : klien mengatakan bahwa klien BAB berkali-kali

DO :klien tampak lemas, mata cowong.

Gangguan pola eliminasi BAB

Infeksi bakteri

3.3   DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Gangguan keseimbangan cairan b/d output yang berlebihan

2.      Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b/d hiperperistaltik

3.      Gangguan eliminasi BAB : diare b/d infeksi bakteri

3.4  INTERVENSI

No.

DxTujuan dan KH Intervensi Rasional

1 Setelah Dilakukan Tindakan Keperawatan 2x24 Jam denganTujuan : volume cairan dan elektrolit dalam tubuh seimbang (kurangnya cairan dan elektrolit

1. pantau tanda kekurangan cairan

2. observasi/catat hasil intake output cairan

3. anjurkan klien untuk banyak

1. Menentukan intervensi selanjutnya

2. Mengetahui keseimbangan cairan

3. Mengurangi kehilangan cairan

4. Meningkatkan partisipasi dalam

Page 25: Askep Gangguan Eliminasi

terpenuhi)

Dengan KH :

Turgor kulit cepat kembali.

Mata kembali normal

Membran mukosa basah

Intake output seimbang

minum

4. jelaskan pada ibu tanda kekurangan cairan

5. berikan terapi sesuai advis :

Infus RL 15 tpm

perawatan

5. mengganti cairan yang keluar dan mengatasi diare

2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam dengan Tujuan : rasa nyaman terpenuhi, klien terbebas dari distensi abdomen dengan KH :

Klien tidak menyeringai kesakitan.

Klien mengungkapkan verbal (-)

Wajah rileks

Skala nyeri 0-3

1. Teliti keluhan nyeri, cacat intensitasnya (dengan skala0-10).

2. Anjurkan klien untuk menghindari allergen

3. Lakukan kompres hangat pada daerah perut

4. Kolaborasi

Berikan obat sesuai indikasi

Steroid oral, IV, & inhalasi

Analgesik : injeksi novalgin 3x1 amp (500mg/ml)

Antasida dan ulkus : injeksi ulsikur 3x1 amp (200mg/ 2ml)

1. Identifikasi karakteristik nyeri & factor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok & untuk mengevaluasi ke efektifan dari terapi yang diberikan.

2. Mengurangi bertambah beratnya penyakit.

3. Dengan kompres hangat, distensi abdomen akan mengalami relaksasi, pada kasus peradangan akut/peritonitis akan menyebabkan penyebaran infeksi.

4. Kortikosteroid untuk mencegah reaksi alergi.

5. Analgesik untuk mengurangi nyeri.

3 Setelah Dilakukan Tindakan Keperawatan 2x24 Jam denganTujuan : Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari dengan KH :

Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )

Leukosit : 4000 – 11.000

Hitung jenis leukosit : 1-

1. Mengobservasi TTV

2. Jelaskan pada pasien tentang penyebab dari diarenya

3. Pantau leukosit setiap hari

4. Kaji pola eliminasi klien setiap hari

5. Kolaborasi

- Konsul ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien.

- Antibiotik: cefotaxime 3x1 amp

1. kehilangan cairan yang aktif secar terus menerus akan mempengaruhi TTV

Klien dapat mengetahui penyebab dari diarenya.

Berguna untuk mengetahui penyembuhan infeksi

Untuk mengetahui konsistensi dan frekuensi BAB

Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada kebutuhan.

Page 26: Askep Gangguan Eliminasi

3/2-6/50-70/20-80/2-8 (500mg/ml)

3.5  IMPLEMENTASI  KEPERAWATAN

Nama pasien : Ny. “ S “ No.ruangan : 5

Umur : 23 tahun

TGL/

JAM

NO.

DxIMPLEMENTASI RESPON PS TTD

Jumat, 03/5/13

16.00

16.15

16.25

1,2,3

1

1,2

Mengkaji keluhan pasien

Mengobservasi TTV setiap 8 jam

Menentukan tanda-tanda kekurangan cairan

Memasang infus RL 15 tpm

Memberikan obat:

Injeksi Novalgin 1 amp

Injeksi Ulsikur 1 amp

Injeksi Cefotaxime 1 amp

Menganjurkan untuk klien banyak minum

DS   : Klien mengatakan bahwa BAB berkali-kali, muntah, dan perut kembung.

DO   : Turgor kulit menurun, mulut kering, mata cowong, dan menahan kesakitan

TD = 80/50 mmHg, S = 390 C, N= 112, tampak lemah ,RR 22x/mnt

DS : klien mengatakan akan minum yang banyak

DO  :Turgor kulit berkurang, mukosa mulut kering,disertai muntah.

DS  : expesi wajah klien sedikit rileks

DO  : keluarga kooperatif,dan akan memberikan banyak minum agar klien tidak dehidrasi

 DS  : -

DO  : Ny. “ S “ keluarga kooperatif

Page 27: Askep Gangguan Eliminasi

21.00

Sabtu,04/5/13

06.30

07.30

08.50

11.30

1,2

1,3

2,3

1,3

1,2

Menganjurkan klien untuk istirahat dan melakukan kompres hangat pada daerah perut

Mengobservasi TTV

Mengganti infus RL 15 tpm

Mengkaji pola eliminasi klien

Memberikan obat:

Injeksi Novalgin 1 amp

Injeksi Ulsikur 1 amp

Injeksi Cefotaxime 1 amp

Observasi/catat hasil intake output cairan

Menganjurkan makan dalam porsi sedikit tapi sering.

Menyuruh pasien banyak minum agar tidak dehidrasi

Jelaskan pada keluarga tanda-tanda kekurangan cairan

Memberikan obat:

Injeksi Dexa 1 amp

Injeksi Ulsikur 1 amp

Injeksi Cefotaxime 1 amp

DS  : -

DO  : TD = 100/70, S = 380, N = 100x/mnt, RR = 20x/mnt

DS  : -

DO  : Keluarga kooperatif

DS  : Klien mengatakan akan makan dalam porsi kecil tapi sering.

DO  : Keluarga kooperatif

DS : pasien mengatakan akan minum sesering mungkin

DO  : Ny. “S” keluarga kooperatif

DS  : -

DO  : Ny. “ S “ keluarga kooperatif

DS : -

DO   : TD = 100/70, S = 370, N = 100x/mnt, RR = 22x/mnt

DS  : klien mengatakan akan makan

Page 28: Askep Gangguan Eliminasi

14.00

Minggu, 05/5/13

06.00

06.30

08.00

08.30

3,2

1,2,3

3

1,3

2,3

3

Mengopservasi TTV

Mengganti cairan infus + drip Neurobio

Menganjurkan makan dalam porsi dikit tapi sering

Mengopservasi tanda tanda dehidrasi

Memberikan obat

Injeksi Ulsikur 1 amp

Injeksi Cefotaxime 1 amp

Observasi leukosit

dalam porsi kecil tapi sering.

DO  : keluarga kooperatif

DS  : -

DO  : Turgor kulis sedikit membaik , mukusa mulut lembab, muntah berkurang,diare berkurang.

DS  :pasien mengatakan nyeri saat disuntik

DO  : Obat masuk tidak ada tanda alergi

DS : -

DO : Leukosit : 8600/mm3

Hitung jenis leukosit : 1-3/2-6/50-70/20-80/2-8

Page 29: Askep Gangguan Eliminasi

10.00

3.6  EVALUASI KEPERAWATAN

No.

DxHari/tgl Catatan Perkembangan TTD

1.

2.

3.

Jumat,03/5/2013 S : Kien mengatakan bahwa masih merasa lemas

O : -    Klien masih tampak lemas

Aktifitas klien masih dibantu keluarganya

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi 1-4 dilanjutkan

S : Klien mengatakan bahwa perutnya masih tersa sakit

O : -    Kien tampak menyeringai kesaklitan

Klien terus memegangi perutnya

Skala nyeri 3

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi 1,3,4,5 dan 6 dilanjutkan

S  : klien mengatakan bahwa klien BAB berkali-kali,sudah mulai berkurang 2x/hari, masih merasa mual tapi tidak sampai muntah.

O : - klien BAB 2x/hari

- Turgor kulit kembali < 1 detik

- Mata tidak cowong

Page 30: Askep Gangguan Eliminasi

- Klien merasa mual sehingga tidak menghabiskan porsi makannya

- Klien tidak muntah

A : Masalah gangguan pola eliminasi BAB teratasi sebagian

P : Pertahankan intervensi 1-4 dilanjutkan

Kaji intak output cairan setiap 8 jam

Pantau tanda-tanda dehidrasi

1.

2.

3.

Sabtu,04/5/2013 S : Klien mengatakan bahwa merasa lebih sehat

O : -    Klien tampak lebih sehat

Klien lebih mandiri dalam melakukan aktifitasnya

Turgor kulit < 1 detik kembali

Mata tidak cowong

Mukosa mulut tidak kering

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

S : Kien mengatakan bahwa sakit perutnya sedikit berkurang

O : Klien menyeringai menahan sakit, skala nyeri 2

A : Masalah tertasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

S   : Klien mengatakan bahwa BAB sudah lembek 1-2/hari mual sudah berkurang, tidak muntah lagi.

O : -    Klien BAB 1-2x/hari, konsistensi sedikit lunak

Klien menghabiskan makanannya

Klien tidak muntah

Turgor kulit kembali < 1 detik

Mata tidak cowong

Page 31: Askep Gangguan Eliminasi

Mukosa mulut tidak kering

Klien minum 1000cc/hari

A : Masalah teratasi sebagaian

P : Intervensi 1-4 dilanjutkan

1.

2.

Minggu, 05/5/2013

S: Klien mengatakan bahwa perutnya sudah tidak sakit

O : - Skala nyeri 0

Klien tidak menyeringai kesakitan

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

S   : Klien mengatakan bahwa sudah tidak merasa mual dan muntah, konsistensi BAB lunak.

O : -    Klien BAB dengan konsistensi lunak

Klien tidak merasa mual dan muntah

Klien menghabiskan porsi makannya dan minum kurang lebih 1500cc/hari

Jumlah leukosit normal

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

BAB 4PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setelah melakukan Asuhan keperawatan pada Ny. “S” dengan Gastroenteritis didapatkan kesimpulan bahwa dalam pengkajian telah dilakukan anamnesa yang meliputi data subjektif dan obyektif. Dari pengkajian tersebut diambil suatu diagnosa dan masalah berdasarkan data yang menunjang untuk diambil suatu diagnosa. Setelah melakukan pengkajian pada Ny. “S “ didapatkan diagnosa bahwa Ny. “S “ degan Gastroenteritis dengan masalah gangguan keseimbangan cairan dan resiko kerusakan integritas kulit.

Page 32: Askep Gangguan Eliminasi

Intervensi yang diberikan disesuaikan dengan ketentuan yang ada, sedangkan dalam penerapannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Evaluasi dilakukan setelah implementasi dilakukan. Dalam evaluasi Ny. “S “ menunjukkan suatu kemajuan yaitu frekwensi BAB mulai berkurang, dehidrasi dapat ditangani, resiko kerusakan integritas kulit yang lebih parah tidak terjadi.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana membengkaknya jaringan dinding dubur (anus) yang mengandung pembuluh darah balik (vena), sehingga saluran cerna seseorang yang mengalami pengerasan feses dan kesulitan untuk melakukan buang air besar. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain yakni penggunaan obat-obatan seperti aspirin, antihistamin, diuretik, obat penenang dan lain-lain. Kebanyakan terjadi jika makan makananan yang kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.

Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4% sampai 30% pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi sekitar 34% wanita dan pria 26%. Di Inggris ditemukan 30%

Page 33: Askep Gangguan Eliminasi

penduduk di atas usia 60 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar . Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh menderita konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas.

Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik.

Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, caranya haluskan sayur atau buah tersebut dengan diblender.

A. Pengertian

Berikut pengertian konstipasi dari beberapa sumber sebagai berikut:

Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).

Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak cukup jumlahnya, berbentuk keras dan kering (Oenzil, 1995).

Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan pasase feses yang menyangkut konsistensi tinja dan frekuensi berhajat. Konstipasi dikatakan akut jika lamanya 1 sampai 4 minggu, sedangkan dikatakan kronik jika lamanya lebih dari 1 bulan (Mansjoer, 2000).

Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang mungkin karena feses keras atau kering sehingga terjadi kebiasaaan defekasi yang tidak teratur, faktor psikogenik, kurang aktifitas, asupan cairan yang tidak adekuat dan abnormalitas usus. (Paath, E.F. 2004) .

Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekunsi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum. (Potter & Perry, 2005).

Normalnya pola defekasi yang biasanya setiap 2 sampai 3 hari sekali tanpa ada kesulitan, nyeri, atau perdarahan dapat dianggap normal.

B. Tipe Konstipasi

Berdasarkan International Workshop on Constipation, adalah sebagai berikut:

1. Konstipasi Fungsional

Kriteria:

Page 34: Askep Gangguan Eliminasi

Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan:

a. Mengedan keras 25% dari BAB

b. Feses yang keras 25% dari BAB

c. Rasa tidak tuntas 25% dari BAB

d. BAB kurang dari 2 kali per minggu

2. Penundaan pada muara rektum

Kriteria:

a. Hambatan pada anus lebih dari 25% BAB

b. Waktu untuk BAB lebih lama

c. Perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses

Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses, sedangkan penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus.

C. Etiologi

Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah sebagai berikut:

1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi dapat menyebabkan konstipasi.

2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani (misalnya daging, produk-produk susu, telur) dan karbohidrat murni (makanan penutup yang berat) sering mengalami masalah konstipasi, karena bergerak lebih lambat didalam saluran cerna. Asupan cairan yang rendah juga memperlambat peristaltik.

3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan konstipasi.

4. Pemakaian laksatif yag berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi normal. Selain itu, kolon bagian bawah yang dikosongkan dengan sempurna, memerlukan waktu untuk diisi kembali oleh masa feses.

5. Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang), diuretik, antasid dalam kalsium atau aluminium, dan obat-obatan antiparkinson dapat menyebabkan konstipasi.

6. Lansia mengalami perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot abdomen, dan penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengonsumsi makanan rendah serat.

7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI (gastrointestinal), seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan divertikulitus.

Page 35: Askep Gangguan Eliminasi

8. Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon (misalnya cedera pada medula spinalis, tumor) dapat menyebabkan konstipasi.

9. Penyakit-penyakit organik, seperti hipotirodisme, hipokalsemia, atau hypokalemia dapat menyebabkan konstipasi.

Ada juga penyebab yang lain dari sumber lain, yaitu:

10. Peningkatan stres psikologi. Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi.

11. Umur

Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang tua turut berperan menyebabkan konstipasi.

D. Patofisiologi

Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal (Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui empat tahap kerja, antara lain: rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal, relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen). Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi. Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.

Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. Perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi.

Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuk aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan, normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari. Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada kolon

Page 36: Askep Gangguan Eliminasi

sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid. Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.

Individu di atas usia 60 tahun juga terbukti mempunyai kadar plasma beta-endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari sediaan opiate yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas berkurang, dan menghambat refleks gaster-kolon.

Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan. Pasien dengan konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut.

Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya, pada mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami tiga perubahan patologis pada rektum, sebagai berikut:

1. Diskesia Rektum

Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi rektum, dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan interna. Pada colok dubur pasien dengan diskesia rektum sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadari karena dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan karena tanggapnya atau penekanan pada dorongan untuk BAB seperti yang dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit daerah anus dan rektum

2. Dis-sinergis Pelvis

Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan tekanan pada saluran anus saat mengejan.

3. Peningkatan Tonus Rektum

Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.

E. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain, karena pola makan, hormon, gaya hidup dan bentuk usus besar setiap orang berbeda-beda, tetapi biasanya tanda dan gejala yang umum ditemukan pada sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut:

1. Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika tinja sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita dapat terlihat seperti sedang hamil).

2. Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan dapat berbentuk bulat-bulat kecil bila sudah parah).

Page 37: Askep Gangguan Eliminasi

3. Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang harus mengejan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan tinja.

4. Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.

5. Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.

6. Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada biasanya (jika kram perutnya parah, bahkan penderita akan kesulitan atau sama sekali tidak bisa buang

7. Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau lebih).

8. Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.

Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :

1. Konsistensi feses yang keras,

2. Mengejan dengan keras saat BAB,

3. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB, dan

4. Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.

F. Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan kelainan yang jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi fungsi usus besar.

Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan.

Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja.

Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedang pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar.

Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau adanya darah.

Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur.

Page 38: Askep Gangguan Eliminasi

Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan kolonoskopi. Bagi sebagian orang konstipasi hanya sekadar mengganggu. Tapi, bagi sebagian kecil dapat menimbulkan komplikasi serius. Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros usus (70%), usus besar (20%), dan pangkal usus besar (10%). Hal ini menyebabkan kesakitan dan meningkatkan risiko perawatan di rumah sakit dan berpotensi menimbulkan akibat yang fatal. Pada konstipasi kronis kadang-kadang terjadi demam sampai 39,5oC , delirium (kebingungan dan penurunan kesadaran), perut tegang, bunyi usus melemah, penyimpangan irama jantung, pernapasan cepat karena peregangan sekat rongga badan. Pemadatan dan pengerasan tinja berat di muara usus besar bisa menekan kandung kemih menyebabkan retensi urine bahkan gagal ginjal serta hilangnya kendali otot lingkar dubur, sehingga keluar tinja tak terkontrol. Sering mengejan berlebihan menyebabkan turunnya poros usus.

G. Penatalaksanaan

Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi, merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara simptomatik. Sedangkan bila mungkin, pengobatan harus ditujukan pada penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat pencahar jangka panjang terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi:

1. Pengobatan non-farmakologis

a. Latihan usus besar:

Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.

b. Diet:

Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.

c. Olahraga:

Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut.

2. Pengobatan farmakologis

Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :

Page 39: Askep Gangguan Eliminasi

a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.

b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.

c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin

d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.

Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan pengobatan yang diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan.

H. Pencegahan

Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya konstipasi:

1. Jangan jajan di sembarang tempat.

2. Hindari makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi.

3. Minum air putih minimal 1,5 sampai 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari dan cairan lainnya setiap hari.

4. Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal 10-15 menit untuk olahraga ringan, dan minimal 2 jam untuk olahraga yang lebih berat.

5. Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan buang air besar.

6. Konsumsi makanan yang mengandung serat secukupnya, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.

7. Tidur minimal 4 jam sehari.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KONSTIPASI

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Biodata Pasien

Page 40: Askep Gangguan Eliminasi

b. Keluhan Utama

c. Riwayat Kesehatan

d. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.

e. Riwayat / Keadaan Psikososial

f. Pemeriksaan Fisik

g. Pola Kebiasaan Sehari-hari

h. Analisa Data

Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.

2. Diagnosa

a. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan.

c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.

3. Intervensi

4. Implementasi

5. Evaluasi

B. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Konstipasi

Contoh kasus:

Seorang kakek bernama Evart yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya karena kurang nafsu makan. Setelah dikaji inspeksi terdapat pembesaran abdomen dan saat dipalpasi ada impaksi feses.

1. Pengkajian

Nama : Evart

Page 41: Askep Gangguan Eliminasi

Tanggal lahir : 5 November 1945

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal MRS : 30 November 2010

Alamat : Surabaya

Diagnosa Medis : Konstipasi

Sumber Informasi : Klien, pemeriksaan fisik, kolonoskopi

Keluhan utama : nyeri pada perut, seminggu belum BAB

Riwayat penyakit sekarang :

Evart yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya. Selain itu, kakek mengaku mudah lelah untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Riwayat kesehatan keluarga : -

Review of system :

a. B1 (Breath) : RR meningkat

b. B2 (Blood) : denyut jantung meningkat, TD meningkat

c. B3 (Brain) : nyeri pada abdomen bawah

d. B4 (Bladder) : -

e. B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun

f. B6 (Bone) : -

Hasil pemeriksaan fisik umum :

a. keadaan umum : lemah

b. TTV : tekanan darah 130/95 mmHg, nadi : 90x/mnt, RR 23x/mnt

Pemeriksaan fisik abdomen

a. Inspeksi : pembesaran abdomen

b. Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses

c. Perkusi : redup

d. Auskultasi : bising usus tidak terdengar

Analisa Data:

Page 42: Askep Gangguan Eliminasi

No Data Etiologi Masalah

1. Data subjektif :

Seminggu tidak BAB, kebiasaan BAB tiga kali sehari

Data objektif :

Inspeksi : pembesaran abdomen.

Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses.

Perkusi : redup.

Auskultasi : bising usus tidak terdengar

Pola BAB tidak teratur

Eliminasi feses tidak lancar

konstipasi

Konstipasi

2. Data subjektif:

Klien tidak nafsu makan

Data objektif:

Bising usus tidak terdengar

Sulit BAB

Perut terasa begah

Nafsu

makan menurun

Menurunnya intake makanan

Nutrisi kurang dari kebutuhan

3. Data subjektif:

Keluhan nyeri dari pasien

Data objektif:

Perubahan nafsu makan

konsistensi tinja yang keras

sulit keluar

Akumulasi di kolon

Nyeri abdomen

Nyeri Akut

Page 43: Askep Gangguan Eliminasi

2. Diagnosa

a. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan.

c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.

3. Intervensi dan Rasional

a. Diagnosa : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur

Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)

Kriteria hasil :

1) Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari.

2) Konsistensi feses lembut

3) Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan

Intervensi Rasional

1. Mandiri:

a. Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya

b. Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan

c. Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi

d. Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari

2. Kolaborasi:

Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi

a. Untuk mengembalikan keteraturan pola defekasi klien

b. Untuk memfasilitasi refleks defekasi

c. Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekal

d. Untuk melunakkan eliminasi feses

Untuk melunakkan feses

Page 44: Askep Gangguan Eliminasi

b. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan

Tujuan : menunjukkan status gizi baik

Kriteria Hasil :

1) Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan

2) Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal

3) Nilai laboratorium dalam batas normal

4) Melaporkan keadekuatan tingkat energi

Intervensi Rasional

1. Mandiri:

a. Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.

b. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.

c. Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi

d. Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.

e. Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.

f. Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.

g. Kaji turgor kulit pasien

a. Menjaga pola makan pasien sehingga pasien makan secara teratur

b. Pasien merasa nyaman dengan makanan yang dibawa dari rumah dan dapat meningkatkan nafsu makan pasien.

c. Dengan pemberian porsi yang besar dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.

d. Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan.

e. Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien

f. Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan makanan.

g. Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan

1) Untuk dapat mengetahui tingkat

Page 45: Askep Gangguan Eliminasi

2. Kolaborasi:

a. Observasi:

1) Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah

2) Ajarkan metode untuk perencanaan makan

b. Health Edukasi

Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal

kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah.

2) Klien terbiasa makan dengan terencana dan teratur.

Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan.

c. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang

Kriteria Hasil :

1) Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan

2) Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil

3) Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi

4) Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri

5) Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat

Intervensi Rasional

1. Mandiri:

a. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau radio.

b. Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiat

c. Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansia

a. Klien dapat mengalihkan perhatian dari nyeri

b. Hati-hati dalam pemberian anlgesik opiate

Page 46: Askep Gangguan Eliminasi

2. Kolaborasi

a. Observasi

1) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyaman pada skala 0 – 10

2) Gunakan lembar alur nyeri

3) Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensif

b. Health education

1) Instruksikan pasien untuk meminformasikan pada perawat jika pengurang nyeri kurang tercapai

2) Berikan informasi tetang nyeri

c. Hati-hati dalam pemberian obat-obatan pada lansia

a. Observasi

1) Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien

2) Mengetahui karakteristik nyeri

3) Agar mngetahui nyeri secara spesifik

b. Health Education

1) Perawat dapat melakukan tindakan yang tepat dalam mengatasi nyeri klien

2) Agar pasien tidak merasa cemas

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor

Page 47: Askep Gangguan Eliminasi

kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik. Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur.

B. Saran

Saran dari kami tim penulis adalah sebaiknya bagi penderita kuncinya adalah dengan mengonsumsi makanan yang berserat.