30
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH EFUSI PLEURA DI SUSUN OLEH : ROSANA NURWULANDARI G1B207012

Askep Effusi Pleura

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asuhan keperawatan pada klien dengan efusi pleura. efusi pleura adalah adanya kelebihan cairan pada rongga pleura. bisa berupa cairan dan nanah. biasanya disebabkan oleh infeksi atau kerusakan pada sistem limfatiknya. efusi pleura penatalaksanaannya bisa dengan WSD

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

EFUSI PLEURA

DI SUSUN OLEH :

ROSANA NURWULANDARI

G1B207012

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

2008

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

A. Definisi

Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson

2005).Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis

yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis).

Diantara pleura parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan

pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan.

Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah

kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan atau udara

atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan paru tertekan atau kolaps.

Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler didalam

pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura visceralis.

Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada

selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura

visceralis lebih besar daripada pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam

keadaan normal hanya terdapat beberapa mililiter cairan.

B. Angka Kejadian

Berbagai penyakit paru kini merupakan masalah kesehatan yang perlu ditangani

secara serius. Penyakit infeksi, tuberculosis, kanker paru masih merupakan penyebab

kematian yang utama pada kasus-kasus penyakit paru. Hasil survey Kesehatan Rumah

Tangga pada tahun 1995, 25 % kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit paru.

Menurut Bagian Pulmonologi FKUI / UPF Paru RSUP Persahabatan penyebab kematian

utama adalah TB paru diikuti dengan tumor paru dimana pada kasus-kasus tersebut

29,4% diikuti dengan terjadinya effuse pleura baik dalam bentuk hidrothoraks maupun

empiema.

C. Penyebab

Berbagai penyebab timbulnya effusi pleura adalah :

1. Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.

2. Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis.

3. Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs.

4. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit.

5. Trauma

6. Penyebab lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms

nefrotik dan uremia.

D. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya effusi pleura dengan berbagai penyebab belum

diketahui secara pasti, hanya kadang-kadang dilaporkan adanya predisposisi familial

(Price and Wilson, 2005).

E. Faktor Pencetus

Faktor pencetus terjadinya efusi pleura dapat terjadi akibat peningkatan tekanan

vena pulmonalis dan juga pada kondisi hipoproteinemia.

F. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan

dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara

lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena

perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian

melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat

melalui pembuluh limfe sekitar pleura.

Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa

transudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis,

misalnya pada gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan

menyebabkan pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada

hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam

rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru

akibat gaya gravitasi.

Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat

peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jika efusi pleura

mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh prluasan

infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia,

abses paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa

cairan hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena trauma maupun

keganasan.

Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi engembangannya.

Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya

perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan

yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.

Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal

nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial

Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50

mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.

G. Pathways

Peningkatan tekanan Peradangan / keganasan

vena pulmonalis

Peningkatan permeabilitas kapiler

Pengeluaran cairan dari

pembuluh darah Gangguan Eksudat Nyeri

pertukaran gas

Nyeri Transudat Perlekatan fibrosa antara

pleura parietalis dan visceralis

Gangguan pengembangan paru

Kelelahan Dispnea Produksi secret meningkat

Intoleransi aktivitas Nafsu makan turun Bersihan jalan nafas tidak efektif

Gagal nafas

Perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan

H. Tanda dan Gejala

1. Batuk

2. Dispnea bervariasi

3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)

4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.

5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.

6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.

7. Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.

8. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.

9. Fremitus fokal dan raba berkurang.

10. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik,

bronkiektasis, abses dan TB paru.

I. Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen Toraks

Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat

permukaan yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum

kadang ditemukan.

2. CT Scan Thoraks

Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang

utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat

serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.

3. Ultrasound

Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering

digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada

torakosentesis.

4. Torakosentesis

a. Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk dignosis maupun terapeutik.

Pelaksanaan sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi

dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterior dengan

memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran pleura sebaiknya jangan

melebihi 1.000 samapi 1.500 cc pada setiap kali aspirasi.

Efusi pleura transudatif: protein < 3 gram/liter, spesifik gravity < 1,015

Efusi pleura eksudatif, memenuhi paling tidak 1 dari criteria berikut:

- protein cairan pleura/protein serum > 0,5

- LDH cairan pleura/LDH serum > 0,6

- LDH cairan pleura > 2/3 LDH serum plasma

Kadar glukosa amylase

Sitologi cairan pleura

Hitung sel jenis

Klutur dan pewarnaan

b. Biokimia : basil tahan asam (untuk tuberculosis), hitung sel darah merah dan

putih, kadar pH, glukosa, amilase.

c. Sitologi : sel neutrofil, sel limfosit, sel mesotel, sel mesotel maligna, sel-sel besar

dengan banyak inti, sel lupus eritematosus sistemik.

d. Bakteriologi

5. Biopsi pleura

J. Penatalaksanaan

Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi

melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya

multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi

cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya

segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang

adequate.

Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan

pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang

dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.

a. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.

b. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).

c. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.

d. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),

menghilangkan dispnea.

e. Water seal drainage (WSD)

Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif

seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera

untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak

maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.

f. Antibiotika jika terdapat empiema.

g. Operatif.

K. Komplikasi

1. Fibrotoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik

akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan

ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan

mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan

pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran

pleura tersebut.

2. Atalektasis

Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh

penekanan akibat efusi pleura.

3. Fibrosis paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam

jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai

kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi

pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan

paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.

4. Kolaps Paru

Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada

sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan

kolaps paru.

L. Pengkajian

1. Anamnesis:

Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak cairan yang tertimbun makin cepat

dan jelas timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai demam sub febril

pada kondisi tuberkulosis.

2. Kebutuhan istrahat dan aktifitas

- Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan

tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat banyak.

- Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas

sekuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut), kelemahan otot, nyeri

dan stiffness (kekakuan).

3. Kebutuhan integritas pribadi

- Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan

pertolongan dan harapan

- Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan

4. Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri

- Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk

- Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang

istrahat/kelelahan

5. Kebutuhan Respirasi

- Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas pendek,

nyeri dada

- Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis

paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vokal

menurun, pekak pada perkusi suara nafas menurun atau tidak terdengan pada sisi

yang mengalami efusi pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang

lembut dapat ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat

ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.

- Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak darah

- Dapat pula ditemukan deviasi trakea

6. Kebutuhan Keamanan

- Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker, AIDS , demam

sub febris

- Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris

7. Kebutuhan Interaksi sosial

- Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita,

perubahan pola peran

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal menurun atau asimetris

bahkan menghilang, bising napas juga menurun atau hilang. Gerakan pernapasan

menurun atau asimetris, lenih rendah terjadi pada sisi paru yang mengalami efusi pleura.

Pemeriksaan fisik sangat terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas

frenikus kostalis yang menghilang dan gambaran batas cairan melengkung.

Pemeriksaan Diagnostik

Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis

Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam

Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 – 72 jam

setelah injeksi.

Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit

kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta

gambaran batas cairan yang melengkung.

Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis

Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)

Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi

air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis

ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru

Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio

residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap

lanjut.

M. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul :

1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya

batuk buruk

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan

paru dan atalektasis

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea

dan anoreksia

N. Rencana Asuhan keperawatan :

1. Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya

batuk buruk.

NOC :

Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan dengan status

pernafasan, pertukaran gas dan ventilasi yang tidak berbahaya :

- Mempunyai jalan nafas yang paten

- Mengeluarkan sekresi secara efektif.

- Mempunyai irama dan frekuansi pernafasan dalam rentang yang normal.

- Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.

Menunjukkan pertukaran gas yang adekuatditandai dengan :

- Mudah bernafas

- Tidak ada kegelisahan, sianosis dan dispnea.

- Saturasi O2 dalam batas normal

- Rontgen toraks dalam rentang yang diharapkan.

NIC :

Kaji dan dokumentasikan

- Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain.

- Keefektifan pengobatan.

- Kecenderungan pada gas darah arteri.

Auskultasi dada anterior dan posterior untukmengetahui adanya penurunan atau

tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi hambatan.

Penghisapan jalan nafas

- Tentukan kebutuhan penghisapan oral/trakeal.

- Pantau status oksigen dan status hemodinamik serta irama jantung sebelum,

selama dan setelah penghisapan.

Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunan viskositas sekresi.

Jelaskan penggunaan peralatan pendukung denganbenar, misalnya oksigen, alat

penghisap lender.

Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan

yang dilarang di dalam ruang perawatan.

Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk

memudahkan keluarnya sekresi.

Rundingkan dengan ahliterapi oernafasan sesuai dengan kebutuhan.

Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi.

Beritahu dokter tentang hasil analisa gas darah yang abnormal.

Bantu dalam pemberian aerosol. Nebulizer dan perawatan paru lain sesuai dengan

kebijakan dan protocol institusi.

Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi.

Jika pasien tidak mampu untuk melakukan ambulasi, letak posisi tidur pasien

diubah tiap 2 jam.

Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk menurunkan

kecemasan dan peningkatan kontrol diri.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan

paru dan atalektasis.

NOC :

Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan status

pernafasan yang tidak bermasalah.

Pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indicator :

- Status neurologist dalam rentang yang diharapkan.

- Tidak ada dispnea saat istirahat dan aktifitas.

- Tidak ada gelisah, siamosis dan keletihan

- Pa O2, Pa CO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal.

NIC :

Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman, usaha bernafas, produksi sputum.

Pantau saturasi O2 dengan oksimeter.

Pantau hasil analisa gas darah.

Pantau status mental ( tingkat kesadaran, gelisah, confuse)

Peningkata frekuanse pemantauan pada saatpasien tampak somnolen.

Observasi terhadap sianosis, terutama membrab mukosa mulut.

Jelaskan penggunaan alat bantu yang digunakan.

Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi.

Ajarkan batuk yang efektif.

Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan pemeriksaan AGD dan alat Bantu

yang dianjurkan sesuai dengan perubahan kondisi pasien.

Laporkan perubahan kondisi pasien: bunyi nafas, pola nafas, hasil AGD dan efek

dari pengobatan.

Berikan obat-obat yang diresepkan.

Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur, untuk

menurunkan ansietas.

Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen.

Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea.

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.

NOC :

Mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan,

penghematan energi dan aktifitas kehidupan sehari-hari.

Menunjukkan penghematan energi ditandai dengan indicator :

> Menyadari keterbatasan energi.

> Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat.

> Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas.

NIC :

Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.

Tentukan penyebab keletihan.

Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas.

Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi.

Pantau pola istirahat pasien dan lamanya istirahat.

Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan

meminimalkan konsumsi oksigen.

Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk

mencegah kelelahan.

Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat.

Bantu pasien untuk mengubah posisi tidur secara berkala dan ambulasi yang dapat

ditolerir.

Rencanakan aktifitas dengan pasien / keluarga yang meningkatkan kemandirian

dan daya tahan.

Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktifitas.

Rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea

dan anoreksia.

NOC :

Menunjukkan status gizi yang baik dengan indicator adekuatnya makanan oral,

pemberian makanan lewat NGT atau nutrisi parenteral.

Mempertahankan berat badan dalam batas normal.

Nilai laboratorium albumin, transferin dan elektrolit dalam batas normal.

NIC :

Tentukan motivasi pasien untk mengubah kebiasaan makan.

Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan elektrolit.

Ketahui makanan kesukaan pasien.

Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.

Timbang pasien pada interval yang tepat.

Ajarkan keluarga dan pasien tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.

Diskusikan dengan ahli gizi dalam memberikan asupan diet.

Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi.

Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.

Bantu makan sesuai kebutuhan.

Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu

makan.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3 Jilid I, Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

Price, A & Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6, Terjemahan, Jakarta : EGC.

NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Alih Bahasa : Budi Santosa, Prima Medika, Jakarta

Smeltzer, S & Bare, B 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.

Wilkinson, J. M., 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, EGC, Jakarta