8
Arsitektur Tradisional Bugis Makassar 56 Jurnal Forum Bangunan : Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS MAKASSAR (Survei pada Atap Bangunan Kantor di Kota Makassar) Rahmansah Jurusan Pendidikan Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Negeri Makassar Bakhrani Rauf Jurusan Pendidikan Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Negeri Makassar ABSTRACT Traditional architecture builds upon rules adopted traditions of local communities. Traditional architecture is also a formation of cultural elements that grow and develop along with the growth of a tribe that serve as an identity of the tribe. Traditional architecture should be preserved in order to maintain their extinction. The purpose of this study was to determine changes in the traditional architecture of Bugis Makassar on the roof of an office building in the city of Makassar. Samples were selected intentionally, namely the office of Governor of South Sulawesi, South Sulawesi Provincial Parliament offices, office Makassar City Council, and the Office of PT. PELNI Branch Makassar. Data obtained through field observations, interviews with planning consultants, building users, and tracking documents. The analysis used is descriptive analysis. The results showed that the traditional architecture of Bugis Makassar amended on the roof of the building, namely: a) The shape of the roof, b) color of the roof, c) arrangement timpalaja / sambulayang, and d) the height / slope of the roof. Keywords: Makassar Bugis traditional architecture, roof, change PENDAHULUAN Arsitektur sebagai salah satu bagian dari karya budaya, sarat dengan makna kehidupan, merupakan apresiasi terhadap lingkungan alam sekitar, hingga ekspresi perwujudan seni estetika jiwa manusia. Arsitektur tradisional dibangun berdasarkan kaidah-kaidah tradisi yang dianut masyarakat setempat. Arsitektur tradisional juga merupakan suatu bentukan dari unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan suatu suku bangsa sehingga dijadikan sebagai suatu identitas suku bangsa tersebut. Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang bentuk, ragam hias dan cara pelaksanaannya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. Arsitektur tradisional adalah cermin tata nilai dan budaya yang ditradisikan oleh masyarakatnya (Budihardjo, 1997). Arsitektur tradisional adalah kebudayaan fisik yang dalam konteks tradisional merupakan bentuk ungkapan yang berkaitan erat dengan kepribadian masyarakatnya. Ungkapan fisik sangat dipengaruhi oleh faktor sosio-kultural dan lingkungan dimana ia tumbuh dan berkembang, sehingga perbedaan latar sosio-kultural dan lingkungan mempengaruhi ungkapan dalam

ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS MAKASSAR (Survei pada … · Arsitektur Tradisional Bugis Makassar 56 Jurnal Forum Bangunan: Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS MAKASSAR (Survei pada … · Arsitektur Tradisional Bugis Makassar 56 Jurnal Forum Bangunan: Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS

Arsitektur Tradisional Bugis Makassar

56 Jurnal Forum Bangunan : Volume 12 Nomor 2, Juli 2014

ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS MAKASSAR(Survei pada Atap Bangunan Kantor di Kota Makassar)

Rahmansah

Jurusan Pendidikan Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Negeri MakassarBakhrani Rauf

Jurusan Pendidikan Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Negeri Makassar

ABSTRACT

Traditional architecture builds upon rules adopted traditions of local

communities. Traditional architecture is also a formation of cultural elements that

grow and develop along with the growth of a tribe that serve as an identity of the

tribe. Traditional architecture should be preserved in order to maintain their

extinction. The purpose of this study was to determine changes in the traditional

architecture of Bugis Makassar on the roof of an office building in the city of

Makassar. Samples were selected intentionally, namely the office of Governor of

South Sulawesi, South Sulawesi Provincial Parliament offices, office Makassar

City Council, and the Office of PT. PELNI Branch Makassar. Data obtained

through field observations, interviews with planning consultants, building users,

and tracking documents. The analysis used is descriptive analysis. The results

showed that the traditional architecture of Bugis Makassar amended on the roof

of the building, namely: a) The shape of the roof, b) color of the roof, c)

arrangement timpalaja / sambulayang, and d) the height / slope of the roof.

Keywords: Makassar Bugis traditional architecture, roof, change

PENDAHULUAN

Arsitektur sebagai salah satu bagiandari karya budaya, sarat dengan maknakehidupan, merupakan apresiasi terhadaplingkungan alam sekitar, hingga ekspresiperwujudan seni estetika jiwa manusia.Arsitektur tradisional dibangunberdasarkan kaidah-kaidah tradisi yangdianut masyarakat setempat. Arsitekturtradisional juga merupakan suatubentukan dari unsur kebudayaan yangtumbuh dan berkembang bersamaandengan pertumbuhan suatu suku bangsasehingga dijadikan sebagai suatu identitassuku bangsa tersebut. Arsitekturtradisional adalah suatu bangunan yang

bentuk, ragam hias dan carapelaksanaannya diwariskan turuntemurun dari generasi ke generasi.Arsitektur tradisional adalah cermin tatanilai dan budaya yang ditradisikan olehmasyarakatnya (Budihardjo, 1997).

Arsitektur tradisional adalahkebudayaan fisik yang dalam kontekstradisional merupakan bentuk ungkapanyang berkaitan erat dengan kepribadianmasyarakatnya. Ungkapan fisik sangatdipengaruhi oleh faktor sosio-kultural danlingkungan dimana ia tumbuh danberkembang, sehingga perbedaan latarsosio-kultural dan lingkunganmempengaruhi ungkapan dalam

Page 2: ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS MAKASSAR (Survei pada … · Arsitektur Tradisional Bugis Makassar 56 Jurnal Forum Bangunan: Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS

Rahmansah, Bakhrani Rauf

Jurnal Forum Bangunan : Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 57

arsitekturalnya. Kebijakan pemerintahterkait pelestarian budaya antara lain: 1)Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun1992, bahwa kewajiban Pemerintah Pusatdengan seluruh jajarannya danPemerintah Daerah bersama-sama dengansegenap warganya mengembangkankebudayaan dalam arti yang luas,sehingga kehidupan budaya wargabersangkutan dapat mengalami kemajuan.2) Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun1982, bahwa kewajiban PemerintahDaerah bersangkutan maupun PemerintahPusat untuk memperhatikan berbagaifenomena budaya yang antara lainterungkap pada karya arsitekturpeninggalan masa lalu yang lengkapdengan nilai-nilai yang melekat padanya,untuk kemudian menciptakan peraturanyang khusus mengatur lingkungan hayati,spasial dan sosial yang berkaitan dengankekhasan daerahnya.

Kota Makassar sebagai ibu KotaProvinsi Sulawesi Selatan menjadi pusatpelayanan regional, berkembang diiringidengan pembangunan berbagai fasilitastermasuk fasilitas perkantoran untukmenunjang fungsinya. Sebagianbangunan perkantoran di Kota Makassarmenjadikan arsitektur tradisional lokalsebagai inspirasi di dalam perencanaandan perancangan. Penerapannya dapatdilihat melalui elemen (tangible)khususnya pada atap bangunan.

Arsitektur sebagai salah satu aspekkebudayaan adalah merupakanperwujudan nilai-nilai yang dianut dandipelihara untuk diwariskan kegenerasiberikutnya. Hal tersebut sejalan denganpernyataan Yudono (2008) bahwa:“semakin cepat dilakukan kajian untukmenggali kearifan arsitektur tradisionallokal semakin baik, sebelum para sesepuhbijak cerdik cendekia bidang budaya,sosiologi dan arsitektur tradisionalterlanjur berpulang sehingga kita dapatmerajut kembali local wisdomarchitecture tacit knowledge, yang sangat

kita perlukan termasuk oleh generasipenerus”. Selanjutnya Anwar (2005)berpendapat bahwa kurangnyapemahaman makna dan nilai tentangarsitektur Bugis Makassar, sehinggadikhawatirkan akan sirna dan pupusterakibat kehilangan jati dirinya.Arsitektur sebagai salah satu aspekkebudayaan adalah merupakanperwujudan nilai-nilai yang dianut dandipelihara untuk diwariskan kegenerasiberikutnya. Bahwa penutur asli (PanritaBola/Balla) kurang mampumenyampaikan secara sistematis dan jugasudah mulai uzur dan pupus; yang apabilatidak diregenerasikan maka sudah dapatdipastikan akan kehilangan identitasarsitektur. Dilain pihak, lebarnyakesenjangan pemahaman dan persepsitentang arsitektur bagi para pelakupambangunan.

Menurut Saliya (2003), mengatakanbahwa arsitektur tradisional padadasarnya tidak mengenal ukuran yangformal seperti meter atau feet. Ukuranyang digunakan adalah selalu bersifatkongkrit yakni merujuk pada ukuran ataubesaran benda, misalnya: ukuran bagiantubuh manusia, seperti depa, hasta, tinggipundak, rentang-rentang tegak dan lebarlangkah. Besaran-besaran ini selaludikaitkan dengan nilai-nilai kosmologisyang memandang segala sesuatu dalamkaitan dengan posisi terhadap alamsemesta atau jagad raya yang merupakanbagian dari proses penciptaan alam raya.Hal tersebut sejalan dengan Ronald(2005) bahwa satuan ukuran yangdigunakan untuk menentukan besaranpanjang atau jarak, digunakan bagiantubuh mulai dari ibu jari, telapak tangan,telapak kaki dan panjang lengan atauyang lebih dikenal dengan ukuranantropometrik.

Arsitektur tradisional sebagai salahsatu bentuk warisan budaya merupakanpengendapan fenomena dari waktu kewaktu yang berlangsung secara runtut

Page 3: ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS MAKASSAR (Survei pada … · Arsitektur Tradisional Bugis Makassar 56 Jurnal Forum Bangunan: Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS

Arsitektur Tradisional Bugis Makassar

58 Jurnal Forum Bangunan : Volume 12 Nomor 2, Juli 2014

evolusioner dengan situasi budaya yangpenuh konflik perubahan atauperkembangan. Tuntutan akan makna danidentitas dari arsitektur semakinmeningkat. Kekerdilan penalaran kognitifdan kemiskinan penghayatan afektif atasnafas dan jiwa yang melembari arsitekturtradisional selama ini telahmengakibatkan munculnya bangunan-bangunan yang berbedak tradisional,komponen fisik dan wajah visualnyadipakai, tetapi falsafah nilai, sistemperlambang dan pemaknaan sosialditiadakan (Budihardjo, 1989).

Mardanas (1985) dahulu kala sukuBugis Makassar menganut kepercayaanattau riolong yang mengajarkanpandangan kosmologis, bahwa alam raya(makro kosmos) bersusun tiga tingkat,yaitu: botting langi’ (dunia atas), alekawa (dunia tengah) dan uri liyu (duniabawah). Pusat ketiga bagian alam rayaialah botting langi, tempatbersemayamnya dewata Seuwae.Pandangan kosmologis tentang makrokosmos diwujudkan pada rumahtinggalnya yang dianggap sebagai mikrokosmos. Oleh karena itu, rumahnyaterdiri atas tiga bagian yaitu: rakkeang(para-para/loteng), ale bola (badanrumah) dan awa bola (kolong rumah).Ketiga bagian itu terpusat pada posi bolayaitu bagian yang dianggap suci.

Tato (2008) mangatakan bahwakonsep arsitektur tradisional BugisMakassar memandang kosmos terbagiatas tiga bagian, sehingga secarastruktural rumah tradisional BugisMakassar terdiri dari: a) struktur bagianbawah, b) struktur badan rumah, dan c)struktur bagian atas.

Ketiga bagian-bagian struktur diatas memperlihatkan adanya keserasianantara struktur bagian bawah, strukturtengah dan struktur atas. Hal inidisebabkan karena ukuran yang merekagunakan didasarkan pada ukuran

perbandingan dari anggota badannyasendiri. Dasar ukuran itu adalah : tinggibadan, panjang depa, panjang langkah,panjang hasta, panjang jengkal danpanjang atau lebar jari.

Masalah penelitian ini adalahbagaimana perubahan arsitekturtradisional Bugis Makassar pada bagianatap bangunan kantor di Kota Makassaryang terdiri atas: a) bentuk atap, b) warnaatap, c) susunan timpalaja, dan c)ketinggian/kemiringan atap. Oleh karenaitu tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui perubahan arsitekturtradisional Bugis Makassar pada atapbangunan kantor di Kota Makassar yangterdiri atas: a) bentuk atap, b) warna atap,c) susunan timpalaja, dan c)ketinggian/kemiringan atap.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitiandeskriptif. Populasi di dalam penelitianini adalah bangunan kantor yangmenerapkan arsitektur tradisional BugisMakassar pada atap bangunan di KotaMakassar. Sampel diambil secara sengaja(purpossive sampling) yaitu kantorGubernur Provinsi Sulawesi Selatan,kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan,kantor DPRD Kota Makassar, dan kantorPT. PELNI Cabang Makassar.

Variabel yang diteliti adalahperubahan atap yaitu a) perubahan bentukatap, b) perubahan warna atap, c)perubahan susunan timpalaja, dan d)perubahan ketinggian atap. Pengumpulandata dilakukan dengan a) observasi, b)wawancara, dan c) kajian pustaka.

Teknik analisis data yangdigunakan adalah analisis deskriptif yaitumendiskripsikan secara mendalamperubahan a) bentuk atap, b) warna atap,c) susunan timpalaja//sambulayang, dand) ketinggian/kemiringan atap.

Page 4: ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS MAKASSAR (Survei pada … · Arsitektur Tradisional Bugis Makassar 56 Jurnal Forum Bangunan: Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS

Rahmansah, Bakhrani Rauf

Jurnal Forum Bangunan : Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 59

1. Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan 2. Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan

3. Kantor DPRD Kota Makassar 4. Kantor PT. PELNI Cabang Makassar

Gambar 1. Tinjauan Atap dari Sisi Perubahan Bentuk

1. Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan 2. Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan

3. Kantor DPRD Kota Makassar 4. Kantor PT. PELNI Cabang Makassar

Gambar 2. Tinjauan Atap dari Sisi Perubahan Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinjauan Atap dari Perubahan Bentuk

Atap pada arsitektur tradisionalBugis Makassar berbentuk prisma segitiga memanjang ke belakang. Untukmelihat perubahan bentuk atap dapatdilihat pada Gambar 1, yaituperbandingan antara kantor Gubernur

Provinsi Sulawesi Selatan, kantor DPRDProvinsi Sulawesi Selatan, kantor DPRDKota Makassar, dan kantor PT. PELNICabang Makassar.

Bentuk atap pada kantor GubernurProvinsi Sulawasi Selatan dan kantorDPRD Provinsi Sulawesi Selatan secarautuh menerapkan bentuk atap prisma segitiga pada masing-masing atap bangunan

Page 5: ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS MAKASSAR (Survei pada … · Arsitektur Tradisional Bugis Makassar 56 Jurnal Forum Bangunan: Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS

Arsitektur Tradisional Bugis Makassar

60 Jurnal Forum Bangunan : Volume 12 Nomor 2, Juli 2014

tersebut. Namun pada kantor DPRD KotaMakassar dan kantor PT. PELNI CabangMakassar tidak menerapkan secara utuhbentuk atap prisma segi tiga pada masing-masing atap bangunan tersebut. Atappada kantor Gubernur Provinsi SulawasiSelatan dan kantor DPRD ProvinsiSulawesi Selatan memiliki atap berbentukprisma segi tiga. Sedangkan kantorDPRD Kota Makassar memiliki bentukgabungan atap prisma segi tiga danbentuk atap perisai, dan kantor PT.PELNI Cabang Makassar memilikibentuk atap prisma segi tiga yangditumpuk bersusun dua.

Bentuk atap kantor DPRD KotaMakassar menggabungkan bentuk atapprisma dan perisai. Atap pada bagian atassecara utuh menerapkan bentuk atapprisma segi tiga dan atap pada bagianbawah berbentuk perisai. Atap bagianatas dan bagian bawah memiliki jarakyang juga berfungsi sebagai ventilasi. Halini memberikan kesan bahwa atap selainberbentuk perisai juga berbentuk prismasegi tiga sebagai mana pada bentuk ataparsitektur tradisional Bugis Makassar.

Perubahan bentuk atap tersebutdidasari oleh budaya dan tradisi yangmelekat pada masyarakat BugisMakassar. Selain itu juga diwarnaidengan kemampuan perencana,pelaksana, dan keinginan penggunabangunan.

Tinjauan Atap dari Perubahan Warna

Warna atap arsitektur tradisionalBugis Makassar berasal dari warna dasarmaterial atap yang diperoleh dari alamseperti atap daun nipa, alang-alang dandaun rumbia berwarna cokelat, atap daunlontar berwarna kuning muda tanpamenggunakan pewarna buatan atau cat.Untuk melihat perubahan warna atapdapat dilihat pada Gambar 2, yaituperbandingan antara kantor Gubernur

Provinsi Sulawesi Selatan, kantor DPRDProvinsi Sulawesi Selatan, kantor DPRDKota Makassar, dan kantor PT. PELNICabang Makassar.

Perubahan warna atap padagambar tersebut adalah atap kantorGubernur Provinsi Sulawesi Selatan,kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan,dan kantor DPRD Kota Makassarmenerapkan warna atap sesuai denganwarna atap arsitektur tradisional BugisMakassar. Atap kantor DPRD KotaMakassar berwarna cokelat. Atap KantorDPRD Kota Makassar berwarna jinggadan berwarna cokelat, dan atap kantorPT. PELNI Cabang Makassar berwarnajingga.

Semua warna atap merupakanwarna buatan hasil olahan industri danbukan merupakan warna alami material.Perubahan warna atap dipengaruhi olehpemakaian jenis material atap olahanindustri seperti atap kantor GubernurProvinsi Sulawesi Selatan, atap kantorDPRD Provinsi Sulawesi Selatan, atapkantor DPRD Kota Makassar dan atapKantor PT. PELNI Cabang Makassaryang memakai atap genteng. Pemakaianjenis material industri didasarkan padapertimbangan ketahanan, kemudahandalam pemeliharaan, kemudahan dalampemasangan, pertimbangan konsultanperencana dan pemilik bangunan.

Pemakaian material atap alamitidak dapt digunakan lagi. Hal itudisebabkan oleh perkembanganteknologi. Pemakaian atap danpemakaian warna yang mengikutiperkembangan teknologi ini masih tetapterterima oleh budaya yang dianut olehmasyarakat Bugis Makassar. Perubahanwarna atap tersebut didasari oleh budayadan tradisi yang melekat pada masyarakatBugis Makassar. Selain itu juga diwarnaidengan kemampuan perencana,pelaksana, dan keinginan penggunabangunan.

Page 6: ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS MAKASSAR (Survei pada … · Arsitektur Tradisional Bugis Makassar 56 Jurnal Forum Bangunan: Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS

Rahmansah, Bakhrani Rauf

Jurnal Forum Bangunan : Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 61

1. Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan 2. Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan

3. Kantor DPRD Kota Makassar 4. Kantor PT. PELNI Cabang Makassar

Gambar 3. Tinjauan Atap dari Sisi Perubahan Susunan

Tinjauan Atap dari PerubahanSusunan

Susunan timpalaja/ sambulayangpenutup atap bagian depan dan belakangpada arsitektur tradisional BugisMakassar merupakan simbol stratifikasisosial masyarakat Bugis Makassar,sehingga dengan melihat susunantimpalaja/ sambulayang atap rumahnyadapat diketahui strata sosial penghuninya.Masyarakat Bugis Makassar secara garisbesarnya terdiri dari tiga pelapisan yaitu:wija arung (bangsawan), to sama/tomaradeka (rakyat), wija ata (hambasahaya). Seorang yang berstatusbangsawan boleh saja tinggal di saorajaatau boleh membangun rumah yangbesarnya sama dengan saoraja. Penutupbubungan (timpalaja) bertingkat sampailima. Bola (rumah rakyat dan hambasahaya), Penutup bubungan timpalajaatap rumahnya tidak bertingkat. Untukmelihat perubahan susunan timpalajadapat dilihat pada Gambar 3, yaituperbandingan antara kantor GubernurProvinsi Sulawesi Selatan, kantor DPRDProvinsi Sulawesi Selatan, kantor DPRDKota Makassar, dan kantor PT. PELNICabang Makassar.

Perubahan susunan timpalaja/sambulayang penutup atap bagian depandan belakang pada gambar tersebutadalah atap kantor Gubernur ProvinsiSulawesi Selatan bersusun empat, atapkantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatanbersusun lima, atap kantor DPRD KotaMakassar bersusun lima, atap kantorBank BTN Cabang Makassar tidakbersusun dan atap Kantor PT. PELNICabang Makassar bersusun empat.

Perubahan susunantimpalaja/sambulayang atap kantor tidakdipengaruhi oleh adanya strata sosialmelainkan hanya dipandang dari sisiestetika dan kemampuan perencanamengombinasikan struktur timpalaja/sambulayang tersebut. Atap bangunankantor pemerintah, jumlah susuntimpalaja/sambulayang semata-matadipikirkan hanya unsur estetika dansirkulasi udara pada bagian atapbangunan.

Tinjauan Atap dari PerubahanKemiringan

Ketinggian atap arsitekturtradisional Bugis Makassar ditentukanberdasarkan ketinggian atap dan tidak

Page 7: ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS MAKASSAR (Survei pada … · Arsitektur Tradisional Bugis Makassar 56 Jurnal Forum Bangunan: Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS

Arsitektur Tradisional Bugis Makassar

62 Jurnal Forum Bangunan : Volume 12 Nomor 2, Juli 2014

berdasarkan sudut kemiringan.Ketinggian atap disesuaikan denganstatus penghuninya. Golongan Arung = ½lebar rumah + 1 siku + 1 jengkal telunjuk+ 3 jari pemilik, golongan Tosama = ½lebar rumah + 1 telapak tangan, golonganAta = ½ lebar rumah + 1 siku + tinggikepala + kepalan tangan pemilik. Untukmelihat perubahan sudut ketinggian atapdapat dilihat pada Gambar 4, yaituperbandingan antara kantor GubernurProvinsi Sulawesi Selatan, kantor DPRDProvinsi Sulawesi Selatan, kantor DPRDKota Makassar, dan kantor PT. PELNICabang Makassar.

Perubahan ketinggian atap padagambar tersebut adalah ketinggian atappada semua sampel yang ditelitiditentukan berdasarkan sudut kemiringandan tidak berdasarkan ketinggian atapdengan antropometrik sebagaimana padaatap arsitektur tradisional BugisMakassar. Atap kantor DPRD ProvinsiSulawesi Selatan memiliki sudutkemiringan 450. Atap kantor DPRD KotaMakassar memiliki sudut kemiringan 300

pada atap bagian bawah dan sudutkemiringan 600 pada atap bagian atas.Atap kantor PT. PELNI Cabang

Makassar memiliki sudut kemiringan 600.kantor Gubernur Provinsi SulawesiSelatan memiliki sudut kemiringan 450.

Ketinggian atap arsitekturtradisional Bugis Makassar tidak dapatditerapkan pada bangunan perkantoran.Hal tersebut disebabkan oleh penggunaanmaterial penutup atap dan fungsibangunan sebagai kantor. Penggunaansudut kemiringan atap 150 sampai 600

dipengaruhi oleh pemakaian jenismaterial atap pabrikasi seperti atap seng,atap genteng, onduline dan atap metal.Atap seng dan onduline memerlukansudut kemiringan atap minimal 150 untukmengalirkan air hujan sedangkan atapgenteng dan atap metal memerlukansudut kemiringan atap minimal 300 untukdapat mengalirkan air hujan. Begitu puladengan fungsi bangunan sebagaiperkantoran, bangunan perkantoranmerupakan milik pemerintah, penghunibangunan berganti-ganti sesuai denganperiode dan kepentingan pemerintah,sehingga tidak dapat menerapkanketinggian atap berdasarkan ukuranantropometrik penghuni bangunantersebut sebagaimana pada atap arsitekturtradisional Bugis Makassar.

1. Kantor Gubernur ProvinsiSulawesi Selatan

2. Kantor DPRD Provinsi SulawesiSelatan

3. Kantor DPRD Kota Makassar 4. Kantor PT. PELNI Cabang Makassar

Gambar 4. Tinjauan Atap dari Sisi Perubahan Kemiringan

Page 8: ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS MAKASSAR (Survei pada … · Arsitektur Tradisional Bugis Makassar 56 Jurnal Forum Bangunan: Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 ARSITEKTUR TRADISIONAL BUGIS

Rahmansah, Bakhrani Rauf

Jurnal Forum Bangunan : Volume 12 Nomor 2, Juli 2014 63

Perubahan ketinggian/kemiringanatap kantor tidak dipengaruhi oleh adanyastrata sosial melainkan hanya dipandangdari sisi estetika dan kemampuanperencana mengombinasikan strukturatap tersebut. Atap bangunan kantorpemerintah, ketinggian/kemiringansemata-mata dipikirkan hanya unsurestetika pada bagian atap bangunan.Perubahan ketinggian/kemiringan ataptersebut didasari oleh budaya dan tradisiyang melekat pada masyarakat BugisMakassar. Selain itu juga diwarnaidengan kemampuan perencana,pelaksana, dan keinginan penggunabangunan.

KESIMPULAN

Arsitektur tradisional BugisMakassar telah mengalami perubahanpada bagian atap bangunan. Perubahantersebut dapat dilihat melalui: 1)perubahan bentuk atap, 2) perubahanwarna atap, 3) perubahan susunantimpalaja//sambulayang, dan 4)Perubahan ketinggian/kemiringan atap.Meskipun Arsitektur tradisional BugisMakassar telah mengalami perubahanpada bagian atap bangunan namunperubahan tersebut tetap menganutprinsip-prinsip budaya dan tradisimasyarakat Bugis Makassar.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. J, 2005. Arsitektur dan BudayaMasyarakat Bugis Makassar.

Budihardjo, E. 1989. Jati Diri ArsitekturIndonesia, Alumni, Bandung.

Budihardjo, E. 1997. Arsitek dan ArsitekIndonesia Menyosong MasaDepan. Andi, Yogyakarta.

Mardanas dkk. 1985. ArsitekturTradisional Sulawesi Selatan.Ujung Pandang: Depdikbud

Republik Indonesia. 1982. Undang-Undang Republik Indonesia No. 4Tahun 1982 Tentang KetentuanPokok Pengelolaan LingkunganHidup. Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1982 Nomor 12.

Republik Indonesia. 1992. Undang-undang Republik Indonesia Nomor5 Tahun 1992 tentang Benda CagarBudaya. Direktorat JenderalSejarah dan Purbakala. Jakarta.

Ronald, A. 2005. Nilai-nilai ArsitekturTradisional Jawa. Gadjah MadaIniversity press, Yogyakarta.

Saliya. 2003. Perjalanan Malam.Lembaga Arsitektur IndonesiaIkatan Arsitektur Indonesia-JawaBarat, Bandung.

Tato, S. 2008. Arsitektur TradisionalSulawesi Selatan dari Masa keMasa. Makalah disajikan dalamSeminar Regional ArsitekturRumah dan Perumahan Tradisionaldi Kawasan Timur Indonesia,Jurusan Arsitektur Fakultas TeknikUnhas dan BPTPT Makassar,Makassar 24 April 2008.

Yudono, A. 2008. Kearifan ArsitekturTradisional Rumah Panggungdalam Hunian Modern. Makassar.