44
ANESTESI UMUM DENGAN BALANCE ANESTESIA Fauziah*, Wahyu Hendarto** ABSTRACT ABSTRAK *Coass FK Universitas Trisakti Periode 30 Januari s/d 3 Maret 2012 **Dokter Spesialis Anestesiologi BLU RSUD Semarang PENDAHULUAN Anesthesia berasal dari dua kata Yunani yaitu an dan aesthesia yang berarti tanpa rasa. Anestesi umum adalah menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Obat-obat anestesi dimasukkan ke dalam tubuh melalui inhalasi, parenteral, rektal. Dengan anestesi umum akan diperoleh trias anestesia, yaitu: Hipnotik (tidur) Analgesia (bebas dari nyeri) Relaksasi otot (mengurangi ketegangan tonus otot) Kedalaman anestesi harus dimonitor terus menerus oleh pemberi anestesi agar tidak terlalu dalam sehingga membahayakan jiwa penderita, tetapi cukup adekuat untuk melakukan operasi. Kedalaman anestesi dinilai berdasarkan tanda klinik yang didapat. Guedel membagi kedalaman anestesi menjadi 4 stadium dengan 1

Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

ANESTESI UMUM DENGAN BALANCE ANESTESIA

Fauziah*, Wahyu Hendarto**

ABSTRACT

ABSTRAK

*Coass FK Universitas Trisakti Periode 30 Januari s/d 3 Maret 2012

**Dokter Spesialis Anestesiologi BLU RSUD Semarang

PENDAHULUAN

Anesthesia berasal dari dua kata Yunani yaitu an dan aesthesia yang berarti tanpa rasa.

Anestesi umum adalah menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral disertai hilangnya

kesadaran yang bersifat reversibel. Obat-obat anestesi dimasukkan ke dalam tubuh melalui

inhalasi, parenteral, rektal. Dengan anestesi umum akan diperoleh trias anestesia, yaitu:

Hipnotik (tidur)

Analgesia (bebas dari nyeri)

Relaksasi otot (mengurangi ketegangan tonus otot)

Kedalaman anestesi harus dimonitor terus menerus oleh pemberi anestesi agar tidak terlalu

dalam sehingga membahayakan jiwa penderita, tetapi cukup adekuat untuk melakukan operasi.

Kedalaman anestesi dinilai berdasarkan tanda klinik yang didapat. Guedel membagi kedalaman

anestesi menjadi 4 stadium dengan melihat pernafasan, gerakan bola mata, tanda pada pupil,

tonus otot, dan refleks pada penderita yang mendapat anestesi eter.(1)

Balans anesthesia

Anestesi balans adalah salah satu metode pemberian anestetik yang paling sering

digunakan. Pada metode ini akan didapatkan trias anestesia, yaitu :

Sedasi (hipnosis)

Analgesia (bebas dari nyeri)

Relaksasi otot

1

Page 2: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan

mempermudah tindakan pembedahan. Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi

modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka trias anestesi diperoleh dengan

menggabungkan berbagai macam obat. Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan,

enfluran, isofluran, sevofluran). Analgesia didapat dari N2O dan analgetika narkotik. Sedangkan

relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant).

Sejarah

STADIUM ANESTESI

Stadium I

Stadium I disebut juga stadium analgesia atau stadium disorientasi.Dimulai sejak diberikan

anestesi sampai hilangnya kesadaran.Pada stadium ini operasi kecil bisa dilakukan.

Stadium II

Stadium II disebut juga stadium delirium atau stadium eksitasi. Dimulai dari hilangnya

kesadaran sampai nafas teratur. Dalam stadium ini pasien biasanya meronta-ronta, pernafasan

irregular, pupil melebar, refleks cahaya positif, gerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+),

tonus otot meninggi, refleks fisiologi masih ada, dapat terjadi batuk atau muntah, kadang-kadang

kencing atau defekasi. Stadium ini diakhiri dengan hilangnya refleks menelan dan kelopak mata

dan selanjutnya nafas menjadi teratur. Stadium ini membahayakan penderita, karena itu harus

segera diakhir. Keadaan ini bisa dikurangi dengan memberikan premedikasi yang adekuat,

persiapan psikologi penderita dan induksi yang halus dan tepat.

Stadium III

Stadium III disebut juga stadium operasi. Dimulai dari nafas teratur sampai paralise otot nafas.

Dibagi menjadi 4 plana:

2

Page 3: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

Plana I : Dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata. Ditandai dengan nafas teratur,

nafas torakal sama dengan abdominal. Gerakan bola mata berhenti, pupil mengecil, refleks

cahaya (+), lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah menghilang, tonus otot menurun.

Plana II : Dari berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan paralisa otot interkostal.

Ditandai dengan pernafasan teratur, volume tidal menurun,dan frekwensi nafas meningkat, mulai

terjadi depresi nafas torakal, bola mata berhenti, pupil mulai melebar dan refleks cahaya

menurun, refleks kornea menghilang dan tonus otot semakin menurun.

Plana III : Dari permulaan paralise otot interkostal sampai paralise seluruh otot interkostal.

Ditandai dengan pernafasan abdominal lebih dominan dari torakal karena terjadi paralisis otot

interkostal, pupil makin melebar, dan refleks cahaya menjadi hilang, lakrimasi negatif, refleks

laring dan peritoneal menghilang, tonus otot makin menurun.

Plana IV : Dari paralise semua otot interkostal sampai paralise diafragma. Ditandai dengan

paralise otot interkostal, pernafasan lambat, irregular dan tidak adekwat, terjadi jerky karena

terjadi paralise diafragma. Tonus otot makin menurun sehingga terjadi flaccid, pupil melebar,

refleks cahaya negatif, refleks sfingter ani negatif.

Stadium IV

Dimulai dari paralisis diafragma sampai apneu dan kematian.Juga disebut stadium overdosis atau

stadium paralisis. Ditandai dengan hilangnya semua refleks, pupil dilatasi, terjadi respiratory

failure dan diikuti dengan circulatory failure.(2)

Teori terjadinya Anestesi Umum

1. Lipid solubility theory

Obat anestesi adalah lipid soluble sehingga efeknya berhubungan dengan daya larutnya di

dalam lemak.Makin besar daya larutnya, makin besar efek anestesinya.

2. Teori colloid

Efek anestesi disebabkan karena terjadinya agregasi colloid dalam sel yang menyebabkan

terjadinya gangguan fungsi pada sel.

3. Teori adsorbsi/ tegangan permukaan

Menghubungkan efek anestesi dengan daya adsorbsi atau menurunnya tegangan

permukaan membran sel. Dengan mengumpulnya obat anestesi pada membrane

3

Page 4: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

selberakibat perubahan permeabilitas membran / daya adsorbsi dan menyebabkan

terjadinya hambatan fungsi neuron.

4. Teori Biokimiawi

Menerangkan efek obat anestesi dengan peningkatan reaksi enzimatik atau dalam sel.

Antara lain beberapa obat anastesi menyebabkan uncoupling dan fosforilasi oksidatif dan

menghambat konsumsi oksigen.

5. Teori Fisik

Menghubungkan daya anestesi dengan aktivitas termodinamik atau bentuk dasar

molekul.Menurut Mullins 1954 bekerjanya obat anestesi yang inert adalah dengan

pengisian ruang-ruangan non aqueous dari membran sel oleh obat anestesi sehingga

permeabilitas membran terganggu. Pauling 1964 mengemukakan bahwa zat anestesi

dapat membentuk mikro kristal dengan air dalam membrane sel neuron dan ini

menyebabkan stabilisasi membrane sel. Teori ini juga disebut hidrat mikro Kristal(3)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANESTESI UMUM

A. Faktor Respirasi

Hal-hal yang mempengaruhi tekanan parsial zat anestetika dalam alveolus adalah:

1. Konsentrasi zat anestetika yang diinhalasi; semakin tinggi konsentrasi, semakin cepat

kenaikan tekanan parsial

2. Ventilasi alveolus; semakin tinggi ventilasi, semakin cepat kenaikan tekanan parsial(4)

B. Faktor Sirkulasi

Saat induksi, konsentrasi zat anestetika dalam darah arterial lebih besar daripada darah

vena. Faktor yang mempengaruhinya adalah:

Perubahan tekanan parsial zat anestetika yang jenuh dalam alveolus dan darah vena.

Dalam sirkulasi, sebagian zat anestetika diserap jaringan dan sebagian kembali

melalui vena.

Koefisien partisi darah/gas yaitu rasio konsentrasi zat anestetika dalam darah terhadap

konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan seimbang.

Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung.(4,5)

C. Faktor Jaringan

Perbedaan tekanan parsial obat anestetika antara darah arteri dan jaringan

Koefisien partisi jaringan/darah

4

Page 5: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

Aliran darah dalam masing-masing 4 kelompok jaringan (jaringan kaya pembuluh

darah/JKPD, kelompok intermediate, lemak, dan jaringan sedikit pembuluh

darah/JSPD)

D. Faktor Zat Anestetika

Potensi dari berbagai macam obat anestetika ditentukan oleh MAC (Minimal

Alveolus Concentration), yaitu konsentrasi terendah zat anestetika dalam udara alveolus

yang mampu mencegah terjadinya tanggapan (respon) terhadap rangsang rasa sakit.

Semakin rendah nilai MAC, semakin poten zat anestetika tersebut.

E. Faktor Lain

Ventilasi, semakin besar ventilasi, semakin cepat pendalaman anestesi

Curah jantung, semakin tinggi curah jantung, semakin lambat induksi dan

pendalaman anestesia

Suhu, semakin turun suhu, semakin larut zat anestesia sehingga pendalaman anestesia semakin

cepat.(4,5)

METODE ANESTESI UMUM

I. Parenteral

Anestesia umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun

intramuskular biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat atau untuk induksi

anestesia.

II. Perektal

Metode ini sering digunakan pada anak, terutama untuk induksi anestesia maupun

tindakan singkat.

III. Perinhalasi

Yaitu menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap (volatile agent)

dan diberikan dengan O2. Konsentrasi zat anestetika tersebut tergantunug dari

tekanan parsialnya; zat anestetika disebut kuat apabila dengan tekanan parsial yang

rendah sudah mampu memberikan anestesia yang adekuat.(5)

TOTAL INTRA VENOUS ANESTHESIA

5

Page 6: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

TIVA merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan obat langsung ke dalam

pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan untuk premedikasi seperti

diazepam dan analgetik narkotik. Induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga

digunakan sebagai pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.

Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat anestesi dan yang

digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton, Diazepam ,

Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.(6)

Kelebihan TIVA:

1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis yang lebih

akurat sesuai yang dibutuhkan.

2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar jalan

nafas atau paru-paru.

3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus.(6,7)

Indikasi dilakukan TIVA:

1. Obat induksi anesthesia umum

2. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat

3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat

4. Obat tambahan anestesi regional

5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)(7)

ANESTESI INHALASI

Anestesi inhalasi adalah obat yang paling sering digunakan pada anestesia umum.

Penambahan sekurang-kurangnya 1% anestetik volatil pada oksigen inspirasi dapat

menyebabkan keadaan tidak sadar dan amnesia, yang merupakan hal yang penting dari anestesia

umum. Bila ditambahkan obat intravena seperti opioid atau benzodiazepin, serta menggunakan

teknik yang baik, akan menghasilkan keadaan sedasi/hipnosis dan analgesi yang lebih dalam.

Kemudahan dalam pemberian (dengan inhalasi sebagai contoh) dan efek yang dapat dimonitor

6

Page 7: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

membuat anestesi inhalasi disukai dalam praktek anestesia umum. Tidak seperti anestetik

intravena, kita dapat menilai konsentrasi anestesi inhalasi pada jaringan dengan melihat nilai

konsentrasi tidal akhir pada obat-obat ini. Sebagai tambahan, penggunaan gas volatil anestesi

lebih murah penggunaanya untuk anestesia umum. Hal yang harus sangat diperhatikan dari

anestesi inhalasi adalah sempitnya batas dosis terapi dan dosis yang mematikan. Sebenarnya hal

ini mudah diatasi, dengan memantau konsentrasi jaringan dan dengan mentitrasi tanda-tanda

klinis dari pasien.(8)

Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi umum, akan

tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi, terutama pada pasien anak-anak. Gas anestesi inhalasi

yang banyak dipakai adalah isofluran dan dua gas baru lainnya yaitu sevofluran dan

desfluran.sedangkan pada anak-anak, halotan dan sevofluran paling sering dipakai. Walaupun

dari obat-obat ini memiliki efek yang sama (sebagai contoh : penurunan tekanan darah

tergantung dosis), namun setiap gas ini memiliki efek yang unik, yang menjadi pertimbangan

bagi para klinisi untuk memilih obat mana yang akan dipakai. Perbedaan ini harus disesuaikan

dengan kesehatan pasien dan efek yang direncanakan sesuai dengan prosedur bedah.

PREMEDIKASI

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk

melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia diantaranya :

Meredakan kecemasan dan ketakutan

Memperlancar induksi anesthesia

Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

Meminimalkan jumlah obat anestetik

Mengurangi mual-muntah pasca bedah

Menciptakan amnesia

Mengurangi isi cairan lambung

Mengurangi refleks yang membahayakan(7)

OBAT PREMEDIKASI

Sulfas atropin 0,25 mg : Antikolinergik

7

Page 8: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk

mengurangi efek bronkial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis, baik

akibat obat atau anestesikum maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek

lainnya adalah melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan spasme

gastrointestinal. Perlu diingat bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya laringospame

yang berkaitan dengan anestesi umum.(7,8)

Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam dosis terapeutik ada

perasaan kering dirongga mulut dan penglihatan jadi kabur.Karena itu sebaiknya obat ini

tidak digunakan untuk anestesi regional atau lokal.Pemberiannya harus hati-hati pada

penderita dengan suhu diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung

khususnya fibrilasi atrium.

Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.

Diberikan secara suntikan subkutis, intramuskular atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg

untuk dewasa dan 0,015 mg/kgBB untuk anak-anak.(8)

Midazolam 5 mg : obat penenang (tranquillizer)

Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi

dan pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat

karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua

dengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus

ditentukan secara hati-hati.Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan.

Dosis premedikasi sebelum operasi (secara intramuskular) pada orang dewasa :

0,07-0,1 mg/kg berat badan. Premedikasi sebelum diagnostik atau intervensi pembedahan

(secara intravena) : 2,5-5 mg. Selanjutnya 1 mg dosis jika perlu. Induksi anestesi :

dewasa : 10-15 mg secara intravena, dikombinasikan dengan narkotik sebesar 0,03-0,3

mg/kg berat badan/jam. Anak-anak : 0,15-0,2 mg/kg berat badan secara intramuskular,

dikombinasikan dengan Ketamin. Untuk pemeliharaan : 0,03-0,2 mg/kg berat badan/jam.

Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan.(1)

8

Page 9: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

Suatu antagonis reseptor serotonin 5 – HT 3 selektif.Baik untuk pencegahan dan

pengobatan mual, muntah pasca bedah.Efek samping berupa hipotensi, bronkospasme,

konstipasi dan sesak nafas. Dosis dewasa 2-4 mg.(2)

Induksi

Induksi anesthesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,

sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Cara-cara induksi dapat

dikerjakan dengan cara:

1) Induksi intravena

a) Tiopental (pentotal, tiopental) dikemas dalam bentuk tepung atau bubuk berwarna

kuning, berbau belerang, biasanya dalam ampul 500mg atau 1000mg. Sebelum

digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% (1ml=25mg). tiopental

hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg dan disuntikkan

perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Larutan ini sangat alkalis dengan pH 10-

11, sehingga suntikan keluar vena akan menimbulkan nyeri hebat apalagi masuk ke arteri

akan menyebabkan vasokonstriksi dan nekrosis jaringan sekitar. Kalau hal ini terjadi

dianjurkan memberikan suntikan infiltrasi lidokain2.

b) Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi 10% minyak kedelai,

2,25% gliserol dan lesitin telur. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan

oleh GABA. Propofol (diprivan, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna

putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg dan mudah. Propofol

adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu

30-60 detik.(4,5). Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik

sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-

2,5 mg/kg, dosis rumatan untu anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi

untuk perawatan intesif 0,2 mg/kg. Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa

5%. Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak < 3 tahun dan pada wanita hamil tidak

dianjurkan. Sebaiknya menyuntikkan obat anestetik ini pada vena besar karena dapat

menimbulkan nyeri pada pemberian intravena2. Pada pasien yang berumur diatas 55

tahun dosis untuk induksi maupun maintanance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang

diberikan untuk pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bisa secara

9

Page 10: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

suntikan bolus intravena atau secara kontinu melalui infus, namun kecepatan pemberian

harus lebih lambat daripada cara pemberian pada orang dewasa di bawah umur 55 tahun.

Pada pasien dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih

lambat.(4,5)

Pada ibu hamil propofol dapat menembus placenta dan dengan cepat masuk ke dalam

janin dan menyebabkan depresi janin. Pada sistem kardiovaskuler menyebabkan turunnya

tekanan darah dan sedikit perubahan pada nadi. Obat ini tidak mempunyai efek vagolitik,

sehingga pernah dilaporkan terjadinya bradikardi sampai asistole pada pemakaian

propofol. Karena itu dianjurkan untuk memberikan anti kolinergik sebelum pemakaian

propofol, khususnya pada keadaan di mana tonus vagal lebih dominan atau bila propofil

dipakai bersama dengan obat-obat penyebab bradikardi. Kontraindikasi : Penderita yang

alergi pada propofol. Preparat : Tersedia dalam ampul yang berisi 20 cc, tiap cc

mengandung 10 mg propofol.(6)

c). Ketamin adalah suatu rapid acting non barbiturate general anesthesia. Indikasi pemakain

ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan nafas yang sulit, prosedur diagnosis,

tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi, tindakan operasi sibuk dan asma. Ketamin (ketalar)

kurang digemari untuk induksi anestesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi,

hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur

dan mimpi buruk.

Dosis :

- Induksi IV : 0,5 - 2 mg/kgBB

- IM : 4 - 6 mg/kgBB

- Analgesi : 0,2 - 0,8 mg/kgBB iv

2 – 4 mg/kgBB im

- Preemptif analgesi: 0,15 – 0,25 mg/kgBB iv

- Maintenance : 15 – 45 µg/kgBB/menit dengan 50 – 70%

30 – 90 µg/kgBB/menit tanpa N2O

Onset :

- IV : 10 – 60 detik

- IM : 3 – 20 menit

10

Page 11: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

Preparat :Biasanya dikemas dalam flacon berisi 10 cc larutan ada yang tiap cc mengandung 50

mg dan ada yang 100 mg.(6) Ketamin adalah derivate pencyclidin. Kontra indikasi : hipertensi

yang tak terkontrol, hipertiroid, eklampsi / pre ekampsi, gagal jantung, unstable angina, infark

miokard, aneurisma intracranial, toraks dan abdomen, tekanan intracranial tinggi dan perdarahan

serebral, tekanan intra okuler tinggi, trauma mata terbuka

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi. Opioid tidak

menggangu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan

jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg dilanjutkan

dengan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit2.

2) Induksi inhalasi

Obat anestetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk membantu

pembedahan adalah N2O. Kemudian menyusul eter, kloroform, etil-klorida, etilen, divinil-

eter, siklo-propan, trikloro-etilen, iso-vinil-eter, halotan, metoksi-fluran, enfluran, isofluran,

desfluran, dan savofluran. Obat-obat ini ditinggalkan, karena efek sampingnya yang tidak

dikehendaki misalnya2:

a) Eter : kebakaran, peledakan, sekresi bronkus berlebihan, mual-muntah,

kerusakan hepar, baunya merangsang.

b) Kloroform : aritmia, kerusakan hepar

c) Etil-klorida : kebakaran, peledakan, depresi jantung, indeks terapi sempit, dirusak

kapur soda

d) Triklor-etilen : dirusak kapur soda, bradi-aritmia, mutagenic

e) Metoksifluran : toksis terhadap ginjal, kerusakan hepar dan kebakaran.

Analgesia

A. N2O

Nitrous oksida ditemukan oleh Priestley pada tahun 1772, kemudian pada tahun 1779,

oleh Humphrey Davy menyatakan bahwa N2O mempunyai efek anestesia. Pada tahun 1844

Cotton dan Wells mempergunakannya dalam praktik klinik. Nitrous oksida lebih populer dengan

11

Page 12: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

nama gas gelak. N2O adalah satu-satunya gas inorganik yang masih dipakai dalam praktek

anestesia.

N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar (lebih dari

65%) agar efektif. Paling sedikit 20%atau 30% oksigen harus diberikan sebagai campuran,

karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat menyebabkan hipoksia. N2O tidak dapat

menghasilkan anestesia yang adekuat kecuali dikombinasikan dengan zat anestesi yang lain,

meskipun demikian, karakteristik tertentu membuatnya menjadi zat anestesi yang menarik, yaitu

koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek anagesi pada konsentrasi subanestetik, kecilnya

efek kardiovaskuler yang bermakna klinis, toksisitasnya minimal dan tidak mengiritasi jalan

napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan masker.

Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif, sehingga pemberian N2O dapat

secara substansial mengurangi jumlah zat anestesi lain yang seharusnya digunakan. Pemberian

N2O akan menyebabkan peningkatan konsentrasi alveolar dari zat anestesi lain dengan cepat,

oleh karana sifat “efek gas kedua” dan “efek konsentrasi” dari N2O. Efek konsentrasi terjadi saat

gas diberikan dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi gas diinhalasi, maka

semakin cepat peningkatan tekanan arterial gas tersebut. Seorang pasien menerima 70-75% N2O

akan menyerap sampai 1.000 ml/menit N2O saat fase awal induksi. Pemindahan volume N2O

dari paru ke darah, menyebabkan aliran gas segar seperti disedot masuk dari mesin anestesi ke

dalam paru-paru, sehingga meningkatkan laju gas lain. Pasien menerima hanya 10-25% N2O,

pengambilan N2O oleh darah hanya 150 ml/menit, hal ini tidak menghasilkan perubahan yang

signifikan pada laju penyerapan agen/gas lain. Efek gas kedua terjadi saat agen inhalasi kedua

diberikan bersama dengan N2O. efek ini berkaiatan dengan pengambilan N2O yang cepat,

sekitar 1.000 ml/menit saat induksi anestesi. Pengambilan cepat volume N2O yang besar,

menmbulkan suat keadaan vakum di alveolus, sehingga memaksa lebih banyak gas segar (N2O

bersama dengan agen inhalasi lain) masuk ke dalam paru-paru.

MAC bangun N2O adalah 65% diatas konsentrasi tersebut pasien tidak sadar atau lupa

terhadap tindakan pembedahan. Analgesia yang dihasilakan oleh 50% N2O kira-kira sama

dengan 10 mg morfin.

Penggunaan Klinik

12

Page 13: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia umum inhalasi

dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan N2O : O2 = 70 : 30 (untuk

pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan tunjangan oksigen yang lebih banyak),

atau 50 : 50 (untuk pasien yan beresiko tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah,

maka dalam penggunaannya selalu dikombinasikan dengan obat lain yang berkhasiat sesuai

dengan target “trias anestesia” yang ingin dicapai2.

b. Halothane (Fluothane)

Halothane adalah obat anestesi inhalasi berbentuk cairan bening tak berwarana yang mudah

menguap dan berbau harum. Pemberian halothane sebaiknya bersama dengan oksigen atau

nitrous oksida 70% - oksigen dan sebaiknya menggunakan vaporizer yang khusus dikalibrasi

untuk halothane agar konsentrasi uap dihasilkan itu akurat dan mudah dikendalikan. Pada nafas

spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada nafas kendali sekitar 0,5-1 vol % yang

tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Kelebihan dosis menyebabkan depresi

pernafasan, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardia, vasodilatasi perifer,

depresi vasomotor, depresi miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Paska pemberian

halothane sering menyebabkan pasien menggigil(4)

B. Narkotik Analgetik

Morfin

Pemberian morfin sebelum timbul rasa nyeri lebih efektif dibandingkan sesudah terjadi

nyeri. Pemberian sebelum anestesi dapat menunda timbulnya nyeri post operatif. Jika dosis

melebihi 15 mg jangan diberikan sekaligus. Untuk anak-anak dosis harus dikurangi.

Dosis yang digunakan untuk pembedahan adalah:

Pria dewasa (70 kg) : 10 mg

Wanita dewasa (60kg) : 8 mg (kira-kira 75% pria)

Morfin dimetabolisir hampir sempurna di dalam hepar oleh enzim glucoronil transferase

menjadi bentuk glucoronid yang mudah larut dalam air. Sekitar 10% mengalami demetilasi

membentuk nor morfin yang inaktif. Pada SSP morfin meningkatkan ambang batas nyeri,

menyebabkan euphoria dan mengantuk.

13

Page 14: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

Indikasi 29

Nyeri yang berat dan menetap biasanya diberikan analgetik opioid dengan aktivitas

intrinsik yang tinggi, sedangkan nyeri yang intermitten dan tajam tidak terlalu efektif

jika diberikan morfin.

Nyeri yang berhubungan dengan kanker atau penyakit terminal lainnya

Dapat digunakan pada saat persalinan, tetapi karena melewati barier plasenta, harus

hati-hati terhadap depresi neonatal. Jika terjadi, injeksi naloxone akan membalikkan

efek depresi tersebut.

Nyeri akut, berat dari kolik biliar dan ginjal

Efek samping 29

Hiperaktifias (pada reaksi yang disforik), depresi pernapasan, mual dan muntah,

peningkatan tekanan intrakranial, hipotensi postural yang dicetuskan oleh

hipovolemia, konstipasi, retensio urin, gatal disekitar hidung, urtikaria.

Toleransi dan ketergantungan

Dengan dosis 60 mg dapat menyebabkan henti napas pada pasien non-tolerant. Maksimal dosis

morfin adalah 2000 mg dengan periode 2-3jam. Sedasi dan efek respiratory dari opioid muncul

setelah beberapa jam obat dihentikan.

Tanda dan gejala dari putus obat adalah rinorea, lakrimasi, menguap, kedinginan,

hiperventilasi, hipertermia, midriasiss, nyeri pada otot, muntah, diare, cemas. Biasanya gejala

putus obat dimulai 6-10 jam setelah dosis terakhir. Efek puncak dapat dilihat pada 36-48jam.

Dalam 5 hari, beberapa efek tersebut akan hilang, tetapi beberapa ada yang menetap.29

Meperidin/Pethidin

Petidin bekerja pada reseptor opioid terletak di batang otak, amygdala, corpus striatum,

dan hipotalamus. Petidin menghambat impuls dari susunan syaraf dan menghambat transmisi

informasi nosiseptif dari perifer ke medulla spinalis.

Kekuatan analgesinya antara 1/7-1/10 morfin. Analgesi timbulnya 15-20 menit sesudah

pemberian intramuskuler, kadar puncak plasma tercapai dalam waktu 15-60 menit. Lama kerja

sekitar 2-4 jam. Kadar dalam plasma minimal untuk mencapai analgesi bervariasi antar individu,

14

Page 15: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

dengan kadar 0,7 mcg/cc menghasilkan 95% analgesi paska bedah. Pemberian pada dosis

analgesi dapat menimbulkan efek sedasi.

Dosis pemberian pada orang dewasa 1mg/kgBB, pada orang tua dosis perlu dikurangi.

Pada anak kira-kira 0,5 mg/kgBB jika diberikan bersama barbiturate dosis perlu dikurangi

sampai sepertiganya.

Penggunaan yang dianjurkan adalah intramuskuler atau intravena. Jika diberikan secara

sub kutan menimbulkan iritasi. Pada pemberian intravena petidin harus diberikan pelan-pelan,

dengan cara diencerkan menjadi larutan 0,02-0,04%.

Fentanil

Merupakan opioid agonis turunan fenil piperidin. Potensi analgesinya antara 75-125 kali

lebih kuat disbanding morfin. Pada balans anestesi, fentanil diberikan dengan loading dose 2-

8μg/kgBB dilanjutkan dengan infus kontinyu 0,5-3 μg/kgBB/jam. Sebagai obat tunggal unutk

menimbulkan syrgikal anesthesia diperlukan dosis 50-150 μg/KgBB iv. Dengan dosis 2-10 μg iv

dipakai untuk mencegah gejolak kardiovaskuler pada tindakan laringoskopi intubasi.

Pada pemberian intravena, mula kerja 30 detik dan mencapai puncak dalam waktu 5

menit, kemudian menurun dengan cepat dalam waktu 5 menit pertama kadarnya berkurang

sampai 20%, selanjutnya relatif menurun dengan lambat selama 10 sampai 20 menit.

Kelarutannya dalam lemak tinggi sehingga mudah melewati sawar otak.

Alfentanil, Sufentanil, dan Remifentanil

Kekuatan analgesi alfentanil : 1/5-1/10 x fentanil

Kekuatan analgesi sulfentanil : 5-10 x fentanil

Kekuatan analgesi remifentanil : 15-20 x lebih kuat dari fentanil

Pada pemberian intravena, alfentanil mempunyai onset yang lebih cepat dibanding

fentanil maupun sufentanil. Remifentanil mempunyai onset secepat alfentanil dan pemulihan

pasien lebih cepat terjadi setelah pemberian dihentikan.

Nalokson

Nalokson adalah antagonis opiate semi sintetis derivate dari thebain. Obat ini tidak

menimbulkan adiksi dan tidak menimbulkan toleransi bila dipergunakan dalam jangka panjang.

Onset pada pemberian intravena antara 1-2 menit, pada pemberian intramuskuler atau subkutan

15

Page 16: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

sekitar 2-5 menit. Masa kerja pada pemberian intravena antara 30-45 menit. Pada pemberian

intramuskuler lebih panjang. Pada pemberian oral dengan cepat akan mengalami inaktivasi

sehingga diperlukan dosis tinggi.

Dosis awal untuk terapi depresi pernafasan pasca operasi akibat agonis opiate untuk

dewasa adalah 0,1-0,2 mg intravena dan 0,005-0,1 mg intravena unutk anak. Seterusnya diulangi

dalam interval waktu antara 2-3 menit sampai didapatkan respon yang dikehendaki2.

Relaksasi Otot

A. Pelumpuh Otot Depolarisasi

Suksinil kolin

Satu-satunya obat pelumpuh otot depolarisasi yang dipakai adalah suksinilkolin.

Suksinilkolin memiliki 2 ciri unik dan penting, yaitu menyebabkan paralisis yang intens dengan

cepat dan efeknya akan berkurang sebelum pasien yang dipreoksigenasi menjadi hipoksia.

Suksinilkolin 0,5 – 1 mg/kgBB IV, memiliki onset kerja cepat (30 – 60 detik) dan durasi kerja

singkat (3 – 5 menit).

Ciri ini membuat suksinilkolin obat yang bermanfaat untuk relaksasi otot untuk

memfasilitasi intubasi trakea. Suksinilkolin memiliki beberapa efek samping yang dapat

membatasi bahkan kontraindikasi pada keadaan tertentu.

Dosis suksinilkolin untuk fasilitasi intubasi trakea adalah 1 mg/kgBB IV. Dosis tersebut

setara untuk 3,5 – 4 kali ED95. Secara konsep, pemberian dosis 1mg/kgBB pada pasien yang

terpreoksigenasi akan dihubungkan dengan nafas spontan sebelum hipoksemia arteri signifikan.

Pernafasan spontan terjadi dalam 5 menit setelah paralisis akibat pemberian suksinilkolin.

Durasi rata-rata sebelum mencapai 90% tingkat kedutan setelah pemberian 1 mg/kgBB adalah

lebih besar dari 10 menit. Dengan demikian, diperkirakan orang dewasa yang sudah

dipreoksigenasi dapat mengalami 8 menit apnea sebelum saturasi oksigen arteri menurun ke

90%.

Dosis dapat bervariasi antara 0,5 – 1,5 mg/kgBB, dosis kurang dari 1 mg/kgBB tidak

mempersingkat waktu terjadi pergerakan diafragma atau pernafasan spontan. Selain itu, pada

keadaan di mana blokade saraf-otot penuh sangat diperlukan, dosis 1,5 mg/kgBB masih tepat.

16

Page 17: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

Durasi kerja suksinilkolin yang singkat (3 – 5 menit) disebabkan hidrolisis oleh

kolinesterase plasma (pseudokolinesterase). Kolinesterase plasma disintesis di hati dan

merupakan glikoprotein tetrametrik mengandung 4 subunit identik dengan masing-masing satu

tempat katalitik aktif. Metabolit suksinilkolin adalah suksinilmonokolin dengan potensi 1/20 –

1/80 suksinilkolin. Plasma kolinesterase mempengaruhi durasi kerja suksinilkolin karena

memiliki kapasitas yang besar untuk menghidrolisis suksinilkolin dalam waktu singkat sehingga

hanya sedikit fraksi dosis IV awal yang benar-benar mencapai NMJ.

Efek samping yang dapat timbul dengan pemberian suksinilkolin antara lain:

1. Aritmia jantung

2. Hiperkalemia

3. Mialgia

4. Mioglobinuria

5. Peningkatan tekanan intragastrik

6. Peningkatan tekanan intraokuler

7. Peningkatan tekanan intrakranial

8. Kontraksi otot terus menerus.

Efek samping ini dapat membatasi bahkan merupakan kontraindikasi pemberian

suksinilkolin.3

B. Pelumpuh Otot Non Depolarisasi

Obat pelumpuh otot secara klinis dibagi menjadi kelompok kerja lama, kerja sedang, dan

kerja singkat. Perbedaan onset, durasi kerja, waktu pulih, metabolisme, dan klirens dipengaruhi

oleh keputusan klinis untuk memilih satu obat dibanding obat yang lain. Berbagai variasi respons

yang dicetus oleh obat pelumpuh otot nondepolarisasi terjadi karena perbedaan farmakokinetik.

Respons otot skeletal saat terjadi blokade saraf-otot nondepolarisasi seperti yang

dicetuskan oleh stimulasi elektrik dari stimulator saraf perifer, antara lain: a) penurunan respons

kedutan terhadap stimulus tunggal, b) respons tidak bertahan (lemah) selama stimulasi

berkelanjutan, c) rasio TOF < 0,7, d) potensiasi post-tetanik, e) potensiasi obat pelumpuh otot

nondepolarisasi yang lain, f) antagonisme untuk obat antikolinesterase, g) tidak terjadi fasikulasi

saat onset blokade saraf-otot nondepolarisasi.

17

Page 18: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

Kontraksi otot skeletal adalah fenomena all or none. Setiap serabut otot skeletal

berkontraksi dengan maksimal atau tidak berkontraksi sama sekali. Oleh karena itu, ketika

respons kedutan menurun beberapa serabut berkontraksi normal, sedangkan yang lain terblok

secara total. Kontraksi otot skeletal yang lemah terhadap stimulasi elektrik terus menerus

menerangkan bahwa beberapa serabut otot lebih suseptibel untuk diblok oleh obat pelumpuh otot

membutuhkan pelepasan asetilkolin lebih besar yang berkelanjutan untuk mencetus responsnya.

Intubasi

Tidak satu pun dari obat pelumpuh otot yang tersedia saat ini menyamai onset cepat atau

durasi kerja singkat suksinilkolin. Namun, onset obat pelumpuh otot dapat dipercepat dengan

menggunakan dosis yang lebih besar atau dosis awal. ED95 adalah dosis efektif obat pada 95%

individu. Meskipun dengan dosis intubasi yang lebih besar mempercepat onset, namun dapat

mengeksaserbasi efek samping dan memperpanjang durasi blokade. Sebagai contoh dosis 0,15

mg/kgBB pancuronium dapat memberi kondisi intubasi dalam 90 detik, tapi akan timbul

hipertensi dan takikardia yang lebih nyata dan blok yang ireversibel selama lebih dari 60 menit.

Konsekuensi dari durasi kerja yang panjang adalah kesulitan yang terjadi dalam membalikkan

blokade secara keseluruhan, khususnya pada pasien usia tua dan mereka yang menjalani

pembedahan abdomen. Menurut aturan umum, semakin poten obat pelumpuh otot

nondepolarisasinya, semakin panjang kecepatan onsetnya, namun potensi yang lebih besar

membutuhkan dosis yang lebih kecil, yang kemudian akan menurunkan pengantaran obat ke

NMJ.

Kemunculan obat kerja singkat dan kerja sedang meningkatkan penggunaan dosis awal.

Secara teoritis pemberian 10 – 15% dari dosis intubasi sebelum induksi akan membantu

penempatan cukup banyak reseptor sehingga paralisis akan cepat terjadi saat relaksans yang

seimbang diberikan. Penggunaan dosis awal dapat memberikan kondisi yang sesuai untuk

intubasi dalam waktu 60 detik pemberian rocuronium atau 90 detik setelah pemberian obat

nondepolarisasi kerja sedang lain. Dosis awal biasanya tidak mencapai paralisis yang signifikan

secara klinis, yang membutuhkan sekitar 75 – 80% reseptor yang terblok (batas aman saraf –

otot).

Untuk mencegah fasikulasi dapat diberikan 10-15% dosis intubasi obat pelumpuh otot

nondepolarisasi 5 menit sebelum pemberian suksinilkolin. Meskipun sebagian besar obat

nondepolarisasi dapat digunakan untuk tujuan ini, tubocurarine dan rocuronium adalah yang

18

Page 19: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

paling baik efikasinya. Karena terdapat antagonisme antara sebagian besar obat nondepolarisasi

dengan fase I blok, dosis suksinilkolin yang berikutnya harus dinaikkan menjadi 1,5 mg/kgBB.

Setelah intubasi, paralisis otot diperlukan untuk membantu proses pembedahan,

misalnya pada operasi abdomen, atau dalam manajemen anestesi misal dalam mengendalikan

ventilasi. Variabilitas antara pasien dalam respons terhadap dosis obat pelumpuh otot tidak dapat

ditekankan secara berlebihan. Monitoring fungsi saraf-otot dengan stimulator saraf membantu

mencegah dosis yang berlebihan atau dosis yang kurang dan juga mencegah paralisis otot yang

serius dalam ruang pemulihan. Dosis rumatan dengan bolus intermiten atau infus kontinu harus

dipandu dengan stimulator saraf dan tanda-tanda klinis (usaha pernapasan spontan atau

pergerakan).

Agen-agen volatil menurunkan kebutuhan dosis obat nondepolarisasi sampai sekitar 15%.

Tingkat augmentasi postsinaptik bergantung pada anestesi inhalasi (desfluran > sevofluran >

isofluran dan enfluran > halotan > N2O/O2/narkotik) dan obat pelumpuh otot yang dipakai

(pancuronium > vecuronium dan atracurium).

Pada dosis klinis, obat nondepolarisasi mungkin mempunyai perbedaan efek yang

signifikan pada reseptor kolinergik muskarinik dan nikotinik. Beberapa agen yang lebih tua

(tubocurarine dan pada cakupan yang lebih sempit, metocurine) memblok ganglia otonom,

menghambat kemampuan sistem saraf simpatis untuk meningkatkan kontraktilitas dan denyut

jantung sebagai respons terhadap hipotensi dan stres intraoperatif yang lain. Sebaliknya,

pancuronium (dan gallamine) memblok reseptor vagal muskarinik di nodus sinoatrial, berakibat

pada takikardi. Semua obat pelumpuh otot nondepolarisasi yang baru termasuk atracurium,

cisatracurium, mivacurium, doxacurium, vecuronium, dan pipecuronium adalah obat-obat tanpa

efek otonom dalam penggunaan dosis yang direkomendasikan.

Pelepasan histamin dari sel mast dapat berakibat bronkospasme, flushing kulit, dan

hipotensi akibat vasodilatasi perifer. Baik atracurium maupun mivacurium adalah dua agen yang

dapat mencetus pelepasan histamin, khususnya pada dosis yang lebih tinggi. Penyuntikan lambat

dan premedikasi antihistamin H1 dan H2 mengurangi efek samping ini.

Doxacurium, pancuronium, vecuronium, dan pipecuronium sebagian diekskresi oleh

ginjal dan kerjanya lebih panjang pada pasien dengan gagal ginjal. Eliminasi atracurium,

cisatracurium, mivacurium, dan rocuronium tidak bergantung pada fungsi ginjal.3

19

Page 20: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

1. Atracurium

Atracurium adalah kelompok kuartener, struktur benzylisoquinoline membuat cara

degradasi senyawa ini menjadi unik. Obat ini merupakan gabungan dari 10 stereoisomer.

Atracurium dimetabolisme secara ekstensif sehingga faramkokinetiknya tidak bergantung

pada fungsi ginjal dan hati. Sekitar 10% dari obat ini diekskresi tanpa dimetabolisme melalui

ginjal dan empedu. Dua proses terpisah berperan dalam metabolisme. Pertama, hidrolisis ester

yang dikatalisis oleh esterase nonspesifik, bukan oleh asetilkolinesterase atau

pseudokolinesterase. Kedua, melalui eliminasi Hoffmann di mana penghancuran kimia

nonenzimatik spontan terjadi pada pH dan suhu fisiologis.

Dosis 0,5 mg/kgBB diberikan melalui intravena dalam 30 – 60 detik untuk intubasi.

Relaksasi intraoperatif dicapai dengan dosis awal 0,25 mg/kgBB, kemudian dosis inkremental

0,1 mg/kgBB setiap 10 – 20 menit. Infus 5 – 10 μg/kg/menit dapat menggantikan bolus

intermiten secara efektif.

Atracurium tersedia dalam solutio 10 mg/mL, yag sebaiknya disimpan pada suhu 2–8°C

karena potensinya akan berkurang 5 – 10% tiap bulan bila terekspos suhu ruangan. Pada suhu

ruangan obat ini harus digunakan dalam waktu 14 hari untuk menjaga potensi.

Atracurium dapat mencetuskan pelepasan histamin yang bergantung pada dosis terutama

pada dosis di atas 0,5 mg/kgBB.

Efek samping kardiovaskuler jarang terjadi kecuali dosis melebihi 0,5 mg/kg diberikan.

Atracurium juga dapat menimbulkan penurunan transien resistensi vaskuler sistemik dan

peningkatan indeks kardiak yang tidak terpengaruh oleh pelepasan histamin. Injeksi lambat

meminimalkan efek ini.

Atracurium harus dihindari pada pasien dengan asma karena bronkospasme berat dapat

terjadi bahkan pada pasien dengan riwayat asma.

Reaksi anafilaktoid terhadap atracurium telah dilaporkan meskipun jarang terjadi.

Mekanisme yang diduga berperan adalah imunogenisitas langsung dan aktivasi imun yang

dimediasi acrylate. Reaksi antibodi yang dimediasi IgE yang melawan senyawa amonium

substitusi termasuk pelumpuh otot juga telah dilaporkan. Reaksi terhadap acrylate, metabolit

atracurium dan komponen struktural dari beberapa membran dialisis juga dilaporkan terjadi pada

pasien yang menjalani hemodialisis.4

20

Page 21: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

2. Cisatracurium

Cisatracurium adalah stereoisomer atracurium yang empat kali lebih poten. Atracurium

mengandung sekitar 15% cisatracurium.

Seperti atracurium, cisatracurium mengalami degradasi dalam plasma pada pH dan suhu

fisiologis melalui eliminasi Hoffman yang tidak tergantung organ. Metabolitnya (acrylate

monokuartener dan laudanosine) tidak memiliki efek blokade saraf-otot intrinsik. Karena

potensinya yang besar, jumlah laudanosine yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan

atracurium. Esterase nonspesifik tidak berperan dalam metabolisme cisatracurium. Metabolisme

dan eliminasi tidak terpengaruh oleh keadaan ginjal maupun hati. Variasi minor dalam pola

farmakokinetik yang berkaitan dengan umur tidak menyebabkan perubahan signifikan pada

durasi kerja.

Dosis intubasi adalah 0,1 – 0,15 mg/kgBB dalam 2 menit dan menghasilkan blokade otot

dengan durasi kerja sedang. Rata kecepatan infus adalah antara 1,0 – 2,0 μg/kg/menit. Potensi

cisatracurium sama dengan vecuronium dan lebih poten dibanding atracurium. Cisatracurium

harus disimpan dalam pendingin (2–8°C) dan harus digunakan dalam waktu 21 hari bila

disimpan pada suhu ruangan.

Tidak seperti atracurium, cisatracurium tidak menyebabkan peningkatan kadar histamin

plasma. Cisatracurium tidak mempengaruhi denyut jantung atau tekanan darah, juga tidak

menimbulkan efek otonom, bahkan pada dosis setinggi 8 kali ED95.

Efek samping cisatracurium yang berkaitan dengan toksisitas laudanosine (dengan

tingkat yang lebih rendah karena potensinya yang lebih besar), sensitivitas pH dan suhu, dan

inkompatibilitas kimia.5

3. Mivacurium

Mivacurium adalah derivat benzylisoquinoline. Mivacurium, seperti suksinilkolin,

dimetabolisme oleh pseudokolinesterase dan hanya dimetabolisme secara minimal oleh

kolinesterase asli. Hal ini memungkinkan durasi kerja yang diperpanjang pada pasien dengan

kadar pseudokolinesterase rendah atau varian dari gen pseudokolinesterase. Kenyataannya,

pasien yang heterozigot untuk gen atipikal akan mengalami blok 2 kali lebih lama dari durasi

normal, di mana homozigot atipikal akan tetap terparalisis selama berjam-jam. Homozigot

atipikal tidak dapat memetabolisme mivacurium sehingga blokade saraf-otot dapat berlangsung

21

Page 22: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

selama 3 – 4 jam. Antagonisme farmakologis dengan inhibitor kolinesterase akan mempercepat

pembalikan blokade mivacurium tepat saat respons terhadap stimulasi saraf menjadi nyata.

Edrophonium membalikkan blokade mivacurium lebih efektif dibanding neostigmine

karena neostigmine menghambat aktivitas kolinesterase plasma. Meskipun metabolisme dan

ekskresi mivacurium tidak bergantung pada ginjal atau hati, durasi kerja akan memanjang pada

pasien dengan gagal ginjal atau hati atau pada pasien yang hamil atau postpartum sebagai akibat

dari kadar kolinesterase plasma yang menurun.

Dosis intubasi mivacurium adalah 0,15 – 0,2 mg/kg. Infus menetap untuk relaksasi

intraoperatif bervariasi sesuai kadar pseudokolinesterase tapi dapat diinisiasi 4 – 10 μg/kg/min.

Anak-anak membutuhkan dosis yang lebih tinggi dari pada orang dewasa jika dosis dihitung

berdasarkan berat badan, namun tidak demikian bila berdasarkan luas permukaan tubuh.

Mivacurium dapat bertahan selama 18 bulan bila disimpan pada suhu ruangan.

Mivacurium melepas histamin dalam jumlah yang sama banyak dengan atracurium. Efek

samping kardiovaskuler dapat diminimalkan dengan injeksi lambat selama 1 menit. Namun,

pasien dengan penyakit jantung dapat mengalami penurunan tekanan darah signifikan yang

meskipun jarang dapat terjadi setelah pemberian dosis lebih besar dari 0,15 mg/kg dengan

suntikan lambat. Waktu onset mivacurium sama dengan atracurium (2-3 menit). Keuntungan

utamanya adalah durasi kerjanya yang singkat (20 – 30 menit), yang masih 2 hingga 3 kali lebih

lama dibanding blok fase I suksinilkolin, namun setengah dari durasi atracurium, vecuronium,

atau rocuronium.

Pada anak-anak onset lebih cepat dan durasi kerja lebih singkat. Meskipun pemulihannya

cepat, dalam pemberian mivacurium semua pasien harus dimonitor untuk menentukan apakah

pembalikan farmakologis diperlukan. Durasi kerja mivacurium yang pendek cukup nyata

memanjang dengan pemberian pancuronium.5

4. Doxacurium

Doxacurium adalah senyawa benzylisoquinoline yang erat berhubungan dengan

mivacurium dan atracurium.

Relaxans kerja lama dan poten ini mengalami tingkat hidrolisis yang rendah oleh

kolinesterase plasma. Seperti obat pelumpuh otot kerja lama yang lain, rute utama eliminasinya

22

Page 23: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

adalah melalui ekskresi ginjal. Ekskresi hepatobiliaris hanya sedikit berperan dalam klirens

doxacurium.

Kondisi intubasi trakea yang adekuat dalam 5 menit membutuhkan dosis doxacurium

0,05 mg/kg. Relaksasi intraoperatif dicapai dengan dosis inisial 0,02 mg/kg diikuti dosis 0,005

mg/kg. Doxacurium dapat diberikan dalam dosis yang disesuaikan dengan usia pada pasien

muda dan orang tua, meskipun pada orang tua dapat dijumpai durasi kerja yang memanjang.

Doxacurium tidak memiliki efek samping kardiovaskuler dan pelepasan histamin. Karena

potensinya yang lebih besar, doxacurium memiliki onset kerja yang sedikit lebih lambat dari

pada pelumpuh otot nondepolarisasi kerja lama yang lain (4 – 6 menit). Durasi kerjanya sama

dengan pancuronium yaitu 60 – 90 menit.5,6

5. Pancuronium

Pancuronium memiliki cincin steroid yang ditempati dua molekul asetilkolin yang

termodifikasi (pelumpuh otot biskuartener).

Pancuronium dimetabolisme (deasetilisasi) oleh hati dalam batas tertentu. Produk

metaboliknya memiliki aktivitas blokade saraf-otot. Ekskresi terutama melalui ginjal (40%),

meskipun sebagian dari obat dibersihkan oleh empedu (10%). Eliminasi pancuronium lambat dan

efek blokade saraf-otot diperpanjang oleh gagal ginjal. Pasien dengan sirosis butuh dosis inisial

yang lebih besar karena ada peningkatan volume distribusi tapi membutuhkan dosis rumatan

yang lebih rendah karena penurunan klirens plasma.

Dosis 0,08 – 0,12 mg/kg pancuronium memberikan relaksasi yang adekuat untuk intubasi

dalam 2 – 3 menit. Relaksasi intraoperatif dicapai dengan memberikan 0,04 mg/kg dosis inisial

diikuti dengan dosis 0,01 mg/kg setiap 20 – 40 menit.

Anak – anak perlu dosis pancuronium yang lebih tinggi. Pancuronium tersedia dalam

larutan 1 atau 2 mg/mL dan disimpan pada suhu 2–8°C tapi stabil sampai 6 bulan pada suhu

ruangan.

Efek kardiovaskuler disebabkan oleh kombinasi blokade vagal dan stimulasi simpatis.

Stimulasi simpatis adalah kombinasi stimulasi ganglionik, pelepasan katekolamin dari ujung

saraf adrenergik, dan penurunan pengambilan kembali katekolamin. Pancuronium harus

diberikan dengan hati-hati pada pasien yang dengan peningkatan denyut jantung akan

menimbulkan gangguan (misal penyakit arteri koronari, stenosis hipertrofik subaortik idiopatik).

23

Page 24: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

Peningkatan konduksi atrioventrikuler dan pelepasan katekolamin meningkatkan

disritmia ventrikuler pada individu yang rentan. Kombinasi pancuronium, antidepresan trisiklik,

dan halotan bersifat aritmogenik.

Pasien yang hipersensitif pada bromida mungkin mengalami reaksi alergi

pancuronium (pancuronium bromida).6

6. Pipecuronium

Pipecuronium memiliki struktur steroid yang sangat mirip dengan pancuronium.

Metabolisme hanya sedikit berperan pada pipecuronium. Eliminasi bergantung pada ekskresi

yang paling utama ginjal (70%) dan biliaris (20%). Durasi kerja meningkat pada pasien gagal

ginjal, tapi tidak pada insufisiensi hepatik.

Pipecuronium sedikit lebih poten dibanding pancuronium dan dosis intubasi adalah antara

0,06 – 0,1 mg/kg. Dosis relaksasi rumatan dapat dikurangi sekitar 20% bila dibandingkan dengan

pancuronium. Bayi butuh lebih sedikit pipecuronium pada dasar dosis per kilogram dari pada

anak-anak atau dewasa. Profile farmakologi pipecuronium tidak berubah secara relatif pada

pasien usia lanjut.

Keuntungan utama pipecuronium dibanding pancuronium adalah efek samping

kardiovaskulernya yang kurang karena penurunan ikatan pada reseptor muskarinik jantung.

Seperti relaksans steroid yang lain, pipecuronium tidak menyebabkan pelepasan histamin. Onset

dan durasi kerja mirip dengan pancuronium.6

7. Vecuronium

Vecuronium adalah pancuronium yang kurang satu grup metil kuartener (pelumpuh otot

monokuartener). Sedikit perubahan struktur memberi efek samping menguntungkan tanpa

mempengaruhi potensi.

Vecuronium dimetabolisme dalam jumlah sedikit oleh hati. Hal ini sangat bergantung

pada ekskresi empedu dan sekitar 25% oleh ekskresi ginjal. Vecuronium adalah obat yang cukup

aman pada pasien dengan gagal ginjal, durasi kerjanya akan memanjang dengan sebab yang tidak

jelas. Durasi kerja vecuronium yang singkat disebabkan oleh waktu paruh eliminasinya yang

lebih pendek dan klirens yang lebih cepat dibandingkan pancuronium.

24

Page 25: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

Pemberian vecuronium jangka panjang pada pasien yang dirawat dalam perawatan

intensif menyebabkan perpanjangan blokade (sampai beberapa hari), yang mungkin disebabkan

oleh akumulasi metabolit aktif 3-hidroksi, perubahan klirens obat, atau perkembangan dari

polineuropati. Faktor risikonya antara lain jenis kelamin wanita, gagal ginjal, terapi

kortikosteroid jangka panjang atau dosis tinggi, dan sepsis. Oleh karena itu, pasien-pasien ini

harus dimonitor dengan ketat dan dosis vecuronium harus dititrasi dengan hati-hati. Pemberian

pelumpuh otot jangka panjang dan diikuti dengan pengurangan ikatan asetilkolin pada reseptor

nikotinik postsinaptik yang lama, dapat menimbulkan keadaan yang mirip denervasi kronik dan

disfungsi reseptor dan paralisis. Efek saraf-otot vecuronium memanjang pada pasien dengan

AIDS. Toleransi terhadap obat pelumpuh otot nondepolarisasi juga dapat terjadi setelah

pemakaian lama.

Vecuronium ekuipoten dengan pancuronium dan dosis intubasinya adalah 0,08 – 0,12

mg/kg. Dosis inisial 0,04 mg/kg diikuti dengan dosis tambahan 0,01 mg/kg setiap 15 – 20 menit

membantu relaksasi intraoperatif. Sebagai alternatif, infus 1 – 2 μg/g/menit menghasilkan

rumatan relaksasi yang baik.

Umur tidak mempengaruhi kebutuhan dosis inisial, meskipun dosis tambahan jarang

dibutuhkan pada neonatus dan bayi. Sensitivitas terhadap vecuronium pada wanita 30% lebih

dibanding pria yang dibuktikan dengan tingkat blokade yang lebih besar dan durasi kerja yang

lebih panjang (ditemukan juga pada pancuronium dan rocuronium). Penyebab dari sensitivitas ini

mungkin berhubungan dengan perbedaan jumlah massa lemak dan otot, ikatan protein, volume

distribusi atau aktivitas metabolic. Durasi kerja vecuronium juga dapat memanjang pada pasien

postpartum karena perubahan dalam aliran darah atau uptake hati.

Vecuronium dikemas dalam bentuk bubuk 10 mg yang direkonstitusi dengan 5 atau 10

mL air bebas tanpa pengawet sesaat sebelum digunakan. Vecuronium dan tiopental dapat

membentuk presipitat yang dapat mengobstruksi aliran dalam kanul vena dan dapat

menyebabkan emboli paru.

Hingga dosis 0,28 mg//kg, vecuronium tidak memiliki efek kardiovaskuler. Potensiasi

bradikardia yang diinduksi opioid dapat diamati pada beberapa pasien.

Meskipun bergantung pada ekskresi bilier, durasi kerja vecuronium biasanya tidak

memanjang dengan signifikan pada pasien dengan sirosis, kecuali diberikan dengan dosis yang

lebih tinggi 0,15 mg/kg.6,7

25

Page 26: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

8. Rocuronium

Rocuronium adalah steroid monokuartener analog vecuronium, namun dirancang untuk

memberikan onset kerja yang cepat.

Rocuronium tidak mengalami metabolisme dan dieliminasi terutama oleh hati dan sedikit

oleh ginjal. Durasi kerjanya tidak terlalu dipengaruhi oleh penyakit ginjal, tapi cukup memanjang

oleh gagal hati berat dan kehamilan. Rocuronium tidak memiliki metabolit aktif, dan mungkin

merupakan pilihan yang lebih baik dari pada vecuronium untuk infus yang lama (misal pada unit

perawatan intensif). Pasien usia lanjut dapat mengalami durasi kerja yang memanjang karena

massa hati yang menurun.

Rocuronium kurang potent dibanding pelumpuh otot steroid lain. Dosis untuk intubasi

0,45 – 0,9 mg/kg i.v dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis yang lebih rendah dari 0,4

mg/kg dapat memungkinkan pembalikan 25 menit setelah intubasi. Rocuronium intramuskuler (1

mg/kg untuk bayi, 2 mg/kg untuk anak-anak) menyebabkan paralisis pita suara dan diafragma

untuk intubasi, namun belum akan terjadi 3 – 6 menit kemudian (injeksi deltoideus onsetnya

lebih cepat dari pada quadricep) dan dapat dibalikkan setelah 1 jam.

Infus rocuronium membutuhkan dosis 5 – 12 μg/kg/menit. Rocuronium durasi kerjanya akan

memanjang pada pasien usia lanjut. Dosis inisial akan meningkat pada penyakit hati lanjut,

kemungkinan akibat volume distribusi yang lebih besar.

Efek Samping dan Pertimbangan Klinis

Rocuronium pada dosis 0,9 – 1,2 mg/kg memiliki onset kerja yang mendekati

suksinilkolin (60 – 90 detik) sehingga cocok sebagai alternatif untuk induksi urutan cepat, tapi

dengan durasi kerja yang jauh lebih panjang. Durasi kerja sedangnya sebanding dengan

vecuronium atau atracurium.

Rocuronium (0,1 mg/kg) adalah obat yang cepat (90 detik) dan efektif (menurun

fasikulasi dan myalgia postoperative) untuk precurarisasi terutama pada pemberian suksinilkolin.

Rocuronium juga memiliki kecenderungan vagolitik.

Gallamine memiliki sifat vagolitik. Alcuronium adalah obat nondepolarisasi kerja lama

dengan sedikit sifat vagolitik. Rapacuronium memiliki onset kerja cepat, efek kardiovaskuler

minimal, dan durasi kerja yang pendek. Namun, produk ini ditarik dari peredaran karena terjadi

26

Page 27: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

sejumlah kasus bronkospasme serius yang tidak dapat dijelaskan yang diduga akibat pelepasan

histamin. Decamethonium adalah agen depolarisasi lama.

Pembalikan Blokade Saraf – Otot

Pelumpuh otot depolarisasi tidak dimetabolisme oleh asetilkolinesterase, obat-obat ini

akan terdifusi dari NMJ dan dihidrolisis dalam plasma dan hati oleh enzim yang lain yaitu

pseudokolinesterase. Untungnya, proses sangat cepat, karena tidak ada agen khusus untuk

membalikkan blokade agen depolarisasi yang tersedia.

Agen nondepolarisasi yang hanya sedikit dimetabolisme adalah mivacurium. Pembalikan

blokade pelumpuh otot ini tergantung pada redistribusi, metabolisme gradual, dan ekskresi

pelumpuh otot dari tubuh, atau pemberian agen khusus untuk membalikkan pasien, misal

inhibitor kolinesterase yang menghambat aktivitas enzim asetilkolinesterase. Inhibisi ini

meningkatkan jumlah asetilkolin pada NMJ dan dapat bersaing dengan agen nondepolarisasi.

Onset yang cepat dan durasi yang singkat seperti yang ditimbulkan oleh suksinilkolin

dan pada cakupan yang lebih sedikit (mivacurium) bermanfaat saat intubasi trakea merupakan

alasan pemberian obat pelumpuh otot. Rocuronium adalah satu-satunya obat pelumpuh otot

nondepolarisasi yang onset kerjanya singkat menyerupai suksinilkolin, tapi dengan durasi kerja

yang lebih panjang. Beberapa obat pelumpuh otot nondepolarisasi dapat menimbulkan

penurunan tekanan darah sistemik yang signifikan akibat pelepasan histamin (atracurium atau

mivacurium) atau dapat meningkatkan denyut jantung (pancuronium). Efek sirkulasi yang

dicetus oleh obat ini biasa dihindari bila terdapat keadaan seperti hipovolemia, penyakit arteri

koroner, atau penyakit katup jantung. Sebaliknya, bradikardi yang dicetuskan oleh anestetik

opioid yang ditutupi sampai batas tertentu oleh efek peningkatan denyut jantung oleh

pancuronium dan tidak dapat ditutupi oleh obat pelumpuh otot nodepolarisasi yang tidak

memiliki efek sirkulasi (vecuronium, rocuronium, cisatracurium, doxacurium, pipecuronium).6,7

DAFTAR PUSTAKA

1. Nissl, Jan. Intravenous Medication for Anesthesia. Available

at :http://health.yahoo.com/ency/healthwise/rt1586. Diakses 20 Februari 2012.

2. Hurford, William E, et all. Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General

Hospital. 6th ed. Massachusetts General Hospital Dept. Of Anesthesia and Critical

Care.New York :Lippincott Williams & Wilkins Publishers. Chapter 11 Intravenous and

Inhalation Anasthetic;2002. 32-35.

27

Page 28: Anestesi Umum Dengan Balance Anestesia

3. Tevor AJ, Miller RD. Obat Anestesi Umum. Dalam : Krtzung BG, Editors, Farmakologi

Dasar dan Klinik. Edisi VI. EGC; 1998. 409 - 412.

4. Mangku G. Diktat Kumpulan Kuliah buku I. Laboratotorium Anestesiologi dan

Reanimasi FK UNUD, Denpasar; 2002. 66-733.

5. Ting, Paul. Total Intravenous Anesthetic. Available

at :http://anesthesiologyinfo.com/articles/01072002.php. Diakses 20 Februari 2012.

6. Latief SA dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan

Terapi Intensif FK UI. Jakarta; 2002. 46-478.

7. Morgan, GD. Et al, Clinical Anesthesiology. 4thed. New York: McGraw-Hill Lange

Medical Books; 2006. 194-204.

8. Miller, Ronald D. Anesthesia. 5thed. New York: Churcill Livingstone; 2000. 228-376.

28