Author
phunghanh
View
261
Download
6
Embed Size (px)
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 96%
KULIT BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica)
DENGAN METODE STABILISASI MEMBRAN SEL DARAH
MERAH SECARA IN VITRO
SKRIPSI
ANDIS SAPUTRA
1111102000119
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 96%
KULIT BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica)
DENGAN METODE STABILISASI MEMBRAN SEL DARAH
MERAH SECARA IN VITRO
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ANDIS SAPUTRA
1111102000119
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan benar.
Nama : Andis Saputra
NIM : 1111102000119
Tanda tangan :
Tanggal : 6 Juli 2015
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Andis Saputra
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Judul : Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) dengan Metode Stabilisasi Sel Darah Merah secara
In vitro.
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman yang banyak digunakan dalam
pengobatan tradisional di daerah Sulawesi Selatan khususnya Kabupaten Bone. Analisis
fitokimia ekstrak tanaman Kayu Jawa mengungkapkan adanya kandungan senyawa flavonoid
dan senyawa polifenol lain yang diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi dari ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu
Jawa (Lannea coromandelica) dengan menggunakan metode stabilisasi membran sel darah
merah. Penghambatan lisis sel darah merah akibat induksi larutan hipotonis digunakan
sebagai ukuran aktivitas antiinflamasi. Aktivitas antiinflamasi dari ekstrak tersebut kemudian
dibandingkan dengan standar natriun diklofenak. Hasil uji aktivitas antiinflamasi
menggunakan metode stabilisasi membran sel darah manusia berdasarkan perhitungan persen
stabilitas menunjukkan bahwa ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) pada konsentrai 800 ppm mempunyai aktivitas tertinggi yaitu sebesar
90,476%. Dengan demikian konsentrasi tersebut dapat dikatakan sebagai konsentrasi paling
tinggi/efektif dalam memberikan perlindungan membran sel darah merah yang diinduksi oleh
larutan hipotonik. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka potensi dalam
menstabilkan membran sel darah merah yang induksi larutan hipotonik akan semakin
meningkat, sehingga aktivitas menstabilkan membran sel darah merah dapat dikaitkan
dengan konsentrasi.
Keywords: Antiinflamasi, Lannea coromandelica, Natrium diklofenak, Human Red Blood
Cell (HRBC), Stabilitas membran.
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Andis Saputra
Programme Study : Strata-1 Pharmacy
Title : Anti-inflammatory Activity Assay Toward Ethanol 96% Extract of
Java Wood Bark (Lannea coromandelica) with Human Red Blood
Cell Stabilization In vitro.
Java wood (Lannea coromandelica) is a plant that is widely used in traditional medication in
South Sulawesi especially Bone District. Phytochemical analysis of Java Wood plant extract
srevealed the content of flavonoids and other polyphenol compounds known to possess anti-
inflammatory activity. This study aims is to determine the anti-inflammatory activity of 96%
ethanol extractof Java Wood Bark (Lannea coromandelica) using red blood cell membranes
stabilization method. Red blood cell lysis Inhibition induced by hipotonis solutionis used as
an anti-inflammatory activity measurements. Anti-inflammatory activity of the extract is then
compared to standard diclofenac sodium. Anti-inflammatory activity test results using human
blood cell membrane stabilization based on percent calculation of stability showed that 800
ppm concentration of 96% ethanol extract of the Java wood bark (Lannea coromandelica)
has the highest activity equals to 90.476%. Thus, that concentration can besaid to be the
highest concentration/effectivein providing protection of red blood cell membranes induced
by hypotonic solution. The higher the concentration of the extract used in stabilizing the
membrane potential of red blood cells which induced a hypotonic solution will also increase,
thus the activity stabilizaion of the red blood cell membrane can be attributed to the
concentration.
Key words: Anti-inflamatory, Lannea coromandelica, diclofenac sodium, Human Red Blood
Cell (HRBC), membrane stabilization.
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya, yang telah diberikan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan
salam selalu tercurah limpahkan kepada Rasulullah SAW, sosok yang selama ini
penulis teladani.
Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 96%
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dengan Metode Stabilisasi
Membran Sel Darah Merah secara In Vitro” ini diajukan untuk memenuhi tugas
akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Ambo Aco dan ibunda Baharia yang
selalu memberikan kasih sayang, doa, nasihat, semangat, serta dukungan
moril maupun materil yang tak terhingga yang tidak akan mampu penulis
membalas semua itu. Adik penulis Agus Suryansah yang sangat penulis
cintai.
2. Eka Putri, M.Si, Apt sebagai pembimbing I dan Yardi, Ph.D, Apt sebagai
pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasihat, waktu, tenaga, dan
pikirannya selama penelitian dan penulisan skripsi.
3. PT. VALE Indonesia yang telah membiayai penulis selama menjalani
pendidikan di jenjang S1 Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Yardi.,Ph.D, Apt, selaku Kepala Program Studi Farmasi dan Nelly
Suryani., Ph.D., Apt selaku sekertaris Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Dr. Hj. Delina Hasan, M. Kes., Apt dan Isimiarni Komala, M.Sc, Ph.D,
Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama
masa perkuliahan.
7. Ibu/Bapak Dosen dan Staff Akademika Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak pengetahuan dan
ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan.
8. Ageng Hasna Fauziyah, Nindya Nurfitriani Azhar, Indah Nunik Nugraini,
Elsa Elfrida, Euis Chodijah, Qadrina sufy, dll yang selalu membantu,
mendukung, dan memberikan semangat dalam keseharian penulis selama
perkuliahan hingga saat ini.
9. Teman-teman satu kontrakan dan teman bermain : Wahidin Saleh, M.A.W
Khairurrijal, Hardi Mozer, Muhammad Syahid Ali, Agung Prakoso Trisa,
Aditya Ramadhan, Muhammad Haidar Ali, Khairul Bahtiar Azhari,
Ahmad rifqi, Galih Nurhadi dll.
10. Teman-teman Farmasi 2011, khususnya kelas BD yang telah memberikan
warna serta memori yang indah selama perkuliahan. Terimakasih atas
kesempatan mengenal kalian semua.
11. Senior Farmasi, Mardani Bonix, Erwin Prawirodiharjo, Hidrial Lisa, dll
yang telah memberikan arah dan petunjuk kepada penulis.
12. Laboran yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian di
laboratorium, ka Eris, ka Tiwi, ka Lisna, ka Siti, mba Rani, dan ka
Rahmadi.
13. Teman-teman HIPMAJA LUTIM, Hidayat S Bakalinga, Andiny Rezkia
Enhas, Mentari Nun Rezky dll, terima kasih telah menjadi keluarga kedua
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bagi penulis. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca diharapkan penulis guna
perbaikan dimasa mendatang. Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis
berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan
akademis, mahasiswa Farmasi khususnya, dan masyarakat pada umumnya, serta
bagi dunia ilmu pengetahuan. Aamiin.
Jakarta, 6 Juli 2015
Andis Saputra
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya
yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Andis Saputra
Nim : 1111102000119
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya, dengan
judul :
Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) dengan Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah secara In Vitro
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan
akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi skripsi ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada tanggal : 6 Juli 2015
Yang menyatakan
(Andis Saputra)
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6
2.1 Kayu Jawa (Lannea coromadelica) ............................................... 6
2.2 Ekstrak dan Ekstraksi .................................................................... 7
2.3 Skrining Fitokimia ........................................................................ 8
2.3.1 Flavonoid ........................................................................... 9
2.3.2 Alkaloid ............................................................................. 9
2.3.3 Saponin .............................................................................. 10
2.3.4 Tanin .................................................................................. 10
2.4 Inflamasi ........................................................................................ 10
2.4.1 Defenisi .............................................................................. 10
2.4.2 Mekanisme Inflamasi ........................................................ 11
2.4.3 Mediator-Mediator Inflamasi ............................................ 13
2.5 Obat Antiinflamasi ........................................................................ 14
2.5.1 Obat Antiinflamsi Golongan Steroid ................................. 15
2.5.2 Obat Antiinflamsi Golongan Non Steroid ......................... 16
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Uji Aktivitas Antiinflamasi ........................................................... 18
2.6.1 Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Manusia ... 18
2.7 Spektrofotometer UV-Vis .............................................................. 19
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................... 22
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 22
3.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 22
3.2.1 Alat .................................................................................... 22
3.2.3 Bahan ................................................................................. 22
3.3 Desain/ Rancangan Penelitian ....................................................... 23
3.4 Prosedur Kerja ............................................................................... 23
3.4.1 Determinasi Tanaman ........................................................ 23
3.4.2 Penyiapan Sampel .............................................................. 23
3.4.3 Ekstraksi Sampel Kulit Batang Kayu Jawa (Lanne
coromandelica) ................................................................. 23
3.4.4 Penapisan Fitokimia .......................................................... 24
3.4.5 Uji Parameter Ekstrak ........................................................ 26
3.4.6 Uji Aktivitas Antiinflamasi dengan Metode Stabilisasi
Membran Eritrosit .............................................................. 27
3.4.6.1 Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan ................... 27
3.4.6.2 Pembuatan Suspensi Sel Darah Merah .................. 28
3.4.6.3 Pengujian Aktivitas Ekstrak terhadap Stabilisasi
Membran Eritrosit .................................................. 28
3.4.7 Analisis Data ...................................................................... 29
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 30
4.1 Hasil .............................................................................................. 30
4.1.1 Hasil Determinasi .............................................................. 30
4.1.2 Pembuatan Serbuk Simplisia ............................................ 30
4.1.3 Hasil Ekstraksi dan Maserasi Tanaman ............................ 30
4.1.4 Hasil Penetapan Parameter Ekstrak .................................. 31
4.1.5 Hasil Penapisan Fitokimia ................................................ 31
4.1.6 Hasil Uji Stabilisasi Membran Eritrosit Ekstrak Etanol
96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
secara In Vitro ................................................................... 32
4.1.7 Hasil Analisa Data Statistik .............................................. 33
4.2 Pembahasan ................................................................................... 34
4.2.1 Ekstraksi ............................................................................ 34
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2.2 Stabilisasi Membran Sel Darah Merah ............................. 35
BAB 5 PENUTUP ............................................................................................ 39
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 39
5.2 Saran .............................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 40
LAMPIRAN ........................................................................................................ 46
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Penetapan Parameter Ekstrak ...................................................... 31
Tabel 2. Hasil Penapisan Fitokimia ..................................................................... 32
Tabel 3. Hasil Stabilisasi Membran Eritrosit ...................................................... 32
xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kayu Jawa ...................................................................................... 6
Gambar 2. Mediator Inflamasi ........................................................................ 14
Gambar 3. Biosintesis Tromboksan, Prostasiklin, dan Leukotrien ................. 15
Gambar 4. Mekanisme Obat-obat Antiinflamasi ............................................. 17
Gambar 5. Stabilisasi Membran Eritrosit ........................................................ 33
xvii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman .......................................................... 46
Lampiran 2. Alur Kerja Penelitian ..................................................................... 47
Lampiran 3. Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan ........................................... 48
Lampiran 4. Pembuatan Suspensi Sel Darah ..................................................... 49
Lampiran 5. Pengujian Aktivitas Ekstrak terhadap Stabilisasi Membran .......... 50
Lampiran 6. Hasil Ekstraksi dan Maserasi Tanaman ......................................... 51
Lampiran 7. Hasil Penetapan Parameter Non Spesifik ...................................... 52
Lampiran 8. Hasil Penapisan Fitokimia ............................................................. 53
Lampiran 9. Penentuan Stabilisasi Membran Eritrosit terhadap Ekstrak
Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) .... 55
Lampiran 10. Penetapan Stabilisasi Membran Eritrosit terhadap Kontrol
Positif (Natrium Diklofenak) pada konsentrasi 100 ppm ............... 57
Lampiran 11. Hasil Uji Statistik ........................................................................... 58
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar
(mega biodiversitas) di dunia setelah Brasil. Tercatat di hutan tropis Indonesia
ditemukan kurang lebih 30.000 dari 40.000 jenis tumbuhan di dunia. 940 jenis
berkhasiat sebagai obat adalah 90% dari jumlah tumbuhan obat di Asia (BPOM
RI, 2009 ; Nugroho, 2010). Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu
berkah dari Allah swt., yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam
bidang ekonomi, kesehatan, maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Sesungguhnya Allah telah mengisyaratkan dalam Al-Qur’an Surah Asy-
Syuara ayat 7 sebagai berikut :
أولم يروا إلى الأرض كم أنبتنا فيها من كل زوج كريم
Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya
Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?
Dewasa ini, penelitian dan pengembangan tumbuhan obat baik di dalam
maupun di luar negeri berkembang dengan pesat, terutama dalam bidang khasiat
farmakologisnya, salah satunya sebagai antiinflamasi (Kusuma et al., 2005).
Peradangan (inflamasi) merupakan respon protektif normal terhadap
cedera jaringan yang melibatkan berbagai proses fisiologis di dalam tubuh seperti
aktivasi enzim, pelepasan mediator, diapedesis atau pergerakan sel darah putih
melalui kapiler ke daerah peradangan, migrasi sel, kerusakan dan perbaikan
jaringan (Kumar et al., 2012). Faktor yang dapat menyebabkan cedera pada
jaringan, yang kemudian diikuti oleh inflamasi adalah patogen, iritan kimia (asam
dan basa kuat, fenol, dan racun), dan iritan fisika (trauma, benda asing, dingin,
arus listrik, dan radiasi). Inflamasi adalah upaya perlindungan tubuh untuk
menghilangkan rangsangan merugikan serta memulai proses penyembuhan pada
jaringan. Namun, jika peradangan tidak diobati dapat menyebabkan timbulnya
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penyakit seperti rinitis vasomotor, rematoid artritis, dan aterosklerosis (R Ilakkiya
et al., 2013).
Pada umumnya pengobatan yang digunakan untuk mengatasi terjadinya
inflamasi adalah obat modern dari golongan Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
dan golongan steroid yang berguna untuk mengurangi pembengkakan dan rasa
sakit akibat peradangan. Tetapi dalam penggunaannya obat-obat ini mempunyai
risiko toksisitas gastrointestinal, toksisitas jantung, dan lainnya dalam penggunaan
jangka panjang. Untuk alasan ini, ada kebutuhan untuk memiliki obat
antiinflamasi dengan efek samping yang lebih ringan saat digunakan. Oleh karena
itu, tumbuhan lebih banyak dipilih sebagai alternatif yang alami untuk pengobatan
berbagai penyakit, tetapi masih kurangnya bukti ilmiah untuk khasiat tersebut
(Madhavi et al., 2012).
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) adalah salah satu tanaman obat
tradisional yang masih sering digunakan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan
(khususnya) sampai sekarang ini karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh
untuk mengobati luka dalam dan luka luar seperti muntah darah dan mempercepat
penyembuhan luka. Selain itu, masyarakat sering menggunakan tanaman ini untuk
mengobati bintitan. Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan
penggunaannya, misalnya untuk mengobati muntah darah masyarakat merebus
kulit batang tumbuhan ini kemudian air rebusannya diminum atau kulit batang
diperas kemudian air perasannya diminum. Lain halnya dengan untuk mengobati
bintitan, masyarakat menggunakan cairan yang keluar dari penampang ranting
tumbuhan ini. Tumbuhan ini banyak mengeluarkan cairan tersebut di pagi hari
sekitar pukul 6 sampai pukul 8 pagi. Sedangkan untuk mempercepat
penyembuhan luka, masyarakat biasanya langsung menggunakan kulit batang
dengan menempelkannya ke bagian luka.
Berdasarkan studi fitokimia, kulit batang tanaman Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat,
steroid, alkaloid, glikosida jantung, terpenoid, tanin, dan flavonoid (Manik,et al.,
2013). Venkata (2010) melaporkan kulit batang Lannea coromandelica memiliki
potensi antikanker. Beberapa studi farmakologi juga telah dilaporkan oleh
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
peneliti-peneliti dari India dan Bangladesh bahwa ekstrak metanol kulit batang
Kayu Jawa memiliki aktivitas biologis seperti antibakteri, antioksidan, analgesik,
aktivitas hipotensi, aktivitas penyembuhan luka, (Alam, et al., 2012). Selain itu,
fraksi n-hexan, diklorometana, dan etil asetat kulit batang dan daun tumbuhan
Kayu Jawa memiliki aktivitas antioksidan, antimikroba, dan trombolitik. Fraksi
etil asetat kulit batang Kayu Jawa menunjukkan aktivitas antioksidan paling besar
dengan IC50 sebesar 3,8±0,14 μg/ml (Manik, et al., 2013). Penelitian terbaru yang
dilakukan Prawirodiharjo (2014) menunjukkan bahwa eksrak etanol 70% kulit
batang Kayu Jawa memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat (AAI > 2)
dengan nilai AAI 5,5679 dan ekstrak air kulit batang Kayu Jawa memiliki
aktivitas antioksidan yang lemah (AAI < 0,5) dengan nilai AAI 0,0667.
Sedangkan hasil penapisan fitokimia Prawirodiharjo (2014) melaporkan bahwa
ekstrak etanol 70% dan air kulit batang Kayu Jawa mengandung flavonoid,
saponin, glikosida, fenol, dan tanin.
Dari data yang diperoleh dari penapisan kimia Prawirodiharjo (2014) dan
Manik et al (2013) bahwa kulit batang Kayu Jawa mengandung senyawa
flavonoid, saponin, dan tanin. Dimana telah dilaporkan bahwa saponin dan
flavonoid tertentu dapat menstabilkan membran lisosom baik in vivo dan in vitro,
sedangkan tanin dan saponin memiliki kemampuan untuk mengikat kation,
sehingga menstabilkan membran eritrosit dan makromolekul biologis lainnya
(Oyedapo et al, 2004).
Penggunaan empiris secara luas untuk pengobatan dalam masyarakat
menggunakan kulit batang tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) serta
belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian aktivitas antiinflamasi tanaman
ini, melatarbelakangi dilakukannya penelitian tentang aktivitas antiinflamasi
ekstrak etanol 96% dengan metode stabilisasi membran sel darah merah secara in
vitro.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas menunjukkan tanaman Kayu jawa memiliki berbagai
aktivitas sebagai obat.
1. Hasil penelitian di India dan Bangladesh menunjukkan bahwa tanaman
Kayu jawa memiliki aktivitas seperti: antibakteri, analgesik, antidiare,
antihipertensi, dan juga dapat menyembuhkan luka.
2. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan tanaman Kayu jawa memiliki
senyawa seperti: flavonoid, saponin, dan tanin.
3. Senyawa dari kandungan tumbuhan kayu jawa diduga memiliki efek
antiinflamasi.
4. Tumbuhan kayu jawa di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian
tentang aktivitasnya sebagai antiinflamasi
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol 96% kulit batang
tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) yang diperoleh dengan metode
HRBC (Human Red Blood Cell) secara invitro.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat secara teoritis
Menambah khazanah pengetahuan obat-obat herbal dan dapat memberikan
informasi ilmiah mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
khususnya aktivitas antiinflamasi dari kulit batang tanaman Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat dijadikan sebagai landasan ilmiah dalam upaya
peningkatan kesehatan dan pemanfaatannya di bidang industri farmasi.
b. Manfaat secara metodologis
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai
acuan dalam penelitian lainnya, terutama penelitian tentang tumbuhan yang
digunakan sebagai obat terutama antiinflamasi.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Manfaat secara aplikatif
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada
pembuat kebijakan di bidang pengobatan dengan memanfaatkan
tumbuhan Kayu jawa sebagai obat tradisional.
2. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah perbendaharaan
tanaman obat dalam Materia Medika.
6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1. Kayu jawa (Parwirodiharjo, 2014)
Secara taksonomi, tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Phylum : Mannoliophyta
Class : Magnoliatae
Order : Sapindales
Family : Anacardiaceae
Genus : Lannea
Species : Lannea coromandelica (Houtt.) Merr
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m). Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua, kasar, ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur,
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap, dan memiliki
eksudat yang bergetah. Daun imparipinnate, meruncing, dan berjumlah 7-11.
Bunga berkelamin tunggal berwarna hijau kekuningan. Buah berbiji, panjang 12
mm, bulat telur, kemerahan, dan agak keras. Tanaman ini berbunga dan berbuah
dari bulan Januari hingga Mei (Sasidharan, 2004). Lannea coromandelica
memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar di Himalaya (Swat-Bhutan),
Assam, Burma, Indo-China, Ceylon, Pulau Andaman, China, dan Malaysia
(Sasidharan, 2004).
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar, luka dalam, dan perawatan
paska persalinan (Rahayu, et al., 2006). Kulit batang dapat digunakan sebagai
astringen, mengobati sakit perut, lepra, ulcer, penyakit jantung, disentri, dan
sariawan. Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos,
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi. Kulit batang dapat dikunyah selama 2-3 hari untuk menyembuhkan
glossitis. Perebusan daun juga dianjurkan untuk pembengkakan dan nyeri lokal
(Wahid, 2009).
Dari kulit batang dapat ditemukan β-sitosterol, physcion, dan physcion
anthranol B (Wahid, 2009). Md. Tofazzal Islam, et al., (2009) telah mengisolasi
dihydroflavonols, (2R,3S)-(+)-3′,5-dihydroxy-4′,7-dimethoxy dihydroflavonol
and (2R,3R)-(+)-4′,5,7-trimethoxy dihydroflavonol dari kulit batang Lannea
coromandelica.
2.2 Ekstrak dan Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, diluar pengaruh cahaya
matahari langsung (Tiwari, et al., 2011).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Parameter yang mempengaruhi kualitas dari ekstrak adalah bagian dari
tumbuhan yang digunakan, pelarut yang digunakan untuk ekstrak, dan prosedur
ekstraksi (Tiwari, et al., 2011).
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan (Tiwari, et al., 2011). Selama proses ekstraksi, pelarut akan
berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa
dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya (Tiwari, et al., 2011). Dalam
mengekstraksi suatu tumbuhan sebaiknya menggunakan jaringan tumbuhan yang
masih segar, namun kadang-kadang tumbuhan yang akan dianalisis tidak tersedia
di tempat sehingga untuk itu jaringan tumbuhan yang akan diekstraksi dapat
dikeringkan terlebih dahulu (Kristanti et al., 2008).
Ekstraksi serbuk kering jaringan tumbuhan dapat dilakukan dengan cara
maserasi, perkolasi, refluks atau sokhletasi dengan menggunakan pelarut yang
tingkat kepolarannya berbeda-beda. Teknik ekstraksi yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik maserasi (Kristanti et al., 2008).
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar
(Ditjen POM, 2000). Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya
yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan penyarian
kurang sempurna. Dalam maserasi (untuk ekstrak cairan), serbuk halus atau kasar
dari tumbuhan obat yang kontak dengan pelarut disimpan dalam wadah tertutup
untuk periode tertentu dengan pengadukan yang sering, sampai zat tertentu dapat
terlarut. Metode ini cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari, et
al., 2011). Filtrat yang diperoleh dari proses tersebut diuapkan dengan alat
penguap putar vakum (vacuum rotary ecaporator) hingga menghasilkan ekstrak
pekat (Kristanti et al., 2008).
2.3 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-senyawa
metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas berbagai macam
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa
tersebut dapat diidentifikasi dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan
ciri khas dari setiap golongan dari metabolit sekunder (Harborne,1987).
Adanya pengetahuan mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder
yang terkandung di dalam suatu ekstrak, akan memudahkan dalam identifikasi
kemungkinan aktivitas dari ekstrak tumbuhan yang digunakan, seperti flavonoid,
alkaloid, saponin, tanin, dan antrakuinon (Putra, 2007).
2.3.1 Flavonoid
Flavanoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut
dalam pelarut polar seperti etanol, menthanol, butanol, aseton, dan lain-
lain. (Markham,1988). Flavanoid dalam tumbuhan terikat pada gula
sebagai glikosida dan aglikon flavanoid, Gula yang terikat pada flavanoid
mudah larut dalam air (Harbone,1996). Flavanoid merupakan golongan
terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif
menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Flavanoid mempunyai
bermacam-macam efek yaitu, efek antiinflamasi, anti tumor, anti HIV,
immune stimulant, analgesik, antiradang, antifungal, antidiare,
antihepatotoksik, antihiperglikemik dan sebagai vasolidator (De Padua, et
al., 1999)
2.3.2 Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar. Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu
atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari
sistem siklik. Alkaloid sering bersifat racun bagi manusia dan banyak yang
mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas
dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya berwarna, sering kali bersifat
optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa
cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harbone,1987). Alkaloid
memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah
dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1995).
2.3.3 Saponin
Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan
mempunyai karakteristik dapat membentuk busa apabila dikocok, serta
mempunyai kemampuan menghemolisis sel darah merah. Saponin
mempunyai toksisitas yang tinggi. Berdasarkan strukturnya saponin dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu saponin yang mempunyai rangka
steroid dan saponin yang mempunyai rangka triterpenoid. Berdasarkan
pada strukturnya saponin akan memberikan reaksi warna yang
karakteristik dengan pereaksi Liebermann-Buchard (LB) (Harborne,
1987).
2.3.4 Tanin
Tanin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul
antara 500-3000 dalton yang diduga berperan sebagai antibakteri, karena
dapat membentuk kompleks dengan protein dan interaksi hidrofobik
(Makkar,1991). Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang
bersifat fenol, mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan
menyamak kulit. Secara kimia tanin dibagi menjadi dua golongan, yaitu
tanin terkondensasi atau tanin katekin dan tanin terhidrolisis
(Robinson,1995). Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar
mekanismenya adalah dengan merusak membran sel bakteri, senyawa
astringent tanin dapat menginduksi pembentukan ikatan senyawa
kompleks terhadap enzim atau substrat mikroba dan pembentukan suatu
ikatan kompleks tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya
toksisitas tanin itu sendiri (Akiyama, et al., 2001).
2.4 Inflamasi
2.4.1 Definisi
Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap adanya infeksi, iritasi atau
zat asing, sebagai upaya mekanisme pertahanan tubuh. Pada reaksi
inflamasi akan terjadi pelepasan histamin, bradikinin, prostaglandin,
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ekstravasasi cairan, migrasi sel, kerusakan jaringan dan perbaikannya yang
ditujukan sebagai upaya pertahanan tubuh dan biasanya respon ini terjadi
pada beberapa kondisi penyakit yang serius, seperti penyakit
kardiovaskular, gangguan inflamasi dan autoimun, kondisi
neurodegeneratif, infeksi dan kanker (Chippada et al., 2011).
Inflamasi dimulai saat sel mast berdegranulasi dan melepaskan
bahan-bahan kimianya seperti histamin, serotonin, dan bahan kimia
lainnya. Histamin yang merupakan mediator kimia utama inflamasi juga
dilepaskan oleh basofil dan trombosit. Akibat pelepasan histamin ini
adalah vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan aliran
darah dan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler pada awal
inflamasi (Corwin, 2008).
Gejala-gejala klinis dari inflamasi adalah rubor (kemerahan), kalor
(panas), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), dan functio laesa
(kehilangan fungsi). Kemerahan dan rasa panas disebabkan oleh dilatasi
pembuluh darah arteriol dengan demikian darah lebih banyak mengalir
kedalam mikrosirkulasi lokal. Tumor atau pembengkakan disebabkan oleh
air, protein, dan zat-zat lain dari darah bergerak ke jaringan yang
mengalami inflamasi. Rasa sakit (dolor) terjadi karena ujung sel saraf
terstimulasi oleh kerusakan langsung jaringan (terjadi perubahan pH dan
konsentrasi lokal ion-ion tertentu) dan beberapa mediator inflamasi untuk
menghasilkan sensasi rasa sakit. Di samping itu, peningkatan tekanan di
jaringan yang disebabkan oleh udem dan akumulasi nanah, juga dapat
menyebabkan rasa sakit. Terbatasnya pergerakan oleh karena udem, rasa
sakit, dan dekstruksi jaringan menyebabkan gangguan fungsi (Price &
Lorraine, 2006).
2.4.2 Mekanisme Inflamasi
Inflamasi dibagi dalam 3 fase, yaitu inflamasi akut (respon awal
terhadap cidera jaringan), respon imun (pengaktifan sejumlah sel yang
mampu menimbulkan kekebalan untuk merespon organisme asing), dan
inflamasi kronis (Katzung, 2004). Proses inflamasi akut dan inflamasi
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kronis ini melibatkan sel leukosit polimorfonuklear sedangkan sel leukosit
mononuklear lebih berperan pada proses inflamasi imunologis (Sedwick &
Willoughby, 1994).
Adanya rangsangan iritan atau cidera jaringan akan memicu
pelepasan mediator-mediator inflamasi. Senyawa ini dapat mengakibatkan
vasokontriksi singkat pada arteriola yang diikuti oleh dilatasi pembuluh
darah, venula dan pembuluh limfa serta dapat meningkatkan permeabilitas
vaskuler pada membran sel. Peningkatan permeabilitas vaskuler yang
lokal dipengaruhi oleh komplemen melalui jalur klasik (kompleks antigen-
antibodi), jalur lectin (mannose binding lectin) ataupun jalur alternatif.
Peningkatan permeabilitas vaskuler lokal terjadi atas pengaruh
anafilatoksin (C3a, C4a, C5a). Aktivasi komplemen C3 dan C5
menghasilkan fragmen kecil C3a dan C5a yang merupakan anafilatoksin
yang dapat memacu degranulasi sel mast dan basofil untuk melepaskan
histamin. Histamin yang dilepas sel mast atas pengaruh komplemen,
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan kontraksi otot polos,
memberikan jalan untuk migrasi sel-sel leukosit serta keluarnya plasma
yang mengandung banyak antibodi, opsonin dan komplemen ke jaringan
perifer tempat terjadinya inflamasi (Abbas et al., 2010). Sel-sel ini akan
melapisi lumen pembuluh darah selanjutnya akan menyusup keluar
pembuluh darah melalui sel-sel endotel (Ward, 1985).
Aktivasi komplemen C3a, C5a dan C5-6-7 dapat menarik dan
mengerahkan sel-sel fagosit baik mononuklear dan polimorfonuklear. C5a
merupakan kemoaktraktan untuk neutrofil yang juga merupakan
anafilatoksin. Makrofag yang diaktifkan melepaskan berbagai mediator
yang ikut berperan dalam reaksi inflamasi. Beberapa jam setelah
perubahan vaskuler, neutrofil menempel pada sel endotel dan bermigrasi
keluar pembuluh darah ke rongga jaringan, memakan patogen dan
melepaskan mediator yang berperan dalam respon inflamasi. Makrofag
jaringan yang diaktifkan akan melepaskan sitokin diantaranya IL-1
(interleukin-1), IL-6 dan TNF-α (tumor necrosis factor-α) yang
menginduksi perubahan lokal dan sistemik. Ketiga sitokin tersebut
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menginduksi koagulasi. IL-1 akan menginduksi ekspresi molekul adhesi
pada sel endotel sedangkan TNF-α akan meningkatkan ekspresi selektin-E
yang kemudian menginduksi peningkatan eksresi intracellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1).
Neutrofil, monosit, dan limfosit mengenali molekul adhesi tersebut dan
bergerak ke dinding pembuluh darah selanjutnya bergerak menuju ke
jaringan. IL-1 dan TNF-α juga berperan dalam memacu makrofag dan sel
endotel untuk memproduksi kemokin yang berperan pada influks neutrofil
melalui peningkatan ekspresi molekul adhesi. IFN-γ (interferon-γ) dan
TNF-α akan mengaktifkan makrofag dan neutrofil yang dapat
meningkatkan fagositosis dan pelepasan enzim ke rongga jaringan (Abbas
et al., 2010).
2.4.3 Mediator-Mediator Inflamasi
Mediator yang dilepaskan selama respon inflamasi yaitu faktor
kemotaktik neutrofil dan eusinofil, dilepaskan oleh leukosit yang dapat
menarik sel-sel ke daerah cedera. Selain itu, juga dilepaskan prostaglandin
terutama seri E. Saat membran sel mengalami kerusakan, fosfolipid akan
diubah menjadi asam arakidonat yang dikatalisis oleh fosfolipase A2.
Asam arakidonat ini selanjutnya akan dimetabolisme oleh lipooksigenase
dan siklooksigenase (COX). Pada jalur siklooksigenase inilah
prostaglandin disintesis. Prostaglandin dapat meningkatkan aliran darah ke
tempat yang mengalami inflamasi, meningkatkan permeabilitas kapiler
dan merangsang reseptor nyeri. (Corwin, 2008).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2. Mediator Inflamasi (Cotran, 1992)
2.5 Obat Antiinflamasi
Obat antiinflamasi merupakan golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui
berbagai cara, yaitu dengan menghambat pembentukan mediator radang
prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang, dan
menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya
(Robbert & Morrow, 2011).
Pada saat terjadi inflamasi, enzim fosfolipase akan diaktifkan dengan
mengubah fosfolipid yang terdapat pada jaringan menjadi asam arakhidonat
seperti yang terlihat pada Gambar 3. Asam arakhidonat sebagian akan diubah
menjadi enzim siklooksigenase dan seterusnya menjadi prostaglandin. Sebagian
lain dari asam arakhidonat diubah oleh enzim lipooksigenase menjadi leukotrien.
Kedua zat tersebut ikut bertanggungjawab pada sebagian besar gejala inflamasi
(Tjay & Raharja, 2002).
MEDIATOR INFLAMASI
SEL PLASMA
Preformed :
Histamin
Serotonin
Enzim
lisosom
Newly
Synthesized :
Prostaglandin
Leukotrin
Platelet
activating
factor
Sitokin
Radikal bebas
derivat oksigen
Aktivitas
faktor XXI :
Sistem
kinin
Sistem
koagulasi
Aktivitas
komplemen :
C3a, C5a
C3b, C5b-9
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3. Biosintesis tromboxan, prostasiklin dan leukotrien (Borne dkk., 2008)
Secara umum berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi
dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan steroid dan golongan non steroid
(Neal, 2006).
2.5.1 Obat Antiinflamasi Golongan Steroid
Kortikosteroid seperti deksametason, prednison, prednisolon,
seringkali digunakan sebagai obat anti inflamasi. Kelompok obat ini dapat
mengendalikan anti inflamasi dengan menekan atau mencegah banyak
komponen dari proses inflamasi pada tempat cedera. Kortikosteroid
disintesis secara alami di korteks adrenal dan merupakan hasil biosintesis
dari kolesterol. Mekanisme kerja anti inflamasi steroid adalah mengambat
berbagai sel yang memproduksi faktor-faktor penting untuk
membangkitkan respon radang (Gilman, 2008). Steroid pada dasarnya
merupakan hormon atau senyawa endogen yang secara alami dapat
dihasilkan oleh tubuh untuk menjaga sistem homeostasis.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hormon steroid sering disebut juga kortikosteroid karena
diproduksi oleh korteks adrenal yang terletak di atas ginjal. Hormon ini
terdiri dari dua macam yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
Hormon glukokortikoid dapat memicu terjadinya apoptosis sel. Hormon
ini dapat menurunkan diferensiasi dan proliferasi sel-sel inflamatori
sehingga dapat berperan sebagai immunosupresan. Glukokortikoid dapat
menghambat inflamasi dengan cara mengaktivasi reseptor glukokortikoid
yang menghambat ikatan antara nukleus dengan proinflammatory DNA-
binding transcription factor seperti activator protein (AP-1) dan Nuclear
factor (NF-κB) (Ito et al., 2000). Glukokortikoid juga berfungsi
menstimulasi glukoneogenesis, sehingga penggunaannya harus dibatasi
pada penderita diabetes mellitus karena dapat menaikkan kadar gula darah.
Penguraian protein pada jaringan yang disebabkan oleh adanya
glukokortikoid menyebabkan berbagai efek samping berupa osteoporosis,
penghambatan pertumbuhan pada anak-anak, dan atrofi kulit (Bassam &
Mayank, 2012).
Penggunaan obat-obat antiinflamasi golongan steroid tidak dapat
dihentikan secara tiba-tiba karena dapat menyebabkan insufisiensi adrenal
dimana tubuh akan kekurangan hormon kortisol. Ketika tubuh menerima
tambahan hormon dari luar maka tubuh akan merespon dengan
mengurangi produksi hormon tersebut sehingga ketika pemakaiannya tiba-
tiba dihentikan maka tubuh belum siap untuk mensekresikannya kembali
dalam keadaan normal. Penghentian penggunaan obat-obat golongan ini
dilakukan dengan menurunkan dosis secara bertahap (Barnes & Adcock,
2009).
2.5.2 Obat Antiinflamasi Golongan Non Steroid
Obat – obat yang termasuk dalam golongan ini adalah indometasin,
asam mefenamat, ibu profen, asam salisilat, diklofenak, dan fenilbutazon.
Mekanisme kerja dari obat ini adalah menghambat sintesis prostaglandin
atau siklooksigenase, dimana enzim tersebut mengkatalisis pembentukan
asam arakidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan (Gilman, 2008).
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Obat antiinflamasi golongan non steroid bekerja melalui
mekanisme lain seperti isoenzim COX-1 dan COX-2 seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4. Enzim COX ini berperan dalam memacu
pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari asam arakhidonat.
Prostaglandin merupakan molekul pembawa pesan pada proses inflamasi.
Inhibisi sintesis prostaglandin dalam mukosa lambung sering kali dapat
menyebabkan kerusakan gastrointestinal (dispepsia, mual, dan gastritis).
Efek samping yang paling serius adalah pendarahan gastrointestinal (Neal,
2006). Penghambatan enzim COX juga akan menghambat sintesis
tromboksan sehingga dapat menurunkan agregasi platelet. Pemberian obat
pada dosis yang rendah secara terus-menerus digunakan sebagai terapi
pada penderita stroke untuk mencegah terjadinya stroke berikutnya. Selain
itu, penghambatan COX juga berakibat pada peningkatan produksi
leukotrien yang berperan dalam proses kontraksi pada bronkus sehingga
dapat memicu terjadinya asma (Roberts & Morrow, 2011).
Gambar 4. Mekanisme Obat-Obat Antiinflamasi (Kumar et al., 2005)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Uji Aktivitas Antiinflamasi
Terdapat berbagai metode yang digunakan dalam studi obat, kandungan
kimia, dan preparasi herbal untuk menunjukkan adanya aktivitas atau potensi
antiinflamasi. Teknik-teknik tersebut termasuk pelepasan fosforilasi oksidatif
(ATP biogenesis terkait dengan respirasi), penghambatan denaturasi protein,
stabilitas membran eritrosit, stabilitas membran lisosomal, tes fibrinolitik, dan
agregasi trombotik (Oyedapo et al., 2010).
2.6.1 Metode Stabilisasi Membran Sel Darah Merah Manusia
Membran sel darah merah manusia atau eritrosit adalah analog
dengan membran lisosomal dan stabilisasinya menunjukkan bahwa ekstrak
dapat juga menstabilkan membran lisosomal. Stabilisasi membran
lisosomal penting dalam membatasi respon inflamasi dengan menghambat
pelepasan konstituen lisosomal dari neutrofil aktif seperti enzim
bakterisida dan protease, yang menyebabkan peradangan dan kerusakan
jaringan lebih lanjut atas extra celluler release (Kumar et al., 2012).
Enzim lisosomal dilepaskan selama peradangan yang akan menghasilkan
berbagai gangguan yang mengarah ke cedera jaringan dengan merusak
makromolekul dan peroksidasi lipid membran yang dianggap bertanggung
jawab untuk kondisi patologis tertentu seperti serangan jantung, syok
septik, rheumatoid arthtristis dll. Kegiatan enzim ekstra seluler ini
dikatakan berhubungan dengan peradangan akut atau kronis (Chippada et
al., 2011).
Luka pada membran lisosom biasanya memicu pelepasan
fosfolipase A2 yang menjadi perantara hidrolisis fosfolipid untuk
menghasilkan mediator inflamasi. Stabilisasi membran sel-sel ini
menghambat lisis sel dan pelepasan isi sitoplasma yang akhirnya
membatasi kerusakan jaringan dan memperburuk respon inflamasi. Oleh
karena itu, diharapkan bahwa senyawa dengan aktivitas stabilisasi
membran harus memberikan perlindungan yang signifikan dari membran
sel terhadap pelepasan zat merugikan (Karunanithi et al., 2012).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Eritrosit telah digunakan sebagai sistem model untuk beberapa
studi interaksi obat dengan membran. Obat seperti anestesi, tranquilizer,
dan antiinflamasi steroid menstabilkan membran eritrosit terhadap induksi
hipotonik pemicu hemolisis sehingga dapat mencegah pelepasan
hemoglobin. Aktivitas menstabilkan membran sel darah merah yang
diperlihatkan oleh beberapa obat, berfungsi sebagai metode in vitro untuk
menilai aktivitas antiinflamasi dari berbagai senyawa (Awe et al., 2009).
2.7 Spektrofotometer UV-Vis
Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang
sangat encer dengan pembanding blangko pelarut menggunakan spektrofotometer.
Senyawa tanpa warna diukur pada panjang gelombang 200-400 nm, senyawa
berwarna pada panjang gelombang 400-800 nm. Prinsip kerja spektrofotometer
UV-Vis ialah interaksi sinar ultraviolet atau tampak dengan molekul sampel.
Energi cahaya akan mengeksitasi elektron terluar molekul ke orbital lebih tinggi
(Harborne, 1987).
Pada kondisi ini, elektron tidak stabil dan dapat melepas energi untuk
kembali ke tingkat dasar, dengan disertai emisi cahaya. Besarnya penyerapan
cahaya sebanding dengan molekul, sesuai dengan hukum lambert-Beer:
A= ɛ B C
Keterangan:
A= serapan
ɛ = absortivitas molar
B= tebal tempat komponen
C= konsentrasi komponen
(Day & Underwood, 1980).
Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul
analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.
Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah
tampak disebut kromofor dan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak
jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi terjadi dari π→π*, yang menyerap pada
λmax kecil dari 200 nm (tidak terkonyugasi), misalnya pada >C=C< dan -C≡C-.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung elektron π
pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem konjugasi,
perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil
sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar. Gugus
fungsi seperti –OH, -NH2, dan –Cl yang mempunyai elektron-elektron valensi
bukan ikatan disebut auksokrom yang tidak menyerap radiasi pada panjang
gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada daerah ultraviolet
jauh. Bila suatu auksokrom terikat pada suatu kromofor, maka pita serapan
kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang (efek batokrom)
dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokrom adalah suatu pergeseran pita
serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang sering kali terjadi bila muatan
positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah dari non polar ke
pelarut polar (Dachriyanus, 2004).
Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi
yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik
yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (atau
panjang gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang
dibolehkan (allowed transition) untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang
berbeda adalah tidak sama, sehingga spektrum absorpsinya juga berbeda. Dengan
demikian, spektrum dapat digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat
untuk analisis kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang
gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi,
sehingga spektrum absorpsi juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif
(Gandjar & Rohman, 2007).
Hal–hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektofotometri UV-Vis
sebagai berikut.
1. Penentuan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif
adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk
memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan
membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang
dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan
berbagai konsentrasi. Masing–masing absorbansi larutan dengan
berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan
hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-
Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus.
3. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara
0,2 sampai 0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran
nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah
paling minimal (Gandjar & Rohman, 2007).
22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Penelitian I, laboratorium Penelitian
II, laboratorium Sediaan Steril dan laboratorium Kimia Obat, Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 3
Februari 2015 sampai 26 Juni 2015.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat serta instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain timbangan bahan, blender, kertas label, penggaris, pensil,
aluminium foil, plastik, kertas saring, kapas, labu erlenmeyer, becker
glass, gelas ukur, corong, tabung reaksi, spatula, batang pengaduk, pipet
tetes, kaca arloji, tabung sentrifuge, botol maserasi, mikropipet 1000 µL,
autoklaf, oven, centrifuge, vacuum rotary evaporator (Eyela N-1000),
water bath (Eyela SB-1000), dan spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-
2910).
3.2.2 Bahan
Bahan serta reagen kimia yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica), etanol
96%, aquades, Na2HPO4. 2H2O, NaH2PO4. H2O, NaCl, dapar fosfat pH 7,4
(0,15 M), Na diklofenak, serbuk Mg, HCl pekat, amil alkohol, HCl 2N,
FeCl3 (1%), kloroform, NH4OH, H2SO4 1M, pereaksi Dragendorf,
pereaksi Mayer, pereaksi Lieberman-Bourchard.
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekantong
darah 250 cc yang diperoleh dari RSUP Fatmawati. Darah diperoleh sejak
tanggal 6 Mei 2015 dan expirate pada tanggal 9 Juni 2015. Darah yang
diperoleh merupakan darah segar dan telah bebas dari proses skrining.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Darah golongan B dengan Rhesus +. Darah disimpan pada suhu 4 oC
dilemari pendingin.
3.3 Desain/ Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental murni
dengan menggunakan kontrol Natrium diklofenak
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan berdasarkan taksonominya. Determinasi pada
tanaman kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) dilakukan oleh
tim peneliti, Pusat Penelitian Biologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia) Bogor.
3.4.2 Penyiapan Sampel
Sampel kulit batang tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Sampel kulit batang dikumpulkan pada bulan September 2014. Sebanyak 1
kg kulit batang segar disortasi basah, selanjutnya dicuci dengan air
mengalir. Sampel kemudian dirajang dan dikeringkan dengan cara
dikering-anginkan. Selanjutnya sampel yang telah kering disortasi kering
dan dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh serbuk simplisia
kering sebanyak 600 gram.
3.4.3 Ekstraksi Sampel Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica)
Serbuk kering batang Kayu jawa sebesar 600 gram diekstraksi
dengan menggunakan metode maserasi.
1. Sampel ditimbang dan dimaserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak
3 liter selama 3 hari. Selama maserasi sesekali diaduk. Prosedur ini
kemudian diulangi 5 kali (remaserasi) hingga filtrat yang didapatkan
terlihat jernih. Total pelarut yang digunakan sebanyak 17,5 Liter.
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Selanjutnya setiap hasil filtrat di saring dengan menggunakan kapas
dan kertas saring. Lalu dipekatkan dengan vacum rotary evaporator
hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42,11 gram.
3. Lalu hitung rendemen ekstrak :
Rendemen ekstrak =
x 100%
Rendemen ekstrak yang diperoleh sebesar 7,01%.
3.4.4 Penapisan fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit
sekunder yang terkandung di dalam ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu
Jawa (Lannea coromandelica). Metabolit sekunder yang diuji secara
kualitatif ini antaranya: alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, senyawa fenol,
triterpenoid, dan glikosida.
1. Uji Alkaloid
Ekstrak sebanyak 5 mg digerus dengan penambahan kloroform hingga
larut. Ditambahkan 0,5 mL asam sulfat 1 M, kemudian dikocok
perlahan. Didiamkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan.
Lapisan atas yang jernih dibagi dua, 1 bagian ditambahkan 2-3 tetes
pereaksi Dragendorff dan bagian berikutnya ditambahkan 2-3 tetes
pereaksi Mayer. Endapan merah bata yang terbentuk oleh pereaksi
Dragendorf dan endapan putih oleh pereaksi Meyer menunjukan
adanya senyawa alkaloid (Fransworth, 1996).
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 5 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 mL air panas, didihkan
selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat yang didapat lalu ditambah bubuk
Mg secukupnya, 1 ml asam sulfat pekat dan 2 mL etanol. Dikocok
kuat dan biarkan terpisah. Terbentuknya warna merah, kuning atau
jingga pada lapisan etanol menunjukan adanya senyawa flavonoid
(Tiwari, et al., 2011).
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Uji Saponin
Ekstrak dilarutkan dalam 10 mL air panas, lalu biarkan hingga dingin.
Setelah dingin lalu dikocok kuat secara vertikal selama 10 detik.
Terbentuknya busa yang stabil setinggi 1 cm dan bila ditambahkan
HCL 1% 1 tetes busa tetap stabil menunjukan adanya senyawa
saponin (Tiwari, et al., 2011).
4 Uji Tanin
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 96%,
dididihkan dalam 10 mL aquades dalam tabung reaksi kemudian
disaring. Ditambahkan 3 tetes larutan ferri klorida 0,1% dan diamati,
terbentuknya warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman
menunjukkan adanya tanin (Tiwari, et al., 2011).
5 Uji Triterpenoid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring.
Kemudian filtrat ditambahkan beberapa tetes asam sulfat dan dikocok.
Terbentuknya warna kuning emas mengindikasikan adanya senyawa
triterpen (Tiwari, et al., 2011).
6 Uji glikosida
Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan
ditambahkan larutan NaOH. Terbentuknya warna kuning
mengindikasikan adanya senyawa glikosida (Tiwari, et al., 2011).
7 Uji Fenol
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 96% dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3. Terbentuknya warna hitam
kebiruan mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari, et al.,
2011).
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.5 Uji Parameter Ekstrak
a. Parameter Spesifik
1. Identitas
Ekstrak dideskripsikan dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan
dan nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI, 2000).
2. Organoleptik
Ekstrak dideskripsikan menggunakan panca indera untuk
mengetahui bentuk, warna, bau, dan rasa (Depkes RI, 2000).
b. Parameter Nonspesifik
1. Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 96% dilarutkan dalam aquades
hingga 10 mL dan didestilasi pada suhu 78,5 °C hingga diperoleh
destilat sebanyak 2 mL. Destilat ditambahkan aquades hingga 10
mL. Selanjutnya bobot jenis cairan ditetapkan menggunakan
piknometer. Persentase residu pelarut etanol dalam ekstrak dihitung
menggunakan tabel bobot jenis dan kadar etanol pada Farmakope
Indonesia edisi III (Depkes RI, 2000).
2. Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukan ke dalam cawan
penguap yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai
bobot tetap. Dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 5
jam dan ditimbang. Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan
dalam desikator hingga suhu kamar. Lanjutkan pemanasan dan
timbang hingga bobot tetap (Depkes RI, 2000).
3. Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara, sebanyak 2 gram
ekstrak etanol 96% ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan
dipijarkan perlahan. Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600 ±
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25 °C. Didinginkan di dalam desikator dan ditimbang berat abu.
Kadar abu dihitung dalam persen terhadap berat sampel awal
(Depkes RI, 2000).
3.4.6 Uji Aktivitas Antiinflamasi dengan Metode Stabilisasi
Membran Eritrosit
3.4.6.1 Pembuatan larutan yang dibutuhkan
a. Pembuatan dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M)
Sebanyak 2,671 gram dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4. 2H2O)
dilarutkan dalam aquades sampai 100 mL (0,15 M). 2,070 gram
natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4. H2O) dilarutkan dalam
aquades sampai 100 mL (0,15 M). Kemudian 81 mL larutan
Na2HPO4. 2H2O (0,15 M) dicampurkan dengan 19 mL larutan
NaH2PO4. H2O (0,15 M) pada suhu ruang (Ruzin, 1999). Cek pH
dengan pH meter. Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada
suhu 121 oC selama 2 jam.
b. Pembuatan isosalin
Sebanyak 0,85 gram NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH 7,4
(0,15 M) sampai volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo et al.,
2010). Kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu
121 oC selama 2 jam.
c. Pembuatan hiposalin
Sebanyak 0,25 gram NaCl dilarutkan dalam dapar fosfat pH 7,4
(0,15 M) sampai volume 100 mL pada suhu ruang (Oyedapo et al.,
2010). Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC
selama 2 jam.
d. Penyiapan konsentrasi ekstrak dan Natrium diklofenak
Sebanyak 50 mg ekstrak dilarutkan dalam isosalin sampai 50 mL
(1000 ppm) pada suhu ruang. Kemudian diencerkan menjadi
beberapa seri konsentrasi (25, 50, 100, 200, 400, dan 800 ppm).
Begitu juga dengan Natrium diklofenak, sebanyak 50 mg Na
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diklofenak dilarutkan dalam 50 mL isosalin (1000 ppm) pada suhu
ruang. Kemudian diencerkan menjadi konsentrasi 100 ppm.
3.4.6.2 Pembuatan suspensi sel darah merah
Metode ini dijelaskan oleh Gandhisan, 1991 dalam Kumar
et al., 2012 dan dimodifikasi dengan metode Sadique et al., 1989
dalam Oyedapo et al., 2010. Darah sebanyak 10 mL disentrifugasi
pada 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 27 oC. Supernatan yang
terbentuk dipisahkan menggunakan pipet steril. Endapan sel-sel
darah yang tersisa kemudian dicuci dengan larutan isosalin dan
disentrifugasi kembali. Proses tersebut diulang 4 kali sampai
isosalin jernih. Volume sel darah diukur dan diresuspensi dengan
isosalin sehingga didapatkan suspensi sel darah merah dengan
konsentrasi 10% v/v. Suspensi sel darah tersebut disimpan pada
suhu 4 oC jika belum digunakan (Oyedapo et al., 2010).
3.4.6.3 Pengujian Aktivitas Ekstrak terhadap Stabilisasi Membran
Eritrosit
Untuk menentukan aktivitas ekstrak terhadap stabilisasi
membran eritrosit, larutan yang digunakan sebagai berikut:
a. Pembuatan larutan uji
Larutan uji (4,5 mL) terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15 M),
0,5 mL suspensi sel darah merah, 1 mL larutan sampel, dan 2 mL
hiposalin.
b. Pembuatan larutan kontrol positif
Larutan kontrol positif terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15
M), 0,5 mL suspensi sel darah merah, 1 mL larutan Na diklofenak,
dan 2 mL hiposalin.
c. Pembuatan larutan kontrol larutan uji
Larutan kontrol larutan uji terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4
(0,15 M), 0,5 mL larutan isosalin sebagai pengganti suspensi sel
darah merah, 1 mL larutan sampel, dan 2 mL hiposalin.
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Pembuatan larutan kontrol negatif
Larutan kontrol negatif terdiri dari 1 mL dapar fosfat pH 7,4 (0,15
M), 0,5 mL suspensi sel darah merah, 1 mL larutan isosalin sebagai
pengganti larutan sampel, dan 2 mL hiposalin.
Setiap larutan di atas kemudian diinkubasi pada 37 oC selama 30
menit dan disentrifugasi pada 5000 rpm selama 10 menit. Cairan
supernatan yang didapat diambil dan kandungan hemoglobinnya
diperhitungkan dengan menggunakan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang 560 nm. Persen stabilitas membran sel darah
merah dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut:
% Stabilitas = 100 –
(Oyedapo et al., 2010).
3.4.7 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov
untuk melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji Levene untuk
melihat homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogen
maka dilanjutkan dengan uji ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan
95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna
atau tidak. Jika terdapat perbedaan bermakna, dilanjutkan dengan uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD (Santoso, 2008).
30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Determinasi
Untuk memastikan kebenaran simplisia yang digunakan dalam
penelitian ini, maka dilakukan determinasi oleh tim peneliti, Pusat
Penelitian Biologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Bogor.
Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan sesuai
dan merupakan Lannea coromandelica (Houtt) Merr Lampiran 1.
4.1.2 Pembuatan Serbuk Simplisia
Kulit batang yang digunakan sebanyak 1 kg, setelah melalui
serangkaian proses pembuatan simplisia seperti pencucian, perajangan,
pengeringan, dan penghalusan diperoleh serbuk kulit batang Kayu Jawa
sebanyak 600 gram.
4.1.3 Hasil Ekstraksi dan Maserasi Tanaman
Proses ekstraksi kulit batang Kayu Jawa dilakukan menggunakan
metode maserasi dengan pelarut etanol 96%. Sebanyak 600 gram serbuk
simplisia dimaserasi selama 3 hari sambil sesekali diaduk. Maserat yang
dihasilkan dari proses maserasi sebanyak 42,111 gram yang kemudian
dihitung rendemennya. Persen perolehan (rendemen) ekstrak merupakan
perbandingan antara bobot ekstrak yang dihasilkan dengan bobot awal
yang digunakan. Rendemen ekstrak kulit batang Kayu Jawa yang
dihasilkan adalah 7,01%. Perhitungan hasil rendemen dapat dilihat pada
lampiran 6.
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.4 Hasil Penetapan Parameter Ekstrak
Hasil penetapan parameter ekstrak spesifik dan non spesifik
ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Penetapan Parameter Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa
(Lannea coromadelica)
Parameter ekstrak Karakteristik Hasil
Spesifik
A. Identitas
1. Nama Latin
2. Bagian Tumbuhan
3. Nama Indonesia
1. Lannea coromandelica
2. Kulit batang
3. Kayu Jawa
B. Organoleptik
1. Bentuk
2. Warna
3. Bau
4. Rasa
1. Kental
2. Coklat tua
3. Khas
4. Pahit
Non Spesifik
A. Residu Pelarut 0 %
B. Kadar air 5,8 %
C. Kadar abu 14 %
Keterangan: Hasil penentuan parameter ekstrak etanol 96% kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) lampiran 7.
4.1.5 Hasil Penapisan Fitokomia
Senyawa-senyawa yang dianalisis meliputi senyawa alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, fenol, steroid, dan glikosida. Hasil penapisan
fitokimia ekstrak etanol kulit batang Kayu Jawa dapat dilihat pada tabel 2.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2. Hasil Penapisan fitokimia Esktrak Etanol Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromadelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
Keterangan: Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96% kulit
batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Lampiran 8.
4.1.6 Hasil Uji Stabilisasi Membran Eritrosit Ekstrak Etanol 96%
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) secara In
Vitro
Stabilisasi membran eritrosit telah digunakan sebagai metode
untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi secara in vitro. Dari hasil
pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh persentase stabilisasi
membran eritrosit yang dapat dilihat pada Tabel 4 dan perhitungannya
pada Lampiran 9. Serta histogramnya pada Gambar 5.
Tabel 3. Stabilisasi Membran Eritrosit dari Ekstrak Etanol Uji dan Kontrol Positif
terhadap Induksi Larutan Hipotonik pada Konsentrasi 25, 50, 100, 200, 400,
dan 800 ppm
No. Larutan Uji Konsentrasi (ppm) Stabilitas (%)
1 Ekstrak etanol kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
25 50
100 200 400 800
17,987 35,979 40,212 51,323 56,084 90,476
2 Na diklofenak 100 66,667
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5. Stabilisasi Membran Erirosit dari Ekstrak Uji dan Kontrol Positif terhadap
Induksi Larutan Hipotonik
Berdasarkan histogram di atas, hasil uji aktivitas antiinflamasi
menggunakan metode stabilisasi membran sel darah merah manusia
berdasarkan perhitungan % stabilitas menunjukkan bahwa konsentrasi
minimum yang berpotensi sebagai antiinflamasi adalah 200 ppm yaitu
sebesar 51,323%. Sedangkan konsentrasi yang mempunyai potensi yang
besar sebagai antiinflamasi adalah 800 ppm yaitu sebesar 90,476%.
4.1.7 Hasil Analisa Data Statistik
Dari hasil analisa data statistik diperoleh kesimpulan bahwa uji
aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) pada konsentrasi 200 dan 400 ppm identik (tidak berbeda
secara bermakna) dengan kontrol positif (Na dikolfenak) pada konsentrasi
100 ppm. Sedangkan ekstrak uji pada konsentrasi 25, 50, 100, dan 800
ppm tidak identik (berbeda secara bermakna) dengan kontrol positif (Na
diklofenak) pada konsentrasi 100 ppm. Dengan demikian, yang memiliki
potensi sebagai antiinflamasi adalah ekstrak uji pada konsentrasi 200 dan
400 ppm. Hasil analisa data pada Lampiran 11.
17,987%
35,979% 40,212%
51,323% 56,084%
90,476%
66,667%
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
25 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm 400 ppm 800 ppm 100 ppmNa D
% Stabilitas Ekstrak Etanol Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
% Stabilitas
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Pembahasan
4.2.1 Ekstraksi
Proses ekstraksi kulit batang Kayu Jawa dilakukan menggunakan
metode maserasi. Proses ekstraksi dengan cara maserasi merupakan salah
satu metode ekstraksi yang menguntungkan karena sel simplisia yang
direndam di dalam pelarut akan mengalami pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel,
sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut
dalam pelarut organik. Pelarut dapat melarutkan komponen dalam sel
dengan melintasi membran sel ke dalam bagian sel, dengan mengalirnya
bahan pelarut kedalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak,
dan bahan kandungan sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya. Bahan
kandungan tersebut berpindah secara osmosis melalui ruang antar rongga
sel, gaya yang bekerja adalah perbedaan konsentrasi antara larutan di
dalam sel dengan pelarut yang mula-mula masih tanpa bahan aktif. Bahan
kandungan sel akan mencapai kedalam cairan di sebelah luar selama
osmosis melintasi membran sampai terbentuknya suatu keseimbangan
konsentrasi antara larutan di sebelah dalam dan di sebelah luar sel (Voight,
1994).
Pelarut yang digunakan pada proses maserasi adalah etanol 96%.
Menurut Filho (2006), ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol
sangat efektif dalam mengisolasi senyawa-senyawa metabolit sekunder.
Maserasi dengan menggunakan pelarut etanol dilakukan karena sifatnya
yang mampu melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar, semi
polar, dan non polar serta kemampuannya untuk mengendapkan protein
dan menghambat kerja enzim sehingga dapat terhindar dari proses
hidrolisis dan oksidasi (Harbone, 1987). Senyawa- senyawa yang dapat
diikat oleh pelarut etanol antara lain fixed oils, lemak, lilin, alkaloid,
flavonoid, polifenol, tanin, saponin, steroid, terpenoid, fenolik, aglikon,
dan glikosida (Filho, 2006). Etanol 96% memiliki kadar air yang sedikit
yang dapat mengurangi pertumbuhan mikroba di dalam ekstrak, karena air
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
merupakan salah satu media yang dapat mempercepat pertumbuhan
mikroba.
4.2.2 Stabilisasi Membran Sel Darah Merah
Stabilisasi membran sel darah merah telah digunakan sebagai
metode untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi secara in vitro. Hal ini
dikarenakan membran sel darah merah mirip dengan membran lisosom
(Shenoy et al., 2010) yang dapat mempengaruhi proses inflamasi,
sehingga stabilisasi membran lisosom penting dalam membatasi respon
inflamasi, dengan cara mencegah pelepasan enzim dari dalam lisosom
selama proses inflamasi. Enzim di dalam lisosom yang terlepas selama
inflamasi (akibat teraktivasinya neutrofil) akan menghasilkan berbagai
gangguan yang dapat dihubungkan dengan terjadinya inflamasi akut atau
kronis. Oleh sebab itu, kestabilan membran sel darah merah terhadap
gangguan yang diinduksi larutan hipotonik, dapat juga digunakan sebagai
ukuran untuk mengetahui stabilisasi membran lisosom (Kumar et al.,
2012).
Kestabilan sel darah merah manusia dapat dilihat ketika sel darah
merah diinduksi larutan hipotonik. Hal tersebut menyebabkan
terbentuknya stress oksidatif yang dapat menggangu kestabilan
biomembrannya. Stress oksidatif dapat menyebabkan oksidasi lipid dan
protein sehingga memicu kerusakan membran yang ditandai dengan
terjadinya hemolisis. Besar kecilnya hemolisis yang terjadi pada membran
sel darah merah yang diinduksi larutan hipotonik dijadikan sebagai ukuran
untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi dari ekstrak etanol 96% kulit
batang Kayu Jawa (Kumar, 2011).
Aktivitas antiinflamasi dari ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu
Jawa dapat dilihat dari adanya penurunan absorbansi pada campuran
larutan uji. Semakin kecil nilai absorbansi yang dihasilkan maka semakin
kecil hemolisis yang terjadi, sehingga semakin besar aktivitas anti
inflamasi yang dimiliki oleh sampel. Pengukuran absorbansi dilakukan
pada panjang gelombang 560 nm. Natrium diklofenak digunakan sebagai
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kontrol positif karena merupakan obat antiinflamasi non steroid yang
bekerja dengan cara mencegah pelepasan mediator antiinflamasi sehingga
dapat menghambat sintesis prostaglandin atau siklooksigenase (Gilman et
al., 1985). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Leelaprakash dan
Mohan 2010, Natrium diklofenak pada konsentrasi 100 ppm mampu
menghambat hemolisis sel darah merah sebesar 51%. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Mittal et.al., 2013 juga menyebutkan bahwa Natrium
diklofenak pada konsentrasi 100 ppm mempunyai kemampuan untuk
menghambat hemolisis sel darah merah sebesar 57,25%. Selain itu,
Natrium diklofenak dipilih karena merupakan obat antiinflamasi golongan
NSAID yang banyak digunakan untuk mengobati inflamasi serta mudah
didapatkan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 800 ppm
ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa mampu menstabilisasi
membran sel darah merah. Pada konsentrasi 800 ppm memperlihatkan
kemampuan stabilisasi terbesar yaitu 90,476%. Sedangkan pada dosis 25
ppm memperlihatkan kemampuan stabilitas terkecil yaitu 17,987%. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula
kemampuan stabilitas sel darah merahnya. Hal ini juga dibuktikan dengan
analisa secara statistik, untuk analisa awal dilakukan uji normalitas dengan
metode Kolmogorof-Smirnov untuk melihat distribusi data persen
stabilitas membran sel darah merah Natrium diklofenak pada konsentrasi
100 ppm dan ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa pada konsentrasi
25, 50, 100, 200, 400, dan 800 ppm. Hasil analisa menunjukkan semua
kelompok perlakuan terdistribusi normal. Kemudian dilanjutkan dengan
uji homogenitas dengan metode Levene untuk melihat persentase data
stabilitas membran sel darah merah Natrium diklofenak pada konsentrasi
100 ppm dan ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa pada konsentrasi
25, 50, 100, 200, 400, dan 800 ppm homogen atau tidak, hasil
menunjukkan kelompok perlakuan tersebut tidak terdistribusi secara
homogen (p≤0,05) maka dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis.
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Selanjutnya dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan metode
LSD (Lampiran 11) (Santoso, 2008).
Antar konsentrasi pada perlakuan ekstrak etanol 96% kulit batang
Kayu Jawa berbeda secara bermakna membuktikan bahwa peningkatan
konsentrasi akan memberikan peningkatan yang bermakna pada
kemampuannya untuk menstabilisasi membran sel darah merah yang
dirujuk pada kemampuan kontrol positif (Natrium diklofenak) pada
konsentrasi 100 ppm untuk menstabilkan membran sel darah merah.
Dimana, ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa pada konsentrasi 200
dan 400 ppm identik dengan Natrium diklofenak dalam konsentrasi 100
ppm (P≤0,05), sedangkan kelompok ekstrak dengan konsentrasi 25, 50,
100, dan 800 ppm tidak identik dengan Natrium diklofenak dalam
konsentrasi 100 ppm.
Jadi, jika berdasarkan analisis data yang memiliki potensi untuk
dapat menstabilkan membran adalah perlakuan ekstrak pada konsentrasi
200 dan 400 ppm. Namun, jika berdasarkan % stabilitas yang diperoleh
perlakuan ekstrak pada konsentrasi 800 ppm memiliki kemampuan
menstabilkan membran sebesar 90,476%.
Setelah pengukuran didapat data absorbansi kemudian dihitung
persentase stabilitasnya. Persentase stabilitas adalah kemampuan suatu
sampel untuk menstabilisasi membran sel darah merah yang didapatkan
dari perbandingan serapan antara absorbansi larutan uji dengan absorbansi
kontrol negatif (Oyedapo, 2010) beberapa referensi juga menyatakan
persentase stabilisasi sebagai persentase inhibisi hemolisis.
Senyawa dengan sifat menstabilkan membran dikenal karena
kemampuannya untuk mengganggu proses awal fase reaksi inflamasi,
dimana pencegahan tersebut akan memicu pelepasan phospholipase A2
yang akan membentuk mediator inflamasi (Aitadafoun et al., 1996).
Dari hasil penapisan fitokimia yang telah dilakukan ditemukan
bahwa ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) mengandung senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antiinflamasi, yaitu senyawa flavonoid, saponin, dan tanin. Senyawa
flavonoid memiliki aktivitas antiinflamasi dengan cara melindungi
membran eritrosit terhadap kerusakan membran sehingga menyebabkan
hemolisis karena flavonoid dapat menghambat mediator inflamasi dan
radikal bebas (Kasolo et al., 2010).
Senyawa flavonoid akan berperan dalam melindungi membran
eritrosit dari larutan hipotonik. Efek dari larutan hipotonik tersebut
berkaitan dengan banyaknya cairan yang masuk ke dalam membran
eritrosit, sehingga mengakibatkan pecahnya membran eritrosit yang
disebut dengan hemolisis. Dimana senyawa flavonoid yang terdapat dalam
ekstrak tersebut akan berinteraksi dengan larutan hipotonik yang diinduksi
sehingga menghambat aktivitas perusak membrannya. Jumlah metabolit
sekunder yang terdapat pada ekstrak tersebut, bereaksi dalam besaran yang
sama dengan larutan hipotonik yang ditambahkan pada suspensi sel darah
merah, sehingga tidak merusak membran sel eritrosit. Sedangkan senyawa
tanin dan saponin menstabilkan membran dengan cara mengikat kation
(Oyedapo, 2010)
Dari hasil temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrak
etanol 96% kulit batang Kayu Jawa memilliki aktivitas antiinflamasi. Ini
juga dapat dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sankari et al
(2009). Yang mengatakan bahwa aktivitas stabilisasi membran
dipengaruhi oleh kandungan polifenol yang tinggi seperti tanin, steroid
dan flavonoid yang berfungsi sebagai penghambat/scavenger radikal bebas
dan menstabilkan membran eritrosit dari induksi larutan hipotonik
(Sankari et al., 2009).
39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pada penelitian ini, kesimpulan yang dapat diambil
adalah:
1. Hasil penapisan fitokimia, senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak
etanol 96% kulit batang Kayu Jawa adalah flavonoid, saponin, tanin, fenol,
dan glikosida.
2. Ekstrak dengan konsentrasi 800 ppm mempunyai aktivitas antiinflamasi
yang paling tinggi. Hasil ini dilihat dari kemampuannya dalam menstabilkan
membran sel darah merah yaitu sebesar 90,476%.
3. Kemampuan stabilisasi membran sel darah merah meningkat seiring dengan
meningkatnya konsenterasi pada uji aktivitas antiinflamasi
5.2 Saran
1. Perlu dilakukannya isolasi untuk mengetahui secara pasti senyawa yang
bertanggungjawab terhadap aktivitas antiinflamasinya.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A.K., Lichtman, A.H., & Pillai S., 2010, Celullar and Molecular
Immunology, 6 th
Ed., W.B Saunders Company, Philadelphia.
Akiyama H., Kazuyasu fujii., Osamu Y., Takashi O., Keiji I. 2001.
Antibacterialaction of several tannins against Staphylococcus aureus.
Journal ofantimocrobial Chemotheraphy (2001) 48:487-
491.http://www.jac.oupjournals.org/cgi. May, 5th 2005.
Alam Badrul, Hossain Sarowar, Habib Razibul, Rea Julia, dan Islam Anwarul.
2012. Antioxidant and Analgesic Activities of Lannea coromandelica
Linn. Bark Extract. International Journal of Pharmacology 8 (4): 224-233.
ISSN 1811-7775. Bangladesh.
Awe, EO., Makinde. JM., Adeloye, OA., Banjoko, SO. 2009. Membrane
Stabilizing Activity of Russelia equisetiformis, Schlecht & Chan.
International Journal of Natural Product, 2: 03-09.
Barnes, P.J., and Adcock, I.M., 2009. Glucocorticoid resistance in inflamatory
diseases. Lancet. 373,1905-17.
Bassam, M. & Mayank, P., 2012, Steroids in Asthma: Friend or Foe, 569-592,
Department of Pulmonology and Allergy & Sleep Medicine Rashid
Hospital, Dubai..
Borne, R., Revi, M., & Wilson, N., 2008, Nonsteroidal Anti-Inflammatory
Drugsdalam Lemke, T.L., Williams, D.A., Roche, V.F., & Jito, S.W.,
(Eds.),Foye’s principles of medicinal chemistry 6 th Ed., 2-5, William &
Wilkins,Philadelphia.
BPOM RI. 2009. Kebun Tanaman Obat Badan POM RI.
Chippada SC, Sharan SV, Srinivasa RB, Meena V. 2011. In-vitro Antiinflamatory
Activity of Methanolic Extract of Centella asiatica by HRBC Membrane
Stabilization. RASAYAN Journal Chemistry. 4(2) ; 457-460.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Corwin, Elizabeth J. (2008). Handbook of Pathophysiology 3th
edition.
Philadephia: Lippincort Williams and Wilkins ; 138-143.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektrofotometri.
Padang. CV. Trianda Anugrah Pratama.
Day R.A. & Underwood. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.
De Lux Putra, E. (2007). Dasar-dasar Kromatografi Gas & Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi. Fakultas Farmasi USU-Medan. Hal. 88-91.
De Padua, L. S. D., N. Banyapraphatsara, and R. H. M. J. Lemmens. 1999.
PlantResources of South-East Asia. Prosea Foundation. p180-182.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Gandjar & Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Gilman, A.G., Theodore, W.R., Alan, S.N., dan Palmer, T. 2008. Goodman and
Gilman’s: The pharmacological basis of therapeutics, 18th Ed, Vol.II.
USA: McGraw-Hill, 638-669, 1685
Guevara, B.Q and B.V. Recio. 1985. Phytochemical, Microbiological and
Pharmacological Screening of Medical Plant. Research center University
of Santo Tomas, Manila Phillippine; 5-24
Hamor G.H., 1989, Nonsteroidal anti-inflammatory drugs, dalam Foye W.O.,
(Ed.), Principles of Medicinal Chemistry, 3rd
Ed., 503–530, Lea &
Febiger, Philadelphia.
Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia. Terbitan ke-II. a.b. Kosasih
Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih P, Soediro Iwang. Bandung: Penerbit
ITB. Hal: 6-17.
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ito, K., Barnes P.J., Adcock I.M., 2000, Glucocorticoid Receptor Recruitment of
Histone Deacetylase 2 Inhibits Interleukin-1 beta-Induced Histone H4
Acetylation on Lysines 8 and 12, Mol Cell Biol, 20, 6891–6903.
Karunanithi M, C. David R, M. Jegadeesan, S. Kavimani. 2012. Comparative GC-
MS Analysis and In-vitro Screening of Four Species of Mucuna. Asian
Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 5(4); 239-243.
Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8.
Penerjemahdan editor: Bagian Farmakologi FK UNAIR. Penerbit Salemba
Medika,Surabaya. Hlm 37-41
Kristanti A.N., Aminah, N.S., Tanjung, M., Kurniadi, B., 2008. Buku Ajar
Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press.
Kumar, V., Abul, K.A., and Nelson, F. 2005. Robbins and cotran pathologic basis
ofdisease 7 th
. Elsevier Saunders, The Curtis Center 170 S Independence
Mall W 300E, Philadelphia, USA.
Kumar V, Zulfiqar A. B, Dinesh K, N.A Khan, I.A Chashoo. 2012. Evaluation of
Anti-Inflamatory Potensial of Leaf Extracs of Skimmia anquetilia. Asian
Pasific Journal of Tropical Biomidicine. 627-630
Kumar V, Zulfiqar A. B, Dinesh K, N.A Khan, I.A Chashoo, M Y Shah. 2012.
Evaluation of Anti-Inflamatory Potensial of Petal Extracs of Crocus
sativus “Cashmerianus”. International Journal of Phytopharmacology.
3(1); 27-31
Kusuma FR, Zaky 2005. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Madhavi P, Maruthi R, Kamala V, Habibur Rahman, M. Chinna E. 2012.
Evaluation of Antiinflamatory Activity of Citrullus lanatus Seed Oil by In-
vivo and In-vitro Models. International Research Journal of
Pharmaceutical and Applied Sciences. 2(4); 104-108
Makkar. 1993. Gravimertric Determination Of Tannins and Their CorrelationWith
Chemical nd Protein Precipitation Methods. Journal of The Sciencepf
Food and Agriculutre. 61:161-165.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Manik, M.A. Wahid, S.M.A. Islam, A. Pal, K.T. Ahmed. 2013. A Comparative
Study of the Antioxidant, Antimicrobial and Thrombolytic Activity of the
Bark and Leaves of lannea coromandelica (Anacardiaceae). International
Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. Vol. 4(7): 2609-2614.
E-ISSN: 0975-8232; P-ISSN: 2320-5148.
Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh
KosasihPadmawinata, 15, Penerbit ITB, Bandung.
Neal, Michael J. (2006). Farmakologi Medis. Edisi kelima. Erlangga.
Nugroho, Ignatius Adi.. 2010. Implementasi Program Pengelolaan dan Konservasi
Suumber daya Genetik Hutan di Tingkat nasional. APFORGEN (Asia
Pasific forest genetic Resorces Programme) newsletter Edisi 2.
Oyedapo OO, BA Akinpelu, KF Akinwunmi, MO Adeyinka and FO Sipeolu.
2010. Red blood cell membrane stabilizing potensials of extracts of
Lantana camara and its fractions. International Journal of Plant
Physiology and Biochemistry. 2 (4); 46-51
Prawirodiharjo, Erwin. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan dan Uji Toksisitas
Ekstrak Etanol 70% dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica). Universitas Islam Negeri. Jakarta
Price S A, Lorraine M W. 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit, Ed. 6, Jld I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 56-58
R. Ilakkiya, Neelvizhi K., Tamil Selvi S., Bharathidasan R., Rekha D. 2013. A
Comparative Study of Antiinflamatory Activities of Certain Herbal Leaf
Extracs. International Journal of Pharmacy and Integrated Life Sciences.
1(2); 67-77.
Rahayu, Sunarti , S. Diah, P. Suhardjono. 2006. Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii, Sulawesi
Tenggara. Jurnal Biodiversitas Vol. 7 (3).
Roberts LJ II, Marrow JD. Analgesic-antipyretic and Antiinflammatory Agents
and Drugs Employed in the Treatment of Gout. In : Hardman JG, Limbird
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LE,editors. The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10 th. edition.
New York : Mc Graw Hill ; 2001. p.687–731
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-4
Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB Press. Bandung.
Santoso S. 2008. Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 16. PT.
Elex Media Komputindo. Jakarta; 237-247
Sedgwick, A.D. and D.A. Willoughby. 1994. Animal models for testing drugs on
inflammmatory and hipersensitivity reactions. In: Dale, M.M. and J.C.
Foreman. Textbook of Immuno pharmacology. 3rd edition. Oxford:
Blackwell Scientific Publication.
Shenoy, S., K. Shwetha., K. Prabhu., R. Maradi., KL. Bairy and T. Shanbhag.
2010. Evaluation of Antiinflamatory Activity of Tephrosia purpurea in
Rats. Asian Pacific Journal of Tropical Medicines, 3(3); 193-195.
Tiwari, Kumar, Kaur Mandeep, Kaur Gurpreet & Kaur Harleem. 2011.
Phytochemical Screening and Extraction: A Review. Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol. 1: issue 1.
Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media
Komputindo. Halaman 540-541
Tofazzal, I. Toshiaki, S. Mitsuyoshi, T. Satoshi. 2002. Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides. Journal of
Agricultural and Food Chemistry.
Venkata s. S. N. Kantamreddi, Y. Nagendra Lakshmi and V. V. V. Satyanarayana
Kasapu. 2010. Preliminary phytochemical analysis of some important
Indian plant species. International Journal of Pharma and Bio Sciences.
Wahid Arif. In-vitro Phytochemical and biological Investigation of plant Lannea
coromandelica (Family: Anacardiaceae). Thesis to Department of
Pharmacy, East West University. Bangladesh.
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ward, P.A. 1985. Inflamasi. Dalam: Imunologi III. Penerjemah: Wahab, S.
Yogyakarta: GMU Press
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Alur Kerja Penelitian
Pengumpulan kulit
batang Kayu Jawa
Pembuatan simplisia
Simplisia serbuk kering
kulit batang Kayu Jawa
(605 gram)
Ekstraksi
(maserasi dengan etanol
96%)
Pengujian fitokimia Uji aktivitas antiinflamasi
dengan metode HRBC
Determinasi
o Sampel segar
o Sortasi basah
o Pencucian
o Pengeringan
o Soratsi
kering
o Penggilingan
/
penghalusan
o Uji glikosida
o Uji flavonoid
o Uji saponin
o Uji tanin
o Uji fenol
o
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Pembuatan Larutan yang Dibutuhkan
Pembuatan larutan yang
dibutuhkan
Pembuatan hiposalin
0,25 g NaCl dilarutkan
dalam dapar fosfat pH
7,4 (0,15 M) sampai
volume 100 mL pada
suhu ruang (Oyedapo
et al., 2010).
Kemudian disterilisasi
dengan autoklaf pada
suhu 121 oC selama 2
jam
Pembuatan isosalin
0,85 g NaCl dilarutkan
dalam dapar fosfat pH
7,4 (0,15 M) sampai
volume 100 mL pada
suhu ruang (Oyedapo
et al., 2010). Kemudian
disterilisasi
menggunakan autoklaf
pada suhu 121 oC
selama 2 jam
Pembuatan dapar fosfat
pH 7,4 (0,15 M)
Sebanyak 2,671 g
dinatrium hidrogen fosfat
(Na2HPO4. 2H2O)
dilarutkan dalam aquades
sampai 100 mL (0,15 M).
2,070 g Na dihidrogen
fosfat (NaH2PO4. H2O)
dilarutkan dalam aquades
sampai 100 mL (0,15 M).
Kemudian 81 mL larutan
Na2HPO4. 2H2O (0,15 M)
dicampurkan dengan 19
mL larutan NaH2PO4.
H2O (0,15 M) pada suhu
ruang (Ruzin, 1999).
Kemudian disterilisasi
dengan autoklaf pada suhu
121 oC selama 2 jam.
Penyiapan konsentrasi
ekstrak dan Na diklofenak
50 mg ekstrak dilarutkan
dalam isosalin sampai 50
mL (1000 ppm) pada suhu
ruang. Kemudian larutan
diencerkan menjadi
beberapa seri konsentrasi
(50, 100, 200, 400, dan 800
ppm). Begitu juga dengan
Na diklofenak, sebanyak 50
mg Na diklofenak dilarutkan
dalam 50 mL isosalin (1000
ppm) pada suhu ruang.
Kemudian diencerkan
konsentrasi 100 ppm
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Pembuatan Suspensi Sel Darah
Pembuatan Suspensi Sel
Darah
10 mL darah segar dimasukkan dalam
tabung centrifuge
Endapan dicuci dengan
larutan isosalin
Sentrifugasi 3000
rpm selama 10 menit
Supernatan
dipisahkan
Sentrifuge 4x sampai
isosalin jernih Volume darah diukur
dan diresuspensi
dengan isosalin
Suspensi sel darah
dengan konsentrasi
10% v/v
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Pengujian Aktivitas Ekstrak terhadap Stabilisasi Membran
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Ekstraksi dan Maserasi Tanaman
1. Hasil Ekstrak
2. Hasil Rendemen Ekstrak
= 7,01 %
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Hasil Penetapan Parameter Non Spesifik
1. Perhitungan Residu Pelarut Etanol
Bobot jenis =
Bobot jenis =
Bobot jenis = 1,026
Menurut Farmakope 3, Bobot jenis ≥1, kadar etanol dianggap 0,0%
2. Perhitungan Kadar Air
Keterangan : W0 : berat cawan kosong (gram)
W1 : berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 : berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
3. Perhitungan Kadar Abu Ekstrak
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Hasil Penapisan Fitokimia
No. Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil
uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kuning
(Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan merah
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas
warnakuning
menjadi tidak
berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+) saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Triterpenoid
- Terbentuk warna
kuning emas
- Hasil (-)
triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 0,1%
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tannin
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Penentuan Stabilisasi Membran Eritrosit terhadap Ekstrak
Etanol 96% Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica).
1. Absorbansi Larutan Uji
Sampel Konsentrasi
(ppm) Absorbansi
%
Stabilisasi
Rata-rata
stabilisasi
(%)
Ekstrak Etanol
96% Kulit
Batang Kayu
Jawa (Lannea
coromandelica)
25
0,053 15,873
17,987 0,053 22,222
0,055 15,873
50
0,034 46,032
35,979 0,038 44,444
0,053 17,460
100
0,056 25,397
40,212 0,037 50,794
0,037 44,444
200
0,035 50,794
51,323 0,037 53,968
0,038 49,206
400
0,047 50,793
56,084 0,046 52,381
0,040 65,079
800
0,046 76,190
90,476 0,048 87,301
0,047 107,936
2. Absorbansi Kontrol Negatif
Absorbansi Rata-rata
0,064
0,062
0,063
0,063
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Absorbansi Kontrol Larutan Uji
Konsentrasi
(ppm) Absorbansi
Rata-rata
absorbansi
25
0,000
0,002 0,004
0,002
50
0,000
0,0013 0,003
0,001
100
0,009
0,0056 0,006
0,002
200
0,004
0,006 0,008
0,006
400
0,016
0,0167 0,016
0,018
800
0,031
0,041 0,040
0,052
Contoh perhitungan analisis stabilisasi eritrosit terhadap ekstrak etanol 96% kulit
batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) pada konsentrasi 25 ppm.
% Stabilisasi = – –
– –
– –
– –
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Penetapan Stabilisasi Membran Eritrosit terhadap Kontrol
Positif (Natrium Diklofenak) pada Konsentrasi 100 ppm.
1. Absorbansi Larutan Uji
Sampel Absorbansi % Stabilisasi Rata-rata
stabilisasi (%)
Na
Diklofenak
100 ppm
0,021 68,254
66,667 0,022 66,667
0,023 65, 079
2. Absorbansi Kontrol Larutan Uji
Konsentrasi
(ppm) Absorbansi
Rata-rata
absorbansi
100
0,001
0,001 0,001
0,001
[
3. Absorbansi Kontrol Negatif
Absorbansi Rata-rata
0,064
0,062
0,063
0,063
Contoh perhitungan analisis stabilisasi membran eritrosit terhadap kontrol positif
(Na diklofenak) pada konsentrasi 100 ppm
% Stabilisasi = – –
– –
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Hasil Uji Statistik Persen Stabilitas Ekstrak Etanol 96% Kulit
Batang Kayu Jawa dengan Konsentrasi 25, 50, 100, 200, 400,
dan 800 ppm, serta Natrium Diklofenak dengan Konsentrasi
100 ppm
UJi normalitas Kolmogorof-Smirnov dan uji Levene terhadap
persen stabilitas ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa pada
konsentrasi 25, 50, 100, 200, 400, dan 800 ppm serta Na diklofenak
sebagai kontrol positif pada konsentrasi 100 ppm.
a. Uji Normallitas Kolmogorov-Smirnov
Tujuan : Untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji
ANOVA.
Hipotesis
Ho : Data persen stabilitas yang terdistribusi normal
Ha : Data persen stabilitas yang tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Persen_Stabilita
s
N 21
Normal Parametersa Mean 51.2470
Std. Deviation 23.80489
Most Extreme Differences Absolute .149
Positive .121
Negative -.149
Kolmogorov-Smirnov Z .685
Asymp. Sig. (2-tailed) .736
a. Test distribution is Normal.
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keputusan : Ho diterima artinya uji normalitas persen stabilitas
seluruh sampel uji terdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat data persen stabilitas homogen atau
tidak.
Hipotesis
Ho : Data persen stabilitas bervariasi homogen
Ha : Data persen stabilitas bervariasi tidak homogeny
Pengambilan keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
Persen_Stabilitas
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.866 6 14 .017
Keputusan : Hasil data signifikasi (P=0,017) lebih kecil dari
0,05 hal ini menunjukkan bahwa varian data tidak
homogen maka dilanjutkan dengan uji Kruskal-
Wallis karena syarat homogenitasnya belum
terpenuhi.
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Uji Kruskal-Wallis
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data
persen stabilitas pada semua kelompok perlakuan
yang tidak memenuhi syarat pengujian ANOVA.
Hipotesis
Ho : Data persen stabilitas membran sel tidak berbeda secara
bermakna
Ha : Data persen stabilitas membran sel berbeda secara
bermakna
Pengambilan Keputusan
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
Test Statisticsa,b
Persen_Stabilita
s
Chi-Square 18.090
Df 6
Asymp. Sig. .006
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Larutan
Keputusan : Data persen stabilitas pada semua kelompok sampel
uji berbeda secara bermakna maka dilanjutkan
dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT/LSD). Uji
BNT merupakan uji lanjutan yang dilakukan
apabila hasil pengujian menunjukkan adanya
perbedaan nilai secara bermakna. Tujuannya
adalah untuk menentukan kelompok mana yang
memberikan nilai yang berbeda secara bermakna
dengan kelompok lainnya.
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada kelompok konsentrasi
ekstrak etanol 96% kulit batang Kayu Jawa dan Na diklofenak
Tujuan: Untuk mengetahui persen stabilitas yang bermakna
diantara 6 kelompok perlakuan
Hipotesis
Ho : Tidak terdapat berbedaan yang bermakna di antara kelima
kelompok perlakuan
Ha: Terdapat perbedaan yang bermakna di antara kelima
kelompok perlakuan
Pengambilan Keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
Multiple Comparisons
Persen_Stabilitas
LSD
(I)
Larutan
(J)
Larutan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1 2 -17.98933 8.59223 .055 -36.4178 .4392
3 -22.22233* 8.59223 .022 -40.6508 -3.7938
4 -33.33333* 8.59223 .002 -51.7618 -14.9048
5 -38.09500* 8.59223 .001 -56.5235 -19.6665
6 -72.48633* 8.59223 .000 -90.9148 -54.0578
7 -48.67733* 8.59223 .000 -67.1058 -30.2488
2 1 17.98933 8.59223 .055 -.4392 36.4178
3 -4.23300 8.59223 .630 -22.6615 14.1955
4 -15.34400 8.59223 .096 -33.7725 3.0845
5 -20.10567* 8.59223 .035 -38.5342 -1.6772
6 -54.49700* 8.59223 .000 -72.9255 -36.0685
7 -30.68800* 8.59223 .003 -49.1165 -12.2595
3 1 22.22233* 8.59223 .022 3.7938 40.6508
2 4.23300 8.59223 .630 -14.1955 22.6615
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 -11.11100 8.59223 .217 -29.5395 7.3175
5 -15.87267 8.59223 .086 -34.3012 2.5558
6 -50.26400* 8.59223 .000 -68.6925 -31.8355
7 -26.45500* 8.59223 .008 -44.8835 -8.0265
4 1 33.33333* 8.59223 .002 14.9048 51.7618
2 15.34400 8.59223 .096 -3.0845 33.7725
3 11.11100 8.59223 .217 -7.3175 29.5395
5 -4.76167 8.59223 .588 -23.1902 13.6668
6 -39.15300* 8.59223 .000 -57.5815 -20.7245
7 -15.34400 8.59223 .096 -33.7725 3.0845
5 1 38.09500* 8.59223 .001 19.6665 56.5235
2 20.10567* 8.59223 .035 1.6772 38.5342
3 15.87267 8.59223 .086 -2.5558 34.3012
4 4.76167 8.59223 .588 -13.6668 23.1902
6 -34.39133* 8.59223 .001 -52.8198 -15.9628
7 -10.58233 8.59223 .238 -29.0108 7.8462
6 1 72.48633* 8.59223 .000 54.0578 90.9148
2 54.49700* 8.59223 .000 36.0685 72.9255
3 50.26400* 8.59223 .000 31.8355 68.6925
4 39.15300* 8.59223 .000 20.7245 57.5815
5 34.39133* 8.59223 .001 15.9628 52.8198
7 23.80900* 8.59223 .015 5.3805 42.2375
7 1 48.67733* 8.59223 .000 30.2488 67.1058
2 30.68800* 8.59223 .003 12.2595 49.1165
3 26.45500* 8.59223 .008 8.0265 44.8835
4 15.34400 8.59223 .096 -3.0845 33.7725
5 10.58233 8.59223 .238 -7.8462 29.0108
6 -23.80900* 8.59223 .015 -42.2375 -5.3805
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kesimpulan :
1. Masing-masing kelompok konsentrasi ektrak etanol 96% kulit batang Kayu
Jawa (Lannea coromsndelica) berbeda secara bermakna.
2. Ekstrak dengan konsentrasi 200 dan 400 ppm identik dengan Na diklofenak
dalam konsentrasi 200 dan 400 ppm (P≤0,05), sedangkan kelompok ekstrak
dengan konsentrasi 25, 50, 100, dan 800 ppm tidak identik dengan Na
diklofenak dalam konsentrasi 100 ppm.