30
ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN DENGAN CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL MODERATING ( Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI tahun 2009-2010 ) Arum Setyo Mestuti Siti Mutmainah S.E., M.Si.,Akt ABSTRACT The aim of this research is to examine the influence of Earnings Management to Corporate Social Responsibility and Corporate Governance as the moderating variable in relations between them. Two proxies used for Corporate Governance mechanism are board size and the number of audit commitee meetings. Firm size, firm’s leverage and profitability are used as control variables. Earnings management is measured by discreationary accrual by modified Jones model (1995). The sample of this research is manufactured companies which are listed in Indonesian Stock Exchange (IDX) in 2009-2010. Data used in this study are taken from annual reports and sustainable report of manufactured companies listed on the IDX. Samples are obtained by purposive sampling method. Hypothesis testing method used is multiple regression analysis. There are 56 companies fulfilling criterion as this research sample. Result of this research indicates that Earnings Management has a negative influence to Corporate Social Responsibility. Firm’s size, firm leverage and profitability as control variables have significant effects to the relationship between Earning Management and Corporate Social Responsibility. Meanwhile result of the test to moderating variables show that board size has not significant effect whereas the number of audit commitee meetings have significant effect to the influence of Earnings Management to Corporate Social Responsibility. Keyword : Corporate Social Responsibility, Earnings Management, Corporate Governance Mechanism, Board Size, The Number of Audit Commitee Meetings. 1

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP …eprints.undip.ac.id/35284/1/Jurnal_Arum_Setyo_Mestuti.pdf · Variabel kontrol yang digunakan adalah profitabilitas yang diproksi menggunakan

Embed Size (px)

Citation preview

1

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP

TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN DENGAN

CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL

MODERATING

( Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI tahun

2009-2010 )

Arum Setyo Mestuti

Siti Mutmainah S.E., M.Si.,Akt

ABSTRACT

The aim of this research is to examine the influence of Earnings Management to

Corporate Social Responsibility and Corporate Governance as the moderating variable in

relations between them. Two proxies used for Corporate Governance mechanism are board

size and the number of audit commitee meetings. Firm size, firm’s leverage and profitability

are used as control variables. Earnings management is measured by discreationary accrual

by modified Jones model (1995).

The sample of this research is manufactured companies which are listed in

Indonesian Stock Exchange (IDX) in 2009-2010. Data used in this study are taken from

annual reports and sustainable report of manufactured companies listed on the IDX.

Samples are obtained by purposive sampling method. Hypothesis testing method used is

multiple regression analysis. There are 56 companies fulfilling criterion as this research

sample.

Result of this research indicates that Earnings Management has a negative influence

to Corporate Social Responsibility. Firm’s size, firm leverage and profitability as control

variables have significant effects to the relationship between Earning Management and

Corporate Social Responsibility. Meanwhile result of the test to moderating variables show

that board size has not significant effect whereas the number of audit commitee meetings

have significant effect to the influence of Earnings Management to Corporate Social

Responsibility.

Keyword : Corporate Social Responsibility, Earnings Management, Corporate

Governance Mechanism, Board Size, The Number of Audit Commitee Meetings.

1

2

PENDAHULUAN

TJSL merupakan suatu bentuk kepedulian sosial sebuah perusahaan untuk melayani

kepentingan organisasi maupun kepentingan publik eksternal diantaranyadengan komitmen

untuk mempertanggungjawabkan dampak operasi dalam dimensi sosial, ekonomi serta

lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) adalah kontribusi sebuah

perusahaan yang terpusat pada aktivitas bisnis, investasi sosial dan program philantrophy,

dan kewajiban dalam kebijakan publik (Tanudjaja 2006). Di Indonesia, pelaksanaan aktivitas

dan pelaporan TJSL telah bergeser dari voluntary ke mandatory. Kewajiban untuk

melaksanakan peran TJSL semakin kuat dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 40

tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74 yang berisi:

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan

dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan, (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan

sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan

kepatutan dan kewajaran, (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan, (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.

Menurut Sun et.al (2010) salah satu tujuan pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

dan Lingkungan yang dilakukan perusahaan adalah untuk menarik investor agar menanamkan

modalnya pada perusahaan, tetapi perkembangan yang terjadi adalah pengungkapan tanggung

jawab tersebut muncul sehubungan dengan manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen.

Menurut Healy dan Wahlen (1999) manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan

pertimbangan dalam pelaporan keuangan dengan penyusunan transaksi untuk mengubah

laporan keuangan dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada

beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil

perjanjian (kontrak) yaitu pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Pengungkapan ini

digunakan manajer untuk mengalihkan perhatian investor atau pihak-pihak yang

berkepentingan dari pengawasan aktivitas manajemen laba.

Corporate Governance (CG) dapat digunakan untuk mengawasi kinerja manajemen

sehingga dapat meningkatkan implementasi maupun pengungkapan TJSL. Selain itu

3

mekanisme CG juga dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menilai kinerja

manajemen berkaitan dengan kelonggaran manajemen laba yang dapat dimanfaatkan untuk

melakukan kecurangan. Definisi CG menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia

adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengururs

(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang

kepetingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka,

atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Dengan

adanya mekanisme CG ini maka diharpkan tindakan kecurangan yang dilakukan agen dapat

diminimalisasi sehingga tidak menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak.

Hubungan antara tanggung jawab sosial dan lingkungan dan manajemen laba telah

diteliti oleh Patten dan Trompeter (2003). Hasil penelitian Patten dan Trompeter

membuktikan adanya discretionary accruals negatif yang signifikan pada periode

terjadinya Bhopal chemical leak. Penelitian ini juga menunjukan hubungan positif antara

environmental disclosure dengan discretionary accruals.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Anggraini (2006) yang menguji tingkat

pengungkapan TJSL dan faktor-faktor yang digunakan sebagai pertimbangan pengungkapan

TJSL. Hasilnya ada lima faktor yang dipertimbangkan dalam pengungkapan TJSL yaitu

faktor kepemilikan manajerial, hutang, ukuran, tipe perusahaan dan profitabilitas.

Penelitian yang dilakuakan oleh Nasution dan Setiawan (2007) menguji hubungan

discretionary accrual sebagai variabel dependen dengan komposisi dewan komisaris, ukuran

dewan komisaris, keberadaan komite audit, ukuran perusahaan sebagai variabel independen.

Hasil dari penelitian tersebut adalah keberadaan komite audit berpengaruh negatif terhadap

akrual kelolaan (diskresioner laba) dan komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris,

dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap diskresioner laba secara parsial.

Prior et al. (2008) meneliti hubungan CSR dan EM dengan dasar asumsi praktek EM

akan berpengaruh negatif atas hubungan perusahaan dengan stakeholder dan reputasi

perusahaan. Penelitian ini membuktikan adanya hubungan positif antara CSR dengan EM

dan kombinasi praktik CSR dan EM yang berdampak negatif terhadap kinerja finansial

perusahaan.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sun et.al. (2010) . Sun

et.al (2010) meneliti hubungan manajemen laba (earning management/EM) dan corporate

environmental disclosure dengan asumsi dasar perusahaan yang melakukan manajemen laba

mempunyai insentif untuk melakukan corporate environmental disclosure (CED) sebagai alat

untuk mengacaukan perhatian stakeholders atas kecurangan tersebut. Proksi CG yang

4

digunakan adalah ukuran dewan komisaris dan jumlah pertemuan komite audit. Penelitian ini

dilakuakan pada semua perusahaan yang terdaftar di Financial Times dan the London Stock

Exchange (FTSE) periode 1 April 2006 sampai 31 Maret 2007. Sampel akhir yang didapat

adalah 245 perusahaan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh

yang signifikan antara EM dan CED begitu juga dengan ukuran dewan komisaris, sedangkan

jumlah pertemuan komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap pengaruh antara

earning management terhadap corporate environmental disclosure.

Sedangkan penelitian ini merupakan ekspansi dari penelitian Sun dan Salama (2010).

CED diperluas menjadi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) karena

pengungkapan CED pada annual report masih belum begitu banyak dilakuakan di Indonesia.

Sedangkan proksi CG yang digunakan adalah: ukuran dewan komisaris, dan jumlah

pertemuan komite audit. Variabel kontrol yang digunakan adalah profitabilitas yang diproksi

menggunakan return on asset (ROA), ukuran perusahaan yang diproksi dengan total asset,

dan leverage yang diproksi dengan debt equity ratio (DER). Sampel pada penelitian ini

diambil dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2010.

Perbedaan dari berbagai hasil penelitian tersebut maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah :

1. Apakah manajemen laba berpengaruh terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan

yang dilakukan oleh perusahaan?

2. Apakah pengaruh manajemen laba terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan

dipengaruhi oleh mekanisme corporate governance yang diproksi dengan ukuran

dewan komisaris ?

3. Apakah pengaruh manajemen laba terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan

dipengaruhi oleh mekanisme corporate governance yang diproksi dengan jumlah

pertemuan komite audit ?

TELAAH PUSTAKA

Teori Agensi (Agency Theory)

Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori keagenan merupakan hubungan agensi

yang muncul ketika saru orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent)

untuk memberikan suatu jasa kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan

5

kepada agent tersebut. Yang dimaksud prinsipal dalam teori keagenan adalah investor

sedangkan agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Munculnya manajemen laba

dapat dijelaskan dengan teori keagenan. Investor sebagai principal diasumsikan hanya

menginginkan hasil investasi mereka bertambah atau mendapat keuntungan. Sedangkan para

agen yaitu manajer diasumsikan akan merasa puas bila mereka menerima kompensasi

keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.

Adanya perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan

bagi diri sendiri. Principal menginginkan keuntungan yang besar yaitu pengembalian yang

sebesar-besarnya dan secepatnya atas investasi yang diberikan, sedangkan agen

menginginkan pemberian kompensasi/bonus/insentif/remunerasi yang juga sebesar-besarnya

atas kinerjanya. Dengan adanya masalah agensi yang disebabkan karena konflik

kepentingan dan asimetri informasi ini, maka perusahaan harus menanggung biaya

keagenan (agency cost). Agency cost merupakan biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal

untuk biaya pengawasan terhadap agen, pengeluaran yang mengikat oleh agen, dan adanya

residual loss (Jensen dan Meckling, 1976). Berdasarkan teori agensi, perusahaan yang

menghadapi biaya pengawasan dan biaya kontrak yang rendah cenderung akan

melaporkan laba bersih rendah atau dengan kata lain akan mengeluarkan biaya-biaya

untuk kepentingan manajemen salah satunya biaya yang dapat meningkatkan reputasi

perusahaan di mata masyarakat. Kemudian sebagai wujud pertanggungjawaban, manajer

sebagai agen akan berusaha memenuhi seluruh keinginan pihak prinsipal dengan

melakukan TJSL sebagai tindakan CSR.

Teori Sinyal (Signalling Theory)

Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan

memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi

mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan

pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa

perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Pengungkapan lingkungan

merupakan sebuah sinyal/informasi bagi investor tentang prospek perusahaan. Sinyal

goodnews diberikan apabila pengungkapan lingkungan yang dilakukan dengan tepat dan

sesuai dengan harapan stakeholders . Perusahaan melakukan pengungkapan lingkungan

6

dengan harapan dapat meningkatkan reputasi dan nilai perusahaan melalui peningkatan

harga saham.

Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)

Teori stakeholder adalah teori yang menggambarkan kepada pihak mana saja

perusahaan bertanggungjawab (Freeman, 2001). Perusahaan harus menjaga hubungan

dengan stakeholder-nya dengan mengakomodasi keinginan dan kebutuhan stakeholder-

nya, terutama stakeholder yang mempunyai power terhadap ketersediaan sumber daya

yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan, misal tenaga kerja, pasar atas

produk perusahaan dan lain-lain (Ghozali dan Chariri, 2007). Salah satu strategi yang

digunakan perusahaan untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder-nya adalah

dengan pengungkapakan informasi sosial dan lingkungan. Dengan pengungkapan ini,

diharapkan perusahaan mampu memenuhi kebutuhan informasi yang dibutuhkan serta

dapat mengelola stakeholder agar mendapatkan dukungan oleh para stakeholder yang

berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan.

Teori Kontijensi (Contingency Theory)

Pendekatan teori kontijensi digunakan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk optimal

suatu pengendalian organisasi di bawah kondisi operasi yang berbeda dan untuk

menjelaskan bagaimana prosedur operasi pengendalian organisasi tersebut. Premis yang

dikemukakan dalam akuntansi manajemen mengemukakan bahwa tidak ada sistem akuntansi

secara universal selalu tepat untuk dapat diterapkan pada setiap organisasi, tetapi hal ini

tergantung pada faktor kondisi atau situasi yang ada dalam organisasi. Beberapa peneliti

dalam bidang akuntansi Brownell (1982a), Murray (1990) dan Shield & Young (1993)

dalam Supomo (1998) menyatakan bahwa adanya kemungkinan variabel lain yang harus

dipertimbangkan/diteliti dalam hubungan antara partisipasi penetapan standar dengan kinerja

manjerial. Untuk menyelesaikan perbedaan hasil dalam penelitian tersebut maka dapat

dilakukan dengan pendekatan kontijensi. Pendekatan kontijensi dalam penelitian ini akan

digunakan untuk menguji keefektifan corporate governance terhadap pengaruh manajemen

laba terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan. Faktor kontijensi tersebut, akan

berperan sebagai variabel moderating dalam pengaruh manajemen laba terhadap tanggung

jawab sosial dan lingkungan.

7

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

Tanggung jawab sosial dan lingkunga yang dilakukan perusahaan merupakan

konsep yang cukup menarik yang perhatian dunia dan mendapat perhatian dalam

ekonomi global. Namun konsep dari tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan

masih belum seragam dengan pandangan yang masih beragam tentang kegunaan dan

aplikasinya. Tanggung jawab sosial adalah kewajiban organisasi yang tidak hanya

menyediakan barang dan jasa yang baik bagi masyarakat, tetapi juga mempertahankan

kualitas lingkungan sosial maupun fisik, dan juga memberikan kontribusi positif

terhadap kesejahteraan komunitas dimana mereka berada (Januarti dan Apriyanti, 2006).

Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan ini muncul karena mereka menyadari

bahwa kesuksesan yang didapat tidak hanya semata-mata karena pihak internal perusahaan

tetapi juga dipengaruhi pihak luar. Tindakan-tindakan yang dilakukan perusahaan tentu

membawa dampak bagi kualitas lingkungan sekitarnya.

Pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan telah diubah dari

voluntary dan mandatory. Voluntary disclosure adalah pengungkapan berbagai informasi

yang berkaitan dengan aktivitas/keadaan perusahaan secara sukarela. Mandatory

disclosure adalah pengungkapan informasi berkaitan dengan aktivitas/keadaan

perusahaan yang bersifat wajib dan dinyatakan dalam peraturan hukum. Pelaporan yang

bersifat mandatory akan mendapat sorotan dan kontrol dari lembaga yang berwenang.

Terdapat standard yang menjamin kesamaan bentuk secara relatif dalam praktek pelaporan

dan juga terdapat persayaratan minimum yang harus dipenuhi. Mandatory disclosure juga

dapat menjadi jembatan atas asimetri informasi antara investor dengan manajer

perusahaan atas kebutuhan informasi.

Pemerintah telah mengeluarkan regulasi yang mengatur kewajiban perusahaan untuk

mengungkapkan tanggung jawab sosial dan perusahaan. Kewajiban tersebut termuat dalam

Undang-undang Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007 Pasal 66 dan Pasal 74. Dalam pasal

66 ayat (2) dijelaskan bahwa perseroan wajib melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial

dan lingkungan selain menyampaikan laporan keuangan. Sedangkan pasal 74 menjelaskan

perusahaan yang bidang usahanya berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan

tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal pasal 15 (b) menyatakan bahwa setiap penanaman modal berkewajiban

melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.

8

Salah satu standar yang berkembang di Indonesia dalam pengungkapan CSR adalah

GRI (Global Reporting Index). Dalam GRI (GRI, 2006), indikator kinerja dibagi menjadi

enam komponen utama, yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan, praktik tenaga kerja dan

pekerjaan yang layak, hak asasi manusia, masyarakat dan tanggung jawab produk. Total

indikator dalam GRI tersebut adalah 79 yang terdiri dari 9 indiktor ekonomi, 30 indikator

kinerja lingkungan, 14 indikator praktik tenaga kerja dan pekerjaan yang layak, 9 indikator

hak asasi manusia, 8 indikator masyarakat, dan 9 indikator tanggung jawab produk.

Ghozali dan Chariri (2007) berpendapat bahwa perusahaan akan mengungkapkan

semua informasi yang diperlukan dalam rangka berjalannya fungsi pasar modal.

Pendukung pendapat tersebut menyatakan bahwa jika suatu informasi tidak diungkapkan

hal ini disebabkan informasi tersebut tidak relevan bagi investor atau informasi tersebut

telah tersedia di tempat lain.

Manajemen Laba

Healy dan Wahlen (1999) mendefinisikan manajemen laba terjadi ketika manajer

menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan dengan penyusunan transaksi untuk

mengubah laporan keuangan dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba

kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi

hasil perjanjian (kontrak) yaitu tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.

Dalam hal ini berarti terdapat dua aspek yaitu intervensi manajemen laba terhadap pelaporan

keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan pertimbangan, misalnya pertimbangan yang

dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa depan untuk

ditunjukkan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur ekonomis dan perkiraan nilai

residu aktiva, tanggung jawab untuk pensiun, pajak yang ditangguhkan, kerugian piutang dan

menurunkan nilai aset. Selain itu juga pilihan untuk metode akuntansi, misalnya metode

penyusutan dan metode biaya. Aspek kedua yaitu tujuan manajemen laba untuk menyesatkan

stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan ketika manajemen mempunyai informasi

yang tidak dapat diakses oleh pihak luar. Schipper (dalam Gumanti, 2000) mendefinisikan

manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan

keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi.

9

Corporate Governance

Corporate governance menurut Nasution dan Setiawan (2007) merupakan konsep

yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja

manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan

mendasarkan pada kerangka peraturan. Corporate governance digunakan demi tercapainya

pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan.

Sedangkan menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2004) mendefinisikan

corporate governance sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ

perusahaan guna memberikan nilai tambah pada perusahaan secara berkesinambungan dalam

jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder

lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku.

Corporate governance muncul sebagai solusi atas keterbatasan dalam teori keagenan.

Dalam teori keagenan terdapat pemisahan antara pihak agen dan prinsipal yang

mengakibatkan munculnya potensi konflik dapat mempengaruhi kualitas laba yang

dilaporkan. Manajemen akan menyusun laporan laba/rugi demi kepentingannya sendiri dan

bukan untuk kepentingan prinsipal sehingga diperlukan suatu pengendalian untuk

menyelaraskan perbedaan kepentingan tersebut. Apabila tercapai keselarasan kepentingan

maka akan meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham sehingga good corporate

governance dianggap perlu.

Pengembangan Hipotesis

Pengaruh Manajemen Laba terhadap Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

Perusahaan

Munculnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori keagenan. Investor sebagai

principal diasumsikan hanya menginginkan hasil investasi mereka bertambah atau mendapat

keuntungan. Sedangkan para agen yaitu manajer diasumsikan akan merasa puas bila mereka

menerima kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.

Apabila manajemen dianggap mempunyai kinerja yang baik maka mereka akan mendapatkan

kompensasi/bonus yang besar. Oleh karena itu, salah satu cara yang digunakan agar kinerja

perusahaan terlihat bagus adalah dengan melakukan manajemen laba. Untuk mengelabuhi

10

atau mengalihkan perhatian stakeholder atas kecurangan ini maka manajemen melakukan

TJSL.

Adanya perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha memperbesar

keuntungan bagi diri sendiri. Manajemen kemudian mengalihkan perhatian para investor

dengan melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pengungkapan sosial sebuah

perusahaan merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan

terhadap masyarakat. Perusahaan melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan kepada

masyarakat karena mereka menyadari bahwa kegiatan yang mereka lakukan membawa

dampak bagi lingkungannya. Namun, disamping itu perusahaan yang melakukan tanggung

jawab sosial dan lingkungan ini juga memiliki beberapa alasan lain seperti menjaga reputasi

perusahaan agar semakin banyak investor tertarik atau agar perusahaan bisa bertahan di

lingkungan masyarakat sehingga tidak mengalami penolakan. Lebih jauh lagi, manajer

mempunyai dorongan untuk melakukan pengungkapan lingkungan ketika mereka ingin

melakukan manajemen laba. Konflik agensi muncul ketika manajer secara oportunis

memanipulasi manajemen laba karenanya tanggung jawab sosial dan lingkungan dijadikan

alat untuk mengamankan kecurangan mereka. Tanggung jawab sosial dan lingkungan ini

digunakan untuk mengalihkan perhatian investor dalam mengawasi praktik manajemen laba

yang dilakukan oleh manajer.

Sun et.al (2010) meneliti hubungan manajemen laba dan corporate environmental

disclosure dengan asumsi dasar perusahaan yang melakukan manajemen laba mempunyai

insentif untuk melakukan corporate environmental disclosure (CED) sebagai alat untuk

mengacaukan perhatian stakeholders atas kecurangan tersebut. Penelitian dilakuakan pada

semua perusahaan yang terdaftar di Financial Times dan the London Stock Exchange (FTSE)

periode 1 April 2006 sampai 31 Maret 2007. Sampel akhir yang didapat adalah 245

perusahaan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang

signifikan antara manajemen laba dan CED.

Hipotesis 1 : Manajemen laba berpengaruh terhadap Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan perusahaan.

Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Pengaruh Manajemen Laba terhadap

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan

Dewan Komisaris memiliki peranan yang penting dalam sebuah perusahaan. Dewan

komisaris merupakan inti dari corporate governance yang bertugas untuk menjamin

pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta

11

mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Jensen (1993) serta Lipton dan Lorsch (1992) dalam

Beiner et.al (2003) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris merupakan bagian dari

mekanisme corporate governance. Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian

intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak

(Fama dan Jensen, 1983). Dewan komisaris yang dimaksud adalah banyaknya jumlah

anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Menurut Sembiring (2005) semakin

besar jumlah anggota dewan komisaris, semakin mudah untuk mengendalikan Chief

Executives Officer (CEO) dan semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen.

Hubungan antara tanggung jawab sosial perusahaan dan ukuran dewan komisaris yang

dikemukakan oleh Akhtaruddin et al., (2009) semakin besar ukuran dewan komisaris, maka

komposisi pengalaman dan keahlian (experience and expertise) yang dimiliki dewan

komisaris semakin meningkat sehingga dapat melakukan aktivitas monitoring dengan lebih

baik. Dengan proses monitoring yang lebih baik maka kemungkinan manajer melakukan

kecurangan dalam manajemen laba juga dapat diminimalkan.

Hipotesis 2: Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengaruh manajemen

laba terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan

Pengaruh Jumlah Pertemuan Komite Audit terhadap Pengaruh Manajemen Laba

terhadap Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan

Teori agensi menyatakan adanya kepentingan yang berbeda membuat masing-masing

pihak yaitu agen dan prinsipal berusaha untuk memperbesar keuntungannya. Kelonggaran

yang diberikan atas pemilihan metode akuntansi dapat dimanfaatkan manajemen untuk

menghasilkan laba yang berbeda, sehingga praktik ini dapat memberikan dampak terhadap

kualitas laba yang dihasilkan (Boediono, 2006). Komite audit merupakan salah satu komite

penunjang dewan komisaris. Salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas komite audit

adalah pertemuan formal dan informal. Pertemuan formal dilaksanakan untuk mengevaluasi

kualitas laporan keuangan dan perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan. Frekuensi dan isi

pertemuan komite audit tergantung pada tugas dan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Jumlah pertemuan komite audit dapat ditentukan berdasarkan ukuran perusahaan

dan besarnya tugas yang dibebankan kepada komite audit. Menurut Hidayati (2000) komite

audit pada umumnya melakukan pertemuan dua sampai tiga kali dalam setahun yaitu sebelum

laporan keuangan dikeluarkan, sesudah pelaksanaan audit dan sebelum RUPS tahunan. Selain

melakukan pertemuan formal, komite audit juga melakukan pertemuan informal, misalnya

melakukan komunikasi dengan manajemen, akuntan publik dan auditor internal. Komite audit

12

biasanya membuat agenda rapat dengan menerima masukan dari manajemen, auditor internal

dan auditor eksternal. Dengan demikian, semakin banyak jumlah pertemuan audit diharapkan

akan semakin membuat informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan lebih reliable.

Abbot et al., (2004) menemukan bukti bahwa komite audit yang melakukan

pertemuan kurang dari jumlah minimum memiliki kemungkinan besar untuk menyajikan

kembali labanya. Ia juga menemukan bukti bahwa kecurangan dan penyajian kembali laba

semakin banyak terjadi ketika anggota komite audit tidak memiliki kompetensi di bidang

keuangan.

Hipotesis 3 : Jumlah pertemuan komite audit berpengaruh terhadap pengaruh

manajemen laba terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan.

METODE PENELITIAN

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Untuk menguji hipotesis yang diajukan, variabel yang diteliti dalam penelitian ini

diklasifikasikan menjadi variabel dependen, variabel independen, variabel moderating dan

variabel kontrol.

Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tanggung jawab sosial dan lingkungan

(TJSL). Standar yang digunakan dalam penelitian ini adalah GRI karena GRI merupakan

sebuah jaringan berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling

banyak menggunakan laporan berkelanjutan dan berkomitmen untuk terus menerus

melakukan perbaikan dan penerapan diseluruh dunia (www.globalreporting.org). Pengukuran

variabel ini dilakukan dengan mengamati ada tidaknya suatu item informasi yang ditentukan

dalam GRI yang diungkapkan dalam laporan tahunan. Dalam GRI disebutkan beberapa

indikator dalam pengungkapan yang dilakukan perusahaan, yaitu indikator kinerja ekonomi,

indikator kinerja lingkungan, praktik tenaga kerja dan pekerjaan yang layak, hak asasi

manusia, dan tanggung jawab produk. Pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan

dalam annual report diukur dengan menghitung jumlah item yang diungkapkan, kemudian

dihitung indeksnya menggunakan CSDI. Corporate Social Disclosure Index (CSDI)

merupakan indeks yang digunakan untuk mengetahui seberapa luas pengungkapan tanggung

13

jawab sosial dan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Penghitungan disclosure index

dilakukan dengan membagi jumlah item yang diungkapkan dengan jumlah item keseluruhan.

CSRIj = Σ X ij / nj ............................................................................................(3.1)

Keterangan :

CSRIj = Indeks pengungkapan informasi CSR perusahaan j

Xij = dummy variabel: diberi skor 1 jika item i diungkapkan; diberi skor 0 jika item i

tidak diungkapkan

nj = jumlah item untuk perusahaan j

Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Manajemen laba

adalah derajat atau korelasi laba akuntansi suatu perusahaan (entitas) dengan laba

ekonominya. Untuk mengukur manajemen laba dilakukan dengan menggunakan proksi

discretionary accrual dengan menggunakan Modified Jones Model karena berdasar Dechow

et al. (1995) model ini lebih baik dibanding model Jones standar dalam mengukur kasus

manipulasi pendapatan.

Model penghitungannya adalah sebagai berikut :

TAC it = NI it – CFO it ...................................................................................................................(3.2)

Kemudian menghitung nilai total accrual (TAC) yang diestimasi dengan persamaan

regresi berikut :

TAC it / TA it-1 = αi (1 / TA it-1) + β1i (∆ REV it /T A it-1 ) + β2i (PPE it / TAit-1 ) + β3i (ROA it /

TAit-1 ) +ε .......................................................................(3.3)

Dengan menggunakan koefisien regresi di atas maka dapat dihitung nilai

nondiscretionary accrual (NDTA) dengan rumus :

NDTAC it = αi (1 / TA it-1) + β1i ((∆ REV it - ∆REC it ) / TA it-1 ) + β2i (PPE it / TAit-1 ) + β3i

(ROA it / TAit-1 ) +ε .......................................................(3.4)

Discretionary accrual (DTA) merupakan residual yang diperoleh dari estimasi total

accrual yang dihitung sebagai berikut :

DTAC =( TAC it /TA it-1 ) – NDTAC it .............................................................(3.5)

Keterangan :

DTAC it = Discretionary accrual perusahaan i pada periode t

NDTAC it = Non Discretionary accrual perusahaan i pada periode t

14

NI it = Net income perusahaan i pada periode t

TAC it = Total accrual perusahaan i pada periode t

CFO it = Aliran arus kas operasi perusahaan i pada periode t

TA it-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode t

∆REV it = Perubahan penjualan perusahaan i pada periode t

PPE it = Aktiva tetap perusahaan i pada periode t

∆REC it = Perubahan piutang perusahaan i pada periode t

εit = error

Variabel Moderating

Variabel moderator adalah variabel yang selain bisa memperkuat hubungan antar

variabel, juga bisa memperlemah hubungan antara satu atau beberapa variabel independen

dan variabel dependen (Kurnia, 2009).Variabel moderating yang digunakan dalam penelitian

ini adalah corporate governance dengan proksi antara lain :

Ukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris merupakan banyaknya jumlah anggota dewan komisaris

dalam suatu perusahaan. Menurut Sembiring (2005) semakin besar jumlah anggota dewan

komisaris maka semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executives Officer (CEO) dan

semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen.

Jumlah Pertemuan Komite Audit

Jumlah pertemuan komite audit merupakan banyaknya jumlah rapat yang dilakukan

komite audit dalam satu tahun. Penelitian Putri (2009) yang menemukan adanya hubungan

antara jumlah pertemuan komite audit yang berpengaruh signifikan terhadap

pengungkapan informasi laba perusahaan. Hal ini berarti, semakin sering komite audit

mengadakan pertemuan maka pengungkapan informasi laba perusahaan semakin

transparan. Jumlah pertemuan komite audit diukur dengan menghitung total pertemuan audit

yang dilakukan komite audit yang dilakukan selama satu tahun.

Variabel Kontrol

15

Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga

hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang

tidak diteliti (Aditya, 2009). Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Profitabilitas (Profitability)

Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Return on Asset

(ROA). ROA adalah kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan

aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor baik pemegang obligasi

maupun pemegang saham (Riyanto, 2001). Return on asset merupakan ukuran

efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva

yang dimilikinya. ROA dihitung dengan menggunakan rumus :

ROA = Laba bersih setelah pajak (EAT) / Total aktiva

Ukuran Perusahaan (Firm Size)

Ukuran perusahaan diukur dengan total aset yang dimiliki perusahaan. Ukuran

perusahaan yang diukur dari total aset akan ditransformasikan dalam bentuk logaritma

dengan tujuan untuk menyamakan dengan variabel lain. Hal ini karena nilai total aset

perusahaan relatif lebih besar dibandingkan dengan variabel-variabel lain dalam

penelitian ini. Ukuran perusahaan dirumuskan sebagai berikut:

SIZE = Ln ( total aset)

Firm’s Leverage

Firm’s leverage dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Debt Equity Ratio

(DER). Leverage merupakan ketergantungan perusahaan terhadap hutang dalam

membiayai kegiatan operasinya. Maksudnya, berapa tingkat kelebihan kewenangan yang

dimiliki oleh debtholders dibandingkan dengan kewenangan shareholders. Leverage

dihitung menggunakan rumus :

DER = Total hutang / total ekuitas

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2010. Pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling merupakan teknik

16

pengambilan sampel yang dilakukan dengan tujuan tertentu sesuai kriteria-kriteria yang

ditetapkandan harus dipenuhi oleh sampel.

Kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perusahaan yang menerbitkan annual report tahun 2009-2010 dan yang melaporkan laba.

2. Perusahaan yang melaporkan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam annual report-

nya

3. Perusahaan manufaktur yang memiliki data tentang corporate governance yaitu data

tentang ukuran dewan komisaris dan jumlah pertemuan komite audit.

Model Penelitian

Model I

TJSL = α + β1 EM+ β2 ROA + β3 Ln TA+ β4 DER....................................(3. 6)

Model II

TJSL = α + β1 EM+ β2 DK + β3 RKA + β4 EM.DK + β5 EM.RKA + β6 ROA + β7 Ln TA+

β8 DER + ε ..............................................................................(3. 7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Koefisien Determinasi R2

Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel independen terhadap variabel dependen. Model

regresi I menunjukkan nilai koefisien determinasi yang menunjukkan nilai adjusted R2

sebesar 0,413, yang berarti 41,3% variasi tanggung jawab sosial dan lingkungan dapat

dijelaskan oleh manajemen laba. Sedangkan sisanya yaitu 58,7%, dijelaskan oleh variabel

lain. Pada tabel 4.17 model regresi II menunjukkan bahwa koefisien determinasi yang

17

menunjukkan nilai adjusted R2 sebesar 0,379. Hal ini berarti bahwa 37,9% variasi tanggung

jawab sosial dan lingkungan perusahaan dapat dijelaskan secara signifikan oleh manajemen

laba, ukuran dewan komisaris, jumlah pertemuan komite audit, return on asset, total asset

dan debt equity ratio sedangkan 62,1% tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan

dapat dijelaskan oleh variabel lain. Hasil dari koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel

di bawah ini:

Model Regresi I

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 ,675a ,455 ,413 ,0919141745 1,921

a. Predictors: (Constant), DER, LN_TA, EM1, ROA

b. Dependent Variable: TJSL

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012

Model regresi II

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 ,685a ,469 ,379 ,0945335125 1,917

a. Predictors: (Constant), DER, EM1_DK, RKA, LN_TA, ROA, DK, EM1_RKA, EM1

b. Dependent Variable: TJSL

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012

18

Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji pengaruh simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara

bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen. Hasil uji statistik F

dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Model Regresi I

Hasil Uji Statistik F

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression ,360 4 ,090 10,661 ,000a

Residual ,431 51 ,008

Total ,791 55

a. Predictors: (Constant), DER, LN_TA, EM1, ROA

b. Dependent Variable: TJSL

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012

Model Regresi II

Hasil Uji Statistik F

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression ,371 8 ,046 5,191 ,000a

Residual ,420 47 ,009

Total ,791 55

a. Predictors: (Constant), DER, EM1_DK, RKA, LN_TA, ROA, DK, EM1_RKA, EM1

b. Dependent Variable: TJSL

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012

19

Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Variabel independen dikatakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

dependen apabila tingkat signifikansinya kurang dari 5%. Berdasarkan hasil penelitian ini,

dari 8 variabel yang digunakan dengan signifikansi 5%, ada 3 variabel yang berpengaruh

secara signifikan terhadap variabel tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Model Regresi I

Hasil Uji t

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -,686 ,227 -3,017 ,004

EM1 ,026 ,064 ,043 ,410 ,683

ROA ,411 ,130 ,361 3,167 ,003

LN_TA ,041 ,008 ,538 5,055 ,000

DER ,000 ,000 -,231 -2,041 ,046

a. Dependent Variable: TJSL

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012

Model Regresi II

Hasil Uji t

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -,802 ,281 -2,853 ,006

EM1 ,119 ,290 ,196 ,411 ,683

DK -,002 ,009 -,033 -,216 ,830

RKA 7,164E-5 ,003 ,004 ,026 ,980

EM1_DK -,022 ,028 -,321 -,797 ,430

EM1_RKA ,018 ,033 ,187 ,550 ,585

ROA ,434 ,142 ,382 3,058 ,004

LN_TA ,044 ,010 ,591 4,354 ,000

DER ,000 ,000 -,268 -2,109 ,040

20

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -,802 ,281 -2,853 ,006

EM1 ,119 ,290 ,196 ,411 ,683

DK -,002 ,009 -,033 -,216 ,830

RKA 7,164E-5 ,003 ,004 ,026 ,980

EM1_DK -,022 ,028 -,321 -,797 ,430

EM1_RKA ,018 ,033 ,187 ,550 ,585

ROA ,434 ,142 ,382 3,058 ,004

LN_TA ,044 ,010 ,591 4,354 ,000

DER ,000 ,000 -,268 -2,109 ,040

a. Dependent Variable: TJSL

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012

Variabel tersebut adalah variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

return on asset (ROA), tottal asset (LN_TA) dan debt equity ratio (DER). Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa ROA mempunyai signifikansi 0,004, LN_TA dengan 0,000, dan

DER dengan signifikansi 0,040.

Pengaruh Manajemen Laba terhadap Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

Perusahaan

Hipotesis 1 pada penelitian ini adalah menguji apakah manajemen laba berpengaruh

terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan

nilai signifikansi 0,683 dengan koefisien -0,686. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa

manajemen laba tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tanggung jawab sosial dan

lingkungan perusahaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 ditolak.

Manajemen laba tidak berpengaruh terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan yang

dilakukan perusahaan. Hasil analisis ini mendukung penelitian yang dilakukan Sun et.al

(2010). Hasil analisis ini juga mendukung teori stakeholder. Perusahaan harus menjaga

hubungan baik dengan stakeholder-nya dengan mengakomodasi keinginan dan

kebutuhannya, terutama stakeholder yang mempunyai power terhadap ketersediaan sumber

daya yang digunakan dalam aktivitas operasional perusahaan, misal tenaga kerja, pasar atas

produk perusahaan dan lain-lain (Ghozali dan Chariri, 2007). Salah satu strategi yang

digunakan perusahaan untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder-nya adalah dengan

pengungkapan informasi sosial dan lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan

perusahaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan informasi serta dapat mengelola

stakeholder agar mendapatkan dukungan oleh para stakeholder yang berpengaruh terhadap

21

kelangsungan hidup perusahaan untuk lebih meningkatkan nilai perusahaan dimata

stakeholder. Dengan demikian, kesadaran manajemen atas pentingnya peran stakeholder

membuat manajemen dengan suka rela melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan,

tanpa ada tujuan melakukan TJSL tersebut untuk menutupi kecurangan manajemen laba.

Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Hubungan antara Manajemen Laba dan

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan

Hipotesis 2 pada penelitian ini adalah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap

hubungan antara manajemen dan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Hasil

penelitian menunjukkan signifikansi sebesar 0,830 dan nilai koefisien sebesar -0,022. Dari

hasil tersebut dapat diketahui bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap pengaruh manajemen laba terhadap tanggung jawab sosial dan

lingkungan perusahaan. Dengan demikian hipotesis 2 ditolak.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sun et. al (2010) bahwa

ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hubungan antara

manajemen laba dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Jumlah dewan

komisaris baik besar maupun kecil tidak mempengaruhi besarnya tanggung jawab sosial dan

lingkungan yang dilakukan perusahaan dan belum berhasil mengurangi manajemen laba. Hal

ini dapat dijelaskan bahwa besar kecilnya dewan komisaris bukanlah menjadi faktor penentu

utama dari efektivitas pengawasan terhadap manajemen perusahaan. Akan tetapi efektivitas

meknisme pengendalian tergantung pada nilai, norma dan kepercayaan yang diterima dalam

suatu organisasi (Jennings 2004a; 2004b; 2005a; Oliver, 2004) serta peran dewan komisaris

dalam aktivitas pengendalian (monitoring) terhadap manajemen (Cohen, et al. 2004; Jennings

2005b). Oleh karena itu pembentukan dewan komisaris perlu memperhatikan komposisi,

kemampuan, dan integritas anggota sehingga dapat melakukan fungsi pengawasan,

pengendalian dan mampu memberikan arahan kepada manajemen dengan baik.

Pengaruh Jumlah Pertemuan Komite Audit terhadap Hubungan Antara Manajemen

Laba dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan

Hipotesis 3 pada penelitian ini adalah jumlah pertemuan komite audit berpengaruh terhadap

pengaruh manajemen laba terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Hasil

penelitian ini menunjukkan signifikansi 0,585 dan nilai koefisien sebesar 0,018. Dari hasil

tersebut maka dapat diketahui bahwa jumlah pertemuan komite audit tidak berpengaruh

secara signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 ditolak.

22

Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Lin et al. (2006) dan Fitriasari (2007)

bahwa jumlah pertemuan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengaruh

manajemen laba terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Ia menemukan

bahwa anggota komite audit yang bertemu minimal empat kali dalam satu tahun tidak

mampu mengurangi terjadinya kecurangan dalam proses pelaporan keuangan. Hal ini dapat

dijelaskan bahwa pembentukan komite audit dalam perusahaan hanya bersifat mandatory

atas peraturan yang ditetapkan pemerintah. Hal ini menyebabkan komite audit belum

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara maksimal sehingga fungsi dan perannya

tidak efektif. Selain itu ada kemungkinan bahwa pertemuan komite audit jarang dihadiri

baik oleh pihak manajemen maupun oleh auditor ekstemal. Hal tersebut menyebabkan

masalah-masalah yang terjadi dala perusahaan dan dalam proses laporan keuangan tidak

terungkap sehingga tidak diketahui oleh komite audit. Hal tersebut menyebabkan

masalah yang ada dalam proses pelaporan keuangan tidak menemukan penyelesaian.

Variabel Kontrol

Profitabilitas (Profitability)

Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan ROA. Hasil penelitian ini

menunjukkan nilai signifikansi 0,004 dengan koefisien sebesar 0,5434. Dari hasil tersebut

dapat diketahui bahwa profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap pengaruh

manajemen laba terhadap TJSL. Hal ini berarti profitabilitas akan meningkatkan TJSL yang

dilakukan perusahaan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa perolehan laba yang semakin besar

akan membuat perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas. Perusahaan di

Indonesia sudah menyadari bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan

penting untuk dilakukan, sehingga semakin besar laba yang diperoleh, semakin besar pula

tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan akan diungkapkan. Seperti yang

dinyatakan oleh Alexander dan Bucholdz (1978) dalam Belkaoui dan Karpik (1989) bahwa

manajemen yang sadar dan memperhatikan masalah sosial juga akan mengajukan

kemampuan yang diperlukan untuk menggerakkan kinerja keuangan perusahaan (Sembiring,

2003). Selain itu, perusahaan di Indonesia menganggap bahwa pengungkapan tanggung

jawab sosial yang dilakukan akan memberikan nilai positif bagi perusahaan. Menurut

Solomon dan Hansen (1985) dalam Mc Guire et. al. (1985), dengan CSP (corporate social

performance) yang baik akan meningkatkan goodwill karyawan dan konsumen, sehingga

perusahaan akan mengalami penurunan masalah dengan tenaga kerja, konsumen akan lebih

23

setia kepada produk perusahaan. Moussavi dan Evans (1986) dalam Mc Guire et.al. (1988)

menyatakan bahwa aktivitas tanggung jawab sosial juga dapat meningkatkan hubungan

antara perusahaan dengan konstituen penting seperti bank, investor, dan pemerintah.

Peningkatan hubungan dengan pihak-pihak penting ini dapat memberikan keuntungan

ekonomi (Monika dan Hartanti, 2008).

Ukuran Perusahaan (Firm Size)

Ukuran perusahaan diproksi dengan total aset. Hasil penelitian menunjukkan nilai

signifikansi 0,000 dengan koefisien sebesar 0,044. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa

total aset yang dimiliki perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap pengaruh

manajemen laba terhadap TJSL.

Hasil ini mendukung penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Belkaoui dan Karpik

(1989), Hackston dan Milne (1996), Sembiring (2005), Rosmasita (2007), Amran dan Devi

(2008), Machmud dan Djakman (2008), dan Puspitasari (2009). Hasil tersebut berarti

semakin besar ukuran perusahaan, maka TJSL yang dilakukan semakin besar pula. Menurut

Sembiring (2005) perusahaan yang besar memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap

masyarakat dan memiliki pemegang saham yang lebih banyak yang tentu saja akan selalu

memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan sehingga pengungkapan TJSL juga

semakin besar. Hasil ini juga dapat dijelaskan dengan menggunakan teori agensi, perusahaan

dengan ukuran yang besar lebih besar maka biaya keagenan yang dikeluarkan juga lebih

besar sehingga untuk mengurangi biaya tersebut perusahaan cenderung mengungkapkan

informasi yang lebih luas. Selain itu perusahaan besar biasanya mempunyai banyak emiten

yang disoroti, pengungkapan merupakan cara untuk mengurangi biaya politis sebagai wujud

tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (Sembiring, 2005). Selain itu, perusahaan

yang besar mempunyai tekanan yang lebih besar, perusahaan besar mempunyai aktivitas

operasi yang lebih banyak dan memberikan pengaruh yang lebih besar kepada masyarakat

dan pemegang saham yang lebih besar sehingga pengungkapan TJSL akan semakin besar.

Firm’s Leverage

Firm’s Leverage dalam penelitian ini diukur dengan DER. Hasil penelitian menunjukkan

nilai signifikansi DER sebesar 0,040 dengan koefisien sebesar 0,000. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa DER berpengaruh secara signifikan terhadap pengaruh manajemen laba

terhadap TJSL. Hal ini berarti bahwa tingkat leverage perusahaan berpengaruh terhadap

pengaruh manajemen laba terhadap TJSL.

24

Menurut Belkaoui dan Karpik (1989) dan Waryanti (2009) semakin tinggi tingkat leverage,

semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit, sehingga

perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba yang lebih tinggi yang dapat dilakukan

dengan cara mengurangi biaya-biaya, termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial

agar tidak menjadi sorotan dari para debtholders. Namun hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa leverage berpengaruh positif terhadap pengaruh manajemen laba terhadap TJSL,

sehingga semakin tinggi leverage maka semakin tinggi TJSL yang dilakukan perusahaan

untuk menutupi kecurangan manajemen laba.

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh manajemen laba terhadap tanggung

jawab sosial dan lingkungan perusahaan dengan corporate governance sebagai variabel

moderating. Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI

tahun 2009-2010. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang dilakukan pada

bab sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Manajemen tidak berpengaruh terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan

perusahaan. Kesadaran manajemen akan pentingnya peran stakeholder membuat

manajemen dengan suka rela melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan, tanpa

ada tujuan melakukan TJSL tersebut untuk menutupi kecurangan manajemen laba.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 ditolak.

2. Ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengaruh manajemen laba

terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Besar kecilnya dewan

komisaris bukanlah menjadi faktor penentu utama dari efektivitas pengawasan

terhadap manajemen perusahaan. Efektivitas mekanisme pengendalian dan

pengawasan perusahaan salah satunya tergantung pada nilai, norma, dan kepercayaan

yang diterima dalam suatu organisasi, selain itu pembentukan dewan komisaris perlu

memperhatikan komposisi, kemampuan dan integritas anggota. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 ditolak.

3. Jumlah pertemuan komite audit berpengaruh terhadap pengaruh manajemen laba

terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan.Pembentukan komite audit dalam

perusahaan hanya bersifat mandatory atas peraturan pemerintah. Komite audit belum

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara maksimal sehingga fungsi dan

25

peranannya belum efektif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3

ditolak.

Keterbatasan

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, antaralain :

1. Rendahnya koefisien determinasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa masih

banyak variabel lain yang dapat mempengaruhi pengaruh manajemen terhadap

tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan.

2. Penelitian ini menganalisis tentang tanggung jawab sosial perusahaan yang dilihat

dari annual report sehingga dalam penilaian tersebut unsur subjektifitas sangat tinggi.

Saran

Adapun saran yang dapat diberikan untuk penelitian berikutnya adalah :

1. Penelitian selanjutnya perlu memasukkan variabel moderating lain untuk mengetahui

pengaruh variabel moderating tersebut terhadap hubungan antara manajemen laba

dan tanggung jawab sosial dan lingkungan seperti komposisi dewan komisaris dan

karakteristik sub-komite.

2. Penelitian selanjutnya perlu menggunakan jenjang tahun yang lebih laba agar

diperoleh hasil yang lebih detail tentang perusahaan sehingga bisa diketahui bahwa

suatu perusahaan melakukan kegiatannya kinerja maupun pengungkapan sosial

dan lingkungan dari perusahaan tersebut dilakukan secara berkesinambungan atau

tidak di setiap tahunnya.

3. Penelitian selanjutnya perlu memasukkan variabel-variabel lain yang juga

mempengaruhi pengaruh manajemen laba terhadap tanggung jawab sosial dan

lingkungan sehingga diperoleh koefisien determinasi yang lebih besar.

4. Perlu menghadirkan pihak ketiga dalam menilai tanggung jawab sosial dan

lingkungan perusahaan untuk mengurangi tingkat subjektifitas yang tinggi.

26

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, LJ Parker dan Peters GF. 2004. “Audit Committee Characteristics and Restatement”.

Auditing: A Journal of Practice and Theory. Vol. 23, hal. 69-87.

Aditya, D. 2009. “Variabel Penelitian dan Definisi Operasional”. http://variabel-penelitian-

dan-definisi-operasional-variabel2.pdf. Diakses 28 Desember 2011.

Akhtarudiin M, Hossain MA, Hossain M, Yao Lee. 2009. ”Corporate Governance and

Voluntary Disclosure in Corporate Annual Report of Malaysian Listed Firms”. J.

Appl. Manage. Account. Res., 7 (1)

Anggraini, Fr. Reni Retno. 2006. “ Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan

(Studi Empiris pada Perusahaan-perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”).

Simposium Nasional Akuntansi. Padang

Beiner. S., W. Drobetz, F. Schmid dan H. Zimmermann. 2003. “Is Board Size An

Independent Corporate Governance Mechanism ?”

http://www.wwz.unibaz.ch/cofi/publications/papers/2003/06.03.pdf. Diakses 1

Oktober 2011.

Belkaoui, A. 1981. “Accounting Theory”. New York: Harcourt Jovanovich.

______. Dan PG. Karpik. 1989. “ Determinants of The Corporate Decisions to Disclosure

Social Information”. Accounting, Auditing and Acoountability Journal. Vol. 2, No. 1, hal 36-

51

Boediono. 2006. “CSR, Elemen Utama Tata Laksana Kemasyarakatan yang Baik”

Republika 17 September 2006

Chih, H., Shen, C. and Kang, F.2008. ”Corporate Social Responsibility, Investor Protection,

and Earning Management: Some International Evidence”, Journal of Business Ethics,

Vol.79, hal. 179-98.

Chtourou, SM. Bedard J dan Courteau L. 2001. “Corporate Governance and Earnings

Management”. http://www.google.com. diakses tanggal 2 Nopember 20011 .

27

Dechow, P., Sloan, R. dan Sweeney, A. 1995.”Detecting Earning Management”. The

Accounting Review, Vol. 70 hal. 193-225

______dan Sweeney, A. 1996.”Causes and Consequences of Earning Manipulation: An

Analysis of Firms Subject to Inforcement Actions by The SEC”, Contemporary

Accounting Research, Vol. 13, hal. 1-36.

Deegan, C. 2000. “Financial Accounting Theory”. Australia: Mc.Graw-Hill Book Company

______2002. “Introduction: The Legitimising Effect of Social and Environmental Disclosure

- a Theoritical Foundation”, Accounting, Auditing, and Accountability Journal, Vol.

15, No. 3, hal. 282-311.

Fama. E.F. dan M.C. Jensen. 1983. “Separation of Ownership and Control”. Journal Of Law

and Economics, Vol.26. hal.301-325.

Ferdinand, A. 2006. “Metode Penelitian Manajemen”. Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro.

Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2004. “Peranan Dewan Komisaris dan

Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)

Stakeholders”, Jakarta: FCGI

Friedman, M. 1962. “Capitalism and Freedom”. Chicago: University of Chicago Press

Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan

Penerbit Universitas Diponegoro.

_______dan A. Chariri 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.

Gray, R. H., 1993. “Accounting for the Envirinmental”. The Certified Accountants

Educational Projects Ltd.

Gumanti, Tatang Ary. 2009. “Teori Sinyal dalam Manejemen Keuangan”. Majalah

Usahawan Indonesia. 2009

Hackson, D., dan M.J. Milne. 1996. “Some determinants of social and environmental

disclosures in New Zealand companies”. Accounting, Auditing, and Accountability

Journal. Vol. 9, No. 1, hal 77-108.

Hasibuan, Muhammad Rizal. 2001. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap

Pengungkapan Sosial ( Social Disclosure) dalam Laporan Tahunan Emiten di BEJ dan

BES”. Tesis S2 Magister Akuntansi Undip (Tidak Dipublikasikan)

Healy, P.M dan Wahlen, J.M. 1999. A Review of The Earning Management Literature and its

Implication for Standard Setting, Accounting Horizon (December), hal 365-383.

28

Hendriksen, E. S., dan Van Breda, M. F. 1992. Accounting Theory, 5 th Edition. The

McGraw-Hill Companies, Inc.

Hidayati, A. 2000. “Kunci Sukses Komite Audit”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia.

Vol. 4. No.1.

Januarti, I dan Apriyanti D. 2005. “Pengaruh Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Terhadap Kinerja Keuangan” . Jurnal MAKSI.

Jennings, M. M. 2004a. "Privilege, Financial Fraud, and Noisy Lawyers." Corporate Finance

Review, 8:4 Januari/Februari, hal.43-47.

_______. 2004b. "Parmalat: Ethical Collapse Goes Global." Corporate Finance Review, 8:5

(Maret/April), hal.43-46.

_______. 2005a. "The Ethical Lessons of Marsh and McLennan." Corporate Finance

Review, 9:4 (Januari/Februari), hal.43-48.

_______. 2005b. "Conspicuous Governance Failures: Why Sarbanes-Oxley Is not an Ethics

Warranty." Corporate Finance Review, 9:5 (Maret/April), hal.41-47.

Jensen, M. dan Meckling, W. 1976. “Theory of The Firm: Managerial Behaviour, Agency

Costs and Ownership Structure”, Journal of Financial Economics, Vol. 3, hal. 305-60.

Klein, A. 2002. ”Audit Commitee, Board of Director Characteristic, and Earning

Management”. Journal of Accounting and Economic, Vol. 33 No. 3, hal. 375-401.

Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. “Pedoman Umum Good Corporate

Governance.” http://www.governance-indonesia.or.id/main.htm. Diakses 13

September 2011.

Kurnia, A. 2009. “Konsep dan Jenis Variabel (Variabel Independen, Variabel Dependen,

Variabel Moderator, Variabel Intervening, dan Variabel Kontrol”. http://www.konsep-

dan-jenis-variabel-variabel.html Diakses 28 Desember 2011.

Kusuma, H dan Susanto, E. 2004. “Efektifitas Mekanisme Bonding: Kasus Perusahaan-

Perusahaan yang Dikontrol Komisaris Indeoenden”. Jurnal Akuntansi Auditing

Indonesia, Vol. 8, No. 1, hal. 104-115

Midiastuty, Pratana Puspa dan Mas’ud Machfoeeds. 2003. “Analisis Hubungan Mekanisme

Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba”. Simposium Nasional

Akuntansi VI. Surabaya.

Nasution, M dan D. Setiawan. 2007. “Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen

Laba di Industri Perbankan.” Simposium Nasional Akuntansi X, IAI. Makasar 2007.

29

OECD. 1998. “Bussiness Sector Advisory Group on Corporate Governance”

http://www.oecg.org. Diakses 21 Desember 2011.

Patten, D. M., dan Trompeter, G. 2003. “Corporate Responses to Politicl Costs: An

Examination of the Relation between Environmental Disclosure and Earning

Management”. Journal of Accounting and Public, 22. 1 January, 83-94.

Prior, D.,Surroca, J. dan Tribo, J. 2008. “Earning management and corporate social

responsibility”, Working paper No. 06-23, Business Economic Series 06, September

2007, Universidad Carlos III de Madrid, Madrid, hal. 1-42, available at: http://e-

archivo.uc3m.es/bitstream/10016/428/3/wb062306-1.pdf

Puspitsari, Apriani Daning. 2009. “ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan

Corporate Social Responsibility (CSR) pada Laporan Tahunan Perusahaan di

Indonesia”. Skripsi tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro.

Rosmasita, H. 2007. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sosial (Social

Disclosure) dalan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek

Jakarta”. Skripsi tidak dipublikasikan. Universitas Islam Indonesia.

Sharma, S. Durand, R.M dan Gur-Arie, O. 1981. “Identification and Analysis of Moderator

Variables”. Journal of Marketing Research. Vo. XVIII

Scott, W.R. 2000. “Earning Management”. Financial Accounting Theory, Second Edition.

Ontario: Prectice Hall Canada Inc. 351-370

Sembiring, E. R. 2005. “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab

Sosial: Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercacat di Bursa Efek Jakarta”.

Simposium Nasional Akuntansi 8. Solo, 15-16 September.

Setiawan, W. 2006. “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap

Kualitas Laba”. Jurnal Akuntansi dan Bisnis Volume 6 No.2 Agustus: 163-172

Siregar, Sylvia Veronica N.P & Bachtiar, Yanivi S. 2004. “Good Corporate Governance,

Information Asymetry, and Earning Management”. Simposium Nasional Akuntansi

VII. Denpasar Bali: hal 57-69.

Sun, Nan., A. Salama., K. Hussainey, dan M. Habbash. 2010. Corporate Environmental

Disclosure, Corporate Governance and Earnings Management. Managerial Auditing

Journal. Vol. 25. No. 7,hal. 680

Tanudjaja, Bing Bedjo. 2006. “ Perkembangan Corporate Social Responsibility di

Indonesia”. http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/dkv/article/view/17049

Diakses 7 September 2011

Ujiyantho, Muh. Arief, dan Bambang Agus Pramuka. 2007. “Mekanisme Corporate

30

Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”. Makalah Simposiu Nasional

Akuntansi X. Makassar, 26-28 Juli.

Ullman, A.A. 1985 “Data in Search of a Theory: A Critical Examination of the Relationships

among Social Performance, Social Disclosure, and Economic Performance of U.S.

Firms”. Academy of Management Review, Vol. 10, No. 3, hal. 540-577

Undang-Undang Tentang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007

Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007

Veronika, Sylvia dan Y.S Bachtiar. 2004. “Good Corporate Governance Information

Asymetry and Earnings Management”. Simposium Nasional Akuntansi 7 Denpasar

tanggal 2 -3 Desember 2004

Wahyudiharto, E. 2009. ”Opini: Teori Keagenan (Agency Theory)”.

http://s2.wahyudiharto.com/2009/02/opini-teori-keagenan-agency-theory.html

Diakses 8 September 2011

Wedari, L.K. 2004. “Analisis Pengaruh Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit

terhadap Aktivitas Manajemen Laba”. Makalah SNA VII. Denpasar. 936-974

Wild, J. 1996. “The Audit Commitee and Earning Quality”, Journal of Accounting, Auditing

and Finance, Vol. 11, pp. 247-76

Wolk, Harry I., Michael G. Tearney, dan James L Dodd. 2000. “Accounting Theory: A

Conceptual and Institutional Approach”. South-Western College Publishing.

World Bank. 1999. “Corporate Governance: A Framework of Implementation”.

www.globarreporting.org